Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH SEMINAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA KEBUTUHAN

DASAR MANUSIA MOBILISASI

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Dasar Profesi

Dosen Pembimbing : Trina Kurniawati,M.Kep

Disusun oleh Kelompok 4:

1. Warih Mahardini (202102040053)


2. Titik Ulin Nuha (202102040074)
3. Regina Merdekari Ananda Rizki (202102040010)
4. Eka Rahayuningtyas (202102040079)
5. Putri Eka Yulianti (202102040022)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN PEKALONGAN
2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perawat sebagai salah satu komponen utama pemberi pelayanan
kesehatan kepada masyarakat memiliki peran penting karena terkait langsung
dengan pemberi asuhan kepada pasien sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki. Perawat sebagai ujung tombak sangat menentukan pemberian
asuhan keperawatan yang aman. World Health Organization
merekomendasikan agar asuhan keperawatan yang aman bisa diberikan pada
pasien, maka upaya penelitian dan penerapan hasil penelitian perlu dilakukan
(Hande, 2017). Upaya penerapan hasil/ penelitian ini dikenal dengan asuhan
keperawatan berbasis Evidence Based Nursing Practice (EBNP). Tujuan dari
penerapan EBP adalah untuk mengidentifikasi solusi dari pemecahan masalah
dalam perawatan serta membantu penurunan bahaya pada pasien (Almaskari,
2017).
Praktik keperawatan EBNP merupakan ciri khas dari praktik
keperawatan professional untuk meningkatkan kualitas asuhan keperawatan.
EBNP digunakan oleh perawat sebagai pemberi pelayanan asuhan
keperawatan yang baik karena pengambilan keputusan klinis berdasarkan
pembuktian (Hadgu, 2015). EBNP juga merupakan suatu proses yang
sistematik yang digunakan dalam membuat keputusan tentang perawatan
pasien, termasuk mengevaluasi kualitas dan penggunaan hasil penelitian,
preferensi pasien, pembiayaan, keahlian dan pengaturan klinis (Ligita, 2012).
Perawat yang melaksanakan praktiknya berdasarkan pengalaman klinik
yang dimiliki dan hasil-hasil riset yang terbaik berarti telah melaksanakan
EBNP. Hasil penelitian, (Sivasangari et al., 2003) pada 600 orang perawat di
4 rumah sakit Malaysia ditemukan hasil bahwa 53% perawat mengetahui
tentang EBNP dan ada perbedaan signifikan rata-rata sikap perawat terhadap
EBNP antara perawat senior dan junior. Pernyataan sikap perawat junior yang
menyatakan bahwa EBNP menambah beban kerja perawat karena selalu di
update.
Kebijakan penerapan EBNP telah tertuang dalan UU Keperawatan
namun fenomena keperawatan dalam menerapkan EBNP masih terbilang
rendah di Indonesia (Hsieh, 2018). EBNP sangat diperlukan untuk
meningkatkan kualitas pelayanan, keselamatan pasien, keefektifan
managemen dalam pengelolaan pelayanan keperawatan, dan meningkatkan
kesadaran akan pentingnya bukti empiris dalam melaksanakan pelayanan
(Eizenberg, 2010).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengindentifikasi dan menganalisis hasil penelitian keperawatan
untuk diaplikasikan pada intervensi keperawatan khususnya pada masalah
kebutuhan dasar mobilisasi.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengidentifikasi artikel evidence based practice.
b. Untuk menganalisis hasil penelitian berdasarkan tinjauan teori.
c. Untuk menganalisis hasil penelitian berdasarkan tinjauan kasus.
BAB II

