A. PENGERTIAN
Istilah hipertrofi sebenarnya kurang tepat karena yang terjadi adalah
hiperplasia kelenjar periuretra yang mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer
dan menjadi kapsul bedah. (Anonim FK UI 1995).
Prostat adalah jaringan fibromuskuler dan jaringan kelenjar yang terlihat
persis di inferior dari kandung kencing. Prostat normal beratnya + 20 gr,
didalamnya berjalan uretra posterior + 2,5 cm.
Pada bagian anterior difiksasi oleh ligamentum puboprostatikum dan sebelah
inferior oleh diafragma urogenitale. Pada prostat bagian posterior bermuara duktus
ejakulatoris yang berjalan miring dan berakhir pada verumontanum pada dasar
uretra prostatika tepat proksimal dari spingter uretra eksterna.
Benign Prostatic Hyperplasia adalah pembesaran jinak kelenjar prostat,
disebabkan oleh karena hiperplasia beberapa atau semua komponen prostat meliput
jaringan kelenjar/jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra
pars prostatika (Lab/UPF Ilmu Bedah RSUD Dr Soetomo, 1994).
1
B. ETIOLOGI
Penyebab yang pasti dari terjadinya Benign Prostatic Hyperplasia sampai
sekarang belum diketahui secara pasti, tetapi hanya 2 faktor yang mempengaruhi
terjadinya Benign Prostatic Hyperplasia yaitu testis dan usia lanjut.
Karena etiologi yang belum jelas maka melahirkan beberapa hipotesa yang
diduga timbulnya Benigna Prostatic Hyperplasia antara lain :
1. Hipotesis Dihidrotestosteron (DHT)
Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen akan menyebabkan epitel
dan stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasia.
2. Ketidakseimbangan estrogen – testoteron
Dengan meningkatnya usia pada pria terjadi peningkatan hormon Estrogen dan
penurunan testosteron sedangkan estradiol tetap. yang dapat menyebabkan
terjadinya hyperplasia stroma.
3. Interaksi stroma - epitel
Peningkatan epidermal gorwth faktor atau fibroblas gorwth faktor dan
penurunan transforming gorwth faktor beta menyebabkan hiperplasia stroma dan
epitel.
4. Penurunan sel yang mati
Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan
epitel dari kelenjar prostat.
5. Teori stem cell
Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit.
C. Gambaran klinis
Gejala-gejala pembesaran prostat jinak dikenal sebagai Lower Urinary Tract
Symptoms (LUTS),yang dibedakan menjadi:
1. Gejala iritatif, yaitu sering miksi (frekuensi), terbangun pada malam hari
untuk miksi (nokturia),perasaan ingin miksi yang sangat mendesak
(urgensi),dan nyeri pada saat miksi (disuria).
2. Gejala obstruktif adalah pancaran melemah, rasa tidak puas setelah miksi,
kalau mau miksi harus menunggu lama, harus mengedan,kencing terputus-
putus,dan waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensi urin dan
inkontinen karena overflow. (Anonim,FK UI,1995).
2
Tanda:
Pemeriksaan colok dubur atau digital rectal examination dapat memberikan
gambaran tonus sphingter ani mukosa rektum, adanya kelainan seperti meraba
prostat. Pada colok dubur, mukos aprostat teraba, lembut, kenyal dan elastis.
D. PATOFISIOLOGI
Sejalan dengan pertambahan umur, kelenjar prostat akan mengalami
hiperplasia, jika prostat membesar akan meluas ke atas (bladder), di dalam
mempersempit saluran uretra prostatica dan menyumbat aliran urine. Keadaan ini
dapat meningkatkan tekanan intravesikal. Sebagai kompensasi terhadap tahanan
uretra prostatika, maka otot detrusor dan buli-buli berkontraksi lebih kuat untuk
dapat memompa urine keluar. Kontraksi yang terus-menerus menyebabkan
perubahan anatomi dari buli-buli berupa : hipertropi otot detrusor, trabekulasi,
terbentuknya selula, sekula dan difertikel buli-buli. Perubahan struktur pada buli-
buli dirasakan klien sebagai keluhan pada saluran kencing bagian bawah atau
Lower Urinary Tract Symptom/LUTS.
