Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA

PADA KELUARGA TN.WO KHUSUSNYA TN.WO DENGAN HEMOROID


DI BR. PASEKAN, DS KETEWEL, KEC.
SUKAWATI, KAB. GIANYAR DARI TANGGAL
5 - 24 SEPTEMBER 2016

Oleh :

Nama : LUH AGUSTINA RAHAYU

NIM : (P07120214030)

Prodi : DIV KEPERAWATAN

Tingkat/ Smstr : III/V

KEMENTERIAN KESEHATAN RI

POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR

JURUSAN KEPERAWATAN
2016

A. Konsep Asuhan Keperawatan Keluarga


1. Pengertian Keluarga
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas
kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu
tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan
(Depkes RI, 1988).Perawatan kesehatan keluarga (Family Health
Nursing) adalah tingkat perawatan kesehatan masyarakat yang ditujukan
atau dipusatkan kepada keluarga sebagai unit atau satu-kesatuan yang
dirawat, dengan sehat sebagai tujuannya dan melalui perawatan sebagai
sarananya.
Menurut Duval, 1997 (dalam Supartini, 2004) mengemukakan
bahwa keluarga adalah sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan
perkawinan, adopsi, dan kelahiran yang bertujuan menciptakan dan
mempertahankan budaya yang umum, meningkatkan perkembangan fisik,
mental, emosional dan sosial setiap anggota.
Bailon, 1978 (dalam Achjar, 2010) berpendapat bahwa keluarga
sebagai dua atau lebih individu yang berhubungan karena hubungan
darah, ikatan perkawinan atau adopsi, hidup dalam satu rumah tangga,
berinteraksi satu sama lain dalam peranannya dan menciptakan serta
mempertahankan budaya.
Menurut Bailon dan Maglaya 1978 (dalam Effendy 1998)
mendefinisikan keluarga adalah dua atau lebih individu yang hidup dalam
satu rumah tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan atau
adopsi. Mereka saling berinte-raksi satu dengan yang lainnya,
mempunyai peran masingmasing dan mencipta-kan serta
mempertahankan suatu budaya.
Menurut Departemen Kesehatan (1988) mendefinisikan keluarga
adalah unit terkecil darimasyarakat yang terdiri atas kepalakeluarga serta
beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di satu atapdalam keadaan
saling bergantungan. Menurut Friedman (1998) mendefinisikan keluarga
adalah kumpulan dua orang manusia atau lebih, yang satu sama yang lain
saling terikat secara emosional, serta bertempat tinggal yang sama dalam
satu daerah yang berdekatan.
Menurut BKKBN (1992)mendefinisikan keluarga adalah unit
terkcil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami istri dan
anaknya, atau ayah dengan anaknya, atau ibu dengan anaknya. Keluarga
adalah sebuah kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih yang
masing-masing mempunyai hubungan kekerabatan yang terdiri dari
bapak, ibu, adik, kakak, kakek dan nenek. Menurut UU No. 10 tahun
1992 keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari
suami istri, atau suami istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu
dan anaknya.
2. Tipe Keluarga
a. Menurut Maclin, 1988 (dalam Achjar, 2010) pembagian tipe keluarga,
yaitu :
1) Keluarga Tradisional
a) Keluarga inti adalah keluarga yang terdiri dari suami, istri
dan anak-anak yang hidup dalam rumah tangga yang sama.
b) Keluarga dengan orang tua tunggal yaitu keluarga yang
hanya dengan satu orang yang mengepalai akibat dari
perceraian, pisah, atau ditinggalkan.
c) Pasangan inti hanya terdiri dari suami dan istri saja, tanpa
anak atau tidak ada anak yang tinggal bersama mereka.
d) Bujang dewasa yang tinggal sendiri.
e) Pasangan usia pertengahan atau lansia, suami sebagai
pencari nafkah, istri tinggal di rumah dengan anak sudah
kawin atau bekerja.
f) Jaringan keluarga besar, terdiri dari dua keluarga inti atau
lebih atau anggota yang tidak menikah hidup berdekatan
dalam daerah geografis.
2) Keluarga Non Tradisional
a) Keluarga dengan orang tua yang mempunyai anak tetapi
tidak menikah (biasanya terdiri dari ibu dan anaknya).
b) Pasangan suami istri yang tidak menikah dan telah mempu-
nyai anak.
c) Keluarga gay/lesbian adalah pasangan yang berjenis kela-
min sama hidup bersama sebagai pasangan yang menikah.
d) Keluarga kemuni adalah rumah tangga yang terdiri dari
lebih satu pasangan monogami dengan anak-anak, secara
bersama menggunakan fasilitas, sumber dan mempunyai
pengalaman yang sama.
b. Menurut Allender dan Spradley (2001)
1) Keluarga Tradisional
a) Keluarga Inti (nuclear family), yaitu keluarga yang terdiri
dari suami, istri, dan anak kandung atau anak angkat.
b) Keluarga besar (extended family), yaitu keluarga inti ditam-
bah dengan keluarga lain yang mempunyai hubungan da-
rah,misalnya kakek, nenek, paman, dan bibi.
c) Keluarga dyad, yaitu rumah tangga yang terdiri dari suami
istri tanpa anak.
d) Single parent, yaitu rumah tangga yang terdiri dari satu
orang tua dengan anak kandung atau anak angkat, yang
disebabkan karena perceraian atau kematian.
e) Single adult, yaitu rumah tangga yang hanya terdiri
dariseorang dewasa saja.
f) Keluarga usia lanjut, yaitu rumah tangga yang terdiri dari
suami istri yang berusia lanjut.
2) Keluarga Non Tradisional
a) Commune family, yaitu lebih dari satu keluarga tanpa perta-
lian darah hidup serumah.
b) Orang tua (ayah/ ibu) yang tidak ada ikatan perkawinan dan
anak hidup bersama dalam satu rumah.
c) Homoseksual, yaitu dua individu yang sejenis kelamin hi-
dup bersama dalam satu rumah tangga.
c. Menurut Carter dan Mc Goldrick (1988)
1) Keluarga berantai (sereal family), yaitu keluarga yang terdiri dari
wanita dan pria yang menikah lebih dari satu kali dan merupakan
satu keluarga inti.
2) Keluarga berkomposisi, yaitu keluarga yang perkawinannya
berpoligami dan hidup secara bersama-sama.
3) Keluarga kabitas, yaitu keluarga yang terbentuk tanpa pernikahan.
3. Stuktur Keluarga

