Anda di halaman 1dari 19

TUGAS MAKALAH

FOTOTERAPI

DISUSUN OLEH :

NAMA

: MITRA PERTIWI

NIM

: 04064881517004

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
TAHUN 2015

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena
atas berkat rahmat dan karunia-Nya tugas makalah fototerapi ini dapat
diselesaikan dengan baik. Penulisan makalah ini merupakan persyaratan sebelum
memasuki program profesi Ners pada Program Studi Ilmu Keperawatan
Universitas Sriwijaya.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan baik dalam hal isi
maupun dalam penulisan Makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
saran dan kritik yang bersifat membangun sebagai masukan untuk dapat
menyempurnakan Makalah ini dikemudian hari. Semoga Makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.

Indralaya,

Oktober 2015

Penulis

DAFTAR ISI

Kata Pengantar.i
ii

Daftar Isiii
I.

BAB I
A. Latar Belakang.1
B. Tujuan..4
C. Manfaat4

II.

BAB II
A. Definisi5
B. Indikasi6
C. Dampak fototerapi akan meningkat jika kadar bilirubin di kulit makin
D.
E.
F.
G.

III.

tinggi...6
Evektivitas fototerapi..6
Perawatan bayi dengan fototerapi...8
Hal-hal yang harus diperhatikan.8
Durasi fototerapi..8

BAB III
A. Kesimpulan10
B. Saran..10

DAFTAR PUSTAKA....11
Standar Operasional Prosedur

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kelahiran bayi dengan BBLR masih mejadi satu masalah kesehatan yang
penting dinegara-negara berkembang. Hal ini disebabkan karena angka
kejadian, angka kesakitan dan angka kematian yang masih tinggia (Gumilar,
2010). Kuning atau sering juga disebut dengan istilah ikterus, merupakan
kondisi klinis bayi yang ditandai pewarnaan kuning pada kulit dan sklera mata

ii

akibat peningkatan bilirubin. Ikterus pada bayi usia 2-3 hari pertama
kehidupan, merupakan hal yang normal (fisiologis) tetapi dapat juga
ditemukan kondisi yang tidak normal (non fisiologis). Angka kejadian ikterus
fisiologis cukup tinggi. Frekuensi pada bayi cukup bulan 50-60% dan kurang
bulan 80%. Pada usia 1 minggu pertama, lebih dari 85% bayi cukup bulan
kembali dirawat karena kondisi ini (suraiyah, 2014).
Ikterus terjadi akibat penumpukan bilirubin dalam darah, dan akan tampak
pada jelas pada kulit bila kadar bilirubin antara 5-7 mg/dL. Cara visual untuk
menentukan ikterus dilakukan dengan menekan kulit secara ringan memakai
jari tangan kemudian lepaskan. Warna kulit dinilai dibawah penerangan yang
cukup sehingga tampak jelas. Ikterus sulit dinilai bila penerangan kurang,
terutama pada bayi dengan warna kulit gelap. Amati warna kulit dan tentukan
luasnya daerah ikterus pada anggota tubuh. Pemeriksaan bilirubin serum
harus tetap dilakukan karena meskipun cara visual mudah dan praktis tetapi
hasilnya kurang akurat (suraiyah, 2014).
Waktu terjadinya ikterus juga mempunyai arti yang penting dalam
menentukan kemungkinan diagnosis, faktor penyebab, dan tata laksana
(suraiyah, 2014). Hal ini meliputi produksi, transportasi, konjugasi dan
ekskresi bilirubin. Ada 2 jenis bilirubin yaitu bilirubin indirek (bilirubin tak
terkonjugasi) dan direk (bilirubin terkonjugasi). Produksi bilirubin berasal dari
degradasi heme hemoglobin dari sel darah merah (eritrosit) dalam sirkulasi.
Satu gram hemoglobin menghasilkan sekitar 35 mg bilirubin indirek,
bilirubin ini tidak larut dalam air tetapi larut dalam lemak. Pembentukan
bilirubin dimulai dengan proses oksidasi yang menghasilhan biliverdin.
Biliverdin mengalami reduksi menjadi bilirubin indirek. Di dalam darah
bilirubin indirek berikatan dengan albumin dan di transfer (transportasi) ke sel

