Disusun Oleh :
Allysiana Zalfa Madliyah S (21118099)
Aryani Anggraeni (21118103)
Ayunda Lungayu Prameswari (21118104)
Chintyana Dwi Anggraeni (21118106)
Hana Hairunnisa (21118115)
Larasati Kusuma Dewi (21118120)
Segala puji bagi Allah SWT, tuhan semesta alam yang senantiasa memberi rahmat
dan karunia-Nya. Sholawat serta salam kita sanjungkan keharibaan Nabi Besar
Muhammad SAW, penutup siklus kenabian pembawa syariat islam yang
mengajarkan kita dari alam gelap gulita dan alam terang benderang. Proposal ini
ditulis dengan tujuan dapat memberikan gambaran mengenai kegiatan mahasiswa
yang sedang menjalani gerbong Keperawatan Medikal Bedah untuk melaksanakan
kegiatan Seminar Evidence Based Nursing. Kami menyadari bahwa Proposal ini
masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang
bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan proposal ini. Maka
kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam
penyusunan proposal ini dari awal sampai akhir. Semoga Tuhan Yang Maha Esa
senantiasa meridhoi segala usaha kita. Amin
Kelompok
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejalan dengan perkembangan jaman, pola penyakit di Indonesia telah
mengalami pergeseran dari penyakit infeksi dan kekurangan gizi menjadi
penyakit degeneratif, salah satunya adalah diabetes melitus (Suyono,
2011). Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit degeneratif yang
paling banyak diderita oleh masyarakat Indonesia saat ini (Yunita, 2011).
Estimasi terakhir International Diabetes Federation (IDF) tahun 2014,
terdapat 382 juta orang yang hidup dengan diabetes di dunia pada tahun
2013. Diperkirakan dari 382 orang tersebut, 175 juta diantaranya belum
terdiagnosis, sehingga terancam berkembang progresif menjadi
komplikasi tanpa disadari dan tanpa pencegahan. IDF memperkirakan
Indonesia akan menduduki peringkat ke 3 penderita diabetes melitus
terbesar di dunia pada tahun 2025 mendatang.
1
Diabetes melitus merupakan salah satu faktor yang mampu
mempengaruhi aliran darah karena viskositas akibat penumpukkan gula
darah. Kekentalan darah mengakibatkan aliran darah terganggu dan
dapat menyebabkan penurunan perfusi ke jaringan tubuh terutama pada
daerah kaki. Salah satu indikator untuk melihat penurunan perfusi aliran
darah ke daerah tungkai/ekstremitas bawah yaitu dapat diukur melalui
ankle brachial index (ABI). Banyaknya penderita diabetes melitus yang
terus berkembang begitu cepat, maka banyak dilakukan penelitian yang
bertujuan untuk mengurangi jumlah penderita dan meminimalisir
dampak komplikasi diabetes melitus yang sangat berkaitan dengan kadar
gula darah dan nilai ankle brachial index. Langkah penanganan guna
meminimalkan komplikasi diabetes melitus tipe 2 salah satunya dapat
dilakukan dengan cara pengendalian empat pilar utama yang berupa
edukasi, perencanaan makanan, latihan jasmani/olahraga/aktivitas fisik
dan intervensi farmakologis (Suyono, 2009).
2
Dalam penelitiannya Aruna dan Thenmozhi (2015) menyebutkan bahwa
Buerger Allen exercise dapat membantu mencegah terjadinya penyakit
arteri perifer. Hasil penelitian Vijayabarathi dan Hemavathy (2014)
menyatakan bahwa Buerger Allen exercise efektif dalam membantu
proses penyembuhan luka pada penderita diabetes melitus tipe 2.
3
Berdasarkan uraian di atas, dapat dilihat bahwa manfaat Buerger Allen
exercise efektif dan tanpa biaya sebagai terapi tambahan untuk mencegah
terjadinya komplikasi lebih lanjut dari diabetes melitus. Maka dari itu,
kami ingin mengadakan kegiatan seminar Evidence Based Nursing
tentang perlakuan Buerger Allen exercise kepada pasien diabetes melitus
tipe 2 untuk membantu meningkatkan vaskularisasi dan membantu
mencegah terjadinya penyakit arteri perifer.
B. Tujuan
Tujuan dari penyampaian seminar Evidence Based Nursing ini adalah :
1. Menambah wawasan tentang perawatan pada pasien dengan resiko
luka kaki diabetic yang mengalami gangguan vaskularisasi,
khususnya dalam penatalaksanaan pencegahan komplikasi lebih
lanjut dari diabetes melitus dengan Buerger Allen exercise.
2. Mengetahui perbedaan dan pengaruh intervensi penatalaksanaan
nyeri melalui teknik Buerger Allen exercise di ruang perawatan
lantai 2, 5, 6, dan 7 RS Premier Jatinegara Jakarta Selatan.
C. Manfaat
1. Manfaat bagi pelayanan keperawatan
Evidance based nursing ini diharapkan bermanfaat bagi pemberi
asuhan pelayanan keperawatan dalam meningkatkan mutu
pelayanan dalam bidang keperawatan, khususnya dalam pencegahan
komplikasi lebih lanjut dari diabetes mellitus.
