Anda di halaman 1dari 27

BENIGNA PROSTAT HIPERPLASIA (BPH)

A. PENGERTIAN
Istilah hipertrofi sebenarnya kurang tepat karena yang terjadi adalah
hiperplasia kelenjar periuretra yang mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer
dan menjadi kapsul bedah. (Anonim FK UI 1995).
Prostat adalah jaringan fibromuskuler dan jaringan kelenjar yang terlihat
persis di inferior dari kandung kencing. Prostat normal beratnya + 20 gr,
didalamnya berjalan uretra posterior + 2,5 cm.
Pada bagian anterior difiksasi oleh ligamentum puboprostatikum dan sebelah
inferior oleh diafragma urogenitale. Pada prostat bagian posterior bermuara duktus
ejakulatoris yang berjalan miring dan berakhir pada verumontanum pada dasar
uretra prostatika tepat proksimal dari spingter uretra eksterna.
Benign Prostatic Hyperplasia adalah pembesaran jinak kelenjar prostat,
disebabkan oleh karena hiperplasia beberapa atau semua komponen prostat meliput
jaringan kelenjar/jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra
pars prostatika (Lab/UPF Ilmu Bedah RSUD Dr Soetomo, 1994).

Derajat Benigne Prostat Hyperplasia


Benign Prostatic Hyperplasia terbagi dalam 4 derajat sesuai dengan gangguan
klinisnya :
1. Derajat satu, keluhan prostatisme ditemukan penonjolan prostat 1 – 2 cm, sisa
urine kurang 50 cc, pancaran lemah, necturia, berat + 20 gram.
2. Derajat dua, keluhan miksi terasa panas, sakit, disuria, nucturia bertambah
berat, panas badan tinggi (menggigil), nyeri daerah pinggang, prostat lebih
menonjol, batas atas masih teraba, sisa urine 50 – 100 cc dan beratnya + 20 –
40 gram.
3. Derajat tiga, gangguan lebih berat dari derajat dua, batas sudah tak teraba, sisa
urine lebih 100 cc, penonjolan prostat 3 – 4 cm, dan beratnya 40 gram.
4. Derajat empat, inkontinensia, prostat lebih menonjol dari 4 cm, ada penyulit
keginjal seperti gagal ginjal, hydroneprosis.

1
B. ETIOLOGI
Penyebab yang pasti dari terjadinya Benign Prostatic Hyperplasia sampai
sekarang belum diketahui secara pasti, tetapi hanya 2 faktor yang mempengaruhi
terjadinya Benign Prostatic Hyperplasia yaitu testis dan usia lanjut.
Karena etiologi yang belum jelas maka melahirkan beberapa hipotesa yang
diduga timbulnya Benigna Prostatic Hyperplasia antara lain :
1. Hipotesis Dihidrotestosteron (DHT)
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen akan menyebabkan epitel
dan stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasia.
2. Ketidakseimbangan estrogen – testoteron
Dengan meningkatnya usia pada pria terjadi peningkatan hormon Estrogen dan
penurunan testosteron sedangkan estradiol tetap. yang dapat menyebabkan
terjadinya hyperplasia stroma.
3. Interaksi stroma - epitel
Peningkatan epidermal gorwth faktor atau fibroblas gorwth faktor dan
penurunan transforming gorwth faktor beta menyebabkan hiperplasia stroma dan
epitel.
4. Penurunan sel yang mati
Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan
epitel dari kelenjar prostat.
5. Teori stem cell
Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit.
C. Gambaran klinis
Gejala-gejala pembesaran prostat jinak dikenal sebagai Lower Urinary Tract
Symptoms (LUTS),yang dibedakan menjadi:
1. Gejala iritatif, yaitu sering miksi (frekuensi), terbangun pada malam hari
untuk miksi (nokturia),perasaan ingin miksi yang sangat mendesak
(urgensi),dan nyeri pada saat miksi (disuria).
2. Gejala obstruktif adalah pancaran melemah, rasa tidak puas setelah miksi,
kalau mau miksi harus menunggu lama, harus mengedan,kencing terputus-
putus,dan waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensi urin dan
inkontinen karena overflow. (Anonim,FK UI,1995).

2
Tanda:
Pemeriksaan colok dubur atau digital rectal examination dapat memberikan
gambaran tonus sphingter ani mukosa rektum, adanya kelainan seperti meraba
prostat. Pada colok dubur, mukos aprostat teraba, lembut, kenyal dan elastis.

