BPH
TRIWAHYUNI
RATNA FARIDA
RONITA M
PENGERTIAN
Istilah hipertrofi sebenarnya kurang tepat karena yang terjadi adalah hiperplasia
kelenjar periuretra yang mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi kapsul
bedah. (Anonim FK UI 1995).
Prostat adalah jaringan fibromuskuler dan jaringan kelenjar yang terlihat persis di
inferior dari kandung kencing. Prostat normal beratnya + 20 gr, didalamnya berjalan uretra
posterior + 2,5 cm.
Pada bagian anterior difiksasi oleh ligamentum puboprostatikum dan sebelah inferior
oleh diafragma urogenitale. Pada prostat bagian posterior bermuara duktus ejakulatoris yang
berjalan miring dan berakhir pada verumontanum pada dasar uretra prostatika tepat proksimal
dari spingter uretra eksterna.
Benign Prostatic Hyperplasia adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan
oleh karena hiperplasia beberapa atau semua komponen prostat meliput jaringan
kelenjar/jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika
(Lab/UPF Ilmu Bedah
RSUD Dr Soetomo, 1994).
ETIOLOGI
Penyebab yang pasti dari terjadinya Benign Prostatic Hyperplasia sampai sekarang
belum diketahui secara pasti, tetapi hanya 2 faktor yang mempengaruhi terjadinya Benign
Prostatic Hyperplasia yaitu testis dan usia lanjut.
Karena etiologi yang belum jelas maka melahirkan beberapa hipotesa yang diduga
timbulnya Benigna Prostatic Hyperplasia antara lain :
a. Hipotesis Dihidrotestosteron (DHT)
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen akan menyebabkan epitel dan
stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasia.
b. Ketidakseimbangan estrogen – testoteron
Dengan meningkatnya usia pada pria terjadi peningkatan hormon Estrogen dan penurunan
testosteron sedangkan estradiol tetap. yang dapat menyebabkan terjadinya hyperplasia
stroma.
c. Interaksi stroma - epitel
Peningkatan epidermal gorwth faktor atau fibroblas gorwth faktor dan penurunan
transforming gorwth faktor beta menyebabkan hiperplasia stroma dan epitel.
d. Penurunan sel yang mati
Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan epitel dari
kelenjar prostat.
e. Teori stem cell
Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit.
Gambaran klinis
Gejala-gejala pembesaran prostat jinak dikenal sebagai Lower Urinary Tract Symptoms
(LUTS),yang dibedakan menjadi:
1. Gejala iritatif, yaitu sering miksi (frekuensi), terbangun pada malam hari untuk miksi
(nokturia),perasaan ingin miksi yang sangat mendesak (urgensi),dan nyeri pada saat
miksi(disuria).
2. Gejala obstruktif adalah pancaran melemah, rasa tidak puas setelah miksi, kalau mau miksi
harus menunggu lama, harus mengedan,kencing terputus-putus,dan waktu miksi
memanjang yang akhirnya menjadi retensi urin dan inkontinen karena overflow.
(Anonim,FK UI,1995).
Tanda:
Pemeriksaan colok dubur atau digital rectal examination dapat memberikan gambaran tonus
sphingter ani mukosa rektum, adanya kelainan seperti meraba prostat. Pada colok dubur,
mukos aprostat teraba, lembut, kenyal dan elastis.
D. PATOFISIOLOGI
Sejalan dengan pertambahan umur, kelenjar prostat akan mengalami hiperplasia, jika
prostat membesar akan meluas ke atas (bladder), di dalam mempersempit saluran uretra
prostatica dan menyumbat aliran urine. Keadaan ini dapat meningkatkan tekanan intravesikal.
Sebagai kompensasi terhadap tahanan uretra prostatika, maka otot detrusor dan buli-buli
berkontraksi lebih kuat untuk dapat memompa urine keluar. Kontraksi yang terus-menerus
menyebabkan perubahan anatomi dari buli-buli berupa : hipertropi otot detrusor, trabekulasi,
terbentuknya selula, sekula dan difertikel buli-buli. Perubahan struktur pada buli-buli
dirasakan klien sebagai keluhan pada saluran kencing bagian bawah atau Lower Urinary
Tract Symptom/LUTS.
