Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN DASAR PROFESI

ASUHAN KEPERAWATAN DASAR PROFESI GANGGUAN


MOBILITAS PADA Ny. M DIRUANG WIJAYA KUSUMA RS. BAPTIS
KEDIRI

OLEH :
KADEK AYU ISTANANDA
NIM : 01.3.21.00493

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN RS. BAPTIS KEDIRI


PRODI PENDIDIKAN PROFESI NERS PROGRAM PROFESI
TAHUN AKADEMIK 2021/2022
STIKES RS BAPTIS KEDIRI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN
PROFESI NERS

LEMBAR PENGESAHAN

NAMA : KADEK AYU ISTANANDA


NIM : 01.3.20.00493
JUDUL : ASUHAN KEPERAWATAN DASAR PROFESI
GANGUAN MOBILITAS PADA Ny. M DIRUANG
WIJAYA KUSUMA RS. BAPTIS KEDIRI

Kediri, 4 November 2021


Dosen Pembimbing

Putu Indraswari A, S.Kep., Ns., M.Kep

BAB 1
LAPORAN PENDAHULUAN
2.1 Tinjauan Teori
2.1.1 Pengertian
Mobilisasi ditujukan pada kemampuan klien bergerak dengan bebas dan
imobilisasi ditujukan pada ketidakmampuan bergerak dengan bebas .
(Alimul H., 2010)
Gangguan mobilitas fisik merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia
yang harus ditangani. Jika gangguan mobilitas fisik tidak ditangani akan
menimbulkan masalah seperti gangguan untuk melakukan pemenuhan ADL
secara mandiri (Carpenito, 2006).
Hambatan mobilitas fisik yaitu suatu suatu keterbatasan pada
pergerakan fisik tubuh baik satu ataupun lebih pada ekstremitas secara
mandiri dan terarah, seperti kelemahan otot dan kerusakan fungsi
ekstremitas yang disebabkan oleh suatu penyakit, dan faktor yang
berhubungan dengan hambatan mobilitas yaitu gangguan neuromuskuler
(Miller, 2010).
2.1.2 Etiologi
Berikut merupakan beberapa aktor yang memengaruhi mobilisasi:
1. Gaya Hidup
Perubahan gaya hidup dapat memengaruhi kemampuan mobilitas
seseorang karena gaya hidup berdampak pada perilaku atau
kebiasaan sehari-hari.
2. Ketidakmampuan
Kelemahan fisik dan mental fisik akan menghalangi seseorang
untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari. Ketidakmampuan itu
ada dua macam yaitu ketidakmampuan primer, yang disebabkan
oleh penyakit atau trauma. Sedangkan ketidakmampuan sekunder
terjadi akibat dampak dari ketidakmampuan primer.
3. Tingkat Energi
Energi adalah sumber untuk melakukan mobilitas. agar
sseseorang dapat melakukan mobilitas dengan baik, dibutuhkan
energi yang cukup.
4. Usia
Usia berpengaruh terhadap kemampuan seseorang dalam
melakukan mobilitas. pada individu lansia, kemampuan untuk
melakukan aktivitas dan mobilisasi menurun sejalan dengan
penuaan.
2.1.3 Fisiologi
Pergerakan merupakan rangkaian yang terintegrasi antara sistem
muskuloskeletal dan sistem persarafan.Ada tiga faktor penting proses
terjadinya pergerakan atau kontraksi yaitu adanya stimulasi dari otot
motorik,transmisi neuromuskulor dan eksitasi kontraksi coupling
