Anda di halaman 1dari 9

Konsep sains Movement dan ICF dalam

Praktek Fisioterapi

Sistem Gerak
Gerak merupakan suatu yang sangat esensial bagi manusia. Perkembangan
gerak menggambarkan suatu fungsi persepsi senso-motorik, fungsi intelektual dan
fungsi emosi psikologis. Perkembangan gerak berjalan seiring dengan pertumbuhan
gerak. Pertumbuhan dan perkembangan merupakan suatu proses yang tidak bisa
dipisahkan karena saling bergantung satu sama lainnya. Gerak berhubungan
dengan perkembangan, dimana perkembangan adalah bertambahnya struktur dan
fungsi tubuh yang berkaitan dengan peningkatan fungsi gerak kasar, gerak halus,
bicara dan bahasa serta sosialisasi dan kemandirian) Prodi Fisioterapi (2016).
Sistem gerak pada manuasia didasari oleh sistem otot dan sistem rangka. Di dalam
tubuh terdapat tiga jenis otot yang menurut fungsi dan strukturnya berbeda antara
lain otot polos,otot jantung dan otot rangka. Otot rangka pada tubuh kita memiliki
5 fungsi utama, yaitu: a. Menggerakan rangka, kontraksi dan relaksasi otot yang
menempel pada rangka dapat menggerakan rangka. b. Mempertahankan postur
dan posisi tubuh, misalnya mempertahankan postur dan posisi kepala saat Anda
membaca buku, berjalan dengan posisi tegak dan sebagainya c. Menyokong
jaringan lunak, misalnya dinding abdominal dan rongga pelvic yang berfungsi
menopang organ viseral, tersusun atas otot rangka. d. Mengatur pelaluan zat untuk
masuk dan keluar, misalnya menelan, buang air besar dan kencing yang
berlangsung melalui saluran pencernaan dan saluran kencing, dipengaruhi oleh otot
rangka yang menyelaputinya. e. Mempertahankan temperatur tubuh, kontraksi otot
rangka memerlukan energi dan menghasilkan panas untuk mempertahankan suhu
normal bagi tubuh.
Kelainan-kelainan pada sistem gerak 1. Distrofi otot yaitu penyakit menurun
yang disebabkan oleh mutasi gen yang bertanggung jawab untuk sintesis protein
otot, sehingga otot menjadi lemah. Umumnya terjadi pada laki-laki umur antara 3
– 7 tahun 2. Tetanus yaitu terjadinya kontraksi otot seluruh tubuh yang kuat dalam
waktu tetentu, disebabkan oleh stimulus racun yang dikeluarkan oleh Clostridium
tetani. Penyakit ini menyebabkan 40-60 dari 100 orang yang terinfeksi tetanus,
sehingga penting untuk dilakukan imunisasi. 3. Atrofi otot yaitu terjadinya
pengurangan ukuran otot, ketegangan dan kekuatan otot yang disebabkan oleh
mengecilnya serabut-serabut otot. Segala jenis kerusakan pada neuron motorik
akan menyebabkan terjadinya atrofi otot secara bertahap. Misalnya virus polio yang
menyerang saraf otak dan sumsum tulang belakang menyebabkan paralisis dan
atrofi otot. 4. Hipertrofi yaitu membesarnya otot yang disebabkan oleh aktivitas
berat otot yang dilakukan secara terus-menerus. Otot yang mengalami hipertrofi,
diameter serabut ototnya meningkat dan jumlah zat yang terdapat di dalam otot
juga bertambah. 5. Hiperplasia yaitu membesarnya otot yang disebabkan karena
jumlah serabut otot bertambah, tetapi tidak disebabkan karena membesarnya
serabut otot. 6. Osteopenia yaitu tulang-tulang pada rangka menjadi menipis dan
lemah karena proses penuaan. Masa tulang menjadi kurang karena menurunnya
osifikasi. Berlangsung pada usia 30-40 tahun. 7. Osteoporosis, istilah lainnya
adalah keropos tulang yang dapat menyebabkan patah atau retak pada tulang.
Hormon seks ikut berperan dalam proses osteoporosis, karena hormon ini