Pada fase-fase awal dari Prostat Hyperplasia, kompensasi oleh muskulus destrusor
berhasil dengan sempurna. Artinya pola dan kualitas dari miksi tidak banyak berubah. Pada
fase ini disebut sebagai Prostat Hyperplasia Kompensata. Lama kelamaan kemampuan
kompensasi menjadi berkurang dan pola serta kualitas miksi berubah, kekuatan serta lamanya
kontraksi dari muskulus destrusor menjadi tidak adekuat sehingga tersisalah urine di dalam
buli-buli saat proses miksi berakhir seringkali Prostat Hyperplasia menambah kompensasi ini
dengan jalan meningkatkan tekanan intra abdominal (mengejan) sehingga tidak jarang
disertai timbulnya hernia dan haemorhoid puncak dari kegagalan kompensasi adalah tidak
berhasilnya melakukan ekspulsi urine dan terjadinya retensi urine, keadaan ini disebut
sebagai Prostat Hyperplasia Dekompensata. Fase Dekompensasi yang masih akut
menimbulkan rasa nyeri dan dalam beberapa hari menjadi kronis dan terjadilah inkontinensia
urine secara berkala akan mengalir sendiri tanpa dapat dikendalikan, sedangkan buli-buli
tetap penuh. Ini terjadi oleh karena buli-buli tidak sanggup menampung atau dilatasi lagi.
Puncak dari kegagalan kompensasi adalah ketidak mampuan otot detrusor memompa urine
dan menjadi retensi urine. Retensi urine yang kronis dapat mengakibatkan kemunduran
fungsi ginjal.
patway BPH
Pembesaran prostat
Retensi urine
Kerusakan eleminasi
Kateterisasi Prostatektomi / TURP
Risiko
infeksi Sumbatan cateter Perdarahan /
pembekuan darah
Nyeri Distensi VU Ketakutan
E. PEMERIKSAAN
PENUNJANG 1 .
Laboratorium
- urinalisa untuk melihat adanya infeksi, hematuria
- Ureum, creatinin, elektrolit untuk melihat gambaran fungsi ginjal
2. Pengukuran derajat berat obstruksi
- Menentukan jumlah sisa urin setelah penderita miksi spontan (normal sisa urin
kososng dan batas intervensi sisa urin lebih dari 100 cc)
- Pancaran urin (uroflowmetri)
Syarat: jumlah urin dalam vesika 125 s/d 150 ml. Angka normal rata-rata 10
s/d 12 ml/detik, obstruksi ringan 6-8 ml/detik.
3. Pemeriksaan lain
BNO/IVP untuk menentukan adanya divertikel,penebalan bladder
USG dengan Transuretral ultrasonografi prostat (TRUS P) untuk menentukan
volume prostat
Trans-abdominal USG : untuk mendeteksi bagian prostat yang menonjol ke
buli-buli yang dapat dipkai untuk meramalkan derajat berat obstruksi apabila
adabatu dalam vesika.
Cystoscopy untuk melihat adanya penebalan pada dididing bladder
F. PENATALAKSANAAN
1. Terapi medikamentosa
a. alfluzosin atau
b. Penghambat andrenergik a , misalnya prazosin, doxazosin,
c. 1a (tamsulosin). Penghambat enzim 5-a -reduktase, misalnya finasteride
d. (Poscar)
e. Fitoterapi, misalnya eviprostat
2. Terapi bedah
Indikasi terapi bedah yaitu :
Retensio urin berulang
Hematuria
Tanda penurunan fungsi ginjal
Infeksi
PENGELOLAAN PASIEN
1. Pre operasi
- Pemeriksaan darah lengkap (Hb minimal 10g/dl, Golongan Darah, CT, BT, AL)
- Pemeriksaan EKG, GDS mengingat penderita BPh kebanyakan lansia
- Pemeriksaan Radiologi: BNO, IVP, Rongen thorax
- Persiapan sebelum pemeriksaan BNO puasa minimal 8 jam. Sebelum pemeriksaan IVP
pasien diberikan diet bubur kecap 2 hari, lavemen puasa minimal 8 jam, dan mengurangi
bicara untuk meminimalkan masuknya udara
2. Post operasi
- Irigasi/Spoling dengan Nacl
- Post operasi hari 0 : 80 tetes/menit
- Hari pertama post operasi : 60 tetes/menit
- Hari ke 2 post operasi : 40 tetes/menit
- Hari ke 3 post operasi : 20 tetes/menit
Hari ke 4 post operasi diklem
- Hari ke 5 post operasi dilakukan aff irigasi bila tidak ada masalah (urin dalam kateter
bening)
- Hari ke 6 post operasi dilakukan aff drain bila tidak ada masalah (cairan serohemoragis <
50cc)
Infus diberikan untuk maintenance dan memberikan obat injeksi selama 2 hari, bila pasien sudah
mampu makan dan minum dengan baik obat injeksi bisa diganti dengan obat oral.