(Mubarak, 2010).
1. Stimulasi saraf motorik
Kontraksi otot dimulai karena adanya stimulasi dari saraf motorik
yang dikontrol oleh korteks serebri, cerebellum,batang otak, dan basal
ganglia.Upper motor Neuron merupakan saraf yang berjalan dari otak
ke sinaps pada bagian anterior horn medula spinalis,sedangkan Lower
Motor Neuron merupakan saraf – saraf yang keluar dari medula spinalis
menuju ke otot rangka. Signal listrik dan potensial aksi terjadi
sepanjang mealin sepanjang akson saraf motorik yang berjalan secara
Saltatory Conduction. Impuls listrik berjalan dari saraf motorik ke sel
otot melalui sinaps dengan bantuan neutransmitter asetilkolin.
2. Tranmisi Neuromuskular
Asetilkolin dihasikan dari vesikel pada akson terminal.Adanya
depolarisasi dan pontesial aksi pada akson terminal merangsang ion
kalsium dari cairan ektraseluler kemudian terjadi perpindahan ke
membran akson terminal.Bersaman dengan itu,molekul asetilkolin
masuk ke celah sinaps yang selanjutnya akan ditangkap oleh reseptor
maka terjadilah pontesial aksi pada sel otot dan terjadilah
kontraksi.Setelah asetilkolin terpakai selanjutnya dipecah atau
dihidrolisis oleh enzim asetilkolinesterase menjadi kolin yang kemudian
ditranspor kembali ke akson untuk bahan pembetukan asetilkolin.
3. Eksitasi-Kontraksi Couplin
Merupakan mekanisme molekular peristiwa kontraksi.Adanya implus
di neuron motorik menimbulkan ujung akson melepaskan asetikolin
dan menimbulkan potensial aksi di serat otot. Potensial aksi menyebar
keseluruh serat otot sampai ke sistem T. Keadaan ini mempengaruhi
retikulum sarkoplasma melepaskan ion kalsium yang kemudian diikat
oleh troponin C,sehingga ikatan troponin 1 dengan aktin
terlepas.Lepasnya ikatan troponin 1 dengan aktin menimbulkan
tropomiosin bergeser dan terbukalah celah atau biding site aktin
sehingga terjadi ikatan antara aktin dan miosin serta kontraksi otot
terjadi.
2.1.4 Klasifikasi
Beberapa macam keadaan imobilitas :
1) Imobilitas fisik : kondisi ketika seseorang mengalami keterbatasan
fisik yang disebabkan oleh faktor lingkungan maupun kondisi orang
tersebut.
2) Imobilitas intelektual : kondisi ini dapat disebabkan oleh kurangnya
pengetahuan untuk dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
3) Imobilitas emosional : kondisi ini bisa terjadi akibat proses
pembedahan atau kehilangan seseorang yang dicintai
Imobilitas sosial : kondisi ini bisa menyebabkan perubahan interaksi
sosial yang sering terjadi akibat penyakit.
2.1.5 Manifestasi Klinis
1. Tidak mampu bergerak atau beraktifitas sesuai kebutuhan.
2. Pemenuhan ADL (Activity Daily Life) dibantu oleh orang lain .
3. Elastisitas kulit menurun .
4. Keterbatasan menggerakan sendi.
5. Menurunnya massa otot.
6. Kelemahan otot .

