Anda di halaman 1dari 13

BAB I

LANDASAN PENDAHULUAN

1.1 Tinjauan Teori


1.1.1 Gangguan Mobilitas Fisik
1.1.1.1 Definisi Gangguan Mobilitas Fisik
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah,
dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat (Mubarak 2012).
Mobilisasi diperlukan untuk meningkatkan kemandirian diri, meningkatkan
kesehatan, memperlambat proses penyakit, dan untuk aktualisasi diri. Imobilisasi
merupakan suatu kondisi yang relatif. Individu tidak saja kehilangan kemampuan
geraknya secara total, tetapi juga mengalami penurunan aktivitas dari kebiasaan
normalnya. Mobilitas dan mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak
secara bebas, mudah, dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas
guna mempertahankan kesehatannya (Hidayat, 2014).
Mobilisasi ditujukan pada kemampuan klien bergerak dengan bebas dan
imobilisasi ditujukan pada ketidakmampuan bergerak dengan bebas. (Potter and
Perry, 2015)
Gangguan mobilitas fisik adalah suatu keadaan dimana individu mengalami
atau beresiko mengalami keterbatasan gerak fisik, tetapi tidak ada pada keadaan
mobilitas (doengoes, 2012).

1.1.1.2 Etiologi
Berikut merupakan beberapa aktor yang memengaruhi mobilisasi (Hidayat,
2014):
1. Gaya Hidup
Perubahan gaya hidup dapat memengaruhi kemampuan mobilitas
seseorang karena gaya hidup berdampak pada perilaku atau kebiasaan
sehari-hari.
2. Ketidakmampuan
Kelemahan fisik dan mental fisik akan menghalangi seseorang untuk
melakukan aktivitas hidup sehari-hari. Ketidakmampuan itu ada dua
macam yaitu ketidakmampuan primer, yang disebabkan oleh penyakit atau
trauma. Sedangkan ketidakmampuan sekunder terjadi akibat dampak dari
ketidakmampuan primer.

1
3. Tingkat Energi
Energi adalah sumber untuk melakukan mobilitas. agar sseseorang dapat
melakukan mobilitas dengan baik, dibutuhkan energi yang cukup.
4. Usia
Usia berpengaruh terhadap kemampuan seseorang dalam melakukan
mobilitas. pada individu lansia, kemampuan untuk melakukan aktivitas
dan mobilisasi menurun sejalan dengan penuaan.

1.1.1.3 Fisiologi
Pergerakan merupakan rangkaian yang terintegrasi antara sistem
muskuloskeletal dan sistem persarafan.Ada tiga faktor penting proses terjadinya
pergerakan atau kontraksi yaitu adanya stimulasi dari otot motorik,transmisi
neuromuskulor dan eksitasi kontraksi coupling (Hidayat, 2014).
1. Stimulasi saraf motorik
Kontraksi otot dimulai karena adanya stimulasi dari saraf motorik yang
dikontrol oleh korteks serebri, cerebellum,batang otak, dan basal
ganglia.Upper motor Neuron merupakan saraf yang berjalan dari otak ke
sinaps pada bagian anterior horn medula spinalis,sedangkan Lower Motor
Neuron merupakan saraf – saraf yang keluar dari medula spinalis menuju
ke otot rangka. Signal listrik dan potensial aksi terjadi sepanjang mealin
sepanjang akson saraf motorik yang berjalan secara Saltatory Conduction.
Impuls listrik berjalan dari saraf motorik ke sel otot melalui sinaps dengan
bantuan neutransmitter asetilkolin.
2. Transmisi Neuromuskular
Asetilkolin dihasikan dari vesikel pada akson terminal.Adanya depolarisasi
dan pontesial aksi pada akson terminal merangsang ion kalsium dari cairan
ektraseluler kemudian terjadi perpindahan ke membran akson terminal.
Bersaman dengan itu,molekul asetilkolin masuk ke celah sinaps yang
selanjutnya akan ditangkap oleh reseptor maka terjadilah pontesial aksi
pada sel otot dan terjadilah kontraksi.Setelah asetilkolin terpakai
selanjutnya dipecah atau dihidrolisis oleh enzim asetilkolinesterase menjadi
kolin yang kemudian ditranspor kembali ke akson untuk bahan pembetukan
asetilkolin.
3. Eksitasi-Kontraksi Couplin
Merupakan mekanisme molekular peristiwa kontraksi.Adanya implus di
neuron motorik menimbulkan ujung akson melepaskan asetikolin dan
2
menimbulkan potensial aksi di serat otot. Potensial aksi menyebar
keseluruh serat otot sampai ke sistem T. Keadaan ini mempengaruhi
retikulum sarkoplasma melepaskan ion kalsium yang kemudian diikat oleh
troponin C,sehingga ikatan troponin 1 dengan aktin terlepas.Lepasnya
ikatan troponin 1 dengan aktin menimbulkan tropomiosin bergeser dan
terbukalah celah atau biding site aktin sehingga terjadi ikatan antara aktin
dan miosin serta kontraksi otot terjadi.
Kapasitas fungsional, potensial maksimal fisiologi dan keadaan potensial
untuk memahami dampak negatif imobilisasi :
1. Kapasitas fungsional adalah angka metabolisme maksimal yang dicapai
seseorang pada saat mengerahkan tugasnya.
2. Potensial maksimal fisiologis adalah angka metabolisme maksimal pada
individu yang sama yang mampu dicapai sesudah melakukan latihan fisik
yang terencana.
3. Cadangan potensial adalah perbedaan kapasitas fungsi dan potensial
maksimal fisiologis.