2. Manfaat bagi perkembangan ilmu keperawatan
Evidance based nursing ini diharapkan sebagai upaya
pengembangan program dan terapi non farmakologis dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan pasien, terutama pasien dengan
masalah keperawatan gangguan perfusi perifer.
4
D. Nama Kegiatan
Seminar Evidence Based Nursing tentang pengaruh Buerger Allen
exercise terhadap Ankle Brachial Index (ABI) pada pasien dengan
diabetes mellitus di Rumah Sakit Premier Jatinegara.
E. Peserta
Kepala ruangan dan para perawat di RS Premier Jatinegara.
5
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Diabetes Melitus
1. Definisi
Diabetes melitus adalah salah satu gangguan metabolik
akibat pankreas tidak memproduksi cukup insulin atau tubuh tidak
dapat menggunakan insulin yang telah diproduksi secara efektif,
yang ditandai dengan adanya peningkatan konsentrasi glukosa
darah (hiperglikemia), biasanya disertai dengan munculnya gejala
utama yang khas, seperti terbuangnya glukosa bersama dengan urin
(glukosuria) (Kemenkes RI, 2014; Bilous & Donelly, 2014;
Soegondo, 2009).
6
2. Klasifikasi Diabetes Melitus
Menurut American Diabetes Association (ADA) (2014),
PERKENI (2015), Bilous & Donelly (2014), Fatimah (2015),
klasifikasi diabetes melitus adalah:
Tipe 1 Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke
definisi insulin absolut
Autoimun
Idiopatik
Tipe 2 Bervariasi, mulai yang dominan resistensi
insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai
yang dominan defek sekresi insulin disertai
resistensi
insulin.
Tipe lain Defek genetik fungsi sel beta
Defek genetik kerja
insulin Penyakit
eksokrin pankreas
Endokrinopati
Karena obat atau zat kimia
Infeksi
Sebab imunologi yang jarang
Sindrom genetik lain yang berkaitan
dengan DM
Diabetes melitus Diabetes Melitus yang muncul pada masa
gestasional kehamilan, umumnya bersifat sementara, tetapi
merupakan faktor risiko untuk Diabetes
Melitus
Tipe 2.
Tabel 2.2 Klasifikasi Diabetes melitus
7
Yaitu diabetes yang tergantung pada insulin. Pada diabetes
ini, sel-sel beta yang menghasilkan insulin dihancurkan oleh
suatu proses autoimun. Akibatnya penyuntikan insulin
diperlukan untuk mengendalikan kadar gula darah, biasanya
terjadi pada usia muda yaitu usia < 30 tahun, bertubuh kurus
saat terdiagnosis dan lebih mudah mengalami ketoasidosis.
8
hiperglikemia. Resisten insulin juga disebabkan oleh adanya
hormon estrogen, progesteron, prolaktin dan plasenta
laktogen. Hormon tersebut mempengaruhi reseptor insulin
pada sel sehingga mengurangi aktivitas insulin.
9
keadaan klinis lain yang terkait dengan resistensi insulin
2) Penderita sindrom metabolik memiliki riwayat toleransi
glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa
terganggu (GDPT) sebelumnya.
3) Riwayat penyakit kardiovaskular, seperti stroke, penyakit
jantung koroner (PJK), atau Peripheral Arterial Disease
(PAD)
4. Patofisiologi
Kekurangan insulin dikatakan relatif apabila pankreas menghasilkan
insulin dalam jumlah normal, tetapi insulin tidak mampu bekerja
secara efektif. Hal ini terjadi pada penderita diabetes melitus tipe 2,
dimana telah terjadi resistensi insulin. Baik kekurangan insulin
absolut maupun relatif akan mengakibatkan gangguan metabolisme
bahan bakar, untuk melangsungkan fungsinya, membangun jaringan
baru, dan memperbaiki jaringan (Baradero et al., 2005).
10
sel-sel beta langerhan secara otoimun sebagaimana yang terjadi pada
diabetes melitus tipe 1. Dengan demikian defisiensi fungsi insulin
pada penderita diabetes melitus tipe 2 hanya bersifat relatif, tidak
absolut. Oleh sebab itu dalam penanganannya umumnya tidak
memerlukan terapi pemberian insulin (Depkes RI, 2005).
Insulin bekerja pada hidrat arang, lemak, serta protein, dan kerja
insulin ini pada dasarnya bertujuan untuk mengubah arah lintasan
metabolik sehingga gula, lemak dan asam amino dapat disimpan
serta tidak terbakar habis. Jika tidak ada insulin, lemak, gula dan
asam amino tidak dapat masuk ke dalam sel sehingga unsur-unsur
gizi tersebut tetap berada di dalam plasma. Akibatnya, sel-sel tubuh
mengalami starvasi dan terjadi peningkatan kadar glukosa,
kolesterol, serta lemak (Jordan, 2002).
11
artinya sekresi insulin gagal mengkompensasi resistensi insulin.
