Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PRAKTIKUM

PENGKAJIAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA NY.N


DENGAN HAMBATAN MOBILITAS FISIK

Laporan ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Keluarga

Dosen Pembimbing Tutorial:


MURSALIN, SKM.
TITIK KUSMAWATI, S.Kep

Disusun Oleh:
MUHAMMAD IRFANSYAH
1340351862

YAYASAN PENDIDIKAN IBNU SINA SABANG


AKADEMI KEPERAWATAN IBNU SINA KOTA SABANG
2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................1
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................3
A. Latar Belakang................................................................................................3
B. Tujuan.............................................................................................................3
C. Manfaat...........................................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB III ISI...............................................................................................................5
A. Tahap Pengkajian............................................................................................5
1. Data Umum Keluarga..............................................................................5
2. Riwayat dan Tahap Perkembangan Keluarga..........................................7
3. Pengkajian Lingkungan...........................................................................9
4. Fungsi keluarga......................................................................................12
5. Stress dan Koping Keluarga..................................................................13
6. Pemeriksaan Fisik..................................................................................14
7. Harapan Keluarga..................................................................................14
B. Analisa Data..................................................................................................20
C. Diagnosa Keperawatan.................................................................................20
D. Penilaian Diagnosa Keluarga........................................................................20
E. Rencana Asuhan Keperawatan.....................................................................21
BAB IV PENUTUP...............................................................................................27
A. Kesimpulan...................................................................................................27
B. Saran.............................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................28
LAMPIRAN...........................................................................................................29
A. Satuan Acara Pembelajaran..........................................................................29
B. Dokumentasi.................................................................................................47
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur–unsur yang dibutuhkan oleh
manusia dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis maupun psikologis
yang tentunya bertujuan untuk mempertahankan kehidupan dan kesehatan
(Ernawati, 2012). Teori Handerson mempunyai 14 kebutuhan dasar manusia
yaitu : bernafas secara normal, makan dan minum cukup, eliminasi, bergerak
dan mempertahankan posisi yang dikehendaki (mobilisasi), istirahat dan tidur,
memilih cara berpakaian, mempertahankan temperatur suhu tubuh dalam rentang
normal, menjaga tubuh tetap bersih dan rapi, menghindari bahaya dari
lingkungan, berkomunikasi dengan orang lain, beribadah menurut keyakinan,
menggali dan memuaskan rasa keingintahuan yang mengacu pada
perkembangan dan kesehatan normal (Hidayat, 2009).
Kebutuhan dasar menurut Handerson salah satunya adalah bergerak dan
mempertahankan posisi yang dikehendaki (mobilisasi). Mobilisasi merupakan
kemampuan seseorang untuk bergerak bebas, mudah, teratur, dan mempunyai
tujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Kehilangan kemampuan untuk
bergerak menyebabkan ketergantungan dan ini membutuhkan tindakan
keperawatan (Ambarwati, 2014). Sedangkan hambatan mobilitas fisik adalah
keadaan dimana seseorang tidak dapat bergerak secara bebas karena kondisi
yang mengganggu pergerakan (aktivitas), misalnya mengalami trauma tulang
belakang, cedera otak berat disertai fraktur pada ekstremitas dan faktor yang
berhubungan dengan hambatan mobilitas (Heriana, 2014).
Faktor yang mempengaruhi mobilisasi yaitu gaya hidup. Mobilitas seseorang
dipengaruhi oleh latar belakang budaya, nilai–nilai yang dianut, serta lingkungan
tempat tinggal. Selanjutnya ketidakmampuan, kelemahan fisik dan mental akan
menghalangi seseorang untuk melakukan aktivitas hidup sehari–hari
(Ambarwati, 2014).
Dampak dari imobilitas dalam tubuh dapat mempengaruhi sistem tubuh,
seperti perubahan pada metabolisme tubuh, ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit, gangguan dalam kebutuhan nutrisi, gangguan fungsi gastrointestinal,
perubahan sistem pernapasan, perubahan sistem muskuloskletal, perubahan
kulit, perubahan eliminasi (buang air besar dan kecil), dan perubahan perilaku
(Hidayat, 2009).
Salah satu dampak imobilitas yang mempengaruhi tubuh yaitu perubahan
pada sistem muskuloskletal adalah osteoporosis (tulang menjadi rapuh dan
mudah rusak), dan penurunan kekuatan otot, karena otot tidak dipergunakan
dalam waktu yang lama. Penurunan kekuatan otot merupakan manifestasi dari
hemiparesis (kelemahan pada salah satu sisi tubuh), (Hidayat, 2009).