Pada fase-fase awal dari Prostat Hyperplasia, kompensasi oleh muskulus
destrusor berhasil dengan sempurna. Artinya pola dan kualitas dari miksi tidak
banyak berubah. Pada fase ini disebut sebagai Prostat Hyperplasia Kompensata.
Lama kelamaan kemampuan kompensasi menjadi berkurang dan pola serta kualitas
miksi berubah, kekuatan serta lamanya kontraksi dari muskulus destrusor menjadi
tidak adekuat sehingga tersisalah urine di dalam buli-buli saat proses miksi berakhir
seringkali Prostat Hyperplasia menambah kompensasi ini dengan jalan
meningkatkan tekanan intra abdominal (mengejan) sehingga tidak jarang disertai
timbulnya hernia dan haemorhoid puncak dari kegagalan kompensasi adalah tidak
berhasilnya melakukan ekspulsi urine dan terjadinya retensi urine, keadaan ini
disebut sebagai Prostat Hyperplasia Dekompensata. Fase Dekompensasi yang
masih akut menimbulkan rasa nyeri dan dalam beberapa hari menjadi kronis dan
terjadilah inkontinensia urine secara berkala akan mengalir sendiri tanpa dapat
dikendalikan, sedangkan buli-buli tetap penuh. Ini terjadi oleh karena buli-buli
tidak sanggup menampung atau dilatasi lagi. Puncak dari kegagalan kompensasi
adalah ketidak mampuan otot detrusor memompa urine dan menjadi retensi urine.
3
Retensi urine yang kronis dapat mengakibatkan kemunduran fungsi ginjal
Patway BPH
Pembesaran prostat
Retensi urine
Kerusakan eleminasi
urine
Risiko
infeksi Perdarahan /
Sumbatan cateter pembekuan darah
Ketakutan
Nyeri Distensi VU
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
- urinalisa untuk melihat adanya infeksi, hematuria
- Ureum, creatinin, elektrolit untuk melihat gambaran fungsi ginjal
2. Pengukuran derajat berat obstruksi
- Menentukan jumlah sisa urin setelah penderita miksi spontan (normal
sisa urin kososng dan batas intervensi sisa urin lebih dari 100 cc)
- Pancaran urin (uroflowmetri)
Syarat: jumlah urin dalam vesika 125 s/d 150 ml. Angka normal rata-rata
10 s/d 12 ml/detik, obstruksi ringan 6-8 ml/detik.
4
3. Pemeriksaan lain
- BNO/IVP untuk menentukan adanya divertikel,penebalan bladder
- USG dengan Transuretral ultrasonografi prostat (TRUS P) untuk
menentukan volume prostat
- Trans-abdominal USG : untuk mendeteksi bagian prostat yang menonjol
ke buli-buli yang dapat dipkai untuk meramalkan derajat berat obstruksi
apabila adabatu dalam vesika.
- Cystoscopy untuk melihat adanya penebalan pada dididing bladder
F. PENATALAKSANAAN
1. Terapi medikamentosa
a. Penghambat andrenergik , misalnya prazosin, doxazosin, alfluzosin
atau 1a (tamsulosin).
b. Penghambat enzim 5--reduktase, misalnya finasteride (Poscar)
c. Fitoterapi, misalnya eviprostat
2. Terapi bedah
Indikasi terapi bedah yaitu :
Retensio urin berulang.
Hematuria
Tanda penurunan fungsi ginjal
Infeksi saluran kencing berulang
Tanda-tanda obstruksi berat yaitu divertikel, hidroureter, dan
hidronefrosis.
Ada batu saluran kemih.
5
MACAM-MACAM TINDAKAN PADA KLIEN BPH :
1. Prostatektomi
Ada berbagai macam prostatektomi yang dapat dilakukan yang masing – masing
mempunyai kelebihan dan kekurangan antara lain :
a. Prostatektomi Supra pubis.
Adalah salah satu metode mengangkat kelenjar melalui insisi abdomen.