D. PATOFISIOLOGI
Sejalan dengan pertambahan umur, kelenjar prostat akan mengalami
hiperplasia, jika prostat membesar akan meluas ke atas (bladder), di dalam
mempersempit saluran uretra prostatica dan menyumbat aliran urine. Keadaan ini
dapat meningkatkan tekanan intravesikal. Sebagai kompensasi terhadap tahanan
uretra prostatika, maka otot detrusor dan buli-buli berkontraksi lebih kuat untuk
dapat memompa urine keluar. Kontraksi yang terus-menerus menyebabkan
perubahan anatomi dari buli-buli berupa : hipertropi otot detrusor, trabekulasi,
terbentuknya selula, sekula dan difertikel buli-buli. Perubahan struktur pada buli-
buli dirasakan klien sebagai keluhan pada saluran kencing bagian bawah atau
Lower Urinary Tract Symptom/LUTS.
Pada fase-fase awal dari Prostat Hyperplasia, kompensasi oleh muskulus
destrusor berhasil dengan sempurna. Artinya pola dan kualitas dari miksi tidak
banyak berubah. Pada fase ini disebut sebagai Prostat Hyperplasia Kompensata.
Lama kelamaan kemampuan kompensasi menjadi berkurang dan pola serta kualitas
miksi berubah, kekuatan serta lamanya kontraksi dari muskulus destrusor menjadi
tidak adekuat sehingga tersisalah urine di dalam buli-buli saat proses miksi berakhir
seringkali Prostat Hyperplasia menambah kompensasi ini dengan jalan
meningkatkan tekanan intra abdominal (mengejan) sehingga tidak jarang disertai
timbulnya hernia dan haemorhoid puncak dari kegagalan kompensasi adalah tidak
berhasilnya melakukan ekspulsi urine dan terjadinya retensi urine, keadaan ini
disebut sebagai Prostat Hyperplasia Dekompensata. Fase Dekompensasi yang
masih akut menimbulkan rasa nyeri dan dalam beberapa hari menjadi kronis dan
terjadilah inkontinensia urine secara berkala akan mengalir sendiri tanpa dapat
dikendalikan, sedangkan buli-buli tetap penuh. Ini terjadi oleh karena buli-buli
tidak sanggup menampung atau dilatasi lagi. Puncak dari kegagalan kompensasi
adalah ketidak mampuan otot detrusor memompa urine dan menjadi retensi urine.

3
Retensi urine yang kronis dapat mengakibatkan kemunduran fungsi ginjal

Patway BPH

Pembesaran prostat

Retensi urine

Kerusakan eleminasi
urine

Kateterisasi Prostatektomi / TURP

Risiko
infeksi Perdarahan /
Sumbatan cateter pembekuan darah

Ketakutan
Nyeri Distensi VU

Devisit perawatan diri Pembatasan aktifitas

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
- urinalisa untuk melihat adanya infeksi, hematuria
- Ureum, creatinin, elektrolit untuk melihat gambaran fungsi ginjal
2. Pengukuran derajat berat obstruksi
- Menentukan jumlah sisa urin setelah penderita miksi spontan (normal
sisa urin kososng dan batas intervensi sisa urin lebih dari 100 cc)
- Pancaran urin (uroflowmetri)
Syarat: jumlah urin dalam vesika 125 s/d 150 ml. Angka normal rata-rata
10 s/d 12 ml/detik, obstruksi ringan 6-8 ml/detik.

4
3. Pemeriksaan lain
- BNO/IVP untuk menentukan adanya divertikel,penebalan bladder
- USG dengan Transuretral ultrasonografi prostat (TRUS P) untuk
menentukan volume prostat
- Trans-abdominal USG : untuk mendeteksi bagian prostat yang menonjol
ke buli-buli yang dapat dipkai untuk meramalkan derajat berat obstruksi
apabila adabatu dalam vesika.
- Cystoscopy untuk melihat adanya penebalan pada dididing bladder

F. PENATALAKSANAAN
1. Terapi medikamentosa
a. Penghambat andrenergik , misalnya prazosin, doxazosin, alfluzosin
atau  1a (tamsulosin).
b. Penghambat enzim 5--reduktase, misalnya finasteride (Poscar)
c. Fitoterapi, misalnya eviprostat
2. Terapi bedah
Indikasi terapi bedah yaitu :
 Retensio urin berulang.
 Hematuria
 Tanda penurunan fungsi ginjal
 Infeksi saluran kencing berulang
 Tanda-tanda obstruksi berat yaitu divertikel, hidroureter, dan
hidronefrosis.
 Ada batu saluran kemih.

5
MACAM-MACAM TINDAKAN PADA KLIEN BPH :
1. Prostatektomi
Ada berbagai macam prostatektomi yang dapat dilakukan yang masing – masing
mempunyai kelebihan dan kekurangan antara lain :
a. Prostatektomi Supra pubis.
Adalah salah satu metode mengangkat kelenjar melalui insisi abdomen.
Yaitu suatu insisi yang dibuat kedalam kandung kemih dan kelenjar prostat
diangkat dari atas. Pendekatan ini dilakukan untuk kelenjar dengan berbagai
ukuran dan beberapa komplikasi dapat terjadi seperti kehilangan darah lebih
banyak dibanding metode yang lain. Kerugian lainnya adalah insisi abdomen
akan disertai bahaya dari semua prosedur bedah abdomen mayor, seperti kontrol
perdarahan lebih sulit, urin dapat bocor disekitar tuba suprapubis, serta
pemulihan lebih lama dan tidak nyaman. Keuntungan yang lain dari metode ini
adalah secara teknis sederhana, memberika area eksplorasi lebih luas,
memungkinkan eksplorasi untuk nodus limfe kankerosa, pengangkatan kelenjar
pengobstruksi lebih komplit, serta pengobatan lesi kandung kemih yang
berkaitan.
b. Prostatektomi Perineal.
Adalah mengangkat kelenjar melalui suatu insisi dalam perineum. Cara ini
lebih praktis dibanding cara yang lain, dan sangat berguna untuk biopsi terbuka.
Keuntungan yang lain memberikan pendekatan anatomis langsung, drainage
oleh bantuan gravitasi, efektif untuk terapi kanker radikal, hemostatik di bawah
penglihatan langsung,angka mortalitas rendah, insiden syok lebih rendah, serta
ideal bagi pasien dengan prostat yang besar, resiko bedah buruk bagi pasien
sangat tua dan ringkih. Pada pasca operasi luka bedah mudah terkontaminasi
karena insisi dilakukan dekat dengan rektal. Lebih jauh lagi inkontinensia,
impotensi, atau cedera rectal dapat mungkin terjadi dari cara ini. Kerugian lain
adalah kemungkinan kerusakan pada rectum dan spingter eksternal serta bidang
operatif terbatas.