Tirah baring selama 24 jam pertama. Mobilisasi setelah 24 jam post operasi
Dilakukan perawatan luka dan perawatan DC hari ke-3 post oprasi dengan betadin Anjurkan banyak
minum (2-3l/hari)
DC bisa dilepas hari ke-9 post operasi Hecting Aff
pada hhari k-10 post operasi.
Cek Hb post operasi bila kurang dari 10 berikan tranfusi
Jika terjadi spasme kandung kemih pasien dapat merasakan dorongan untuk berkemih, merasakan
tekanan atau sesak pada kandung kemih dan perdarahan dari uretral sekitar kateter. Medikasi yang
dapat melemaskan otot polos dapat membantu mengilangkan spasme. Kompres hangat pada pubis
dapat membantu menghilangkan spasme.
Jika pasien dapat bergerak bebas pasien didorong untuk berjalan-jalan tapi tidak duduk terlalu lama
karena dapat meningkatkan tekanan abdomen, perdarahan
Latihan perineal dilakukan untuk membantu mencapai kembali kontrol berkemih. Latihan perineal
harus dilanjutkan sampai passien mencapai kontrol berkemih.
Drainase diawali sebagai urin berwarna merah muda kemerahan kemudian jernih hingga sedikit
merah muda dalam 24 jam setelah pembedahan.
Perdarahan merah terang dengan kekentalan yang meningkat dan sejumlah bekuan biasanya
menandakan perdarahan arteri. Darah vena tampak lebih gelap dan kurang kental. Perdarahan vena
diatasi dengan memasang traksi pada kateter sehingga balon yang menahan kateter pada tempatnya
memberikan tekannan pada fossa prostatik.
G. KOMPLIKASI
1. Perdarahan.
2. Pembentukan bekuan
3. Obstruksi kateter
4. Disfungsi seksual tergantung dari jenis pembedahan.
Kebanyakan prostatektomi tidak menyebabkan impotensi meskipun aktifitas seksual dapat
dilakukan kembali setelah 6-8 minggu karena fossa prostatik sudah sembuh.
5. Komplikasi yang lain yaitu perubahan anatomis pada uretra posterior menyebabkan
ejakulasi retrogard yaitu setelah ejakulasi cairan seminal mengalir kedalam kandung kemih
dan diekskresikan bersama urin. Selain itu vasektomi mungkin dilakukan untuk mencegah
penyebaran infeksi dari uretra prostatik melalui vas deference dan ke dalam epidedemis.
Setelah prostatektomi total ( biasanya untuk kanker ) hampir selalu terjadi impotensi. Bagi
pasien yang tak mau kehilangan aktifitas seksualnya, implant prostetik penis mungkin
digunakan untuk membuat penis menjadi kaku guna keperluan hubungan seksual.