berperanan dalam deposisi pada tulang. 8. Osteomalasia yaitu tulang menjadi
lunak atau tidak terlalu keras karena berkurangnya kandungan mineral di
dalamnya. 9. Gigantisme yaitu suatu kondisi yang disebabkan oleh produksi
hormon pertumbuhan yang berlimpah sebelum masa pubertas. 10. Acromegali
yaitu suatu kondisi yang disebabkan oleh efek samping dari produksi hormon
pertumbuhan setelah masa pubertas, terjadi pertumbuhan rangka yang abnormal
pada kartilago dan tulang-tulang pendek lainnya. 11. Ricketsia yaitu kelainan pada
anak-anak yang disebabkan oleh kekurangan garam garam kalsium di dalam
rangkanya. 12. Scurvy yaitu suatu keadaan dimana tulang menjadi lemah dan
rapuh sebagai akibat kekurangan vitamin C. 13. Fraktur yaitu tulang retak atau
patah yang disebabkan oleh tekanan atau gerakan salah atau benturan dengan
benda-benda keras lainnya. 14. Osteomyelitis yaitu sakit pada tulang yang
umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri. 15. Osteopetrosis yaitu suatu keadaan
yang disebabkan oleh menurunnya aktivitas osteoklas, sehingga masa tulang
meningkat dan bentuk tulang menjadi tidak beraturan. 16. Arthritis yaitu kelainan
pada sinovial persendian, menyebabkan kerusakan pada kartilago persendian. 17.
Bursitis yaitu inflamasi pada bursa, menyebabkan rasa sakit pada hubungan antar
tendon atau ligamen saat digerakan. 18. Luksasi yaitu dislokasi, suatu keadaan
dimana persendian keluar dari posisi semestinya. 19. Kifosis yaitu suatu keadaan
dimana ruas-ruas tulang belakang melengkung ke depan, dan jika melengkungnya
ke bagian belakang dinamakan lordosis. Sedangkan jika ruas-ruas tulang belakang
melengkung ke samping dinamakan skoliosis. 20. Rakhitis yaitu gangguan pada
bentuk tulang anak-anak yang disebabkan oleh defisiensi vitamin D. Misalnya kaki
berbentuk huruf X atau O pada anak-anak.
Teori gerak adalah studi mengenai fungsi saraf yang berperan dalam gerak
manusia. Sistem saraf dan otot merupakan komponen utama dalam menghasilakn
gerak manusia. Teori gerak membahas mengenai bagaimana fungsi sistem saraf
dan otot berperan sebagai sistem yang mengontrol gerak manusia. Teori gerak juga
mempelajari mengenai faktor-faktor fungsi neuromuskuler yang mempengaruhi
gerak manusia, bagaimana fungsi sistem neuromuskuler dan aktivasi dan
koordinasi otot-otot untuk menghasilkan gerakan yang diinginkan. Gerak dalam hal
ini dikaitkan dengan gerak fungsional. Gerak fungsional merupakan aktifitas yang
memungkinkan seseorang untuk dapat menjalankan fungsi fisik, sosial dan
psikologis serta memungkinkan seseorang untuk menjalankan hidupnya dengan
bermakna (sense of meaningfull living) Prodi Fisioterapi (2016).
Sistem gerak adalah kunci yang optimal untuk meningkatkan kualitas hidup
bagi semua orang yang membutuhkan kesehatan dan mempunyai peranan penting
yang dapat berpartisipasi dan berkontribusi pada masyarakat. Suatu sistem
struktur anatomi dan fungsi fisiologis yang saling berinteraksi untuk menggerakkan
tubuh yang terdiri atas gerakan pada level mikro seluler dan komponen makro
dalam mekanisme gerak, kerja sistem neuroendoktin bagi sistenm gerak serta
peran sistem cardio vaskulo pulmonal dalam sistem gerak. Sistem pergerakan
mewakili kumpulan sistem kardiovaskular, pulmonal, endokrin, integumen, saraf,
dan muskuloskeletal yang berinteraksi untuk menggerakkan tubuh atau bagian-
bagian komponen lainya. Voight end Hoogenboom (2017).

