1.
Definisi
a.
Mobilisasi
Mobilitas adalah pergerakan yang memberikan kebebasan dan kemandirian bagi seseorang
(Ansari, 2011).
Mobilisasi adalah suatu kondisi dimana tubuh dapat melakukan keegiatan dengan bebas (Kosier,
1989 cit Ida 2009)
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah dan teratur yang
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat. Mobilisasi diperlukan untuk meninngkatkan
kesehatan, memperlambat proses penyakit khususnya penyakit degeneratif dan untuk
aktualisasi. Mobilisasi
menyebabkan
perbaikan
sirkulasi,
membuat
napas
dalam
dan
menstimulasi kembali fungsi gastrointestinal normal, dorong untuk menggerakkan kaki dan
tungkai bawah sesegera mungkin, biasanya dalam waktu 12 jam (Mubarak, 2008).
Mobilitas atau mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak secara bebas, mudah
dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas guna mempertahankan
kesehatannya (Aziz AA, 2006)
Mobililis/ mobilisatio adalah usahagerak/ memgerakakn (Brooker Christine, 2001)
Mobilitas fisik yaitu keadaan keika tseseorang mengalami atau bahkan beresiko mengalami
keterbatasan fisik dan bukan merupakan immobile (Doenges, M.E, 2000)
Mobilitas atau Mobilisasi adalah kemampuan individu untuk bergerak secara bebas, mudah, dan
teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas guna mempertahankan kesehatannya.
b.
Imobilisasi
Imobilitas didefinisikan secara luas sebagai tingkat aktivitas yang kurang darimobilitas optimal
(Ansari, 2011).
Imobilisasi adalah suatu keadaan dimana penderita harus istirahat di tempat tidur,tidak bergerak
secara aktif akibat berbagai penyakit atau gangguan pada alat/organ tubuh yang bersifat fisik atau
mental. Dapat juga diartikan sebagai suatu keadaan tidak bergerak / tirah baring yang terus
menerus selama 5 hari atau lebih akibat perubahan fungsi fisiologis (Bimoariotejo, 2009).
Immobility (imobilisasi) adalah keadaan tidak bergerak/ tirah baring (bed rest) selama 3 hari atau
lebih (Adi, 2005). Suatu keadaan keterbatasan kemampuan pergerakan fisik secara mandiri yang
dialami seseorang (Pusva, 2009).
Imobilisasi adalah suatu kondisi yang relatif, dimana individu tidak saja kehilangan kemampuan
geraknya secara total, tetapi juga mengalami penurunan aktifitas dari kebiasaan normalnya
(Mubarak, 2008).
Gangguan mobilitas fisik (immobilisasi) didefinisikan oleh North American Nursing Diagnosis
Association (NANDA) sebagai suatu kedaaan dimana individu yangmengalami atau beresiko
mengalami keterbatsan gerakan fisik. Individu yang mengalami atau beresiko mengalami
keterbatasan gerakan fisik antara lain : lansia, individu dengan penyakit yang mengalami
penurunan kesadaran lebih dari 3 hari atau lebih, individu yang kehilangan fungsi anatomic
akibat perubahan fisiologik (kehilangan fungsi motorik,klien dengan stroke, klien penggunaa
kursi roda), penggunaan alat eksternal (seperti gipsatau traksi), dan pembatasan gerakan
volunteer (Potter, 2005).
2.
Tujuan Mobilisasi
3.
pembatasan
pergerakan,
termasuk
a.
Jenis Mobilitas :
1)
Mobilitas penuh, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara penuh dan bebas
sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan peran sehari-hari. Mobilitas penuh
ini merupakan fungsi saraf motorik volunteer dan sensorik untuk dapat mengontrol seluruh area
tubuh seseorang.