6
c. Prostatektomi retropubik.
Adalah suatu teknik yang lebih umum dibanding pendekatan suprapubik
dimana insisi abdomen lebih rendah mendekati kelenjar prostat, yaitu antara
arkus pubis dan kandung kemih tanpa tanpa memasuki kandung kemih.
Prosedur ini cocok untuk kelenjar besar yang terletak tinggi dalam pubis.
Meskipun darah yang keluar dapat dikontrol dengan baik dan letak bedah labih
mudah untuk dilihat, infeksi dapat cepat terjadi dalam ruang retropubis.
Kelemahan lainnya adalah tidak dapat mengobati penyakit kandung kemih yang
berkaitan serta insiden hemorargi akibat pleksus venosa
prostat meningkat juga osteitis pubis. Keuntungan yang lain adalah periode
pemulihan lebih singkat serta kerusakan spingter kandung kemih lebih sedikit.

2. Insisi Prostat Transuretral ( TUIP )


Yaitu suatu prosedur menangani BPH dengan cara memasukkan instrumen
melalui uretra. Satu atau dua buah insisi dibuat pada prostat dan kapsul prostat
untuk mengurangi tekanan prostat pada uretra dan mengurangi kontriksi uretral.
Cara ini diindikasikan ketika kelenjar prostat berukuran kecil ( 30 gram/kurang )
dan efektif dalam mengobati banyak kasus BPH. Cara ini dapat dilakukan di klinik
rawat jalan dan mempunyai angka komplikasi lebih rendah di banding cara lainnya.

3. TURP ( Trans Uretral Reseksi Prostat )


TURP adalah suatu operasi pengangkatan jaringan prostat lewat uretra
menggunakan resektroskop, dimana resektroskop merupakan endoskop dengan
tabung 10-3-F untuk pembedahan uretra yang dilengkapi dengan alat pemotong dan
counter yang disambungkan dengan arus listrik. Tindakan ini memerlukan
pembiusan umum maupun spinal dan merupakan tindakan invasive yang masih
dianggap aman dan tingkat morbiditas minimal.
TURP merupakan operasi tertutup tanpa insisi serta tidak mempunyai efek
merugikan terhadap potensi kesembuhan. Operasi ini dilakukan pada prostat yang
mengalami pembesaran antara 30-60 gram, kemudian dilakukan reseksi.

7
Cairan irigasi digunakan secara terus-menerus dengan cairan isotonis selama
prosedur. Setelah dilakukan reseksi, penyembuhan terjadi dengan granulasi dan
reepitelisasi uretra pars prostatika (Anonim,FK UI,1995).
Setelah dilakukan TURP, dipasang kateter Foley tiga saluran no. 24 yang
dilengkapi balon 30 ml, untuk memperlancar pembuangan gumpalan darah dari
kandung kemih. Irigasi kanding kemih yang konstan dilakukan setelah 24 jam bila
tidak keluar bekuan darah lagi. Kemudian kateter dibilas tiap 4 jam sampai cairan
jernih. Kateter dingkat setelah 3-5 hari setelah operasi dan pasien harus sudah dapat
berkemih dengan lancar.
TURP masih merupakan standar emas. Indikasi TURP ialah gejala-gejala dari
sedang sampai berat, volume prostat kurang dari 60 gram dan pasien cukup sehat
untuk menjalani operasi. Komplikasi TURP jangka pendek adalah perdarahan,
infeksi, hiponatremia atau retensio oleh karena bekuan darah. Sedangkan komplikasi
jangka panjang adalah striktura uretra, ejakulasi retrograd (50-90%), impotensi (4-
40%). Karena pembedahan tidak mengobati penyebab BPH, maka biasanya
penyakit ini akan timbul kembali 8-10 tahun kemudian.

