Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kota adalah suatu sistem jaringan kehidupan manusia dengan kepadatan penduduk

yang tinggi, strata sosial ekonomi yang heterogen, dan corak kehidupan yang materialistik.

Keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan mencakup peningkatan kesehatan (promotif),

pencegahan (preventif), pemeliharaan kesehatan dan pengobatan (kuratif) dan pemulihan

kesehatan (rehabilitatif) serta mengembalikan serta memfungsikan kembali baik individu,

keluarga dan kelompok masyarakat ke lingkungan sosial dan masyarakat (resosialitatif).

Dewasa ini, penyakit batu saluran kemih menjadi salah satu kasus yang membutuhkan

perhatian perawat dalam pemberian asuhan keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan

karena prevalensinya di Indonesia yang terus meningkat (Nurlina, 2008).

Pola hidup masyarakat kota cenderung statis dan praktis. Pola hidup dikatakan statis

karena masyarakat kota cenderung kurang aktivitas/gerak dan mobilitas dibantu dengan

mesin seperti kendaraan bermotor dan eskalator. Pola hidup dikatakan praktis karena

masyarakat kota memiliki tuntutan untuk bekerja efisien dalam kehidupan sehari-hari

sehingga membutuhkan hal-hal yang praktis, termasuk didalamnya kepraktisan untuk

mengakses makanan dan minuman cepat saji (fastfood). Pada orang yang dalam

pekerjaannya kurang gerakan fisik, kurang olahraga, dan menderita stres lama sering

mengalami batu saluran kemih (Muslim, 2007).

Batu ureter (Urolithiasis) merupakan keadaan patologis karena adanya masa keras

seperti batu yang terbentuk disepanjang saluran kencing dan dapat menyebabkan nyeri,

perdarahan, atau infeksi pada saluran kencing. Terbentuknya batu disebabkan karena air

kemih jenuh dengan garam-garam yang dapat membentuk batu atau karena air kemih

1
kekurangan materi-materi yang dapat menghambat pembentukan batu, kurangnya produksi

air kencing, dan keadaan-keadaan lain yang idiopatik (Dewi, 2007). Lokasi batu saluran

kemih dijumpai khas di kaliks atau pelvis (nefrolitiasis) dan bila keluar akan terhenti di

ureter atau di kandung kemih (vesikolitiasis) (Robbins, 2007).

Faktor pola minum yang memicu timbulnya batu saluran kemih antara lain kurang

meminum air putih, banyak mengkonsumsi jus tomat, anggur, apel, vitamin C dan soft drink,

sementara banyak mengkonsumsi teh, kopi, susu dan jus jeruk mengurangi kemungkinan

terbentuknya batu ureter. Makanan yang mempengaruhi kemungkinan terbentuknya batu

saluran kemih antara lain terlau banyak protein hewan, lemak, kurang sayur, kurang buah,

dan tingginya konsumsi fastfood/junkfood. Mengkonsumsi suplemen makanan dan obat-

obatan tertentu juga dapat memicu terbentuknya batu ureter. Sering menahan BAK dan

kegemukan juga dapat menaikkan kemungkinan terkena batu saluran kemih

(Muslim, 2007). Gaya hidup masyarakat kota seperti disebutkan dalamparagraf ini

mempengaruhi terbentuknya batu saluran kemih.

Ginjal adalah organ vital yang mempunyai peran penting dalam mempertahankan

kestabilan lingkungan dalam tubuh. Ginjal mengatur keseimbangan cairan tubuh, elektrolit,

dan asam-asam dengan cara filtrasi darah, reabsorbsi selektif air, elektrolit, dan non

elektrolit, serta mengekskresi kelebihannya sebagai urin. Fungsi ekskresi ginjal sering kali

terganggu diantaranya oleh batu saluran kemih yang berdasarkan tempat terbentuknya terdiri

dari nefrolitiasis, ureterolitiasis, vesicolitiasis, batu prostat, dan batu uretra. Batu saluran

kemih terutama dapat merugikan karena obstruksi saluran kemih dan infeksi yang

ditimbulkannya (de jong, 2004).

2
Di Indonesia penyakit batu ureter masih menempati porsi terbesar dari jumlah pasien

di klinik urologi (Nurlina, 2008). Insidensi dan prevalensi yang pasti dari penyakit ini di

Indonesia belum dapat ditetapkan secara pasti. Sampai saat ini angka kejadian batu saluran

kemih yang sesungguhnya belum diketahui, diperkirakan 170.000 kasus per tahun (Muslim,

2007). Dari data dalam negeri yang pernah dipublikasi didapatkan peningkatan jumlah

penderita batu ginjal yang mendapat tindakan di RSUPN-Cipto Mangunkusumo dari tahun

ke tahun mulai 182 pasien pada tahun 1997 menjadi 847 pasien pada tahun 2002 . Beberapa

peneliti mengemukakan bahwa penderita batu ureter pada laki-laki 3-4 kali lebih banyak dari

wanita, hal ini terjadi karena kadar kalsium air kemih sebagai bahan utama pembentukan

batu. Sedangkan pada wanita lebih rendah dari pada laki-laki karena kadar sitrat air kemih

sebagai bahan penghambat terjadinya batu lebih tinggi dari laki-laki. Batu ureter ini juga

dapat terbentuk pada usia lanjut karena terjadi akibat adanya gangguan aliran di perkemihan,

misalnya karena hiperplasia (Sjamsuhidajat, 2010).

Penyakit batu ureter merupakan masalah kesehatan yang cukup bermakna, baik di

Indonesia maupun di dunia. Di Amerika Serikat 5-10% penduduknya menderita

penyakit ini, sedangkan di seluruh dunia rata-rata terdapat 1-2% penduduk

yang menderita batu saluran kemih. Penyakit ini merupakan tiga penyakit

terbanyak dibidang urologi disamping infeksi saluran kemih dan pembesaran

prostat (Purnomo, 2011).