2)
Mobilitas sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan batasan jelas dan
tidak mam.pu bergerak secara bebas karena dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik dan
sesnsorik pada area tubuhnya. Hal ini dapat dijumpai pada kasus cedera atau patah tulang dengan
pemasangan traksi. Pada pasien paraplegi dapat mengalami mobilitas sebagian pada ekstremitas
bawah karena kehilangan kontrol motorik dan sensorik. Mobilitas sebagian ini dibagi menjadi
dua jenis, yaitu:
a)
Mobilitas sebagian temporer, merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan
yang sifatnya sementara. Hal tersebut dapat disebabkan oleh trauma reversibel pada system
musculoskeletal, contohnya adalah adanya dislokasi sendi dan tulang.
b)
Mobilitas permanen, merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan batasan yang
sifatnya menetap. Hal tersebut disebabkan oleh rusaknya system saraf yang reversibel,
contohnya terjadinya hemiplegia karena stroke, paraplegi karena cedera tulang belakang,
poliomilitis karena terganggunya system saraf motorik dan sensorik.
b.
1)
2)
3)
c.
Jenis Imobilitas :
1)
Imobilisasi fisik,
merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan tujuan mencegah terjadinya
gangguan komplikasi pergerakan.
2)
Imobilisasi intelektual,
merupakan keadaan ketika seseorang mengalami keterbatasan daya pikir.
3)
Imobilitas emosional,
merupakan keadaan ketika seseorang mengalami pembatasan secara emosional karena adanya
perubahan secara tiba-tiba dalam menyesuaikan diri.
4)
Imobilitas sosial,
merupakan keadaan individu yang mengalami hambatan dalam melakukan interaksi sosial
karena keadaan penyakitnya, sehingga dapat mempengaruhi perannya dalam kehidupan sosial.
5.
Etiologi
a.
Penyebab
b.
1)
Gaya hidup
Gaya hidup sesorang sangat tergantung dari tingkat pendidikannya. Makin tinggi tingkat
pendidikan seseorang akan di ikuti oleh perilaku yang dapat meningkatkan kesehatannya.
Demikian halnya dengan pengetahuan kesehatan tetang mobilitas seseorang akan senantiasa
melakukan mobilisasi dengan cara yang sehat misalnya; seorang ABRI akan berjalan dengan
gaya berbeda dengan seorang pramugari atau seorang pemambuk.
2)
3)
Kebudayaan
Kebudayaan dapat mempengarumi poa dan sikap dalam melakukan aktifitas misalnya; seorang
anak desa yang biasa jalan kaki setiap hari akan berebda mobilitasnya dengan anak kota yang
biasa pakai mobil dalam segala keperluannya. Wanita kraton akan berbeda mobilitasnya
dibandingkan dengan seorang wanita madura dan sebagainya.
4)
Tingkat energi
Setiap orang mobilisasi jelas memerlukan tenaga atau energi, orang yang lagi sakit akan berbeda
mobilitasnya di bandingkan dengan orang sehat apalagi dengan seorang pelari.
5)
c.
Faktor resiko
Artritis
Osteoporosis
Fraktur (terutama panggul dan femur)
Problem kaki (bunion, kalus)
Lain-lain (misalnya penyakit paget)
Gangguan neurologis
Stroke
parkinson Penyakit
Lain-lain (disfungsi serebelar, neuropati)
Penyakit kardiovaskular
Penyakit paru
Faktoe sensorik
Gangguan penglihatan
Takut (instabilitas dan takut akan jatuh)
Penyebab lingkungan
6.
Patofisiologi
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi sistem otot, skeletal,
sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot Skeletal mengatur gerakan tulang karena
adanya kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagai sistem pengungkit. Ada
dua tipe kontraksi otot: isotonik dan isometrik. Pada kontraksi isotonik, peningkatan tekanan otot
menyebabkan otot memendek. Kontraksi isometrik menyebabkan peningkatan tekanan otot atau
kerja otot tetapi tidak ada pemendekan atau gerakan aktif dari otot, misalnya, menganjurkan
klien untuk latihan kuadrisep. Gerakan volunter adalah kombinasi dari kontraksi isotonik dan
isometrik. Meskipun kontraksi isometrik tidak menyebabkan otot memendek, namun pemakaian
energi meningkat. Perawat harus mengenal adanya peningkatan energi (peningkatan kecepatan
pernafasan, fluktuasi irama jantung, tekanan darah) karena latihan isometrik. Hal ini menjadi
kontra indikasi pada klien yang sakit (infark miokard atau penyakit obstruksi paru kronik).