PENGELOLAAN PASIEN
1. Pre operasi
- Pemeriksaan darah lengkap (Hb minimal 10g/dl, Golongan Darah, CT, BT,
AL)
- Pemeriksaan EKG, GDS mengingat penderita BPh kebanyakan lansia
- Pemeriksaan Radiologi: BNO, IVP, Rongen thorax.
- Persiapan sebelum pemeriksaan BNO puasa minimal 8 jam. Sebelum
pemeriksaan IVP pasien diberikan diet bubur kecap 2 hari, lavemen puasa
minimal 8 jam, dan mengurangi bicara untuk meminimalkan masuknya udara
2. Post operasi
- Irigasi/Spoling dengan Nacl
 Post operasi hari 0 : 80 tetes/menit
 Hari pertama post operasi : 60 tetes/menit
 Hari ke 2 post operasi : 40 tetes/menit
 Hari ke 3 post operasi : 20 tetes/menit

8
 Hari ke 4 post operasi diklem
 Hari ke 5 post operasi dilakukan aff irigasi bila tidak ada masalah (urin
dalam kateter bening)
 Hari ke 6 post operasi dilakukan aff drain bila tidak ada masalah (cairan
serohemoragis < 50cc)
 Infus diberikan untuk maintenance dan memberikan obat injeksi selama 2
hari, bila pasien sudah mampu makan dan minum dengan baik obat injeksi
bisa diganti dengan obat oral.
 Tirah baring selama 24 jam pertama. Mobilisasi setelah 24 jam post
operasi
 Dilakukan perawatan luka dan perawatan DC hari ke-3 post oprasi dengan
betadin
 Anjurkan banyak minum (2-3l/hari)
 DC bisa dilepas hari ke-9 post operasi
 Hecting Aff pada hari k-10 post operasi.
 Cek Hb post operasi bila kurang dari 10 berikan tranfusi
 Jika terjadi spasme kandung kemih pasien dapat merasakan dorongan
untuk berkemih, merasakan tekanan atau sesak pada kandung kemih dan
perdarahan dari uretral sekitar kateter. Medikasi yang dapat melemaskan
otot polos dapat membantu mengilangkan spasme. Kompres hangat pada
pubis dapat membantu menghilangkan spasme.
 Jika pasien dapat bergerak bebas pasien didorong untuk berjalan-jalan tapi
tidak duduk terlalu lama karena dapat meningkatkan tekanan abdomen,
perdarahan
 Latihan perineal dilakukan untuk membantu mencapai kembali kontrol
berkemih. Latihan perineal harus dilanjutkan sampai passien mencapai
kontrol berkemih.
 Drainase diawali sebagai urin berwarna merah muda kemerahan kemudian
jernih hingga sedikit merah muda dalam 24 jam setelah pembedahan.

9
 Perdarahan merah terang dengan kekentalan yang meningkat dan sejumlah
bekuan biasanya menandakan perdarahan arteri. Darah vena tampak lebih
gelap dan kurang kental. Perdarahan vena diatasi dengan memasang traksi
pada kateter sehingga balon yang menahan kateter pada tempatnya
memberikan tekannan pada fossa prostatik.
G. KOMPLIKASI
1. Perdarahan.
2. Pembentukan bekuan
3. Obstruksi kateter
4. Disfungsi seksual tergantung dari jenis pembedahan.
Kebanyakan prostatektomi tidak menyebabkan impotensi meskipun aktifitas
seksual dapat dilakukan kembali setelah 6-8 minggu karena fossa prostatik
sudah sembuh.
5. Komplikasi yang lain yaitu perubahan anatomis pada uretra posterior
menyebabkan ejakulasi retrogard yaitu setelah ejakulasi cairan seminal mengalir
kedalam kandung kemih dan diekskresikan bersama urin. Selain itu vasektomi
mungkin dilakukan untuk mencegah penyebaran infeksi dari uretra prostatik
melalui vas deference dan ke dalam epidedemis. Setelah prostatektomi total
( biasanya untuk kanker ) hampir selalu terjadi impotensi. Bagi pasien yang tak
mau kehilangan aktifitas seksualnya, implant prostetik penis mungkin digunakan
untuk membuat penis menjadi kaku guna keperluan hubungan seksual.
6. Infeksi

H. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Pre - Operasi
a. Data Subyektif
- Klien mengatakan nyeri saat berkemih
- Sulit kencing
- Frekuensi berkemih meningkat
- Sering terbangun pada malam hari untuk miksi
- Keinginan untuk berkemih tidak dapat ditunda

10
- Nyeri atau terasa panas pada saat berkemih
- Pancaran urin melemah
- Merasa tidak puas sehabis miksi, kandung kemih tidak
kosong dengan baik
- Kalau mau miksi harus menunggu lama
- Jumlah urin menurun dan harus mengedan saat berkemih
- Aliran urin tidak lancar/terputus-putus
- Urin terus menetes setelah berkemih
- Merasa letih, tidak nafsu makan, mual dan muntah
- Klien merasa cemas dengan pengobatan yang akan
Dilakukan.
b. Data Obyektif
- Ekspresi wajah tampak menhan nyeri
- Terpasang kateter

2. Post - Operasi
a. Data Subyektif
- Klien mengatakan nyeri pada luka post operasi
- Klien mengatakan tidak tahu tentang diet dan pengobatan
setelah operas
b. Data Obyektif
- Ekspresi tampak menahan nyeri
- Ada luka post operasi tertutup balutan
- Tampak lemah
- Terpasang selang irigasi, kateter, infus

3. Riwayat kesehatan : riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit sekarang, riwayat


penyakit keluarga, pengaruh BPH terhadap gaya hidup, apakah masalah urinari
yang dialami pasien.

