Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN MOBILITAS FISIK


DI DESA PANDANARUM KAB. BLITAR

Disusun Oleh :
Nur Mega Melina

(202073010)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKes BINA SEHAT PPNI KAB.MOJOKERTO
TA.2020-2021
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan asuhan keperawatan ini diajukan oleh :

Nama : Nur Mega Melina

NIM 202073010

Program Studi : Profesi

Ners Judul Asuhan Keperawatan :

Telah diperiksa dan disetujui sebagai tugas dalam praktik klinik keperawatan dasar.

Mojokerto,

Pembimbimng ruangan, Pembimbing akademik

(……………………) (…………………….)
I. Konsep Dasar
A. Definisi
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah
dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Mobilisasi
diperlukan untuk meninngkatkan kesehatan, memperlambat proses penyakit khususnya
penyakit degeneratif dan untuk aktualisasi (Mubarak, 2008).
Imobilisasi adalah suatu kondisi yang relatif, dimana individu tidak saja
kehilangan kemampuan geraknya secara total, tetapi juga mengalami penurunan
aktifitas dari kebiasaan normalnya (Mubarak, 2008).
Gangguan mobilitas fisik (immobilisasi) didefinisikan oleh North American
Nursing Diagnosis Association (NANDA) sebagai suatu keadaan dimana individu
yang mengalami atau beresiko mengalami keterbatasn gerakan fisik. Individu yang
mengalami atau beresiko mengalami keterbatasan fisik antara lain : lansia, individu

dengan penyakit yang mengalami penurunan kesadaran lebih dari 3 hari atau lebih,
individu yang kehilangan fungsi antaomi akibat perubahan isiolohi (kehilangan fungsi
motorik, klien dengan stroke, klien pengguna kursi roda), penggunaan alat eksternal
(seperti gips atau traksi) dan pembatasan gerakan volunteer (Potter&Perry,2005)

B. Klasifikasi
1. Jenis Mobilitas

a. Mobilitas penuh.

Merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara penuh dan bebas


sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan peran sehari- hari.
Mobilitas penuh ini merupakan saraf motorik volunter dan sensorik untuk dapat
mengontrol seluruh area tubuh seseorang.
b. Mobilitas sebagian.
Merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan batasan jelas dan
tidak mampu bergerak secara bebas karena di pengaruhi oleh gangguan saraf
motorik dan saraf sensorik pada area tubuhnya. Hal ini dapat dijumpai pada
kasus cedera atau patah tulang dengan pemasangan traksi. Pasien paraplegi
dapat mengalami mobilitas sebagian pada ekstremitas bawah karena kehilngan
kontrol mekanik dan sensorik.
Mobilitas sebagian di bagi menjadi 2 jenis, yaitu :
1) Mobilitas sebagian temporer, merupakan kemampuan individu untuk
bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal tersebut dapat
disebabakan oleh trauma reversibel pada sistem muskuloskeletal,
contohnya adalah adanya dislokasi sendi dan tulang.
2) Mobilitas sebagian permanen, merupakan kemampuan individu untuk
bergerak dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut
disebabkan oleh rusaknya sistem saraf yang refersibel. Contohnya
terjadinya hemiplegi karena stroke, paraplegi karena cedera tulang
belakang, poliomelitis karena terganggunya sistem saraf motorik dan
sensoris.
2. Rentang Gerak dalam mobilisasi

Dalam mobilisasi terdapat tiga rentang gerak yaitu :

a. Rentang gerak pasif


Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan
persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya perawat
mengangkat dan menggerakkan kaki pasien.

b. Rentang gerak aktif


Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara
menggunakan otot-ototnya secara aktif misalnya berbaring pasien
menggerakkan kakinya.

c. Rentang gerak fungsional


Berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan melakukan aktifitas
yang diperlukan (Carpenito, 2000).
2. Jenis Immobilitas :
Menurut Mubarak (2008) secara umum ada beberapa macam keadaan imobilitas
antara lain :
a. Imobilitas fisik : kondisi ketika seseorang mengalami keterbatasan fisik yang
disebabkan oleh faktor lingkungan maupun kondisi orang tersebut.
b. Imobilitas intelektual : kondisi ini dapat disebabkan oleh kurangnya
pengetahuan untuk dapat berfungsi sebagaimana mestinya, misalnya pada
kasus kerusakan otak.
c. Imobilitas emosional : kondisi ini bisa terjadi akibat proses pembedahan atau
kehilangan seseorang yang dicintai.
d. Imobilitas sosial : kondisi ini bisa menyebabkan perubahan interaksi sosial
yang sering terjadi akibat penyakit.

