Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN LOSS GRIEVING DYING AND DEATH

(KEHILANGAN,BERDUKA,MENJELANG AJAL,DAN KEMATIAN)

A. KONSEP DASAR LOSS,GRIEVING,DYING,DEATH

1. KEHILANGAN

1.1 DEFINISI KEHILANGAN

Kehilangan pribadi adalah segala kehilangan signifikan yang membutuhkan


adaptasi melalui proses berduka. Kehilangan terjadi ketika sesuatu atau seseorang tidak
dapat lagi ditemui, diraba, didengar, diketahui atau dialami. Tipe dari kehilangan
mempengaruhi tingkat distress. Misalnya, kehilangan benda mungkin tidak
menimbulkan distress yang sama ketika kehilangan seseorang yang dekat dengan kita.
Namun demikian, setiap individu berespon terhadap kehilangan secara berbeda.
Kematian seorang anggota keluarga mungkin menyebabkan distress lebih besar
dibandingkan ke hewan peliharaan, tetapi bagi seseorang yang hidup sendiri kematian
hewan peliharaan menyebabkan distress emosional yang lebih besar dibanding dengan
saudaranya yang sudah tidak pernah bertemu selama bertahun-tahun. Tipe kehilangan
penting artinya untuk proses berduka; namun perawat harus mengenali bahwa setiap
interpretasi seseorang tentang kehilangan sangat bersifat individualistis.
Kehilangan dapat bersifat aktual atau dirasakan. Kehilangan yang bersifat aktual
dapat dengan mudah diidentifikasi, misalnya seorang anak yang teman bermainnya
pindah rumah atau seorang dewasa yang kehilangan pasangan akibat bercerai.
Kehilangan yang dirasakan kurang nyata dan dapat disalahartikan, seperti kehilangan
kepercayaan diri atau prestise. Makin dalam makna dari apa yang hilang, maka makin
besar perasaan kehilangan tersebut. Klien mungkin mengalami kehilangan
maturasional (kehilangan yang diakibatkan oleh transisi kehidupan normal untuk
pertama kalinya, kehilangan situasional (kehilangan yang terjadi secara tiba-tiba dalam
merespon kejadian eksternal spesifik seperti kematian mendadak dari orang yang
dicintai) atau keduanya.
1.2 JENIS KEHILANGAN
1.2.1 Kehilangan Objek Eksternal

Kehilangan benda eksternal mencakup segala kepemilikian yang telah


menjadi usang, berpindah tempat, dicuri, atau rusak karena bencana alam. Bagi
seorang anak benda tersebut mungkin berupa boneka atau selimut, bagi seorang
dewasa berupa perhiasan atau aksesoris pakaian. Kedalaman berduka yang
dirasakan seseorang terhadap benda yang hilang bergantung pada nilai yang
dimiliki orang tersebut terhadap benda yang dimilikinya, dan kegunaan dari
benda tersebut.

1.2.2 Kehilangan Lingkungan yang Telah Dikenal

Kehilangan yang berkaitan dengan perpisahan dari lingkungan yang


telah dikenal mencakup meninggalkan lingkungan yang telah dikenal selma
periode tertentu atau perpindahan secara permanen. Contohnya termasuk
pindah ke kota baru, mendapat pekerjaan baru, atau perawatan di rumah sakit.
Kehilangan melalui perpisahan dari lingkungan yang telah dikenal dapat terjadi
melalui situasi maturasional, misalnya ketika seorang lansia pindah ke rumah
perawatan, atau situasi situasional, contohnya kehilangan rumah akibat bencana
alam atau mengalami cedera atau penyakit.

1.2.3 Kehilangan Orang Terdekat

Orang terdekat mencakup orang tua, pasangan, anak-anak, saudara


sekandung, guru, pendeta, teman, tetangga, dan rekan kerja. Kehilangan dapat
terjadi akibat perpisahan, pidah, melarikan diri, promosi di tempat kerja, dan
kematian.

1.2.4 Kehilangan Aspek Diri

Kehilangan aspek dalam diri dapat mencakup bagian tubuh, fungsi


fisiologis, atau psikologis. Kehilangan bagian tubuh dapat mencakup anggota
gerak, mata, rambut, gigi, atau payudara. Kehilangan fungsi fisiologis
mencakup kehilangan kontrol kandung kemih atau usus, mobilitas, kekuatan
atau fungsi sensoris. Kehilangan fungsi psikologi termasuk kehilangan ingatan,
rasa humor, harga diri, percaya diri, kekuatan, respeks, atau cinta. Kehilngan
seperti ini dapat menurunkan kesejahteraan individu. Orang tersebut tidak
hanya mengalami kedukaan akibat kehilangan tetapi juga dapat mengalami
perubahan permanen dalam citra tubuh dan konsep diri.