11
4. Pengkajian fisik
1) Gangguan dalam berkemih seperti
- Sering berkemih
- Terbangun pada malam hari untuk berkemih
- Perasaan ingin miksi yang sangat mendesak
- Nyeri pada saat miksi, pancaran urin melemah
- Rasa tidak puas sehabis miksi
- Jumlah air kencing menurun dan harus mengedan saat berkemih
- Aliran urin tidak lancar/terputus-putus, urin terus menetes setelah
berkemih.
- Nyeri saat berkemih
- Ada darah dalam urin
- Kandung kemih terasa penuh
- Nyeri di pinggang, punggung, rasa tidak nyaman di perut.
- Urin tertahan di kandung kencing, terjadi distensi kandung kemih
2) Gejala umum seperti keletihan, tidak nafsu makan, mual muntah, dan rasa
tidak nyaman pada epigastrik
3) Kaji status emosi : cemas, takut
4) Kaji urin : jumlah, warna, kejernihan, bau
5) Kaji tanda vital

5. Kaji pemeriksaan diagnostik


- Pemeriksaan radiografi
- Urinalisa
- Lab seperti kimia darah, darah lengkap, urin

6. Kaji tingkat pemahaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentang keadaan
dan proses penyakit, pengobatan dan cara perawatan di rumah.

12
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
No Diagnosa NOC NIC
1. Nyeri (akut) NOC : NIC :
 Pain Level, Pain Management
berhubungan dengan
 Pain control,  Lakukan pengkajian nyeri secara
insisi pembedahan  Comfort level komprehensif termasuk lokasi,
Kriteria Hasil : karakteristik, durasi, frekuensi,
 Mampu mengontrol kualitas dan faktor presipitasi
nyeri (tahu penyebab  Observasi reaksi nonverbal dari
ketidaknyamanan
nyeri, mampu
 Gunakan teknik komunikasi
menggunakan tehnik terapeutik untuk mengetahui
nonfarmakologi untuk pengalaman nyeri pasien
mengurangi nyeri,  Kaji kultur yang mempengaruhi
mencari bantuan) respon nyeri
 Melaporkan bahwa  Evaluasi pengalaman nyeri masa
nyeri berkurang lampau
dengan menggunakan  Evaluasi bersama pasien dan tim
manajemen nyeri kesehatan lain tentang
 Mampu mengenali ketidakefektifan kontrol nyeri masa
nyeri (skala, intensitas, lampau
 Bantu pasien dan keluarga untuk
frekuensi dan tanda
mencari dan menemukan dukungan
nyeri)  Kontrol lingkungan yang dapat
 Menyatakan rasa mempengaruhi nyeri seperti suhu
nyaman setelah nyeri ruangan, pencahayaan dan
berkurang kebisingan
 Tanda vital dalam  Kurangi faktor presipitasi nyeri
rentang normal  Pilih dan lakukan penanganan
nyeri (farmakologi, non farmakologi
dan inter personal)
 Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi
 Ajarkan tentang teknik non
farmakologi
 Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
 Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
 Tingkatkan istirahat
 Kolaborasikan dengan dokter jika
ada keluhan dan tindakan nyeri tidak
berhasil
 Monitor penerimaan pasien
tentang manajemen nyeri

Analgesic Administration
 Tentukan lokasi, karakteristik,
kualitas, dan derajat nyeri sebelum
pemberian obat
 Cek instruksi dokter tentang jenis
obat, dosis, dan frekuensi

13
 Cek riwayat alergi
 Pilih analgesik yang diperlukan
atau kombinasi dari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu
 Tentukan pilihan analgesik
tergantung tipe dan beratnya nyeri
 Tentukan analgesik pilihan, rute
pemberian, dan dosis optimal
 Pilih rute pemberian secara IV, IM
untuk pengobatan nyeri secara teratur
 Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik
pertama kali
 Berikan analgesik tepat waktu
terutama saat nyeri hebat
 Evaluasi efektivitas analgesik,
tanda dan gejala (efek samping)

2. Gangguan eliminasi Setelah dilakukan askep Urinary elimination management :


Monitor eliminasi urin meliputi frekuensi,
urine berhubungan …. jam , klien
konsistensi, bau volume dan warna
dengan obstruksi menunjukkan urinary
Monitor tanda dan gejala retensi urin
mekanikal : bekuan elimination dengan KH: Catat terakhir kencing
darah, oedoma, trauma, Pengosongan bladder Anjurkan untuk minum 8 gelas perhari
prosedur bedah, tekanan secara sempurna
dan iritasi catheter/balon. Warna urin dbn Bladder Irrigation :
Tentukan apakah irigasi akan dilakukan
Bau urin dbn
secara berkelanjutan atau hanya sementara
Urin terbebas dari partikel Jelaskan tujuan tindakan kepada klien
Balance cairan selama 24 Sediakan perlatan irigasi streril sesuai
jam protokol