Yaitu suatu insisi yang dibuat kedalam kandung kemih dan kelenjar prostat
diangkat dari atas. Pendekatan ini dilakukan untuk kelenjar dengan berbagai
ukuran dan beberapa komplikasi dapat terjadi seperti kehilangan darah lebih
banyak dibanding metode yang lain. Kerugian lainnya adalah insisi abdomen
akan disertai bahaya dari semua prosedur bedah abdomen mayor, seperti kontrol
perdarahan lebih sulit, urin dapat bocor disekitar tuba suprapubis, serta
pemulihan lebih lama dan tidak nyaman. Keuntungan yang lain dari metode ini
adalah secara teknis sederhana, memberika area eksplorasi lebih luas,
memungkinkan eksplorasi untuk nodus limfe kankerosa, pengangkatan kelenjar
pengobstruksi lebih komplit, serta pengobatan lesi kandung kemih yang
berkaitan.
b. Prostatektomi Perineal.
Adalah mengangkat kelenjar melalui suatu insisi dalam perineum. Cara ini
lebih praktis dibanding cara yang lain, dan sangat berguna untuk biopsi terbuka.
Keuntungan yang lain memberikan pendekatan anatomis langsung, drainage
oleh bantuan gravitasi, efektif untuk terapi kanker radikal, hemostatik di bawah
penglihatan langsung,angka mortalitas rendah, insiden syok lebih rendah, serta
ideal bagi pasien dengan prostat yang besar, resiko bedah buruk bagi pasien
sangat tua dan ringkih. Pada pasca operasi luka bedah mudah terkontaminasi
karena insisi dilakukan dekat dengan rektal. Lebih jauh lagi inkontinensia,
impotensi, atau cedera rectal dapat mungkin terjadi dari cara ini. Kerugian lain
adalah kemungkinan kerusakan pada rectum dan spingter eksternal serta bidang
operatif terbatas.
6
c. Prostatektomi retropubik.
Adalah suatu teknik yang lebih umum dibanding pendekatan suprapubik
dimana insisi abdomen lebih rendah mendekati kelenjar prostat, yaitu antara
arkus pubis dan kandung kemih tanpa tanpa memasuki kandung kemih.
Prosedur ini cocok untuk kelenjar besar yang terletak tinggi dalam pubis.
Meskipun darah yang keluar dapat dikontrol dengan baik dan letak bedah labih
mudah untuk dilihat, infeksi dapat cepat terjadi dalam ruang retropubis.
Kelemahan lainnya adalah tidak dapat mengobati penyakit kandung kemih yang
berkaitan serta insiden hemorargi akibat pleksus venosa
prostat meningkat juga osteitis pubis. Keuntungan yang lain adalah periode
pemulihan lebih singkat serta kerusakan spingter kandung kemih lebih sedikit.
7
Cairan irigasi digunakan secara terus-menerus dengan cairan isotonis selama
prosedur. Setelah dilakukan reseksi, penyembuhan terjadi dengan granulasi dan
reepitelisasi uretra pars prostatika (Anonim,FK UI,1995).
Setelah dilakukan TURP, dipasang kateter Foley tiga saluran no. 24 yang
dilengkapi balon 30 ml, untuk memperlancar pembuangan gumpalan darah dari
kandung kemih. Irigasi kanding kemih yang konstan dilakukan setelah 24 jam bila
tidak keluar bekuan darah lagi. Kemudian kateter dibilas tiap 4 jam sampai cairan
jernih. Kateter dingkat setelah 3-5 hari setelah operasi dan pasien harus sudah dapat
berkemih dengan lancar.
TURP masih merupakan standar emas. Indikasi TURP ialah gejala-gejala dari
sedang sampai berat, volume prostat kurang dari 60 gram dan pasien cukup sehat
untuk menjalani operasi. Komplikasi TURP jangka pendek adalah perdarahan,
infeksi, hiponatremia atau retensio oleh karena bekuan darah. Sedangkan komplikasi
jangka panjang adalah striktura uretra, ejakulasi retrograd (50-90%), impotensi (4-
40%). Karena pembedahan tidak mengobati penyebab BPH, maka biasanya
penyakit ini akan timbul kembali 8-10 tahun kemudian.
PENGELOLAAN PASIEN
1. Pre operasi
- Pemeriksaan darah lengkap (Hb minimal 10g/dl, Golongan Darah, CT, BT,
AL)
- Pemeriksaan EKG, GDS mengingat penderita BPh kebanyakan lansia
- Pemeriksaan Radiologi: BNO, IVP, Rongen thorax.