2.1.6 Jenis Mobilisasi


1. Mobilisasi Aktif adalah semua pergerakan dilakukan sendiri tanpa
bantuan perawat atau keluarga. Jenis mobilisasi aktif:
a. Mobilisasi Penuh, merupakan kemampuan seseorang untuk
bergerak secara penuh dan bebas sehingga dapat melakukan
interaksi sosial dan menjalankan peran seharihari. Mobilisasi
penuh ini merupakan fungsi saraf motorik volunter dan sensorik
untuk dapat mengontrol seluruh area tubuh seseorang.
b. Mobilisasi Sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk
bergerak dengan batasan jalan dan tidak mampu bergerak secara
bebas karena dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan
sensorik pada tubuhnya. Hal ini dapat dijumpai pada kasus cidera
atau patah tulang dengan kemasan traksi. Pasien paraplegi
mengalami mobilisasi sebagian pada ekstremitas bawah karena
kehilangan kontrol motorik dan sensorik. Mobilisasi sebagian ini
dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
1) Mobilisasi Sebagian Temporer, merupakan kemampuan
individu untuk bergerak dengan batasan yang bersifat
sementara. Dapat disebabkan oleh trauma reversible pada
sistem muskoluskeletal, contohnya adalah adanya dislokasi
sendi dan tulang.
2) Mobilisasi Sebagian Permanen, merupakan kemampuan
individu untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya menetap.
Hal tersebut disebabkan oleh rusaknya sistem saraf irevelsibe,
contohnya terjadinya hemiplegia karena stroke, paraplegi
karena cidera tulang belakang, poliomyelitis karena
terganggunya sistem saraf motorik dan sensorik.
2. Mobilisasi Pasif adalah latihan yang dilakukan kepada pasien yang
mengalami kelemahan tulang dan sendi sehingga membutuhkan
bantuan perawat atau keluarga. Jenis mobilisasi pasif:
a. ROM Aktif merupakan latihan gerak isotonis (terjadi kontraksi &
pergerakan otot) yang dilakukan pasien dengan menggerakkan
masing- masing persendiannya sesuai dengan rentang gerak
normal. Tujuan:
1) Mempertahankan/meningkatkan kekuatan & kelenturan otot
2) Mempertahankan fungsi kardiorespirator
3) Mencegah kontaktur & kekakuan pada persendian
b. ROM Pasif merupakan latihan pergerakan perawat atau petugas
lain yang menggerakkan persendian pasien sesuai dengan
kemampuan rentang geraknya.
Tujuan:
1) Menjaga fleksibilitas dari masing-masing persendian
2) Sesuai dengan tujuan yang sudah ditentukan: ROM aktif dan
pasif
2.1.7 ROM
1. Pengertian ROM
ROM adalah gerakan yang dalam keadaan normal dapat dilakukan oleh
sendi yang bersangkutan
2. Tujuan ROM
a. Mempertahankan atau memelihara kekuatan otot
b. Memelihara mobilitas persendian
c. Merangsang sirkulasi darah
d. Mencegah kelainan bentuk
3. Prinsip Dasar Latihan ROM
a. ROM diulang sekitar 8kali dan dikerjakan minimal 2x sehari
b. ROM dilakukan perlahan dan hati-hati sehingga tidak melelahkan
pasien
c. Bagian tubuh yang dapat dilakukan latihan ROM adalah leher, jari,
lengan, siku, bahu, tumit, kaki, dan pergelangan kaki
4. Indikasi dan Kontra Indikasi Latih ROM :
a. Indikasi Latihan ROM :
1) Stroke atau penurunan tingkat kesadaran
2) kelemahan otot
3) klien dengan tirah baring lama
b. Kontraindikasi :
1) Trombus/emboli
2) Peradangan
3) kelainan sendi
4) tulang
5) nyeri berat
6) sendi kaku atau tidak dapat bergerak
5. Klasifikasi ROM
a. Latihan ROM pasif : latihan ROM yang dilakukan pasien
dengan bantuan orang lain setiap gerakannya.
Indikasi latihan pasif :
1) Pasien semikoma
2) Tidak sadar
3) Pasien usia lanjut dengan mobilitas terbatas
4) Pasien tirah baring total
b. Latihan ROM aktif : latihan ROM yang dilakukan sendiri oleh
pasien tanpa bantuan orang lain.
Indikasi latihan aktif :
1) Semua pasien yang mampu melakukan ROM sendiri.
6. Prinsip dasar latihan ROM ( Range of Motion ) :
1. ROM diulang 8 kali gerakan dan latihan setiap 2 kali sehari.
2. Dilakukan perlahan dan hati-hati sehingga pasien tidak kelelahan.
3. Perhatikan umur pasien, diagnosa, tanda-tanda vital dan lamanya tirah
baring.
4. ROM dapat dilakukan pada leher, jari, lengan, siku, bahu, tumit, kaki,
danpergelangan kaki
5. ROM dapat di lakukan pada semua persendian atau hanya pada
bagian-bagian yang di curigai mengalami proses penyakit.
6. Melakukan ROM harus sesuai waktunya. Misalnya setelah mandi atau
perawatan rutin telah di lakukan.
7. Mulailah latih ROM dari ekstremitas yang sehat
8. Terapi latihan gerak yang diberikan adalah gerak fungsional (meraih,
memegang)

7. Gerakan pada ROM


a. Fleksi : gerakan menekuk persendian
b. Ekstensi : gerakan meluruskan persendian
c. Abduksi : gerakan satu anggota tubuh ke arah mendekati aksis tubuh
d. Adduksi : gerakan satu anggota tubuh ke arah menjauhi aksis tubuh
e. Rotasi : gerakan memutar atau menggerakkan satu bagian
melingkari aksis tubuh
f. Pronasi : gerakan memutar ke bawah
g. Supinasi : gerakan memutar ke atas
h. Inversi : gerakan ke dalam
i. Eversi : gerakan ke luar