Urin dapat keluar tanpa Monitor dan jaga aliran irigasi sesuai
indikasi
kesakitan
Catat jumlah cairan yang digunakan,
karakteristik cairan, jumlah pengeluaran
dan respon pasien
3. Kekurangan volume NOC: Fluid management
 Fluid balance  Timbang popok/pembalut jika
cairan berhubungan diperlukan
 Hydration
dengan area bedah  Nutritional Status : Food  Pertahankan catatan intake dan
and Fluid Intake output yang akurat
vaskuIer kesulitan  Monitor status hidrasi (
Kriteria Hasil :
mengontrol perdarahan  Mempertahankan urine kelembaban membran mukosa, nadi
adekuat, tekanan darah ortostatik ),
output sesuai dengan
jika diperlukan

14
usia dan BB, BJ urine  Monitor vital sign
normal, HT normal  Monitor masukan makanan /
 Tekanan darah, nadi, cairan dan hitung intake kalori harian
suhu tubuh dalam batas  Lakukan terapi IV
normal  Monitor status nutrisi
 Tidak ada tanda tanda  Berikan cairan
dehidrasi, Elastisitas  Berikan cairan IV pada suhu
turgor kulit baik, ruangan
membran mukosa  Dorong masukan oral
lembab, tidak ada rasa  Berikan penggantian nesogatrik
haus yang berlebihan sesuai output
 Dorong keluarga untuk membantu
pasien makan
 Tawarkan snack ( jus buah, buah
segar )
 Kolaborasi dokter jika tanda cairan
berlebih muncul meburuk
 Atur kemungkinan tranfusi
 Persiapan untuk tranfusi

4. Resiko infeksi NOC : NIC :


 Immune Status Infection Control (Kontrol infeksi)
berhubungan dengan
 Risk control  Bersihkan lingkungan setelah
presedur invasive : alat dipakai pasien lain
Kriteria Hasil :  Pertahankan teknik isolasi
selama pembedahan,  Batasi pengunjung bila perlu
 Klien bebas dari tanda
catheter, iritasi kandung dan gejala infeksi  Instruksikan pada pengunjung
 Menunjukkan untuk mencuci tangan saat
kemih serta trauma insisi berkunjung dan setelah berkunjung
kemampuan untuk
mencegah timbulnya meninggalkan pasien
bedah.
 Gunakan sabun antimikrobia
infeksi
untuk cuci tangan
 Jumlah leukosit dalam
 Cuci tangan setiap sebelum dan
batas normal sesudah tindakan kperawtan
 Menunjukkan perilaku  Gunakan baju, sarung tangan
hidup sehat sebagai alat pelindung
 Pertahankan lingkungan aseptik
selama pemasangan alat
 Ganti letak IV perifer dan line
central dan dressing sesuai dengan
petunjuk umum
 Gunakan kateter intermiten untuk
menurunkan infeksi kandung kencing
 Tingktkan intake nutrisi
 Berikan terapi antibiotik bila perlu

Infection Protection (proteksi terhadap


infeksi)
 Monitor tanda dan gejala infeksi
sistemik dan lokal

15
 Monitor hitung granulosit, WBC
 Monitor kerentanan terhadap
infeksi
 Batasi pengunjung
 Saring pengunjung terhadap
penyakit menular
 Partahankan teknik aspesis pada
pasien yang beresiko
 Pertahankan teknik isolasi k/p
 Berikan perawatan kuliat pada
area epidema
 Inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap kemerahan, panas,
drainase
 Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
 Dorong masukkan nutrisi yang
cukup
 Dorong masukan cairan
 Dorong istirahat
 Instruksikan pasien untuk minum
antibiotik sesuai resep
 Ajarkan pasien dan keluarga
tanda dan gejala infeksi
 Ajarkan cara menghindari infeksi
 Laporkan kecurigaan infeksi
 Laporkan kultur positif
5. Defisit self care NOC : NIC :
 Self care : Activity of Self Care assistance : ADLs
berhubungan dengan  Monitor kemempuan klien untuk
Daily Living (ADLs)
kelemahan fisik. Kriteria Hasil : perawatan diri yang mandiri.
 Klien  Monitor kebutuhan klien untuk
terbebas dari bau alat-alat bantu untuk kebersihan diri,
berpakaian, berhias, toileting dan
badan
makan.
 Menyatakan  Sediakan bantuan sampai klien
kenyamanan terhadap mampu secara utuh untuk melakukan
kemampuan untuk self-care.
melakukan ADLs  Dorong klien untuk melakukan
 Dapat aktivitas sehari-hari yang normal
melakukan ADLS sesuai kemampuan yang dimiliki.
dengan bantuan  Dorong untuk melakukan secara
mandiri, tapi beri bantuan ketika klien
tidak mampu melakukannya.
 Ajarkan klien/ keluarga untuk
mendorong kemandirian, untuk
memberikan bantuan hanya jika
pasien tidak mampu untuk
melakukannya.
 Berikan aktivitas rutin sehari- hari
sesuai kemampuan.

