Disusun Oleh :
FERI FITRIANA
P1337420916014
JURUSAN KEPERAWATAN
2017
LAPORAN PENDAHULUAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA
PEMENUHAN KEBUTUHAN MOBILITAS DAN AKTIVITAS
NIM : P1337420916014
KONSEP DASAR
1. Definisi Mobilitas, Aktivitas dan Imobilitas
3. Patofisiologi
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi sistem otot,
skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot Skeletal mengatur gerakan
tulang karena adanya kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang bekerja
sebagai sistem pengungkit. Ada dua tipe kontraksi otot yakni isotonik dan isometrik.
Pada kontraksi isotonik, peningkatan tekanan otot menyebabkan otot memendek.
Kontraksi isometrik menyebabkan peningkatan tekanan otot atau kerja otot tetapi
tidak ada pemendekan atau gerakan aktif dari otot, misalnya, menganjurkan klien
untuk latihan kuadrisep. Gerakan volunter adalah kombinasi dari kontraksi isotonik
dan isometrik. Meskipun kontraksi isometrik tidak menyebabkan otot memendek,
namun pemakaian energi meningkat.
Postur dan Gerakan Otot merefleksikan kepribadian dan suasana hati seseorang dan
tergantung pada ukuran skeletal dan perkembangan otot skeletal. Koordinasi dan
pengaturan dari kelompok otot tergantung dari tonus otot dan aktifitas dari otot yang
berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan gravitasi. Tonus otot adalah suatu
keadaan tegangan otot yang seimbang. Ketegangan dapat dipertahankan dengan
adanya kontraksi dan relaksasi yang bergantian melalui kerja otot. Tonus otot
mempertahankan posisi fungsional tubuh dan mendukung kembalinya aliran darah ke
jantung.
Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus otot menjadi berkurang. Skeletal
adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat tipe tulang: panjang, pendek,
pipih, dan ireguler (tidak beraturan). Sistem skeletal berfungsi dalam pergerakan,
melindungi organ vital, membantu mengatur keseimbangan kalsium, berperan dalam
pembentukan sel darah merah.
Sendi adalah hubungan di antara tulang, diklasifikasikan menjadi:
Sendi sinostotik mengikat tulang dengan tulang mendukung kekuatan dan
stabilitas. Tidak ada pergerakan pada tipe sendi ini. Contoh: sakrum, pada
sendi vertebra.
Sendi kartilaginous/sinkondrodial, memiliki sedikit pergerakan, tetapi elastis
dan menggunakan kartilago untuk menyatukan permukaannya. Sendi kartilago
terdapat pada tulang yang mengalami penekanan yang konstan, seperti sendi,
kostosternal antara sternum dan iga.
Sendi fribrosa/sindesmodial, adalah sendi di mana kedua permukaan tulang
disatukan dengan ligamen atau membran. Serat atau ligamennya fleksibel dan
dapat diregangkan, dapat bergerak dengan jumlah yang terbatas. Contoh:
sepasang tulang pada kaki bawah (tibia dan fibula) .
Sendi sinovial atau sendi yang sebenarnya adalah sendi yang dapat digerakkan
secara bebas dimana permukaan tulang yang berdekatan dilapisi oleh kartilago
artikular dan dihubungkan oleh ligamen oleh membran sinovial. Contoh: sendi
putar seperti sendi pangkal paha (hip) dan sendi engsel seperti sendi
interfalang pada jari.
Ligamen adalah ikatan jaringan fibrosa yang berwarna putih, mengkilat, fleksibel
mengikat sendi menjadi satu sama lain dan menghubungkan tulang dan kartilago.
Ligamen itu elastis dan membantu fleksibilitas sendi dan memiliki fungsi protektif.
Misalnya, ligamen antara vertebra, ligamen non elastis, dan ligamentum flavum
mencegah kerusakan spinal kord (tulang belakang) saat punggung bergerak.
Tendon adalah jaringan ikat fibrosa berwarna putih, mengkilat, yang menghubungkan
otot dengan tulang. Tendon itu kuat, fleksibel, dan tidak elastis, serta mempunyai
panjang dan ketebalan yang bervariasi, misalnya tendon akhiles/kalkaneus.