ICF ( International Classification Of Functioning, Disability


And Health
ICF (International Classification Of Functioning, Disability And Health) adalah
sebuah kerangka acuan untuk menggambarkan dan pengorganisasian informasi
dalam hal fungsi kerja (fungsional tubuh) dan disabilitas (kecacatan) . Hal ini akan
membantu dalam konsep dasar dan penyetaraan bahasa untuk pendefinisian serta
dalam tindakan kesehatan dan disabilitas karena setiap manusia dapat mengalami
penurunan kesehatan dan dapat mengalami beberapa tingkat kecacatan.
Berdasarkan pada penekanan fungsional dan disabilitas tersebut terdapat 2
klasifikasi dasar ICF yaitu : Body functions and structures Activities and
participation. Istilah functioning merupakan istilah yang mencakup seluruh fungsi
tubuh, aktifitas dan partisipasi. Sedangkan disability merupakan istilah untuk
gangguan, keterbatasan gerak atau rekreasi. ICF juga memuat faktor lingkungan
yang berinteraksi dengan seluruh klasifikasi fungsi diatas. ICF merupakan sistem
klasifikasi bukan alat pengukuran klinis. ICF disahkan oleh 191 negara termasuk
USA pada bulan Mei 2001 untuk menggantikan ICIDH.(WHO,2001).
Tujuan ICF (WHO 2001) adalah untuk:
1. Menyediakan dasar ilmiah untuk pengertian dan pembelajaran tentang
kesehatan dan health-related states, hasil, penentu, dan perubahan status
kesehatan dan fungsional
2. Menetapakan penyamaan bahasa untuk menjelaskan kesehatan dan health-
related states untuk meningkatkan komunikasi antar lintas profesi seperti ,
pekerja health care, ilmuwan riset, dan para pembuat kebijakan, termasuk juga
para penyandang cacat.
3. Memberikan izin dalam perbandingan data antar negara, rumpun ilmu
kesehatan, pelayanan, dan waktu.
4. Menyediakan skema sistematis kode untuk sistem informasi kesehatan.