Postur dan Gerakan Otot merefleksikan kepribadian dan suasana hati seseorang dan tergantung
pada ukuran skeletal dan perkembangan otot skeletal. Koordinasi dan pengaturan dari kelompok
otot tergantung dari tonus otot dan aktifitas dari otot yang berlawanan, sinergis, dan otot yang
melawan gravitasi. Tonus otot adalah suatu keadaan tegangan otot yang seimbang.
Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan relaksasi yang bergantian
melalui kerja otot. Tonus otot mempertahankan posisi fungsional tubuh dan mendukung
kembalinya aliran darah ke jantung.
Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus otot menjadi berkurang. Skeletal adalah
rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat tipe tulang: panjang, pendek, pipih, dan ireguler
(tidak beraturan). Sistem skeletal berfungsi dalam pergerakan, melindungi organ vital, membantu
mengatur keseimbangan kalsium, berperan dalam pembentukan sel darah merah.
Sendi
adalah
hubungan
di
antara
tulang,
diklasifikasikan menjadi:
Sendi sinostotik mengikat tulang dengan tulang mendukung kekuatan dan stabilitas. Tidak ada
pergerakan pada tipe sendi ini. Contoh: sakrum, pada sendi vertebra.
Sendi kartilaginous/sinkondrodial, memiliki sedikit pergerakan, tetapi elastis dan menggunakan
kartilago untuk menyatukan permukaannya. Sendi kartilago terdapat pada tulang yang
mengalami penekanan yang konstan, seperti sendi, kostosternal antara sternum dan iga.
Sendi fribrosa/sindesmodial, adalah sendi di mana kedua permukaan tulang disatukan dengan
ligamen atau membran. Serat atau ligamennya fleksibel dan dapat diregangkan, dapat bergerak
dengan jumlah yang terbatas. Contoh: sepasang tulang pada kaki bawah (tibia dan fibula) .
Sendi sinovial atau sendi yang sebenarnya adalah sendi yang dapat digerakkan secara bebas
dimana permukaan tulang yang berdekatan dilapisi oleh kartilago artikular dan dihubungkan oleh
ligamen oleh membran sinovial. Contoh: sendi putar seperti sendi pangkal paha (hip) dan sendi
engsel seperti sendi interfalang pada jari.
Ligamen adalah ikatan jaringan fibrosa yang berwarna putih, mengkilat, fleksibel mengikat sendi
menjadi satu sama lain dan menghubungkan tulang dan kartilago. Ligamen itu elastis dan
membantu fleksibilitas sendi dan memiliki fungsi protektif. Misalnya, ligamen antara vertebra,
ligamen non elastis, dan ligamentum flavum mencegah kerusakan spinal kord (tulang belakang)
saat punggung bergerak.
Tendon adalah jaringan ikat fibrosa berwarna putih, mengkilat, yang menghubungkan otot dengan
tulang. Tendon itu kuat, fleksibel, dan tidak elastis, serta mempunyai panjang dan ketebalan yang
bervariasi, misalnya tendon akhiles/kalkaneus.
Kartilago adalah jaringan penghubung pendukung yang tidak mempunyai vaskuler, terutama
berada disendi dan toraks, trakhea, laring, hidung, dan telinga. Bayi mempunyai sejumlah besar
kartilago temporer. Kartilago permanen tidak mengalami osifikasi kecuali pada usia lanjut dan
penyakit, seperti osteoarthritis.
Sistem saraf mengatur pergerakan dan postur tubuh. Area motorik volunteer utama, berada di
konteks serebral, yaitu di girus prasentral atau jalur motorik.
Propriosepsi adalah sensasi yang dicapai melalui stimulasi dari bagian tubuh tertentu dan aktifitas
otot. Proprioseptor memonitor aktifitas otot dan posisi tubuh secara berkesinambungan. Misalnya
proprioseptor pada telapak kaki berkontribusi untuk memberi postur yang benar ketika berdiri
atau berjalan. Saat berdiri, ada penekanan pada telapak kaki secara terus menerus. Proprioseptor
memonitor tekanan, melanjutkan informasi ini sampai memutuskan untuk mengubah posisi.