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Agar mampu melakukan asuhan keperawatan pada keluarga dengan
hambatan mobilitas fisik.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada keluarga
yang mengalami hambatan mobilitas fisik
b. Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada keluarga
hambatan mobilitas fisik yang mengalami kurang pengetahuan.
C. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Dapat menjelaskan cara mengatasi penyebab kekambuhan hambatan
mobilitas fisik seperti kualitas tidur sehingga dapat digunakan sebagai
kerangka dalam mengembangkan terapi hambatan mobilitas fisik non
farmakologi agar tidak meningkatkan nyeri .
2. Bagi Petugas Kesehatan
Diharapkan laporan asuhan keperawatan ini dapat menjadi tambahan
informasi bagi petugas kesehatan khususnya mengenali nyeri pada
hambatan mobilitas fisik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Hambatan mobilitas fisik
1. Pengertian
Hambatan mobilitas fisik adalah keterbatasan dalam gerakan fisik
dari satu atau lebih ekstremitas secara mandiri (Tim Pokja SDKI DPP
PPNI, 2017). Menurut North American Nursing Diagnosis Association
(NANDA) hambatan mobilitas fisik atau imobilisasi merupakan suatu
keadaan dimana individu yang mengalami atau berisiko mengalami
keterbatasan gerakan fisik (Kozier, Erb, Berman & Snyder, 2010). Ada
lagi yang menyebutkan bahwa hambatan mobilitas fisik merupakan suatu
kondisi yang relatif dimana individu tidak hanya mengalami penurunan
aktivitas dari kebiasaan normalnya, tetapi juga kemampuan geraknya
secara total (Ernawati, 2012). Kemudian, Widuri (2010) juga
menyebutkan bahwa hambatan mobilitas fisik atau imobilitas merupakan
keadaan dimana kondisi yang mengganggu pergerakannya, seperti trauma
tulang belakang, cedera otak berat disertai fraktur pada ekstremitas dan
sebagainya. Tidak hanya itu, imobilitas atau hambatan mobilitas adalah
keterbatasan fisik tubuh baik satu maupun lebih, ekstremitas secara
mandiri dan terarah (Nurarif A.H & Kusuma H, 2015).

2. Etiologi
Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017), faktor penyebab
terjadinya hambatan mobilitas fisik, antara lain kerusakan integritas
struktur tulang, perubahan metabolisme, ketidakbugaran fisik, penurunan
kendali otot, penurunan massa otot, penurunan kekuatan otot,
keterlambatan perkembangan, kekakuan sendi, kontraktur, malnutrisi,
gangguan muskuloskeletal, gangguan neuromuskular, indeks masa tubuh
di atas persentil ke-75 usia, efek agen farmakologi, program pembatasan
gerak, nyeri, kurang terpapar informasi tentang aktivitas fisik, kecemasan,
gangguan kognitif, keengganan melakukan pergerakan, dan gangguan
sensoripersepsi. NANDA-I (2018) juga berpendapat mengenai etiologi
hambatan mobilitas fisik, yaitu intoleransi aktivitas, kepercayaan budaya
tentang aktivitas yang tepat, penurunan ketahanan tubuh, depresi, disuse,
kurang dukungan lingkungan, fisik tidak bugar, serta gaya hidup kurang
gerak. Pendapat lain menurut Setiati, Harimurti, dan Roosheroe (dalam
Setiati, Alwi, Sudoyo, Stiyohadi, dan Syam, 2014) mengenai penyebab
hambatan mobilitas fisik adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan otot,
ketidakseimbangan, masalah psikologis, kelainan postur, gangguan
perkembangan otot, kerusakan sistem saraf pusat, atau trauma langsuung
dari sistem muskuloskeletal dan neuromuskular.