Fokus dan perhatian perawat terhadap upaya-upaya untuk melakukan edukasi dan

perubahan gaya hidup pasien dengan batu saluran kemih merupakan salah satu tindakan

mandiri perawat untuk membantu perawatan pasien-pasien dengan penyakit batu saluran

3
kemih. Dalam tulisan ini akan dibahas mengenai kasus batu ureter dan gaya hidup yang

mempengaruhinya melalui seting keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan.

1.2 Tujuan

1. Memberikan Asuhan Keperawatan secara nyata mulai dari pengkajian sampai dengan

evaluasi.

2. Mengidentifikasi kesenjangan atau masalah yang terjadi di rumah sakit khususnya

diruang Gili Trawangan Lt.3 RSUD Provinsi NTB pada klien Tn.” ” dengan batu uteter.

3. Mencoba untuk meminimalkan komplikasi yang mungkin muncul dengan melakukan

perawatan pada pasien batu ureter secara komprehensif.

1.3 Metode Penulisan

1.3.1 Wawancara

Suatu pengambilan data yang diperoleh penulis dengan tanya jawab secara

langsung pada klien, keluarga, perawat, dokter dan tenaga kesehatan lainnya yang ikut

dalam merawat dan mengobati pasien.

1.3.2 Observasi Partisipatif

Penulis mengadakan perawatan dan pengamatan secara langsung pada klien guna

mengetahui keadaan dan perkembangan dengan menggunakan proses keperawatan.

1.3.3 Studi Dokumentasi

Yaitu suatu data yang diperoleh dari buku laporan, catatan medis serta catatan

perawat yang mempunyai hubungan dengan kasus yang penulis teliti.

4
1.3.4 Studi Kepustakaan

Yaitu dengan menggunakan buku-buku literatur yang ada kaitannyadengan

perawatan dan pengobatan pada pasien hepatoma untuk menegakkan diagnosa

keperawatan dan intervensi

1.4 Manfaat Penulisan

1.4.1. Bagi Pelayanan Keperawatan

Hasil penulisan ini diharapkan dapat meningkatkan pelayanan kepada pasien,

khususnya peran perawat sebagai edukator dalam mengubah perilaku dan gaya

hidup serta mencegahan kekambuhan ulang pasien dengan batu saluran

kemih.

1.4.2. Bagi Pendidikan

Hasil penulisan ini diharapkan mampu meningkatkan kualitas pembelajaran

dan mengembangkan ilmu yang berkaitan dengan upaya edukasi untuk mengubah

faktor gaya hidup pada pasien dengan batu saluran kemih

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Batu Ureter

2.1.1 Definisi

Batu Saluran Kemih (Urolithiasis) merupakan keadaan patologis karena

adanya masa keras seperti batu yang terbentuk disepanjang saluran kencing dan

dapat menyebabkan nyeri, perdarahan, atau infeksi pada saluran kencing.

Terbentuknya batu disebabkan karena air kemih jenuh dengan garam-garam yang

dapat membentuk batu atau karena air kemih kekurangan materi-materi yang dapat

menghambat pembentukan batu, kurangnya produksi air kencing, dan keadaan-

keadaan lain yang idiopatik (Dewi, 2007). Lokasi batu saluran kemih dijumpai khas

di kaliks atau pelvis (nefrolitiasis) dan bila akan keluar akan terhenti di ureter atau di

kandung kemih (vesikolitiasis) (Robbins, 2007).

Batu saluran kemih (urolitiasis) menurut Borlay (2006) adalah zat padat yang

dibentuk oleh persipitasi berbagai zat terlarut seperti kalsium oksalat, kalsium fosfat,

dan asam urat yang meningkat dalam urine di saluran kemih.

Batu ureter pada umumnya berasal dari batu ginjal yang turun ke ureter. Batu

ureter mungkin dapat lewat sampai ke kandung kemih dan kemudian keluar bersama

kemih. Batu ureter juga bisa sampai ke kandung kemih dan kemudian berupa nidus

menjadi batu kandung kemih yang besar. Batu juga bisa tetap tinggal di ureter sambil

menyumbat dan menyebabkan obstruksi kronik dengan hidroureter yang mungkin

asimtomatik. Tidak jarang terjadi hematuria yang didahului oleh serangan kolik. (R.

Sjamsuhidajat, 2011).

6
Urolithiasis adalah kalsifikasi dengan sistem urinari kalkuli, seringkali

disebut batu ginjal. Batu dapat berpindah ke ureter dan kandung kemih (Black,

Joyce, 2010).

Urolithiasis adalah benda zat padat yang dibentuk oleh presipitasi berbagai

zat terlarut dalam urine pada saluran kemih. Batu dapat berasal dari kalsium oksalat

(60%), fosfat sebagai campuran kalsium, amonium, dan magnesium fosfat (batu

tripel fosfat akibat infeksi) (30%), asam urat (5%), dan sistin (1%) (Neil R. Borley

2006).

Batu saluran kemih (urolithiasis) merupakan obstruksi benda padat pada

saluran kencing yang berbentuk karena faktor presifitasi endapan dan senyawa

tertentu. Batu tersebut bias berbentuk dari berbagai senyawa, misalnya kalsium

oksalat (60%), fosfat (30%), asam urat (5%) dan sistin (1%) (Prabowo. E dan

Pranata, 2014: hal 111)

Dapat disimpulkan bahwa batu ureter adalah terdapatnya masa keras seperti

batu didalam saluran kemih yang menyebabkan tersumbatnya saluran kemih yang

menyebabkan urin tidak dapat keluar sepenuhnya sehingga menyebabkan nyeri,

pendarahan dan infeksi pada saluran kemih.

2.1.2 Etiologi

Menurut (Purnomo, 2011: hal 2) Terbentuknya batu saluran kemih diduga

karena ada hubungannya gangguan cairan urine, gangguan metabolik, infeksi saluran

kemih dehidrasi dan keadaan lain yang masih belum terungkap (idopatik). Secara

epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran

kemih pada seseorang yaitu :

7
A. Faktor intrinsic

1) Herediter (keturunan) : penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya

2) Umur : sering pada usia 30-50 tahun

3) Jenis kelamin : pasien laki-laki lebih banyak dari perempuan

4) Gangguan Metabolik : Hiperparatiroididsme, Hiperkalsiuria, Hiperuresemia.

