PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perawat sebagai salah satu komponen utama pemberi pelayanan
kesehatan kepada masyarakat memiliki peran penting karena terkait langsung
dengan pemberi asuhan kepada pasien sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki. Perawat sebagai ujung tombak sangat menentukan pemberian
asuhan keperawatan yang aman. World Health Organization
merekomendasikan agar asuhan keperawatan yang aman bisa diberikan pada
pasien, maka upaya penelitian dan penerapan hasil penelitian perlu dilakukan
(Hande, 2017). Upaya penerapan hasil/ penelitian ini dikenal dengan asuhan
keperawatan berbasis Evidence Based Nursing Practice (EBNP). Tujuan dari
penerapan EBP adalah untuk mengidentifikasi solusi dari pemecahan masalah
dalam perawatan serta membantu penurunan bahaya pada pasien (Almaskari,
2017).
Praktik keperawatan EBNP merupakan ciri khas dari praktik
keperawatan professional untuk meningkatkan kualitas asuhan keperawatan.
EBNP digunakan oleh perawat sebagai pemberi pelayanan asuhan
keperawatan yang baik karena pengambilan keputusan klinis berdasarkan
pembuktian (Hadgu, 2015). EBNP juga merupakan suatu proses yang
sistematik yang digunakan dalam membuat keputusan tentang perawatan
pasien, termasuk mengevaluasi kualitas dan penggunaan hasil penelitian,
preferensi pasien, pembiayaan, keahlian dan pengaturan klinis (Ligita, 2012).
Perawat yang melaksanakan praktiknya berdasarkan pengalaman klinik
yang dimiliki dan hasil-hasil riset yang terbaik berarti telah melaksanakan
EBNP. Hasil penelitian, (Sivasangari et al., 2003) pada 600 orang perawat di
4 rumah sakit Malaysia ditemukan hasil bahwa 53% perawat mengetahui
tentang EBNP dan ada perbedaan signifikan rata-rata sikap perawat terhadap
EBNP antara perawat senior dan junior. Pernyataan sikap perawat junior yang
menyatakan bahwa EBNP menambah beban kerja perawat karena selalu di
update.
Kebijakan penerapan EBNP telah tertuang dalan UU Keperawatan
namun fenomena keperawatan dalam menerapkan EBNP masih terbilang
rendah di Indonesia (Hsieh, 2018). EBNP sangat diperlukan untuk
meningkatkan kualitas pelayanan, keselamatan pasien, keefektifan
managemen dalam pengelolaan pelayanan keperawatan, dan meningkatkan
kesadaran akan pentingnya bukti empiris dalam melaksanakan pelayanan
(Eizenberg, 2010).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengindentifikasi dan menganalisis hasil penelitian keperawatan
untuk diaplikasikan pada intervensi keperawatan khususnya pada masalah
kebutuhan dasar mobilisasi.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengidentifikasi artikel evidence based practice.
b. Untuk menganalisis hasil penelitian berdasarkan tinjauan teori.
c. Untuk menganalisis hasil penelitian berdasarkan tinjauan kasus.
BAB II
KONSEP DASAR
1. Pengertian
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas,
mudah dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat.
Mobilisasi diperlukan untuk meningkatkan kesehatan, memperlambat proses
penyakit khususnya penyakit degeneratif dan untuk aktualisasi. Mobilisasi
menyebabkan perbaikan sirkulasi, membuat napas dalam dan menstimulasi
kembali fungsi gastrointestinal normal, dorong untuk menggerakkan kaki dan
tungkai bawah sesegera mungkin, biasanya dalam waktu 12 jam (Mubarak, 2008
dalam Brata, 2017). Manfaat dari gerakan tubuh antara lain, tubuh menjadi segar,
memperbaiki tonus otot, mengontrol berat badan, merangsang peredaran darah,
mengurangi stres, meningkatkan relaksasi, memperlambat proses penyakit
(penyakit degeneratif), untuk aktualisasi diri (harga diri dan citra tubuh), sedang
untuk anak merangsang pertumbuhan (Kasiati dan Ni Wayan, 2016).