3. Patofisiologi
Neuromuskular berupa sistem otot, skeletal, sendi, ligamen,
tendon, kartilago, dan saraf sangat mempengaruhi mobilisasi. Gerakan
tulang diatur otot skeletal karena adanya kemampuan otot berkontraksi
dan relaksasi yang bekerja sebagi sistem pengungkit. Tipe kontraksi otot
ada dua, yaitu isotonik dan isometrik. Peningkatan tekanan otot
menyebabkan otot memendek pada kontraksi isotonik. Selanjutnya, pada
kontraksi isometrik menyebabkan peningkatan tekanan otot atau kerja otot
tetapi tidak terjadi pemendekan atau gerakan aktif dari otot, misalnya
menganjurkan pasien untuk latihan kuadrisep. Gerakan volunter
merupakan gerakan kombinasi antara kontraksi isotonik dan kontraksi
isometrik. Perawat harus memperhatikan adanya peningkatan energi,
seperti peningkatan kecepatan pernapasan, fluktuasi irama jantung, dan
tekanan darah yang dikarenakan pada latihan isometrik pemakaian energi
meningkat. Hal ini menjadi kontraindikasi pada pasien yang memiliki
penyakit seperti infark miokard atau penyakit obstruksi paru kronik.
Kepribadian dan suasana hati seseorang digambarkan melalui postur dan
gerakan otot yang tergantung pada ukuran skeletal dan perkembangan otot
skeletal. Koordinasi dan pengaturan kelompok otot tergantung tonus otot
dan aktivitas dari otot yang berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan
gravitasi. Tonus otot sendiri merupakan suatu keadaan tegangan otot yang
seimbang. Kontraksi dan relaksasi yang bergantian melalui kerja otot
dapat mempertahankan ketegangan. Imobilisasi menyebabkan aktivitas
dan tonus otot menjadi berkurang. Rangka pendukung tubuh yang terdiri
dari empat tipe tulang, seperti panjang, pendek, pipih, dan irreguler
disebut skeletal. Sistem skeletal berfungsi dalam pergerakan, melindungi
organ vital, membantu mengatur keseimbangan kalsium, berperan dalam
pembentukan sel darah merah (Potter dan Perry, 2012).
Pengaruh imobilisasi yang cukup lama akan terjadi respon
fisiologis pada sistem otot rangka. Respon fisiologis tersebut berupa
gangguan mobilisasi permanen yang menjadikan keterbatasan mobilisasi.
Keterbatasan mobilisasi akan mempengaruhi daya tahan otot sebagai
akibat dari penurunan masa otot, atrofi dan stabilitas. Pengaruh otot akibat
pemecahan protein akan mengalami kehilangan masa tubuh yang
terbentuk oleh sebagian otot. Oleh karena itu, penurunan masa otot tidak
mampu mempertahankan aktivitas tanpa peningkatan kelelahan. Selain
itu, juga terjadi gangguan pada metabolisme kalsium dan mobilisasi sendi.
Jika kondisi otot tidak dipergunakan atau karena pembebanan yang
kurang, maka akan terjadi atrofi otot. Otot yang tidak mendapatkan
pembebanan akan meningkatkan produksi Cu, Zn. Superoksida Dismutase
yang menyebabkan kerusakan, ditambah lagi dengan menurunya catalase,
glutathioneperoksidase, dan mungkin Mn, superoksida dismutase, yaitu
sistem yang akan memetabolisme kelebihan ROS. ROS menyebabkan
peningkatan kerusakan protein, menurunnya ekspresi myosin, dan
peningkatan espresi komponen jalur ubiquitine proteolitik proteosome.
Jika otot tidak digunakan selama beberapa hari atau minggu, maka
kecepatan penghancuran protein kontraktil otot (aktin dan myosin) lebih
tinggi dibandingkan pembentukkannya, sehingga terjadi penurunan
protein kontraktil otot dan terjadi atrofi otot. Terjadinya atrofi otot
dikarenakan serabut-serabut otot tidak berkontraksi dalam waktu yang
cukup lama sehingga perlahan akan mengecil dimana terjadi perubahan
antara serabut otot dan jaringan fibrosa. Tahapan terjadinya atrofi otot
dimulai dengan berkurangnya tonus otot. Hal ini myostatin menyebabkan
atrofi otot melalui penghambatan pada proses translasi protein sehingga
menurunkan kecepatan sintesis protein. NF-κB menginduksi atrofi dengan
aktivasi transkripsi dan ubiquinasi protein. Jika otot tidak digunakan
menyebabkan peningkatan aktivitas transkripsi dari NF-κB. Reactive
Oxygen Species (ROS) pada otot yang mengalami atrofi. Atrofi pada otot
ditandai dengan berkurangnya protein pada sel otot, diameter serabut,
produksi kekuatan, dan ketahanan terhadap kelelahan. Jika suplai saraf
pada otot tidak ada, sinyal untuk kontraksi menghilang selama 2 bulan
atau lebih, akan terjadi perubahan degeneratif pada otot yang disebut
dengan atrofi degeneratif. Pada akhir tahap atrofi degeneratif terjadi
penghancuran serabut otot dan digantikan oleh jaringan fibrosa dan
lemak. Bagian serabut otot yang tersisa adalah membran sel dan nukleus
tanpa disertai dengan protein kontraktil. Kemampuan untuk meregenerasi
myofibril akan menurun. Jaringan fibrosa yang terjadi akibat atrofi
degeneratif juga memiliki kecenderungan untuk memendek yang disebut
dengan kontraktur (Kandarian (dalam Rohman, 2019)).
4. Tanda dan gejala
Adapun tanda dan gejala pada hambatan mobilitas fisik menurut
Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017) yaitu :
a. Tanda dan gejala mayor
Tanda dan gejala mayor subjektif dari hambatan mobilitas fisik, yaitu
mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas. Kemudian, untuk tanda
dan gejala mayor objektifnya, yaitu kekuatan otot menurun, dan
rentang gerak menurun.
b. Tanda dan gejala minor
Tanda dan gejala minor subjektif dari hambatan mobilitas fisik, yaitu
nyeri saat bergerak, enggan melakukan pergerakan, dan merasa cemas
saat bergerak. Kemudian, untuk tanda dan gejala minor objektifnya,
yaitu sendi kaku, gerakan tidak terkoordinasi, gerakan terbatas, dan
fisik lemah
NANDA-I (2018) berpendapat bahwa tanda dan gejala dari
hambatan mobilitas fisik, antara lain gangguan sikap berjalan, penurunan
keterampilan motorik halus, penurunan keterampilan motorik kasar,
penurunan rentang gerak, waktu reaksi memanjang, kesulitan membolak-
balik posisi, ketidaknyamanan, melakukan aktivitas lain sebagai
pengganti pergerakan, dispnea setelah beraktivitas, tremor akibat
bergerak, instabilitas postur, gerakan lambat, gerakan spastik, serta
gerakan tidak terkoordinasi.