Kartilago adalah jaringan penghubung pendukung yang tidak mempunyai vaskuler,
terutama berada disendi dan toraks, trakhea, laring, hidung, dan telinga. Bayi
mempunyai sejumlah besar kartilago temporer. Kartilago permanen tidak mengalami
osifikasi kecuali pada usia lanjut dan penyakit, seperti osteoarthritis.
Sistem saraf mengatur pergerakan dan postur tubuh. Area motorik volunteer utama,
berada di konteks serebral, yaitu di girus prasentral atau jalur motorik.
6. Pemeriksaan Mobilisasi
a. Pemeriksaan Fisik
Mengkaji skelet tubuh
Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang abnormal akibat
tumor tulang. Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian tubuh yang tidak
dalam kesejajaran anatomis. Angulasi abnormal pada tulang panjang atau
gerakan pada titik selain sendi biasanya menandakan adanya patah tulang.
Mengkaji tulang belakang
Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang)
Kifosis (kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada)
Lordosis (membebek, kurvatura tulang belakang bagian pinggang berlebihan)
Mengkaji system persendian
Luas gerakan dievaluasi baik aktif maupun pasif, deformitas, stabilitas, dan
adanya benjolan, adanya kekakuan sendi
Mengkaji system otot
Kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, dan ukuran
masing-masing otot. Lingkar ekstremitas untuk mementau adanya edema atau
atropfi, nyeri otot.
TINGKAT
AKTIVITAS/ KATEGORI
MOBILITAS
0 Mampu merawat sendiri secara penuh
1 Memerlukan penggunaan alat
2 Memerlukan bantuan atau pengawasan orang lain
3 Memerlukan bantuan, pengawasan orang lain, dan peralatan
4 Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan atau berpartisipasi
dalam perawatan
Rentang gerak (range of motion-ROM)
KATZ INDEX
Total Poin :
2 Mandiri
3 Mandiri
3 Mandiri
1 Butuh pertolongan
2 Mandiri
1 Mandiri
Total Skor
Skor BAI :
20 : Mandiri
12 - 19 : Ketergantungan ringan
9 - 11 : Ketergantungan sedang
5-8 : Ketergantungan berat
0-4 : Ketergantungan total
b. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian keperawatan.
a. Riwayat keperawatan sekarang.
Pengkajian riwayat pasien saat ini meliputi alasan pasien yang menyebabkan
terjadi keluhan/gangguan dalam mobilitas dan immobilitas, seperti adanya nyeri,
kelemahan otot, kelelahan, tingkat mobilitas dan immobilitas, daerah terganggunya
mobilitas dan imobilitas, dan lama terjadinya gangguan mobilitas.
b. Riwayat keperawatan penyakit yang pernah di derita.
Pengkajian riwayat penyakit yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan
mobilitas, misalnya adanya riwayat penyakit sistem neurologis, riwayat penyakit
sistem kardiovaskuler, riwayat penyakit sistem muskuloskeletal, riwayat sistem
penyakit pernafasan, riwayat pemakaian obat, seperti sedativa, hipnotik, depresan
sistem saraf pusat, laksansia, dan lain-lain.
c. Kemampuan fungsi motorik.
pengkajian fungsi motorik antara lain pada tngan kanan dan tangan kiri, kaki kanan
dan kiri untuk menilai ada atau tidaknya kelemahan, kekuatan, atau spastis.
d. Kemampuan mobilitas.
Pengkajian kemampuan mobilitas dilakukan dengan tujuan untuk menilai
kemampuan gerak ke posisi miring, duduk, berdiri, bangun, dan berpindah tanpa
bantuan.
e. Kemampuan rentang gerak.
Pengkajian rentang gerak ( range of motion ROM ) dilakukan pada daerah seperti
bahu, siku, lengan, panggul, dan kaki.
f. Perubahan intoleransi aktivitas.
Pengkajian intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan perubahan pada sistem
pernafasan antara lain : suara nafas, analisa gas darah, gerakan dinding thorax,
adanya mukus, batuk yang produktif diikuti panas dan nyeri saat respirasi.