KONSEP DASAR

1. Pengertian
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas,
mudah dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat.
Mobilisasi diperlukan untuk meningkatkan kesehatan, memperlambat proses
penyakit khususnya penyakit degeneratif dan untuk aktualisasi. Mobilisasi
menyebabkan perbaikan sirkulasi, membuat napas dalam dan menstimulasi
kembali fungsi gastrointestinal normal, dorong untuk menggerakkan kaki dan
tungkai bawah sesegera mungkin, biasanya dalam waktu 12 jam (Mubarak, 2008
dalam Brata, 2017). Manfaat dari gerakan tubuh antara lain, tubuh menjadi segar,
memperbaiki tonus otot, mengontrol berat badan, merangsang peredaran darah,
mengurangi stres, meningkatkan relaksasi, memperlambat proses penyakit
(penyakit degeneratif), untuk aktualisasi diri (harga diri dan citra tubuh), sedang
untuk anak merangsang pertumbuhan (Kasiati dan Ni Wayan, 2016).
Imobilisasi adalah suatu kondisi yang relatif, dimana individu tidak saja
kehilangan kemampuan geraknya secara total, tetapi juga mengalami penurunan
aktifitas dari kebiasaan normalnya (Mubarak, 2008 dalam Brata, 2017). Gangguan
mobilitas fisik (immobilisasi) didefinisikan oleh North American Nursing  Diagnosis
Association (NANDA) sebagai suatu kedaaan dimana individu yang mengalami atau
beresiko mengalami keterbatasan gerakan fisik. Individu yang mengalami atau
beresiko mengalami keterbatasan gerakan fisik antara lain : lansia, individu
dengan penyakit yang mengalami penurunan kesadaran lebih dari 3 hari atau lebih,
individu yang kehilangan fungsi anatomi akibat perubahan fisiologi (kehilangan
fungsi motorik, klien dengan stroke, klien penggunaa kursi roda), penggunaan alat
eksternal (seperti gips atau traksi), dan pembatasan gerakan volunteer (Potter,
2005 dalam Brata, 2017).
2. Tinjauan Anatomi
a. Tulang
Tulang merupakan organ yang memiliki berbagai fungsi, yaitu fungsi
mekanis untuk membentuk rangka dan tempat melekatnya berbagai otot,
fungsi sebagai tempat penyimpanan mineral khususnya kalsium dan fosfor
yang bisa dilepaskan setup saat susuai kebutuhan, fungsi tempat sumsum
tulang dalam membentuk sel darah, dan fungsi pelindung organ-organ
dalam. Terdapat tiga jenis tulang, yaitu tulang pipih seperti tulang kepala
dan pelvis, tulang kuboid seperti tulang vertebrata dan tulang tarsalia, dan
tulang panjang seperti tulang femur dan tibia. Tulang panjang umumnya
berbentuk lebar pada kedua ujung dan menyempit di tengah. Bagian ujung
tulang panjang dilapisi kartilago dan secara anatomis terdiri dari epifisis,
metafisis, dan diafisis. Epifisis dan metafisis terdapat pada kedua ujung
tulang dan terpisah dan lebih elastic pada masa anak-anak serta akan
menyatu pada masa dewasa.
b. Otot dan Tendon
Otot memiliki kemampuan berkontraksi yang memungkinkan tubuh
bergerak sesuai dengan keinginan. Otot memiliki origo dan insersi tulang,
serta dihubungkan dengan tulang melalui tendon yang bersangkutan,
sehingga diperlukan penyambungan atau jahitan agar dapat berfungsi
kembali.
c. Ligamen
Ligamen merupakan bagian yang menghubungkan tulang dengan tulang.
Ligament bersifat elastic sehingga membantu fleksibilitas sendi dan
mendukung sendi. Ligamen pada lutut merupakan struktur penjaga
stabilitas, oleh karena itu jika terputus akan mengakibatkan
ketidakstabilan.
d. Sistem saraf terdiri atas sistem saraf pusat (otak dan modula spinalis) dan
sistem saraf tepi (percabangan dari sistem saraf pusat). Setiap saraf
memiliki somatic dan otonom. Bagian somatic memiliki fungsi sensorik
dan motorik. Terjadinya kerusakan pada sistem saraf pusat seperti pada
fraktur tulang belakang dapat menyebabkan kelemahan secara umum,
sedangkan kerusakan saraf tepi dapat mengakibatkan terganggunya daerah
yang diinervisi, dan kerusakan pada saraf radial akan mengakibatkan drop
hand atau gangguan sensorik pada daerah radial tangan.
 
e. Sendi
Sendi merupakan tempat dua atau lebih ujung tulang bertemu. Sendi
membuat segmentasi dari rangka tubuh dan memungkinkan gerakan antar
segmen dan berbagai derajat pertumbuhan tulang. Terdapat beberapa jenis
sendi, misalnya sendi synovial yang merupakan sendi kedua ujung tulang
berhadapan dilapisi oleh kartilago artikuler, ruang sendinya tertutup kapsul
sendi dan berisi cairan synovial. Selain itu, terdapat pula sendi bahu, sendi
panggul, lutut, dan jenis sendi lain sepertii sindesmosis, sinkondrosis dan
simpisis.
3. Manisfestasi Klinik
a. Tidak mampu bergerak atau beraktifitas sesuai kebutuhan.
b. Keterbatasan menggerakan sendi.
c. Adanya kerusakan aktivitas.
d. Penurunan ADL dibantu orang lain.
e. Malas untuk bergerak atau mobilitas
4. Patofisiologi
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi sistem
otot, skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot Skeletal mengatur
gerakan tulang karena adanya kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang
bekerja sebagai sistem pengungkit. Ada dua tipe kontraksi otot yaitu isotonik dan
isometrik. Pada kontraksi isotonik, peningkatan tekanan otot menyebabkan otot
memendek. Kontraksi isometrik menyebabkan peningkatan tekanan otot atau kerja
otot tetapi tidak ada pemendekan atau gerakan aktif dari otot, misalnya
menganjurkan klien untuk latihan kuadrisep. Gerakan volunter adalah kombinasi
dari kontraksi isotonik dan isometrik. Meskipun kontraksi isometrik tidak
menyebabkan otot memendek, namun pemakaian energi meningkat. Perawat
harus mengenal adanya peningkatan energi (peningkatan kecepatan pernafasan,
fluktuasi irama jantung, tekanan darah) karena latihan isometrik. Hal ini menjadi
kontra indikasi pada klien yang sakit (infark miokard atau penyakit obstruksi paru
kronik). Postur dan Gerakan Otot merefleksikan kepribadian dan suasana hati
seseorang dan tergantung pada ukuran skeletal dan perkembangan otot skeletal.
Koordinasi dan pengaturan dari kelompok otot tergantung dari tonus otot dan
aktifitas dari otot yang berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan gravitasi.
Tonus otot adalah suatu keadaan tegangan otot yang seimbang. Ketegangan dapat
dipertahankan dengan adanya kontraksi dan relaksasi yang bergantian melalui kerja
otot. Tonus otot mempertahankan posisi fungsional tubuh dan mendukung
kembalinya aliran darah ke jantung. Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus
otot menjadi berkurang. Skeletal adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri dari
empat tipe tulang: panjang, pendek, pipih, dan ireguler (tidak beraturan). Sistem
skeletal berfungsi dalam pergerakan, melindungi organ vital, membantu mengatur
keseimbangan kalsium, berperan dalam pembentukan sel darah merah.
5. Etiologi
Penyebab utama imobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan otot,
ketidakseimbangan, dan masalah psikologis. Osteoartritis merupakan penyebab
utama kekakuan pada usia lanjut. Gangguan fungsi kognitif berat seperti pada
demensia dan gangguan fungsi mental seperti pada depresi juga menyebabkan
imobilisasi. Kekhawatiran keluarga yang berlebihan dapat menyebabkan orangusia
lanjut terus menerus berbaring di tempat tidur baik di rumah maupun dirumah sakit.

