LANDASAN PENDAHULUAN
1.1.1.2 Etiologi
Berikut merupakan beberapa aktor yang memengaruhi mobilisasi (Hidayat,
2014):
1. Gaya Hidup
Perubahan gaya hidup dapat memengaruhi kemampuan mobilitas
seseorang karena gaya hidup berdampak pada perilaku atau kebiasaan
sehari-hari.
2. Ketidakmampuan
Kelemahan fisik dan mental fisik akan menghalangi seseorang untuk
melakukan aktivitas hidup sehari-hari. Ketidakmampuan itu ada dua
macam yaitu ketidakmampuan primer, yang disebabkan oleh penyakit atau
trauma. Sedangkan ketidakmampuan sekunder terjadi akibat dampak dari
ketidakmampuan primer.
1
3. Tingkat Energi
Energi adalah sumber untuk melakukan mobilitas. agar sseseorang dapat
melakukan mobilitas dengan baik, dibutuhkan energi yang cukup.
4. Usia
Usia berpengaruh terhadap kemampuan seseorang dalam melakukan
mobilitas. pada individu lansia, kemampuan untuk melakukan aktivitas
dan mobilisasi menurun sejalan dengan penuaan.
1.1.1.3 Fisiologi
Pergerakan merupakan rangkaian yang terintegrasi antara sistem
muskuloskeletal dan sistem persarafan.Ada tiga faktor penting proses terjadinya
pergerakan atau kontraksi yaitu adanya stimulasi dari otot motorik,transmisi
neuromuskulor dan eksitasi kontraksi coupling (Hidayat, 2014).
1. Stimulasi saraf motorik
Kontraksi otot dimulai karena adanya stimulasi dari saraf motorik yang
dikontrol oleh korteks serebri, cerebellum,batang otak, dan basal
ganglia.Upper motor Neuron merupakan saraf yang berjalan dari otak ke
sinaps pada bagian anterior horn medula spinalis,sedangkan Lower Motor
Neuron merupakan saraf – saraf yang keluar dari medula spinalis menuju
ke otot rangka. Signal listrik dan potensial aksi terjadi sepanjang mealin
sepanjang akson saraf motorik yang berjalan secara Saltatory Conduction.
Impuls listrik berjalan dari saraf motorik ke sel otot melalui sinaps dengan
bantuan neutransmitter asetilkolin.
2. Transmisi Neuromuskular
Asetilkolin dihasikan dari vesikel pada akson terminal.Adanya depolarisasi
dan pontesial aksi pada akson terminal merangsang ion kalsium dari cairan
ektraseluler kemudian terjadi perpindahan ke membran akson terminal.
Bersaman dengan itu,molekul asetilkolin masuk ke celah sinaps yang
selanjutnya akan ditangkap oleh reseptor maka terjadilah pontesial aksi
pada sel otot dan terjadilah kontraksi.Setelah asetilkolin terpakai
selanjutnya dipecah atau dihidrolisis oleh enzim asetilkolinesterase menjadi
kolin yang kemudian ditranspor kembali ke akson untuk bahan pembetukan
asetilkolin.
3. Eksitasi-Kontraksi Couplin
Merupakan mekanisme molekular peristiwa kontraksi.Adanya implus di
neuron motorik menimbulkan ujung akson melepaskan asetikolin dan
2
menimbulkan potensial aksi di serat otot. Potensial aksi menyebar
keseluruh serat otot sampai ke sistem T. Keadaan ini mempengaruhi
retikulum sarkoplasma melepaskan ion kalsium yang kemudian diikat oleh
troponin C,sehingga ikatan troponin 1 dengan aktin terlepas.Lepasnya
ikatan troponin 1 dengan aktin menimbulkan tropomiosin bergeser dan
terbukalah celah atau biding site aktin sehingga terjadi ikatan antara aktin
dan miosin serta kontraksi otot terjadi.
Kapasitas fungsional, potensial maksimal fisiologi dan keadaan potensial
untuk memahami dampak negatif imobilisasi :
1. Kapasitas fungsional adalah angka metabolisme maksimal yang dicapai
seseorang pada saat mengerahkan tugasnya.
2. Potensial maksimal fisiologis adalah angka metabolisme maksimal pada
individu yang sama yang mampu dicapai sesudah melakukan latihan fisik
yang terencana.
3. Cadangan potensial adalah perbedaan kapasitas fungsi dan potensial
maksimal fisiologis.
1.1.1.4 Klasifikasi
Beberapa macam keadaan imobilitas (Hidayat, 2014):
1) Imobilitas fisik : kondisi ketika seseorang mengalami keterbatasan fisik
yang disebabkan oleh faktor lingkungan maupun kondisi orang tersebut.