Pengkajian intoleransi aktivitas terhadap perubahan sistem kardiovaskuler, seperti
nadi dan tekanan darah, gangguan sirkulasi perifer, adanya trombus, serta
perubahan tanda vital setelah melakukan aktivitas atau perubahan posisi.
g. Kekuatan otot dan gangguan koordinasi.
Dalam mengkaji kekuatan otot dapat ditentukan secara bilateral atau tidak.
h. Perubahan psikologis.
Pengkajian perubahan psikologis yang disebabkan oleh adanya gangguan mobilitas
dan imobilitas antara lain perubahan perilaku, peningkatan emosi, perubahan
dalam mekanisme koping, dan lain-lain.
2. Diagnosa keperawatan.
1. Gangguan mobilitas fisik akibat trauma tulang belakang, fraktur, dan lain-lain.
2. Gangguan penurunan curah jantung akibat immobilitas.
3. Resiko cedera akibat orthostatik pneumonia.
4. Intoleransi aktivitas akibat menurunnya tonus dan kekuatan otot.
5. Sindrom perawatan diri akibat menurunnya fleksibilitas otot.
6. Tidak efektifnya pola nafas akibat menurunnya ekspansi paru.
7. Gangguan pertukaran gas akibat menurunnya gerakan respirasi.
8. Gangguan eliminasi akibat immobilitas.
9. Retensi urine akibat gangguan mobilitas fisik.
10. Inkontinensia urine akibat gangguan mobilitas fisik.
11. Perubahan nutrisi ( kurang dari kebutuhan ) akibat menurunnya nafsu makan akibat
sekresi lambung menurun, penurunan peristaltik usus.
12. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit akibat kurangnya asupan ( intake )
13. Gangguan interaksi sosial akibat immobilitas.
14. Gangguan konsep diri akibat immobilitas.
3. Perencanaan keperawatan.
Tujuan :
1. Meningkatkan kekuatan, ketahanan otot, dan fleksibilitas sendi.
Dilakukan dengan cara :
Pengaturan posisi dengan cara mempertahankan posisi dalam postur tubuh yang
benar.
Ambulasi dini merupakan salah satu tindakan yang dapat meningkatkan
kekuatan dan ketahanan otot. Hal ini dapat dilakukan dengan cara melatih posisi
duduk di tempat tidur, turun di tempat tidur, berdiri di samping tempat tidur,
bergerak ke kursi roda, dan seterusnya.
Melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri untuk melatih kekuatan dan
ketahanan serta kemampuan sendi agar mudah bergerak.
Latihan isotonik dan isometrik. Latihan ini juga dapat digunakan untuk melatih
kekuatan dan ketahanan otot dengan cara mengangkat beban yang ringan,
kemudian yang berat. Latihan isotonik dengan latihan rentang gerak ( ROM ).
Dan isometrik dapat dilakukan dengan meningkatkan curah jantung ringan dan
nadi.
Latihan ROM, baik secara aktif maupun pasif. ROM merupakan tindakan untuk
mengurangi kekuatan pada sendi dan kelemahan pada otot.
2. Meningkatkan fungsi kardiovaskular.
Meningkatkan fungsi kardiovaskuler sebagai dampak dari immobilitas dapat
di lakukan antara lain dengan cara ambulasi dini, latihan aktif, dan pelaksanaan
aktivitas sehari-hari secara mandiri. Hal tersebut di lakukan secara bertahap. Di
samping itu, dapat pula dilakukan pengukran tekanan darah dan nadi setiap kali
terjadi perubahan posisi. Untuk meningkatkan sirkulasi vena perifer dapat
dilakukan dengan cara mengangkat daerah kaki secara teratur.
3. Meningkatkan fungsi respirasi.
Meningkatkan fungsi respirasi sebagai dampak dari immobilitas dapat
dilakukan dengan cara melatih pasien untuk mengambil nafas dalam dan batuk
efektif, mengubah posisi pasien tiap 1-2 jam, melakukan postural drainage, perkusi
dada, dan vibrasi.
4. Meningkatkan fungsi gastrointestinal.
Meningkatkan fungsi gastrointestinal dapat dilakukan dengan cara mengatur
diet tinggi kalori, protein, vitamin, dan mineral. Selain itu, untuk mencegah
dampak dari immobilitas dapat dilakukan dengan latihan ambulasi.