Penyebab secara umum:


a. Kelainan postur
b. Gangguan perkembangan otot
c. Kerusakan system saraf pusat
d. Trauma lanngsung pada system mukuloskeletal dan neuromuscular
e. Kekakuan otot (Rizky, 2013 dalam Zanuri, 2018).

6. Faktor Yang Mempengaruhi


Mobilitas seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya :
a. Gaya hidup dapat mempengaruhi mobilitas seseorang karena berdampak pada
kebiasaan atau perilaku sehiari-hari.
b. Proses penyakit atau cedera. Hal ini dapat mempengaruhi mobilitas karena dapat
berpengaruh pada fungsi sistem tubuh. Seperti, orang yang menderita fraktur
femur akan mengalami keterbatasan pergerakan dalam ekstremitas bagian bawah.
c. Kebudayaan. orang yang memiliki budaya sering berjalan jauh memiliki
kemampuan mobiltas yang kuat. Begitu juga sebagliknya, ada orang yang
mengalami gangguan mobilitas (sakit) karena adat dan budaya yang dilarang
untuk beraktivitas.
d. Tingkat energi. Untuk melakukan mobilitas diperlukan energy yang cukup.
e. Usia dan Status perkembangan. Terdapat kemampuan mobilitas pada tingkat usia
yang berbeda.

7. Pemmeiksaan Penunjang.
a. Sinar X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur dan perbuatan
perhubungan tulang.
b. Laboratorium.
c. Darah rutin, factor pembekuan darah golongan darah crostet dan analisa.
d. Radiologis

8. Komplikasi.
a. Perubahan metabolik.
b. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
c. Gangguan pengubahan zat gizi.
d. Gangguan fungsi gastrointestinal.
e. Gangguan sistem pernafasan.
f. Perubahan kardiovaskuler.
g. Perubahan sistem muskuloskeletal.
h. Perubahan sistem integumen
i. Perubahan eliminasi.
j. Perubahan perilaku.
9. Penatalaksanaan
a. Body Mekanik Penggunaan organ secara efisien dan efektif sesuai dengan
fungsinya, meliputi:
1) Body Alighment (postur)
2) Postur yang baik yaitu menggunakan otot dan rangka secra benar,misalnya
padaposisi duduk,berdiri dan lain-lain.
3) Keseimbangan
Keseimbangan keadaan postur tubuh merupakan kesesuaian antara garis
sumbu dengan sentralnya (gravitasi).
4) Koordinasi Pergerakan Tubuh
5) Kemampuan tubuh dalam mempertahankan keseimbangan seperti
mengangkat benda.
b. Tindakan yang berhubungan dengan mobilitas dam ambulasi
1) Membantu klien untuk latihan ambulasi
2) Membantu merubah posisi
3) Memindahkan klien dan membantu untuk duduk
4) Melatih ROM exercise
5) Membatu klien turu dari tempat tidur dan berdiri.
c. Mencapai Kemandirian Penuhdalam Aktivitas Perawatan Diri.
10. Pengkajian Keperawatan
a. Pemeriksaan Fisik
Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang abnormal akibat
tumor tulang. Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian tubuh yang tidak
dalam kesejajaran anatomis. Angulasi abnormal pada tulang panjang atau
gerakan pada titik selain sendi biasanya menandakan adanya patah tulang.
b. Mengkaji sistem persendian, luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif,
deformitas, stabilitas, dan adanya benjolan, adanya kekakuan sendi.
c. Mengkaji sistem otot, kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan
koordinasi, dan ukuran masing-masing otot. Lingkar ekstremitas untuk
mementau adanya edema atau atropfi, nyeri otot.
d.  Mengkaji cara berjalan
Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal. Bila salah satu
ekstremitas lebih pendek dari yang lain. Berbagai kondisi neurologist yang
berhubungan dengan cara berjalan abnormal (mis.cara berjalan spastic
hemiparesis - stroke, cara berjalan selangkah-selangkah – penyakit lower motor
neuron, cara berjalan bergetar – penyakit Parkinson).
e. Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer
Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang lebih panas atau lebih
dingin dari lainnya dan adanya edema. Sirkulasi perifer dievaluasi dengan
mengkaji denyut perifer, warna, suhu dan waktu pengisian kapiler.
f. Mengkaji kemampuan mobilitas
Tingkat aktivitas / mobilitas Kategori
Tingkat 0 Mampu merawat diri secara penuh
Tingkat 1 Memerlukan penggunaan alat
Tingkat 2 Memerlukan bantuan atau pengawasan orang lain
Memerlukan bantuan, pengawasan dan peralatan
Tingkat 3 Sangat tergantung atau tidak dapat melakukan
atau berpartisipasi dalam perawatan
Tingkat 4

g. Mengkaji kekuatan otot pasien, tingkat kemandirian pasien dalam melakukan


aktivitas
Skala Ciri-ciri
0 Lumpuh total
1 Tidak ada gerakan, teraba/terlihat adanya kontraksi otot
2 Ada gerakan pada sendi tetapi tidak dapat melawan gravitasi ( hanya
bergeser)
3 Bisa melawan gravitasi tetapi tidak dapat menahan atau melawan
tahanan pemeriksa
4 Bisa bergerak melawan tahanan pemeriksa tetapi kekuatanya berkurang
5 Dapat melawan tahanan pemeriksa dengan kekuatan maksimal

11. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul


a. Hambatan mobilitas fisik
b. Nyeri akut
c. Intoleransi Aktivitas
12. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Penjelasan Keilmuan Tujuan Intervensi Rasional
Gangguan Mobilitas Fisik Keterbatasan gerakan fisik Setelah dilakukan tindakan - Identifikasi indikasi Menentukan tindakan
dari satu atau lebih keperawatan diharapkan dilakukan latihan keperawatan yang tepat
ekstremitas secara mandiri mobilitas fisik pasien - Identifikasi
meningkat dengan kriteria keterbatasan
hasil: pergerakan
- Pergerakan ekstremitas - Monitor lokasi
meningkat ketidaknyamanan atau
- Kekuatan otot meningkat nyeri pada saat
- ROM meningkat bergerak
- Kaku sendi menurun - Lakukan gerakan pasif
- Gerakan terbatas desuai dengan Membantu meningkatkan
menurun kebutuhan kekuatan otot
- Jelaskan tujuan dan
prosedur latihan Agar pasien dapat memahami
- Anjurkan untuk dan melakukannya sendiri
melakukan rentang
gerak pasif dan aktif Mencegah terjadinya kekakuan
secara sistematis sendi yang lain
- Kolaborasi dengan
keluarga untuk Memanfaatkan keluarga dalam
memotivasi pasien proses penyembuhan
dalam kegiatan rentang
gerak
-
Nyeri akut Pengalaman sensorik atau Setelah dilakukan tindakan - Identifikasi lokasi, Menentukan tindakan
emosional yang keperawatan diharapkan karakteristik, durasi keperawatan yang tepat
berhubungan dengan nyeri pasien berkurang frekuensi, kualitas, skala
kerusakan jaringan actual dengan kriteria hasil : dan intensitas nyeri
atau fungsional dengan - Identifikasi faktor yang
Memberikan rasa nyaman dan
onset mendadak atau - Melaporkan nyeri terkontrol memperberat dan aman
lambat dan berintensitas meningkat memperingan nyeri
ringan hingga berat yang - Kemampuan mengenali - Berikan teknik non Memudahkan untuk
berlangsung kurang dari 3 onset nyeri meningkat farmakologis untuk meredakan nyeri secara tepat
bulan - Kemampuan mengenali mengurangi rasa nyeri
penyebab nyeri (kompres hangat, relaksasi
Kemampuan menggunakan napas dalam) Mengurangi rasa nyeri
teknik non-farmakologis - Fasilitasi istirahat dan tidur
- Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
- Jelaskan strategi meredakan
nyeri
- Kolaborasi pemberian
analgetik
Intoleransi Aktivitas Ketidakcukupan energi Setelah dilakukan tindakan - identifikasi gangguan fungsi Menentukan tindakan
fisiologis dan/atau keperawatan diharapkan tubuh yang mengalami keperawatan yang tepat
psikologis untuk aktivitas pasien toleran dengan kelelahan
melakukan aktivitas sehari- kriteria hasil : - monitor pola dan jam tidur
hari - Tekanan darah dalam - Lakukan latihan rentang
batas normal gerak pasif atau aktif Meningkatkan kekuatan otot
- Berjalan dengan langkah - Berikan aktivitas distraksi
yang efektif yang menenangkan
- Kaku pada persendian - Jelaskan jenis latihan yang
menurun sesuai dengan kondisi
- Keluhan kelelahan kesehatan Mencegah terjadinya cedera
menurun - Ajarkan teknik pernapasan saan latihan
yang tepat untuk
memaksimalkan Memaksimalkan kegiatan dengan
penyerapan oksigen baik
selama latihan fisik
- Anjurkan melakukan
aktivitas secara bertahap
BAB III

TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PEMENUHAN KEBUTUHAN DASAR MOBILISASI


PADA Tn. A DENGAN DIAGNOSA MEDIS HEMIPARESIS DI RS ROEMANI
MUHAMMADIYAH SEMARANG

I. PENGKAJIAN
A. Biodata Pasien
1. Demografi pasien
a. Nama : Tn. A
b. No. Rekam Medis : 216352
c. Tanggal masuk : 29 September 2021
d. Diagnosa medis : Hemiparesis
e. Umur : 58 tahun
f. Jenis kelamin : Laki-laki
g. Agama : Islam
h. Alamat : Kendal
i. Pendidikan : SMA
j. Pekerjaan : Karyawan Swasta
k. Status perkawinan : Menikah
l. Komunikasi yang dipakai : Bahasa Indonesia
m. Penanggung jawab : Ny. E
n. Tanggal Pengkajian : 29 September 2021