1.1.1.4 Klasifikasi
Beberapa macam keadaan imobilitas (Hidayat, 2014):
1) Imobilitas fisik : kondisi ketika seseorang mengalami keterbatasan fisik
yang disebabkan oleh faktor lingkungan maupun kondisi orang tersebut.
2) Imobilitas intelektual : kondisi ini dapat disebabkan oleh kurangnya
pengetahuan untuk dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
3) Imobilitas emosional : kondisi ini bisa terjadi akibat proses pembedahan
atau kehilangan seseorang yang dicintai
4) Imobilitas sosial : kondisi ini bisa menyebabkan perubahan interaksi sosial
yang sering terjadi akibat penyakit.

1.1.1.5 Manifestasi klinis


Manifestasi klinis terkait mobilitas fisik antara lain (Hidayat, 2014):
1) Tidak mampu bergerak atau beraktifitas sesuai kebutuhan
2) Pemenuhan ADL (Activity Daily Life) dibantu oleh orang lain
3) Elastisitas kulit menurun
4) Keterbatasan menggerakan sendi
5) Menurunnya massa otot
6) Kelemahan otot

3
1.1.1.6 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan roentgen menentukan lokasi atau luasnya fraktur atau trama
2. Scan tulang, tomogram, skan CT / MRI : memperlihatkan fraktur juga
dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak
3. Alteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler di curigai
4. Hitung darah lengkap : Hipertensi mungkin meningkat (hemokonsentrasi)
atau menurun (pendarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh
pada trauma multiplel) (Carpenito, 2017).
5. Peningkatan jumlah SDP adalah respo stress normal setelah trauma
6. Kreatinin : Trauma otot meningkatkan beban kreatinn untuk klirens ginjal
7. Profil koagulasi : Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfuse
multiple atau cidera hati (Doengoes, 2012).

1.1.1.7 Penatalaksanaan
1. Mengobservasi TTV .
2. Mengkaji tingkat kemampuan.
3. Mengajarkan latihan tantang gerak secara perlahan.
4. Mengkoordinasi dengan ahli fisioterapi.

1.1.2 Gangguan Integritas Kulit


1.1.2.1 Definisi Gangguan Integritas Kulit
Kerusakan integritas jaringan kulit adalah keadaan dimana seseorang
individu mengalami atau beresiko terhadap kerusakan jaringan epidermis dan
dermis atau jaringan (membran mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, tulang,
kartilago, kapsul sendi dan ligamen) (PPNI, 2016).

1.1.2.2 Anatomi Fisiologi Kulit


Menurut (Evvendy, 2013) kulit menutupi dan melindungi permukaan tubuh
dan bersambung dengan selaput lendir yang melapisi rongga-rongga dan lubang-
lubang masuk. Kulit mempunyai banyak fungsi di dalamnya terdapat ujung saraf
peraba, membantu mengatur suhu tubuh dan mengendalikan hilangnya air dari
tubuh.

Kulit dibagi menjadi dua lapisan yaitu Epidermis dan Dermis.