1.2.5 Kehilangan Hidup

Seseorang yang menghadapi kematian menjalani hidup, merasakan,


berpikir, dan merespons terhadap kejadian dan orang sekitarnya sampai
terjadinya kematian. Perhatian utama sering bukan kepada kematian itu sendiri
tetapi mengenai nyeri dan kehilangan kontrol. Meskipun sebagian besar orang
takut tentang kematian dan gelisah mengenai kematian, masalah yang sama
tidak akan sama pentingnya bagi setiap orang.

1.3 DAMPAK KEHILANGAN


Pekerjaan duka cita terdiri dari berbagai tugas yang dihubungkan
dengan situasi ketika seseorang melewati dampak dan efek dari perasaan
kehilangan yang telah dialaminya. Duka cita berpotensi untuk berlangsung
tanpa batas waktu.
Perawat merawat klien yang mengalami banyak tipe kehilangan, seperti
klien yang dirawat di rumah sakit yang mengalami banyak kehilangan termasuk
kesehatan, kemandirian, kontrol terhadp lingkungannya, dan keamanan
finansial. Kehilangan mengancam konsep diri, harga diri, keamanan, dan rasa
makna diri. Perawat harus mengenali makna dari setiap kehilangan bagi klien
dan dampaknya bagi fungsi fisik dan psikologis.

Efek atau dampak dari kehilangan tergantung pada faktor-faktor, yaitu :

1.Usia
2.Jalannya kematian
3.Hubungan dengan orang yang meninggal
4.Pengalama masa lalu
5.Kepribadian
6.Persepsi tentang kehilangan
7.Makna tertentu dari kehilangan yang mereka miliki
8.Respon keluarga terhadap keluarga
2. BERDUKA
2.1 DEFINISI BERDUKA
Duka cita bermakna kesedihan yang mendalam disebabkan karena kehilangan
seseorang yang dicintainya (misal kematian). Menurut Cowles dan Rodgers (2000),
duka cita dapat digambarkan sebagai berikut : Duka cita dilihat sebagai suatu
keadaan yang dinamis dan selalu berubah-ubah. Duka cita tidak berbanding lurus
dengan keadaan emosi, pikiran maupun perilaku seseorang.
Duka cita adalah suatu proses yang ditandai dengan beberapa tahapan atau
bagian dari aktivitas untuk mencapai beberapa tujuan, yaitu:

1.Menolak (denial)
2.Marah (anger)
3.Tawar-menawar (bargaining)
4.Depresi (depression)
5.Menerima (acceptance

2.2 JENIS BERDUKA


Dukacita mencakup pikiran, perasaan, dan prilaku. Tujuan duka cita
adalah untuk mencapai fungsi yang lebih efektif dengan mengintegrasikan
kehilangan kedalam pengalaman hidup klien. Pencapaian ini membutuhkan
waktu dan upaya. Istilah ”upaya melewati dukacita” berasal dari seorang
psikiater Erich Lindemann (1965) yang menggambarkan tugas dan proses yang
harus diselesaikan dengan berhasil agar dukacita terselesaikan. Orang yang
mengalami dukacita mencoba berbagai strategi untuk menghadapinya. Worden
(1982) menggarisbawahi empat tugas dukacita yang memudahkan penyesuaian
yang sehat terhadap kehilangan, dan Harper (1987) merancang tugas dalam
akronim ”TEAR’:
a. T- To accept the reality of the loss (untuk menerima realitas dari
kehilangan.)
b. E- Experience the pain of the loss (mengalami kepedihan akibat
kehilangan).
c. A- Adjust to the new environment without the lost object
(menyesuaikan lingkungan yang tidak lagi mencakup orang, benda,
atau aspek diri yang hilang).
d. R- Reinvest in the new reality (memberdayakan kembali energi
emosional ke dalam hubungan yang baru).
2.3 RESPON BERDUKA
Respon dukacita dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Dukacita Adaptif
Dukacita adaptif termasuk proses berkabung, koping, interaksi,
perencanaan, dan pengenalan psikososial. Hal ini dimulai dalam merespons
terhadap kesadaran tentang suatu ancaman kehilangan dan pengenalan
tentang kehilangan yang berkaitan dengan masa lalu, saat ini, dan masa
mendatang. Dukacita yang adaptif terjadi pada mereka yang menerima
diagnosis yang mempunyai efek jangka panjang terhadap fungsi tubuh,
seperti pada lupus eritomatosus sistemik. Klien mungkin merasa sangat
sehat ketika didiagnosis tetapi mulai berduka dalam merespons informasi
tentang kehilangan di masa mendatang yang berkaitan dengan penyakit.
Dalam situasi seperti ini , dukacita adaptif dapat mendalam lama dan dapat
terbuka. Dukacita adaptif bagi klien menjelang ajal mencakup melepas
harapan, impian, dan harapan terhadap masa depan jangka panjang.
Keterlibatan secara kontinu dengan klien menjelang ajal dan tujuan untuk
memaksimalkan kemungkinan hidup bukan hal yang tidak sesuai dengan
pengalaman dukacita adaptif. Dukacita adaptif bagi klien menjelang ajal
mempunyai akhir yang pasti. Hal tersebut akan menghilang sejalan dengan
kematian klien; meskipun duka cita berlanjut, tetapi dukacita tersebut tidak
lagi adaptif. Klien, keluarganya, dan perawat dihadapkan dengan
serangkaian tugas adaptasi dalam proses dukacita adaptif (Rando,1986).
2. Dukacita Terselubung
Dukacita terselubung terjadi ketika seseorang mengalami kehilangan
yang tidak atau tidak dapat dikenali, rasa berkabung yang luas,atau
didukung secara sosial. Konsep mengenali bahwa masyarakat mempunyai
serangkaian norma mengenai “aturan berduka” yang berupaya untuk
mengkhususkan siapa, kapan, di mana, bagaimana, berapa lama, dan kepada
siapa orang harus berduka. Dukacita mungkin terselubung dalam situasi
dimana hubungan antara yang berduka dan meninggalkan tidak didasarkan
pada ikatan keluarga yang dikenal. Dukacita ini dapat mencakup teman,
pemberi perawatan, dan rekan kerja atau hubungan non-tradisional, seperti
hubungan di luar perkawinan atau hubungan homoseksual dan mereka yang
hubungannya terjadi pada masa lalu, seperti bekas pasangan.
2.4 KONSEP DAN TEORI BERDUKA
Konsep dan teori berduka hanya cara yang dapat digunakan untuk
mengantisipasi kebutuhan emosional klien dan keluarganya serta
merencanakan intervensi untuk membantu mereka memahami duka cita dan
menghadapinya.
Penting artinya untuk mempertimbangkan beberapa teori tentang
kedukaan. Ketika mendiskusikan tentang tahapan, fase atau tugas, penting
artinya untuk mengingat bahwa hal ini tidak terjadi dengan urutan yang
kaku, tetap dapat diperkirakan. Tujuannya bukan untuk mengklasifikasi
duka cita klien. Dengan demikian perawat tidak harus mengidentifikasi
duka cita klien sebagai mengalami tahapan khusus duka cita. Peran perawat
adalah mengamati perilaku berduka, mengenali pengaruh berduka terhadap
perilaku dan memberikan dukungan yang empatik.
a. Teori Engel
Engel (1964) mengajukan bahwa proses berduka mempunyai tiga
fase yang dapat diterapkan pada seseorang yang berduka dan
menjelang kematian.
 Fase pertama, individu menyangkal realitas kehidupan dan
mungkin menarik diri, duduk tidak bergerak, atau
menerawang tanpa tujuan. Hal tersebut mungkin dipandang
oleh pengamat bahwa orang tersebut tidak menyadari apa
makna kehilangan. Reaksi fisik dapat mencakup pingsan,
berkeringat, mual, diare, frekuensi jantung cepat, gelisah,
insomnia, dan keletihan.
 Fase kedua adalah individu mulai merasa kehilangan secara
tiba-tiba dan mungkin mengalami keputusasaan. Secara
mendadak terjadi marah, rasa bersalah, frustasi, depresi dan
kehampaan. Menangis adalah khas sejalan dengan individu
menerima kehilangan.
 Fase ketiga, dikenali realitas kehilangan. Marah dan depresi
tidak lagi dibutuhkan. Kehilangan telah jelas bagi individu,
yang mulai mengenali hidup. Dengan mengalami fase ini
seorang beralih dari tingkat fungsi emosi dan intelektual
yang lebih rendah ke tingkat yang lebih tinggi. Berkembang
kesadaran diri.
b. Tahapan Menjelang Ajal Menurut Kubler-Ross
Kerangka kerja yang diberikan oleh Kebler-Ross (1969) berfokus
pada perilaku dan mencakup lima tahapan.
1. Pada tahap menyangkal individu bertindak seperti tidak terjadi
sesuatu dan dapat menolak untuk mempercayai bahwa telah
terjadi kehilangan.
2. Pada tahap marah individu melawan kehilangan dan dapat
bertindak pada seseorang dan segala sesuatu dilingkungan
sekitarnya.
3. Pada tahap tawar menawar terdapat penundaan realitas
kehilangan. Individu mungkin berusaha membuat perjanjian
dengan cara yang halus atau jelas untuk mencegah kehilangan.
4. Tahap depresi terjadi ketika kehilangan disadari dan timbul
dampak nyata dari makna kehilangan tersebut timbul. Seseorang
merasa terlalu sangat kesepian dan menahan diri. Tahap ini
memberi kesempatan untuk berupaya melewati kehilangan dan
mulai memecahkan masalah.
5. Dan pada tahap terakhir ini dicapai suatu penerimaan. Reaksi
fisiologis menurun, dan interaksi sosial berlanjut. Kubler-Ross
mendefinisikan penerimaan lebih sebagai menghadapi situasi
ketimbang menyerah untuk pasrah atau pututs asa.
c. Fase Berduka Menurut Rando
Rando (1993) mendefinisikan kembali respon berduka menjadi
tiga kategori, yaitu :
1. Penghindaran, dimana terjadi syok, menyangkal dan
ketidakpercayaan.
2. Konfrontasi, dimana terjadi luapan emosi yang sangat tinggi
ketika klien secara berulang melawan kehilangn mereka dan
kedukaan mereka paling dalam dan dirasakan palinga kaut.
3. Akomodasi, ketika terdapat secara bertahap penurunan
kedudukan akut dan mulai memasuki kembali secara
emosional dan social dunia sehari-hari dimana klien belajar
untuk menjalani hidup dengan kehilangan mereka.

3. MENJELANG AJAL
3.1 DEFINISI MENJELANG AJAL

Menjelang ajal adalah bagian dari kehidupan yang merupakan proses menuju
akhir. Lahir, menjelang ajal dan kematian bersifat universal. Meskipun unik bagi
individu, kejadian-kejadian tersebut bersifat normal dan merupakan proses hidup yang
diperlukan. Dukungan kolega sebagaimana perawat yang mengasuh orang menjelang
ajal merupakan hal yang penting agar pada masa-masa tersebut menjadipengalaman
yang normal dan meningkatkan pertumbuhan.

Adapun lingkungan menjelang ajal seseorang adalah :

a. Rumah sakit perawatan akut


b. Perawatan jangka panjang
c. Hospice
d. Perawatan di rumah
3.2 TEORI MENJELANG AJAL
3.2.1 Elisabeth Kubler-Ross
Ada 5 tahap :
a. Penyangkalan dan isolasi
b. Perasaan marah, gusar, iri, dan kebencian.
c. Tawar menawar
d. Depresi
e. Penerimaan
3.2.2 Lamberton
Mengisolasi 4 strategi koping utama yang digunakan oleh orang yang
menjelang ajal :
a. Penyangkalan
b. Ketergantungan
c. Pemindahan
d. Regresi
3.2.3 Pattison
a. Fase akut
b. Fase kehidupan kronis
c. Fase menjelang ajal
d. Fase akhir
3.2.4 Wiesman
Mengemukakan adeanya kemungkinan fase-fase pada ekspresi respons
emosional yang kontinu dan berubah-ubah selama proses menjelang ajal.
3.2.5 Kastenbaum
Membagi kehidupan dan menjelang ajal menajdi 2 fase psikobiologis
yang sama, yang berkembang sampai akhir kehidupan.
3.2.6 Giacquinta
Fase-fase yang dialami keluarga setelah diagnose kanker dinyatakan:
a. Hidup dengan kanker
b. Restrukturisasi selama interval hidup dan mati
c. Kehilangan
d. Pembentukan kembali

4. KEMATIAN
Kematian adalah penghentian permanen semua fungsi tubuh yang vital, akhir
dari kehidupan. Kematian adalah realitas yang sering terjadi dalam lingkungan
asuhan keperawatan. Sebagian besar perawat berinteraksi dengan klien dan keluarga
yang mengalami kehilangan dan dukacita.

Anda mungkin juga menyukai