2. Faktor sosial ekonomi


Tn. A bekerja sebagai pegawai di kelurahan di bagian sarpras. Tn. A tinggal
serumah bersama istri dan anak ketiga berjenis kelamin perempuan. Kedua anak
perempuan yang lain sudah berkeluarga dan ikut dengan suami.
3. Faktor lingkungan
Pencahayaan di rumah Tn. A terang, Tn. A tinggal bersama anak dan istrinya, Tn. A
tinggal di pemukiman yang cukup padat.
B. Riwayat kesehatan
1. Riwayat penyakit sekarang
Istri Tn. A mengatakan sudah 2 bulan memiliki hipertensi. Sekitar 1 bulan yang lalu
Tn. A dirawat di RS Kariadi karena hipertensinya. Setelah dibawa pulang Tn. A
tidak nafsu makan dan kaki serta tangan sebelah kanan tidak dapat digerakan selama
± 2 minggu.
2. Keluhan utama
Istri Tn. A mengatakan kaki dan tangan kanan Tn. A sulit untuk digerakkan.
3. Riwayat penyakit dahulu
Istri Tn. A mengatakan bahwa Tn. A memiliki riwayat penyakit hipertensi dan
pernah mengalami operasi hemoroid.
4. Riwayat penyakit keluarga
Istri Tn. A mengatakan bahwa ayah dan ibu Tn. A memiliki riwayat penyakit
hipertensi.

C. Pola kesehatan fungsional Gordon (11 komponen)


1. Pola penatalaksanaan kesehatan/persepsi sehat
Sebelum sakit: Tn. A bekerja dan menjalani aktifitas seperti biasanya
Selama sakit : selama sakit aktifitas Tn. A menjadi terbatas
2. Pola nutrisi metabolik
Sebelum sakit: makan 3x sehari habis 1 porsi
Selama sakit : makan 3x sehari habis ¼ porsi
3. Pola eliminasi
Sebelum sakit: BAK: ± 6x/hari
BAB : ± 2x/hari
Selama sakit : BAK : pasien terpasang kateter
BAB : ± 1x/hari
4. Pola aktivitas dan latihan
Sebelum sakit: Tn. A sering bersepeda dan berlari saat akhir pekan
Selama sakit : Tn. A selama sakit hanya berbaring di tempat tidur
5. Pola tidur dan istirahat
Sebelum sakit: pasien tidur 7-8 jam/hari
Selama sakit : pasien tidur ±3 jam/hari
6. Pola kognitif perceptual, keadekuatan alat sensori
Sebelum sakit : Tn. A dapat berinteraksi dengan koheren, seluruh alat sensori
berfungsi dengan baik.
Selama sakit : Interaksi dengan Tn. A tidak koheren karena Tn. A tidak dapat
berbicara, namun alat sensori Tn. A tidak mengalami gangguan apapun.
7. Pola persepsi konsep diri
Sebelum sakit : Tn. A bersemangat dalam menjalani hidup.
Selama sakit : Tn. A nampak putus asa akibat mengalami stroke berulang.
8. Pola peran dan tanggung jawab
Tn. A berperan sebagai suami serta ayah bagi istri dan anak-anaknya serta pasien
merupakan kepala keluarga.
9. Pola seksual reproduksi
Tn. A dan istri sudah tidak program KB.
10. Pola koping dan toleransi stress
Sumber stress pasien adalah penyakitnya, koping yang digunakan adalah dengan
berzikir.
11. Pola nilai dan keyakinan
Pasien beragama islam.

D. Pemeriksaan fisik
1. Penampilan umum
a. Tingkat kesadaran : composmentis
b. Tinggi Badan : 170 cm
c. Berat badan : 88 kg
d. Tanda-tanda vital
1) Tekanan darah : 193/101 mmHg
2) Pernafasan : 20 x/menit
3) Nadi : 81 x/menit
4) Suhu tubuh : 36,1 ˚C

2. Pemeriksaan fisik
a. Kepala dan leher :
Inspeksi: Rambut berwarna hitam, bersih, tidak terdapat ketombe, tidak terdapat
lesi di kepala.
Palpasi: Tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan
b. Mata dan telinga :
Mata simetris, konjungtiva tidak anemis, telinga tidak terdaapat serumen
c. Hidung :
Simetris, tidak ada nyeri tekaan, tidak ada lesi dan polip
d. Mulut dan tenggorokan :
Mukosa bibir lembab, tidak sianosis, tidak terdapat pembesaran tonsil, tidak ada
sumbatan.
e. Kulit :
Tidak ada lesi, turgor kulit baik, tidak ada luka
f. Jantung/paru :
Inspeksi : simetris, tidak terdaapat otot bantu nafas
Palpasi : tidak ada masa/benjolan
Auskultasi:
g. Perut :
Inspeksi : tidak ada lesi
Auskultasi : peristaltik bising usus 15x/menit
Perkusi : terdengar bunyi sonor
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
h. Genitalia :
Terpasang kateter
i. Ekstremitas :
Ekstremitas Atas: terpasang infus RL pada bagian kiri, pada bagian kanan tidak
dapat digerakan
Ekstremitas Bawah: bagian kiri dapat digerakan, bagian kanan tidak dapat
digerakan
j. Persyarafan :
Reflek patella kaki sebelah kiri positif.
E. Prosedur diagnostik
Prosedur Tgl/Jam
Hasil Nilai normal
diagnostik/laboratorium pemeriksaan