Kaitan Sistem Gerak dengan Identitas Profesi Fisioterapi

Pada 2013, APTA. “Terapis fisik akan mengubah masyarakat dengan


mengoptimalkan gerakan untuk meningkatkan kesehatan dan berpartisipasi dalam
kehidupan”. Visi baru ini memacu profesi kita untuk bertindak sebagai fisioterapis
untuk mengubah masyarakat dengan menggunakan keterampilan, pengetahuan,
dan keahlian kita yang terkait dengan sistem gerak untuk mengoptimalkan
gerakan, meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan, mengurangi gangguan, dan
mencegah timbulnya kecacatan. Voight end Hoogenboom (2017).
Adopsi dari pernyataan visi yang baru ini dengan jelas, menegaskan bahwa
gerakan adalah esensi dari terapi fisik. Hal ini sesuai dengan prinsip yang
menyatakan Sebutan sebagai terapis fisik terbesar adalah untuk memaksimalkan
fungsi dan meminimalkan kecacatan untuk semua orang dari segala usia. Dalam
konteks ini, gerakan adalah kunci untuk kehidupan yang optimal dan kualitas hidup
untuk semua orang dari segala usia yang melampaui kesehatan hingga
kemampuan setiap orang untuk berpartisipasi dan berkontribusi pada masyarakat
(APTA 2013). Resolusi tersebut berlanjut untuk menentukan koneksi yang tak
terpisahkan dari terapis fisik dengan sistem gerak. Identitas: Terapis fisik akan
mendefinisikan dan memperkenalkan sistem gerakan dasar untuk mengoptimalkan
gerakan. Pengenalan dan validasi sistem pergerakan sangat penting untuk
memahami sepenuhnya fungsi fisiologis dan potensi tubuh manusia. Terapis fisik
akan bertanggung jawab untuk memantau sistem pergerakan individu di seluruh
rentang kehidupan untuk memperkenalkan pengembangan yang optimal,
mendiagnosis disfungsi, dan menyediakan intervensi yang ditargetkan untuk
berpartisipasi mencegah atau memperbaiki pembatasan aktivitas. Sistem
pergerakan akan membentuk praktik dasar, pendidikan, dan penelitian terapis fisik
(APTA 2013).
Sebagai seorang fisioterapis harus secara jelas mengidentifikasi sistem
gerak sebagaimana hal ini sejalan dengan tujuan artikel ini antara lain (1) untuk
meninjau evolusi pemikiran fisioterapis tentang sistem gerak, (2) untuk
menawarkan alasan untuk mendefinisikan sistem gerak sebagai sistem fisiologis,
(3) untuk mengusulkan model sistem pergerakan, (4) untuk mengadvokasi,
memperkenalkan kinesiopatologi dan patokinesiologi penting sebagai konsep sistem
gerak, dan (5) untuk menjelaskan mengapa saya percaya sistem pergerakan harus
dikaji oleh fisioterapis untuk mendapatkan kemampuannya dan peranan pentingnya
dalam masyarakat (Sahrmann 2014).
Oleh karena itu seorang fisioterapis harus yakin dengan profesinya dimana
inti dari fisioterapi adalah gerak. Karena konsep gerak sistem tubuh / fisiologis
mungkin kurang familiar dari pada konsep gerak manusia itu sendiri, diperlukan
tinjauan singkat tentang sejarah kita. Selain itu dimensi dalam halelayanan
Fisioterapi meliputi upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit,
penyembuhan dan pemulihan gangguan sistem gerak dan fungsi dalam rentang
kehidupan dari praseminasi sampai ajal, yang terdiri dari upaya-upaya
a.Peningkatan dan pencegahan (promotif dan preventif), Pelayanan fisioterapi
dapat dilakukan pada pusat kebugaran, pusat kesehatan kerja, sekolah, kantor,
pusat panti usia lanjut, pusat olahraga, tempat kerja/industri dan pada pusat-pusat
pelayanan umum. b.Penyembuhan dan pemulihan (Kuratif dan Rehabilitatif),
pelayanan fisioterapi dapat dilakukan pada rumah sakit, rumah perawatan, panti
asuhan, pusat rehabilitasi, tempat praktik, klinik privat, klinik rawat jalan,
puskesmas, rumah tempat tinggal, pusat pendidikan dan penelitian.

