Kelompok 2 :
4. Lilis 202202040018
2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kelemahan otot penderita stroke akan mempengaruhi kontraksi otot. Kontraksi otot
otak dan medula spuinalis. Terhambatnya oksigen dan nutrisi ke otak menimbulkan masalah
kesehatan yang serius karena bisa menimbulkan hemiparese bahkan kematian. Terjadinya
gangguan tingkat mobilisasi fisik pasien sering di sebabkan suatu gerakan dalam bentuk tirah
baring. Dampak dari suatu melemahnya keadaan otot yang berhubungan dengan kurangnya
aktifitas fisik biasanya tampak dalam beberapa hari. Kontrol otak untuk mengatur gerak otot
mengalami suatu penurunan funsi yang mengakibatkan masa otot berkurang (Agustina dkk.,
2021). Latihan ROM (Range of Motion) merupakan salah satu teknik untuk mengembalikan
sistem pergerakan, dan untuk memulihkan kekuatan otot untuk bergerak kembali memenuhi
kebutuhan aktivitas sehari- hari seperti, 2018). Terdapat dua jenis ROM yaitu ROM aktif dan
ROM pasif, ROM aktif yaitu menggerakan sendi dengan menggunakan otot tanpa bantuan,
sementara ROM pasif perawat menggerakan sendi pasien. Latihan ROM merupakan salah
satu bentuk awal rehabilitas pada penderita stroke untuk mencegah terjadinya stroke atau
kecacatan, fungsinya untuk pemulihan anggota gerak tubuh yang kaku atau cacat. Latihan ini
dapat dilakukan pada pagi dan sore hari untuk melenturkan otot-otot yang kaku, latihan rom
juga dapat dilakukan berkali-kali dalam waktu satu hari, semakin pasien melakukan latihan
rom berkali-kali kemungkinan pasien mengalami defisit kemampuan sagat kecil. Latihan
ROM juga bentuk intervensi perawat dalam upaya pencegahan cacat permanen (Munif dkk.,
2017).
Memberikan latihan ROM secara dini dapat meningkatkan kekuatan otot karena dapat
menstimulasi motor unit sehingga semakin banyak motor unit yang terlibat maka akan terjadi
peningkatan kekuatan otot, kerugian pasien hemiparese bila tidak segera ditangani maka akan
terjadi kecacatan yang permanen. (Susanti & Bintara, 2018. Jika latihan ROM tidak
dilakukan dengan benar maka akan terjadi komplikasi. Secara garis besar komplikasi stroke
yang sering terjadi pada masa lanjut atau pemulihan biasanya terjadi akibat imobilisasi
seperti pneumonia, dekubitus, kontraktur, thrombosis vena dalam, atropi, inkontuinitas urine
dan bowel. Penderita stroke hanya menyerang kaum lanjut usia (lansia). Tetapi, sejalan
dengan perkembangan waktu, kini ada kecenderungan bahwa stroke mengancam usia
produktif bahkan dibawah 45 tahun. Penyakit stroke pun ternyata bisa menyerang siapa saja
tanpa melihat jabatan ataupun tingkat sosial dan ekonomi. Jika stroke menyerang generasi
muda yang masih berusia produktif, maka akan berdampak terhadap menurunnya tingkat
World Health Organization (WHO) tahun 2018 menjelaskan bahwa setiap tahun
terdapat 15 juta orang di seluruh dunia menderita stroke, 5 juta di antaranya meninggal, dan 5
juta orang tersisa cacat permanen. Stroke menjadi penyebab kedua kematian di dunia pada
kelompok umur 60 tahn ke atas dan menjadi penyebab kematian kelima pada orang yang
berusia 15 sampai 59 tahun. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh (Setyawan
dkk,.2017) dengan hasil adanya pengaruh antara latihan ROM dengan penyembuhan stroke.
Menurut penulis latihan yang paling optimal adalah latihan yang membuat kelelahan, durasi
pendek tapi dapat dilakukan sesering mungkin. ROM berguna dalam meningkatkan kekuatan
pada otot, dan mempertahankan fungsi pada jantung dan melatih pernafasan, sehingga dapat
menghindari munculnya kontraktur serta kaku sendi. Berdasarkan uraian latar belakang di
atas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian tentang "Efektivitas ROM (Range of
Motion) terhadap kekuatan otot pada pasien stroke di Rumah Sakit Umum Royal Prima
Medan.
1. Tujuan Umum :
Mengetahui konsep dasar teori dan asuhan keperawatan pada pasien gangguan mobilsasi
2. Tujuan Khusus :
KONSEP DASAR
A. Pengertian
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah dan
teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Mobilisasi diperlukan untuk
menstimulasi kembali fungsi gastrointestinal normal, dorong untuk menggerakkan kaki dan
tungkai bawah sesegera mungkin, biasanya dalam waktu 12 jam (Mubarak, 2008 dalam Brata,
2017). Manfaat dari gerakan tubuh antara lain, tubuh menjadi segar, memperbaiki tonus otot,
relaksasi, memperlambat proses penyakit (penyakit degeneratif), untuk aktualisasi diri (harga
diri dan citra tubuh), sedang untuk anak merangsang pertumbuhan (Kasiati dan Ni Wayan,
2016).
Imobilisasi adalah suatu kondisi yang relatif, dimana individu tidak saja kehilangan
kemampuan geraknya secara total, tetapi juga mengalami penurunan aktifitas dari kebiasaan
kedaaan dimana individu yang mengalami atau beresiko mengalami keterbatasan gerakan
fisik. Individu yang mengalami atau beresiko mengalami keterbatasan gerakan fisik antara
lain : lansia, individu dengan penyakit yang mengalami penurunan kesadaran lebih dari 3 hari
atau lebih, individu yang kehilangan fungsi anatomi akibat perubahan fisiologi (kehilangan
fungsi motorik, klien dengan stroke, klien penggunaa kursi roda), penggunaan alat eksternal
(seperti gips atau traksi), dan pembatasan gerakan volunteer (Potter, 2005 dalam Brata, 2017).