Struktur keluarga bermacam-macam, diantaranya :


a. Patrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara
sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun
melalui garis ayah.
b. Matrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara
se-darah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun
melalui garis ibu.
c. Matrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga
sedarah istri.
d. Patrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga
sedarah suami.
e. Keluarga kawinan adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi
pembi-naan keluarga dan beberapa sanak saudara yang menjadi
bagian keluarga karena adanya hubungan dengan suami atau istri
(Nasrul Effendy, 1998).
Ciri-ciri struktur keluarga, yaitu :
a. Terorganisasi
Saling berhubungan, saling ketergantungan antara aggota
keluarga.
b. Ada Keterbatasan
Setiap anggota keluarga memiliki kebebasan tetapi mereka juga
mempu-nyai keterbatasan dalam menjalankan fungsi dan
tugasnya masing-masing.
c. Ada Perbedaan dan Kekhususan
Setiap anggota keluarga mempunyai peranan dan fungsinya
masing-masing (Anderson Carter).
Menurut Friedman (1998), struktur keluarga terdiri atas:
a. Pola dan Proses Komunikasi
Komunikasi dalam keluarga dikatakan berfungsi apabila
dilakukan secara jujur, terbuka, melibatkan emosi, dan ada
hierarki kekuatan. Komu-nikasi dalam keluarga ada yang
berfungsi dan ada yang tidak, hal ini bisa disebabkan oleh
beberapa faktor yang ada dalam komponen komunikasi seperti :
sender, chanel-media, message, environtment, dan reciever. Ko-
munikasi dalam keluarga yang berfungsi adalah:
1) Karakteristik pengirim yang berfungsi, yaitu yakin ketika
menyam-paikan pendapat, jelas dan berkualitas, meminta
feedback, mene-rima feedback.