- Persiapan sebelum pemeriksaan BNO puasa minimal 8 jam. Sebelum
pemeriksaan IVP pasien diberikan diet bubur kecap 2 hari, lavemen puasa
minimal 8 jam, dan mengurangi bicara untuk meminimalkan masuknya udara
2. Post operasi
- Irigasi/Spoling dengan Nacl
Post operasi hari 0 : 80 tetes/menit
Hari pertama post operasi : 60 tetes/menit
Hari ke 2 post operasi : 40 tetes/menit
Hari ke 3 post operasi : 20 tetes/menit
8
Hari ke 4 post operasi diklem
Hari ke 5 post operasi dilakukan aff irigasi bila tidak ada masalah (urin
dalam kateter bening)
Hari ke 6 post operasi dilakukan aff drain bila tidak ada masalah (cairan
serohemoragis < 50cc)
Infus diberikan untuk maintenance dan memberikan obat injeksi selama 2
hari, bila pasien sudah mampu makan dan minum dengan baik obat injeksi
bisa diganti dengan obat oral.
Tirah baring selama 24 jam pertama. Mobilisasi setelah 24 jam post
operasi
Dilakukan perawatan luka dan perawatan DC hari ke-3 post oprasi dengan
betadin
Anjurkan banyak minum (2-3l/hari)
DC bisa dilepas hari ke-9 post operasi
Hecting Aff pada hari k-10 post operasi.
Cek Hb post operasi bila kurang dari 10 berikan tranfusi
Jika terjadi spasme kandung kemih pasien dapat merasakan dorongan
untuk berkemih, merasakan tekanan atau sesak pada kandung kemih dan
perdarahan dari uretral sekitar kateter. Medikasi yang dapat melemaskan
otot polos dapat membantu mengilangkan spasme. Kompres hangat pada
pubis dapat membantu menghilangkan spasme.
Jika pasien dapat bergerak bebas pasien didorong untuk berjalan-jalan tapi
tidak duduk terlalu lama karena dapat meningkatkan tekanan abdomen,
perdarahan
Latihan perineal dilakukan untuk membantu mencapai kembali kontrol
berkemih. Latihan perineal harus dilanjutkan sampai passien mencapai
kontrol berkemih.
Drainase diawali sebagai urin berwarna merah muda kemerahan kemudian
jernih hingga sedikit merah muda dalam 24 jam setelah pembedahan.
9
Perdarahan merah terang dengan kekentalan yang meningkat dan sejumlah
bekuan biasanya menandakan perdarahan arteri. Darah vena tampak lebih
gelap dan kurang kental. Perdarahan vena diatasi dengan memasang traksi
pada kateter sehingga balon yang menahan kateter pada tempatnya
memberikan tekannan pada fossa prostatik.
G. KOMPLIKASI
1. Perdarahan.
2. Pembentukan bekuan
3. Obstruksi kateter
4. Disfungsi seksual tergantung dari jenis pembedahan.
Kebanyakan prostatektomi tidak menyebabkan impotensi meskipun aktifitas
seksual dapat dilakukan kembali setelah 6-8 minggu karena fossa prostatik
sudah sembuh.
5. Komplikasi yang lain yaitu perubahan anatomis pada uretra posterior
menyebabkan ejakulasi retrogard yaitu setelah ejakulasi cairan seminal mengalir
kedalam kandung kemih dan diekskresikan bersama urin. Selain itu vasektomi
mungkin dilakukan untuk mencegah penyebaran infeksi dari uretra prostatik
melalui vas deference dan ke dalam epidedemis. Setelah prostatektomi total
( biasanya untuk kanker ) hampir selalu terjadi impotensi. Bagi pasien yang tak
mau kehilangan aktifitas seksualnya, implant prostetik penis mungkin digunakan
untuk membuat penis menjadi kaku guna keperluan hubungan seksual.
6. Infeksi
H. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Pre - Operasi
a. Data Subyektif
- Klien mengatakan nyeri saat berkemih
- Sulit kencing
- Frekuensi berkemih meningkat
- Sering terbangun pada malam hari untuk miksi
- Keinginan untuk berkemih tidak dapat ditunda
10
- Nyeri atau terasa panas pada saat berkemih
- Pancaran urin melemah
- Merasa tidak puas sehabis miksi, kandung kemih tidak
kosong dengan baik
- Kalau mau miksi harus menunggu lama
- Jumlah urin menurun dan harus mengedan saat berkemih
- Aliran urin tidak lancar/terputus-putus
- Urin terus menetes setelah berkemih
- Merasa letih, tidak nafsu makan, mual dan muntah
- Klien merasa cemas dengan pengobatan yang akan
Dilakukan.
b. Data Obyektif
- Ekspresi wajah tampak menhan nyeri
- Terpasang kateter
2. Post - Operasi
a. Data Subyektif
- Klien mengatakan nyeri pada luka post operasi
- Klien mengatakan tidak tahu tentang diet dan pengobatan
setelah operas
b. Data Obyektif
- Ekspresi tampak menahan nyeri
- Ada luka post operasi tertutup balutan
- Tampak lemah
- Terpasang selang irigasi, kateter, infus
11
4. Pengkajian fisik
1) Gangguan dalam berkemih seperti
- Sering berkemih
- Terbangun pada malam hari untuk berkemih
- Perasaan ingin miksi yang sangat mendesak
- Nyeri pada saat miksi, pancaran urin melemah
- Rasa tidak puas sehabis miksi
- Jumlah air kencing menurun dan harus mengedan saat berkemih
- Aliran urin tidak lancar/terputus-putus, urin terus menetes setelah
berkemih.
- Nyeri saat berkemih
- Ada darah dalam urin
- Kandung kemih terasa penuh
- Nyeri di pinggang, punggung, rasa tidak nyaman di perut.
- Urin tertahan di kandung kencing, terjadi distensi kandung kemih
2) Gejala umum seperti keletihan, tidak nafsu makan, mual muntah, dan rasa
tidak nyaman pada epigastrik
3) Kaji status emosi : cemas, takut
4) Kaji urin : jumlah, warna, kejernihan, bau
5) Kaji tanda vital
6. Kaji tingkat pemahaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentang keadaan
dan proses penyakit, pengobatan dan cara perawatan di rumah.
12
I. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
No Diagnosa NOC NIC
1. Nyeri (akut) NOC : NIC :
Pain Level, Pain Management
berhubungan dengan
Pain control, Lakukan pengkajian nyeri secara
insisi pembedahan Comfort level komprehensif termasuk lokasi,
Kriteria Hasil : karakteristik, durasi, frekuensi,
Mampu mengontrol kualitas dan faktor presipitasi
nyeri (tahu penyebab Observasi reaksi nonverbal dari
ketidaknyamanan
nyeri, mampu
Gunakan teknik komunikasi
menggunakan tehnik terapeutik untuk mengetahui
nonfarmakologi untuk pengalaman nyeri pasien
mengurangi nyeri, Kaji kultur yang mempengaruhi
mencari bantuan) respon nyeri
Melaporkan bahwa Evaluasi pengalaman nyeri masa
nyeri berkurang lampau
dengan menggunakan Evaluasi bersama pasien dan tim
manajemen nyeri kesehatan lain tentang
Mampu mengenali ketidakefektifan kontrol nyeri masa
nyeri (skala, intensitas, lampau
Bantu pasien dan keluarga untuk
frekuensi dan tanda
mencari dan menemukan dukungan
nyeri) Kontrol lingkungan yang dapat
Menyatakan rasa mempengaruhi nyeri seperti suhu
nyaman setelah nyeri ruangan, pencahayaan dan
berkurang kebisingan
Tanda vital dalam Kurangi faktor presipitasi nyeri
rentang normal Pilih dan lakukan penanganan
nyeri (farmakologi, non farmakologi
dan inter personal)
Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi
Ajarkan tentang teknik non
farmakologi
Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
Tingkatkan istirahat
Kolaborasikan dengan dokter jika
ada keluhan dan tindakan nyeri tidak
berhasil
Monitor penerimaan pasien
tentang manajemen nyeri
Analgesic Administration
Tentukan lokasi, karakteristik,
kualitas, dan derajat nyeri sebelum
pemberian obat
Cek instruksi dokter tentang jenis
obat, dosis, dan frekuensi
13
Cek riwayat alergi
Pilih analgesik yang diperlukan
atau kombinasi dari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu
Tentukan pilihan analgesik
tergantung tipe dan beratnya nyeri
Tentukan analgesik pilihan, rute
pemberian, dan dosis optimal
Pilih rute pemberian secara IV, IM
untuk pengobatan nyeri secara teratur
Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik
pertama kali