5. Dampak yang ditimbulkan


Menurut Widuri (2010) hambatan mobilitas fisik akan
mengakibatkan individu mengalami imobilisasi yang dapat
mempengaruhi sistem tubuh, seperti :
a. Perubahan metabolisme
Kecepatan metabolisme dalam tubuh akan turun dengan
dijumpainya basal metabolisme rate (BMR) yang akibatnya energi
yang digunakan untuk perbaikan sel-sel tubuh berkurang sehingga
dapat mempengaruhi gangguan oksigenasi sel. Dampak lainnya
seperti anabolisme akan menurun sedangkan katabolisme akan
meningkat yang berisiko meningkatkan gangguan metabolisme.
b. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
Cairan dan elektrolit yang tidak seimbang akan mengakibatkan
persediaan protein menurun dan konsentrasi protein serum
berkurang yang dapat mengganggu kebutuhan cairan tubuh. Selain
itu, berkurangnya perpindahan cairan dari intravaskuler menuju
interstisial dapat menyebabkan edema.
c. Gangguan pengubahan zat gizi
Pemasukan protein dan kalori yang menurun dapat menyebabkan
pengubahan zat-zat makanan pada tingkat sel menurun sehingga
tidak cukup untuk melaksanakan aktivitas metabolisme.
d. Gangguan fungsi gastrointestinal
Makanan yang dicerna akan menurun sehingga dapat menyebabkan
keluhan, seperti perut kembung, mual, serta nyeri lambung yang
berdampak pada proses eliminasi.
e. Perubahan sistem pernapasan
Dampak yang ditimbulkan pada sistem pernapasan, antar lain kadar
hemoglobin menurun, ekspansi paru menurun, dan otot mengalami
kelemahan yang mengganggu proses metabolisme.
f. Perubahan kardiovaskular
Perubahan pada sistem kardiovaskuler berupa hipotensi artostatik,
meningkatnya kerja jantung, serta terjadi pembentukan trombus.
g. Perubahan sistem muskuloskeletal
Dampak yang ditimbulkan, antara lain gangguan muskular yang
berupa menurunnya massa otot yang menyebabkan turunnya
kekuatan otot serta atropi pada otot, gangguan skeletal berupa
kontraktur sendi serta osteoporosis.
h. Perubahan sistem integumen
Pada sistem integumen akan terjadi penurunan elastisitas kulit,
terjadi iskemia serta nekrosis jaringan superfisial ditandai dengan
adanya luka dekubitus akibat tekanan dan sirkulasi ke jaringan
menurun.
i. Perubahan eliminasi
Kurangnya asupan dan penurunan curah jantung mengakibatkan
penurunan jumlah urine.
j. Perubahan perilaku
Seseorang akan mengalami perubahan peran, konsep diri,
kecemasan yang berdampak ke perilaku yang ditimbulkan, seperti
rasa bermusuhan, bingung, cemas, emosional yang tinggi, depresi,
siklus tidur berubah, serta penurunnya mekanisme koping.