7.
Intoleransi ortostatik
Pengurangan miksi
Konstipasi
Gangguan tidur
8.
Komplikasi
a.
Perubahan Metabolik
Secara umum imobilitas dapat mengganggu metabolisme secara normal, mengingat imobilitas
dapat menyebabkan turunnya kecepatan metabolisme dalam tubuh. Immobilisasi menggangu
fungsi metabolic normal antara lain laju metabolic: metabolisme karbohidarat, lemak, dan
protein, keseimbangan cairan dan elektrolit, ketidakseimbangan kalsium, dan gangguan
pencernaan. Keberdaaan infeksius padaklien immobilisasi meningkatkan BMR karena adanya
demam dan penyembuhanluka yang membutuhkan peningkatan kebutuhan oksgen selular.
Gangguan metabolic yang mungkin terjadi :
1)
2)
Ekskresi kalssium dalam urin ditngkatkan melalui resorpsi tulang. Hal initerjadi karena
immobilisasi menyebabkan kerja ginjal yang menyebabkanhiperkalsemia.
3)
4)
Gannguan gastrointestinal terjadi akibta penurunan motilitas usus. Konstipasi sebagai gejala
umum , diare karena feces yang cair melewati bagian tejpit dan menyebabkan masalah serius
berupa obstruksi usus mekanik bila tidak ditangani karena adanya distensi dan peningkatan
intraluminal yang akan semakin parah bila terjadi dehidrasi, terhentinya basorbsi, gannguan
cairan dan elektrolit.
b.
Terjadinya ketidakseimbangan cairan dan elektrolit sebagai dampak dari imobilitas akan
mengakibatkan persediaan protein menurun dan konsenstrasi protein serum berkurang sehingga
dapat mengganggu kebutuhan cairan tubuh. Berkurangnya perpindahan cairan dari intravaskular
ke interstitial dapat menyebabkan edema, sehingga terjadi ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit.
c.
d.
e.
f.
Perubahan Kardiovaskular
Perubahan sistem kardiovaskular akibat imobilitas, yaitu berupa hipotensi ortostatik,
meningkatnya kerja jantung, dan terjadinya pembentukan trombus.
g.
Gangguan Muskular: menurunnya massa otot sebagai dampak imobilitas, dapat menyebabkan
turunnya kekuatan otot secara langsung.
Gangguan Skeletal: adanya imobilitas juga dapat menyebabkan gangguan skeletal, misalnya akan
mudah terjadi kontraktur sendi dan osteoporosis.
h.
i.
Perubahan Eliminasi
Perubahan dalam eliminasi misalnya dalam penurunan jumlah urine.
j.
Perubahan Perilaku
Perubahan perilaku sebagai akibat imobilitas, antara lain timbulnya rasa bermusuhan, bingung,
cemas, dan sebagainya.
9.
Pemeriksaan Penunjang
a.
Pemeriksaan Fisik
1)
2)
4)
5)
6)
7)
KATEGO
Bahu
Siku
Fleksi: angkat lengan bawah ke arah depan dan ke arah atas menuj
bahu.
Pergelangan tangan
Paralisis sempurna
10
25
50
75
100
KATZ INDEX
AKTIVITAS
KEMANDIRIAN
KETERG
(1 poin)
(0 poin)
Dengan p
perawatan
MANDI
(1 poin)
Sanggup
(0 poin)
mandi
sendiri
tanpa
bantuan,
atau
hanya
Mandi de
dan kelua
TOILETING
PINDAH POSISI
KONTINENSIA
(1 poin)
(0 poin)
Membutu
baju secar
(1 poin)
(0 poin)
Butuh ba
sendiri ata
(1 poin)
(0 poin)
Butuh ban
atau diban
(1 poin)
(0 poin)
Sebagian
besar
MAKAN
(1 poin)
(0 poin)
Membutu
memerluk
Total Poin :
6 = Tinggi (Mandiri); 4 = Sedang; <2 = Ganggaun fungsi berat; 0 = Rendah (Sangat tergantung)
FUNGSI
SKOR
tinja
Kadang-kadang tak te
1
Terkendali teratur.