Kimia Klinik 29 September


2021

20.04

Ureum 71 mg/dL <98

Creatinin 2,4 mg/dL 0,62-1,10

Asam urat 9,8 mg/dL 2-7

Kolesterol 152 mg/dL <200

Trigliserida 124 mg/dL 70-140

LDL-Kolesterol 55 mg/dL <130

Hematologi

Hemoglobin 13,4 g/dL 13.2-17.3

Leukosit 12.490 /mm3 3800-10600

Hematokrit 39,9 % 40-52

Trombosit 212000 /mm3 150000-400000

Eritrosit 4,47 juta/mm3 4,4-59

MLV 89,2 fl 80-100

MCH 30.0 pg 26-34

MCHC 33,6 g/dL 32-36

RDW 13,4 % 11,5-14,5


MPV 8,8 fL 7.0-110

Kalium 5.0 mEq/L 3.5-5.0

Natrium 147 mEq/L 135-147

Chlorida 110 mEq/L 95-105

Calcium 8.4 mEq/L 8.8-10.3

F. Terapi yang diberikan


Tgl/Jam
Jenis terapi Dosis Indikasi
pemberian

Infus RL 20tpm  Memenuhi


kebutuhan cairan
dan elektrolit

 Menurunkan
Amlodipin 10 mg/24 jam tekanan darah

 Mengatasi tekanan
darah tinggi dan
Irbesartan 150 mg/24 jam
nefrotik diabetik

 B kompleks

 Mengatasi asidosis
Asam folat 1 mg/24 jam metabolik, urine
yang terlalu asam
Bic Nat(Natrium 500 mg/8 jam
dan asam lambung
bikarbonat) berlebih

 Mengencerkan
darah

 Mengatasi gejala
mual muntah,
Aspilets 1x1 membantu proses
penyembuhan dan
anemia
Neurodex 3x1
 Mengatasi gejala
asam lambung/
uluhati

CaCO3 (kalsium 500 mg/8 jam


Karbonat)
II. ANALISA DATA

Data Masalah Etiologi


DS : istri pasien mengatakan bahwa suaminya sudah 2 Hambatan mobilitas fisik Penurunan kekuatan otot
minggu tangan kaki sebelah kanan tidak dapat digerakan.

DO : klien hanya tertidur tidak dapat melakukan aktivitas ,


kelemahan anggota gerak sebelah kanan.

DS : istri pasien mengatakan bahwa pasien memiliki riwayat Perfusi jaringan perifer tidak Peningkatan tekanan darah
hipertensi sejak 2 tahun lalu. efektif

DO : TD 193/116 mmHg, S 36oc, N 81x/menit, SPO2 97%

III. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot


2. Perfusi jaringan perifer tidak efektif berhubungan dengan peningkatan tekanan darah

IV. PERENCANAAN

No Tujuan Intervensi Keperawatan Rasional


Diagnos
a
1 Setelah dilakuakn tindakan 1. Ajarkan pasien dalam latihan ROM 1. Melatih kekuatan otot
keperawatan selama 2x24 jam 2. Membantu kebutuhan ADL pasien 2. Membantu aktivitas pasien
diharapkan masalah hambatan 3. Atur posisi semi fowler 3. Untuk mengatur oksigen/mencegah
mobolitas fisik dapat terasi dengan 4. Kaji kekuatan otot sesak
kriteria hasil : 5. Kolaborasi dengan fisioterapi 4. Mengetahui kekuatan otot pasien
1.Terhindar dari kerusakan kulit 5. Untuk memberikan tindakan yang
(dekubitus) mendukung
2.Dapar melakukan ROM
2 Setelah dilakukan tidakan keperawatan 1. Pantau TTV 1. Untuk memonitor tekanan darah
selama 2x24 jam diharapkan masalah 2. Ajari teknik relaksasi 2. Pasien dapat rileks
perfusi jaringan tidak efektif dapat 3. Edukasi penanganan tekanan darah 3. Agar dapat menangani
teratasi dengan kriteria hasil : tinggi 4. Untuk terapi penunjang
1.Tekanan dalam darah dalam batas 4. Kolaborasi dengan dokter dan
normal farmakologi

V. IMPLEMENTASI

Tgl/Hari/Ja No Tindakan Keperawatan Respon Pasien (Subjektif Dan Objektif S-O) Paraf
m Diagnos
a
Rabu, 29 2 Pantau tanda-tanda vital DO : TD 171/105 mmHg, S 36,6oc, Rr 20x/menit,
September N 89x/menit, SPO2 97%.
2021.
09.00 DS : -
Rabu, 29 1 Atur posisi semi fowler DO : pasien nampak nyaman.
September
2021. DS : -
09.05
Rabu, 29 1 Membantu ADL pasien DO : pasien hanya berbaring ditempat tidur
September
2021. DS : -
09.06
Rabu, 29 1 Kaji kekuatan otot DO : ekstremitas kanan atas 1, kanan bawah 1,
September kiri atas 5, kiri bawah 5.
2021.
11.00 DS : istri pasien mengatakan bahwa pasien belum
bisa menggerakan ektremitas bagian kanan
Rabu, 29 2 Kolaborasi dengan dokter farmakologi DO : RL, amlodipin 10 mg/24 jam, irbesartan
September 150mg/24 jam, asam folat 1 mg/24jam, bic
2021. nat 500 mg/8 jam, aspilets 1x1, neurodex
11.15 3x1,cacos 500 mg/8 jam.