Imobilisasi adalah suatu kondisi yang relatif, dimana individu tidak saja
kehilangan kemampuan geraknya secara total, tetapi juga mengalami penurunan
aktifitas dari kebiasaan normalnya (Mubarak, 2008 dalam Brata, 2017). Gangguan
mobilitas fisik (immobilisasi) didefinisikan oleh North American Nursing Diagnosis
Association (NANDA) sebagai suatu kedaaan dimana individu yang mengalami atau
beresiko mengalami keterbatasan gerakan fisik. Individu yang mengalami atau
beresiko mengalami keterbatasan gerakan fisik antara lain : lansia, individu
dengan penyakit yang mengalami penurunan kesadaran lebih dari 3 hari atau lebih,
individu yang kehilangan fungsi anatomi akibat perubahan fisiologi (kehilangan
fungsi motorik, klien dengan stroke, klien penggunaa kursi roda), penggunaan alat
eksternal (seperti gips atau traksi), dan pembatasan gerakan volunteer (Potter,
2005 dalam Brata, 2017).
2. Tinjauan Anatomi
a. Tulang
Tulang merupakan organ yang memiliki berbagai fungsi, yaitu fungsi
mekanis untuk membentuk rangka dan tempat melekatnya berbagai otot,
fungsi sebagai tempat penyimpanan mineral khususnya kalsium dan fosfor
yang bisa dilepaskan setup saat susuai kebutuhan, fungsi tempat sumsum
tulang dalam membentuk sel darah, dan fungsi pelindung organ-organ
dalam. Terdapat tiga jenis tulang, yaitu tulang pipih seperti tulang kepala
dan pelvis, tulang kuboid seperti tulang vertebrata dan tulang tarsalia, dan
tulang panjang seperti tulang femur dan tibia. Tulang panjang umumnya
berbentuk lebar pada kedua ujung dan menyempit di tengah. Bagian ujung
tulang panjang dilapisi kartilago dan secara anatomis terdiri dari epifisis,
metafisis, dan diafisis. Epifisis dan metafisis terdapat pada kedua ujung
tulang dan terpisah dan lebih elastic pada masa anak-anak serta akan
menyatu pada masa dewasa.
b. Otot dan Tendon
Otot memiliki kemampuan berkontraksi yang memungkinkan tubuh
bergerak sesuai dengan keinginan. Otot memiliki origo dan insersi tulang,
serta dihubungkan dengan tulang melalui tendon yang bersangkutan,
sehingga diperlukan penyambungan atau jahitan agar dapat berfungsi
kembali.
c. Ligamen
Ligamen merupakan bagian yang menghubungkan tulang dengan tulang.
Ligament bersifat elastic sehingga membantu fleksibilitas sendi dan
mendukung sendi. Ligamen pada lutut merupakan struktur penjaga
stabilitas, oleh karena itu jika terputus akan mengakibatkan
ketidakstabilan.
d. Sistem saraf terdiri atas sistem saraf pusat (otak dan modula spinalis) dan
sistem saraf tepi (percabangan dari sistem saraf pusat). Setiap saraf
memiliki somatic dan otonom. Bagian somatic memiliki fungsi sensorik
dan motorik. Terjadinya kerusakan pada sistem saraf pusat seperti pada
fraktur tulang belakang dapat menyebabkan kelemahan secara umum,
sedangkan kerusakan saraf tepi dapat mengakibatkan terganggunya daerah
yang diinervisi, dan kerusakan pada saraf radial akan mengakibatkan drop
hand atau gangguan sensorik pada daerah radial tangan.
e. Sendi
Sendi merupakan tempat dua atau lebih ujung tulang bertemu. Sendi
membuat segmentasi dari rangka tubuh dan memungkinkan gerakan antar
segmen dan berbagai derajat pertumbuhan tulang. Terdapat beberapa jenis
sendi, misalnya sendi synovial yang merupakan sendi kedua ujung tulang
berhadapan dilapisi oleh kartilago artikuler, ruang sendinya tertutup kapsul
sendi dan berisi cairan synovial. Selain itu, terdapat pula sendi bahu, sendi
panggul, lutut, dan jenis sendi lain sepertii sindesmosis, sinkondrosis dan
simpisis.