Kemudian, menurut Potter & Perry (dalam Uda H.D.H, Muflih,


Amigo T.A.E, 2016) selain pada sistem muskuloskeletal, hambatan
mobilitas fisik juga memberikan dampak pada sistem kardiovaskuler,
pernapasan, metabolik, perkemihan, pencernaan, dan integumen berupa
penurunan kemampuan atau fungsi jantung, pembuluh darah, paru-paru,
tergangguanya metabolisme tubuh, gangguan fungsi ginjal, kerusakan
kulit, serta gangguan pada proses pencernaan. Dampak psikososial dari
gangguan mobilitas sendiri yaitu respon emosional yang bervariasi,
seperti frustasi dan penurunan harga diri, apatis, menarik diri, regresi, dan
marah serta agresif. Menurunnya kemampuan menyelesaikan masalah dan
mengambil keputusan, gangguan pada perkembangan sosial, yaitu terjadi
hambatan dalam interaksi dengan orang lain maupun lingkungan
dikarenakan kurangnya stimulasi intelektual.

6. Komplikasi
Menurut Garrison (dalam Bakara D.M & Warsito S, 2016)
hambatan mobilitas fisik dapat menimbulkan komplikasi, yaitu
abnormalitas tonus, orthostatic hypotension, deep vein thrombosis, serta
kontraktur. Selain itu, komplikasi yang dapat terjadi adalah pembekuan
darah yang mudah terbentuk pada kaki yang lumpuh menyebabkan
penimbunan cairan daan pembengkaan. Kemudian, juga menyebabkan
embolisme paru yaitu sebuah bekuan yang terbentuk dalam satu arteri
yang mengalir ke paru. Selanjutnya yaitu dekubitus. Bagian yang biasa
mengalami memar adalah pinggul, pantat, sendi kaki dan tumit. Bila
memar ini tidak dirawat akan menjadi infeksi. Atrofi dan kekakuan sendi
juga menjadi salah satu komplikasi dari hambatan mobilitas fisik. Hal itu
disebabkan karena kurang gerak dan mobilisasi. Komplikasi lainnya,
seperti disritmia, peningkatan tekanan intra cranial, kontraktur, gagal
nafas, dan kematian (Andra, Wijaya, Putri , 2013).

7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada pasien dengan
masalah hambatan mobilitas fisik yaitu dengan memberikan latihan
rentang gerak. Latihan rentang gerak yang dapat diberikan salah satunya
yaitu dengan latihan Range of Motion (ROM) yang merupakan latihan
gerak sendi dimana pasien akan menggerakkan masing-masing
persendiannya sesuai gerakan normal baik secara pasif maupun aktif.
Range of Motion (ROM) pasif diberikan pada pasien dengan kelemahan
otot lengan maupun otot kaki berupa latihan pada tulang maupun sendi
dikarenakan pasien tidak dapat melakukannya sendiri yang tentu saja
pasien membutuhkan bantuan dari perawat ataupun keluarga. Kemudian,
untuk Range of Motion (ROM) aktif sendiri merupakan latihan yang
dilakukan sendiri oleh pasien tanpa membutuhkan bantuan dari perawat
ataupun keluarga. Tujuan Range of Motion (ROM) itu sendiri, yaitu
mempertahankan atau memelihara kekuatan otot, memelihara mobilitas
persendian, merangsang sirkulasi darah, mencegah kelainan bentuk
(Potter & Perry, 2012).
Saputra (2013) berpendapat bahwa penatalaksanaan untuk
hambatan mobilitas fisik, antara lain :
a. Pengaturan posisi tubuh sesuai dengan kebutuhan pasien, seperti
memiringkan pasien, posisi fowler, posisi sims, posisi
trendelenburg, posisi genupectoral, posisi dorsal recumbent, dan
posisi litotomi.
b. Ambulasi dini
Salah satu tindakan yang dapat meningkatkan kekuatan dan
ketahanan otot serta meningkatkan fungsi kardiovaskuler. Tindakan
ini bisa dilakukan dengan cara melatih posisi duduk di tempat tidur,
turun dari tempat tidur, bergerak ke kursi roda, dan yang lainnya.
c. Melakukan aktivitas sehari-hari.
Melakukan aktivitas sehari-hari dilakukan untuk melatih kekuatan,
ketahanan, dan kemampuan sendi agar mudah bergerak, serta
mingkatkan fungsi kardiovaskular.
BAB III
ISI