5. Meningkatkan fungsi sistem perkemihan.
Meningkatkan sistem kemih dapat dilakukan dengan latihan atau mengubah posisi
serta latihan mempertahankannya. Pasien di anjurkan untuk minum 2500cc per hari
atau lebih, dan menjaga kebersihan perineal. Apabila pasien tidak dapat buang air
kecil secara normal, dapat dilakukan kateterisasi.
6. Memperbaiki gangguan psikologis.
Meningkatkan kesehatan mental dan mengurangi emosi sebagai dampak dari
immobilitas dapat dilakukan dengan melakukan komunikasi secara teraupeutik
dengan berbagi perasaan, membantu pasien untuk mengekspresikan
kecemasannya, meningkatkan privasi pasien, memberikan dukungan moril,
mempertahankan citra diri, menganjurkan untuk melakukan interaksi sosial,
mengajak untuk berdiskusi tentang masalah yang di hadapi, dan seterusnya.
4. Pelaksanaan tindakan keperawatan.
1. Pengaturan posisi tubuh sesuai kebutuhan pasien.
a. Posisi fowler.
Posisi setengah duduk atau duduk, dimana bagian kepala tempat tidur lebih
tinggi atau dinaikkan. Posisi ini dilakukan untuk mempertahankan
kenyamanan dan memfasilitasi fungsi pernafasan pasien.
b. Posisi sim
Posisi miring ke kanan atau miring ke kiri. Posisi ini di lakukan untuk
memberi kenyamanan dan memberikan obat per anus ( supositoria ).
c. Posisi trendelenburg.
Pada posisi ini pasien berbaring di tempat tidur dengan bagian kepala lebih
rendah daripada bagian kaki. Posisi ini dilakukan untuk melancarkan
peredaran darah ke otak.
d. Posisi dorsal recumbent.
Pada posisi ini pasien berbaring telentang dengan kedua lutut fleksi (ditarik
atau diregangkan) di atas tempat tidur. Posisi ini dilakukan untuk merawat
dan memeriksa genitalai serta pada proses persalinan.
e. Posisi lithotomi.
Pada posisi ini pasien berbaring telentang dengan mengangkat kedua kaki dan
menariknya ke atas bagian perut. Posisi ini dilakukan untuk memeriksa
genitalia pada proses persalinan, dan memasang alat kontrasepsi.
f. Posisi genue pectoral.
Pada posisi ini pasien menungging dengan kedua kaki di tekuk dan dada
menempel pada bagian alas tempat tidur. Posisi ini dilakukan untuk memriksa
daerah rektum dan sigmoid.
2. Latihan ROM pasif dan aktif.
Pasien yang mobilitas sendinya terbatas karena penyakit, diabilitas, atau
trauma memerlukan latihan sendi untuk mengurangi bahaya imobilitas. Latihan
berikut dilakukan untuk memelihara dan mempertahankan kekuatan otot serta
memelihara mobilitas persendian.
a. Fleksi dan ekstensi pergelangan tangan.
b. Fleksi dan ekstensi siku.
c. Pronasi dan supinasi lengan bawah.
d. Pronasi fleksi bahu.
e. Abduksi dan adduksi.
f. Rotasi bahu.
g. Fleksi dan ekstensi jari-jari.
h. Infersi dan efersi kaki.
i. Fleksi dan ekstensi pergelangan kaki.
j. Fleksi dan ekstensi lutut.
k. Rotasi pangkal paha.
l. Abduksi dan adduksi pangkal paha.
5. Evaluasi keperawatan.
Evaluasi yang di harapkan dari hasil tindakan keperawatan untuk mengatasi gangguan
mobilitas adalah sebagai berikut :
a. Peningkatan fungsi tubuh.
b. Peningkatan kekuatan dan ketahanan otot.
c. Peningkatan fleksibilitas sendi.
d. Peningkatan fungsi motorik, perasaan nyaman pada pasien, dan ekspresi pasien
menunjukkan keceriaan.
DAFTAR PUSTAKA
Iqbal, Wahib Mubarak dan Nurul Chayatin.2007. Kebutuhan Dasar Manusia Teori
dan Aplikasi dalam Praktek. Jakarta : EGC.