Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN DASAR PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN

MOBILITAS FISIK PADA KLIEN NY.S.DENGAN

ANEMIA DI RUANG PENYAKIT DALAM RS BHAYANGKARA POLDA LAMPUNG

DOSEN PEMBIMBING:

Kodri,S.kp.,M.Kes

DISUSUN OLEH :

ESTI WANDIRA

NIM : 2014401013

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLTEKES KEMENKES TANJUNG KARANG

JURUSAN DIII KEPERAWATAN

TAHUN 2021/20221

A.PENGERTIAN
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah dan teratur yang
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Mobilisasi diperlukan untuk meninngkatkan
kesehatan, memperlambat proses penyakit khususnya penyakit degeneratif dan untuk aktualisasi.

Sedangkan Imobilisasi adalah suatu kondisi yang relatif, dimana individu tidak saja kehilangan
kemampuan geraknya secara total, tetapi juga mengalami penurunan aktifitas dari kebiasaan
normalnya.

2.PENYEBAB

Faktor-faktor yang mempngaruhi mobilisasi

1. Gaya hidup

Mobilitas seseorang dipengaruhi oleh latar belakang budaya, nilai-nilai yang dianut, serta lingkungan
tempat ia tinggal (masyarakat).

2. Ketidakmampuan

Kelemahan fisik dan mental akan menghalangi seseorang untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari.
Secara umum ketidakmampuan dibagi menjadi dua yaitu :

a. Ketidakmampuan primer yaitu disebabkan oleh penyakit atau trauma (misalnya : paralisis akibat
gangguan atau cedera pada medula spinalis).

b. Ketidakmampuan sekunder yaitu terjadi akibat dampak dari ketidakmampuan primer (misalnya :
kelemahan otot dan tirah baring). Penyakit-penyakit tertentu dan kondisi cedera akan berpengaruh
terhadap mobilitas.

3. Tingkat energi

Energi dibutuhkan untuk banyak hal, salah satunya mobilisasi. Dalam hal ini cadangan energi yang
dimiliki masing-masing individu bervariasi.

4. Usia

Usia berpengaruh terhadap kemampuan seseorang dalam melakukan mobilisasi. Pada individu lansia,
kemampuan untuk melakukan aktifitas dan mobilisasi menurun sejalan dengan penuaan

3.KLASIFIKASI

secara umum ada beberapa macam keadaan imobilitas antara lain :


1. Imobilitas fisik : kondisi ketika seseorang mengalami keterbatasan fisik yang disebabkan oleh faktor
lingkungan maupun kondisi orang tersebut.

2. Imobilitas intelektual : kondisi ini dapat disebabkan oleh kurangnya pengetahuan untuk dapat
berfungsi sebagaimana mestinya, misalnya pada kasus kerusakan otak

3. Imobilitas emosional : kondisi ini bisa terjadi akibat proses pembedahan atau kehilangan seseorang
yang dicintai

4. Imobilitas sosial : kondisi ini bisa menyebabkan perubahan interaksi sosial yang sering terjadi akibat
penyakit.

<Rentang Gerak dalam mobilisasi

Dalam mobilisasi terdapat tiga rentang gerak yaitu :

a. Rentang gerak pasif

Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot otot dan persendian dengan
menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya perawat mengangkat dan menggerakkan kaki
pasien.

b. Rentang gerak aktif

Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara menggunakan otot-ototnya
secara aktif misalnya berbaring pasien menggerakkan kakinya.

c. Rentang gerak fungsional

Berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan melakukan aktifitas yang diperlukan

4.JENIS MOBILITAS DAN IMOBILITAS

a.Jenis Mobilitas :

1.Mobilitas penuh,

merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara penuh dan bebas, sehingga dapat melakukan
interaksi sosial dan menjalankan peran sehari-hari.

2.Mobilitas Sebagian,

merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan batasan jelas dan tidak mampu bergerak
secara bebas karena dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan sensorik pada area tubuhnya,
mobilitas sebagian dibagi dua jenis:

a.Mobilitas sebagian temporer, merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan yang
sifatnya sementara.
b.Mobilitas sebagian permanen, merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan yang
sifatnya menetap.

b.Jenis Imobilitas :

1.Imobilisasi fisik,

merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan tujuan mencegah terjadinya gangguan
komplikasi pergerakan.

2.Imobilisasi intelektual,

merupakan keadaan ketika seseorang mengalami keterbatasan daya pikir.

3. Imobilitas emosional,

merupakan keadaan ketika seseorang mengalami pembatasan secara emosional karena adanya
perubahan secara tiba-tiba dalam menyesuaikan diri.