4
1. Epidermis tersusun atas epitelium berlapis dan terdiri atas sejumlah
lapisan sel yang tersusun atas dua lapisan tampak yaitu selapis lapisan
tanduk dan selapis zona germinalis.

1) Lapisan tanduk terletak paling luar dan tersusun atas tiga lapisan sel
yang membentuk epidermis yaitu:
(1) Stratum Korneum: Selnya tipis, datar, seperti sisik dan terus
menerus dilepaskan.
(2) Stratum Lusidum: Selnya mempunyai batas tegas tetapi tidak
ada intinya.
(3) Stratum Granulosum: Selapis sel yang jelas tampak berisi inti
dan juga granulosum.
2) Zona Germinalis terletak dibawa lapisan tanduk dan terdiri atas
dua lapis sel epitel yang berbentuk tegas yaitu:
(1) Sel berduri: Sel dengan fibril halus yang menyambung sel
satu dengan yang lainnya.
(2) Sel basal: Sel ini terus memproduksi sel epidermis baru.
2. Dermis adalah lapisan kulit yang tersusun atas jaringan fibrus dan
jaringan ikat yang elastik. Lapisan kulit yang lebih tebal berisi ikatan
kolagen dan serat elastis menyokong epidermis. Ujung akhir saraf
sensoris, yaitu puting peraba, terletak di dalam dermis.

1.1.2.3 Tanda dan gejala kerusakan Integritas Kulit:


Menurut (SDKI, 2016) tanda dan gejala untuk diagnosa kerusakan
integritas kulit adalah:

Tanda dan gejala mayor: Subyektif: -


Objektif : kerusakan jaringan dan/atau lapisan kulit.

Tanda dan gejala minor: Subjektif: -


Objektif: - Nyeri, perdarahan, kemerahan, hematoma

1.1.2.4 Penyebab Kerusakan Integritas Kulit


Menurut (SDKI, 2016) penyebab kerusakan integritas kulit adalah:

1. Perubahan sirkulasi

2. Perubahan status nutrisi (kelebihan atau kekurangan)

3. Kekurangan atau kelebihan volume cairan

4. Penurunan mobilitas

5
5. Bahan kimia iritatif

6. Suhu lingkungan yang ekstrim

7. Faktor mekanis (misalnya penekanan pada tonjolan tulang, gesekan) atau


faktor elekris (elektrodiatermi, energi listrik bertegangan tinggi)

8. Efek samping terapi radiasi

9. Kelembapan

10. Proses penuaan

11. Neuropati perifer

12. Perubahan pigmentasi

13. Peruabahan hormonal

14. Kurang terpapar informasi tentang upaya mempertahankan atau


melindungi integritas jaringan.

1.1.2.5 Kondisi Klinis


Kondisi klinis yang memiliki risiko gangguan integritas kulit, antara lain :
1. Imobilisasi
2. Gagal jantung kongestif
3. Gagal ginjal
4. Diabetes Melitus
5. Imunodefisiensi (mis. AIDS)
6. Kateterisasi jantung (Tim Pokja DPP PPNI tahun 2017).

1.1.2.6 Dampak Gangguan Integritas Kulit


Menurut Wijaya (2013), dampak apabila terjadi gangguan integritas kulit
sebagai berikut :
1. Nyeri daerah luka tekan
2. Intoleransi aktivitas
3. Gangguan pola tidur
4. Penyebaran infeksi sehingga memperlambat proses penyembuhan.

1.1.2.7 Komplikasi
Menurut Mulyati (2014) terdapat kompikasi akibat gangguan integritas kulit,
yaitu :
1. Neuropati sensorik yang menyebabkan hilangnya perasaan nyeri dan
6
sensibilitas tekanan.
2. Neuropati otonom yang menyebabkan timbulnya peningkatan
kekeringan akibat penurunan perspirasi.
3. Vaskuler perifer yang menyebabkan sirkulasi buruk yang menghambat
lamanya kesembuhan luka sehingga menyebabkan terjadinya
kompikasi ulkus dekubitus.