16
 Pertimbangkan usia klien jika
mendorong pelaksanaan aktivitas
sehari-hari.

6. PK Perdarahan Setelah dilakukan askep Pantau tanda dan gejala perdarahan


…. jam perawat akan post operasi (drainage, urine)
menangani atau Monitor V/S
mengurangi komplikasi Pantau laborat Hb, HMT. AT
dari pada perdarahan dan kolaborasi untuk tranfusi bila
klien mengalami terjadi perdarahan (hb < 10 gr%)
peningkatan Hb/> 10 gr % Kolaborasi dengan dokter untuk
terapinya
Pantau daerah yang dilakukan
operasi

17
PENGKAJIAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.H

DENGAN DIAGNOSA MEDIK BPH

Nama Mahasiswa Yang Mengkaji : H.Muh. Yusrah,S.Kep NIM : N20110022


No RM : E-039

Tanggal : 14 Mei 2021

Tempat : Perawatan Laki-laki Dewasa

I. BIODATA

A. Identitas Klien/ Pasien

1. Nama : Tn. H

2. Umur : 60 Tahun

3. Jenis Kelamin : Laki-Laki

4. Agama : Islam

5. Suku/Bangsa : Bugis/Indonesia

6. Status : Kawin

7. Pendidikan/Pekerjaan : Wiraswasta

8. Bahasa yang digunakan: Bugis

9. Alamat : Lajari

10. Tanggal |Masuk : 14 Mei 2021       Jam : 10.00 WITA

B. Penanggung Jawab Klien/ Pasien :

1. Nama : Ny. s

2. Hubungan dengan klien  : Anak

3. Umur : 34 thn

4. Pendidikan/ pekerjaan  : IRT

5. Alamat : Lajari

18
II. ALASAN MASUK PUSKESMAS

A. Alasan di rawat

Klien mengatakan Nyeri pada luka post operasi.

B. Keluhan Utama

Klien mengatakan Nyeri pada luka post operasi.

P : Disebabkan oleh Nyeri pada luka post operasi maka dari itu keluarga

membawa klien ke Puskesmas terdekat.

Q : Klien merasakan Nyeri post op .

R : Klien merasakan Nyeri pada bagian perut luka post operasi.

S : Klien mengatakan penyakitnya tidak begitu berat dengan skala

keparahan 2 (sedang).

Ket :      0 = tidak ada nyeri

1 = nyeri ringan

                2 = nyeri sedang

                 3 = nyeri berat

                 4 = nyeri berat sampai pingsan

T : Klien merasakan Nyeri pada saat bergerak.

III. RIWAYAT KESEHATAN

A. Riwayat Kesehatan Sebelum Sakit

Klien mengatakan tidak pernah mengalami sakit seperti ini sebelumnya..

Klien tidak mempunyai riwayat alergi obat/ makanan.

19
B. Riwayat Kesehatan Sekarang

Sebelum klien dirawat di Puskesmas Pekkae, klien merasakan tidak nafsu

makan, sakit Pada bekas sayatan operasi. Kemudian klien dibawa ke

Puskesmas Pekkae dan dirawat.

C. Riwayat Kesehatan Keluarga.

Klien mengatakan dalam keluarga mereka tidak ada yang pernah

menderita penyakit seperti ini dan penyakit keturunan yang lain seperti DM,

Hipertensi, Asma dll. Juga tidak ada yang menderita penyakit menular seperti

TBC, hepatitis dll.

IV. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA

68 58 53

60
59

37 34

20
KETERANGAN :

: Laki-laki : Garis serumah

: Perempuan : Klien

: Garis perkawinan : Meninggal

: Garis keturunan

GI : Orang Tua Klien dan istri sudah meninggal.

G II : Saudara Istri Klien dan sudah berkeluarga semua, sedangkan klien

adalah anak tunggal.

G III : Klien merupakan anak tunggal.


V. DATA PSIKOLOGIS, SOSIAL, SPIRITUAL

Psikologis : nampak gelisah

Sosial : tidak ada kelaian

Spiritual : di bantu dalam beribadah

VI. PEMERIKSAAN FISIK


a. Keadaan Umum       : Lemah

1. Kesadaran : Compos mentis;

2. Penampilan : Klien terlihat lemah, Pucat dan berbaring di tempat tidur

GCS : 4, 5, 6=15

3. Ciri-ciri tubuh : TB = 159 cm

BB = 59 kg.

4. TTV: N : 80x/ menit            TD : 110/70 mmHg

                   RR  : 20x/ menit            S    : 36,5° C

21
b. Kepala : Bentuk kepala simetris, dapat digerakkan, kulit kepala bersih dan

tidak rontok..

c. Rambut : Nampak ada uban dan rambut lurus

d. Muka : simetris kanan kiri, ekspresi wajah meringis dan pucat

e. Mata : tidak ada nyeri tekan,

f. Telinga : Keadaan daun telinga simetris kiri dan kanan, tidak ada serumen

g. Hidung : Kedua lubang hidung simetris kiri dan kanan, tidak terdapat

pernapasan cuping hdung, tidak ada sekret, tidak ada epistaksis, tidak ada

nyeri tekan

h. Mulut : Tidak anemis, kemampuan menelan baik, mukosa bibir lembab

i. Gigi : karies+

j. Lidah : fungsi pengecapan normal

k. Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, Tidak ada nyeri tekan dan

pembesaran vena jungularis, tidak ada tumor

l. Abdomen ; Kram pada abdomen, Bising usus hiperaktif, Integumen : kulit

klien kotor dan kering

m. Muskuloskeletal : tidak ada kelainan.