Berikan analgesik tepat waktu
terutama saat nyeri hebat
Evaluasi efektivitas analgesik,
tanda dan gejala (efek samping)
Urin dapat keluar tanpa Monitor dan jaga aliran irigasi sesuai
indikasi
kesakitan
Catat jumlah cairan yang digunakan,
karakteristik cairan, jumlah pengeluaran
dan respon pasien
3. Kekurangan volume NOC: Fluid management
Fluid balance Timbang popok/pembalut jika
cairan berhubungan diperlukan
Hydration
dengan area bedah Nutritional Status : Food Pertahankan catatan intake dan
and Fluid Intake output yang akurat
vaskuIer kesulitan Monitor status hidrasi (
Kriteria Hasil :
mengontrol perdarahan Mempertahankan urine kelembaban membran mukosa, nadi
adekuat, tekanan darah ortostatik ),
output sesuai dengan
jika diperlukan
14
usia dan BB, BJ urine Monitor vital sign
normal, HT normal Monitor masukan makanan /
Tekanan darah, nadi, cairan dan hitung intake kalori harian
suhu tubuh dalam batas Lakukan terapi IV
normal Monitor status nutrisi
Tidak ada tanda tanda Berikan cairan
dehidrasi, Elastisitas Berikan cairan IV pada suhu
turgor kulit baik, ruangan
membran mukosa Dorong masukan oral
lembab, tidak ada rasa Berikan penggantian nesogatrik
haus yang berlebihan sesuai output
Dorong keluarga untuk membantu
pasien makan
Tawarkan snack ( jus buah, buah
segar )
Kolaborasi dokter jika tanda cairan
berlebih muncul meburuk
Atur kemungkinan tranfusi
Persiapan untuk tranfusi
15
Monitor hitung granulosit, WBC
Monitor kerentanan terhadap
infeksi
Batasi pengunjung
Saring pengunjung terhadap
penyakit menular
Partahankan teknik aspesis pada
pasien yang beresiko
Pertahankan teknik isolasi k/p
Berikan perawatan kuliat pada
area epidema
Inspeksi kulit dan membran
mukosa terhadap kemerahan, panas,
drainase
Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
Dorong masukkan nutrisi yang
cukup
Dorong masukan cairan
Dorong istirahat
Instruksikan pasien untuk minum
antibiotik sesuai resep
Ajarkan pasien dan keluarga
tanda dan gejala infeksi
Ajarkan cara menghindari infeksi
Laporkan kecurigaan infeksi
Laporkan kultur positif
5. Defisit self care NOC : NIC :
Self care : Activity of Self Care assistance : ADLs
berhubungan dengan Monitor kemempuan klien untuk
Daily Living (ADLs)
kelemahan fisik. Kriteria Hasil : perawatan diri yang mandiri.
Klien Monitor kebutuhan klien untuk
terbebas dari bau alat-alat bantu untuk kebersihan diri,
berpakaian, berhias, toileting dan
badan
makan.
Menyatakan Sediakan bantuan sampai klien
kenyamanan terhadap mampu secara utuh untuk melakukan
kemampuan untuk self-care.
melakukan ADLs Dorong klien untuk melakukan
Dapat aktivitas sehari-hari yang normal
melakukan ADLS sesuai kemampuan yang dimiliki.
dengan bantuan Dorong untuk melakukan secara
mandiri, tapi beri bantuan ketika klien
tidak mampu melakukannya.
Ajarkan klien/ keluarga untuk
mendorong kemandirian, untuk
memberikan bantuan hanya jika
pasien tidak mampu untuk
melakukannya.
Berikan aktivitas rutin sehari- hari
sesuai kemampuan.
16
Pertimbangkan usia klien jika
mendorong pelaksanaan aktivitas
sehari-hari.
17
PENGKAJIAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.H
I. BIODATA
1. Nama : Tn. H
2. Umur : 60 Tahun
4. Agama : Islam
5. Suku/Bangsa : Bugis/Indonesia
6. Status : Kawin
7. Pendidikan/Pekerjaan : Wiraswasta
9. Alamat : Lajari
1. Nama : Ny. s
3. Umur : 34 thn
5. Alamat : Lajari
18
II. ALASAN MASUK PUSKESMAS
A. Alasan di rawat
B. Keluhan Utama
P : Disebabkan oleh Nyeri pada luka post operasi maka dari itu keluarga
keparahan 2 (sedang).