4.Imobilitas sosial,

merupakan keadaan individu yang mengalami hambatan dalam melakukan interaksi sosial karena
keadaan penyakitnya, sehingga dapat mempengaruhi perannya dalam kehidupan sosial.

5.FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MOBILISASI

a.Gaya Hidup

Perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi kemampuan mobilitas seseorang karena gaya hidup
berdampak pada perilaku atau kebiasaan sehari-hari

b.Proses Penyakit / Cedera

Proses penyakit dapat mempengaruhi kemampuan mobilitas karena dapat mempengaruhi fungsi sistem
tubuh

c.Kebudayaan

Kemampuan melakukan mobilitas dapat juga dipengaruhi kebudayaan.

d.Tingkat Energi

Energi adalah sumber untuk mobilitas. Agar seseorang dapat melakukan mobilitas dengan baik,
dibutuhkan energi yang cukup.

e.Usia dan Status Perkembangan

Terdapat perbedaan kemampuan mobilitas pada tingkat usia yang berbeda. Hal ini dikarenakan
kemampuan atau kematangan fungsi alat gerak sejalan dengan perkembangan usia.
6.RENTANG GERAK MOBILISASI

Dalam mobilisasi terdapat tiga rentang gerak yaitu :

a.Rentang gerak pasif

Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan persendian dengan
menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya perawat mengangkat dan menggerakkan kaki
pasien.

b.Rentang gerak aktif

Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara menggunakan otot-ototnya
secara aktif misalnya berbaring pasien menggerakkan kakinya.

c.Rentang gerak fungsional

Berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan melakukan aktifitas yang diperlukan

7.PATOFISIOLOGI

Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi sistem otot, skeletal, sendi,
ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot Skeletal mengatur gerakan tulang karena adanya
kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagai sistem pengungkit. Ada dua tipe
kontraksi otot: isotonik dan isometrik. Pada kontraksi isotonik, peningkatan tekanan otot menyebabkan
otot memendek.

Kontraksi isometrik menyebabkan peningkatan tekanan otot atau kerja otot tetapi tidak ada
pemendekan atau gerakan aktif dari otot, misalnya, menganjurkan klien untuk latihan kuadrisep.
Gerakan volunter adalah kombinasi dari kontraksi isotonik dan isometrik. Meskipun kontraksi isometrik
tidak menyebabkan otot memendek, namun pemakaian energi meningkat. Perawat harus mengenal
adanya peningkatan energi (peningkatan kecepatan pernafasan, fluktuasi irama jantung, tekanan darah)
karena latihan isometrik. Hal ini menjadi kontra indikasi pada klien yang sakit (infark miokard atau
penyakit obstruksi paru kronik).

Postur dan Gerakan Otot merefleksikan kepribadian dan suasana hati seseorang dan tergantung pada
ukuran skeletal dan perkembangan otot skeletal. Koordinasi dan pengaturan dari kelompok otot
tergantung dari tonus otot dan aktifitas dari otot yang berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan
gravitasi. Tonus otot adalah suatu keadaan tegangan otot yang seimbang.

Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan relaksasi yang bergantian melalui kerja
otot. Tonus otot mempertahankan posisi fungsional tubuh dan mendukung kembalinya aliran darah ke
jantung.

Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus otot menjadi berkurang. Skeletal adalah rangka
pendukung tubuh dan terdiri dari empat tipe tulang: panjang, pendek, pipih, dan ireguler (tidak
beraturan). Sistem skeletal berfungsi dalam pergerakan, melindungi organ vital, membantu mengatur
keseimbangan kalsium, berperan dalam pembentukan sel darah merah.

Sendi adalah hubungan di antara tulang, diklasifikasikan menjadi:

a.Sendi sinostotik mengikat tulang dengan tulang mendukung kekuatan dan stabilitas. Tidak ada
pergerakan pada tipe sendi ini. Contoh: sakrum, pada sendi vertebra.

b.Sendi kartilaginous/sinkondrodial, memiliki sedikit pergerakan, tetapi elastis dan menggunakan


kartilago untuk menyatukan permukaannya. Sendi kartilago terdapat pada tulang yang mengalami
penekanan yang konstan, seperti sendi, kostosternal antara sternum dan iga.

c.Sendi fribrosa/sindesmodial, adalah sendi di mana kedua permukaan tulang disatukan dengan ligamen
atau membran. Serat atau ligamennya fleksibel dan dapat diregangkan, dapat bergerak dengan jumlah
yang terbatas. Contoh: sepasang tulang pada kaki bawah (tibia dan fibula) .