2.1.8 Pengukuran Kekuatan Otot dengan Manual Muscle Testing (MMT)


Manual Muscle Testing (MMT) merupakan salah satu bentuk
pemeriksaan kekuatan otot yang paling sering digunakan. Hal tersebut
karena penatalaksanaan, intepretasi hasil serta validitas dan reliabilitasnya
telah teruji. Namun demikian tetap saja, manual muscle testing tidak mampu
untuk mengukur otot secara individual melainkan group / kelompok otot.
(Tamsuri,2010)
Menurut American Spinal Injury Association (ASIA) pembagian
pemeriksaan pada ekstermitas atas ada 4 yaitu bahu, siku, pergelangan
tangan dan jari tangan lalu untuk gerakkannya terdapat elbow flexors, wrist
extensors, elbow extensors, finger flexor dan finger extensor, sedangkan
untuk ekstermitas bawah terdapat 4 yaitu panggul, lutut, pergelangan kaki,
jari kaki dengan menggunakan 5 gerakan yaitu hip flexor, knee exstensor,
ankle dorsiflexor, long toe extensor dan ankle plantar flexor.
Skala ukur penilaian kekuatan otot dengan menggunakan Manual
Muscle Testing (MMT) yang umumnya dipai untuk memeriksa penderita
yang mengalami kelemahan atau kelumpuhan selain mendiagnosa status
kelemahan atau kelumpuhan juga dipakai untuk melihat apakah ada
kemajuan yang diperoleh selama menjalani perawatan atau sebaliknya
apakah terjadi perburukan pada penderita.
Kriteria penilaian kekuatan otot tersebut meliputi :
Tabel 2.1 Penilaian Kekuatan Otot
Nilai Penilaian Kekuatan Otot
0 Paralisis total atau tidak ditemukan adanya kontraksi pada otot
pada saat palpasi atau inspeksi visual
1 Kontraksi otot yang terjadi hanya berupa perubahan dari tonus
otot, dapat diketahui dengan palpasi dan tidak dapat
menggerakkan sendi
2 Otot hanya mampu menggerakkan persendian tetapi
kekuatannya tidak dapat melawan pengaruh gravitasi
3 Dapat menggerakkan sendi, otot juga dapat melawan pengaruh
gravitasi tetapi tidak kuat terhadap tahanan yang diberikan
pemeriksaan
4 Kekuatan otot seperti pada derajat 3 disertai dengan
kemampuan otot terhadap tahanan yang ringan
5 Kekuatan otot normal

2.2 Tinjauan Asuhan Keperawatan


2.2.1 Pengkajian
1. Anamnesa
1) Keluhan nyeri pada gerakan
2) Penyebab gangguan gerakan
3) Efek dari gangguan pergerakan
4) Tanda dan gejala
5) Aktivitas yang membuat lelah
6) Pola aktivitas sehari-hari
7) Jenis, frekuensi, dan lamanya latihan fisik
2. Pemeriksaan fisik
1) Tingkat kesadaran.
2) Postur atau bentuk tubuh :
a. Skoliosis.
b. Kifosis.
c. Lordosis.
d. Cara berjalan.
3) Ekstremitas :
a. Kelemahan.
b. Gangguan sensorik.
c. Tonus otot.
d. Atrofi.
e. Tremor.
f. Gerakan tak terkendali.
g. Kekuatan otot.
kekuatan otot dapat ditentukan kekuatan secara bilateral atau
tidak.
Derajat kekuatan otot dapat ditentukan dengan :
5 : dapat bergerak bebas dengan melawan gravitasi dan tahanan
maksimal.
4 : dapat bergerak bebas dengan melawan gravitasi dan tahanan
minimal.
3 : dapat bergerak bebas dengan melawan gravitasi dan full
ROM.
2 : gerakan yang meminimalkan gaya gravitasi.
1 : otot ada kontraksi, ada kontraksi satu atau lebih dari satu
otot.
0 : otot tidak ada kontraksi.
h. Kemampuan jalan.
i. Kemampuan duduk.
j. Kemampuan berdiri.
k. Nyeri sendi.
l. Kekakuan sendi.
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
1) Diagnosa Keperawatan yang muncul :
a. Hambatan Mobilitas Fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuskular
b. Defisit Perawatan Diri berhubungan dengan kelemahan
2) SDKI
a. Hambatan Mobilitas Fisik berhubungan dengan gangguan
neuromuskular
Gangguan mobilitas fisik D.0054
Kategori: fisiologis
Subkategori: aktivitas/istirahat
Definisi
Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu lebih ekstremitas secara mandiri
Penyebab
1. Kerusakan integritas struktur tulang
2. Perubahan metabolisme
3. Ketidakbugaran fisik
4. Penurunan kendali otot
5. Penurunan massa otot
6. Penurunan kekuatan otot
7. Keterlambatan perkembangan
8. Kekakuan sendi
9. Kontraktur
10. Malnutrisi
11. Gangguan musculoskeletal
12. Gangguan neuromuscular
13. Indeks masa tubuh diatas persentil ke-75 sesuai usia
14. Efek agen farmakologis
15. Program pembatasan gerak
16. Nyeri
17. Kurang terpapar informasi tentang aktivitas fisik
18. Kecemasan
19. Gangguan kognitif
20. Keengganan melakukan pergerakan
21. Gangguan sensori presepsi
Tanda dan gejala mayor
Subjektif Objektif
1. Mengeluh sulit menggerakan 1. Kekuatan otot menurun
ekstermitas 2. Rentang gerak (ROM) menurun
Tanda dan gejala minor
Subjektif Objektif
1. Nyeri saat bergerak 1. Sendi kaku
2. Enggan melakukan pergerakan 2. Gerakan tidak terkoordinasi
3. Merasa cemas saat bergerak 3. Gerakan terbatas
4. Fisik lemah

