Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN DASAR

PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN MOBILITAS DAN AKTIVITAS

DI RUANG .......... RSUD KRATON KAB. PEKALONGAN

Disusun oleh :

Nama : Dian Wahyu Ningrum

NIM : P1337420120049

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEMARANG

JURUSAN KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMETRIAN KESEHATAN SEMARANG


2022

I. HALAMAN JUDUL : Laporan Pendahuluan Praktik Klinik Keperawatan


Dasar pada Pasien dengan Gangguan Mobilitas dan Aktivitas.

II. KONSEP DASAR


A. DEFINISI
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas,
mudah dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat.
Mobilisasi diperlukan untuk meninngkatkan kesehatan, memperlambat
proses penyakit khususnya penyakit degeneratif dan untuk aktualisasi
(Mubarak, 2008).
Imobilisasi adalah suatu kondisi yang relatif, dimana individu tidak
saja kehilangan kemampuan geraknya secara total, tetapi juga mengalami
penurunan aktifitas dari kebiasaan normalnya (Mubarak, 2008).
Gangguan mobilitas fisik (immobilisasi) didefinisikan oleh North
American Nursing Diagnosis Association (NANDA) sebagai suatu keadaan
dimana individu yang mengalami atau beresiko mengalami keterbatasn
gerakan fisik. Individu yang mengalami atau beresiko mengalami
keterbatasan fisik antara lain : lansia, individu dengan penyakit yang
mengalami penurunan kesadaran lebih dari 3 hari atau lebih, individu yang
kehilangan fungsi antaomi akibat perubahan isiolohi (kehilangan fungsi
motorik, klien dengan stroke, klien pengguna kursi roda), penggunaan alat
eksternal (seperti gips atau traksi) dan pembatasan gerakan volunteer
(Potter&Perry, 2005)

B. ETIOLOGI
Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017), faktor penyebab
terjadinya gangguan mobilitas fisik, antara lain kerusakan integritas struktur
tulang, perubahan metabolisme, ketidakbugaran fisik, penurunan kendali
otot, penurunan massa otot, penurunan kekuatan otot, keterlambatan
perkembangan, kekakuan sendi, kontraktur, malnutrisi, gangguan
muskuloskeletal, gangguan neuromuskular, indeks masa tubuh di atas
persentil ke-75 usia, efek agen farmakologi, program pembatasan gerak,
nyeri, kurang terpapar informasi tentang aktivitas fisik, kecemasan,
gangguan kognitif, keengganan melakukan pergerakan, dan gangguan
sensoripersepsi. NANDA-I (2018) juga berpendapat mengenai etiologi
gangguan mobilitas fisik, yaitu intoleransi aktivitas, kepercayaan budaya
tentang aktivitas yang tepat, penurunan ketahanan tubuh, depresi, disuse,
kurang dukungan lingkungan, fisik tidak bugar, serta gaya hidup kurang
gerak. Pendapat lain menurut Setiati, Harimurti, dan Roosheroe (dalam
Setiati, Alwi, Sudoyo, Stiyohadi, dan Syam, 2014) mengenai penyebab
gangguan mobilitas fisik adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan otot,
ketidakseimbangan, masalah psikologis, kelainan postur, gangguan
perkembangan otot, kerusakan sistem saraf pusat, atau trauma langsuung dari
sistem muskuloskeletal dan neuromuskular.