A. Tahap Pengkajian
1. Data Umum Keluarga
a. Kepala Keluarga (KK) : Ny. N
b. Tempat, tanggal lahir : Sabang,
c. Alamat : Jurong Nek Rahman, Anoi Itam
d. Nomor telepon :-
e. Agama : Islam
f. Suku : Aceh
g. Komposisi Keluarga
Status dalam
No. Nama Usia Pendidikan Pekerjaan Status
Keluarga
Hambatan
1 Ny. N Kepala Keluarga 41 - IRT
mobilitas fisik

Genogram

N o te : = Perempuan

= Laki - laki
h. Tipe Keluarga :
Tipe keluarga Ny.N adalah single adult living alone. Single adult
family yaitu keluarga yang terdiri dari orang dewasa yang
hidup sendiri karena ditinggal meninggal pasangan.
i. Suku Bangsa :
Ny.N bersuku Aceh dan menganut tradisi daerah Aceh.
j. Agama :
Ny.N beragama Islam, taat beribadah shalat 5 waktu, dan aktif
= Meninggal
mengikuti pengajian yang diadakan oleh desa setiap jum’at.
= Klien
k. Status Sosial Ekonomi :
= Tinggal bersama
Ny.N seorang ibu rumah tangga yang pekerjaan sampingannya ialah
berkebun, ia biasa makan bersama ponakannya yang tinggal disebelah
rumahnya.
l. Aktivitas Rekreasi Keluarga :
Ny.N tidak mempunyai kebiasaan rutin untuk berekreasi, Untuk
menghilangkan rasa jenuh Ny.N bermain bersama cucunya,
berkumpul dengan tetangga dan saudaranya.

2. Riwayat dan Tahap Perkembangan Keluarga


a. Tahap Perkembangan Keluarga saat ini
Ny.N berada dalam tahap keluarga dengan usia pertengahan.
b. Tahap Perkembangan Keluarga yang Belum Terpenuhi
Ny.N berharap lututnya segera sembuh agar dapat menjalani
kehidupannya dengan baik.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga Inti
Ny.N mengatakan keluarganya tidak memiliki riwayat penyakit
keturunan.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga Sebelumnya :
Kedua orang tua dari Ny.N sudah meninggal.
3. Pengkajian Lingkungan
a. Karakteristik Rumah :
Rumah yang ditempati Ny.N rumah sendiri, rumah permanen yang
terdiri dari satu ruang tamu, satu kamar tidur dan dapur, kamar mandi
berada diluar rumah. Sumber air minum yaitu air dari sumur gali yang
kemudian dididihkan. Kondisi rumah bersih, ventilasi cukup,
penerangan ruangan baik, dan sampah di buang kebelakang rumah
kemudian di bakar.
b. Karakteristik Tetangga dan masyarakat :
Rumah Ny.N bersebelahan dengan rumah ponakannya.
c. Mobilitas Geografis
Ny.N tidak pernah pindah dari satu daerah kedaerah yang lain, Ny.N
sejak lahir sudah tinggal di gampong Anoi Itam, jurong Nek Rahman.
d. Sistem Pendukung Keluarga :
Memiliki saudara yang berada di sekitar rumahnya sehingga sewaktu-
waktu dapat dimintai bantuan. Ny.N memiliki BPJS. Jika sakit biasanya
dibawa ke Puskesmas terlebih dahulu, dan jika perlu rujukan ke rumah
sakit yang berjarak ±1 km dari rumahnya.
e. Pola Komunikasi Keluarga :
Bahasa yang di gunakan Ny.N untuk berkomunikasi sehari-hari adalah
bahasa Aceh. Komunikasi antar saudara lancar dan tidak ada konflik
dengan saudara–saudaranya.
f. Struktur Kekuatan Keluarga :
Ny. N mengambil keputusannya sendiri.
g. Struktur Peran :
Ny. N berperan sebagai kepala keluarga, pencari nafkah, dan juga
sebagai ibu rumah tangga.
h. Nilai atau Norma Keluarga :
Ny. N menganut agama Islam yang taat dan menerapkan aturan – aturan
sesuai ajaran agama Islam.
4. Fungsi keluarga
a. Fungsi Afektif :
Ny. N sangat menyayangi cucu–cucunya dan mengatakan tidak pernah
berselisih paham dengan saudara–saudara dan kerabatnya.
b. Fungsi Sosialisasi :
Ny. N mengikuti kegiatan sosial dan sering berkumpul dengan
masyarakat disekitar rumahnya.
c. Fungsi Perawatan Kesehatan :
Ny. N jika sakit berobat ke PUSKESDES dan PUSKESMAS.