2) Pengirim yang tidak berfungsi.

a) Lebih menonjolkan asumsi (perkiraan tanpa


menggunakan dasar/data yang obyektif).

b) Ekspresi yang tidak jelas (contoh: marah yang tidak


diikuti ekspresi wajahnya).

c) Jugmental exspressions, yaitu ucapan yang


memutuskan/menyatakan sesuatu yang tidak didasari
pertimbangan yang matang. Contoh ucapan salah benar,
baik/buruk, normal/tidak normal, misal: kamu ini
bandel, kamu harus

d) Tidak mampu mengemukakan kebutuhan.

e) Komunikasi yang tidak sesuai.

3) Karakteristik penerima yang berfungsi


a) Mendengar

b) Feedback (klarifikasi, menghubungkan dengan pengala-


man)

c) Memvalidasi

4) Penerima yang tidak berfungsi

a) Tidak bisa mendengar dengan jelas/gagal mendengar.

b) Diskualifikasi, contoh : iya dech..tapi.

c) Offensive (menyerang bersifat negatif).

d) Kurang mengeksplorasi (miskomunikasi).

e) Kurang memvalidasi.

5) Pola komunikasi di dalam keluarga yang berfungsi

a) Menggunakan emosional : marah, tersinggung, sedih,


gem-bira.

b) Komunikasi terbuka dan jujur.

c) Hirarki kekuatan dan peraturan keluarga.

d) Konflik keluarga dan penyelesaiannya.

6) Pola komunikasi di dalam keluarga yang tidak berfungsi

a) Fokus pembicaraan hanya pada sesorang (tertentu).

b) Semua menyetujui (total agreement) tanpa adanya


diskusi.

c) Kurang empati.
d) Selalu mengulang isu dan pendapat sendiri.

e) Tidak mampu memfokuskan pada satu isu.

f) Komunikasi tertutup.

g) Bersifat negatif.

h) Mengembangkan gosip.

b. Struktur Peran

Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai


dengan posisi sosial yang diberikan. Yang dimaksud dengan
posisi atau status adalah posisi individu dalam masyarakat,
misalnya status sebagai istri/suami atau anak.

c. Struktur Kekuatan dan Struktur Nilai

Kekuatan merupakan kemampuan (potensi dan aktual) dari indi-


vidu untuk mengontrol, mempengaruhi, atau mengubah perilaku
orang lain kea rah positif. Ada beberapa macam tipe stuktur
kekuatan, yaitu :

1) Legitimate power (power)


2) Referent power (ditiru)
3) Reward power (hadiah)
4) Coercive power (paksa)
5) Affective power
6) Expert power (keahlian)