Kaitan Antara Sains Movement dengan ICF dalam Praktek


Fisioterapi
Stuktur tubuh adalah bagian anatomi tubuh, seperti organ, anggota badan,
dan komponen lainnya. World Health Organization (WHO, 2001) menyediakan
kerangka kerja yang efektif bagi fisioterapi untuk lebih memahami keadaan dan
disabilitas pasien dan membantu dalam memprioritaskan pilihan pengobatan
dengan International Classification of Functioning Disability and Health (ICF) yang
dibagi menjadi 2 kelompok :
a. Bagian I adalah functional and disability, mempunyai komponen-komponen :
1. Body structure adalah bagian anatomi tubuh seperti organ, anggota badan
dan komponennya,
2. Body Function adalah fungsi fisiologi dari sistim tubuh termasuk fungsi
psikologis,
3. Activity limitation adalah keterbatasan atau kesulitan individu dalam
pelaksanaan tugas atau tindakan,
4. Paticipation restriction adalah keterbatasan atau kesulitan individu dalam
kehidupan sosialnya.
b. Bagian II adalah Contextual Factors, mempunyai komponen:
1. Environment factor adalah faktor-faktor lingkungan dan sosial yang
mempengaruhi kesehatan individu,
2. Personal factor adalah faktor-faktor dari dalam individu yang mempengaruhi
kesehatan.
Berdasarkan ICF (WHO,2001) problematik low back pain dapat dikategorikan
sebagai
berikut:
1. Functional and disability
a. Body structur impairment, meliputi: degenerasi discus intervertebralis,
strain dan sprain lumbal,kiposis thoracal lower,spasme otot-otot trunk,
gliding/distraksi facet joint, joint disfunction.
b. Body function impairment meliputi: low back pain.
c. Activity limitation, meliputi: keterbatasan perawatan diri (mandi
berpakaian,aktivitas duduk, berdiri, berjalan, aktivitas mengangkat,
tidur,aktivitas sexual.
d. Participation restriction, meliputi: keterbatasan dalam kehidupan sosial,
bepergian melakukan perjalanan, berolah raga.
2. Contekstual factor
a. Environment factors, meliputi: lingkungan yang tidak ergonomis, jenis
pekerjaan, kebiasaan yang tidak ergonomis
b. Personal factor, meliputi : kegemukan, usia, genetic, perokok, peminum,
status sosial.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa 60-80% dari populasi umum di
masyarakat Barat akan mengalami nyeri punggung bawah (LBP) selama kehidupan
dewasa (Kelseyet et al, 1992;. WHO,2003). LBP dikaitkan dengan gangguan fungsi
dan struktur tubuh termasuk nyeri lokal maupun rujukan, berkurangnya gerak
sendi, gangguan mobilitas tulang belakang, kehilangan kekuatan otot dan
gangguan tidur (Ehrlich,2003). Gangguan semacam itu sering menyebabkan
keterbatasan dalam aktivitas fisik dan keterbatasan aktivitas sehari-hari dan
partisipasi sosial termasuk kecacatan dan ketidakmampuan untuk bekerja (Ehrlich,
2003 a). Perawatan biopsikososial multidisiplin yang dilakukan oleh profesi
rehabilitasi termasuk dokter, terapis fisik, psikolog, terapis okupasi dan pekerja
sosial dilaporkan sebagai pendekatan yang menjanjikan untuk meningkatkan fungsi
orang dengan LBP (Guzmán et al.,2001).
Beberapa hal yang berkaitan dengan gangguan struktur tubuh pada pasien
LBP antara lain adalah ganguan kinesiophobia. Kinesiophobia didefinisikan sebagai
rasa takut seseorang yang disalah artikan oleh indra tubuh tidak berbahaya,
termasuk nyeri, dan terjadi pada 2 proses. Pertama, timbul dengan perilaku
penghindaran terhadap gerakan yang berhubungan dengan rasa sakit dan aktivitas
fisik dan bahkan aktivitas waktu senggang. Kedua, rasa takut yang terkait dengan
rasa sakit terjadi dalam bentuk peningkatan kesadaran tubuh dan kewaspadaan
terhadap rasa sakit (Picavet 2002).
Pasien dengan kinesiophobia mungkin mengalami gangguan rasa sakit atau
nyeri. Keadaan ini digambarkan sebagai bentuk respon tubuh terhadap suatu
keadaan yang tidak normal. Pasien dengan kondisi nyeri mungkin terbatas dalam
melakukan aktivitas hidup sehari-hari sedangkan partisipasi digambarkan sebagai