5. Stres dan Koping Keluarga


a. Stresor jangka pendek dan panjang
Ny. N mengatakan tidak ada beban pikiran dalam kehidupannya kecuali
lututnya yang sedang sakit akibat terjatuh diperkarangan rumahnya.
b. Kemampuan keluarga berespon terhadap situasi atau stresor
Jika ada masalah Ny. N biasanya selalu mendiskusikannya dengan
ponakannya.
c. Strategi koping yang digunakan
Ny. N mengatakan jika menghadapi masalah selalu menyelesaikannya
sendiri dan bersama ponakannya. Jika masalah sangat berat baru
meminta bantuan keluarga lain atau saudara–saudaranya.

6. Pemeriksaan Fisik
No Nama TB BB TD RR HR
1 Ny. N - - 120/80 mmHg 22
x/mnt

7. Harapan Keluarga
Ny. N berharap selalu diberi kesehatan dan umur panjang agar dapat
menjalani ibadah dan kehidupannya dengan baik.
A. Analisa Data
DS :
- Ny. N mengatakan pernah jatuh disekitar rumahnya.
- Ny.N mengatakan lututnya terasa sakit dan susah digerakkan
DO :
- Nampak adanya bengkak pada kaki kanan
- Ny.N nampak tak mampu berjalan
- Skala nyeri : 6/10

B. Diagnosa Keperawatan
- Hambatan mobilitas fisik

C. Penilaian Diagnosa Keluarga


No Kriteria PenghitunganSkor Pembenaran
.
1. Sifat Masalah 3/3x1 3 Keadaan sakit
Skala : 3
2. Kemungkinan 2/2x2 2 Adanya keinginan untuk mencapai
masalah dapat kesembuhan dan keinginan untuk
diubah mendapatkan informasi
Skala: 1
3. Potensial masalah 2/3x1 2 Cukup Berpotensi
untuk dicegah
Skala:2
4. Menonjolnya 2/2x1 1 Ny.N merupakan kepala keluarga
masalah dan tinggal sendirian sehingga
Skala: 1 sangat membutuhkan kesembuhan
atas dirinya
Total = 4 2/3
D. Rencana Asuhan Keperawatan
NO DATA DIAGNOSIS NOC NIC
. KEPERAWATAN Hasil Intervensi
1. DS : Setelah dilakukan tindakan keperawatan  Kaji tingkat pengetahuan pasien dan
selama 3x45 menit pasien menunjukkan keluarga
 Ny.N mengatakan pengetahuan tentang proses penyakit
pernah jatuh disekitar dengan kriteria hasil:  Jelaskan patofisiologi dari penyakit
rumahnya dan bagaimana hal ini berhubungan
 Pasien menyatakan pemahaman tentang dengan anatomi dan fisiologi,
 Ny.N mengatakan penyakit, kondisi, dan program dengan cara yang tepat.
lututnya terasa sakit pengobatan
dan susah digerakkan  Gambarkan tanda dan gejala yang
Hambatan mobilitas  Pasien dan keluarga mampu biasa muncul pada penyakit, dengan
DO : melaksanakan prosedur yang dijelaskan cara yang tepat
fisik
secara benar
 Nampak adanya  Gambarkan proses penyakit, dengan
bengkak pada kaki  Pasien dan keluarga mampu cara yang tepat
kanan menjelaskan kembali apa yang
dijelaskan  Identifikasi kemungkinan penyebab,
 Ny.N nampak tak
dengan cara yang tepat
mampu berjalan

 Skala nyeri : 6/10


IMPLEMENTASI KEPERAWATAN KELUARGA

NO. DIAGNOSA IMPLEMENTASI EVALUASI

 Memberi salam S :- Ny. N mengatakan pernah jatuh


disekitar rumahnya
 Menjelaskan tujuan kedatangan mahasiswa
- Ny.N mengatakan lututnya terasa
 Mengkaji tingkat pengetahuan pasien dan sakit dan susah digerakkan
keluarga
O : - Nampak adanya bengkak pada
 Menjelaskan patofisiologi dari penyakit dan kaki kanan
bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi
dan fisiologi, dengan cara yang tepat. - Ny. N nampak tak mampu berjalan
1. Hambatan mobilitas fisik
 Menjelaskan gambaran tanda dan gejala yang - TD : 120/80 mmHg
biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang
- Skala nyeri : 6/10
tepat
A : Masalah belum teratasi
 Menjelaskan gambaran proses penyakit, dengan
cara yang tepat P : Intervensi dilanjutkan
 Mengidentifikasi kemungkinan penyebab,
dengan cara yang tepat