2
2
Kadang-kadang tak te
Mandiri
2
3
Mandiri
Tergantung pertolonga
(melepaskan,
Perlu pertolongan
memakai
membersihkan, menyiram)
celana,
mengerjakan sendiri b
Mandiri
2
5
10
Makan
Berpindah/ berjalan
Memakai baju
Mandi
Tidak mampu
Mandiri
Tidak mampu
Bantuan minimal 1 or
Mandiri
Tidak mampu
Mandiri
Mandiri.
Tidak mampu
Butuh pertolongan
Mandiri
Mandiri
Total Skor
Skor BAI :
20
: Mandiri
12 - 19 : Ketergantungan ringan
9 - 11 : Ketergantungan sedang
b.
5-8
: Ketergantungan berat
0-4
: Ketergantungan total
Pemeriksaan Penunjang
Sinar X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan perubahan hubungan tulang.
CT scan (Computed Tomography) menunjukkan rincian bidang tertentu tulang yang terkena dan
dapat memperlihatkan tumor jaringan lunak atau cidera ligament atau tendon. Digunakan untuk
mengidentifikasi lokasi dan panjangnya patah tulang didaerah yang sulit dievaluasi.
MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik pencitraan khusus, noninvasive, yang
menggunakan medan magnet, gelombang radio, dan computer untuk memperlihatkan
abnormalitas (mis: tumor atau penyempitan jalur jaringan lunak melalui tulang. Dll.
Pemeriksaan Laboratorium:
Hb pada trauma, Ca pada imobilisasi lama, Alkali Fospat , kreatinin dan SGOT pada
kerusakan otot.
10. Pencegahan
a.
Pencegahan primer
Pencegahan primer merupakan proses yang berlangsug sepanjang kehidupan dan episodic.
Sebagai suatu proses yang berlangsung sepanjang kehidupan, moblilitas dan aktivitas tergantung
pada fungsi system musculoskeletal, kardiovaskuler, pulmonal. Sebagai suatu proses episodic
pencegahan primer diarahkan pada pencegahan masalah-masalah yang dapat tmbul akibat
imoblitas atau ketidak aktifan.
latihan
secara
teratur.
Bahaya-bahaya
latihan
yang
sukses
sangat
individual,
ini
akan
membantu
untuk
memastikan
o Efisiensi latihan untuk dirisendiri (derajat keyakinan bahwa seseorang akan berhasil)
Keamanan
Ketika program latihan spesifik telah diformulasikan
dan diterima oleh klien, instruksi tentang latihan yang
aman harus dilakukan. Mengajarkan klien untuk
mengenali tanda-tanda intoleransi atau latihan yang
terlalu keras sama pentingnya dengan memilih aktivitas
yang tepat.
b.
Pencegahan Sekunder
Spiral menurun yang terjadi akibat aksaserbasi akut dari imobilitas dapat dkurangi atau dicegah
dengan intervensi keperawatan. Keberhasilan intervensi berasal dri suatu pengertian tentang
berbagai factor yang menyebabkan atau turut berperan terhadap imobilitas dan penuaan.
Pencegahan sekunder memfokuskan pada pemeliharaan fungsi dan pencegahan komplikasi.
Diagnosis keperawaqtan dihubungkan dengan poencegahan sekunder adalah gangguan mobilitas
fisik
Selain itu, Upaya mencegahkan terjadinya masalah akibat kurangnya mobilisasi antara
lain:
Perbaikan status gisi
Memperbaiki kemampuan monilisasi
Melaksanakan latihan pasif dan aktif
Mempertahankan posisi tubuh dengan benar sesuai dengan bady aligmen (Struktur tubuh).