C. ETIOLOGI
1. Penyebab
Penyebab utama immobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan otot,
ketidakseimbangan, dan masalah psiokologis.
Penyebab secara umum :

a. Kelainan postur
b. Gangguan perkembangan otot
c. Kerusakan system saraf pusat
d. Trauma langsung pada system musculoskeletal dan neuromuscular
e. Kekakuan otot

Kondisi — kondisi yang menyebabkan immobilisasi antara lain (Restrick, 2005) :


a. Fall
b. Fracture
c. Stroke
d. Postoperative bed rest
e. Dmentia and Depression
f. Instability
g. Hipnotic medicine
h. Impairment of vision
i. Polipharmacy
j. Fear of fall
2. Batasan Karakteristik
a) Data Mayor
- Subyektif
1) Mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas
- Objektif
1) Kekuatan otot menurun
2) Rentang gerak (ROM) menurun
b) Data Minor
- Subjektif
1) Nyeri saat bergerak
2) Enggan melakukan pergerakan
3) Merasa cemas saat bergerak
- Objektif

1) Sendi kaku
2) Gerakan terkoordinasi
3) Gerakan terbatas
4) Fisik
5) Lemah
3. Faktor — faktor yang Mempengaruhi Mobilisasi
a. Gaya hidup
Gaya hidup sesorang sangat tergantung dari tingkat pendidikannya. Makin
tinggi tingkat pendidikan seseorang akan di ikuti oleh perilaku yang dapat
meningkatkan kesehatannya. Demikian halnya dengan pengetahuan kesehatan
tetang mobilitas seseorang akan senantiasa melakukan mobilisasi dengan cara
yang sehat misalnya; seorang ABRI akan berjalan dengan gaya berbeda dengan
seorang pramugari atau seorang pemabuk.
b. Proses penyakit dan injuri
Adanya penyakit tertentu yang di derita seseorang akan mempengaruhi
mobilitasnya misalnya; seorang yang patah tulang akan kesulitan untuk
mobilisasi secara bebas. Demikian pula orang yang baru menjalani operasi.

Karena adanya nyeri mereka cenderung untuk bergerak lebih lamban. Ada
kalanya klien harus istirahat di tempat tidurkarena mederita penyakit tertentu
misalnya; CVA yang berakibat kelumpuhan, typoid dan penyakit
kardiovaskuler.
c. Kebudayaan
Kebudayaan dapat mempengarumi poa dan sikap dalam melakukan aktifitas
misalnya; seorang anak desa yang biasa jalan kaki setiap hari akan berebda
mobilitasnya dengan anak kota yang biasa pakai mobil dalam segala
keperluannya. Wanita kraton akan berbeda mobilitasnya dibandingkan dengan
seorang wanita madura dan sebagainya.
d. Tingkat energy
Setiap orang mobilisasi jelas memerlukan tenaga atau energi, orang yang lagi
sakit akan berbeda mobilitasnya di bandingkan dengan orang sehat apalagi
dengan seorang pelari.

e. Usia dan status perkembangan


Seorang anak akan berbeda tingkat kemampuan mobilitasnya dibandingkan
dengan seorang remaja. Anak yang selalu sakit dalam masa pertumbuhannya
akan berbeda pula tingkat kelincahannya dibandingkan dengan anak yang
sering sakit.

D. Faktor Resiko

GangguanArtritis
muskuloskeletalOsteoporosis
Fraktur (terutama panggul dan femur) Problem kaki (bunion, kalus)
Lain-lain (misalnya penyakit paget)
Gangguan neurologisStroke
parkinson Penyakit
Lain-lain (disfungsi serebelar, neuropati)
PenyakitGagal jantung kongensif (berat)
kardiovaskularPenyakit jantung koroner (nyeri dada yang sering)
Penyakit vaskular perifer (kardkasio yang sering) Penyakit paruPenyakit paru
obstruksi kronis (berat)
Faktoe sensorikGangguan penglihatan
Takut (instabilitas dan takut akan jatuh)
Penyebab lingkunganImobilisasi yang dipaksakan (di rumah sakit atau
panti werdha)
Alat bantu mobilitas yang tidak adekuat
Nyeri akut atau kronik
Lain-lainDekondisi (setelah tirah baring lama metastasis luas pada keganasan)
Malnutrisi
Penyakit sistemik berat (misalnya metastasis luas pada keganasan)
Depresi
Efek samping obat (misalnya kekuatan yang disebabkan obat antipsikotik)