1. Hambatan mobilitas fisik  Memberi salam S : - Ny.N mengeluh kakinya masih


terasa sakit dan masih susah
 Menjelaskan tujuan kedatangan mahasiswa digerakkan

 Menjelaskan kembali tendang pendidikan O : - Nampak ada-nya bengkak pada


kesehatan yang telah diberikan kaki kanan

 Mengkaji tingkat pengetahuan pasien dan - Ny.N nampak tak mampu berjalan
keluarga
- TD : 120/80 mmHg
 Menjelaskan patofisiologi dari penyakit dan
bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi - Skala nyeri : 6/10
dan fisiologi, dengan cara yang tepat. A : Masalah teratasi sebagian
 Menjelaskan gambaran tanda dan gejala yang
P : Intervensi dilanjutkan
biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang
tepat

 Menjelaskan gambaran proses penyakit, dengan


cara yang tepat

 Mengidentifikasi kemungkinan penyebab,


dengan cara yang tepat

1. Hambatan mobilitas fisik  Memberi salam S : -Ny.N mengatakan kakinya sudah


merasa lebih baik
 Menjelaskan tujuan kedatangan mahasiswa
O : - Ny. N sudah mampu berjalan
 Menjelaskan kembali tendang pendidikan
kesehatan yang telah diberikan - TD : 120/80 mmHg

 Mengkaji tingkat pengetahuan pasien dan - Skala nyeri : 3/10


keluarga
A : Masalah teratasi
 Menjelaskan patofisiologi dari penyakit dan
bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi P : Intervensi dihentikan.
dan fisiologi, dengan cara yang tepat.

 Menjelaskan gambaran tanda dan gejala yang


biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang
tepat

 Menjelaskan gambaran proses penyakit, dengan


cara yang tepat

 Mengidentifikasi kemungkinan penyebab,


dengan cara yang tepat
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian penerapan asuhan keperawatan pada keluarga
dengan hambatan mobilitas fisik, penulis dapat mengambil kesimpulan
sebagai berikut :
1. Pengkajian
Hasil pengkajian didapatkan Ny.N mengeluh tidak bisa berdiri lama dan
jika berdiri harus berpegangan pada sesuatu, Ny.N mengatakan
mengalami kesulitan merubah posisi dari duduk ke berdiri, Ny.N
mengatakan lutut terasa nyeri dan kaku.
2. Diagnosa
Diagnosa keperawatan yang diangkat antara Ny.N yaitu hambatan
mobilitas fisik.
3. Intervensi
Intervensi yang dilakukan dirumuskan berdasarkan diagnosa yang telah
didapatkan dan berdasarkan 5 tugas khusus keluarga yaitu mengenal
masalah, memutuskan tindakan, merawat anggota keluarga yang sakit,
memodifikasi lingkungan dan pemanfaatan pelayanan kesehatan.
4. Implementasi
Implementasi dilakukan selama 3 hari dari tanggal 18-20 Februari 2021
dengan 1 kali kunjungan setiap hari. Implementasi dilakukan berdasarkan
intervensi keperawatan yang telah dibuat dengan menggunakan metode
konseling, diskusi, demonstrasi, dan penyuluhan.
5. Evaluasi
Pada tahap akhir peneliti melakukan evaluasi kepada Ny.N dari tanggal
19-20 Februari 2021, setelah selesai melakukan implementasi keperawatan
berdasarkan catatan perkembangan. Mahasiswa juga melakukan evaluasi
keseluruhan untuk implementasi yang dilakukan sebelum terminasi pada
tanggal 20 Februari 2021.
DAFTAR PUSTAKA

Ambawarti, Respati Fitri. 2014. Konsep Kebutuhan Dasar Manusia.


Yogyakarta: Dua Satria Offset
Atoilah, Elang Mohamad & Engkus Kusnadi. 2013. Askep Pada Klien Dengan
Gangguan Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: In Media
Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan : Konsep dan Aplikasi Kebutuhan
Dasar Klien. Jakarta : Salemba Medika. Diakses pada 5 Juni 2017
https://books.google.co.id/books?id=IJ3P1qiHKMYC&printsec=frontc
over&hl=id#v=onepage&q&f=false
DOKUMENTASI
Implementasi hari ke-1

Implementasi hari ke-2

Implementasi hari ke-3

Anda mungkin juga menyukai