3. Manisfestasi Klinik
a. Tidak mampu bergerak atau beraktifitas sesuai kebutuhan.
b. Keterbatasan menggerakan sendi.
c. Adanya kerusakan aktivitas.
d. Penurunan ADL dibantu orang lain.
e. Malas untuk bergerak atau mobilitas
4. Patofisiologi
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi sistem
otot, skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot Skeletal mengatur
gerakan tulang karena adanya kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang
bekerja sebagai sistem pengungkit. Ada dua tipe kontraksi otot yaitu isotonik dan
isometrik. Pada kontraksi isotonik, peningkatan tekanan otot menyebabkan otot
memendek. Kontraksi isometrik menyebabkan peningkatan tekanan otot atau kerja
otot tetapi tidak ada pemendekan atau gerakan aktif dari otot, misalnya
menganjurkan klien untuk latihan kuadrisep. Gerakan volunter adalah kombinasi
dari kontraksi isotonik dan isometrik. Meskipun kontraksi isometrik tidak
menyebabkan otot memendek, namun pemakaian energi meningkat. Perawat
harus mengenal adanya peningkatan energi (peningkatan kecepatan pernafasan,
fluktuasi irama jantung, tekanan darah) karena latihan isometrik. Hal ini menjadi
kontra indikasi pada klien yang sakit (infark miokard atau penyakit obstruksi paru
kronik). Postur dan Gerakan Otot merefleksikan kepribadian dan suasana hati
seseorang dan tergantung pada ukuran skeletal dan perkembangan otot skeletal.
Koordinasi dan pengaturan dari kelompok otot tergantung dari tonus otot dan
aktifitas dari otot yang berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan gravitasi.
Tonus otot adalah suatu keadaan tegangan otot yang seimbang. Ketegangan dapat
dipertahankan dengan adanya kontraksi dan relaksasi yang bergantian melalui kerja
otot. Tonus otot mempertahankan posisi fungsional tubuh dan mendukung
kembalinya aliran darah ke jantung. Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus
otot menjadi berkurang. Skeletal adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri dari
empat tipe tulang: panjang, pendek, pipih, dan ireguler (tidak beraturan). Sistem
skeletal berfungsi dalam pergerakan, melindungi organ vital, membantu mengatur
keseimbangan kalsium, berperan dalam pembentukan sel darah merah.
5. Etiologi
Penyebab utama imobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan otot,
ketidakseimbangan, dan masalah psikologis. Osteoartritis merupakan penyebab
utama kekakuan pada usia lanjut. Gangguan fungsi kognitif berat seperti pada
demensia dan gangguan fungsi mental seperti pada depresi juga menyebabkan
imobilisasi. Kekhawatiran keluarga yang berlebihan dapat menyebabkan orangusia
lanjut terus menerus berbaring di tempat tidur baik di rumah maupun dirumah sakit.
7. Pemmeiksaan Penunjang.
a. Sinar X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur dan perbuatan
perhubungan tulang.
b. Laboratorium.
c. Darah rutin, factor pembekuan darah golongan darah crostet dan analisa.
d. Radiologis
8. Komplikasi.
a. Perubahan metabolik.
b. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
c. Gangguan pengubahan zat gizi.
d. Gangguan fungsi gastrointestinal.
e. Gangguan sistem pernafasan.
f. Perubahan kardiovaskuler.
g. Perubahan sistem muskuloskeletal.
h. Perubahan sistem integumen
i. Perubahan eliminasi.
j. Perubahan perilaku.
9. Penatalaksanaan
a. Body Mekanik Penggunaan organ secara efisien dan efektif sesuai dengan
fungsinya, meliputi:
1) Body Alighment (postur)
2) Postur yang baik yaitu menggunakan otot dan rangka secra benar,misalnya
padaposisi duduk,berdiri dan lain-lain.
3) Keseimbangan
Keseimbangan keadaan postur tubuh merupakan kesesuaian antara garis
sumbu dengan sentralnya (gravitasi).
4) Koordinasi Pergerakan Tubuh
5) Kemampuan tubuh dalam mempertahankan keseimbangan seperti
mengangkat benda.
b. Tindakan yang berhubungan dengan mobilitas dam ambulasi
1) Membantu klien untuk latihan ambulasi
2) Membantu merubah posisi
3) Memindahkan klien dan membantu untuk duduk
4) Melatih ROM exercise
5) Membatu klien turu dari tempat tidur dan berdiri.
c. Mencapai Kemandirian Penuhdalam Aktivitas Perawatan Diri.