E. Patofisiologi
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi sistem otot,
skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot Skeletal mengatur gerakan
tulang karena adanya kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagai
sistem pengungkit. Ada dua tipe kontraksi otot: isotonik dan isometrik. Pada kontraksi
isotonik, peningkatan tekanan otot menyebabkan otot memendek. Kontraksi isometrik
menyebabkan peningkatan tekanan otot atau kerja otot tetapi tidak ada pemendekan
atau gerakan aktif dari otot, misalnya, menganjurkan klien untuk latihan kuadrisep.

Gerakan volunter adalah kombinasi dari kontraksi isotonik dan isometrik. Meskipun
kontraksi isometrik tidak menyebabkan otot memendek, namun pemakaian energi
meningkat. Perawat harus mengenal adanya peningkatan energi (peningkatan
kecepatan pernafasan, fluktuasi irama jantung, tekanan darah) karena latihan isometrik.
Hal ini menjadi kontra indikasi pada klien yang sakit (infark miokard atau penyakit
obstruksi paru kronik). Postur dan Gerakan Otot merefleksikan kepribadian dan
suasana hati seseorang dan tergantung pada ukuran skeletal dan perkembangan otot
skeletal. Koordinasi dan pengaturan dari kelompok otot tergantung dari tonus otot dan
aktifitas dari otot yang berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan gravitasi. Tonus
otot adalah suatu keadaan tegangan otot yang seimbang.Ketegangan dapat
dipertahankan dengan
adanya kontraksi dan relaksasi yang bergantian melalui kerja otot. Tonus otot
mempertahankan posisi fungsional tubuh dan mendukung kembalinya aliran darah ke
jantung.Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus otot menjadi berkurang.
Skeletal adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat tipe tulang: panjang,
pendek, pipih, dan ireguler (tidak beraturan). Sistem skeletal berfungsi dalam
pergerakan, melindungi organ vital, membantu mengatur keseimbangan kalsium,
berperan dalam pembentukan sel darah merah.

F. Pathway

Mobilisasi

Tidak mampu beraktifitas

Tirah baring yang lama

Kehilangan daya
otot

Penurunan otot

Perubahan
sistem
muskuluskeletal

Gangguan mobilitas fisik


G. Pemeriksaan Penunjang
a. Sinar —X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan perubahan
hubungan tulang.
b. CT scan (Computed Tomography)
c. MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik pencitraan khusus, noninvasive,
yang menggunakan medan magnet, gelombang radio, dan computer untuk
memperlihatkan abnormalitas.
d. Pemeriksaan Laboratorium:
Hb ↓pada trauma, Ca↓ pada imobilisasi lama, Alkali Fospat ↑, kreatinin dan SGOT
↑ pada kerusakan otot
H. Penatalaksanaan
1. Membantu pasien duduk di tempat tidur
Tindakan ini merupakan salah satu cara mempertahankan kemampuan mobilitas

pasien. Tujuan :

a. Mempertahankan kenyamanan
b. Mempertahankan toleransi terhadap aktifitas
c. Mempertahankan kenyamanan
2. Mengatur posisi pasien di tempat tidur

a. Posisi fowler adalah posisi pasien setengah duduk/


duduk Tujuan :
1) Mempertahankan kenyamanan
2) Menfasilitasi fungsi pernafasan
b. Posisi sim adalah pasien terbaring miring baik ke kanan atau ke kiri Tujuan :
1) Melancarkan peredaran darah ke otak

2) Memberikan kenyamanan

3) Melakukan huknah

4) Memberikan obat peranus (inposutoria)