SLKI
Hambatan Mobilitas Fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular
Mobilitas fisik L.05042
Definisi
Kemampuan dalam pergerakan fisik dari satu atau lebih ekstermitas secara mandiri
Ekspektasi Meningkat
Kriteria hasil
Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat
Menurun Meningkat
Pergerakan 1 2 3 4 5
ekstermitas
Kekuatan otot 1 2 3 4 5
Rentang gerak (ROM) 1 2 3 4 5
Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun
Meningkat Menurun
Nyeri 1 2 3 4 5
Kecemasan 1 2 3 4 5
Kaku sendi 1 2 3 4 5
Gerakan tidak 1 2 3 4 5
terkoordinasi
Gerakan terbatas 1 2 3 4 5
Kelemahan fisik 1 2 3 4 5

SLKI

Toleransi aktivitas L.05047


Definisi
Respon fisiologis terhadap aktivitas yang membutuhkan tenaga
Ekspektasi Meningkat
Kriteria hasil
Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat
Menurun Meningkat
Frekuensi nadi 1 2 3 4 5
Saturasi oksigen 1 2 3 4 5
Kemudahan dalam 1 2 3 4 5
melakukan aktivitas
sehari-hari
Kecepatan berjalan 1 2 3 4 5
Jarak berjalan 1 2 3 4 5
Kekuatan tubuh 1 2 3 4 5
bagian atas
Kekuatan tubuh 1 2 3 4 5
bagian bawah
Toleransi dalam 1 2 3 4 5
menaiki tangga
Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun
Meningkat Menurun
Keluhan lelah 1 2 3 4 5
Dispnea saat 1 2 3 4 5
aktivitas
Dispnea setelah 1 2 3 4 5
aktivitas
Perasaan lemah 1 2 3 4 5
Aritmia saat aktivitas 1 2 3 4 5
Aritmia setelah 1 2 3 4 5
aktivitas
Sianosis
Meningkat Cukup Sedang Cukup Membaik
Memburu Meningkat
k
Warna kulit 1 2 3 4 5
Tekanan darah 1 2 3 4 5
Frekuensi nafas 1 2 3 4 5
EKG Iskemia 1 2 3 4 5

Intervensi Keperawatan
SIKI
Hambatan Mobilitas Fisik berhubungan dengan gangguan neuromuskular
Dukungan Ambulasi I.06171
Definisi
Memfasilitasi pasien untuk meningkatkan aktivitas berpindah
Tindakan
Observasi
- Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
- Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi
- Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai ambulasi
- Monitor kondisi umum selama melakukan ambulasi
Terapeutik
- Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu (mis. Tongkat, kruk)
- Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik, jika perlu
- Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan ambulasi
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
- Anjurkan melakukan ambulasi dini
- Ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan (mis. Berjalan dari tempat tidur
ke kursi roda, berjalan dari tempat tidur ke kamar mandi, berjalan sesuai toleransi)