d. Struktur Norma dan Nilai


Nilai adalah sistem ide-ide, sikap keyakinan dan mengikat
anggota keluarga dalam budaya tertentu. Norma adalah pola
perilaku yang diterima pada lingkungan sosial tertentu, lingkungan
keluarga, dan lingkungan sekitar masyarakat keluarga.
4. Fungsi Keluarga
Fungsi keluarga merupakan hasil atau konsekuensi dari struktur
keluarga atau sesuatu tentang apa yang dilakukan oleh keluarganya.
Fungsi keluarga me-nurut Friedman (1998) adalah antara lain :
a. Fungsi Afektif
Fungsi afektif merupakan fungsi keluarga dalam memenuhi
kebutuhan pemeliharaan kepribadian anggota keluarga.
b. Fungsi Sosialisasi
Fungsi sosialisasi bercermin dalam melakukan pembinaan
sosialisasi pada anak, membentuk nilai dan norma yang diyakini
anak, memberikan bata-san perilaku yang boleh dan tidak boleh
pada anak, meneruskan nilai-nilai budaya anak.
c. Fungsi reproduksi
Keluarga berfungsi untuk meneruskan keturunan dan menambah
sumber daya manusia. Maka dengan ikatan suatu perkawinan sah,
selain untuk memenuhi kebutuhan biologis pada pasangan tujuan
untuk membentuk keluarga adalah untuk meneruskan keturunan.
Fungsi ini bukan hanya ditujukan untuk meneruskan keturunan
tetapi untuk memelihara dan membesarkan anak untuk kelanjutan
generasi selanjutnya
d. Fungsi Ekonomi
Fungsi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan keluarga seperti
sandang, pangan, dan papan, dan kebutuhan lainnya melalui
keefektifan sumber daya keluarga.
e. Fungsi Perawatan Kesehatan
Keluarga juga berperan atau berfungsi untuk melaksanakan praktik
asuhan kesehatan yaitu untuk mencegah terjadinya gangguan
kesehatan dan atau merawat anggota keluarga yang sakit.
Kemampuan keluarga dalam memberikan asuhan kesehatan
memengaruhi status kesehatan keluarga. Kesanggupan keluarga
melaksanakan pemeliharaan kesehatan dapat dilihat dari tugas
kesehatan keluarga yang dilaksanakan. Keluarga yang dapat
melaksanakan tugas kesehatan berarti sanggup menyelesaikan
masalah kesehatan.
5. Tugas Keluarga
Tugas keluarga merupakan pengumpulan data yang berkaitan
dengan ke-tidakmampuan keluarga dalam menghadapi masalah
kesehatan. Asuhan kepera-watan keluarga mencantumkan lima tugas
keluarga sebagai paparan etiologi/penyebab masalah dan biasanya dikaji
pada saat penjajagan tahap II bila ditemui data malaadapti pada keluarga.
Lima tugas keluarga yang dimaksud, yaitu :
a. Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah, termasuk bagaimana
per-sepsi keluarga terhadap tingkat keparahan penyakit, pengertian,
tanda dan gejala, faktor penyebab dan persepsi keluarga terhadap
masalah yang dialami keluarga.
b. Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan, termasuk sejauh
mana keluarga mengerti mengenai sifat dan luasnya masalah,
bagaimana masa-lah dirasakan keluarga, bagaimana keluarga
menanggapi masalah yang dihadapi, adakah rasa takut terhadap
akibat atau adakah sifat negatif dari keluarga terhadap masalah
kesehatan, bagaimana sistem pengambilan keputusan yag dilakukan
keluarga terhadap anggota keluarga yang sakit.
c. Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit,
seperti bagaimana keluarga mengetahui keadaan sakitnya, sifat, dan
perkem-bangan perawatan yang diperlukan, sumber-sumber yang
ada dalam keluarga serta sikap keluarga terhadap anggota keluarga
yang sakit.
d. Ketidakmampuan keluarga memodifikasi lingkungan seperti
pentingnya hygiene sanitasi bagi keluarga, upaya pencegahan
penyakit yang dilakukan keluarga. Upaya pemeliharaan lingkungan
yang dilakukan keluarga, ke-kompakan anggota keluarga dalam
menata lingkungan dalam dan lingkungan luar rumah yang
berdampak terhadap kesehatan keluarga.
e. Ketidakmampuan keluarga memanfaatkan fasilitas pelayanan
kesehatan, seperti kepercayaan keluarga terhadap petugas kesehatan
dan fasilitas pelayanan kesehatan, keberadaan fasilitas kesehatan