5) Melakukan pemeriksaan daerah anus

c. Posisi trelendang adalah menempatkan pasien di tempat tidur dengan bagian


kepala lebih rendah dari bagian kaki
Tujuan : untuk melancarkan peredaran darah
d. Posisi genu pectorat adalah posisi nungging dengan kedua kaki ditekuk dan
dada menempel pada bagian atas tempat tidur.
3. Memindahkan pasien ke tempat tdiur/ ke kursi roda Tujuan :

a. Melakukan otot skeletal untuk mencegah kontraktur

b. Mempertahankan kenyamanan pasien

c. Mempertahankan kontrol diri pasien

d. Memindahkan pasien untuk pemeriksaan


4. Membantu pasien berjalan Tujuan :

a. Toleransi aktifitas

b. Mencegah terjadinya kontraktur sendi


II. Proses Keperawatan

A. Pengkajian
a) Usia
Factor usia berpengaruh terhadap kemampuan melakukan aktifitas, terkait dengan
kekuatan muskoloskeletal. Hal ini yang perlu dikaji diantaranya adalah postur tubuh
yang sesuai dengan tahap perkembangan individu.
b) Riayat ksehatan

Hal yang perlu dikaji diantaranya adalah riwayat adanya gangguan pada system
muskoloskeletal, ketergantungan terhadap orang lain dalam melakukan akivitas, jenis
latihan atau olahraga yang sering dilakukan klien.
c) Pemeriksaan fisik
- Keadaan umum pasien
- Kesadaran
- Pemeriksaan TTV
- Ekstremitas : untuk menilai ada atau tidaknya kelemahan, kekuatan, atau spastis
B. Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan mobiitas fisik berhubungan dengan gangguan muskoloskeletal ditandai
dengan keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motorik kasar dan
keterbatasan rentang gerak sendi
C. Intervensi

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional

1 Gangguan Mobilitas Fisik Setelah dilakukan asuhan


berhubungan dengan keperawatan ...x24jam i Menentukan
i
gangguan muskoloskeletal diharapkan pasien dapat Kaji keterbatasan gerak sendi batas gerakan
ditandai dengan tetap mempertahankan yang akan
keterbatasan kemampuan i Kaji motivasi klien i Lindungi
pergerakannya, dengan untuk pasien dari
melakukan keterampilan cedera
kriteria hasil: mempertahankan pergerakan
motorik kasar
sendi
• Menggunakan posisi
i Jelaskan alasan/rasional
duduk yang benar
pemberian latihan kepada
• Mempertahankan
pasien/ keluarga
kekuatan otot
• Mempertahankan
i Monitor lokasi ketidaknyamanan
fleksibilitas sendi
atau nyeri selama aktivitas
dilakukan
i Motivasi yang tinggi
dari
pasien dpt
melancarkan latihan

i
Agar pasien beserta
keluarga dapat
memahami dan
selama latihan
mengetahui
alasanpemberia
i Bantu klien ke posisi yang
n latihan
optimal untuk latihan rentang
i Agar dapat
gerak
memberikan
i Anjurkan klien untuk melakukan
intervensi
latihan range of motion secara
secara tepat
aktif jika memungkinkan
i Anjurkan untuk melakukan
i Cedera yg
range of motion pasif jika
timbul dapat
diindikasikan
memperburuk
kondisi klien
i Beri reinforcement positif setiap

kemajuan klien
i Memaksimalka
n latihan

i ROM dapat
mempertahank
an pergerakan

Dactar Pustaga

Alimul H., A. Aziz. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia-Aplikasi Konsep dan

Proses Keperawatan. Buku 1. Jakarta : Salemba Medika.

Alimul Aziz, 2006. Kebutuhan Dasar Manusia, Jilid 2. Jakarta : Salemba Medika.

Bulechec M.Gloria, Butcher K. Howard, Dochterman Joanne McCloskey. 2004. Nursing

Interνentions Classification (NIC). Edisi 5. Amerika: Mosby

Joanne&Gloria. 2004. Nursing Interνension Classification Fourth Edition, USA : Mosby


Elsevier
Moorhead, Sue. 2004. Nursing Outcomes Classification (NOC) Fifth Edition. USA: Mosby

Elseviyer.

Mubarak, Wahit & Chayatin. 2008. Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia Teori dan Aplikasi

dalam Praktik. Jakarta : EGC.

NANDA. 2006. Diagnosa Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2005-2006. Jakarta : Prima

Medika

Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses,
dan Praktik,Ed.4. Vol.2. Jakarta : EGC.
T. Heather Herdman. 2011. NANDA Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 20l8-

2020, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai