ASUHAN KEPERAWATAN
AGREGAT ANAK SEKOLAH DENGAN GASTRO ENTERITIS AKUT
Disusun Oleh:
1. Baruno Eko (S160
2. Dewi Yuni A. (S160
3. Kiki (S16034)
4. M. Rais P. (S16030)
5. Rika Nilam (S16051)
6. Sari Malak (S16055)
7. Siti Zumrotun M. (S16058)
A. Latar Belakang
Anak merupakan usia yang rawan terserang berbagai penyakit, misalnya
diare, kecacingan dan anemia. Berdasarkan data WHO bahwa setiap tahun
100.000 anak Indonesia meninggal akibat diare, angka ke'adian kecacingan
mencapai angka 40-60 % (Depkes, 2010).
Anak usia sekolah merupakan individu yang berusia antara 5-12 dan
merupakan masa peralihan antara masa anak)anak dengan masa rema'a,
sedangkan anak usia sekolah dasar adalah anak yang berusia 6-13 tahun yang
masih duduk dibangku sekolah dasar (Stanhope & Lancaster, 2009 Steward,
2009).
Menurut World Helath Organization (WHO) diare adalah kejadian buang
airbesar dengan konsistensi lebih cair dari biasanya, dengan frekuensi tiga kali
atau lebih dalam periode 24 jam. Diare merupakan penyakit berbasis lingkungan
yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme meliputi bakteri, virus, parasit,
protozoa, dan penularannya secara fekal-oral. Diare dapat mengenai semua
kelompok umur baik balita, anak-anak dan orang dewasa dengan berbagai
golongan sosial. Diare merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di
kalangan anak-anak kurang dari 5 tahun. Secara global terjadi peningkatan
kejadian diare dan kematian akibat diare pada balita dari tahun 2015-2017. Pada
tahun 2015, diare menyebabkan sekitar 688 juta orang sakit dan 499.000
kematian di seluruh dunia tejadi pada anak-anak dibawah 5 tahun. Data WHO
(2017) menyatakan, hampir 1,7 miliar kasus diare terjadi pada anak dengan
angka kematian sekitar 525.000 pada anak balita tiap tahunnya.
Diare merupakan penyakit endemis di Indonesia dan merupakan penyakit
potensial Kejadian Luar Biasa (KLB) yang sering disertai dengan kematian.
Berdasarkan data Profil Kesehatan Indonesia (2016), terjadi KLB diare tiap tahun
dari tahun 2013 sampai 2016 dengan disertai peningkataan CFR (Case Fatality
Rate). Pada tahun 2013, CFR diare adalah 1,08% meningkat menjadi 1,14% pada
tahun 2014. Peningkatan CFR saat KLB di Indonesia terus terjadi hingga 2,47%
pada tahun 2015 dan 3,04% pada tahun 2016. Angka CFR ini belum sesuai
dengan yang diharapkan yaitu <1%.(6) Data Kementrian Kesehatan Indonesia
(2016) menyatakan, jumlah kasus diare yang ditangani instansi kesehatan di
Indonesia menurun tiap tahunnya. Pada tahun 2016 penderita diare di Indonesia
yang ditangani sebanyak 46,4% dari jumlah penderita diare keseluruhan yang
tercatat berjumlah 6.897.463 orang.(6) Pada tahun 2015, jumlah kasus yang
ditangani 4.017.861 orang, sedangkan pada tahun 2014 jumlah penangan kasus
diare oleh instansi kesehatan adalah 8.490.976 orang.
Menurut WHO, kejadian diare sering dikaitkan dengan sumber air yang
tercemar, sanitasi yang tidak memadai, praktik kebersihan yang buruk, makanan
yang terkontaminasi dan malnutrisi.(13) Kejadian diare dapat disebabkan
beberapa faktor antara lain : faktor pendidikan, pekerjaan, sosial ekonomi dan
faktor makanan dan minuman yang dikonsumsi, faktor balita seperti umur balita,
gizi balita, serta faktor lingkungan.
Berdasarkan hasil penelitian Anjar (2009), diketahui bahwa ada hubungan
antara faktor lingkungan dan faktor sosiodemografi dengan kejadian diare balita.
Menurut Seftalina (2016), terdapat hubungan antara tingkat pendidikan ibu dan
penghasilan keluarga dengan kejadian diare pada balita. Penelitian ini juga
didukung oleh Risa (2015) yang menyatakan terdapat hubungan yang bermakna
antara pendidikan ibu, umur balita, sumber air minum, pengolahan air, kualitas
fisik air dan tempat buang air (sanitasi) dengan kejadian diare balita di Sumatera.
Penelitian Lendra (2014) menyatakan terdapat hubungan yang bermakna
antara sumber air minum yang tidak memnuhi syarat dengan kejadian diare pada
anak balita. Penelitan Azkiya (2014) menyatakan sarana air bersih yang tidak
memenuhi syarat memiliki resiko 1,8 kali menyebabkan diare balita. Salah satu
sarana air bersih (SAB) yang memiliki pengaruh besar terhadap kejadian diare
adalah sumber air minum. Balita yang mengkonsumsi air minum yang tidak
memenuhi syarat memiliki resiko menderita diare 2,61 kali dibandingkan dengan
balita yang mengkonsumsi air minum yang memenuhi syarat.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, perumusan masalah
dalam penelitian ini adalah apakah ada pengaruh GEA (Gastro Enteritis Akut)
terhadap usia anak sekolah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
B. Etiologi
Menurut surharyono dalam wicaksono (2011) , ditinjau dari sudut
patofisiologinya, maka penyebab gastroenteritis akut (diare akut) dapat dibagi
menjadi 2 golongan yaitu :
a. Diare sekresi (secretory diarrhea), disebabkan oleh :
1) Infeksi virus, kuman kuman patogen dan apatogen :
a) Infeksi bakteri misalnya Escherichia coli, shigella dusentriae
b) Infeksi virus misalnya rotavirus, Norwalk
c) Infeksi parasit misalnya Entamoeba hystolitica, giardiasis lambia
2) Hiperperistaltik usus halus yang dapat disebabkan oleh bahan bahan
kimia, makanan, gangguan psikis (ketakutan, gugup), gangguan saraf,
hawa dingin, alergi
b. Diare osmotic (osmotic diarrhea), disebabkan oleh :
a. Malabsorbsi makanan (karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan
mineral)
b. Kurang kalori protein
c. Bayi berat badan lahir rendah dan bayi baru lahir
C. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis dari gastroenteritis akut biasanya bervariasi. dari
salah satu hasil penelitian yang dilakukan pada orang dewasa, mual (93%),
muntah (81%) atau diare (89%), dan nyeri abdomen (76%) umumnya
merupakan gejala yang paling sering dilaporkan oleh kebanyakan pasien.
Selain itu terdapat tanda-tanda dehidrasi sedang sampai berat, seperti
membran mukosa yang kering, penurunan turgor kulit, atau perubahan status
mental, terdapat pada <10 % pada hasil pemeriksaan. Gejala pernafasan, yang
mencakup radang tenggorokan, batuk, dan rinorea, dilaporkan sekitar 10%.
(Bulens,2012)
Sedangkan gatroenteritis akut karena infeksi bakteri yang mengandung
atau memproduksi toksin akan menyebabkan diare sekretorik (watery
diarhhea) dengan gejala-gejala mual, muntah, dengan atau tanpa demam yang
umumnya ringan, disertai atau tanpa nyeri/kejang perut, dengan feses lembek
atau cair. Umumnya gejala diare sekretorik timbul dalam beberapa jam setelah
makan atau minurnan yang terkontaminasi.( Sudoyo,2009)
Diare sekretorik (watery diarhea) yang berlangsung beberapa waktu
tanpa penanggulangan medis yang adekuat dapat menyebabkan kematian
karena kekurangan cairan yang mengakibatkan renjatan hipovolemik atau
karena gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang lanjut. Karena
kehilangan cairan seseorang akan merasa haus, berat badan berkurang, mata
menjadi cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol, turgor kulit menumn serta
suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan deplesi air yang
isotonik. ( Sudoyo,2009)
Sedangkan kehilangan bikarbonas dan asam karbonas berkurang yang
mengakibatkan penurunan pH darah. Penurunan ini akan merangsang pusat
pernapasan sehingga frekuensi nafas lebih cepat dan lebih dalam (pernafasan
Kussmaul). Reaksi ini adalah usaha badan untuk mengeluarkan asam
karbonas agar pH darah dapat kembali normal. Gangguan kardiovaskular pada
tahap hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan dengan tanda-tanda
denyut nadi yang cepat, tekanan darah menurun sampai tidak terukur. Pasien
mulai gelisah muka pucat ujung-ujung ektremitas dingin dan kadang sianosis
karena kehilangan kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung.
( Sudoyo,2009)
D. Komplikasi
Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi
utama, terutama pada lanjut usia dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera,
kehilangan cairan terjadi secara mendadak sehingga cepat terjadi syok
hipovolemik. Kehilangan elektrolit melalui feses dapat mengarah terjadinya
hipokalemia dan asidosis metabolic. (Amin,2015)
Pada kasus-kasus yang terlambat mendapat pertolongan medis, syok
hipovolemik sudah tidak dapat diatasi lagi, dapat timbul nekrosis tubular akut
ginjal dan selanjutnya terjadi gagal multi organ. Komplikasi ini dapat juga
terjadi bila penanganan pemberian cairan tidak adekuat, sehingga rehidrasi
optimal tidak tercapai. (Amin,2015)
Haemolityc Uremic Syndrome (HUS) adalah komplikasi terutama
oleh EHEC. Pasien HUS menderita gagal ginjal, anemia hemolisis, dan
trombositopeni 12-14 hari setelah diare. Risiko HUS meningkat setelah
infeksi EHEC dengan penggunaan obat anti-diare, tetapi hubungannya
dengan penggunaan antibiotik masih kontroversial. (Amin,2015)
Sindrom Guillain – Barre, suatu polineuropati demielinisasi akut,
merupakan komplikasi potensial lain, khususnya setelah infeksi C. jejuni; 20-
40% pasien Guillain – Barre menderita infeksi C. jejuni beberapa minggu
sebelumnya. Pasien menderita kelemahan motorik dan mungkin memerlukan
ventilasi mekanis. Mekanisme penyebab sindrom Guillain – Barre belum
diketahui.2 Artritis pascainfeksi dapat terjadi beberapa minggu setelah
penyakit diare karena Campylobacter, Shigella, Salmonella, atau Yersinia spp.
(Amin,2015)
1. Pengkajian
a. Pengkajian Keperawatan
1) Identitas
Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun pertama
kehidupan. Insiden paling tinggi adalah golongan umur 6-11 bulan.
Kebanyakan kuman usus merangsang kekebalan terhadap infeksi, hal ini
membantu menjelaskan penurunan insidence penyakit pada anak yang lebih
besar. Pada umur 2 tahun atau lebih imunitas aktif mulai terbentuk.
Kebanyakan kasus karena infeksi usus asimptomatik dan kuman enteric
menyebar terutama klien tidak menyadari adanya infeksi. Status ekonomi
juga berpengaruh terutama dilihat dari pola makan dan perawatannya .
2) Keluhan Utama
BAB lebih dari 3 kali sehari
3) Riwayat Penyakit Sekarang
BAB warna kuning kehijauan, bercampur lendir dan darah atau lendir saja.
Konsistensi encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari
(diare akut), lebih dari 7 hari ( diare berkepanjangan), lebih dari 14 hari
(diare kronis).
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau
kortikosteroid jangka panjang (perubahan candida albicans dari saprofit
menjadi parasit), alergi makanan, ISPA, ISK, OMA campak.
5) Riwayat Nutrisi
Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang dewasa,
porsi yang diberikan 3 kali setiap hari dengan tambahan buah dan susu.
kekurangan gizi pada anak usia toddler sangat rentan,. Cara pengelolahan
makanan yang baik, menjaga kebersihan dan sanitasi makanan, kebiasan
cuci tangan,
6) Riwayat Kesehatan Keluarga
Ada salah satu keluarga yang mengalami diare.
7) Riwayat Kesehatan Lingkungan
Penyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan,
lingkungan tempat tinggal.
8) Riwayat Pertumbuhan dan perkembangan
a) Pertumbuhan
1) Kenaikan BB karena umur 1 –3 tahun berkisar antara 1,5-2,5 kg
(rata-rata 2 kg), PB 6-10 cm (rata-rata 8 cm) pertahun.
2) Kenaikan linkar kepala : 12cm ditahun pertama dan 2 cm ditahun
kedua dan seterusnya.
3) Tumbuh gigi 8 buah : tambahan gigi susu; geraham pertama dan
gigi taring, seluruhnya berjumlah 14 – 16 buah
4) Erupsi gigi : geraham perama menusul gigi taring.
b) Perkembangan
Tahap perkembangan Psikoseksual menurut Sigmund Freud:
Fase anal : Pengeluaran tinja menjadi sumber kepuasan libido,
mulai menunjukan keakuannya, cinta diri sendiri/ egoistic, mulai
kenal dengan tubuhnya, tugas utamanyan adalah latihan kebersihan,
perkembangan bicra dan bahasa (meniru dan mengulang kata
sederhana, hubungna interpersonal, bermain).
Tahap perkembangan psikososial menurut Erik Erikson:
Autonomy vs Shame and doundt
Perkembangn ketrampilan motorik dan bahasa dipelajari anak
toddler dari lingkungan dan keuntungan yang ia peroleh Dario
kemam puannya untuk mandiri (tak tergantug). Melalui dorongan
orang tua untuk makan, berpakaian, BAB sendiri, jika orang tua
terlalu over protektif menuntut harapan yanag terlalu tinggi maka
anak akan merasa malu dan ragu-ragu seperti juga halnya perasaan
tidak mampu yang dapat berkembang pada diri anak.
Gerakan kasar dan halus, bacara, bahasa dan kecerdasan, bergaul
dan mandiri : Umur 2-3 tahun :
1. berdiri dengan satu kaki tanpa berpegangan sedikitpun
2. hitungan (GK)
3. Meniru membuat garis lurus (GH)
4. Menyatakan keinginan sedikitnya dengan dua kata (BBK)
5. Melepas pakaian sendiri (BM)
9) Pemeriksaan Fisik
a) pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan
mengecil, lingkar kepala, lingkar abdomen membesar,
b) keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran
menurun.
c) Kepala : ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup pada
anak umur 1 tahun lebih
d) Mata : cekung, kering, sangat cekung
e) Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen,
peristaltic meningkat > 35 x/mnt, nafsu makan menurun, mual
muntah, minum normal atau tidak haus, minum lahap dan kelihatan
haus, minum sedikit atau kelihatan bisa minum
f) Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena
asidosis metabolic (kontraksi otot pernafasan)
g) Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensi
menurun pada diare sedang.
h) Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu
meningkat > 375 0
c, akral hangat, akral dingin (waspada syok),
capillary refill time memajang > 2 detik,kemerahan pada
daerahperianal.
i) Sistem perkemihan : urin produksi oliguria sampai anuria (200-400
ml/ 24 jam ), frekuensi berkurang dari sebelum sakit.
j) Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang MRS bisa mengalami
stress yang berupa perpisahan, kehilangan waktu bermain, terhadap
tindakan invasive respon yang ditunjukan adalah protes, putus asa,
dan kemudian menerima.
10) Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium :
feses kultur : Bakteri, virus, parasit, candida
Serum elektrolit : Hiponatremi, Hipernatremi, hipokalemi
AGD : asidosis metabolic ( Ph menurun, PO2 meningkat,
PCO2 meningkat, HCO3 menurun )
Faal ginjal : UC meningkat (GGA)
2) Radiologi : mungkin ditemukan bronchopemoni
b. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
kehilangan cairan skunder terhadap diare.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diare
atau output berlebihan dan intake yang kurang
3. Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi
sekunder terhadap diare
4. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan
frekwensi diare.
5. Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive.
6. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan krisis situasi, kurang
pengetahuan.
c. INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa 1: Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan
dengan kehilangan cairan skunder terhadap diare
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
keseimbangan dan elektrolit dipertahankan secara maksimal
Kriteria hasil :
Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt, S; 36-37,50 c, RR : <
40 x/mnt )
Turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata tidak cowong, UUB
tidak cekung.
Konsistensi BAB lembek, frekwensi 1 kali perhari
Intervensi :
1) Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan dan elektrolit
2) Beri LRO (larutan rehidrasi oral)
3) Berikan LRO sedikit tapi sering/anjurkan keluarga untuk memberi minum
banyak pada kien, 2-3 lt/hr
4) Setelah rehidrasi berikan diet regular pada anak sesuai toleransi
5) Pantau intake dan output (urin, feses, dan emesis)
6) Timbang berat badan setiap hari
7) Kaji TTV, turgor kulit, membrane mukosa, dan status mental setiap 4 jam
atau sesuai indikasi
8) Hindari masukan cairan jernih seperti jus buah, minuman berkarbonat, dan
gelatin
9) Kolaborasi :
- Pemeriksaan laboratorium serum elektrolit (Na, K,Ca,
BUN)
- Cairan parenteral ( IV line ) sesuai dengan umur
- Obat-obatan : (antisekresin, antispasmolitik, antibiotik)
10) Instruksikan keluarga dalam memberikan terapi yang tepat, pemantauan
masukkan dan keluaran, dan mengkaji tanda-tanda dehidrasi
Diagnosa 2 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan tidak adekuatnya intake dan out
put
Tujuan : setelah dilakukan tindakan perawatan selama dirumah di RS
kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria : - Nafsu makan meningkat
- BB meningkat atau normal sesuai umur
Intervensi :
1) Diskusikan dan jelaskan tentang pembatasan diet (makanan berserat tinggi,
berlemak dan air terlalu panas atau dingin)
2) Ciptakan lingkungan yang bersih, jauh dari bau yang tak sedap atau sampah,
sajikan makanan dalam keadaan hangat
3) Berikan jam istirahat (tidur) serta kurangi kegiatan yang berlebihan
4) Observasi dan catat respos terhadap pemberian makan
5) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
a. terapi gizi : Diet TKTP rendah serat, susu
b. obat-obatan atau vitamin ( A)
6) Instruksikan keluarga dalam memberikan diet yang tepat
Barr, w. and smith, a. (2017). [online] Available at: http://Acute Diarrhea in Adults
WENDY BARR, MD, MPH, MSCE, and ANDREW SMITH, MD Lawrence
Family Medicine Residency, Lawrence, Massachusetts [Accessed 5 Mar. 2017].
Bresee, J., Bulens, S., Beard, R., Dauphin, L., Slutsker, L., Bopp, C., Eberhard, M.,
Hall, A., Vinje, J., Monroe, S. and Glass, R. (2012). The Etiology of Severe
Acute Gastroenteritis Among Adults Visiting Emergency Departments in the
United States. Journal of Infectious Diseases, 205(9), pp.1374-1381.