10. Pengkajian Keperawatan
a. Pemeriksaan Fisik
Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang abnormal akibat
tumor tulang. Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian tubuh yang tidak
dalam kesejajaran anatomis. Angulasi abnormal pada tulang panjang atau
gerakan pada titik selain sendi biasanya menandakan adanya patah tulang.
b. Mengkaji sistem persendian, luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif,
deformitas, stabilitas, dan adanya benjolan, adanya kekakuan sendi.
c. Mengkaji sistem otot, kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan
koordinasi, dan ukuran masing-masing otot. Lingkar ekstremitas untuk
mementau adanya edema atau atropfi, nyeri otot.
d. Mengkaji cara berjalan
Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal. Bila salah satu
ekstremitas lebih pendek dari yang lain. Berbagai kondisi neurologist yang
berhubungan dengan cara berjalan abnormal (mis.cara berjalan spastic
hemiparesis - stroke, cara berjalan selangkah-selangkah – penyakit lower motor
neuron, cara berjalan bergetar – penyakit Parkinson).
e. Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer
Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang lebih panas atau lebih
dingin dari lainnya dan adanya edema. Sirkulasi perifer dievaluasi dengan
mengkaji denyut perifer, warna, suhu dan waktu pengisian kapiler.
f. Mengkaji kemampuan mobilitas
Tingkat aktivitas / mobilitas Kategori
Tingkat 0 Mampu merawat diri secara penuh
Tingkat 1 Memerlukan penggunaan alat
Tingkat 2 Memerlukan bantuan atau pengawasan orang lain
Memerlukan bantuan, pengawasan dan peralatan
Tingkat 3 Sangat tergantung atau tidak dapat melakukan
atau berpartisipasi dalam perawatan
Tingkat 4
TINJAUAN KASUS
I. PENGKAJIAN
A. Biodata Pasien
1. Demografi pasien
a. Nama : Tn. A
b. No. Rekam Medis : 216352
c. Tanggal masuk : 29 September 2021
d. Diagnosa medis : Hemiparesis
e. Umur : 58 tahun
f. Jenis kelamin : Laki-laki
g. Agama : Islam
h. Alamat : Kendal
i. Pendidikan : SMA
j. Pekerjaan : Karyawan Swasta
k. Status perkawinan : Menikah
l. Komunikasi yang dipakai : Bahasa Indonesia
m. Penanggung jawab : Ny. E
n. Tanggal Pengkajian : 29 September 2021
D. Pemeriksaan fisik
1. Penampilan umum
a. Tingkat kesadaran : composmentis
b. Tinggi Badan : 170 cm
c. Berat badan : 88 kg
d. Tanda-tanda vital
1) Tekanan darah : 193/101 mmHg
2) Pernafasan : 20 x/menit
3) Nadi : 81 x/menit
4) Suhu tubuh : 36,1 ˚C
2. Pemeriksaan fisik
a. Kepala dan leher :
Inspeksi: Rambut berwarna hitam, bersih, tidak terdapat ketombe, tidak terdapat
lesi di kepala.
Palpasi: Tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan
b. Mata dan telinga :
Mata simetris, konjungtiva tidak anemis, telinga tidak terdaapat serumen
c. Hidung :
Simetris, tidak ada nyeri tekaan, tidak ada lesi dan polip
d. Mulut dan tenggorokan :
Mukosa bibir lembab, tidak sianosis, tidak terdapat pembesaran tonsil, tidak ada
sumbatan.
e. Kulit :
Tidak ada lesi, turgor kulit baik, tidak ada luka
f. Jantung/paru :
Inspeksi : simetris, tidak terdaapat otot bantu nafas
Palpasi : tidak ada masa/benjolan
Auskultasi:
g. Perut :
Inspeksi : tidak ada lesi
Auskultasi : peristaltik bising usus 15x/menit
Perkusi : terdengar bunyi sonor
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
h. Genitalia :
Terpasang kateter
i. Ekstremitas :
Ekstremitas Atas: terpasang infus RL pada bagian kiri, pada bagian kanan tidak
dapat digerakan
Ekstremitas Bawah: bagian kiri dapat digerakan, bagian kanan tidak dapat
digerakan
j. Persyarafan :
Reflek patella kaki sebelah kiri positif.