ii

hati. Dengan bantuan beberapa enzim di dalam sel hati, terjadi proses
konjugasi sehingga berubah menjadi bilirubin direk. Bilirubin direk ini larut
dalam air dan dieksresikan ke sistem empedu, dan selanjutnya kedalam
saluran cerna (usus halus).
Bilirubin direk dengan bantuan flora normal usus diubah menjadi
urobilinogen dan sebagian kecil di hidrolisis dengan bantuan enzim
glukoronidase menjadi bilirubin indirek dan di reabsorbsi ke sel hati (siklus
enterohepatis). Metabolisme akhir urobilinogen menjadi sterkobilin yang
nantinya akan memberi warna kuning pada feses.
Hiperbilirubinemia adalah tingginya kadar bilirubin di dalam darah yang
didapat dari pemeriksaan laboratorium. Faktor penyebab tingginya bilirubin
pada bayi baru lahir karena tingginya eritrosit bayi dengan masa hidup yang
lebih pendek (70-90 hari), belum matangnya fungsi hati dan meningkatnya
reabsorbsi bilirubin indirek dari usus (siklus enterohepatis). Tingginya kadar
bilirubin ini terjadi pada bayi usia 2-3 hari pertama, mencapai puncaknya
pada hari ke 5-7.
Pada hiperbilirubinemia fisiologis, kadar biliriubin akan turun kembali
pada hari ke 10-14. Batasan kadar bilirubin yang aman pada bayi dapat
dilihat pada tabel sesuai American Academy of Pediatric (AAP) tetapi secara
umum dipakai batasan tidak > 10 mg/dL untuk untuk bayi kurang bulan dan
tidak > 15 mg/dL pada bayi cukup bulan (suraiyah, 2014).
Ikterus dianggap fisiologis bila memenuhi kriteria sebagai berikut: ikterus
timbul pada usia 2-3 hari dengan kadar bilirubin indirek pada usia tersebut
ii

tidak > 15 mg/dL (bayi cukup bulan) dan tidak > 10 mg/dL (bayi kurang
bulan). Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak > 5 mg/dL per 24 jam,
dengan kadar bilirubin direk > 1 mg/dL. Ikterus hilang pada 10 hari pertama
dan tidak terbukti berhubungan dengan keadaan non fisiologis.
Ada beberapa cara untuk menentukan derajat ikterus yang merupakan
faktor resiko terjadinya kerniterus, misalnya kadar bilirubin bebas, kadar
bilirubin 1 dan 2, atau secara klinis diakukan dibawah sinar biasa atau day
light (Hindryawati, 2011 dalam Bunyaniah, 2013).
Terapi sinar (fototerapi) bertujuan untuk mengendalikan kadar bilirubin
serum agar tidak mencapai nilai yang membahayakan sampai terjadi bilirubin
ensefalopati maupun kern-ikterus. Fototerapi bertujuan mengubah bilirubin
menjadi bentuk yang larut dalam air untuk dikeluarkan melalui empedu atau
air seni. Pada saat bilirubin menyerap cahaya, maka terjadi reaksi fotokimia
yaitu isomerisasi sehingga terjadi konversi ireversibel menjadi isomer kimia
lainnya yaitu lumirubin yang dengan cepat dibersihkan dari plasma melalui
empedu. Lumirubin adalah produk terbanyak degradasi bilirubin akibat foto
terapi. Sejumlah kecil bilirubin indirek diubah oleh cahaya menjadi dipyrole
yang dikeluarkan

lewat air seni.