DS : -
Rabu, 29 1 1. Kolaborasi dengan fisioterapi DO : pasien telah dilakukan latihan ROM , pasien
September 2. Ajarkan pasien kooperatif.
2021.
12.30 DS : -
Kamis, 30 2 Pantau tanda-tanda vital DO : Td : 193/116 mmHg, N : 81x/menit, S :
September 36oc, Rr : 20x/menit, SPO2 :: 97%.
2021.
14.15 DS : pasien mengatakan masih agak pusing
Kamis, 30 2 Mengajarkan teknik relaksasi DO : pasien kurang kooperatif
September
2021. DS : -
15.20
Kamis, 30 2 Mengedukasi penanganan hipertensi DO : keluarga pasien kooperatif
September
2021. DS : keluarga pasien mengatakan paham cara
15.30 menangani hipertensi
Kamis, 30 1 Mengatur posisi semi fowler DO : pasien nampak nyaman
September
2021. DS : -
18.00
Kamis, 30 1 Mengkaji kekuatan otot DO : ekstremitas kanan atas 1, ekstremitas kanan
September kiri 5, ekstremitas kanan bawah 1,
2021. ekstremitas kiri bawah 5.
19.00
DS : -

VII. EVALUASI

Tgl/Hari/Ja No Catatan Perkembangan Pasien Paraf


m Diagnos (Subjektif-Objektif-Analisis-Planning/ S-O-A-P)
a
Rabu, 29 1 S : istri pasien mengatakan bahwa sampai sekarang ekstremitas bagian kanan belum dapat
September digerakan.
2021. O : pasien nampak berbaring dengan ekstremitas kanan tidak dapat digerakan
14.00 A : masalah hambatan mobilitas belum teratasi
P : lanjut intervensi
 Ajarkan pasien ROM
 Membantu kekuatan ADL
 Atur posisi semi fowler
 Kaji kekuatan otot
 Kolaborasi dengan fisioterapi

Rabu, 29 2 S : istri pasien mengatakan bahwa suaminya masih pusing


September O : TD : 171/105 mmHg Rr : 20x/menit
o
2021. S : 36 c N : 89x/menit
14.10 A : masalah ketidakefektifan perfusi jaringan perifer belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
 Pantau TTV
 Ajarkan teknik relaksasi
 Edukasi penanganan tekanan darah tinggi
 Kolaborasi dengan dokter farmakologi
Kamis, 30 1 S : istri pasien mengatakan ekstremitas kanan masih lemas
September O : kekuatan otot pasien ekstremitas kanan atas 1, ekstremitas kanan kiri 5, ekstremitas kanan
2021. bawah 1, ekstremitas kiri bawah 5. Tangan dan kaki sebelah kanan nampak kaku tidak dapat
21.00 bergerak
A : masalah hambatan mobilitas belum teratasi
P : lanjut intervensi latih ROM pasif
Kamis, 30 2 S:-
September O : TD : 193/116 mmHg Rr : 20x/menit
o
2021. S : 36 c N : 81x/menit SPO2 : 97%
21.10 A : masalah ketidakefektifan perfusi jaringan perifer belum teratasi
P : lanjut intervensi.
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Resume Kasus Kelolaan


Pasien bernama Tn. A berumur 58 tahun jenis kelamin laki-laki beralamat di
Kendal memiliki keluhan tidak nafsu makan dan kaki serta tangan sebelah kanan
tidak dapat digerakkan selama ± 2 minggu berdasarkan penuturan istri pasien.
Tn. A didiagnosa medis stroke non hemoragik dengan hemiparese dextra.
Pengkajian yang dilakukan hari Rabu tanggal 29 September 2021 jam 11.30
WIB didapatkan hasil data subyektif dari istri pasien: Tn. A sulit menggerakkan
kaki dan tangan sebelah kanan. Tn. A memiliki riwayat hipertensi, sebulan yang
lalu sempat dirawat di RSUP Kariadi. Setelah dibawa pulang Tn. A tidak nafsu
makan dan kaki serta tangan sebelah kanan tidak dapat digerakkan selama ± 2
minggu.
Hasil laboratorium kimia klinik Tn. A menunjukkan bahwa kadar kreatinin
tinggi yaitu 2,4 mg/dL dan kadar asam urat tinggi sebesar 9,8 mg/dL. Data
obyektif : TD 193/101 mmHg, pernafasan 20 x/menit, nadi 81 x/menit dan suhu
36,1˚C. Pada pengkajian fisik didapatkan data bahwa pada ekstremitas atas dan
bawah sebelah kanan, Tn. A tidak dapat bergerak secara mandiri.