22
VII. POLA KEBIASAA KLIEN

NO URAIAN SEBELUM SAKIT SAAT SAKIT


1. Makanan

- Makan/komposisi Di habiskan Tidak dihabiskan

- Frekuensi 3x sehari 3x sehari

- Makanan yang disukai Nasi,ikan,telur Bubur,buah,sayur,ayam

- Makanan pantangan Tidak ada Tidak ada

- Nafsu makan baik Cukup


2. Minum

- Jenis minuman Susu,air mineral Susu, air mineral

- Frekuensi 5-10 gelas / hari 5-7 gelas/hari

3. Istirahat tidur

- Kebiasaan tidur siang Jarang Jarang

- Kesulitan tidur Tidak ada Sering terbangun

- Lama tidur 6-8 jam 6-7 jam


4. Eliminasi BAB

- Frekuensi 1x sehari Jarang BAB

- Warna Kuning Jarang BAB

- Tempat pembungan Wc / popok popok


5. Eliminasi BAK

- Frekuensi 4x sehari 2x sehari

- Kejernihan Jernih Jernih

- Warna Putih Kuning pekat

- Tempat pembuangan popok Popok

6. Aktifitas

- Olahraga Jarang Tidak olahraga

- Kesulitan bergerak Tidak ada Tidak ada

23
- Pelaksanaan aktifitas Tidak ada Tidak ada

7. Personal hygiene

- Mandi 2x sehari 1x sehari

- Cuci rambut 3x seminggu Jarang

- Kebersihan kuku Pendek Pendek

VIII. DATA PENUNJANG : Tidak dilakukan pemeriksaan Laboratorium

IX. PENGOBATAN

Ibu profen 3x1 Tab

Amoxicilin 3x1 Tab

24
DIAGNOSA KEPERAWATAN

Nama : Tn”H” No.RM : E-039

Umur : 60 Tahun Alamat : Lajari

DIAGNOSA
TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN
Nyeri (akut) berhubungan Setelah dilakukan 1. Pantau Ku klien
dengan insisi pembedahan. 2. PantauTTV
perawatan diharapkan
DS : - Klien mengatakan
3. Pantau Skala Nyeri
nyeri hilang dengan
nyeri pada bekas
4. Ajarkan tekhnik relaksasi
operasi. kriteria evaluasi :
DO : Ku : Baik napas dalam
- TTV kembali
TD : 110/70 mmHg
normal 5. Kolaborasi pemberian obat
N : 80 x/i
- Nyeri Hilang
dan cairan IV.
P : 20 x/i
SB : 36,50C

CATATAN PERKEMBANGAN I

25
Nama : Tn”H” No.RM : E-039

Umur : 60 Tahun Alamat : Lajari

NO HARI/
DX TANGGA JAM IMPLEMENTASI EVALUASI
L
1 Kamis 10.00 1. Memantau KU klien Kamis, 14/05/2020
14/05/2020 Hasil : Ku : Baik Jam 10.00
10.05 2. Memantau TTV
Hasil : S : Klien mengatakan nyeri
TD : 110 / 70 mmHg pada bekas operasi
SB : 36,50C
N : 80 x/menit O : Ku :Baik
P : 20 x/menit TD : 110 / 70 mmHg
10.05 3. Memantau Skala Nyeri N : 80 x/menit
Hasil : Skala nyeri P : 20 x/menit
Sedang. S : 36,5oC
10.10
4. Mengajarkan teknik
relaksasi napas dalam
A : Masalah belum
H : Klien mengerti dan
melakukannya teratasi
5. Berkolaborsi pemberian
10.10 P : Pertahankan
obat dan cairan IVFD
Hasil : Intervensi
- Terpasang IVFD Rl1.     
btol 1 28 tpm
- Ibu profen 1 Tab
- Amoxicillin 1 Tab

CATATAN PERKEMBANGAN II

26
Nama : Tn”H” No.RM : E-039

Umur : 60 Tahun Alamat : Lajari

NO HARI/
JAM IMPLEMENTASI EVALUASI
DX TANGGAL
1 Sabtu 10.00 1. Memantau KU klien Sabtu, 14/05/2021
14/05/2021 Hasil : Ku : Baik Jam 10.00
10.05 2. Memantau TTV
Hasil : S : Klien mengatakan nyeri
TD : 110 / 80 mmHg pada bekas operasi
SB : 36,30C
N : 80 x/menit O : Ku :Baik
P : 20 x/menit TD : 110 / 80 mmHg
10.05 3. Memantau Skala Nyeri N : 80 x/menit
Hasil : Skala nyeri P : 20 x/menit
ringan. S : 36,3oC
10.10
4. Mengajarkan teknik
relaksasi napas dalam
A : Masalah
H : Klien mengerti dan
melakukannya teratasi
5. Berkolaborsi pemberian
10.10 P : Pertahankan
obat dan cairan IVFD
Hasil : Intervensi
- Terpasang IVFD Rl1.     
btol IV 28 tpm
- Ibu profen 1 Tab
- Amoxicillin 1 Tab

27

Anda mungkin juga menyukai