1.2 Tinjauan Asuhan Keperawatan


1.2.1 Pengkajian
1.2.1.1 Anamnesa
1) Keluhan nyeri pada gerakan
2) Penyebab gangguan gerakan
3) Efek dari gangguan pergerakan
4) Tanda dan gejala
5) Aktivitas yang membuat lelah
6) Pola aktivitas sehari-hari
7) Jenis, frekuensi, dan lamanya latihan fisik

1.2.1.2 Pemeriksaan fisik


1) Tingkat kesadaran
2) Postur atau bentuk tubuh :
a. Skoliosis
b. Kifosis
c. Lordosis
d. Cara berjalan
3) Ekstremitas :
a. Kelemahan
b. Gangguan sensorik
c. Tonus otot
d. Atrofi
e. Tremor
f. Gerakan tak terkendali
g. Kekuatan otot
h. Kemampuan jalan
i. Kemampuan duduk
j. Kemampuan berdiri
k. Nyeri sendi
7
l. Kekakuan sendi

1.2.2 Diagnosis Keperawatan


1. Gangguan Mobilitas Fisik
Gangguan Mobilitas Fisik (D.0054 )
Definisi : Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstremitas secara mandiri
Penyebab :
1. Kerusakan integritas struktur tulang
2. Perubahan metabolisme
3. Ketidakbugaran fisik
4. Penurunan kendali otot
5. Penurunan massa otot
6. Penurunan kekuatan otot
7. Keterlambatan perkembangan
8. Kekakuan sendi
9. Kontraktur
10. Malnutrisi
11. Gangguan muskuloskeletal
12. Gangguan neuromuskular
13. Indeks masa tubuh diatas persentil ke-75 sesuai usia
14. Efek agen farmakologis
15. Program pembatasan gerak
16. Nyeri
17. Kurang terpapar informasi tentang aktivitas fisik
18. Kecemasan
19. Gangguan kognitif
20. Keengganan melakukan pergerakan
21. Gangguan sensoripersepsi
Gejala dan tanda mayor :
Subjektif :
1. Mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas
Objektif :
1. Kekuatan otot menurun
2. Rentang gerak (ROM) menurun

Gejala dan tanda minor :


Subjektif :
1. Nyeri saat bergerak
2. Enggan melakukan pergerakan
3. Merasa cemas saat bergerak
Objektif :
1. Sendi kaku
2. Gerakan tidak terkoordinasi
3. Gerakan terbatas
4. Fisik lemah
Kondisi Klinis Terkait:
1. Stroke
2. Cedera medula spinalis
3. Trauma
4. Fraktur
5. Osteoarthirtis
6. Ostemalasia

8
7. Keganasan

2. Gangguan Integritas Kulit/Jaringan


Gangguan Integritas Kulit/Jaringan (D.0192)
Definisi : Kerusakan kulit (dermis dan/atau epidermis) atau jaringan (membrane mukosa,
kornea, fasia, otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul sendi dan/atau ligament).
Penyebab :
1. Perubahan sirkulasi
2. Perubahan status nutrisi (kelebihan atau kekurangan)
3. Kekurangan/kelebihan volume cairan
4. Penurunan mobilitas
5. Bahan kimia iritatif
6. Suhu lingkungan yang ekstrem
7. Factor mekanis (mis, penekanan pada tonjolan tulang, gesekan) atau factor elektris
(elektrodiatermi, energy listrik bertegangan tinggi)
8. Efek samping terapi radiasi
9. Kelembapan
10.Proses penuaan
11.Neuropati perifer
12.Perubahan pigmentasi
13.Perubahan hormonal
14.Kurang terpapar informasi tentang upaya mempertahankan/melindungi integritas jaringan
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif Objektif
(tidak tersedia) 1. Kerusakan jaringan dan/atau lapisan kulit
Gejala dan Tanda Minor Objektif
Subjektif 1. Nyeri
(tidak tersedia) 2. Perdarahan
3. Kemerahan
4. Hematoma
Kondisi Klinis Terkait
1. Imobilisasi
2. Gagal jantung kongestif
3. Gagal ginjal
4. Diabetes militus
5. Imunodefisiensi (mis. AIDS)

9
1.2.3 Rencana Keperawatan
1. Gangguan Mobilitas Fisik
Mobilitas Fisik (L.05042 )
Definisi : Kemampuan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstremitas secara mandiri.
Ekspetasi : Membaik
Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat
Menurun Meningkat
Pergerakan ekstremitas 1 2 3 4 5
Kekuatan otot 1 2 3 4 5
Rentang gerak (ROM) 1 2 3 4 5
Meningkat Cukup Sedang Cukup Membaik
Meningkat Menurun
Nyeri 1 2 3 4 5
Kecemasan 1 2 3 4 5
Kaku sendi 1 2 3 4 5
Gerakan tidak terkoordinasi 1 2 3 4 5
Gerakan terbatas 1 2 3 4 5
Kelemahan fisik 1 2 3 4 5