1. Tulang
Tulang merupakan organ yang memiliki berbagai fungsi, yaitu fungsi mekanis untuk
penyimpanan mineral khususnya kalsium dan fosfor yang bisa dilepaskan setup saat
susuai kebutuhan, fungsi tempat sumsum tulang dalam membentuk sel darah, dan
seperti tulang kepala dan pelvis, tulang kuboid seperti tulang vertebrata dan tulang
tarsalia, dan tulang panjang seperti tulang femur dan tibia. Tulang panjang
umumnya berbentuk lebar pada kedua ujung dan menyempit di tengah. Bagian
ujung tulang panjang dilapisi kartilago dan secara anatomis terdiri dari epifisis,
metafisis, dan diafisis. Epifisis dan metafisis terdapat pada kedua ujung tulang dan
terpisah dan lebih elastic pada masa anak-anak serta akan menyatu pada masa
dewasa.
sesuai dengan keinginan. Otot memiliki origo dan insersi tulang, serta dihubungkan
Ligamen pada lutut merupakan struktur penjaga stabilitas, oleh karena itu jika
terputus akan mengakibatkan ketidakstabilan.
4. Sistem saraf terdiri atas sistem saraf pusat (otak dan modula spinalis) dan sistem
Setiap saraf memiliki somatic dan otonom. Bagian somatic memiliki fungsi sensorik
dan motorik. Terjadinya kerusakan pada sistem saraf pusat seperti pada fraktur
kerusakan saraf tepi dapat mengakibatkan terganggunya daerah yang diinervisi, dan
5. Sendi
Sendi merupakan tempat dua atau lebih ujung tulang bertemu. Sendi membuat
segmentasi dari rangka tubuh dan memungkinkan gerakan antar segmen dan
sendi synovial yang merupakan sendi kedua ujung tulang berhadapan dilapisi oleh
kartilago artikuler, ruang sendinya tertutup kapsul sendi dan berisi cairan synovial.
Selain itu, terdapat pula sendi bahu, sendi panggul, lutut, dan jenis sendi lain sepertii
kekakuan pada usia lanjut. Gangguan fungsi kognitif berat seperti pada demensia dan
gangguan fungsi mental seperti pada depresi juga menyebabkan imobilisasi. Kekhawatiran
keluarga yang berlebihan dapat menyebabkan orangusia lanjut terus menerus berbaring di
1. Kelainan postur
berpengaruh pada fungsi sistem tubuh. Seperti, orang yang menderita fraktur femur
mobiltas yang kuat. Begitu juga sebagliknya, ada orang yang mengalami gangguan
mobilitas (sakit) karena adat dan budaya yang dilarang untuk beraktivitas.
berbeda.
E. Mekanisme/Proses Kerja
skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot Skeletal mengatur gerakan tulang
karena adanya kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagai sistem
pengungkit. Ada dua tipe kontraksi otot yaitu isotonik dan isometrik. Pada kontraksi
menyebabkan peningkatan tekanan otot atau kerja otot tetapi tidak ada pemendekan atau
gerakan aktif dari otot, misalnya menganjurkan klien untuk latihan kuadrisep. Gerakan
volunter adalah kombinasi dari kontraksi isotonik dan isometrik. Meskipun kontraksi
isometrik tidak menyebabkan otot memendek, namun pemakaian energi meningkat. Perawat
Hal ini menjadi kontra indikasi pada klien yang sakit (infark miokard atau penyakit
obstruksi paru kronik). Postur dan Gerakan Otot merefleksikan kepribadian dan suasana hati
seseorang dan tergantung pada ukuran skeletal dan perkembangan otot skeletal. Koordinasi
dan pengaturan dari kelompok otot tergantung dari tonus otot dan aktifitas dari otot yang
berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan gravitasi. Tonus otot adalah suatu keadaan
tegangan otot yang seimbang. Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan
relaksasi yang bergantian melalui kerja otot. Tonus otot mempertahankan posisi fungsional
aktifitas dan tonus otot menjadi berkurang. Skeletal adalah rangka pendukung tubuh dan
terdiri dari empat tipe tulang: panjang, pendek, pipih, dan ireguler (tidak beraturan). Sistem
G. Pengkajian Keperawatan
a. Pemeriksaan Fisik
Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang abnormal akibat tumor
tulang. Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian tubuh yang tidak dalam
kesejajaran anatomis. Angulasi abnormal pada tulang panjang atau gerakan pada titik
c. Mengkaji sistem otot, kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, dan
ukuran masing-masing otot. Lingkar ekstremitas untuk mementau adanya edema atau
Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal. Bila salah satu ekstremitas
lebih pendek dari yang lain. Berbagai kondisi neurologist yang berhubungan
penyakit Parkinson).
Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang lebih panas atau lebih dingin dari
lainnya dan adanya edema. Sirkulasi perifer dievaluasi dengan mengkaji denyut perifer,
mobilitas
b. Nyeri akut
c. Intoleransi Aktivitas
I. Intervensi Keperawatan
Keperawata
Mobilitas satu atau lebih ekstremitas secara dilakukan dilakukan latihan tindakan
diharapkan pergerakan
pasien ketidaknyamanan
dengan bergerak
- terjadinya
kekakuan
Memanfaatkan
keluarga
dalam proses
penyembuhan
atau fungsional dengan onset keperawatan skala dan intensitas yang tepat
Kemampuan - Kolaborasi
teknik non-
farmakologis
Intoleransi Ketidakcukupan energi fisiologis Setelah - identifikasi gangguan Menentukan
diharapkan tidur
persendian memaksimalkan
bertahap
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
Pasien masuk ke RSUP Dr. M. Djamil Padang melalui IGD pada tanggal 17 Mei
2017 pukul 10.30 WIB rujukan dari RS Ibnu Sina Bukittinggi dengan keluhan penurunan
kesadaran, awalnya ketika pasien dibangunkan dari tempat tidur masih menyahut panggilan
namun anggota gerak kiri pasien terlihat lemah lalu tiba-tiba pasien muntah 3x isi makanan
setelah itu baru pasien mengalami penurunan kesadaran dan dibawa ke RS Ibnu Sina
Bukittinggi langsung di rujuk ke RSUP Dr. M. Djamil Padang. Tindakan yang dilakukan
IGD yaitu penilaian tingkat kesadaran, GCS 10 (E2M5V3), klien terpasang infuse asering 12
jam/kolf, terpasang oksigen 5l/I, Tekanan Darah 100/70 mmHg, Nadi 79x/i, Pernapasan
Saat dilakukan pengkajian pada tanggal 24 Mei 2017, pasien hari rawatan ke-8,
keluarga mengatakan pasien baru bisa membuka mata 1 hari yang lalu namun belum bisa
diajak berkomunikasi, saat dinilai GCS 12 (E3M5V4), tingkat kesadaran delirium, Tekanan
Darah 150/90 mmHg, Nadi 82x/i, Pernapasan 20x/i, Suhu 37,3°c, muntah tidak ada,
terpasang infuse NaCl 0,9% 12 jam/kolf terpasang NGT dengan diit MC 1800 kkal,
444 222
444 222
Keluarga mengatakan pasien tidak pernah sebelumnya menderita sakit seperti saat
ini dan pasien tidak pernah jatuh, namun pasien sering mengeluh sakit kepala bagian
belakang dan sering pusing namun tidak pernah periksa ke dokter dan pasien juga tidak rutin
Hipertensi, Penyakit Jantung Koroner dan penyakit kronis lainnya. Pada pemeriksaan fisik
Ekstermitas atas Terpasang IVFD asering 12 jam/kolf pada tangan sebelah kanan, tidak ada
edema, CRT . Ekstermitas bawah Teraba hangat,CRT70°, bludinsky II = kaki kanan tidak
terangkat, reflek babinsky kiri (+), reflek caddok kiri (+), reflek openhem kiri (+), reflek
mengalami kelemahan anggota gerak kiri - keluarga mengatakan aktifitas pasien dibantu
dan data objektifnya pasien tampak lemah - reflek bisep kiri(-) tidak ada gerakan reflek -
reflek trisep kiri(-) - reflek patella kiri (-) - tanda lasek kiri ada tahanan - reflek caddok kiri
(+) - reflek openhem kiri (+) - eflek Gordon kiri (+) - pasien mengalami hemiparise
sinistra.
B. Diagnosa
bersihan jalan napas berhubungan dengan reflek batuk yang tidak adekuat, ketidakefektifan
perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK), dan
C. Intervensi
1. Diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan reflek batuk yang
tidak adekuat. Intervensi yang akan dilakukan adalah manajemen jalan nafas. posisikan
pasien untuk memaksimalkan ventilasi, identifikasi kebutuhan aktual/potensial pasien
untuk memasukkan alat membuka jalan nafas, buang sekret dengan memotivasi pasien
untuk melakukan batuk atau menyedot lender, instruksikan bagaimana agar bias
melakukan batuk efektif , auskultasi suara nafas, posisikan untuk meringankan sesak
nafas
Tekanan Intra Kranial (TIK). Intervensi yang akan dilakukan adalah kaji tingkat
kesadaran dengan GCS, monitor tanda vital setiap 1 jam 52. hitung irama denyut nadi,
auskultasi adanya murmur pertahankan pasien bedrest, beri lingkungan tenang, batasi
pengunjung, atur waktu istirahat dan aktifitas, anjurkan pasien agar tidak menekuk
lutut/fleksi, batuk, bersin, feses yang keras atau mengedan, ertahankan kepatenan jalan
napas, suction jika perlu, berikan oksigen 100% sebelum suction dan suction tidak lebih
dari 15 detik, berikan obat sesuai program dan monitor efek samping.
D. Implementasi
dengan reflek batuk yang tidak efektif adalah memantau frekuensi pernapasan, auskultasi
suara napas, miring kanan-kiri untuk mengeluarkan saliva, mengeluarkan tumpukan saliva
sesuai program
Implementasi yang dilakukan untuk diagnosa ketiga hambatan mobilitas fisik berhubungan
dengan kelemahan anggota gerak adalah monitor nilai kekuatan otot, melatih mobilisasi
dengan ROM, mengatur posisi nyaman pada pasien, miring kanan-kiri setiap 2 jam,
mengajarkan pada keluarga bagaimana cara merubah posisi serta memasang pagar tempat
E. Evaluasi
Hasil evaluasi pada hari ke-5 yang didapatkan pada diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan
napas berhubungan dengan reflek batuk yang tidak adekuat adalah pada auskultasi pasien
tidak lagi mengeluarkan suara tambahan (gargling) , pasien tidak lagi mengeluarkan saliva
yang banyak
Hasil evaluasi hari ke-5 pada diagnosa ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
berhubungan dengan peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK adalah pasien telah
Hasil evaluasi hari ke-5 pada diagnosq hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
kelemahan anggota gerak adalah nilai kekuatan otot pasien bertambah, sebelumnya
dan juga keluarga dapat merubah posisi pasien setiap 2 jam tanpa bantuan perawat.