Melakukan perubahan posisi tubuh secara periodik (mobilisasi untuk menghindari terjadinya
dekubitus / pressure area akibat tekanan yang menetap pada bagian tubuh.
a. Terapi
1) Penatalaksana Umum
a) Kerjasama tim medis interdisiplin dengan partisipasi
pasien, keluarga, dan pramuwerdha.
b) Edukasi pada pasien dan keluarga mengenai bahaya
tirah baring lama, pentingnya latihan bertahap dan
ambulasi dini, serta mencegah ketergantungan pasien
dengan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari
sendiri, semampu pasien.
c) Dilakukan pengkajian geriatri paripurna, perumusan
target fungsional, dan pembuatan rencana terapi yang
mencakup pula perkiraan waktu yang diperlukan untuk
mencapai target terapi.
d) Temu dan kenali tatalaksana infeksi, malnutrisi,
anemia, gangguan cairan dan elektrolit yang mungkin
kondisi
medis
terjadi
meliputi
latihan
diperlukan,
sediakan
dan
ajarkan
cara
Manajemen
miksi
dan
defekasi,
termasuk
keadaan-keadaan
khusus,
konsultasikan
posisi
dalam
mengatasi
masalah
g) Posisi sim
h) Posisi trendelenbeg (kepala lebih rendah dari kaki)
2) Ambulasi dini
Cara ini adalah salah satu tindakan yang dapat
meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot serta
meningkatkan fungsi kardiovaskular.. Tindakan ini bisa
dilakukan dengan cara melatih posisi duduk di tempat
tidur, turun dari tempat tidur, bergerak ke kursi roda,
dan lain-lain.
3) Melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri juga
dilakukan
kemampuan
untuk
sendi
melatih
agar
kekuatan,
mudah
ketahanan,
bergerak,
serta
j)
Postural
drainase
merupakan
cara
klasik
untuk
Aspek biologis
1)
Usia.
Faktor usia berpengaruh terhadap kemampuan melakukan aktifitas, terkait dengan kekuatan
muskuloskeletal. Hal yang perlu dikaji diantaranya adalah postur tubuh yang sesuai dengan tahap
pekembangan individu.
2)
Riwayat keperawatan.
Hal yang perlu dikaji diantaranya adalah riwayat adanya gangguan pada sistem muskuloskeletal,
ketergantungan terhadap orang lain dalam melakukan aktivitas, jenis latihan atau olahraga yang
sering dilakukan klien dan lain-lain.
3)
Pemeriksaan fisik, meliputi rentang gerak, kekuatan otot, sikap tubuh, dan dampak imobilisasi
terhadap sistem tubuh.
b.
Aspek psikologis
Aspek psikologis yang perlu dikaji di antaranya adalah bagaimana respons psikologis klien
terhadap masalah gangguan aktivitas yang dialaminya, mekanisme koping yang digunakan klien
dalam menghadapi gangguan aktivitas dan lain-lain.
c.
d.
Aspek spiritual
Hal yang perlu dikaji pada aspek ini adalah bagaimana keyakinan dan nilai yang dianut klien
dengan kondisi kesehatan yang dialaminya sekarang, seperti apakah klien menunjukan
Kemunduran musculoskeletal
Indikator primer dari keparahan imobilitas pada system musculoskeletal adalah penurunan tonus,
kekuatan, ukuran, dan ketahanan otot; rentang gerak sendi; dan kekuatan skeletal. Pengkajian
fungsi secara periodik dapat digunakan untuk memantau perubahan dan keefektifan intervensi.
f.
Kemunduran kardiovaskuler
Tanda dan gejala kardivaskuler tidak memberikan bukti langsung atau meyaknkan tentang
perkembangan komplikasi imobilitas. Hanya sedikit petunjuk diagnostic yang dapat diandalkan
pada pembentukan trombosis. Tanda-tanda tromboflebitis meliputi eritema, edema, nyeri tekan
dan tanda homans positif. Intoleransi ortostatik dapat menunjukkan suatu gerakan untuk berdiri
tegak seperti gejala peningkatan denyut jantung, penurunan tekanan darah, pucat, tremor tangan,
berkeringat, kesulitandalam mengikuti perintah dan sinkop
g.