B. Analisis Hasil Penelitian Berdasarkan Tinjauan Teori


Pasien stroke yang mengalami kelemahan pada satu sisi anggota tubuh
disebabkan oleh karena penurunan tonus otot, sehingga tidak mampu menggerakkan
tubuhnya (imobilisasi). Immobilisasi yang tidak mendapatkan penanganan yang
tepat, akan menimbulkan komplikasi berupa abnormalitas tonus, orthostatic
hypotension, deep vein thrombosis dan kontraktur (Garrison, 2003). Lewis et al.,
(2007) mengemukakan bahwa atropi otot karena kurangnya aktivitas dapat terjadi
hanya dalam waktu kurang dari satu bulan setelah terjadinya serangan stroke.
Kontraktur merupakan salah satu penyebab terjadinya penurunan kemampuan pasien
penderita stroke dalam melakukan rentang gerak sendi. Kontraktur diartikan sebagai
hilangnya atau menurunnya rentang gerak sendi, baik dilakukan secara pasif maupun
aktif karena keterbatasan sendi, fibrosis jaringan penyokong, otot dan kulit
(Garrison, 2003).
Paralisis atau kelumpuhan disebabkan karena hilangnya suplai saraf ke otot
sehingga otak tidak mampu untuk menggerakkan ekstremitas, hilangnya suplai saraf
ke otot akan menyebabkan otot tidak lagi menerima sinyal kontraksi yang
dibutuhkan untuk mempertahankan ukuran otot yang normal sehingga terjadi atropi.
Serat otot akan dirusak dan digantikan oleh jaringan fibrosa dan jaringan lemak.
Jaringan fibrosa yang menggantikan serat otot selama atrofi akibat denervasi
memiliki kecenderungan untuk terus memendek selama berbulan bulan, yang disebut
kontraktur. Atropi otot menyebabkan penurunan aktivitas pada sendi sehingga sendi
akan mengalami kehilangan cairan sinovial dan menyebabkan kekakuan sendi.
Kekakuan sendi dan kecenderungan otot untuk memendek menyebabkan penurunan
rentang gerak pada sendi (Guyton & Hall, 2007).
Penelitian yang dilakukan oleh Bakara & Surani (2016) menunjukkan bahwa
Latihan ROM pasif mempengaruhi rentang sendi pada ektremitas atas dan bawah
pada pasien stroke. Latihan ROM pasif dapat menjadi alternatif untuk meningkatkan
rentang sendi pada ektremitas atas dan bawah pada pasien stroke. Hasil analisis
menunjukan ROM pasif yang dilakukan pada pasien stroke dapat meningkatkan
rentang sendi, dimana reaksi kontraksi dan relaksasi selama gerakkan ROM pasif
yang dilakukan pada pasien stroke terjadi penguluran serabut otot dan peningkatan
aliran darah pada daerah sendi yang mengalami paralisis sehingga terjadi
peningkatan penambahan rentang sendi abduksi-adduksi pada ekstremitas atas dan
bawah hanya pada sendi-sendi besar.

C. Analisis Hasil Penelitian Berdasarkan Tinjauan Kasus


Pada kasus tersebut, didapatkan data bahwa pasien mengalami hemiparese
atau kekakuan sendi dan otot ekstremitas sebelah kanan. Sedangkan pada
tinjauan EBP, pasien dengan stroke non hemoragik dapat diberikan intervensi
non medis berupa latihan ROM baik aktif maupun pasif sesuai dengan kondisi
komplikasi yang disebabkan oleh stroke non hemoragik. Berdasarkan hasil
penelitian dari artikel, latihan ROM efektif dalam mengembalikan dan
empertahankan kekuatan otot pasien stroke non hemoragik yang mengalami
hemiparese. Klien diberikan tindakan ROM pasif dengan SOP yang didapatkan
perawat ketika perkuliahan, dan didasarkan pada bukti ilmiah artikel tersebut.
Selama dua hari perawatan masalah mobilitas fisik klien belum teratasi karena
masih mengalami kekakuan, namun sudah menunjukkan sedikit perubahan dari
yang tidak bisa digerakkan sama sekali menjadi dapat digerakkan dengan rentang
yang terbatas.
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran

Berdasarkan penelaahan artikel berbasis EBP yang diintegrasikan dengan kasus


dan masalah pada kebutuhan dasar mobilisasi, dapat disimpulkan bahwa intervensi
keperawatan berupa latihan ROM pasif efektif dalam mengembalikan dan
mempertahankan kekuatan otot klien dengan stroke non hemoragik dan hemiparese,
hasil penelitian dari artikel ini aplikatif sebagai variasi pemberian intervensi
keperawatan pada masalah kebutuhan dasar mobilisasi.
DAFTAR PUSTAKA

Almaskari, M. (2017).Omani Staff Nurses’ And Nurse Leaders’ Attitudes Toward


And Perceptions Of Barriers And Facilitators To The Implementation Of
Evidence-Based Practise PREVIEW.
Eizenberg., M., M. (2010). Implementation of Evidence –based nursing practice:
nurses’ personal and professional factors. Department of Health System
Management Yezreel Valley College, Israel.
Hadgu, G. (2015). Assessment of Nurses’ Perceptions and Barriers on Evidence
Based Practice in Tikur Anbessa Specialized Hospital Addis Ababa Ethiopia.
American Journal of Nursing Science, 4(3), 73.
https://doi.org/10.11648/j.ajns.20150403.15.
Hande, K., Williams, C. T., Robbins, H. M., Kennedy, B. B., &Christenbery, T.
(2017). Leveling Evidence-based Practice Across the Nursing Curriculum.
Journal for Nurse Practitioners, 13(1), e17–e22.
https://doi.org/10.1016/j.nurpra.2016.09.015.
Hsieh, P.-L., Chen, S.-H., & Chang, L.-C. (2018). School Nurses’ Perceptions,
Knowledge, and Related Factors Associated with Evidence-Based Practice in
Taiwan. International Journal of Environmental Research and Public Health,
15(9), 1845. https://doi.org/10.3390/ijerph15091845.
Ligita, T. (2012). STUDI KASUS Pengetahuan , Sikap dan Kesiapan Perawat Klinisi.
Ners Jurnal Keperawatan, 8, 83–95.
Rahmadani, E., Rustandi H. (2019). Peningkatan Kekuatan Otot Pasien Stroke Non
Hemoraik dengan Hemiparese melalui Latihan Range of Motion (ROM) Pasif.
Journal of Telenursing Vol. 1(2), 2019 pg. 354-363.

Sivasangari, Krishinan, S. S., U., R., Van, T. H., Rostenberghe, & Article, A. B.
(2003). Sotheenathan Krishinan Hans Van CLINICAL DECISION MAKING IN
NURSING CARE : EVIDENCE BASED PRACTICE AND S Sivasangari , K
Sotheenthan , UT Revathy , HV Rostenberghe , B Azriani. 9(1), 77–88.

Anda mungkin juga menyukai