yang ada, keuntungan keluarga terhadap penggunaan fasilitas
kesehatan, apakah pelayanan kese-hatan terjangkau oleh keluarga,
adakah pengalaman yang kurang baik yang dipersepsikan keluarga.
6. Tahap dan Tugas Perkembangan Keluarga
Tahap dan siklus tumbuh kembang keluarga menurut Friedman 1998 ada
8,yaitu :
a. Tahap I : Keluarga pemula
Keluarga pemula merujuk pada pasangan menikah/tahap pernikahan.
Tu-gas perkembangan keluarga saat ini adalah membangun
perkawinan yang saling memuaskan, menghubungkan jaringan
persaudaraan secara harmo-nis, merencanakan keluarga berencana.
b. Tahap II : Keluarga sedang mengasuh anak (anak tertua bayi
sampai umur 30 bulan)
Tugas perkembangan keluarga pada tahap II, yaitu membentuk
keluarga muda sebagai sebuah unit, mempertahankan hubungan
perkawinan yang memuaskan, memperluas persahabatan dengan
keluarga besar dengan menambahkan peran orang tua kakek dan
nenek dan mensosialisasikan dengan lingkungan keluarga besar
masing-masing pasangan.
c. Tahap III : Keluarga dengan anak usia pra sekolah (anak tertua
berumur 2-6 tahun)
Tugas perkembangan keluarga pada tahap III, yaitu memenuhi
kebutuhan anggota keluarga, mensosialisasikan anak,
mengintegrasikan anak yang baru sementara tetap memenuhi
kebutuhan anak yang lainnya, memper-tahankan hubungan yang
sehat dalam keluarga dan luar keluarga, menanamkan nilai dan
norma kehidupan, mulai mengenalkan kultur keluarga, menanamkan
keyakinan beragama, memenuhi kebutuhan bermain anak.
d. Tahap IV : Keluarga dengan anak usia sekolah (anak tertua usia 6-
13 tahun)
Tugas perkembangan keluarga tahap IV, yaitu mensosialisasikan
anak termasuk meningkatkan prestasi sekolah dan mengembangkan
hubungan dengan teman sebaya, mempertahankan hubungan
perkawinan yang me-muaskan, memenuhi kebutuhan kesehatan fisik
anggota keluarga, membia-sakan belajar teratur, memperhatikan anak
saat menyelesaikan tugas sekolah.
e. Tahap V : Keluarga dengan anak remaja (anak tertua umur 13-20
tahun)
Tugas perkembangan keluarga pada tahap V, yaitu menyeimbangkan
kebebasan dengan tanggung jawab ketika remaja menjadi dewasa
dan mandiri, memfokuskan kembali hubungan perkawinan,
berkomunikasi secara terbuka antara orang tua dan anak-anak,
memberikan perhatian, memberikan kebebasan dalam batasan
tanggung jawab, mempertahankan komunikasi terbuka dua arah.
f. Tahap VI : Keluarga yang melepas anak usia dewasa muda
(mencakup anak pertama sampai anak terakhir yang meninggalkan
rumah)
Tahap ini adalah tahap keluarga melepas anak dewasa muda dengan
tugas perkembangan keluarga antara lain : memperluas siklus
keluarga dengan memasukkan anggota keluarga baru yang didapat
dari hasil pernikahan anak-anaknya, melanjutkan untuk
memperbaharui dan menyelesaikan kembali hubungan perkawinan,
membantu orang tua lanjut usia dan sakit-sakitan dari suami dan istri.
g. Tahap VII : Orang tua usia pertengahan (tanpa jabatan atau
pensiunan)
Tahap keluarga pertengahan dimulai ketika anak terakhir
meninggalkan rumah dan berakhir atau kematian salah satu
pasangan. Tahap ini juga dimulai ketika orang tua memasuki usia 45-
55 tahun dan berakhir pada saat pasangan pensiun. Tugas
perkembangannya adalah menyediakan lingkungan yang sehat,
mempertahankan hubungan yang memuaskan dan penuh arah dengan
lansia dan anak-anak, memperoleh hubungna perka-winan yang
kokoh.
h. Tahap VIII : Keluarga dalam tahap pensiunan dan lansia
Dimulai dengan salah satu atau kedua pasangan memasuki masa
pensiun terutama berlangsung hingga salah satu pasangan meninggal
dan berakhir dengan pasangan lain meninggal. Tugas perkembangan
keluarga adalah mempertahankan pengaturan hidup yang
memuaskan, menyesuaikan ter-hadap pendapatan yang menurun,
mempertahankan hubungan perkawinan, menyesuaikan diri terhadap
kehilangan pasangan dan mempertahankan ikatan keluarga antara
generasi.