B. Faktor ekstrinsik

1) Geografi

Beberapa daerah menunjukan kejadian batu saluran kemih yang lebih tinggi

daripada daerah lain sehingga dikenal dengan stone belt (sabuk batu)

sedangkan daerah bantu afrika selatan tidak dijumpai batu saluran kemih

2) Iklim dan temperature

3) Asupan air

Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air yang

dikonsumsi dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih

4) Diet

Diet banyak purin , oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya penyakit

batu saluran kemih

5) Pekerjaan

Sering dijumpai pada klien dengan pekerjaan banyak duduk atau kurang

activitas atau sedentary life

8
2.1.3 Potofisiologi

Menurut (Dinda, 2011) Secara teoritis batu dapat terbentuk di

seluruh saluran kemih terutama pada tempat-tempat yang sering mengalami

hambatan aliran urine (stasis urine), yaitu sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adnya

kelainan bawaan pada pelvikalises, divertikel, obstruksi infravesika kronis seperti

pada hyperplasia prostat berigna, striktura, dan buli-buli neurogenik merupakan

keadaan-keadaan yang memudahkan terjadi pembentukan batu. (Dinda, 2011)

Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organic

yang terlarut di dalam urine. Kristal-kristal tersebut tetap berada dalam

keadaan metastable (tetap larut) kemudian akan mengadakan agregasi, dan

menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi kristal yang lebih besar.

Meskipun ukurannya cukup besar, agregat. Kristal masih rapuh dan belum

cukup mampu membuntu saluran kemih. Untuk itu agregat Kristal menempel

pada epitel saluran kemih, dan dari sini bahan-bahan lain diendapkan pada agregat

itu sehingga membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat saluran kemih

(Dinda, 2011)

Mekanisme terbentuknya batu pada saluran kemih atau dikenal dengan

urolitiasis belum diketahui secara pasti. Namun ada beberapa faktor predisposisi

terjadinya batu antara lain yaitu peningkatan konsentrasi larutan urin akibat dari

intake cairan yang kurang dan juga peningkatan bahan-bahan organik akibat infeksi

saluran kemih atau stasis urin menyajikan sarang untuk pembentukan batu.

Supersaturasi elemen urin seperti kalsium, fosfat, oxalat, dan faktor lain mendukung

pembentukan batu meliputi, pH urin yang berubah menjadi asam, jumlah solute

dalam urin dan jumlah cairan urin.

9
Lebih dari 80% batu saluran kemih terdiri atas batu kalsium, baik yang

berikatan dengan oksalat maupun dengan fosfat, membentuk batu kalsium oksalat

dan kalsium fosfat, sedangkan sisanya berasal dari batu asam urat, batu magnesium

ammonium fosfat, batu xanthyn, batu sistein, dan batu jenis lainnya. Meskipun

patogenesis pembentukan batu-batu di atas hampir sama, tetapi suasana di dalam

saluran kemih yang memungkinkan terbentuknya jenis batu itu tidak sama. Misalkan

batu asam urat mudah terbentuk dalam suasana asam, sedangkan batu magnesium

amonium fosfat terbentuk karena urine bersifat basa. (Dinda, 2011: hal 2)

Infeksi saluran kemih

Pembentukan batu

Obstruksi saluran kemih

Obstruksi diureter Peningkatan distensi abdomen Kurang pengetahuan

Kalikulus berada di ureter Anoreksia


Cemas

Gesekan pada dinding ureter Mual muntah

Gangguan rasa Gangguan pemenuhan


nyaman nyeri nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

Intoleransi
Aktivitas

10
2.1.4 Manifestasi Klinis

Batu terutama yang kecil, bisa tidak menimbulkan gejala. Batu di dalam

kandung kemih bisa menyebabkan nyeri di perut bagian bawah, mual dan muntah,

perut menggelembung, demam, menggigil dan darah di dalam air kemih. Batu yang

menyumbat ureter, pelvis renalis maupun tubulus renalis bisa menyebabkan nyeri

punggung atau kolik renalis (nyeri kolik yang hebat). Kolik renalis ditandai dengan

nyeri hebat yang hilang-timbul, biasanya di daerah antara tulang rusuk dan tulang

pinggang, yang menjalar ke perut, daerah kemaluan dan paha sebelah dalam

(Suddarth, 2003).

Penderita mungkin menjadi sering berkemih, terutama ketika batu melewati

ureter. Batu bisa menyebabkan infeksi saluran kemih. Jika batu menyumbat aliran

kemih, bakteri akan terperangkap di dalam air kemih yang terkumpul diatas

penyumbatan, sehingga terjadilah infeksi. Jika penyumbatan ini berlangsung lama,

air kemih akan mengalir balik ke saluran di dalam ginjal, menyebabkan penekanan

yang akan menyebabkan ginjal bengkak (hidronefrosis).

Manifestasi klinis adanya batu dalam traktus urinarius bergantung pada

adanya obstruksi, infeksi dan edema (Purnomo, 2011).

A. Ketika batu menghambat aliran urin, terjadi obstruksi, menyebabkan

peningkatan tekanan hidrostatik dan distensi piala ginjal serta ureter proksimal.

B. Infeksi (pielonefritis dan sistitis yang disertai menggigil, demam dan disuria)

dapat terjadi dari iritasi batu yang terus menerus. Beberapa batu menyebabkan

sedikit gejala namun secara perlahan merusak unit fungsional (nefron) ginjal

C. Nyeri yang luar biasa dan ketidak nyamanan.

D. Batu di piala ginjal

11
1) Nyeri dalam dan terus-menerus di area kastovertebral.

2) Hematuri dan piuria dapat dijumpai.

3) Nyeri berasal dari area renal menyebar secara anterior dan pada wanita nyeri

ke bawah mendekati kandung kemih sedangkan pada pria mendekati testis.