BAB IV
PEMBAHASAN
didapatkan adanya peningkatan aktifitas fisik, tidak ada kontraktur otot, tidak ada ankilosis
pada sendi, tidak terjadi penyusutan otot. Hasil evaluasi pada diagnosa hambatan mobilitas
fisik berhubungan dengan kelemahan anggota gerak adalah nilai kekuatan otot pasien
bertambah, sebelumnya
Jadi berdasarkan tinjauan kasus dengan hambatan mobilitas fisik pengaruh ROM
pada pasien stroke terhadap peningkatan kekuatan otot dapat membuat pasien mengerti dan
tahu cara berlatih dalam memberikan pergerakan baik otot, persendian yang sesuai dengan
gerakan normal maupun secara aktif dan pasif saat melakukan kontraksi pergerakan.
Pemberian latihan Range of Motion selama 2 minggu dan dilakukan 2 kali sehari dapat
mempengaruhi luas derajat rentang gerak sendi ekstremitas atas. Latihan Range of Motion
ini dapat dilakukan pada pagi hari dan sore hari. ROM (range of motion) berguna dalam
meningkatkan kekuatan pada otot, dan mempertahankan fungsi pada jantung dan melatih
otak dan medula spuinalis. Terhambatnya oksigen dan nutrisi ke otak menimbulkan masalah
kesehatan yang serius karena bisa menimbulkan hemiparese bahkan kematian. Terjadinya
gangguan tingkat mobilisasi fisik pasien sering di sebabkan suatu gerakan dalam bentuk
tirah baring. Dampak dari suatu melemahnya keadaan otot yang berhubungan dengan
kurangnya aktifitas fisik biasanya tampak dalam beberapa hari. Kontrol otak untuk mengatur
gerak otot mengalami suatu penurunan funsi yang mengakibatkan masa otot berkurang
(Agustina dkk., 2021). Latihan ROM (Range of Motion) merupakansalah satu teknik untuk
mengembalikan sistem pergerakan, dan untuk memulihkan kekuatan otot untuk bergerak
Terdapat dua jenis ROM yaitu ROM aktif dan ROM pasif, ROM aktif yaitu
menggerakan sendi dengan menggunakan otot tanpa bantuan, sementara ROM pasif perawat
menggerakan sendi pasien. Latihan ROM merupakan salah satu bentuk awal rehabilitas pada
penderita stroke untuk mencegah terjadinya stroke atau kecacatan, fungsinya untuk
pemulihan anggota gerak tubuh yang kaku atau cacat. Latihan ini dapat dilakukan pada pagi
dan sore hari untuk melenturkan otot-otot yang kaku, latihan rom juga dapat dilakukan
berkali-kali dalam waktu satu hari, semakin pasien melakukan latihan rom berkali-kali
kemungkinan pasien mengalami defisit kemampuan sagat kecil. Latihan ROM juga bentuk
intervensi perawat dalam upaya pencegahan cacat permanen (Munif dkk., 2017).
Kekuatan Otot Pada Pasien Stroke Sebelum dan Sesudah Pelaksaan ROM (Range of
Motion) Berdasarkan hasil penelitian dimana kekuatan otot sebelum dilakukan latihan ROM
didapatkan nilai minimal kekuatan otot yaitu pada skala 2 dan nilai maximal kekuatan otot
pada skala 4 dengan nilai rata-rata 3,50. Hal ini disebabkan karena pada penderita stroke
memiliki komplikasi dan permasalahan yaitu terjadinya kelumpuhan separuh badan dan
gangguan fungsional seperti gangguan gerak serta sensorik. Hal ini sesuai dengan konsep
yang menyatakan bahwa gejalagejala stroke yang umum terjadi adalah lumpuh
sesudah dilakukan ROM didapatkan peningkatan kekuatan otot dimana nilai minimal 2 dan
nilai maximal 5 dengan nilai rata – rata 4,00. Hal ini terdapat peningkatan kekuatan otot
Sesuai dengan konsep yang menyatakan latihan ROM merupakan salah satu bentuk
latihan dalam proses rehabilitasi yang dinilai masih cukup efektif untuk mencegah terjadinya
kecacatan pada pasien dengan stroke. Secara konsep, latihan ROM dikatakan dapat
mencegah terjadinya penurunan fleksibelitas sendi dan kekakuan sendi (Lewis et al., 2017).
Dalam penelitian Anita (2018) mengatakan bahwa pasien Stroke seharusnya di lakukan
mobilisasi sedini mungkin. Salah satu mobilisasi dini yang dapat segera dilakukan adalah
pemberian latihan Range of Motion yang bertujuan untuk meningkatkan kemandirian pasien
pasca Stroke. Menurut Peneliti Range of motion (ROM) jika dilakukan sedini mungkin dan
dilakukan dengan benar dan secara terus menerus akan memberikan dampak yang baik pada
kekuatan otot responden. Latihan Range Of Motion dilakukan dengan tujuan untuk
merangsang sirkulasi darah dan mencegah kelainan bentuk. Jaringan otot yang memendek
akan memanjang secara perlahan apabila dilakukan latihan range of motion dan jaringan otot
akan mulai beradaptasi untuk mengembalikan panjang otot kembali normal (Murtaqib dalam
Muchtar 2019).