Dukungan mobilisasi I.05173


Definisi
Memfasilitasi pasien untuk meningkatakan aktivitas pergerakan fisik
Tindakan
Observasi
- Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
- Identifikasi tolerasi fisik melakukan pergerakan
- Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai mobilisasi
- Memonitor kondidi umum selama melakukan mobilisasi
Terapeutik
- Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu (mis. Pagar tempat tidur)
- Fasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu
- Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan pergerakan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur mobiliasasi
- Anjurkan melakukan mobilisasi dini
- Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan (mis, duduk ditempat tidur,
duduk disisi tempat tidur, pindah dari tempat tidur kekursi)
SDKI
b. Defisit Perawatan Diri berhubungan dengan kelemahan
Defisit perawatan diri D.0109
Kategori: perilaku
Subkategori: kebersihan diri
Definisi
Tidak mampu melakukan atau menyelesaikan aktivitas perawatan diri.
Penyebab
1. Gangguan muskuloskeletal
2. Gangguan neuromuskular
3. Kelemahan
4. Gangguan psikologis dan/atau psikotik
5. Penurunan motivasi/minat
Tanda dan gejala mayor
Subjektif Objektif
1. Menolak melakukan 1. Tidak mampu
perawatan diri mandi/mengenakan
pakaian/makan/ke toilet/berhias
secara mandiri
2. Minat melakukan
perawatan diri kurang
Tanda dan gejala minor
Subjektif Objektif
(tidak tersedia) (tidak tersedia)
Kondisi Klinis Terkait
1. Stroke
2. Cedera medula spinalis
3. Depresi
4. Arthritis reumatoid
5. Retardasi mental
6. Delirium
7. Demensia
8. Gangguan amnestik
9. Skizofrenia dan gangguan psikotik lain
10. Fungsi penilaian terganggu
Keterangan
Diagnosis ini dispesifikasikan menjadi salah satu atau lebih dari:
1. Mandi
2. Berpakaian
3. Makan
4. Toileting
5. Berhias

SLKI
Defisit Perawatan Diri berhubungan dengan kelemahan
Perawatan diri L.11103
Definisi
Kemampuan melakukan atau menyelesaikan aktivitas perawatan diri
Ekspektasi Meningkat
Kriteria hasil
Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat
Menurun Meningkat
Kemampuan mandi 1 2 3 4 5
Kemampuan 1 2 3 4 5
mengenakan
pakaian
Kemampuan makan 1 2 3 4 5
Kemampuan ke 1 2 3 4 5
toilet (BAB/BAK)
Verbalisasi 1 2 3 4 5
keinginan
melakukan
perawatan diri
Minat melakukan 1 2 3 4 5
perawatan diri
Mempertahankan 1 2 3 4 5
kebersihan diri
Mempertahankan 1 2 3 4 5
kebersihan mulut

SIKI
Defisit Perawatan Diri berhubungan dengan kelemahan
Dukungan perawatan diri : mandi I.11352
Definisi
Memfasilitasi pemenuhan kebutuhan kebersihan diri.
Tindakan
Observasi
- Identifikasi usia dan budaya dalam membantu kebersihan diri
- Identifikasi jenis bantuan yang dibutuhkan
- Monitor kebersihan tubuh (mis. Rambut,mulut, kulit, kuku)
- Monitor integritas kulit
Terapeutik
- Sediakan peralatan mandi (mis, sabun, sikat gigi, shampoo, pelembap kulit)
- Sediakan lingkungan yang aman dan nyaman
- Fasilitasi menggosok gigi, sesuai kebutuhan
- Fasilitasi mandi, sesuai kebutuhan
- Pertahankan kebiasaan kebersihan diri
- Berikan bantuan sesuai tinkat kemndirian
Edukasi
- Jelaskan manfaat mandi dan dampak tidak mandi terhadap kesehatan
- Ajarkan kepada keluarga cara memandikan pasien, jika perlu

2.2.3 Evaluasi Keperawatan


1. Dapat memperlihatkan tindakan yang meningkatkan mobilitas
2. Dapat meceritakan peningkatan kekuatan dan tahanan pada ekstremitas
3. Dapat melakukan aktifitas atau mobilisasi mandiri secara bertahap
4. Dapat menggerakan ekstremitas yang lemas dengan bantuan minimal
meskipun dikit demi sedikit
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Moyet. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 10. Jakarta :
EGC.
Hidayat. A. Aziz Alimul. 2010. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia
Aplikasi Konsep dan Proses Keperawatan Buku 2. Jakarta : Salemba Medika.
Moorhead, Sue dkk.2016. Nursing Outcomes Classification (NOC), Ed. 5.
Yogyakarta : CV.Mocomedia
Potter. (2010). Fundamental Keperawatan Konsep, Proses dan Praktik.
Jakarta: EGC. Hlm 1502-1533.
Tamsuri, A. (2010). Konsep dan penatalaksanaan nyeri. Jakarta : EGC. Hlm
1-63

Anda mungkin juga menyukai