Kemunduran Respirasi
Indikasi kemunduran respirasi dibuktikan dari tanda dan gejala atelektasis dan pneumonia.
Tanda-tanda awal meliputi peningkatan temperature dan denyut jantung. Perubahan-perubahan
dalam pergerakan dada, perkusi, bunyi napas, dan gas arteri mengindikasikan adanaya perluasan
dan beratnya kondisi yang terjadi.
h.
Perubahan-perubahan integument
Indikator cedera iskemia terhadap jaringan yang pertama adalah reaksi inflamasi. Perubahan
awal terlihat pada permukaan kulit sebagai daerah eritema yang tidak teratur dan didefinisikan
sangat buruk di atas tonjolan tulang yang tidak hilang dalam waktu 3 menit setelah tekanan
dihilangkan
i.
j.
Perubahan-perubahan Gastrointestinal
Sensasi subjektif dari konstipasi termasuk rasa tidak nyaman pada abdomen bagian bawah, rasa
penuh, tekanan. Pengosonganh rectum yang tidak sempurna, anoreksia, mual gelisah, depresi
mental, iritabilitas, kelemahan, dan sakit kepala.
k.
Faktor-faktor lingkungan
Lingkungan tempat tinggal klien memberikan bukti untuk intervensi. Di dalam rumah, kamar
mandi tanpa pegangan, karpet yang lepas, penerangan yang tidak adekuat, tangga yang tinggi,
lantai licin, dan tempat duduk toilet yang rendah dapat menurunkan mobilitas klien. Hambatanhambatan institusional terhadap mobilitas termasuk jalan koridor yang terhalang, tempat tidudan
posisi yang tinggi, dan cairan pada lantai. Identifikasi dan penghilangan hambatan-hambatan
yang potensial dapat meningkatakan mobilitas
b.
Nyeri akut
c.
Intoleransi aktivitas
d.
RENCANA KE
NO DX
Gangguan mobilitas fisik berhubungan Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama ...x 24 ja
dengan Kerusakan sensori persepsi.
TUJUAN (NOC)
klien menunjukkan:
Mampu mandiri total
Membutuhkan alat bantu
Membutuhkan bantuan orang lain
Membutuhkan bantuan orang lain dan alat
Tergantung total
Dalam hal :
Penampilan posisi tubuh yang benar
Pergerakan sendi dan otot
Melakukan perpindahan/ ambulasi : miring kanan-ki
berjalan, kursi roda
Nyeri akut berhubungan dengan cedera Setelah dilakukan Asuhan keperawatan selama . x 24 jam
Pain Level,
fisik
Pain control,
Comfort level
Kriteria Hasil :
Intoleransi
aktivitas
Defisit perawatan diri berhubungan Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama... x24 jm
dengan Kerusakan neurovaskuler
Klien mampu :
Melakukan ADL mandiri : mandi, hygiene mulut ,kuk
penis/vulva, rambut, berpakaian, toileting, makan-minu
ambulasi
Mandi sendiri atau dengan bantuan tanpa kecemasan
Terbebas dari bau badan dan mempertahankan kulit utuh
Mempertahankan kebersihan area perineal dan anus
Berpakaian dan melepaskan pakaian sendiri
Melakukan keramas, bersisir, bercukur, membersihk
kuku, berdandan
Makan dan minum sendiri, meminta bantuan bila perlu
Mengosongkan kandung kemih dan bowel
DAFTAR PUSTAKA
Asmadi. 2008. Konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien. Jakarta : Salemba Medika.
Perry & Potter. 2006. Buku ajar fundal mental keperawatan konsep, proses dan praktik. Edisi 4. Jakarta :
EGC.
Tarwoto & Wartonah, 2003. Kebutuhan dasar manusia & proses keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Wilkinson, Judith M. 2007. Buku saku diagnosa keperawatan dengan intervensi NIC dan kriteria hasil
NOC. Jakarta : EGC.
Kushariyadi. 2010. Askep pada Klien Lanjut Usia. Jakarta: Salemba Medika
Mc