Foto isomer bilirubin lebih polar

dibandingkan bentuk asalnya dan secara langsung bisa dikeluarkan melalui


empedu ke dalam usus untuk dibuang bersama feses tanpa proses konjugasi
oleh Hati, karena hanya produk foto oksidan saja yang bisa dikeluarkan
melalui air seni (suraiyah, 2014).

ii

Fototerapi bekerja memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas


tinggi (a bound of flourescent light bulbs or bulbs in theblue light spcetrum)
akan menurunkan bilirubin dalam kulit. Fototerapi menurunkan kadar
bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi bilirubin tak terkonjugasi (Klaus,
Fanarof, 1998 dalam Gumilar 2010).

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Agar mahasiswa mampu melakukan foto terapi.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui derajat ikterik pada bayi baru lahir sebelum
dilakukan fototerapi.
b. Untuk mengetahui derajat ikterik pada bayi baru lahir setelah
dilakukan fototerapi.
c.

Untuk mengetahui pengaruh fototerapi terhadap derajat ikterik pada


bayi baru lahir.

C. Manfaat
Menurunkan

kadar

bilirubin

darah

pada

neonatus

dengan

hiperbilirubinemia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Fototerapi merupakan terapi pilihan pertama yang dilakukan terhapa
bayi baru lahir dengan hiperbilirubinemia (Kumar et al, 2010 dalam Shinta,

ii

2015). Fototerapi merupakan penatalaksanaan hiperbilirubinemia yang


bertujuan untuk menurunkan konsentrasi bilirubin dalam sirkulasi atau
mencegah peningkatan kadar bilirubin.
Fototerapi merupakan terapi dengan menggunakan sinar yang dapat
dilihat untuk pengobatan hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir.
Keefektifan suatu fototerapi ditentukan oleh intensitas sinar. Adapun faktor
yang mempengaruhi intensitas sinar ini adalah jenis sinar, panjang
gelombang sinar, jarak sinar ke pasien yang disinari, luas permukaan tubuh
yang terpapar dengan sinar serta penggunaan media pemantulan sinar.
Bayi dengan ikterus perlu diamati apakah fisiologis atau akan
berkembang menjadi ikterus patologis. Anamnesis kehamilan dan kelahiran
sangat membantu pengamatan klinik dan dapat menjadi petunjuk untuk
melakukan pemeriksaan yang tepat. Early feeding yaitu pemberian makanan
dini pada bayi dapat mengurangi terjadinya ikterus fisiologik pada bayi.
Sistem fototerapi mampu menghantarkan sinar melalui bolam lampu
fluorcent, lampu quartz, halogen, emisi dioda lampu dan matres optik fiber.
Keberhasilan pelaksanaan fototerapi tergantung dari efektifitas dan
minimnya komplikasi yang terjadi (Stokowski, 2006 dalam Shinta, 2015).

B. Indikasi Fototerapi
Fototerapi direkomendasikan apabila :

ii

1. Kadar bilirubin total 5-8 mg/dl pada bayi dengan berat badan <1500 gram.
2. Kadar 8-12 mg/dl pada bayi dengan berat badan 1500-1999 gram.
3. Kadar 11-14mg/dl pada bayi dengan berat badan 2000-2499 gram.
(wong et al., 2009).

C. Dampak fototerapi akan meningkat jika kadar bilirubin di kulit makin


tinggi.
Fototerapi mengubah bilirubin di kapiler superfisial dan jaringan
interstitial dengan reaksi fotokimia dan fotooksidasi menjadi isomer
(isomerisasi struktural dan konfigurasi) secara cepat, yang larut dalam air
dan dapat diekskresi melalui hepar tanpa proses konjugasi sehingga mudah
diekskresi dan tidak toksik. Penurunan bilirubin total paling besar terjadi
pada 6 jam pertama.
Faktor yang mengurangi efikasi terapi sinar adalah paparan kulit tidak
adekuat, sumber cahaya terlalu jauh dari bayi (radiasi menurun secara
terbalik dengan kuadrat jarak), lamu flouresens yang terlalu panas
menyebabkan perusakan fosfor secara cepat dan emisi spektrum dari lampu
yang tidak tepat. Idealnya, semua ruang perawatan perinatologi memiliki
peralatan untuk melakukan terapi sinar intensif (Giyatmo, 2011).

D. Evektivitas Fototerapi

ii

1. Jenis Cahaya
Cahaya biru (fluoresens biru) dengan spektrum 460-490 nm
merupakan cahaya yang paling efektif dalam fototerapi karena dapat
menembus jaringan dan diabsorbsi oleh bilirubin (bilirubin menyerap
lebih kuar pada cahaya biru dengan spektrum 460 nm ini).
2. Saluran energi atau imadiance sumber cahaya
Imadiance diukur dengan radiometer atau spektroradiometer dalam
satuan watt/cm2 atau watt/cm2nm. Sebagai contoh, sumber cahaya
(tipe konvensional atau standar) yang diletakkan 20 cm diatas bayi
dapat menghantarkan spektrum imadiance, berkisar 8-10 watt/cm2 nm
pada panjang gelombang cahaya 430-490 nm.
Adapun cahaya flourenens biru dapat menghantarkan spektrum
imadiance berkisar 30-40 watt/cm2nm.
American academy of pediatriks mendefinisikan intensif fototerapi
sebagai fototerapi dengan spektrum imadiance berkisar 30-40 watt/cm2

nm yang dapat menjangkau permukaan tubuh bayi dengan lebih luas.

(Maisels & McDonagh, 2008).


3. Jarak antara bayi dengan sumber cahaya dan luasnya area kulit yang
terpajan
Jarak antara bayi dengan sumber cahaya tidak boleh kurang dari 45
cm. Penelitian terkontrol menyebutkan bahwa semakin luas daerah kulit

ii

yang terpajan, semakin besar reduksi kadar bilirubin total. (Wong et al.,
2009).
Efektivitas fototerapi tergantung pada kualitas cahaya yang
dipancarkan lampu (panjang gelombang), intensitas cahaya (iridasi),
luas permukaan tubuh, ketebalan kulit dan pigmentasi, lama paparan
cahaya, kadar bilirubuin total saat awal fototerapi (Sakundarno,2008).
E. Perawatan Bayi Dengan Fototerapi
1. Pasang penutup mata dan pastikan terpasang dengan baik
2. Baringkan bayi tanpa pakaian, kecuali popok/ bilibottom
3. Ubah posisi bayi setiap 3 jam
4. Ketika fototerapi dimulai, periksa kadar bilirubin setiap 24 jam
5. Pantau subuh tubuh bayi
6. Observasi status hidrasi bayi, pantau intake dan output cairan
7. Edukasi dan motivasi orangtua / keluarga bayi
8. Dokumentasikan nama bayi, no RM, tanggal dan jam dimulai dan
selesainya fototerapi, jumlah jam pemakaian alat fototerapi dalam
lembar dkomentasi pemakaian alat.
9. Dokumentasikan pula tanggal dan jam penggunaan fototerapi, tampilan
klinis bayi, dan tindakan lainnya yang dilakukanterkait fototerapi dalam
lembar dokumentasi perawatan bayi.
ii

F. Hal-hal yang harus diperhatikan


1. Toksisitas cahaya terhadap retina bayi yang imatur sehingga selama
pemberian fototerapi, penutup mata harus terpasang (Maisels &
McDonagh, 2008).
2. Gunakan diapers selama fototerapi untuk melindungi genetalia bayi
(Wong et al., 2009).

G. Durasi Fototerapi
Lamanya durasi fototerapi selah satunya ditentukan oleh nilai total
serum bilirubin saat mulai fototerapi dan fototerapi dihentikan jika nilai
total serum bilirubin mencapai nilai kurang dari 12 mg/dl (Moeslihchan et
al, 2004 dalam Rahmah et al, 2013).

ii

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Hiperbilirubinemia dapat terjadi pada bayi cukup bulan sehat yang
menyusui. Hiperbilirubinemia yang berhubungan dengan pemberian ASI
dapat berupa breastfeeding jaundice (BFJ) dan breastmilk jaundice (BMJ).
Penyebab BFJ adalah kekurangan asupan ASI, biasanya timbul pada hari ke2 atau ke-3 pada waktu ASI belum banyak.

B. Saran

ii

The American Academy of Pediatrics (AAP) tidak menganjurkan


penghentian ASI dan merekomendasikan pemberian ASI terus menerus
(minimal 8-10 kali dalam 24 jam). Jadi untuk ibu diharapkan untuk tetap
memberikan ASI kepada bayi.

DAFTAR PUSTAKA

Bunyaniah, Dahru. 2013. Pengaruh Fototerapi Terhadap Derajat Ikterik Pada


Bayi Baru Lahir Di RSUD DR. Moewardi Surakarta. Diunduh11
oktober 2015.
Gumilar, Hairul. 2010. Pemberian Fototerapi Dengan Penurunan Kadar
Bilirubin

Dalam

Darah

Pada

Bayi

BBLR

Dengan

Hiperbilirubinemia. Diakses11oktober 2015.


Kosim, M,S., Soetandio, Robert. M Sakundaro. 2008. Dampak Lama Fototerapi
Terhadap

Penurunan

Kadar

Bilirubin

Total

Hiperbilirubinemia Neontal. Diakses 12 oktober 2015.

ii

Pada

Rahmah., Yetti, K., Besral. 2013. Pemberian ASI Efektif Mempersingkat Durasi
Pemberian Fototerapi. Diakses 11 oktober 2015.

Shinta P, Tina. 2015. Pengaruh Perubahan Posisi Tidur Pada Bayi Baru Lahir
Hiperbilirubinemia Dengan Total Fototerapi Terhadap Kadar
Bilirubin Total. Diakses 12 oktober 2015.

Suraiyah. 2014. http://www.rspermatacibubur.com/hiperbilirubinemia/. Diakses


10 oktober 2015.

Yuhanidz, H., Saryono., Giyatmo. 2011. Efektivitas Fototerapi 24 Jam Dan 36


Jam Terhadap Penurunan Bilirubin Indirect Pada Bayi Ikterus
Neonatorum. Diakses 10 oktober 2015.

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)


JUDUL :
FOTOTERAPI

Tanggal Terbit

Disahkan Oleh
Ka. Prodi PSIK

Hikayati
Nip:
Pengertian

terapi sinar yang dilakukan selama 24 jam atau


setidaknya sampai kadar bilirubin dalam darah
kembali ke ambang batas normal

ii

tujuan

Dilakukan pada anak dengan ikterus untuk


menjaga kadar bilirubin dalam darah hingga
baas normal

indikasi

Bayi lahir normal

kontraindikasi

Bayi dengan resiko

Persiapan alat

A. KRITERIA ALAT
1. Menggunakan panjang gelombang 425-475 nm
2. intensitas cahaya yang biasa digunakan adalah 6-12
mwatt/cm per nm
3. cahaya diberikan pada jarak 35-5 cm di atas bayi
4. jumlah bola lampu yang digunakan berkisar antara 6-8
buah, terdiri dari biru (F20T12), cahaya biru khusus
(F20T12/BB) atau daylight flourescent tubes

Prosedur
pelaksanaan

B. PROSEDUR PEMBERIAN
1. Persiapan Unit Terapi
a. hangatkan ruangan tempat unit terapi sinar
ditempatkan, bila perlu, sehingga suhu di bawah
lampu 38 `C sampai 30`C
b. nyalakan mesin dan pastikan semua tabung flouresens
berfungsi dengan baik
c. ganti tabung setelah 2000 jam penggunaan atar setelah
3 bulan, walaupun tabung masih bisa berfungsi
d. gunakan linen putih pada basinet atau inkubator, dan
tempatkan tirai putih di sekitar daerah unit terapi
ditempatkan intuk memantulkan cahaya sebanyak
mungkin kepada bayi

2. Pemberian Terapi Sinar


a. Tempatkan bayi dibawah sinat terapi sinat

bila berat bayi 2kg atau lebih, tempakan bayi dalam


ii

keadaan telanjang pada basinet. tempatkan bayi yang


lebih kecil dalam inkubator

letakkan bayi sesuai petunjuk pemakaian alat dari


pabrik

b. tutupi mata bayi dengan penutup mata, pastikan lubang


hidung bayi tidak ikut tertutup. jangan tempelkan
penutup mata dengan menggunakan selotip
b.

balikkan bayi setiap 3 jam

d. pastikan bayi diberi makan


e. motivasi ibu untuk menyusui bayi dengan ASI ad
libitum, paling kurang setiap 3 jam
f. selama menyusio, pindahkan bayi dari unit terapi sinar
dan lepaskan penutup mata
g. pemberian suplemen atau mengganti ASI dengan
makanan atau cairan lain 9contoh: pengganti ASI, air,
air gula, dll) tidak ada gunanya
h. bila bayi menerima cairan per IV atau ASI yang telah
dipompa (ASI Perah), tingkatkan volume cairan atau
ASI sebanyak 10% volume total per hari selama bayi
masih diterapi sinar.
i. bila bayi menerima cairan per IV atau makanan melalui
NGT, jangan pindakan bayi dari sinar terapi sinar
j. perhatikan: selama menjalani terapi sinar, konsistensi
tinja bayi bisa menjadi lebih lembek dan berwarna
kuning. keadaan ini tidak membutuhkan terapi khusus
k. teruskan terapi dan tes lain yang telah ditetapkan
l. pindahkan bayi dari unit terapi sinar hanya untuk
melakukan prosedur yang tidak bisa dilakukan di
dalam unit terapi sinar
m. bila bayi sedang menerima oksigen, matikan sinar terapi
sinar sebentar untuk mengetahui apakah bayi
mengalami sianosis sentral (lidah dan bibir biru)
n. ukur suhu bayi dan suhu udara di bawah sinar terapi
ii

sinar setiap 3 jam. bila suhu bayi lebih dari 37.5 `C,
sesuaikan suhu ruangan untuk sementara pindahkan
bayi dari unit terapi sinar sampai suhu bayi antara 36.5
- 37.5 `C.
o. ukur kadar bilirubin serum setiap 24 jam, kecuali kasuskasus khusus
p. hentikan terapi sinar bila kadar serum bilirubin <
13mg/dL
bila kadar bliubin serum mendekati jumlah indikasi
tranfusi tukar, persiapkan kepindahan bayi dan secepat
mungkin kirim bayi ke rumah sakit tersier atau senter
untuk tranfusi tukar
Sertakan contok darah ibu dan bayi
a. bila bilirubin serum tidak bisa diperiksa, hentikan terapi
sinat setelah 3 hari setelah terapi sinar dihentikan
c. observasi bayi selama 24 jam dan ulangu pemeriksaan
bilirubin serum bila memungkinkan, atau perkirakan
keparahan ikterus menggunakan meode klinis
d. bila ikterus kembali ditemukan atau bilirubin serum
berada di atas nilai untuk memulai terapi sinar, ulangi terapi
sinat seperti yang telah dilakukan. ulangi langkah ini pada
setiap penghentian terapi sinar sampai bilirubin serum dari
hasil pemeriksaan atau perkiraan melalui metode klinis
berada di bawah nilai intuk memulai terapi sinar.
e. bila terapi sinar sudah tidak diperlukan lagi, bayi bisa
makan dengan baik dan tidak ada masalah lain selama
perawatan, pulangkan bayi
f. ajarkan ibu untuk menilai ikterus dan beri nasihat untuk
membawa kembali bayi bila bayi bertambah kuning

Pelaksana

Perawat, Bidan

ii

Dokumentasikan

ii

Anda mungkin juga menyukai