keterlibatan dalam situasi kehidupan seperti rekreasi, olahraga, sosial, dan
pekerjaan. Rasa sakit atau nyeri yang dialamin oleh pasien memiliki perbedaan
dengan tingkat pendidikan, pekerjaan, usia, jenis kelamin, depresi, kecemasan,
dan durasi kerja, rasa sakit atau nyeri tersebut merupakan faktor yang dapat
mempengaruhi kecacatan dan fungsi. Interaksi antara kinesiophobia dan variabel
rasa sakit atau nyeri yang diklasifikasikan menurut ICF akan memberikan informasi
yang ditail tentang antisifasi dan cara mengatasi tingkat rasa nyeri yang dialami
oleh pasien (Bilgin. Et.al.2019).
Nyeri punggung bawah atau low back pain merupakan nyeri yang dirasakan
di punggung bagian bawah, bukan merupakan penyakit ataupun diagnosis untuk
suatu penyakit namun merupakan istilah untuk nyeri yang dirasakan di area
anatomi yang terkena dengan berbagai variasi lama terjadinya nyeri. Nyeri ini
terasa diantara sudut iga terbawah sampai lipat pinggul bawah yaitu di daerah
lumbal atau lumbo-sakral, nyeri dapat menjalar hingga ke arah tungkai dan kaki.
(Ehrlich, 2003). Hal ini bisa diakibatkan antara lain:
a. Pekerjaan
Kesehatan dan keselamatan kerja berkenaan dengan istilah ergonomi dimana
mencakup bahasan keselamataan dan kenyamanan manusia di tempat kerja.
Hal ini sesuai dengan penelitan Artadana (2019) yang mengatakan bahwa sikap
kerja yang tidak ergonomis dapat menjadi beban tambahan bagi pekerja yang
dapat mengakibatkan timbulnya kelelahan. Kelelahan yang berlangsung lama
akan menyebabkan nyeri punggung bawah.
b. Usia
Rentan usia produktif sangat berpengaruh pada kinerja dan kesehatan
seseoarang. Pada umumnya kinerja fisik mencapai puncak dalam usia
pertengahan (mulai 35 tahun), selanjutnya mengalami penurunan dengan
bertambahnya usia. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Listiarini, dkk
(2016). Bahwa peran faktor usia memberikan respon terhadap situasi yang
potensial menimbulkan nyeri punggung. Semakin tua responden, maka
semakin rentan terhadap nyeri punggung.
c. Durasi Pekerjaan
Lamanya waktu bekerja dapat menimbulkan nyeri punggung karena adanya
akumulasi kerja otot yang dalam jangka waktu lama. Hal tersebut sesuai
dengan penelitian Artadana (2019) yang mengatakan bahwa Tekanan fisik
secara terus menerus pada kurun waktu tertentu mengakibatkan berkurangnya
kinerja otot, semakin lama kerja seseorang dapat menyebabkan terjadinya
kejenuhan pada daya tahan otot dan tulang secara fisik maupun psikis yang
bisa menyebabkan nyeri punggung bawah.
d. Kecemasan
Faktor psikologis dalam hal ini stress sering muncul pada seseorang, baik yang
diakibatkan karena pekerjaan maupun hal lain. Tingkat stress yang tinggi
mengakibatkan otot menjadi tegang baik di punggung maupun di leher. Apabila
hal ini berlangsung dalam rentan waktu yang lama akan mengakibatkan nyeri
punggung bawah. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Wulandari, dkk (2017)
Mengatakan bahwa stress atau cemas dapat menyebabkan nyeri. Otot menjadi
tegang sehingga mengakibatkan nyeri kuduk, kepala, atau punggung.
Kecemasan terlebih bila menahun dapat menurunkan nilai ambang nyeri,
sehingga orang itu mengalami rasa nyeri yang lebih hebat.
e. Berat Badan
Kelebihan berat badan biasanya disalurkan pada daerah perut yang berarti
menambah kerja tulang lumbal. Ketika berat badan bertambah, tulang
belakang akan tertekan untuk menerima beban yang membebani tersebut
sehingga mengakibatkan mudahnya terjadi kerusakan dan bahaya pada stuktur
tulang belakang. Salah satu daerah pada tulang belakang yang paling berisiko
akibat efek dari obesitas adalah vertebrae lumbal. Sesuai dengan penelitian
Rahmanto (2019), mengatakan bahwa terjadi kelemahan pada otot perut
sedangkan otot punggung mengalami ketegangan karena adanya beban
berlebih. Akibat dari beban tersebut mengharuskan otot punggung bekerja
lebih keras terutama pada punggung bawah daerah L5-S1 yang menopang
75% berat badan.