Apabila tidak ditangani dengan baik, pada perkembangan penyakit
selanjutnya penderita diabetes melitus tipe 2 akan mengalami
kerusakan sel-sel beta pankreas yang terjadi secara progresif, yang
seringkali akan mengakibatkan defisiensi insulin, sehingga akhirnya
penderita memerlukan insulin eksogen. Penelitian mutakhir
menunjukkan bahwa penderita diabetes melitus tipe 2 umumnya
ditemukan kedua faktor tersebut, yaitu resistensi insulin dan
defisiensi insulin (Depkes RI, 2005).
5. Manifestasi Klinis
Black dan Hawks (2009) menyebutkan bahwa manifestasi klinis
pasien diabetes melitus antara lain:
a. Peningkatan frekuensi urine (polyuria)
Kadar glukosa plasma puasa normal atau toleransi glukosa
setelah makan tidak dapat dipertahankan akibat defisiensi
insulin, sehingga kadar glukosa dalam darah meningkat
(hiperglikemia) dan jika melebihi ambang batas ginjal akan
menyebabkan glikosuria. Hal ini mengakibatkan diuresis
osmotik yang meningkatkan pengeluaran urine.
b. Peningkatan rasa haus (polydipsia)
Glikosuria yang mengakibatkan diuresis osmotik meyebabkan
pasien sering merasa haus dan banyak minum.
c. Peningkatan masukkan makanan dengan penurunan berat
badan (polyphagia)
Glikosuria menyebabkan glukosa hilang bersama urin, sehingga
pasien mengalami keseimbangan kalori negatif dan berat badan
berkurang. Akibat kehilangan kalori menyebabkan rasa lapar
dan mudah lelah serta mengantuk pada pasien.
12
Misnadiarly (2006); Gibney et al. (2009); Riskesdas, (2013);
menyebutkan gejala kronik yang dapat muncul pada pasien diabetes
mellitus:
a. Kesemutan
b. Kulit terasa panas atau tertusuk-tusuk jarum
c. Rasa tebal di kulit sehingga ketika berjalan terasa seperti di atas
bantal atau kasur
d. Kram
e. Mudah lelah
f. Mudah mengantuk
g. Mata kabur, biasanya sering ganti kacamata
h. Luka sulit sembuh
i. Penyakit kulit akibat jamur di bawah lipatan kulit
6. Komplikasi
Menurut Ignatavicius dan Workman (2012) diabetes melitus
merupakan penyakit yang dapat menyebabkan berbagai komplikasi
diantaranya adalah mikrovaskuler dan makrovaskuler di jaringan
dan organ. Komplikasinya menyebabkan banyak masalah kesehatan.
Hiperglikemia dapat menyebabkan perubahan struktural pembuluh
darah dan menyebabkan penebalan pada membran mikrosirkulasi
yang dapat menyebabkan hipoksia jaringan dan mikroiskemia.
13
pembuluh darah perifer pada tungkai yang biasa disebut dengan kaki
diabetes (Brands et al., 2003; Picon et al., 2006; Rogus et al., 2002;
Lewis et al., 2011).
14
yang sering dijumpai pada kasus PAD, yang biasanya disebabkan
oleh iskemia otot dan iskemia yang dapat menimbulkan nyeri pada
saat istirahat. Tanda dan gejala dapat menghilang pada saat istirahat
tetapi pada saat penyakit bertambah buruk, gejala mungkin terjadi
pada saat melakukan aktifitas fisik ringan dan bahkan setiap saat
meskipun sudah beristirahat (Weiss, 2001; Roza, 2015; Decroli,
2015).
7. Penatalaksanaan
Pada dasarnya ada dua pendekatan dalam penatalaksanaan diabetes,
yang pertama pendekatan tanpa obat dan yang kedua adalah
pendekatan dengan obat. Dalam penatalaksanaan diabetes melitus,
langkah pertama yang harus dilakukan adalah penatalaksanaan tanpa
obat berupa pengaturan diit dan olahraga. Apabila dengan langkah
pertama ini tujuan penatalaksanaan belum tercapai, dapat
dikombinasikan dengan langkah farmakologis berupa terapi insulin
atau terapi obat hipoglikemik oral, atau kombinasi keduanya.
Bersamaan dengan itu, apa pun langkah penatalaksanaan yang
diambil, satu faktor yang tidak boleh ditinggalkan adalah
penyuluhan atau konseling pada penderita diabetes oleh para praktisi
kesehatan, baik dokter, apoteker, ahli gizi maupun tenaga medis
lainnya (Depkes RI, 2005).
a. Edukasi
15
Pengelolaan mandiri diabetes secara optimal membutuhkan
partisipasi aktif pasien dalam merubah perilaku yang tidak
sehat. Tim kesehatan harus mendampingi pasien dalam
perubahan perilaku tersebut, yang berlangsung seumur hidup.
Keberhasilan dalam mencapai perubahan perilaku,
membutuhkan edukasi, pengembangan keterampilan (skill), dan
upaya peningkatan motivasi (Perkeni, 2011).
b. Pengaturan Diit
Diit yang baik merupakan kunci keberhasilan penatalaksanaan
diabetes. Diit yang dianjurkan adalah makanan dengan
komposisi yang seimbang dalam karbohidrat (60-70%), protein
(10-15%) dan lemak (20-25%). Jumlah kalori disesuaikan
dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut dan kegiatan
fisik yang pada dasarnya ditujukan untuk mencapai dan
mempertahankan berat badan ideal (Depkes RI, 2005).
16
itu makanan sumber serat seperti sayur dan buah-buahan segar
umumnya kaya akan vitamin dan mineral (Depkes RI, 2005).
c. Terapi Farmakologis
Apabila penatalaksanaan terapi tanpa obat (pengaturan diit
dan olahraga) belum berhasil mengendalikan kadar glukosa
darah penderita, maka perlu dilakukan langkah berikutnya
berupa penatalaksanaan terapi obat, baik dalam bentuk terapi
obat hipoglikemik oral, terapi insulin atau kombinasi keduanya
(Depkes RI, 2005).
Pada diabetes tipe 2, insulin mungkin diperlukan sebagai
terapi jangka panjang untuk mengendalikan kadar glukosa darah
jika diit dan obat hipoglikemia oral tidak berhasil
mengontrolnya. Disamping itu, sebagian pasien diabetes tipe 2
yang biasanya mengendalikan kadar glukosa darah dengan diit
dan obat kadang membutuhkan insulin secara temporer selama
mengalami sakit, infeksi, kehamilan pembedahan atau beberapa
kejadian stress lainnya (Perkeni, 2011).
d. Akifitas Fisik
Berolahraga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga
kadar gula darah tetap normal serta memperlancar aliran darah
terutama pada daerah perifer. Prinsipnya, tidak perlu olahraga
berat, olahraga ringan asal dilakukan secara teratur akan sangat
bagus pengaruhnya bagi kesehatan. Olahraga yang disarankan
adalah yang bersifat CRIPE (Continues, Rhytmical, Interval,
Progressive, Endurance Training). Sedapat mungkin mencapai
zona sasaran 75-85% denyut nadi maksimal (220-umur),
disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penderita.
Beberapa contoh olahraga yang disarankan, antara lain jalan
atau lari pagi, bersepeda, berenang dan lain sebagainya.
17
Olahraga aerobic ini, paling tidak dilakukan selama total 30-40
menit per hari didahului dengan pemanasan 5-10 menit dan
diakhiri pendinginan antara 5-10 menit. Olahraga akan
memperbanyak jumlah dan meningkatkan aktivitas reseptor
insulin dalam tubuh dan juga meningkatkan penggunaan
glukosa (Depkes RI, 2005).
18
Efek akut dan kronis dari aktivitas fisik efek segera atau akut
dari latihan fisik pada diabetes melitus tipe 2 adalah
meningkatkan sensitivitas insulin, memfasilitasi penyerapan
glukosa dan membantu dalam mengontrol glukosa darah.
Biasanya satu sesi latihan fisik akan dapat memberikan efek
penurunan kadar glukosa darah hingga 72 jam pasca latihan.
Berikut beberapa bukti klinis terbaru yang direkomendasikan
mengenai efek akut dari latihan fisik pada diabetes melitus tipe
2:
1) Dengan semakin meningkatnya intensitas aktivitas fisik,
tubuh akan lebih banyak menggunakan karbohidrat sebagai
bahan bakar kerja otot. Sehingga aktivitas fisik akan
menyebabkan peningkatan penyerapan glukosa ke dalam
otot yang bekerja yang akan diimbangi oleh produksi
glukosa hepatik.
2) Penyerapan glukosa darah ke otot rangka yang dirangsang
oleh kerja insulin, terutama terjadi saat istirahat dan
mekanisme ini terganggu pada diabetes melitus tipe 2.
Sementara itu, kontraksi otot merangsang penyerapan
glukosa darah melalui mekanisme tambahan yang berbeda
dan tidak terganggu oleh resistensi insulin atau diabetes
melitus tipe 2. Karena keduanya merupakan dua jalur
mekanisme yang berbeda, maka penyerapan glukosa darah
ke dalam otot yang bekerja tetap berjalan normal bahkan
ketika kerja insulin terganggu pada diabetes melitus tipe 2.
Penyerapan glukosa darah ke dalam otot juga tetap
meningkat setelah latihan karena mekanisme penyerapan
glukosa darah yang dipengaruhi oleh kontraksi otot tersebut
terus berlangsung selama beberapa jam (Tan, 2015; Jonas,
2008).
19
Dengan latihan fisik yang rutin, maka sel akan terlatih dan lebih
sensitif terhadap insulin sehingga asupan glukosa yang dibawa
glukosa transporter ke dalam sel meningkat. Aktifitas fisik ini
pula yang kemudian menurunkan kadar glukosa puasa pada
sampel yang diperiksa, hal tersebut terjadi karena glukosa
yang ada dalam darah hasil dari proses pemecahan senyawa
karbohidrat mampu digunakan secara maksimal dalam proses
metabolisme yang dilakukan oleh sel-sel otot guna untuk
mencukupi kebutuhan kalori dalam beraktivitas (Tortora, 2011).
20
perifer dan untuk meningkatkan sirkulasi ekstremitas bawah.
Buerger allen adalah latihan untuk memperlancar sirkulasi arteri dan
mengembalikan aliran darah vena kaki ke jantung, perawat memiliki
peran penting untuk mengkaji dan mendiagnosa komplikasi vaskular
pada pasien LKD.
Pada tahap awal pasien LKD latihan buerger allen untuk
mengembalikan dan memperbaiki sirkulasiektremitas bawah (John,
Jemcy, & Hospital, 2015).
2. Manfaat
Beberapa penelitian menunjukkan manfaat Buerger Allen exercise
dan senam kaki pada pasien diabetes melitus diantaranya; Buerger
Allen merupakan salah satu jenis latihan yang dilakukan dengan cara
memberikan posisi lebih rendah pada ekstremitas sehingga dapat
mempercepat proses penyembuhan luka selain itu, latihan Buerger
Allen juga mengutamakan aktivitas dengan menggunakan perubahan
postural dan sirkulasi perifer yang dirangsang oleh modulasi
gravitasi dan menerapkan kontraksi otot (Vijayabarathi, 2016;
Chang, 2015). Hal ini meningkatkan perfusi pada ekstremitas bawah
dan mengurangi rasa nyeri ekstremitas bawah pada penderita
diabetes melitus tipe 2, dapat meningkatkan suplai darah ke
ekstremitas dan berpotensi menyebabkan terjadinya pembentukan
struktur vaskular baru, dan dapat meningkatkan suplai darah ke
ekstremitas dan berpotensi menyebabkan terjadinya pembentukan
struktur vaskular baru, sehingga dapat membantu proses
penyembuhan luka (Mellisha, 2015; Turan, 2015; Vijayabarathi,
2014).
21
terjadi (Natalia et al., 2012). Hasil dari penelitian Yunita (2011),
menunjukkan bahwa adanya pengaruh antara senam kaki terhadap
peningkatan sirkulasi darah pada kaki penderita diabetes mellitus.
Senam kaki bermanfaat meningkatkan pemakaian glukosa oleh otot-
otot yang aktif dan banyak kapiler yang terbuka sehingga lebih
banyak reseptor insulin yang tersedia dan reseptor insulin menjadi
lebih aktif, sehingga mempengaruhi penurunan glukosa darah pada
penderita diabetes melitus (Misnadiarly, 2006).
3. Tujuan
Buerger allen exercise bertujuan untuk memperlancar dan
meningkatkan sirkulasi darah pada luka kaki diabetik dengan
gangguan peredaran darah perifer. Metode ini efektif meningkatan
status hemodinamik kaki pada pasien yang mengalami masalah pada
ekstremitas bawah (Kawasaki et al., 2013). Selanjutnya Chang et al
(2016), menjelaskan tujuan buerger allen exercise adalah untuk
meringankan gejala pada pasien dengan ektremitas bawah karena
insufisiensi arteri, latihan buerger mengosongkan pembuluh darah
yang besar dengan menggunakan perubahan postural dan
merangsang peredaran darah perifer dengan memodulasi gravitasi
dan menerapkan kontraksi otot.
22
Pergerakan pergelangan kaki dapat meningkatkan kekuatan otot
sendi ankle dan dapat meningkatkan kontraksi otot-otot kecil pada
betis sehingga terjadi pemompaan vena yang dapat meningkatkan
aliran balik vena kejantung. Sebuah kontraksi yang terjadi pada otot-
otot kecil dibetis dapat meningkatkan suplai darah yang
mengandung oksigen dan zat nutrisi dalam sirkulasi oleh jantung ke
pembuluh-pembuluh darah kaki pasien LKD (Francia et al.,2015;
Tantawy & Zakaria, 2010).
4. Indikasi
Indikasi Buerger Allen exercise menurut Vijayabarathi (2014)
diantaranya:
a. Pasien penderita diabetes melitus tipe 2 baik laki-laki maupun
perempuan
b. Usia di atas 35 tahun
c. Penderita diabetes melitus yang berisiko rendah mempunyai
ulkus kaki diabetik (dalam kelas 0-1 sesuai dengan klasifikasi
wagner system)
d. Bukan penderita yang memiliki diabetes melitus dengan ulkus
kaki dan gangrene yang kronik
e. Bukan penderita yang mengalami penyakit neurologis dan
23
kardiologi.
Kontraindikasi pada klien yang mengalami perubahan fungsi
fisiologis seperti dipsnea atau nyeri dada, depresi, khawatir atau
cemas dan pada pasien yang activity daily living (ADL) yang kurang
baik atau bergantung, pasien dengan luka kaki dengan diabetik yang
tidak mampu melakukan range of motion (ROM) secara aktif atau
mandiri (Chang, Chang, & Chen, 2015).
5. Tahap Latihan
Menurut Allen (1930)Buerger allen exercise dilakukan dalam
beberapa langkah, yaitu: 1) langkah pertama: ekstremitas bawah
diangkat ke atas dengan sudut 45°-90°dan disanggah dengan papan
selama 2-3 menit atau sampai kulit terlihat menjadi (putih pucat
atau kesemutan); 2) langkah kedua: pasien duduk disamping
tempat tidur dengan kaki menggantung kebawah. Pasien secara
sistematis melakukan fleksi dan ekstensi kaki, kemudian pronasi
dan supinasi serta fleksi dan ekstensi jari-jari kaki. Fase ini
berlangsung selama selama 5-10 menit sampai kulit terlihat
kemerahan kembali; 3) langkah ketiga: pasien berbaring selama 10
menit dengan kedua kaki beristirahat ditempat tidur dalam selimut
selama beberapa menit untuk memperlancar sirkulasi. Ketiga posisi
diatas dapat dilakukan 2-3 siklus dalam setiap pertemuan dengan
jumlah latihan 2-4 kali pertemuan dalam sehari pada pasien LKD
Bottomley,Sommers, dan Berry (2007 dalam Chang et al., 2015).
24
C. Akle Brachial Index (ABI)
1. Pengertian
Ankle Brachial Index (ABI) merupakan pemeriksaan non invasif
pembuluh darah yang berfungsi untuk mendeteksi tanda dan gejala
klinis dari iskemia, penurunan perfusi perifer yang dapat
mengakibatkan angiopati dan neuropati diabetik. Pemeriksaan ini
dilakukan dengan cara mengukur tekanan darah pada daerah ankle
(kaki) dan brachial (lengan) dengan memerlukan probe doppler
(Antono & Hamonangani, 2014; Aboyans, 2012).
25
Ankle Brachial Pressure Index (ABPI) adalah tes non invasive
untuk mengukur rasio tekanan darah sistolik kaki (ankle) dengan
tekanan darah sistolik lengan (brachial). Tekanan darah sistolik
diukur dengan menggunakan alat yang disebut simple hand held
vascular doppler ultrasound probe dan tensimeter (manometer
mercuri atau aneroid). Pemeriksaan Ankle Brachial Pressure Index
sebaiknya dilakukan pada pasien yang mengalami luka pada kaki
untuk mendeteksi adanya insufisiensi arteri sehingga dapat
menentukan jenis luka apakah arterial ulcer, venous ulcer atau
mixed ulcer, sehingga dapat memberikan intervensi secara tepat.
Direkomendasikan menggunakan probe dengan frekuensi 8 MHz
untuk ukuran lingkar kaki normal dan 5 MHz untuk lingkar kaki
obesitas atau edema (Udjianti, 2007; Vowden & Vowden , 2001).
26
mengakibatkan angiopati dan neuropati diabetik. Ankle brachial
index adalah metode sederhana dengan mengukur tekanan darah
pada daerah ankle (kaki) dan brachial (tangan) dengan
menggunakan probe doppler. Hasil pengukuran ankle brachial
index menunjukkan keadaan sirkulasi darah pada tungkai bawah
dengan rentang nilai 0,90-1,2 menunjukkan bahwa sirkulasi ke
daerah tungkai normal. Nilai ini didapatkan dari hasil perbandingan
tekanan sistolik pada daerah kaki dan tangan (Gitarja, 2015).
27
BAB III
ANALISA JURNAL
A. Jurnal Utama
Penelitian yang dilakukan oleh Supriyadi, Sri Nabawiyati Nurul
Makiyah, dan Novita Kurnia Sari pada tahun 2017 dengan judul
Pengaruh Buerger Allen Exercise Terhadap Ankle Branchial Index Dan
Kadar Gula Darah Sewaktu Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 Di
Puskesmas Wilayah Kecamatan Nganjuk. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui Pengaruh Buerger Allen Exercise Terhadap Ankle Branchial
Index Dan Kadar Gula Darah Sewaktu Pada Penderita Diabetes Melitus
Tipe 2 Di Puskesmas Wilayah Kecamatan Nganjuk 2017. Metode
penelitian ini menggunakan Quasy Eksperiment Design dengan bentuk
rancangan pretest-post test dengan with control group. Teknik
pengambilan sampling menggunakan Purposive Sampling. Sampel yang
digunakan adalah 60 orang. Sampel dibagi menjadi 2 kelompok yaitu
kelompok perlakuan sejumlah 30 orang dan kelompok kontrol sejumlah
30 orang.
28
penelitian dan latihan, buku panduan Buerger Allen Exercise, kaset
DVD/VCD tentang video Buerger Allen Exercise, mendapatkan papan
sebagai salah satu alat untuk latihan, dan ada pengawas latihan dari salah
satu anggota keluarga serta diberikan lembar observasi untuk
pemantauan setiap kali latihan. Pengumpulan data periode kedua tentang
pengukuran ankle brachial index dan pengukuran kadar gula darah
sewaktu setelah responden melakukan Buerger Allen exercise.
29
Rata-rata nilai ankle brachial index sebelum dan sesudah diberikan
Buerger Allen Exercise pada kedua kelompok tidak setara. Nilai rata-rata
sebelum diberikan intervensi pada kelompok perlakuan adalah 0.84 dan
mengalami peningkatan sesudah diberikan intervensi yaitu 0.93
sedangkan pada kelompok kontrol nilai rata-rata ankle brachial index
sebelum diberikan Buerger Allen Exercise sebesar 0.86 dan mengalami
penurunan sesudah intervensi adalah 0.84. Hasil analisa signifikansi
kelompok perlakuan menunjukkan p value 0.001 dan kelompok kontrol
p value 0.006. Nilai p < 0.05 yang berarti nilai ankle brachial index
sebelum dan sesudah diberikan Buerger Allen Exercise pada kedua
kelompok bermakna secara statistik.
B. Jurnal Pendukung
1. “Pengaruh Buerger Allen Exercise Terhadap Sirkulasi Ektremitas
Bawah Pada Pasien Luka Kaki Diabetik”. Penelitian ini dilakukan
oleh tiga orang peneliti, dengan peneliti utama Jannaim dan dibantu
oleh Ridha Dharmajaya dan Asrizal pada tahun 2018.
30
dengan teknik modern dresing, pasien LKD dengan ulkus arteri dan
ulkus vena, pasien yang memiliki skor ABI kurang dari 0,9 mmHg.
31
kategori vena normal sebanyak (0,0%), sesudah intervensi
mengalami peningkatan menjadi (37,2%) sebanyak 16 orang.
32
kontrol mendapatkan buerger allen exercise hanya saja dibedakan
beradasrakan lama waktu pelakuan yaitu 3 menit.
33
Berdasarkan hasil pada penelitian ini didapatkan selisih rata-rata
nilai ABI kelompok intervensi dan kontrol setelah perlakuan 0.1148
dengan taraf signifikansi 0.00 yang berarti lebih kecil dari 0.05.
Dapat disimpulkan bahwa setelah perlakuan terlihat bahwa selisih
rata-rata nilai ABI pada kelompok intervensi lebih tinggi dari pada
selisih rata-rata ABI kelompok kontrol. Jadi, selisih rata-rata nilai
ABI kelompok intervensi berbeda secara signifikan dengan selisih
rata-rata nilai ABI kelompok kontrol.
34
penelitian ini adalah pasien dengan Diabetes Militus tipe 2. Teknik
pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah non
probability purposive sampling, dengan jumlah sampel 30 pasien
yang terkena Diabetes Militus tipe 2 di Rumah Sakit Kota Nadiad.
Data yang terkumpul dianalisis dengan uji statistik Paired T test.
Kemudian dilakukan perbedaan nilai sebelum dan sesudah
perlakukan untuk mengetahui pengaruh variabel independen
terhadap variabel dependen.
C. Analisa PICO
1. Problem
Diabetes melitus adalah salah satu gangguan metabolik akibat
pankreas tidak memproduksi cukup insulin atau tubuh tidak dapat
menggunakan insulin yang telah diproduksi secara efektif, yang
35
ditandai dengan adanya peningkatan konsentrasi glukosa darah
(hiperglikemia), biasanya disertai dengan munculnya gejala utama
yang khas, seperti terbuangnya glukosa bersama dengan urin
(glukosuria) (Kemenkes RI, 2014; Bilous & Donelly, 2014;
Soegondo, 2009).
2. Intervention
36
Chang (2016) menyimpulkan bahwa Buerger Allen exercise
merupakan latihan aktivitas yang ideal dan non-invasif untuk
penderita diabetes melitus dengan penyakit arteri perifer. Buerger
Allen exercise memiliki beberapa keunggulan selain metodenya
mudah untuk dipelajari karena bertumpu pada pergerakan kaki yang
diselingi dengan elevasi, teknik ini mempunyai risiko atau efek
samping yang sangat rendah untuk penderita diabetes melitus.
3. Comparison
a. Penelitian yang dilakukan oleh Rahmi Affiani dan Puji Astuti
pada tahun 2017 yang bejudul Efektifitas Spa Kaki Diabetik
Terhadap Sirkulasi Darah Perifer Pada Pasien Diabetes Mellitus
Tipe 2 di wilayah Kerja Puskesmas Wonokromo Surabaya. Pada
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas spa kaki
diabetic terhadap sirkulasi darah perifer, sampel pada penlitian
46 orang, dibagi 2 kelompok yaitu perlakuan dan kontrol
37
masing-masing 23 orang. Hasil penelitian pada kelompok
perlakuan sebelum dilakukan spa kaki diabetik sebagian besar
(52,2%) sirkulasi darah perifer ringan dan kelompok kontrol
sebagian besar (60,9%) juga ringan. Setelah dilakukan spa kaki,
kelompok perlakuan hampir seluruhnya (91,3%) sirkulasi darah
perifer normal, sedangkan pada kelompok kontrol sebagian
besar (73,9%) tetap ringan. Analisa uji Mann-Whitney
P=0,000<α= 0,05, sehingga Ho ditolak artinya spa kaki diabetic
efektif terhadap sirkulasi darah perifer.
b. Penelitian yang dilakukan oleh Galvani Volta Simanjuntak dan
Mathalena Simamora pada tahun 2017 yang berjudul Pengaruh
Latihan Relaksasi Otot Progresif Terhadap Kadar Gula Darah
Dan Ankle Brachial Index Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe
II. Pada penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh
latihan relaksasi otot progresif terhadap kadar gula darah dan
nilai ABI pada pasien DM tipe II. Sample pada penelitian ini
sebanyak 30 orang. Hasil penelitian menunjukan bahwa ada
perbedaan signifikan kadar gula darah sebelum dan setelah
dilakukan intervensi (pvalue 0,001). Namun, tidak ada
perbedaan signifikan nilai ABI sebelum dan setelah intervensi
(0,997). Hal ini menunjukkan bahwa relaksasi otot progresif
efektif dalam menurunkan kadar gula darah, namun tidak dapat
meningkatkan nilai ABI.
4. Outcome
Setelah dilakukan intervensi Buerger Allen exercise diharapkan nilai
ABI dalam rentang normal dan kadar gula darah terjadi penurunan,
diharapkan teknik Buerger Allen exercise ini dapat diaplikasikan di
Rumah Sakit maupun dilakukan secara mandiri oleh klien penderita
Diabetes Milletus Tipe 2.
38
39
BAB IV
ANALISA SWOT
2. Intervensi
a. Perawat di ruangan melibatkan pasien dan keluarga dalam proses
pemberian asuhan keperawatan demi tercapainya intervensi pada
pasien Diabetes Mellitus
b. Buerger Allen Exercise merupakan latihan aktivitas yang non invasif
c. Buerger Allen Exercise mudah dilakukan secara mandiri.
B. Weakness (Kelemahan)
1. Klinis
a. Mobilitas perawat yang tinggi
b. Keterbatasan waktu
40
c. Hasil tidak dapat di evaluasi secara mandiri
2. Intervensi
a. Pasien kurang memahami tentang definisi, prosedur serta manfaat
dari Buerger Allen Exercise
b. Pasien tidak kooperatif
c. Prosedur Buerger Allen Exercise membutuhkan waktu yang tidak
singkat (dalam beberapa siklus)
d. Untuk mengukur efektifitas dari Buerger Allen Exercise dibutuhkan
alat USG doppler atau Ankle Brachial Index (ABI)
C. Opportunities (Peluang)
1. Klinis
a. Belum pernah dilaksanakan Buerger Allen Exercise di RS Premier
Jatinegara
b. Pasien tidak mengetahui manfaat dan prosedur Buerger Allen
Exercise
c. Mahasiswa Ners STIKes Pertamedika diberi kesempatan untuk
menerangkan EBN tentang Buerger Allen Exercise di RS Premier
Jatinegara
d. Adanya pasien dengan Diabetes Mellitus di RS Premier Jatinegara
2. Intervensi
a. Pasien dapat diminta control rutin untuk mengetahui efektifitas dari
Buerger Allen exercise dan terkait diabetes mellitus yang diidapnya.
D. Threats (Ancaman)
1. Klinis
a. Pasien menolak untuk dilakukannya Buerger Allen Exercise
b. Keluarga menolak karena tidak mengerti tentang prosedur yang akan
dilakukan
2. Intervensi
a. Adanya pemberian terapi farmakologi
41
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
42
DAFTAR PUSTAKA
Pebrianti Sandra. (2017). Buerger Allen Exercise dan Ankle Branchial Index (ABI)
Pada Pasien Ulkus Kaki Diabetk Di RSU DR. Slamet Garut . Bandung:
Universitas Padjajaran. Diakses dari
https://jurnal.umj.ac.id/index.php/ijnsp/article/view/2710 pada tanggal 25
Maret 2019
Patidar, Vipin. (2018). A study to assess the effectiveness of burger allen exercise
on improving peripheral circulation among type 2 Diabetes Mellitus
patients in selected hospitals of Nadiad city. Diakses dari
https://www.openaccessjournals.com/articles/a-study-to-assess-the-
effectiveness-of-burger-allen-exercise-on-improving-peripheral-
circulation-among-type-2-diabetes-m.pdf pada tanggal 27 Maret 2019
43
LAMPIRAN
DOKUMENTASI
SESI TANYA JAWAB
A. Pertanyaan
1. Apakah buerger allen exercise efektif bila dilakukan pada pasien dm
yg sudah memiliki luka sudah komplikasi bahkan gangren maupun
diviti?
2. Kapan waktu yg efektif untuk dilakukan buerger allen exercise? Dan
apa rasionalnya?
3. Apakah sudah pernah kalian lakukan buerger allen exercise di rs
premier ini? Jika sudah, bagaimana respon pasien?
B. Jawaban
1. Buerger allen exercise merupakan tindakan pencegahan sebelum
terjadinya komplikasi pada diabetes mellitus tipe 2, jika sudah
mengalami ganggren hanya bisa dilakukan pada derajat luka 0 dan 1
menurut klasifikasi wagner, tujuannya untuk melancarkan sirkulasi
perifer kaki agar nutrisi dan oksigen sampai ke sel yag mengalami
kerusakan sehingga mempercepat proses penyembuhan luka. Jika
sudah terjadi dvt harus dilakukan penyembuhan terlebih dahulu
(pemberian antikoagulan), setelah itu bisa dilakukan Buerger allen
exercise untuk mempertahankan sirkulasi yang baik.
Pelaksanaan berlangsung dengan baik sesuai dengan susunan rencana yang telah
dibuat, pemaparan singkat, padat dan jelas, audience antusias dalam mengikuti
seminar, mereka ingin mengetahui lebih banyak tentang Buerger allen exercise
dan diharapkan intervensi Buerger allen exercise ini dapat dilakukan di RS
Premiere Jatinegara karena mudah dilakukan secara mandiri oleh pasien.
Persiapan yang kurang matang dan pendalaman materi tentang Buerger allen
exercise yang kurang baik membuat kelompok agak kesulitan untuk menjawab
pertanyaan dari audience.