2. Gangguan Integritas Kulit/Jaringan


Integritas Kulit dan Jaringan (L.14125)
Definisi : Keutuhan kulit (dermis dan/atau epidermis) atau jaringan (membrane mukosa, kornea,
fasia, otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul sendi dan/atau ligament)
Ekspetasi : Meningkat
Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat
Menurun Meningkat
Elastisitas 1 2 3 4 5
Hidrasi 1 2 3 4 5
Perfusi jaringan 1 2 3 4 5
Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun
Meningkat menurun
Kerusakan jaringan 1 2 3 4 5
Kerusakan lapisan kulit 1 2 3 4 5
Nyeri 1 2 3 4 5
Perdarahan 1 2 3 4 5
Kemerahan 1 2 3 4 5
Hematoma 1 2 3 4 5
Pigmentasi abnormal 1 2 3 4 5
Jaringan parut 1 2 3 4 5
Nekrosis 1 2 3 4 5
Abrasi kornea 1 2 3 4 5
Memburu Cukup Sedang Cukup membaik
k memburuk membaik
Suhu kulit 1 2 3 4 5
sensasi 1 2 3 4 5
Tekstur 1 2 3 4 5
Pertumbuhan rambut 1 2 3 4 5

10
1.2.4 Implementasi Keperawatan
1. Gangguan Mobilitas Fisik
Dukungan Mobilisasi
(1.05173)
Definisi : Memfasilitasi pasien untuk meningkatkan aktivitas pergerakan fisik
Tindakan :
Observasi :
1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
2. Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
3. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai aktivitas
4. Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi
Terapeutik
1. Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu (mis. Pagar tempat tidur)
2. Fasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu
3. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan pergerakan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
2. Anjurkan melakukan mobilisasi dini
3. Anjurkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan (mis. Duduk di tempat
tidur, duduk di sisi tempat tidur, pindah dari tempat tidur ke kursi

2. Gangguan Integritas Kulit/Jaringan


Perawatan Luka (I.14564)
Definisi : Mengidentifikasi dan meningkatkan penytembuhan luka serta mencegah
terjadinya komplikasi luka.
Tindakan
Observasi :
1. Monitor karakteristik luka
2. Monitor tanda-tanda infeksi
Terapeurik :
1. Lepaskan balutan dan plester secara perlahan
2. Cukur rambut disekitar daerah luka, jika perlu
3. Bersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih nontoksik, sesuai kebutuhan
4. Bersihkan jaringan nekrotik
5. Berikan salep yang sesuai ke kulit atau lesi, jika perlu
6. Pasang balutan sesaui jenis luka
7. Pertahankan teknik tril steril saat melakukan perawatan luka
8. Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan drainase
9. Jadwalkan perubahan posisi setiap 2 jam atau sesuai kondisi pasien
10. Berikan diet dengan kalori 30-35 Kkaal/Kg BB/ atau hari dan protein 1,25-1,5
gram/KG BB atau hari
11. Berikan suplemen vitamin dan mineral (mis. Vit. A, C, Zinc, asam amino),
sesuai indikasi
12. Berikan terapi teens (stimulasi saraf transkutaneosis), jika perlu
Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2. Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi kalori dan protein
3. Ajarkan prosedur perawatan luka secara mandiri
Kolaborasi
1. Kolaborasi prosedur debridement (mis. Enzimatik, biologis, mekanis, autolitik),
jika perlu
2. Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu
11
1.2.5 Evaluasi
1) Klien mampu menggerakan anggota tubuhnya
2) Klien terlihat segar dan tidak lemas
3) Klien merasa nyaman
4) Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari

12
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek. 2016. Nursing Intervention Classification (NIC).Yogyakarta: Mocomedia

Herdman T.Heather. 2015. Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC

Moorhead. 2016. Nursing Outcome Classification (NOC). Yogyakarta: Mocomedia

Mubarak,wahid iqbal & Ns.Nurul Chayatin,S.Kep.2012.Kebutuhan Dasar


Manusia.Jakarta:EGC

Potter dan Perry. 2015. Fundamental Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

Hidayat, A. Aziz Alimul. 2014. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi


Konsep dan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika

13

Anda mungkin juga menyukai