d. Sendi sinovial atau sendi yang sebenarnya adalah sendi yang dapat digerakkan secara bebas dimana
permukaan tulang yang berdekatan dilapisi oleh kartilago artikular dan dihubungkan oleh ligamen oleh
membran sinovial. Contoh: sendi putar seperti sendi pangkal paha (hip) dan sendi engsel seperti sendi
interfalang pada jari.

e.Ligamen adalah ikatan jaringan fibrosa yang berwarna putih, mengkilat, fleksibel mengikat sendi
menjadi satu sama lain dan menghubungkan tulang dan kartilago. Ligamen itu elastis dan membantu
fleksibilitas sendi dan memiliki fungsi protektif. Misalnya, ligamen antara vertebra, ligamen non elastis,
dan ligamentum flavum mencegah kerusakan spinal kord (tulang belakang) saat punggung bergerak.

f.Tendon adalah jaringan ikat fibrosa berwarna putih, mengkilat, yang menghubungkan otot dengan
tulang. Tendon itu kuat, fleksibel, dan tidak elastis, serta mempunyai panjang dan ketebalan yang
bervariasi, misalnya tendon akhiles/kalkaneus.

g.Kartilago adalah jaringan penghubung pendukung yang tidak mempunyai vaskuler, terutama berada
disendi dan toraks, trakhea, laring, hidung, dan telinga. Bayi mempunyai sejumlah besar kartilago
temporer. Kartilago permanen tidak mengalami osifikasi kecuali pada usia lanjut dan penyakit, seperti
osteoarthritis.

h.Sistem saraf mengatur pergerakan dan postur tubuh. Area motorik volunteer utama, berada di
konteks serebral, yaitu di girus prasentral atau jalur motorik.

i.Propriosepsi adalah sensasi yang dicapai melalui stimulasi dari bagian tubuh tertentu dan aktifitas otot.
Proprioseptor memonitor aktifitas otot dan posisi tubuh secara berkesinambungan. Misalnya
proprioseptor pada telapak kaki berkontribusi untuk memberi postur yang benar ketika berdiri atau
berjalan. Saat berdiri, ada penekanan pada telapak kaki secara terus menerus. Proprioseptor memonitor
tekanan, melanjutkan informasi ini sampai memutuskan untuk mengubah posisi.
8. Pathway

9.PERUBAHAN SISTEM TUBUH AKIBAT IMOBILITAS

a.Perubahan Metabolisme

Secara umum imobilitas dapat mengganggu metabolisme secara normal, mengingat imobilitas dapat
menyebabkan turunnya kecepatan metabolisme dalam tubuh.

b.Ketidakseimbangan Cairan dan Elektrolit


Terjadinya ketidakseimbangan cairan dan elektrolit sebagai dampak dari imobilitas akan mengakibatkan
persediaan protein menurun dan konsenstrasi protein serum berkurang sehingga dapat mengganggu
kebutuhan cairan tubuh. Berkurangnya perpindahan cairan dari intravaskular ke interstitial dapat
menyebabkan edema, sehingga terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.

c.Gangguan Pengubahan Zat Gizi

Terjadinya gangguan zat gizi yang disebabkan oleh menurunnya pemasukan protein dan kalori dapat
mengakibatkan pengubahan zat-zat makanan pada tingkat sel menurun, dan tidak bisa melaksanakan
aktivitas metabolisme,

d.Gangguan Fungsi Gastrointestinal

Imobilitas dapat menyebabkan gangguan fungsi  gastrointestinal, karena imobilitas dapat menurunkan
hasil makanan yang dicerna dan dapat menyebabkan gangguan proses eliminasi.

e.Perubahan Sistem Pernapasan

Imobilitas menyebabkan terjadinya perubahan sistem pernapasan. Akibat imobilitas, kadar hemoglobin
menurun, ekspansi paru menurun, dan terjadinya lemah otot,

f.Perubahan Kardiovaskular

Perubahan sistem kardiovaskular akibat imobilitas, yaitu berupa hipotensi ortostatik, meningkatnya
kerja jantung, dan terjadinya pembentukan trombus.

g.Perubahan Sistem Muskuloskeletal

1.Gangguan Muskular    : menurunnya massa otot sebagai dampak imobilitas,

dapat menyebabkan turunnya kekuatan otot secara langsung.