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa dalam pelaksanaan
latihan range of motion pada pasein stroke hemoragik mampu meningkatkan kekuatan
B. Saran
ROM (range of motion) berguna dalam meningkatkan kekuatan pada otot, dan
syaraf RSUP dr. M. Djamil Padang. (Karya Tulis Ilmiah, Poltekkes kemenkes
p=show_detail&id=4405&keyword
Brata, Ayu Tanu. (2017). Laporan Pendahuluan Mobilitas Fisik, diakses pada 5 Oktober
2020 <http://diyahmedharsih.blogspot.com/2017/04/laporan-pendahuluan-mobilitas-
fisik.html >
<https://nursepreneursindonesia.wordpress.com/2014/08/28/kebutuhan-aktivitas-
mobilisasi/ >
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI),
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI),
Zanuri, Puput. (2018). Laporan Kebutuhan Dasar Manusia, diakses pada tanggal 5 Oktober
2020, <http://puputzanuri.blogspot.com/2018/04/normal-0-false-false-false-in-x-
none-x.html >
LAMPIRAN
LAPORAN PENDAHULUAN
MOBILISASI
1. Pengertian
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah dan
teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Mobilisasi diperlukan
napas dalam dan menstimulasi kembali fungsi gastrointestinal normal, dorong untuk
menggerakkan kaki dan tungkai bawah sesegera mungkin, biasanya dalam waktu 12
jam (Mubarak, 2008 dalam Brata, 2017). Manfaat dari gerakan tubuh antara lain, tubuh
menjadi segar, memperbaiki tonus otot, mengontrol berat badan, merangsang peredaran
(penyakit degeneratif), untuk aktualisasi diri (harga diri dan citra tubuh), sedang untuk
Imobilisasi adalah suatu kondisi yang relatif, dimana individu tidak saja
kehilangan kemampuan geraknya secara total, tetapi juga mengalami penurunan aktifitas
dari kebiasaan normalnya (Mubarak, 2008 dalam Brata, 2017). Gangguan mobilitas fisik
(NANDA) sebagai suatu kedaaan dimana individu yang mengalami atau beresiko
mengalami keterbatasan gerakan fisik antara lain : lansia, individu dengan penyakit yang
mengalami penurunan kesadaran lebih dari 3 hari atau lebih, individu yang kehilangan
fungsi anatomi akibat perubahan fisiologi (kehilangan fungsi motorik, klien dengan
stroke, klien penggunaa kursi roda), penggunaan alat eksternal (seperti gips atau traksi),
a. Tulang
Tulang merupakan organ yang memiliki berbagai fungsi, yaitu fungsi mekanis
dilepaskan setup saat susuai kebutuhan, fungsi tempat sumsum tulang dalam
jenis tulang, yaitu tulang pipih seperti tulang kepala dan pelvis, tulang kuboid
seperti tulang vertebrata dan tulang tarsalia, dan tulang panjang seperti tulang
femur dan tibia. Tulang panjang umumnya berbentuk lebar pada kedua ujung
dan menyempit di tengah. Bagian ujung tulang panjang dilapisi kartilago dan
secara anatomis terdiri dari epifisis, metafisis, dan diafisis. Epifisis dan metafisis
terdapat pada kedua ujung tulang dan terpisah dan lebih elastic pada masa anak-
sesuai dengan keinginan. Otot memiliki origo dan insersi tulang, serta
sendi. Ligamen pada lutut merupakan struktur penjaga stabilitas, oleh karena itu
d. Sistem saraf terdiri atas sistem saraf pusat (otak dan modula spinalis) dan
Setiap saraf memiliki somatic dan otonom. Bagian somatic memiliki fungsi
sensorik dan motorik. Terjadinya kerusakan pada sistem saraf pusat seperti
e. Sendi
Sendi merupakan tempat dua atau lebih ujung tulang bertemu. Sendi membuat
segmentasi dari rangka tubuh dan memungkinkan gerakan antar segmen dan
sendi synovial yang merupakan sendi kedua ujung tulang berhadapan dilapisi
oleh kartilago artikuler, ruang sendinya tertutup kapsul sendi dan berisi cairan
synovial. Selain itu, terdapat pula sendi bahu, sendi panggul, lutut, dan jenis
3. Tinjauan Medis
Tinjauan medisnya yaitu adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan otot,
kekakuan pada usia lanjut. Gangguan fungsi kognitif berat seperti pada demensia dan
a. Kelainan postur
berpengaruh pada fungsi sistem tubuh. Seperti, orang yang menderita fraktur femur
mobiltas yang kuat. Begitu juga sebagliknya, ada orang yang mengalami gangguan
mobilitas (sakit) karena adat dan budaya yang dilarang untuk beraktivitas.
d. Tingkat energi. Untuk melakukan mobilitas diperlukan energy yang cukup.
tingkat usia yang berbeda.
5. Mekanisme/Proses Kerja
skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot Skeletal mengatur gerakan
tulang karena adanya kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagai
sistem pengungkit. Ada dua tipe kontraksi otot yaitu isotonik dan isometrik. Pada
isometrik menyebabkan peningkatan tekanan otot atau kerja otot tetapi tidak ada
pemendekan atau gerakan aktif dari otot, misalnya menganjurkan klien untuk latihan
kuadrisep. Gerakan volunter adalah kombinasi dari kontraksi isotonik dan isometrik.
kecepatan pernafasan, fluktuasi irama jantung, tekanan darah) karena latihan isometrik.
Hal ini menjadi kontra indikasi pada klien yang sakit (infark miokard atau
penyakit obstruksi paru kronik). Postur dan Gerakan Otot merefleksikan kepribadian dan
suasana hati seseorang dan tergantung pada ukuran skeletal dan perkembangan otot
skeletal. Koordinasi dan pengaturan dari kelompok otot tergantung dari tonus otot dan
aktifitas dari otot yang berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan gravitasi. Tonus otot
dengan adanya kontraksi dan relaksasi yang bergantian melalui kerja otot. Tonus otot
mempertahankan posisi fungsional tubuh dan mendukung kembalinya aliran darah ke
jantung. Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus otot menjadi berkurang. Skeletal
adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat tipe tulang: panjang, pendek,
pipih, dan ireguler (tidak beraturan). Sistem skeletal berfungsi dalam pergerakan,
7. Pengkajian Keperawatan
a. Pemeriksaan Fisik
Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang abnormal akibat tumor
tulang. Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian tubuh yang tidak dalam
kesejajaran anatomis. Angulasi abnormal pada tulang panjang atau gerakan pada titik
b. Mengkaji sistem persendian, luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif,
dan ukuran masing-masing otot. Lingkar ekstremitas untuk mementau adanya edema
Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal. Bila salah satu ekstremitas
lebih pendek dari yang lain. Berbagai kondisi neurologist yang berhubungan
penyakit Parkinson).
Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang lebih panas atau lebih dingin dari
lainnya dan adanya edema. Sirkulasi perifer dievaluasi dengan mengkaji denyut
mobilitas
b. Nyeri akut
c. Intoleransi Aktivitas
9. Intervensi Keperawatan
Keperawata
diharapkan pergerakan
pasien ketidaknyamanan
- terjadinya
kekakuan
sendi yang
lain
Memanfaatkan
keluarga
dalam proses
penyembuhan
farmakologis
diharapkan tidur
menurun memaksimalkan
aktivitas secara
bertahap
10. Daftar Pustaka
Brata, Ayu Tanu. (2017). Laporan Pendahuluan Mobilitas Fisik, diakses pada 5 Oktober
2020 <http://diyahmedharsih.blogspot.com/2017/04/laporan-pendahuluan-
mobilitas-fisik.html >
<https://nursepreneursindonesia.wordpress.com/2014/08/28/kebutuhan-aktivitas-
mobilisasi/ >
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI),
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI),
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI),
false-in-x-none-x.html >
IDENTIFIKASI EBP
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kelemahan otot penderita stroke akan mempengaruhi kontraksi otot. Kontraksi otot
otak dan medula spuinalis. Terhambatnya oksigen dan nutrisi ke otak menimbulkan masalah
kesehatan yang serius karena bisa menimbulkan hemiparese bahkan kematian. Terjadinya
gangguan tingkat mobilisasi fisik pasien sering di sebabkan suatu gerakan dalam bentuk tirah
baring. Dampak dari suatu melemahnya keadaan otot yang berhubungan dengan kurangnya
aktifitas fisik biasanya tampak dalam beberapa hari. Kontrol otak untuk mengatur gerak otot
mengalami suatu penurunan funsi yang mengakibatkan masa otot berkurang (Agustina dkk.,
2021). Latihan ROM (Range of Motion) merupakan salah satu teknik untuk mengembalikan
sistem pergerakan, dan untuk memulihkan kekuatan otot untuk bergerak kembali memenuhi
kebutuhan aktivitas sehari- hari seperti, 2018). Terdapat dua jenis ROM yaitu ROM aktif dan
ROM pasif, ROM aktif yaitu menggerakan sendi dengan menggunakan otot tanpa bantuan,
sementara ROM pasif perawat menggerakan sendi pasien. Latihan ROM merupakan salah
satu bentuk awal rehabilitas pada penderita stroke untuk mencegah terjadinya stroke atau
kecacatan, fungsinya untuk pemulihan anggota gerak tubuh yang kaku atau cacat. Latihan ini
dapat dilakukan pada pagi dan sore hari untuk melenturkan otot-otot yang kaku, latihan rom
juga dapat dilakukan berkali-kali dalam waktu satu hari, semakin pasien melakukan latihan
rom berkali-kali kemungkinan pasien mengalami defisit kemampuan sagat kecil. Latihan
ROM juga bentuk intervensi perawat dalam upaya pencegahan cacat permanen (Munif dkk.,
2017).
Memberikan latihan ROM secara dini dapat meningkatkan kekuatan otot karena dapat
menstimulasi motor unit sehingga semakin banyak motor unit yang terlibat maka akan terjadi
peningkatan kekuatan otot, kerugian pasien hemiparese bila tidak segera ditangani maka akan
terjadi kecacatan yang permanen. (Susanti & Bintara, 2018. Jika latihan ROM tidak
dilakukan dengan benar maka akan terjadi komplikasi. Secara garis besar komplikasi stroke
yang sering terjadi pada masa lanjut atau pemulihan biasanya terjadi akibat imobilisasi
seperti pneumonia, dekubitus, kontraktur, thrombosis vena dalam, atropi, inkontuinitas urine
dan bowel. Penderita stroke hanya menyerang kaum lanjut usia (lansia). Tetapi, sejalan
dengan perkembangan waktu, kini ada kecenderungan bahwa stroke mengancam usia
produktif bahkan dibawah 45 tahun. Penyakit stroke pun ternyata bisa menyerang siapa saja
tanpa melihat jabatan ataupun tingkat sosial dan ekonomi. Jika stroke menyerang generasi
muda yang masih berusia produktif, maka akan berdampak terhadap menurunnya tingkat
World Health Organization (WHO) tahun 2018 menjelaskan bahwa setiap tahun
terdapat 15 juta orang di seluruh dunia menderita stroke, 5 juta di antaranya meninggal, dan 5
juta orang tersisa cacat permanen. Stroke menjadi penyebab kedua kematian di dunia pada
kelompok umur 60 tahn ke atas dan menjadi penyebab kematian kelima pada orang yang
berusia 15 sampai 59 tahun. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh (Setyawan
dkk,.2017) dengan hasil adanya pengaruh antara latihan ROM dengan penyembuhan stroke.
Menurut penulis latihan yang paling optimal adalah latihan yang membuat kelelahan, durasi
pendek tapi dapat dilakukan sesering mungkin. ROM berguna dalam meningkatkan kekuatan
pada otot, dan mempertahankan fungsi pada jantung dan melatih pernafasan, sehingga dapat
menghindari munculnya kontraktur serta kaku sendi. Berdasarkan uraian latar belakang di
atas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian tentang "Efektivitas ROM (Range of
Motion) terhadap kekuatan otot pada pasien stroke di Rumah Sakit Umum Royal Prima
Medan.
1. Tujuan Umum :
mengetahui efektivitas ROM (Range of Motion) terhadap kekuatan otot pada pasien
stroke
2. Tujuan Khusus :
b. Jaringan otot yang memendek akan memanjang secara perlahan apabila dilakukan
latihan range of motion dan jaringan otot akan mulai beradaptasi untuk
1. Judul artikel : Efektivitas ROM (Range Of Motion) terhadap kekuatan otot pada
Penerbit : JUMANTIK
2. Judul artikel : Pengaruh Range of Motion terhadap Kekuatan Otot pada Pasien Stroke
B. Gap Of Knowledge
Stroke merupakan penyakit atau gangguan fungsional otak berupa kelumpuhan saraf
(deficit neurologic) akibat terhambatnya aliran darah ke otak. Secara sederhana stroke
didefinisikan sebagai penyakit otak akibat terhentinya suplai darah ke otak karena
sumbatan (stroke iskemik) atau perdarahan (stroke hemoragik) (Junaidi, 2011). Penderita
stroke mengalami kelumpuhan otot yang akan mempengaruhi kontraksi otot. Kontraksi
utama otak dan medula spuinalis. Terhambatnya oksigen dan nutrisi ke otak
bahkan kematian.
Latihan ROM (Range of Motion) merupakan salah satu teknik untuk mengembalikan
sistem pergerakan, dan untuk memulihkan kekuatan otot untuk bergerak kembali
C. Justifikasi Intervensi
Artikel 1
Stroke memiliki gejala umum antara lain lumpuh sebelah/separuh badan (hemiparese),
melakukan pergerakan (Indrawati., dkk 2018). Salah satu tindakan mobilisasi yang dapat
dilakukan yaitu Range of motion (ROM), apabila dilakukan sedini mungkin dan
dilakukan dengan benar dan secara terus menerus akan memberikan dampak yang baik
pada kekuatan otot. Menurut Chasanah et al., 2017 terapi ROM yang dilakukan dua kali
sehari, dalam lima hari terdapat peningkatan pergerakan sendi 27%. Tindakan Range of
Motion memiliki berpengaruh terhadap rentang gerak bila dilakukan dengan frekuensi
dua kali sehari dalam enam hari dan dengan waktu 10- 15 menit dalam sekali latihan
Latihan ROM merupakan salah satu bentuk latihan dalam proses rehabilitasi yang dinilai
masih cukup efektif untuk mencegah terjadinya kecacatan pada pasien dengan stroke.
fleksibelitas sendi dan kekakuan sendi (Lewis et al., 2017). Dimana laitahan Range of
kelainan bentuk.
Artikel 2
memungkinkan terjadinya kontraksi dan pergerakan otot baik secara pasif maupun aktif
(Winstein et al., 2016). Hal ini menunjukkan terdapat pengaruh antara ROM terhadap
kekuatan otot pada pasien stroke karena setiap responden mengalami peningkatan skala
D. Hasil Penelitian
Artikel 1
Hasil dari penelitian ini didapatkan nilai rata-rata ROM sebelum dilakukan intervensi
sebesar 3,50 dan rata-rata kekuatan otot sesudah dilakukan ROM sebesar 4,00. Yang
artinya terdapat efektifitas ROM terhadap kekuatan otot pada pasien stroke di Rumah
Artikel 2
Hasil dari penelitian ini terdapat pengaruh latihan ROM menggenggam bola terhadap
kekuatan otot pada tangan kanan dan tangan kiri pada penderita stroke. Terjadi
peningkatan 25% kekuatan otot pada tangan kanan dan 31% pada tangan kiri.
nya terdiri atas HCU pria, HCU wanita, ruang rawatan pria dan ruang rawatan
pada tanggal 24 Mei – 28 Mei 2017 yaitu Ny.R dengan diagnosis medis Stroke
Negeri Padang, agama Islam, alamat di Belakang Balok Bukittinggi. Pasien dirawat sejak
tanggal 17 Mei 2017 dengan alasan masuk penurunan kesadaran, diagnosa medis Stroke
Hemoragik + Bronkopneumonia dengan No. MR: 97 89 27. Pasien masuk ke RSUP Dr.