Kesimpulan
Dari pembahasan artikel ilmiah ini dapat di tarik kesimpulan bahwa :
Konsep sains Movement dan International Classification of Functioning Disability
and Health (ICF) mempunyai peran yang penting dan dapat menyediakan kerangka
kerja yang efektif bagi fisioterapi untuk lebih memahami keadaan dan disabilitas
pasien serta membantu dalam memprioritaskan pilihan pengobatan.
Daftar Pustaka:

Prodi Fisioterapi. 2016. Ilmu Perkembangan Gerak. Diktat. Fakultas Kedokteran


Universitas Udayana

Kelsey JL, Mundt DJ, Golden AL. Epidemiology of low back pain. In: Jayson MIV,
editor. The Lumber Sine and back pain. 4 th ed. London: Churchill
Livingstone; 1992.

World Health Organization. WHO technical Report Series. The burden of


musculoskeletal conditions at the start of the new millennium. Geneva:
World Health Organization; 2003.

Ehrlich GE. Low back pain. Bulletin of the World Health Organisation 2003a;
31:671e6.a

Guzmán J, Esmail R, Karjalainen K, Malmivaara A, Irvin E, Bombardier C.


Multidisciplinary rehabilitation for chronic low back pain: systematic review.
British Medical Journal 2001;322:1511e6.

Voight end Hoogenboom (2017). what is the movement system and why is it
important

Naughton (2017). Linking commonly used hand therapy outcome measures to


individual areas of the International Classification of Functioning: A
systematic review

Bilgin. Et.al.2019 ). Multivariate Analysis of Risk FactorsPredisposing to Kinesio


phobia in Persons With Chronic Low Back and Neck Pain

World Health Organization, 2001 Programmes and Projects:International


Classification of Functioning, Disability and Health (ICF), 2001, available at
http://apps.who.int/classifications/icfbrowser/, accessed 27 February 2013.

Picavet HSJ, Vlaeyen JW, Schouten JS. Pain catastrophizing and kinesiophobia:
predictors of chronic low back pain. Am J Epidemiol 2002;156(11):1028-
1034.

Artadana, M.A.W., Sali I. W., Sujaya I. N. 2019 Hubungan Sikap Pekerja dan Lama
Kerja Terhadap Keluhan Low Back Pain pada Pekerja di Industri Batu Bata
Press; Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol.9 No.2. hal : 126-135

Listiarini, A. Widjasena, B. Wahyuni, I. 2016. Hubungan Kekuatan Otot Punggung


dengan Keluhan Nyeri Punggung pada Porter di Stasiun Tawang Semarang.
Jurnal Kesehatan Masyarakat (E-Journal) Vol.4, (4) hal. 636-644
Wulandari, M., Setyawan, D., Zubaidi, A., 2017. Faktor Risiko Low Back Pain pada
Mahasiswa Jurusan Ortotik Prostetik Politeknik Kesehatan Surakarta. Jurnal
Keterapian Fisik, Vol 2, No 1, hlm: 01-61

Rahmanto, S., Yulianti. A., Valini.N. 2019. Hubungan Overweight pada Mahasiswi
Terhadap Kejadian Low Back Pain Myogenic. Jurnal Fisioterapi dan
Rehabilitasi (JFR) Vol. 3, No. 2, ISSN 2548-8716

American Physical Therapy Association.2013.Guiding principles to achieve the


vision.Availableat: http://www.apta.org/Vision/.Updated 2013.
Sahrmann, S, A. 2014. The Human Movement System:Our Professional Identity.
Physical Therapy. Vol 94, No. 7, hal 1034-1042.

Anda mungkin juga menyukai