6. Infeksi
H. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Pre - Operasi
a. Data Subyektif
- Klien mengatakan nyeri saat berkemih
- Sulit kencing
- Frekuensi berkemih meningkat
- Sering terbangun pada malam hari untuk miksi
- Keinginan untuk berkemih tidak dapat ditunda
- Nyeri atau terasa panas pada saat berkemih
- Pancaran urin melemah
- Merasa tidak puas sehabis miksi, kandung kemih tidak kosong dengan
baik
- Kalau mau miksi harus menunggu lama
- Jumlah urin menurun dan harus mengedan saat berkemih
- Aliran urin tidak lancar/terputus-putus
- Urin terus menetes setelah berkemih
- Merasa letih, tidak nafsu makan, mual dan muntah
- Klien merasa cemas dengan pengobatan yang akan dilakukan
b. Data Obyektif
- Ekspresi wajah tampak menhan nyeri
- Terpasang kateter
2. Post - Operasi
a. Data Subyektif
- Klien mengatakan nyeri pada luka post operasi
- Klien mengatakan tidak tahu tentang diet dan pengobatan setelah
operasi
b. Data Obyektif
- Ekspresi tampak menahan nyeri
- Ada luka post operasi tertutup balutan
- Tampak lemah
- Terpasang selang irigasi, kateter, infus
3. Riwayat kesehatan : riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit
keluarga, pengaruh BPH terhadap gaya hidup, apakah masalah urinari yang dialami pasien.
4. Pengkajian fisik
1) Gangguan dalam berkemih seperti
- Sering berkemih
- Terbangun pada malam hari untuk berkemih
- Perasaan ingin miksi yang sangat mendesak
- Nyeri pada saat miksi, pancaran urin melemah
- Rasa tidak puas sehabis miksi
- Jumlah air kencing menurun dan harus mengedan saat berkemih
- Aliran urin tidak lancar/terputus-putus, urin terus menetes setelah berkemih.
- Nyeri saat berkemih
- Ada darah dalam urin
- Kandung kemih terasa penuh
- Nyeri di pinggang, punggung, rasa tidak nyaman di perut.
- Urin tertahan di kandung kencing, terjadi distensi kandung kemih
2) Gejala umum seperti keletihan, tidak nafsu makan, mual muntah, dan rasa tidak nyaman
pada epigastrik
3) Kaji status emosi : cemas, takut
4) Kaji urin : jumlah, warna, kejernihan, bau
5) Kaji tanda vital
6. Kaji tingkat pemahaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentang keadaan dan proses
penyakit, pengobatan dan cara perawatan di rumah.
PK : Perdarahan
J. RENCANA KEPERAWATAN
Kriteria Hasil :
Melaporkan
rasanyaman
Observasi reaksi
nonverbal dari
ketidaknyamanan
Gunakan teknik
komunikasi terapeutik
untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien
Kaji kultur yang
mempengaruhi respon
nyeri
Evaluasi pengalaman
nyeri masa lampau
Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri
masa lampau Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan Kontrol
lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
Pilihdanlakukan
penanganannyeri
Tingkatkan istirahat
Analgesic Administration
Tentukan lokasi,
proses pengontrolan
penyakit
10. Diskusikan pilihan
mengeksplorasi atau
mendapatkan second
12. Eksplorasi
kemungkinan sumber atau
yang tepat
Menyatakan
rasanyaman
Pilihdanlakukan
penanganannyeri
Tingkatkan istirahat
Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat
Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika pemberian lebih dari
satu
Catat
trauma, prosedur bedah, Pengosongan bladder secara Anjurkan terakhir
untuk minumkencing
8 gelas perhari
tekanan dan iritasi sempurna
catheter/balon. Warna urin dbn Bladder Irrigation :
Bau urin dbn Tentukan apakah irigasi akan dilakukan
secara berkelanjutan atau hanya
sementara
Urin terbebas dari partikel
Jelaskan tujuan tindakan kepada klien
Balance cairan selama 24 Sediakan perlatan irigasi streril sesuai
jam protokol
Urin dapat keluar tanpa Monitor dan jaga aliran irigasi sesuai
kesakitan indikasi
Catat jumlah cairan yang digunakan,
karakteristik cairan, jumlah pengeluaran
dan respon pasien
· Atur kemungkinan
tranfusi
· Pertahankan lingkungan
aseptik selama
pemasangan alat
· Gunakan kateter
intermiten untuk
menurunkan infeksi
kandung kencing
Infection Protection
(proteksi terhadap
infeksi)
· Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan lokal
· Monitor hitung
granulosit, WBC
· Monitor kerentanan
terhadap infeksi
· Batasi pengunjung
· Saring pengunjung
terhadap penyakit menular
· Partahankan teknik
aspesis pada pasien yang
beresiko
· Pertahankan teknik
isolasi k/p
· Ajarkan cara
menghindari infeksi
· Laporkan kecurigaan
infeksi