1 = nyeri ringan
19
B. Riwayat Kesehatan Sekarang
menderita penyakit seperti ini dan penyakit keturunan yang lain seperti DM,
Hipertensi, Asma dll. Juga tidak ada yang menderita penyakit menular seperti
68 58 53
60
59
37 34
20
KETERANGAN :
: Perempuan : Klien
: Garis keturunan
GCS : 4, 5, 6=15
BB = 59 kg.
21
b. Kepala : Bentuk kepala simetris, dapat digerakkan, kulit kepala bersih dan
tidak rontok..
f. Telinga : Keadaan daun telinga simetris kiri dan kanan, tidak ada serumen
g. Hidung : Kedua lubang hidung simetris kiri dan kanan, tidak terdapat
pernapasan cuping hdung, tidak ada sekret, tidak ada epistaksis, tidak ada
nyeri tekan
i. Gigi : karies+
k. Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, Tidak ada nyeri tekan dan
22
VII. POLA KEBIASAA KLIEN
3. Istirahat tidur
6. Aktifitas
23
- Pelaksanaan aktifitas Tidak ada Tidak ada
7. Personal hygiene
IX. PENGOBATAN
24
DIAGNOSA KEPERAWATAN
DIAGNOSA
TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN
Nyeri (akut) berhubungan Setelah dilakukan 1. Pantau Ku klien
dengan insisi pembedahan. 2. PantauTTV
perawatan diharapkan
DS : - Klien mengatakan
3. Pantau Skala Nyeri
nyeri hilang dengan
nyeri pada bekas
4. Ajarkan tekhnik relaksasi
operasi. kriteria evaluasi :
DO : Ku : Baik napas dalam
- TTV kembali
TD : 110/70 mmHg
normal 5. Kolaborasi pemberian obat
N : 80 x/i
- Nyeri Hilang
dan cairan IV.
P : 20 x/i
SB : 36,50C
CATATAN PERKEMBANGAN I
25
Nama : Tn”H” No.RM : E-039
NO HARI/
DX TANGGA JAM IMPLEMENTASI EVALUASI
L
1 Kamis 10.00 1. Memantau KU klien Kamis, 14/05/2020
14/05/2020 Hasil : Ku : Baik Jam 10.00
10.05 2. Memantau TTV
Hasil : S : Klien mengatakan nyeri
TD : 110 / 70 mmHg pada bekas operasi
SB : 36,50C
N : 80 x/menit O : Ku :Baik
P : 20 x/menit TD : 110 / 70 mmHg
10.05 3. Memantau Skala Nyeri N : 80 x/menit
Hasil : Skala nyeri P : 20 x/menit
Sedang. S : 36,5oC
10.10
4. Mengajarkan teknik
relaksasi napas dalam
A : Masalah belum
H : Klien mengerti dan
melakukannya teratasi
5. Berkolaborsi pemberian
10.10 P : Pertahankan
obat dan cairan IVFD
Hasil : Intervensi
- Terpasang IVFD Rl1.
btol 1 28 tpm
- Ibu profen 1 Tab
- Amoxicillin 1 Tab
CATATAN PERKEMBANGAN II
26
Nama : Tn”H” No.RM : E-039
NO HARI/
JAM IMPLEMENTASI EVALUASI
DX TANGGAL
1 Sabtu 10.00 1. Memantau KU klien Sabtu, 14/05/2021
14/05/2021 Hasil : Ku : Baik Jam 10.00
10.05 2. Memantau TTV
Hasil : S : Klien mengatakan nyeri
TD : 110 / 80 mmHg pada bekas operasi
SB : 36,30C
N : 80 x/menit O : Ku :Baik
P : 20 x/menit TD : 110 / 80 mmHg
10.05 3. Memantau Skala Nyeri N : 80 x/menit
Hasil : Skala nyeri P : 20 x/menit
ringan. S : 36,3oC
10.10
4. Mengajarkan teknik
relaksasi napas dalam
A : Masalah
H : Klien mengerti dan
melakukannya teratasi
5. Berkolaborsi pemberian
10.10 P : Pertahankan
obat dan cairan IVFD
Hasil : Intervensi
- Terpasang IVFD Rl1.
btol IV 28 tpm
- Ibu profen 1 Tab
- Amoxicillin 1 Tab
27