2) Imobilitas intelektual : kondisi ini dapat disebabkan oleh kurangnya
pengetahuan untuk dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
3) Imobilitas emosional : kondisi ini bisa terjadi akibat proses pembedahan
atau kehilangan seseorang yang dicintai
4) Imobilitas sosial : kondisi ini bisa menyebabkan perubahan interaksi sosial
yang sering terjadi akibat penyakit.
3
1.1.1.6 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan roentgen menentukan lokasi atau luasnya fraktur atau trama
2. Scan tulang, tomogram, skan CT / MRI : memperlihatkan fraktur juga
dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
3. Alteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler di curigai
4. Hitung darah lengkap : Hipertensi mungkin meningkat (hemokonsentrasi)
atau menurun (pendarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh
pada trauma multiplel) (Carpenito, 2017).
5. Peningkatan jumlah SDP adalah respo stress normal setelah trauma
6. Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinn untuk klirens ginjal
7. Profil koagulasi : Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfuse
multiple atau cidera hati (Doengoes, 2012).
1.1.1.7 Penatalaksanaan
1. Mengobservasi TTV .
2. Mengkaji tingkat kemampuan.
3. Mengajarkan latihan tantang gerak secara perlahan.
4. Mengkoordinasi dengan ahli fisioterapi.
4
1. Epidermis tersusun atas epitelium berlapis dan terdiri atas sejumlah
lapisan sel yang tersusun atas dua lapisan tampak yaitu selapis lapisan
tanduk dan selapis zona germinalis.
1) Lapisan tanduk terletak paling luar dan tersusun atas tiga lapisan sel
yang membentuk epidermis yaitu:
(1) Stratum Korneum: Selnya tipis, datar, seperti sisik dan terus
menerus dilepaskan.
(2) Stratum Lusidum: Selnya mempunyai batas tegas tetapi tidak
ada intinya.
(3) Stratum Granulosum: Selapis sel yang jelas tampak berisi inti
dan juga granulosum.
2) Zona Germinalis terletak dibawa lapisan tanduk dan terdiri atas
dua lapis sel epitel yang berbentuk tegas yaitu:
(1) Sel berduri: Sel dengan fibril halus yang menyambung sel
satu dengan yang lainnya.
(2) Sel basal: Sel ini terus memproduksi sel epidermis baru.
2. Dermis adalah lapisan kulit yang tersusun atas jaringan fibrus dan
jaringan ikat yang elastik. Lapisan kulit yang lebih tebal berisi ikatan
kolagen dan serat elastis menyokong epidermis. Ujung akhir saraf
sensoris, yaitu puting peraba, terletak di dalam dermis.
1. Perubahan sirkulasi
4. Penurunan mobilitas
5
5. Bahan kimia iritatif
9. Kelembapan
1.1.2.7 Komplikasi
Menurut Mulyati (2014) terdapat kompikasi akibat gangguan integritas kulit,
yaitu :
1. Neuropati sensorik yang menyebabkan hilangnya perasaan nyeri dan
6
sensibilitas tekanan.
2. Neuropati otonom yang menyebabkan timbulnya peningkatan
kekeringan akibat penurunan perspirasi.
3. Vaskuler perifer yang menyebabkan sirkulasi buruk yang menghambat
lamanya kesembuhan luka sehingga menyebabkan terjadinya
kompikasi ulkus dekubitus.
8
7. Keganasan
9
1.2.3 Rencana Keperawatan
1. Gangguan Mobilitas Fisik
Mobilitas Fisik (L.05042 )
Definisi : Kemampuan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstremitas secara mandiri.
Ekspetasi : Membaik
Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat
Menurun Meningkat
Pergerakan ekstremitas 1 2 3 4 5
Kekuatan otot 1 2 3 4 5
Rentang gerak (ROM) 1 2 3 4 5
Meningkat Cukup Sedang Cukup Membaik
Meningkat Menurun
Nyeri 1 2 3 4 5
Kecemasan 1 2 3 4 5
Kaku sendi 1 2 3 4 5
Gerakan tidak terkoordinasi 1 2 3 4 5
Gerakan terbatas 1 2 3 4 5
Kelemahan fisik 1 2 3 4 5
10
1.2.4 Implementasi Keperawatan
1. Gangguan Mobilitas Fisik
Dukungan Mobilisasi
(1.05173)
Definisi : Memfasilitasi pasien untuk meningkatkan aktivitas pergerakan fisik
Tindakan :
Observasi :
1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
2. Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
3. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai aktivitas
4. Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi
Terapeutik
1. Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu (mis. Pagar tempat tidur)
2. Fasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu
3. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan pergerakan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
2. Anjurkan melakukan mobilisasi dini
3. Anjurkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan (mis. Duduk di tempat
tidur, duduk di sisi tempat tidur, pindah dari tempat tidur ke kursi
12
DAFTAR PUSTAKA
13