C. PATOFISIOLOGI
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi
sistem otot, skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot
Skeletal mengatur gerakan tulang karena adanya kemampuan otot
berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagai sistem pengungkit. Ada dua
tipe kontraksi otot: isotonik dan isometrik. Pada kontraksi isotonik,
peningkatan tekanan otot menyebabkan otot memendek. Kontraksi isometrik
menyebabkan peningkatan tekanan otot atau kerja otot tetapi tidak ada
pemendekan atau gerakan aktif dari otot, misalnya, menganjurkan klien
untuk latihan kuadrisep. Gerakan volunter adalah kombinasi dari kontraksi
isotonik dan isometrik. Meskipun kontraksi isometrik tidak menyebabkan
otot memendek, namun pemakaian energi meningkat. Perawat harus
mengenal adanya peningkatan energi (peningkatan kecepatan pernafasan,
fluktuasi irama jantung, tekanan darah) karena latihan isometrik. Hal ini
menjadi kontra indikasi pada klien yang sakit (infark miokard atau penyakit
obstruksi paru kronik). Postur dan Gerakan Otot merefleksikan kepribadian
dan suasana hati seseorang dan tergantung pada ukuran skeletal dan
perkembangan otot skeletal. Koordinasi dan pengaturan dari kelompok otot
tergantung dari tonus otot dan aktifitas dari otot yang berlawanan, sinergis,
dan otot yang melawan gravitasi. Tonus otot adalah suatu keadaan tegangan
otot yang seimbang.
Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan
relaksasi yang bergantian melalui kerja otot. Tonus otot mempertahankan
posisi fungsional tubuh dan mendukung kembalinya aliran darah ke jantung.
Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus otot menjadi
berkurang. Skeletal adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat
tipe tulang: panjang, pendek, pipih, dan ireguler (tidak beraturan). Sistem
skeletal berfungsi dalam pergerakan, melindungi organ vital, membantu
mengatur keseimbangan kalsium, berperan dalam pembentukan sel darah
merah.

D. KLASIFIKASI
1. Jenis Mobilitas :
a. Mobilitas penuh. Merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak
secara penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial
dan menjalankan peran seharihari. Mobilitas penuh ini merupakan
saraf motorik volunter dan sensorik untuk dapat mengontrol seluruh
area tubuh seseorang.
b. Mobilitas sebagian. Merupakan kemampuan seseorang untuk
bergerak dengan batasan jelas dan tidak mampu bergerak secara
bebas karena di pengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan saraf
sensorik pada area tubuhnya. Hal ini dapat dijumpai pada kasus
cedera atau patah tulang dengan pemasangan traksi. Pasien paraplegi
dapat mengalami mobilitas sebagian pada ekstremitas bawah karena
kehilngan kontrol mekanik dan sensorik. Mobilitas sebagian di bagi
menjadi 2 jenis, yaitu :
1) Mobilitas sebagian temporer, merupakan kemampuan individu
untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal
tersebut dapat disebabakan oleh trauma reversibel pada sistem
muskuloskeletal, contohnya adalah adanya dislokasi sendi dan
tulang.
2) Mobilitas sebagian permanen, merupakan kemampuan individu
untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal
tersebut disebabkan oleh rusaknya sistem saraf yang refersibel.
Contohnya terjadinya hemiplegi karena stroke, paraplegi karena
cedera tulang belakang, poliomelitis karena terganggunya sistem
saraf motorik dan sensoris.
2. Rentang Gerak dalam mobilisasi
Dalam mobilisasi terdapat tiga rentang gerak yaitu :
a. Rentang gerak pasif Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga
kelenturan otot-otot dan persendian dengan menggerakkan otot
orang lain secara pasif misalnya perawat mengangkat dan
menggerakkan kaki pasien.
b. Rentang gerak aktif Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan
otot serta sendi dengan cara menggunakan otot-ototnya secara aktif
misalnya berbaring pasien menggerakkan kakinya.
c. Rentang gerak fungsional Berguna untuk memperkuat otot-otot dan
sendi dengan melakukan aktifitas yang diperlukan (Carpenito, 2000).
3. Jenis Immobilitas : Menurut Mubarak (2008) secara umum ada beberapa
macam keadaan imobilitas antara lain :
a. Imobilitas fisik : kondisi ketika seseorang mengalami keterbatasan
fisik yang disebabkan oleh faktor lingkungan maupun kondisi orang
tersebut.
b. Imobilitas intelektual : kondisi ini dapat disebabkan oleh kurangnya
pengetahuan untuk dapat berfungsi sebagaimana mestinya, misalnya
pada kasus kerusakan otak.
c. Imobilitas emosional : kondisi ini bisa terjadi akibat proses
pembedahan atau kehilangan seseorang yang dicintai.
d. Imobilitas sosial : kondisi ini bisa menyebabkan perubahan interaksi
sosial yang sering terjadi akibat penyakit.
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Sinar –X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan
perubahan hubungan tulang.
2. CT scan (Computed Tomography) menunjukkan rincian bidang tertentu
tulang yang terkena dan dapat memperlihatkan tumor jaringan lunak atau
cidera ligament atau tendon. Digunakan untuk mengidentifikasi lokasi
dan panjangnya patah tulang didaerah yang sulit dievaluasi.
3. MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik pencitraan khusus,
noninvasive, yang menggunakan medan magnet, gelombang radio, dan
computer untuk memperlihatkan abnormalitas (mis: tumor atau
penyempitan jalur jaringan lunak melalui tulang.
4. Pemeriksaan Laboratorium
5. Hb ↓pada trauma, Ca↓ pada imobilisasi lama, Alkali Fospat ↑, kreatinin
dan SGOT ↑ pada kerusakan otot.

F. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada pasien dengan masalah
gangguan mobilitas fisik yaitu dengan memberikan latihan rentang gerak.
Latihan rentang gerak yang dapat diberikan salah satunya yaitu dengan
latihan Range of Motion (ROM) yang merupakan latihan gerak sendi dimana
pasien akan menggerakkan masing-masing persendiannya sesuai gerakan
normal baik secara pasif maupun aktif. Range of Motion (ROM) pasif
diberikan pada pasien dengan kelemahan otot lengan maupun otot kaki
berupa latihan pada tulang maupun sendi dikarenakan pasien tidak dapat
melakukannya sendiri yang tentu saja pasien membutuhkan bantuan dari
perawat ataupun keluarga. Kemudian, untuk Range of Motion (ROM) aktif
sendiri merupakan latihan yang dilakukan sendiri oleh pasien tanpa
membutuhkan bantuan dari perawat ataupun keluarga. Tujuan Range of
Motion (ROM) itu sendiri, yaitu mempertahankan atau memelihara kekuatan
otot, memelihara mobilitas persendian, merangsang sirkulasi darah,
mencegah kelainan bentuk (Potter & Perry, 2012).
III. PATHWAYS
Resiko penurunan jaringan tidak efektif

Peningkatan tekanan intra kranial

Penurunan fungsi motorik dan muskuloskeletal

Kelemahan pada anggota gerak

Gangguan mobilitas fisik

ADL dibantu

IV. RUMUSAN DIAGNOSA KEPERAWATAN


Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul seperti :
1. Gangguan mobilitas fisik

V. PERENCANAAN (Nursing Care Plane)

No. Diagnosa Keperawatan Tujuan Keperawatan Intervensi

1. Gangguan mobilitas fisik Mobilitas fisik Dukungan mobilisasi


L.05042 I.05173
Setelah dilakukan asuhan Observasi :
keperawatan selama 3x24 1. Identifikasikan adanya
jam diharapkan pasien nyeri atau keluhan fisik
a. Pergerakan ekstremitas lainnya
meningkat 2. Identifikasi toleransi
b. Kekuatan otot meningkat fisik melakukan
c. Rentang gerak (ROM) pergerakan
meningkat 3. Monitor frekuensi
d. Kaku sendi menurun jantung dan tekanan darah
e. Nyeri menurun sebelum memulai
f. Kelemahan fisik menurun mobilisasi
g. Gerakan terbatas menurun 4. Monitor kondisi umum
selama melakukan
mobilisasi

Terapeutik :
1. Fasilitasi aktivitas
mobilisasi dengan alat
bantu
2. Fasilitasi melakukan
pergerakan, jika perlu
3. Libatkan keluarga
untuk membantu pasien
dalam meningkatkan
pergerakan

Edukasi :
1. Jelaskan tujuan dan
prosedure mobilisasi
2. Anjurkan melakukan
mobilisasi diri
3. Ajarkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan
DAFTAR PUSTAKA

Alimul, Aziz. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta : Salemba Medika

Asmadi. 2008. Konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien. Jakarta : Salemba Medika.

Nanda. 2005. Diagnose Keperawatan. Jakarta : Prima Medika Perry & Potter. 2006.
Buku ajar fundal mental keperawatan konsep, proses dan praktik. Edisi 4. Jakarta :
EGC.

Tarwoto & Wartonah, 2003. Kebutuhan dasar manusia& proses keperawatan. Jakarta :
Salemba Medika

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi 1
Cetakan II. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1
Cetakan II. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi 1
Cetakan II. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Anda mungkin juga menyukai