M. Djamil Padang melalui IGD pada tanggal 17 Mei 2017 pukul 10.30 WIBrujukan dari
RS Ibnu Sina Bukittinggi dengan keluhan penurunan kesadaran. Awalnya ketika pasien
dibangunkan dari tempat tidur masih menyahut panggilan namun anggota gerak kiri
pasien terlihat lemah lalu tiba-tiba pasien muntah 3x isi makanan setelah itu baru pasien
rujuk ke RSUP Dr. M. Djamil Padang. Tindakan yang dilakukan IGD yaitu penilaian
saraf dengan tingkat kesadaran delirium, GCS10 (E2M5V3), terpasang infuse asering 12
jam/kolf, terpasang oksigen 5 liter, Tekanan Darah 100/70 mmHg, Nadi 79x/i,
Keluarga mengatakan pasien tidak pernah sebelumnya menderita sakit seperti saat
ini dan pasien tidak pernah jatuh, namun pasien sering mengeluh sakit kepala bagian
belakang dan sering pusing namun tidak pernah periksa ke dokter dan pasien juga tidak
rutin cek tekanan darah ke pelayanan kesehatan. Pasien juga memiliki riwayat sering
utama otak dan medula spuinalis. Terhambatnya oksigen dan nutrisi ke otak
bahkan kematian. Terjadinya gangguan tingkat mobilisasi fisik pasien sering di sebabkan
suatu gerakan dalam bentuk tirah baring. Dampak dari suatu melemahnya keadaan otot
yang berhubungan dengan kurangnya aktifitas fisik biasanya tampak dalam beberapa
hari. Kontrol otak untuk mengatur gerak otot mengalami suatu penurunan funsi yang
mengakibatkan masa otot berkurang (Agustina dkk., 2021). Latihan ROM (Range of
Motion) merupakansalah satu teknik untuk mengembalikan sistem pergerakan, dan untuk
Terdapat dua jenis ROM yaitu ROM aktif dan ROM pasif, ROM aktif yaitu
menggerakan sendi dengan menggunakan otot tanpa bantuan, sementara ROM pasif
perawat menggerakan sendi pasien. Latihan ROM merupakan salah satu bentuk awal
rehabilitas pada penderita stroke untuk mencegah terjadinya stroke atau kecacatan,
fungsinya untuk pemulihan anggota gerak tubuh yang kaku atau cacat. Latihan ini dapat
dilakukan pada pagi dan sore hari untuk melenturkan otot-otot yang kaku, latihan rom
juga dapat dilakukan berkali-kali dalam waktu satu hari, semakin pasien melakukan
latihan rom berkali-kali kemungkinan pasien mengalami defisit kemampuan sagat kecil.
Latihan ROM juga bentuk intervensi perawat dalam upaya pencegahan cacat permanen
Kekuatan Otot Pada Pasien Stroke Sebelum dan Sesudah Pelaksaan ROM (Range
of Motion) Berdasarkan hasil penelitian dimana kekuatan otot sebelum dilakukan latihan
ROM didapatkan nilai minimal kekuatan otot yaitu pada skala 2 dan nilai maximal
kekuatan otot pada skala 4 dengan nilai rata-rata 3,50. Hal ini disebabkan karena pada
separuh badan dan gangguan fungsional seperti gangguan gerak serta sensorik. Hal ini
sesuai dengan konsep yang menyatakan bahwa gejalagejala stroke yang umum terjadi
kekuatan otot dimana nilai minimal 2 dan nilai maximal 5 dengan nilai rata – rata 4,00.
Sesuai dengan konsep yang menyatakan latihan ROM merupakan salah satu
bentuk latihan dalam proses rehabilitasi yang dinilai masih cukup efektif untuk mencegah
terjadinya kecacatan pada pasien dengan stroke. Secara konsep, latihan ROM dikatakan
dapat mencegah terjadinya penurunan fleksibelitas sendi dan kekakuan sendi (Lewis et
al., 2017). Dalam penelitian Anita (2018) mengatakan bahwa pasien Stroke seharusnya di
lakukan mobilisasi sedini mungkin. Salah satu mobilisasi dini yang dapat segera
dilakukan adalah pemberian latihan Range of Motion yang bertujuan untuk meningkatkan
kemandirian pasien pasca Stroke. Menurut Peneliti Range of motion (ROM) jika
dilakukan sedini mungkin dan dilakukan dengan benar dan secara terus menerus akan
memberikan dampak yang baik pada kekuatan otot responden. Latihan Range Of Motion
bentuk. Jaringan otot yang memendek akan memanjang secara perlahan apabila
dilakukan latihan range of motion dan jaringan otot akan mulai beradaptasi untuk
Analisis hasil penelitian berdasarkan tinjauan kasus Hambatan mobilitas fisik didapatkan
adanya peningkatan aktifitas fisik, tidak ada kontraktur otot, tidak ada ankilosis pada
sendi, tidak terjadi penyusutan otot. Hasil evaluasi pada diagnosa hambatan mobilitas
fisik berhubungan dengan kelemahan anggota gerak adalah nilai kekuatan otot pasien
bertambah, sebelumnya
Jadi berdasarkan tinjauan kasus dengan hambatan mobilitas fisik pengaruh ROM
pada pasien stroke terhadap peningkatan kekuatan otot dapat membuat pasien mengerti
dan tahu cara berlatih dalam memberikan pergerakan baik otot, persendian yang sesuai
dengan gerakan normal maupun secara aktif dan pasif saat melakukan kontraksi
pergerakan. Pemberian latihan Range of Motion selama 2 minggu dan dilakukan 2 kali
sehari dapat mempengaruhi luas derajat rentang gerak sendi ekstremitas atas. Latihan
Range of Motion ini dapat dilakukan pada pagi hari dan sore hari. ROM (range of
motion) berguna dalam meningkatkan kekuatan pada otot, dan mempertahankan fungsi
pada jantung dan melatih pernafasan, sehingga dapat menghindari munculnya kontraktur
BAB IV : PENUTUP
C. Simpulan
Berdasarkan hasil uraian diatas dapat diamil kesimpulan bahwa dalam pelaksanaan
latihan range of motion pada pasein stroke hemoragik mampu meningkatkan kekuatan
D. Saran
ROM (range of motion) berguna dalam meningkatkan kekuatan pada otot, dan