2.Gangguan Skeletal      : adanya imobilitas juga dapat menyebabkan gangguan skeletal, misalnya akan
mudah terjadi kontraktur sendi dan osteoporosis.

h.Perubahan Sistem Integumen

Perubahan sistem integumen yang terjadi berupa penurunan elastisitas kulit karena menurunnya
sirkulasi darah akibat imobilitas.

i.Perubahan Eliminasi

Perubahan dalam eliminasi misalnya dalam penurunan jumlah urine.


j.Perubahan Perilaku

Perubahan perilaku sebagai akibat imobilitas, antara lain timbulnya rasa bermusuhan, bingung, cemas,
dan sebagainya.

B.KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

a.Pengkajian Keperawatan

1.Aspek biologis

a.Usia. Faktor usia berpengaruh terhadap kemampuan melakukan aktifitas, terkait dengan kekuatan
muskuloskeletal. Hal yang perlu dikaji diantaranya adalah postur tubuh yang sesuai dengan tahap
pekembangan individu.

b.Riwayat keperawatan. Hal yang perlu dikaji diantaranya adalah riwayat adanya gangguan pada sistem
muskuloskeletal, ketergantungan terhadap orang lain dalam melakukan aktivitas, jenis latihan atau
olahraga yang sering dilakukan klien dan lain-lain.

c.Pemeriksaan fisik, meliputi rentang gerak, kekuatan otot, sikap tubuh, dan dampak imobilisasi
terhadap sistem tubuh.

2.Aspek psikologis

Aspek psikologis yang perlu dikaji di antaranya adalah bagaimana respons psikologis klien terhadap
masalah gangguan aktivitas yang dialaminya, mekanisme koping yang digunakan klien dalam
menghadapi gangguan aktivitas dan lain-lain.

3.Aspek sosial kultural

Pengkajian pada aspek sosial kultural ini dilakukan untuk mengidentifikasi dampak yang terjadi akibat
gangguan aktifitas yang dialami klien terhadap kehidupan sosialnya, misalnya bagaimana pengaruhnya
terhadap pekerjaan, peran diri baik dirumah, kantor maupun sosial dan lain-lain

4.Aspek spiritual

Hal yang perlu dikaji pada aspek ini adalah bagaimana keyakinan dan nilai yang dianut klien dengan
kondisi kesehatan yang dialaminya sekarang, seperti apakah klien menunjukan keputusasaannya?
Bagaimana pelaksanaan ibadah klien dengan keterbatasan kemampuan fisiknya? Dan lain-lain

b. Diagnosa Keperawatan

1. Perfusi Perifer tidan efektif berhubungan dengan penurunan konsentrasi hemoglobin


2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas struktur tulang

3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kurang kontrol tidur

c. Perencana

Rencana keperawatan adalah tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk menngulangi
masalah keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan.

1. Perfusi Perifer tidak efektif Setelah di lakukan intervensi Intervensi utama :


selama 3X24 jam terdapat perawatan sirkulasi
kreteria hasil menurun
(membaik):

Luar utama : perfusi Perifer Intervensi pendukung:

1. Denyut nadi Perifer Dukungan kepatuhan


meningkat program pengobatan

2. Warna kulit pucat menurun Edukasi latihan fisik

3.kelemahan otot menurun

4. Pengisian kapiler cukup


membaik

5. Akral cukup membaik

6. Tugor kulit cukup membaik

2. Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan intervensi Intervensi utama:


selama 3x24 jam terdapat
kriteria hasil membaik: Dukungan Ambulasi

Luaran utama: mobilitas fisik

1. Pergerakan ekstremitas Intervensi pendukung:


meningkat
Dukungan diri BAB/BAK
2. Kekuatan otot meningkatkan
Dukungan perawatan diri
3. Rentang gerak (ROM) makan/minum
meningkat

4..kaku sendi menurun

5. Kelemahan fisik menurun

3. Ganggu pola tidur Setelah dilakukan intervensi Intervensi utama:


selama 3x24 jam terdapat
kriteria hasil membaik:
Dukungan tidur
Luaran utama:pola tidur
Intervensi pendukung:
1.keluhan sulit tidur menurun
Dukungan meditasi
2.keluhan sering terjaga
menurun Fototerapi gangguan
mood/tidur
3. Keluhan tidak puas tidur

4. Keluhan pola tidur berubah

5. Keluhan istirahat tidak cukup

6. Kemampuan beraktivitas
meningkat

Referensi

Potter & Perry. 2005. Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC.

Mubarak, Wahit Iqbal dan Nurul Chayatin. 2007. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia: Teori dan Aplikasi
dalam   Praktik. Jakarta : EGC.

Tarwoto dan Wartona. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta : Salemba
Medika.

PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi

dan Indikator Diagnostik ((cetakan III) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi

dan Tindakan Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Definisi dan

Kreteria Hasil Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai