Anda di halaman 1dari 15

TUGAS ANALISA JURNAL TOLERANSI MINUM ENTERAL BAYI

PREMATUR MENGGUNAKAN SPUIT 20 ML DAN SPUIT 50 ML

DI SUSUN OLEH :
1. MUHAMMAD SAFEI
2. NAHDAH DYAH NADILLA
3. NOVRIANTI GLEDYS
4. RATNA FARIDA PANDIANGAN
5. TRI WAHYUNI

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKES PERTAMEDIKA JAKARTA TAHUN 2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah yang telah melimpahkan segala berkah , nikmat ,
serta, hidayah-Nya, sehingga tulisan dengan judul ” TOLERANSI MINUM ENTERAL BAYI
PREMATUR MENGGUNAKAN SPUIT 20 ML DAN SPUIT 50 ML“ dapat diselesaikan.

Penulis menyadari tulisan ini tidak akan selesai tanpa bantuan dari berbagai pihak, oleh karena
itu penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebanyak banyak nya kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penyusunan tulisan.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini jauh dari sempurna ,oleh karena itu penulis mengharapkan
kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan tulisan ini. Akhir kata semoga Allah
SWT membalas semua kebaikan yang telah di berikan dan mudah mudahan makalah ini dapat
bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, 25 Mei 2021.

Penulis

2
3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bayi yang lahir dalam kondisi prematur memiliki kemampuan yang kurang dalam
koordinasi menghisap dan menelan yang dibutuhkan untuk menyusu ke ibu atau minum
melalui botol. Bayi prematur masih memiliki sistem gastrointestinal yang belum matur
termasuk pengosongan lambung. Proses pengosongan lambung masih bersifat imatur
meskipun pada bayi yang lahir cukup bulan, sehingga pada bayi prematur pengosongan
lambung akan lebih lambat (Moore, Pickler, 2017). Patofisiologi dari intoleransi
pemberian minum menunjukkan bahwa usus bayi prematur dan BBLR lebih pendek,
fungsi absorbsi dan motilitas usus belum sempurna dibandingkan bayi aterm (Cresi et al.,
2019).
Tanda objektif lain dari intoleransi minum yaitu meningkatnya residu lambung,
emesis dan distensi abdomen (Wertheimer et al., 2019). Tanda-tanda tersebut juga
merupakan prekursor terjadinya nekrotizing enterocolitis (NEC) yang menjadi salah satu
penyebab mortalitas dan morbiditas pada bayi prematur (Abiramalatha et al., 2018). Bayi
prematur yang mengalami NEC dan atau intoleransi pemberian minum dapat
menimbulkan masalah seperti perkembangan saluran pencernaan terhambat dan
kekurangan kalori yang dapat menyebabkan masalah dalam pemenuhan kebutuhan
nutrisi.

B. Tujuan Penelitian
Intervensi pemberian minum enteral pada bayi prematur sangat penting untuk
menstimulasi sistem gastrointestinal dan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pada bayi
tersebut (Moore, Pickler, 2017).

4
BAB II

ANALISA JURNAL

A. Jurnal Utama
1. Judul jurnal
TOLERANSI MINUM ENTERAL BAYI PREMATUR MENGGUNAKAN SPUIT
20 ML DAN SPUIT 50 ML
2. Peneliti
Elfira Awalia Rahmawati, Yeni Rustina, Defi Efendi
3. Populasi
- 25 bayi
- Sampel: Kriteria inklusi sampel yang digunakan yaitu bayi dengan usia gestasi
kurang dari 37 minggu
- tehnik sampling: Randomisasi yang digunakan yaitu metode acak sederhana
(simple random sampling) dengan melempar mata uang.
4. Desain penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan uji
klinis acak terkontrol (randomized controlled trial) dengan desain crossover (desain
menyilang).
5. Instrumen yg digunakan
- OGT nomor 6 dengan panjang selang 100 cm
- spuit 20 ml dan spuit 50 ml
6. Uji statistik yang digunakan
menggunakan uji T dependen sedangkan data dengan distribusi tidak normal
menggunakan uji Wilcoxon

B. Jurnal pendukung
1. Judul Jurnal
EFEKTIFITAS PEMBERIAN NUTRISI ENTERAL METODE INTERMITTENT
FEEDING DAN GRAVITY DRIP

5
2. Peneliti
Sri Wisnu Munawaroh, Handoyo, Diah Astutiningrum
3. Hasilnya
Volume residu lambung sesudahpemberian nutrisi padapemberian nutrisi enteral
metodeintermittent feeding lebih sedikit daripada volume residu lambung pada
pemberian nutrisi enteral metode gravity drip sehingga pemberian nutrisi enteral
metode intermittent feeding lebih efektif daripada metode gravity drip dengan nilai p
sebesar 0,045. Pemberian nutrisi enteral metode intermittent feeding terbukti lebih
efektif daripada metode gravity drip sehingga pemberian nutrisi enteral metode
intermittent feeding dapat menjadi pilihan dalam pemberian nutrisi enteral pada
pasien kritis, khususnya di Ruang ICU RSUD Kebumen.

C. Analisa PICO
1. Problem
Hambatan pemberian makan dengan volume lanjutan sering berhubungan dengan
kejadian intoleransi minum pada bayi prematur.
2. Intervention
Intervensi pemberian nutrisi enteral dengan menggunakan spuit 20 ml dan 50 ml
dilakukan selama 3 hari berturut-turut.
3. Comparison
- Judul jurnal: adekuat yang ditandai dengan Aplikasi Model Konservasi Levine
dalam Memenuhi Kebutuhan Nutrisi Bayi Prematur di Ruang Perinatologi
RSUPN Dr. Cipto mangukusumo
- Peneliti: Herlina, Yeni Rustina, Elfi Syahreni
- Hasilnya: Nutrisi merupakan masalah keperawatan yang terjadi pada semua bayi
prematur. Penatalaksanaan minum per oral harus aman untuk bayi prematur.
Model konservasi Levine dapat diaplikasikan untuk merawat bayi prematur.
Wholeness tercapai ketika pertumbuhan bayi penambahan berat badan
>15g/kg/hari.

6
4. Outcome
Terdapat perbedaan lama waktu yang signifikan pada kelompok intervensi pemberian
minum menggunakan spuit 20 ml dan spuit 50 ml pada hari pertama dan kedua, tidak
ada perbedaan yang signifikan pada kelompok intervensi pemberian minum
menggunakan spuit 20 ml dan spuit 50 ml pada hari ketiga. Tidak terdapat perbedaan
yang signifikan residu lambung pada hari pertama, kedua dan ketiga pada kedua
kelompok intervensi. Kejadian muntah pada hari pertama, kedua dan ketiga tidak
terdapat perbedaan yang signifikan pada kelompok intervensi pemberian minum
menggunakan spuit 20 ml dan spuit 50 ml.

7
BAB III

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Penyakit
Pemasangan nasogastric tube (NGT) merupakan prosedur invasif yang sering dilakukan
seiring dengan meningkatnya kegawatdaruratan medis. Dua indikasi yang sering yaitu untuk
kepentingan diagnostik maupun terapi terutama untuk akses pemberian nutrisi dan
mengevaluasi isi lambung bagi pasien yang dicurigai mengalami perdarahan gastrointestinal.
Meskipun pemasangan pipa nasogastric lebih sederhana, mudah dan aman dibandingkan
dengan pipa orogastrik, tetapi komplikasi selama pemasangan dapat terjadi antara lain
malposisi NGT, epistaksis, trauma pada mukosa, pneumonia aspirasi, hipoksemia dan
pneumothorak. Sehingga pentingnya pengetahuan, keterampilan, serta bagaimana cara
penanganan untuk mecegah komplikasi yang muncul salah satunya dengan cara memastikan
penempatan NGT secara tepat.

B. Konsep Intervensi yang Diberikan


Pemasangan pipa nasogastrik atau nasogastric tube (NGT) merupakan prosedur
pemasangan pipa melalui lubang hidung (nostril) turun ke nasofaring kemudian ke lambung.
Prosedur ini bermanfaat untuk tujuan diagnosis maupun terapi. Dua indikasi yang sering
yaitu untuk akses pemberian nutrisi bagi pasien yang tidak mampu makan melalui mulut dan
untuk mengevaluasi isi lambung bagi pasien yang dicurigai mengalami perdarahan
gastrointestinal.

INDIKASI
Indikasi pemasangan NGT yaitu untuk kepentingan diagnosis maupun terapi.
1. Diagnosis
a) Drainase isi lambung untuk bahan pemeriksaan laboratorium atau sampling.
b) Pemberian agen diagnostik seperti kontras media radioopak.
2. Terapi

8
a) Pemberian nutrisi yang adekuat atau obat-obatan pada pasien yang tidak mampu
mengkonsumsi secara oral.
Indikasi pemasangan NGT untuk nutrisi:
 Ketidakmampuan untuk memasukkan makanan melalui rute oral.
Contoh: pasien tidak sadar, kanker lidah, anoreksia nervosa, trauma dan
luka bakar pada wajah.
 Saluran cerna bagian atas tidak mampu menyalurkan makanan ke usus
halus. Contoh: karsinoma esofagus dan tumor esofagus.
 Gangguan pencernaan atau malabsorbsi yang membutuhkan asupan
makanan terus menerus. Contoh: insufisiensi pankreas atau empedu,
fibrosis kistik, penyakit radang usus dan diare berkepanjangani.
b) Pemberian ASI, formula atau makanan cair langsung ke dalam lambung untuk
tambahan kalori.
c) Evakuasi isi lambung yang berbahaya, misalnya pada kasus over dosis obat atau
keracunan.
d) Gastric lavage dengan pemasangan NGT dan suction pada pasien perdarahan
gastrointestinal yang masif bermanfaat untuk mengurangi gejala dan memfasilitasi
visualisasi endoskopi untuk melihat gambaran mukosa lambung dan duodenum.
e) Pemberian activated charcoal.2
f) Dekompresi lambung dengan pemasangan NGT dan suction berguna untuk
mengeluarkam sekresi saluran cerna dan udara yang tertelan pada pasien pasien
dengan obstruksi pada usus halus atau gastric outlet, serta mengurangi keluhan pada
pasien pankreatitis dan ileus.

KONTRAINDIKASI
Ada dua kontraindikasi pemasangan NGT antara lain, kontraindikasi absolut seperti
sumbatan jalan napas, riwayat konsumsi bahan alkali, riwayat konsumsi hidrokarbon, fraktur
wajah dengan Cribriform plate injury, luka penetrasi di leher, diverkulum Zenker, atresia
koana, striktur esofagus. Serta kontraindikasi relative seperti koagulopati berat, setelah
operasi orofaringeal, operasi hidung maupun operasi lambung, demensia.

9
TAHAPAN PEMASANGAN NASOGASTRIC TUBE
Salah satu cara yang tepat untuk mencegah terjadinya komplikasi selama pemasangan NGT
yaitu dengan melakukakan tahapan-tahapan pemasangan NGT secara sistematis meliputi
tahap persiapan serta procedural.

1. Persiapan
a) Persiapan preprosedural
 Lakukan inform konsen tertulis.
 Mengevaluasi tingkat kesadaran pasien.
 Melindungi jalan napas pasien yang tidak sadar dengan pipa endotrakeal
b) Manajemen pasien
 Menjelaskan tentang tindakan yang akan dilakukan, risiko, indikasi, dan alternatif lain
serta menyepakati sinyal yang akan digunakan bila pasien ingin menghentikan segera
tindakan saat dilakukan pemasangan NGT.
 Jika menggunakan lokal anastesi untuk mengurangi rasa nyeri, sampaikann kepada
pasien kemungkinan efek samping yang timbul.
 Pada pasien agitasi disarankan untuk memberikan benzodiasepine dosis rendah. Bila
pasien tidak koperatif lakukan fiksasi tangan.
c) Persiapan Prosedur Penyelamatan
Persiapan peralatan suction bila terjadi aspirasi, nasal packing untuk epistaksis masif,
serta intubasi endotrakeal jika terjadi aspirasi berat atau hipoksia.

2. Prosedur
a) Persiapan alat-alat
Ukuran NGT yang sesuai, senter, jelly/pelumas larut air, spuit 10 cc, stetoskop,
handscoen steril, plester/hypafix, tisu dan tempat sampah, segelas air.
b) Teknik pemasangan
Teknik pemasangan NGT yang tepat bertujuan memastikan penempatan NGT
serta mengurangi komplikasi yang terjadi.

10
 Pasien posisi Fowler dengan tujuan memudahkan pasien saat menelan dan dengan
bantuan gaya gravitasi akan memudahkan masuknya pipa, tutupi pakaian dengan
handuk, lalu petugas mencuci tangan.
 Periksa pasien dari sisi kanan bila bertangan dominan kanan atau sebaliknya Evaluasi
patensi dan simetrisitas kedua lubang hidung serta akses aliran udaranya, pilih yang
lebih lapang.
 Lubrikasi jalan nafas dengan gel lidokain 2% untuk efek anastesi.
 Pilih diameter pipa terbesar yang masih bisa melewati hidung pasien. Untuk gastric
lavage, buat lobang yang cukup besar pada ujung pipa untuk mengakomodasi pil yang
lebih besar dan fragmen-fragmen charchoal, serta pastikan patensi pipa.
 Mengukur panjang NGT yang akan dimasukkan dengan mengukur jarak dari ujung
hidung ke daun telinga lalu ke procesus xiphoideus sternum, tandai dengan plester atau
tali untuk mencegah insersi terlalu dalam.

 Lubrikasi ujung pipa dengan jeli anastesi atau lubrikan larut air kurang lebih 3” (7,6cm)
untuk mengurangi trauma pada mukosa hidung dan lipoid pneumonia. Fleksikan kepala
pasien kedepan sehingga saluran faring akan lebih lurus lanjutkan memasukkan NGT
secara gentle dan perlahan untuk mencegah turbinasi, nyeri serta perdarahan.
 Jangan dipaksakan mendorong NGT bila ada tahanan terutama di nasofaring minta
pasien untuk menurunkan kepalanya untuk menutup akses ke trakea serta membuka

11
akses ke esofagus. Saat tahanan berkurang, minta pasien untuk menelan atau minum
segelas air sambil lanjutkan mendorong pipa. Bila muncul respon muntah saat
mendorong pipa, dorong ke belakang dahi pasien untuk memfasilitasi pipa masuk ke
dalam faring posterior dan esofagus daripada ke laring, sedangkan menelan atau minum
air akan membuat epiglotis menutup dan mempermudah masuknya pipa. Ini diharapkan
mampu mengurangi risiko terjadinya komplikasi

 Jika muncul tanda-tanda batuk, stridor, sianosis, dan gejala-gejala distress napas,
kemungkinan pipa masuk ke dalam trakea. Tarik pipa beberapa sentimeter, putar
sedikit, kemudian dorong secara perlahan-lahan, minta pasien untuk menelan kembali
sampai tanda yang sudah ditentukan. Konfirmasi penempatan NGT lalu fiksasi dengan
plaster hipoalergenik.
 Konfirmasi penempatan NGT dengan memeriksa mulut dan tenggorokan pasien,
pastikan NGT tidak melengkung terutama pasien yang tidak sadar. Selama pemasangan
evaluasi tanda-tanda distres nafas yang menunjukan bahwa pipa berada di bronkus
sehingga harus segera ditarik. Hentikan mendorong pipa bila penanda pada pipa sudah
mencapai ujung hidung pasien. Jika cairan lambung tidak keluar, konfirmasi letak pipa
dengan cara mengaspirasi isi lambung, bila gagal coba miringkan pasien ke kiri sehingg
isi lambung akan berkumpul di kurvatura lambung yang lebih besar. Jangan pernah

12
meletakkan ujung pipa di dalam kontainer yang berisi air. Karena jika ujung distal pipa
berada atau melengkung di dalam trakea, pasien akan berisiko mengaspirasi air di
dalamnya. Tidak munculnya gelembunggelembung udara di dalam kontainer tidak bisa
dipakai sebagai acuan untuk memastikan letak pipa sudah sesuai, karena bisa saja ujung
pipa melengkung di trakea atau esofagus. Bisa juga dengan menginjeksikan spuit yang
berisi 10 cc udara ke dalam NGT bersamaan dengan itu lakukan auskultasi di area
epigastrik dengan menggunakan stetoskop. Bila terdengar suara udara saat spuit
didorong, berarti posisi pipa sudah benar. Bila belum yakin dengan posisi NGT dapat
konfirmasi menggunakan X-ray.
 Lakukan perawatan yang rutin selama terpasang NGT

INDIKASI MELEPASKAN NASOGASTRIC TUBE


NGT harus segera ditarik atau dilepas bila pasien menunjukan gejala-gejala batuk, adanya
wheezing, pasien tidak mampu bernapas, pasien tidak mampu berbicara, pasien tampak pucat,
NGT keluar dari mulut saat dilakukan pemasangan, serta bila indikasi pemasangan NGT tidak
diperlukan lagi.

13
BAB IV

PENUTUP

A. Simpulan
Hasil penelitian menunjukkan volume susu mempunyai hubungan yang bermakna
terhadap lama waktu pemberian minum (p<0,05). Pemberian minum melalui gravitasi
dengan volume minum yang lebih kecil membutuhkan waktu tidak lebih cepat dari 2 ml
per menit, sedangkan pemberian minum dengan volume yang lebih besar membutuhkan
waktu sekitar 15 menit (National Patient Care Teams, 2017). Volume susu yang
diberikan menggunakan spuit secara gravitasi mengalir secara perlahan sehingga
membutuhkan waktu lebih dari 20 menit (Nursing Clinical Effectiveness Committee,
2017).

B. Saran
Intervensi pemberian minum menggunakan spuit 20 ml dapat digunakan untuk
menurunkan residu lambung pada bayi prematur yang diberikan nutrisi enteral gravitasi.
Intervensi pemberian minum menggunakan spuit 20 ml dapat digunakan untuk pemberian
nutrisi enteral gravitasi dikarenakan tekanan yang diberikan lebih kecil sehingga waktu
pengosongan spuit lebih lama. Rekomendasi penelitian selanjutnya perlu dilakukan
penelitian dengan menggunakan kelompok kontrol dan menganilisis jenis susu yang
diberikan.

14
DAFTAR PUSTAKA

Abiramalatha, T., Thanigainathan, S., & Ninan, B. (2018). Routine Monitoring of Gastric
Residual for Prevention of Necrotising Enterocolitis in Preterm Infants. Cochrane
Database of Systematic Reviews, 1, 1–10.
https://doi.org/https://doi.org/10.1002/14651858.CD012937

Ameri, G., Rostami, S., Baniasadi, H., Aboli, B., & Ghorbani, F. (2018). The Effect of Prone
Position on Gastric Residuals in Preterm Infants. Journal of Pharmaceutical Research
International, 22(2), 1–6. https://doi.org/10.9734/jpri/2018/40433

Alimul (2003) Riset Keperawatan dan Teknik Penelitian Ilmiah, Jakarta: Salemba Medika

Alligood, M. R. (2014). Nursing theorist and their work. St Louis: Elsevier Inc

Kozier Barbara, Erb Glenora, Berman Audrey and Snyder SJ. Fundamental of Nursing:
Concepts, Process and Practice Seventh ed. Pearson Prentice Hall New Jersey
2004;45:1204-13.

15

Anda mungkin juga menyukai