7. Teori Asuhan Keperawatan Keluarga


a. Pengkajian
Pengkajian adalah sekumpulan tindakan yang digunakan oleh pera-
wat untuk mengukur keadaan klien (keluarga) dengan menangani norma-
norma kesehatan keluarga maupun sosial, yang merupakan system terinte-
grasi dan kesanggupan keluarga untuk mengatasinya (Effendy, 1998).
Pengumpulan data dalam pengkajian dilakukan dengan
wawancara, observasi, dan pemeriksaan fisik dan studi dokumentasi.
Pengkajian asu-han keperawatan keluarga menurut teori/model Family
Centre Nursing Friedman (1988), meliputi 7 komponen pengkajian,yaitu :
1) Data Umum
a) Identitas kepala keluarga
b) Komposisi anggota keluarga
c) Genogram
d) Tipe keluarga
e) Suku bangsa
f)Agama
g) Status sosial ekonomi keluarga
2) Aktivitas Rekreasi Keluarga
a) Riwayat dan tahap perkembangan keluarga
b) Tahap perkembangan keluarga saat ini
c) Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi
d) Riwayat keluarga inti
e) Riwayat keluarga sebelumnya
3) Lingkungan
a) Karakteristik rumah
b) Karakteristik tetangga dan komunitas tempat tinggal
c) Mobilitas geografis keluarga
d) Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat
e) Sistem pendukung keluarga
4) Struktur Keluarga
a) Pola komunikasi keluarga
b) Struktur kekuatan keluarga
c) Struktur peran (formal dan informal)
d) Nilai dan norma keluarga
5) Fungsi Keluarga
a) Fungsi afektif
b) Fungsi sosialisasi
c) Fungsi perawatan kesehatan
6) Stres dan Koping Keluarga
a) Stressor jangka panjang dan stressor jangka pendek serta
kekuatan keluarga
b) Respon keluarga terhadap stress
c) Strategi koping yang digunakan
d) Strategi adaptasi yang disfungsional
7) Pemeriksaan Fisik
a) Tanggal pemeriksaan fisik dilakukan.
b) Pemeriksaan kesehatan dilakukan pada seluruh anggota ke-
luarga.
c) Aspek pemeriksaan fisik mulai dari vital sign, rambut, ke-
pala, mata, mulut, THT, leher, thoraks, abdomen, ekstre-
mitas atas dan bawah, system genetalia.
d) Kesimpulan dari hasil pemeriksaan fisik.
8) Harapan keluarga
a) Terhadap masalah kesehatan keluarga
b) Terhadap petugas kesehatan yang ada

Ada beberapa tahap yang perlu dilakukan saat pengkajian menurut


Suprajitno (2004),yaitu:
1) Membina Hubungan Baik
Dalam membina hubungan yang baik, hal yang perlu dilakukan
antara lain, perawat memperkenalkan diri dengan sopan dan ramah
tamah, menjelaskan tujuan kunjungan, meyakinkan keluarga bah-
wa kehadiran perawat adalah menyelesaikan masalah kesehatan
yang ada di keluarga, menjelaskan luas kesanggupan bantuan
perawat yang dapat dilakukan, menjelaskan kepada keluarga siapa
tim kesehatan lain yang ada di keluarga.
2) Pengkajian Awal
Pengkajian ini terfokus sesuai data yang diperoleh dari unit
pelayanan kesehatan yang dilakukan.
3) Pengkajian Lanjutan (Tahap Kedua)
Pengkajian lanjutan adalah tahap pengkajian untuk memperoleh
data yang lebih lengkap sesuai masalah kesehatan keluarga yang
berorientasi pada pengkajian awal. Disini perawat perlu mengung-
kapkan keadaan keluarga hingga penyebab dari masalah kesehatan
yang penting dan paling dasar.
b. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menggunakan dan
menggambarkan respons manusia. Dimana keadaan sehat atau perubahan
pola interaksi potensial/aktual dari individu atau kelompok dimana
perawat dapat menyusun intervensi-intervensi definitif untuk memperta-
hankan status kesehatan atau untuk mencegah perubahan (Carpenito,
2008).Untuk menegakkan diagnosa dilakukan 2 hal, yaitu:
a. Analisa Data
Mengelompokkan data subjektif dan objektif, kemudian dibanding-
kan dengan standar normal sehingga didapatkan masalah kepera-
watan.
b. Perumusan Diagnosa Keperawatan
Komponen rumusan diagnosa keperawatan meliputi:
1) Masalah (problem) adalah suatu pernyataan tidak terpenu-
hinya kebutuhan dasarmanusia yang dialami oleh keluarga
atau anggota keluarga.
2) Penyebab (etiologi) adalah kumpulan data subjektif dan
objektif.
3) Tanda (sign) adalah sekumpulan data subjektif dan objektif
yang diperoleh perawat dari keluarga secara langsung atau
tidak langsung atau tidak yang mendukung masalah dan
penyebab.