E. Prosedur diagnostik
Prosedur Tgl/Jam
Hasil Nilai normal
diagnostik/laboratorium pemeriksaan
20.04
Hematologi
Menurunkan
Amlodipin 10 mg/24 jam tekanan darah
Mengatasi tekanan
darah tinggi dan
Irbesartan 150 mg/24 jam
nefrotik diabetik
B kompleks
Mengatasi asidosis
Asam folat 1 mg/24 jam metabolik, urine
yang terlalu asam
Bic Nat(Natrium 500 mg/8 jam
dan asam lambung
bikarbonat) berlebih
Mengencerkan
darah
Mengatasi gejala
mual muntah,
Aspilets 1x1 membantu proses
penyembuhan dan
anemia
Neurodex 3x1
Mengatasi gejala
asam lambung/
uluhati
DS : istri pasien mengatakan bahwa pasien memiliki riwayat Perfusi jaringan perifer tidak Peningkatan tekanan darah
hipertensi sejak 2 tahun lalu. efektif
IV. PERENCANAAN
V. IMPLEMENTASI
Tgl/Hari/Ja No Tindakan Keperawatan Respon Pasien (Subjektif Dan Objektif S-O) Paraf
m Diagnos
a
Rabu, 29 2 Pantau tanda-tanda vital DO : TD 171/105 mmHg, S 36,6oc, Rr 20x/menit,
September N 89x/menit, SPO2 97%.
2021.
09.00 DS : -
Rabu, 29 1 Atur posisi semi fowler DO : pasien nampak nyaman.
September
2021. DS : -
09.05
Rabu, 29 1 Membantu ADL pasien DO : pasien hanya berbaring ditempat tidur
September
2021. DS : -
09.06
Rabu, 29 1 Kaji kekuatan otot DO : ekstremitas kanan atas 1, kanan bawah 1,
September kiri atas 5, kiri bawah 5.
2021.
11.00 DS : istri pasien mengatakan bahwa pasien belum
bisa menggerakan ektremitas bagian kanan
Rabu, 29 2 Kolaborasi dengan dokter farmakologi DO : RL, amlodipin 10 mg/24 jam, irbesartan
September 150mg/24 jam, asam folat 1 mg/24jam, bic
2021. nat 500 mg/8 jam, aspilets 1x1, neurodex
11.15 3x1,cacos 500 mg/8 jam.
DS : -
Rabu, 29 1 1. Kolaborasi dengan fisioterapi DO : pasien telah dilakukan latihan ROM , pasien
September 2. Ajarkan pasien kooperatif.
2021.
12.30 DS : -
Kamis, 30 2 Pantau tanda-tanda vital DO : Td : 193/116 mmHg, N : 81x/menit, S :
September 36oc, Rr : 20x/menit, SPO2 :: 97%.
2021.
14.15 DS : pasien mengatakan masih agak pusing
Kamis, 30 2 Mengajarkan teknik relaksasi DO : pasien kurang kooperatif
September
2021. DS : -
15.20
Kamis, 30 2 Mengedukasi penanganan hipertensi DO : keluarga pasien kooperatif
September
2021. DS : keluarga pasien mengatakan paham cara
15.30 menangani hipertensi
Kamis, 30 1 Mengatur posisi semi fowler DO : pasien nampak nyaman
September
2021. DS : -
18.00
Kamis, 30 1 Mengkaji kekuatan otot DO : ekstremitas kanan atas 1, ekstremitas kanan
September kiri 5, ekstremitas kanan bawah 1,
2021. ekstremitas kiri bawah 5.
19.00
DS : -
VII. EVALUASI
PEMBAHASAN
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Sivasangari, Krishinan, S. S., U., R., Van, T. H., Rostenberghe, & Article, A. B.
(2003). Sotheenathan Krishinan Hans Van CLINICAL DECISION MAKING IN
NURSING CARE : EVIDENCE BASED PRACTICE AND S Sivasangari , K
Sotheenthan , UT Revathy , HV Rostenberghe , B Azriani. 9(1), 77–88.