4) Bila nyeri mendadak menjadi akut, disertai nyeri tekan di area

kostoveterbal, dan muncul Mual dan muntah.

5) Diare dan ketidaknyamanan abdominal dapat terjadi. Gejala gastrointestinal

ini akibat dari reflex renoinstistinal dan proksimitas anatomic ginjal ke

lambung pancreas dan usus besar.

E. Batu yang terjebak di ureter

1) Menyebabkan gelombang nyeri yang luar biasa, akut, dan kolik yang

menyebar ke paha dan genitalia.

2) Rasa ingin berkemih namun hanya sedikit urine yang keluar

3) Hematuri akibat aksi abrasi batu.

4) Biasanya batu bisa keluar secara spontan dengan diameter batu 0,5-1 cm.

F. Batu yang terjebak di kandung kemih

1) Biasanya menyebabkan gejala iritasi dan berhubungan dengan infeksi

traktus urinarius dan hematuri.

2) Jika batu menyebabkan obstruksi pada leher kandung kemih akan terjadi

retensi urine.

2.1.5 Pemeriksaan Diagnostik

A. Urinalisa : warna kuning, coklat gelap, berdarah. Secara umum menunjukkan

adanya sel darah merah, sel darah putih dan kristal(sistin,asam urat, kalsium

oksalat), serta serpihan, mineral, bakteri, pus, pH urine asam(meningkatkan

12
sistin dan batu asam urat) atau alkalin meningkatkan magnesium, fosfat

amonium, atau batu kalsium fosfat.

B. Urine (24 jam) : kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat, oksalat atau sistin

meningkat.

C. Kultur urine : menunjukkan adanya infeksi saluran kemih (stapilococus aureus,

proteus,klebsiela,pseudomonas).

D. Survei biokimia : peningkatan kadar magnesium, kalsium, asam urat, fosfat,

protein dan elektrolit.

E. BUN/kreatinin serum dan urine : Abnormal ( tinggi pada serum/rendah pada

urine) sekunder terhadap tingginya batu okkstuktif pada ginjal menyebabkan

iskemia/nekrosis.

F. Kadar klorida dan bikarbonat serum : peningkatan kadar klorida dan penurunan

kadar bikarbonat menunjukkan terjadinya asidosis tubulus ginjal.

G. Hitung Darah lengkap : sel darah putih mungkin meningkat menunjukan

infeksi/septicemia.

H. Sel darah merah : biasanya normal.

I. Hb, Ht : abnormal bila pasien dehidrasi berat atau polisitemia terjadi (

mendorong presipitas pemadatan) atau anemia(pendarahan, disfungsi ginjal).

J. Hormon paratiroid : mungkin meningkat bila ada gagal ginjal. (PTH merangsang

reabsorbsi kalsium dari tulang meningkatkan sirkulasi serum dan kalsium urine).

K. Foto rontgen : menunjukkan adanya kalkuli atau perubahan anatomik pada area

ginjal dan sepanjang ureter.

13
L. IVP : memberikan konfirmasi cepat urolithiasis, seperti penyebab nyeri

abdominal atau panggul. Menunjukan abdomen pada struktur anatomik ( distensi

ureter) dan garis bentuk kalkuli.

M. Sistoureterokopi : visualisasi langsung kandung kemih dan ureter dapat

menunjukan batu dan efek obstruksi.

N. Stan CT : mengidentifikasi/ menggambarkan kalkuli dan massa lain, ginjal,

ureter, dan distensi kandung kemih.

O. USG Ginjal : untuk menentukan perubahan obstruksi, lokasi batu.

2.1.6 Penatalaksanaan

Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih secepatnya

harus dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih berat.

Indikasi untuk melakukan tindakan/terapi pada batu saluran kemih adalah

jika batu telah menimbulkan, obstruksi, infeksi, atau harus diambil karena

sesuatu indikasi sosial. Obstruksi karena batu saluran kemih yang telah

menimbulkan hidroureter atau hidronefrosis dan batu yang sudah

menyebabkan infeksi saluran kemih, harus segera dikeluarkan. Kadang

kala batu saluran kemih tidak menimbulkan penyulit seperti di atas tetapi

diderita oleh seorang yang karena pekerjaannya mempunyai resiko tinggi

dapat menimbulkan sumbatan saluran kemih pada saat yang bersangkutan

sedang menjalakankan profesinya, dalam hal ini batu harus dikeluarkan

dari saluran kemih. (Dinda, 2011)

14
2.1.7 Terapi

A. Terapi konservatif

Terapi diet terdiri dari terapi nutrisi dan terapi cairan. Terapi nutrisi berperan

penting dalam mencegah batu renal. Masukan cairan yang adekuat serta

menghindari makanan tertentu dalam diet juga dapat mencegah pembentukan

batu. Setiap klien yang memiliki riwayat batu renal harus minum paling sedikit 8

gelas air (+ 2-3 liter) dalam sehari untuk mempertahankan urin encer, kecuali

dikontraindikasikan. Natrium selulosa fosfat telah diteliti lebih efektif dalam

mencegah batu kalsium.

Adapun makanan yang harus dihindari atau dibatasi antara lain:

1) Makanan kaya vitamin D meningkatkan reabsorbasi kalsium

2) Garam meja dan makanan tinggi natrium, karena Na+ bersaing dengan Ca2+

dalam reabsorbasinya diginjal.

3) Makanan yang banyak mengandung purin penyebab asam urat adalah JAS

BUKET (Jerohan, Alkohol, Sarden, Burung dara, Unggas, Kaldu, Emping,

dan Tape), maupun BENJOL (Bebek, Emping, Nangka, Jerohan, Otak, dan

Lemak).

B. Terapi farmakologi

4) Antispasmodik

Propantelin dapat digunakan untuk mengatasi spasme ureter.

5) Antibiotik

Pemberian antibiotik dilakukan apabila terdapat infeksi saluran kemih atau

pada pengangkatan batu untuk mencegah infeksi sekunder. Setelah

dikeluarkan, batu ginjal dapat dianalisis dan obat tertentu dapat diresepkan

15
untuk mencegah atau menghambat pembentukan batu berikutnya. Urin yang

asam harus dibuat basa dengan preparat sitrat (Chang 2009).

6) Analgesik

Opioid (injeksi morfin sulfat, petidin hidroklorida) atau obat AINS

(NSAID’s) seperti ketorolak dan naproxen dapat diberikan tergantung pada

intensitas nyeri.

C. Terapi kimiawi

1) Mempertahankan pH urin agar tidak terjadi kristalisasi batu

a) NaCO3- : Membuat urin lebih alkali pada asam

b) Asam askorbat : Membuat urin lebih asam pada alkali pencetus

2) Mengurangi ekskresi dari substansi pembentuk batu

a) Diuretik (tiazid) : Menurunkan eksresi kalsium ke dalam urin dan

menurunkan kadar parathormon. Efek samping gangguan metabolik,

dermatitis, purpura.

b) Alupurinol (zyloprim): Mengatasi batu asam dengan menurunkan kadar

asam urat plasma dan ekskresi asam urat ke dalam urin. Efek samping

mual, diare, vertigo, mengantuk, sakit kepala.

2.1.8 Prognosis

Batu saluran kemih (urolithiasis) merupakan masalah kesehatan yang cukup

signifikan, baik di Indonesia maupun di dunia. Kejadian urolithiasis ini banyak

dialami oleh pria dari pada wanita. Biasanya terjadi pada usia dewasa muda. Di

beberapa negara Eropa prevelensi kejadian urolithiasis sekitar 3 %. Prognosis batu

ureter tergantung dari faktor-faktor ukuran batu, letak batu, dan adanya infeksi serta

16
obstruksi. Semakin besar ukuran batunya, maka semakin buruk prognosisnya. Letak

batu yang dapat menyebabkan obstruksi dapat mempermudah terjadinya infeksi.

Semakin besar kerusakan jaringan dan adanya infeksi karena faktor obstruksi maka

akan dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal (Umamy 2007).

Setelah keluarnya batu baik secara spontan (konsevatif) maupun dengan

tindakan (seperti; bedah terbuka, ESWL,dll) perlu dilakukan tindakan pencegahan

kekambuhan batu. Kekambuhan batu saluran kemih ini dapat terjadi pada 20-30%

klien dan pada beberapa klien yang mengeluarkan batu secara spontan setiap tahun.

Juga ada literatur yang mengatakan bahwa secara umum hampir 50% klien

mengalami batu kambuhan dalam 5 tahun. Untuk itu diperlukan pemeriksaan darah

dan urinalisa untuk mencari/menemukan faktor resiko untuk pembentukan batu

(Stoller 2000).

2.1.9 Pencegahan

Menurut Brunner And Suddarth (2002) Daftar makanan dan minuman yang

harus dihindari adalah sebagai berikut:

A. Produk susu : Semua jenis keju, susu dan produk susu lainnya, krim asam.

B. Daging, ikan.

C. Sayuran : Lobak, bayam, buncis, seledri, kedelai.

D. Buah : Kismis, semua jenis beri, anggur.

E. Roti : Roti murni, gandum, catmeal, beras merah, jagung, sereal.

F. Minuman : Teh, coklat, minuman berkarbonat, bir, semua minuman yang

dibuat dari susu atau produk susu.

17
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Perkemihan Batu Uretra

2.2.1 Pengkajian

A. Data Biografi

1) Identitas pasien.

a) Nama pasien

b) Umur : paling sering terjadi pada usia antara 30-60 tahun.

c) Jenis kelamin : menyerang laki-laki tiga kali lebih sering daripada wanita.

d) Pekerjaan : penyakit ini sering dijumpai pada orang yang

pekerjaannya banyak duduk atau kurang aktivitas fisik (sedentary life).

e) Agama

f) Suku / bangsa

g) Alamat

h) Tanggal MRS

i) Diagnosa Medis : batu uretra.

B. Riwayat Penyakit

1) Keluhan Utama

Sulit kencing atau tidak dapat kencing sama sekali yang mendadak (retensi

urine). Keluhan lainnya biasanya adalah berhubungan dengan gejala iritasi

dan infeksi seperti penis yang membengkak.

2) Riwayat penyakit sekarang

Keluhan yang sering terjadi pada klien batu saluran kemih ialah nyeri pada

saluran kemih yang menjalar, berat ringannya tergantung pada lokasi dan

18
besarnya batu, dapat terjadi nyeri/kolik renal klien dapat juga mengalami

gangguan gastrointestinal dan perubahan. (Dinda, 2011)

3) Pola psikososial

Hambatan dalam interaksi social dikarenakan adanya ketidaknyamanan (nyeri

hebat) pada pasien, sehingga focus perhatiannya hanya pada sakitnya. Isolasi

social tidak terjadi karena bukan merupakan penyakit menular. (Prabowo E,

dan Pranata, 2014)

4) Riwayat Penyakit Dahulu

c) Riwayat pemakaian obat : apa jenisnya, berapa dosisnya, berapa dosis

terakhirnya, dan bagaimana cara pemakaiannya.

d) Riwayat atau pengalaman masa lalu tentang kesehatan atau penyakit yang

pernah di alami, riwayat masuk rumah sakit, atau riwayat kecelakaan.

5) Riwayat Penyakit Keluarga

Tanyakan tentang riwayat kesehatan atau keperawatan yang dimiliki oleh

salah satu anggota keluarga, apakah ada penyakit seperti yang dialami pasien,

apakah mempunyai penyakit keturunan.

Riwayat Penyakit Lingkungan

6) Tanyakan tentang keadaan lingkungan di rumah. Apakah rumah yang di

tempati cukup memadai dalam segi kesehatan (ventilasi yang cukup, kondisi

kamar tidur, apakah ada tempat pembuangan kotoran atau sampah).

7) Pola pemenuhan kebutuhan sehari-hari

a) Penurunan aktifitas selama sakit terjadi bukan karena kelemahan otot,

tetapi dikarenakan gangguan rasa nyaman (nyeri). Kegiatan aktifitas

19
relative dibantu oleh keluarga, misalnya berpakaian, mandi

makan, minum dan lain sebagainya, terlebih jika kolik mendadak

terjadi. (Prabowo E, dan Pranata, 2014)

b) Terjadi mual mutah karena peningkatan tingkat stres pasien akibat

nyeri hebat. Anoreksia sering kali terjadi karena kondisi pH pencernaan

yang asam akibat sekresi HCL berlebihan. Pemenuhan kebutuhan

cairan sbenarnya tidak ada masalah. Namun, klien sering kali

membatasi minum karena takut urinenya semakin banyak dan

memperparah nyeri yang dialami. (Prabowo E, dan Pranata, 2014)

c) Eliminasi alvi tidak mengalami perubahan fungsi maupun pola, kecuali

diikuti oleh penyakit penyerta lainnya. Klien mengalami nyeri saat

kencing (disuria, pada diagnosis uretrolithiasis). Hematuria (gross/flek),

kencing sedikit (oliguaria), disertai vesika (vesikolithiasis). (Prabowo E,

dan Pranata, 2014: hal 121)

C. Kebutuhan Bio – Psiko – Sosial – Spiritual

1) Pernafasan :

Biasanya tidak terjadi gangguan pernafasan, karena batu uretra terdapat di

uretra yang termasuk dalam system perkemihan, tidak melewati atau

memasuki saluran peernafasan.

2) Kebutuhan nutrisi

a) Mengalami anoreksia

b) Mual-muntah

20
3) Kebutuhan eliminasi

Mengalami retensi urin

4) Kebutuhan istirahat tidur

Pasien biasanya sulit tidur

5) Kebutuhan aktifitas latihan

Aktivitas terganggu karena nyeri

6) Kebutuhan aman nyaman

a) Adanya ketidaknyamanan (nyeri akut), nyeri saat miksi

b) Pengkajian PQRST yang biasanya dirasakan klien dengan batu uretera:

P : Nyeri terasa di daerah punggung, pinggang bahkan uretera.

Q : Nyeri seperti di tusuk-tusuk

R : Nyeri akut, hilang timbul

S : Nyeri skala 4-5

T : Nyeri bertambah saat beraktifitas, secara tiba-tiba saat miksi

7) Kebutuhan seksual dan reproduksi

Adanya gangguan karena adanya penyebaran nyeri ke area paha dan

genitalia.

8) Kebutuhan psikologi

Ansietas karenakurang informasi.

9) Integritas ego

Mengalami stress baik emosional maupun fisik

10) Kebutuhan social

21
Hubungan pasien dengan keluarga, tetangga, tim medis, dan juga dengan

pasien lain

11) Kebutuhan spiritual

Rutinitas dalam beribadah, kebutuhan akan rohaniawan.

D. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dengan palpasi pada penis di dapatkan adanya suatu kelainan

akibat fibrosis di uretra atau terbentuknya suatu fistula.

1) Keadaan umum : lemah

Kesadaran : compos mentis

Ekspresi wajah : wajah tampak meringis.

2) Pemeriksaan tanda-tanda vital

Suhu : suhu tubuh subnormal (hipertermi)

Nadi : frekuensi nadi subnormal (takikardi)

RR : Frekuensi pernapasan normal

TD : peningkatan TD (hipertensi)

3) Head to toes

a) Leher : bentuk normal.

b) Kepala : struktur wajah simetris dan tidak ada pembengkakan.

c) Mata : visus normal, tidak ada gangguan pada konjungtiva, sklera,

kornea, dan pupil.

d) Telinga : tidak ada gangguan pendengaran

e) Hidung : tidak ada polip

f) Mulut : radang pada bibir, gusi, lidah akibat dehidrasi yang dialami.

22
g) Dada : Bentuk dada simetris, denyut jantung meningkat, tidak

peningkatan frekuensi pernapasan.

h) Abdomen: Nyeri abdomen menjalar ke punggung dan pinggang

4) Pemeriksaan anggota gerak (ekstermitas)

Ekstremitas atas : tidak ada gangguan pada ekstremitas atas

Ekstremitas bawah: sulit berjalan karena nyeri yang menyebar ke paha dan

genitalia.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan

Menurut (Prabowo,E dan Pranata 2014)

A. Nyeri akut

Definisi: pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang

muncul akibat kerusakan jaringan yang actual atau potensial atau digambarkan

dalam hal kerusakan sedemikian rupa.

Batasan karakteristik:

1) Perubahan selera makan

2) Perubahan tekanan darah

3) Perubahan prekuensi jantung

4) Perubahan prekuensi pernafasan

5) Diaphoresis

6) Prilaku ditraksi

7) Sikap melindungi area nyeri

8) Gannguan tidur

Faktor yang berhubungan :

23
Agen cedera (misalnya biologis, fisik, dan psikologis) Di tandai dengan

1) Keluhan nyeri, colik billiary (frequensi nyeri ).

2) Ekspresi wajah saat nyeri, prilaku yang hati-hati

3) Respon autonomik (perubahan pada tekanan darah ,nadi).

4) Fokus terhadap diri yang terbatas

B. Gangguan Eliminasi Urine

Definisi : disfungsi pada eliminasi urine

Batasan karakteristiK

1) Dissurya

2) Sering berkemiH

3) Inkontinensia

4) Nokturya

5) Retensi

6) Dorongan

Faktor yang berhubungan :

1) Obstopsi anatomic

2) Penyebab multiple

C. Retensi urine

Definisi: pengosongan kandung kemih tidak komplet

Batasan karakteristik:

1) Tidak ada haluaran urie

2) Distensi kandung kemih

3) Menetes

24
4) Disuria

5) Sering berkemih

6) Inkontenensia aliran berlebih

7) Residu urine

8) Sensasi kandung kemih penuh

9) Berkemih sedikit

Faktor yang Berhubungan :

1) Sumbatan

2) Tekanan ureter tinggI

2.2.3 Intervensi Keperawatan

A. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera (biologis, fisik, psikologis)

Tujuan:

1) Memperlihatkan pengendalian nyeri,yang dibuktikan oleh indicator sebagai

berikut (1-5; tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering, atau selalu:

a) Mengenali nyeri

b) Menggunakan tindakan pencegahan

c) Melaporkan nyeri dapat dilakukan

2) Menunjukkan tingkat nyeri, yang dibuktikan oleh indikator sebagai

indikator berikut (sebutkan 1-5; sangat berat, berat, sedang, ringan,

atau tidak ada):

a) Ekpresi nyeri pada wajah

b) Gelisah atau ketegangan otot

c) Durasi episode nyeri

25
d) Merintih dan menangis

e) Gelisah

Kriteria Hasil NOC :

a) Tingkat Kenyamanan: tingkat persepsi positif terhadap kemudahan

fisik dan psikologis

b) Pengendalian nyeri: tindakan individu untuk mengendalikan nyeri

c) Tingkat nyeri keparahan yang dapat di amati atau dilaporkan

Intervensi NIC :

a) Pemberian Analgesik

b) Manajemen medikasi

c) Manajemen nyeri

d) Bantuan analgesia yang dikendalikan oleh pasien

e) Manajemen sedasi

Aktivitas Keperawatan

1) Pengkajian

a) Gunakan laporan dari pasien sendiri sebagai pilihan pertama untuk

mengumpulkan informasi pengkajian

b) Minta pasien untuk menilai nyeri atau ketidaknyamanan pada skala

0 sampai 10 (0=tidak ada nyeri atau ketidaknyamanan, 10=nyeri

hebat)

c) Gunakan bagan alir nyeri untuk memantau peredaan nyeri oleh

analgesik dan kemungkinan efek sampingnya

26
d) Kaji dampak agama, budaya, kepercyaan, dan lingkungan terhadap

nyeri dan repons pasien

e) Dalam mengkaji nyeri pasien, gunakan kata kata sesuai usia dan

tingkat perkembanagan pasien

f) Manajemen nyeri NIC :

(1) Lakukan pengkajian nyeri yang komprehensif meliputi lokasi,

karakteristik, awitan dan durasi, frekuensi dan kualitas dan

intensitas atau keparahan nyeri, dan faktor presipitasinya

(2) Observasi isyarat nonverbal ketidaknyamanan, khususnya pada

mereka yag tidak mampu berkomunikasi efektif

2) Penyuluhan untuk pasien/keluarga

a) Sertakan dalam intruksi pemulangan pasien obat khusus yang harus di

minum, frekuensi pemberian, kemungkinan efeksamping, kemungkinan

interaksi obat, kewaspadaan khusus saat mengkonsumsi oabat tersebut

(misalnya, pembatasan aktivitas fisik, pembatasan diet), dan nama orang

yang harus dihubungi bila mengalami nyeri membandel.

b) Instruksikan pasien untuk menginformasikan kepada perawat jika

peredaan nyeri tidak dapat dicapai

c) Informasikan kepada pasien tentang prosedur yang dapat meningkatkan

nyeri dan tawarkan strategi koping yang disarankan

d) Perbaiki kesalahan persepsi tentang analgesik narkotik atau opiod

(misalnya, risiko ketergantungan atau overdosis

27
e) Manajemen nyeri (NIC): berikan informasi tenteng nyeri , seperti

penyebab nyeri, berapa lama akan berlangsung, dan antisispasi

ketidaknyamanan akibat prosedur

f) Majemen nyeri (NIC): Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologis

(misalnyaa, umpan balik biologis, transcutaneus elektrical nerve

stimulation (tens) hipnosis relaksasi, imajinasi terbimbing, terapai musik,

distraksi, terapai bermain, terapi aktivitas, akupresur, kompres hangat

atau dingin, dan masase sebelum atau setelah, dan jika memungkinkan

selama aktivitas yang menimbulkan nyeri, sebelum nyeri terjadi atau

meningkat, dan berama penggunaan tindakan peredaran nyeri yang lain.

3) Aktivitas kolaboratif

a) Kelola nyeri pasca bedah awal dengan pemberian opiat yang

terjadwal (misalnya, setiap 4 jam selama 36 jam) atau PCA

b) Manajement nyeri NIC :

(1) Gunakan tindakan pengendalian nyeri sebelum nyeri menjadi

lebih berat

(2) Laporkan kepada dokter jika tindakan berhasil

(3) Laporkan kepada dokter jika tindakn tidak berhasil atau jika

keluhan saat ini merupakan perubahan yang bermakna dari

pengalaman nyeri pasien di maa lalu.

4) Aktivitas lain

b. Sesuaikan frekuensi dosis sesuai indikasi melalui pengkajian nyeri

dan efek samping

28
c. Bantu pasien mengidentifikasi tindakan kenyaman yang efektif di

masa lalu seperti ,distraksi,relaksasi ,atau kompers hangat dingin

d. Hadir di dekat pasien untuk memenuhi kebutuhan rasa nyaman

B. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi anatomic, dan

penyebab multiple.

Tujuan :

1) Menunjukkan kontinesia urine, yang di buktikan oleh indicator berikut

(sebutkan 1-5: selalu, sering, kadang-kadang, jarang, atau tidak

pernah ditunjukkan) :

a) Infeksi saluran kemih (SDP) [sel darah putih] <100.000)

b) Kebocoran urine diantara berkemih

2) Menunjukkan kontenesia urine, yang dibuktikan oleh indicator berikut

(sebutkan 1-5:tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering, atau selalu di

tunjukkan) :

a) Eliminasi secara mandiri

b) Mempertahankan pola berkemih yang dapat diduga

Kriteria Hasil NOC :

1) Kontenesia urine: pengendalian eliminasi urine dari kandung kemih

2) Eliminasi urine: pengumpulan dan pengeluaran urine

Intervensi NIC :

1) Pelatihan kandung kemih: meningkatkan fungsi kandung kemih pada

individu yang mengalami inkotenensia urine dengan meningkatkan

29
kemampuan kandung kemih untuk menahan urine dan kemampuan

pasien untuk menekan urinasi

2) Manjemen silminasi urine: mempertahankan pola eliminasi urine yang

optimum.

Aktivitas keperawatan

1) Pengkajian

Manajemen eliminasi urin (NIC) :

a) Pantau eliminasi urine, meliputi frekuensi, konsisten, bau, volume,

dan warna, jika perlu.

b) Kumpulkan specimen urine porsi tengah untuk urinalis.

2) Penyuluhan untuk pasien/keluarga

Manajemen eliminasi urine (NIC) :

a) Ajarkan pasien tentang tanda dan gejala infeksi saluran kemih

b) Instruksikan pasien dan keluarga untuk mencatat haluaran urine,

bila diperlukan.

c) Instruksikan pasien untuk berespons segera terhadap kebutuhan

eliminasi.

d) Ajarkan pasien untuk minum 200 ml cairan pada saat makan, di

antara waktu makan, diantara waktu makan, dan awal petang.

3) Aktivitas kolaboratif

Manajemen eliminasi urine (NIC), rujuk ke dokter jika terdapat tanda

dan gejala infeksi saluran kemih.

C. Retensi Urine berhubungan dengan sumbatan dan tekanan ureter tinggi

30
Tujuan :

Menunjukkan kontinesia urine, yang dibuktikan oleh indicator berikut

(sebutkan 1-5: selalu, sering, kdang-kadang, jarang, atau tidak pernah di

tunjukkan) :

1) Kebocoran urine diantara berkemih

2) Urine residu pasca-berkemih > 100-200 cc

Kriteria Hasil NOC :

1) Kontinesia urine: pengendalian eliminasi urine dari kandung kemih

2) Eliminasi urine: pengumpulan dan pengeluaran urine

Intervensi NIC :

1) Kateterisasi urine

2) Manajemen eliminasi urine

3) Perawatan retensi urine

Aktivitas keperawatan

1) Pengkaajian

a) Identifikasi dan dokumentasikan pola pengosongan kandung kemih

b) Perawatan retensi urine (NIC) :

(1) Pantau penggunaan agens non resep dengan antikolinergik atau

agonisalfa.

(2) Pantau efek obat resep, seperti penyekat saluran kalsium dan

antikolinergik.

(3) Pantau asupan dan haluaran.

(4) Pantau distensi kandung kemih melalui palpasi dan perkusi.

31
2) Penyuluhan untu pasien/keluarga

a) Ajarkan pasien tentang tanda dan gejala infeksi saluran kemih yang

di laporkan misalnya: demam, menggigil, nyeri pinggang,

hematuria, serta perubahan konsistensi dan bau urine.

b) Perawatan retensi urine (NIC) : instruksikan pasien dan keluarga

untuk mencatat haluaran urine.

3) Aktivitas kolaboratif

a) Rujuk ke perawat terapi enterostoma untuk instruksi kateterisasi

intermiten mandiri penggunaan prosedur bersih setiap 4-6 jam pada

saat terjaga

b) Perawatan retensi urine (NIC): rujuk pada spesialis kontenensia

urine.

4) Aktivitas lain

a) Lakukan program pelatihan pengosongan kandung kemih

b) Bagi cairan dalam sehari untuk menjamin asupan yang adekuat

tanpa menyebabkan kandung kemih over-distensi

c) Anjurkan pasien mengonsumsi cairan per oral: _____cc untuk sore

hari, dan _____cc untuk malam hari

d) Perawatan retensi urine (NIC) :

(1) Berikan privasi untuk eliminasi

(2) Gunakan kekuatan sugesti dengan mengalirkan air atau

membilas toilet

32
(3) Stimulasi reflek kandung kemih dengan menempelkan es ke

abdomen menekan ke bagian dalam paha atau menagalirkan air

(4) Berikan cukup waktu untuk pengosongan kandung kemih (10

menit)

33
BAB III

KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

Batu ureter pada umumnya berasal dari batu ginjal yang turun ke ureter. Batu ureter

mungkin dapat lewat sampai ke kandung kemih dan kemudian keluar bersama kemih. Batu

ureter juga bisa sampai ke kandung kemih dan kemudian berupa nidus menjadi batu

kandung kemih yang besar. Batu juga bisa tetap tinggal di ureter sambil menyumbat dan

menyebabkan obstruksi kronik dengan hidroureter yang mungkin asimtomatik. Tidak

jarang terjadi hematuria yang didahului oleh serangan kolik. (R. Sjamsuhidajat, 2011).

Penderita batu ureter pada laki-laki 3-4 kali lebih banyak dari wanita, hal ini terjadi

karena kadar kalsium air kemih sebagai bahan utama pembentukan batu. Sedangkan pada

wanita lebih rendah dari pada laki-laki karena kadar sitrat air kemih sebagai

bahan penghambat terjadinya batu lebih tinggi dari laki-laki.

Gejala yang ditimbulkan seperti, nyeri yang luar biasa, akut, dan kolik yang menyebar

ke paha dan genitalia,rasa ingin berkemih namun hanya sedikit urine yang keluar, hematuri

akibat aksi abrasi batu, biasanya batu bisa keluar secara spontan dengan diameter batu 0,5-

1 cm.

3.2 Saran

Mahasiswa diharapkan memahami teori setra asuhan keperawatan pada pasien batu

ureter sebagai dasar dalam memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas.

34
DAFTAR PUSTAKA

Prabowo dan Pranata, 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan. Yogyakarta:

Nuha Medika.

Nahdi TF. Jurnal Medula, Volume. 1 Nomor. 4 / Oktober 2013

Purnomo, B.B. 2010. Pedoman diagnosis & terapi smf urologi LAB ilmu bedah. Malang:

Universitas Kedokteran Brawijaya.

Judith.M.Wilkison dan Nancy.R.2013.Buku Saku Diagnosis Keperawatan Ed 9.Jakarta: EGC

Sandy Wahap, Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia Vol. 11 No. 2 / Oktober

2012

35

Anda mungkin juga menyukai