Dalam penyusunan masalah kesehatan dalam perawatan


keluarga mengacu pada tipologi diagnosis keperawatan keluarga
yang dibedakan menjadi 3 kelompok, yaitu:
1) Diagnosa Sehat/Wellness/Potensial
Yaitu keadaan sejahtera dari keluarga ketika telah mampu
memenuhi kebutuhan kesehatannya dan mempunyai sum-
ber penunjang kesehatan yang memungkinkan dapat digu-
nakan. Perumusan diagnosa potensial ini hanya terdiri dari
komponen problem (P) saja dan sign/symptom (S) tanpa
etiologi (E).
2) Diagnosa Ancaman/Risiko
Yaitu masalah keperawatan yang belum terjadi. Diagnosa
ini dapat menjadi masalah aktual bila tidak segera ditanggu-
langi. Perumusan diagnosa risiko ini terdiri dari komponen
problem (P), etiologi (E), sign/symptom (S).
3) Diagnosa Nyata/Aktual/Gangguan
Yaitu masalah keperawatan yang sedang dijalani oleh ke-
luarga dan memerlukan bantuan dengan cepat. Perumusan
diagnosa aktual terdiri dari problem (P), etiologi (E), dan
sign/symptom (S).
Perumusan problem (P) merupakan respon terhadap gang-
guan pemenuhan kebutuhan dasar. Sedangkan etiologi me-
ngacu pada 5 tugas keluarga.
c. Perencanaan
Perencanaan adalah sekumpulan tindakan yang ditentukan perawat
untuk dilaporkan dalam memecahkan masalah kesehatan dan keperawatan
yang telah diidentifikasi (Efendy,1998).Penyusunan rencana perawatan
dilakukan dalam 2 tahap yaitu pemenuhan skala prioritas dan rencana
perawatan (Suprajitno, 2004).
a. Skala Prioritas
Prioritas didasarkan pada diagnosis keperawatan yang mempunyai
skor tinggi dan disusun berurutan sampai yang mempunyai skor
terendah. Dalam menyusun prioritas masalah kesehatan dan kepe-
rawatan keluarga harus didasarkan beberapa kriteria sebagai beri-
kut :
1) Sifat masalah (aktual, risiko, potensial)
2) Kemungkinan masalah dapat diubah
3) Potensi masalah untuk dicegah
4) Menonjolnya masalah
Skoring dilakukan bila perawat merumuskan diagnosa
keperawatan telah dari satu proses skoring menggunakan skala
yang telah dirumuskan oleh Bailon dan Maglay (1978) dalam
Effendy (1998).
Tabel Proses Skoring
Kriteria Bobot Skor
Sifat masalah 1 Aktual =3
Risiko =2
Potensial =1
Kemungkinan masalah 2 Mudah =2
untuk dipecahkan Sebagian =1
Tidak dapat = 0
Potensi masalah untuk 1 Tinggi =3
dicegah Cukup =2
Rendah =1
Menonjolnya masalah 1 Segera diatasi = 2
Tidak segera diatasi = 1
Tidak dirasakan adanya masalah =
0

Proses scoring dilakukan untuk setiap diagnosa keperawatan :


1) Tentukan skornya sesuai dengan kriteria yang dibuat pe-
rawat.
2) Skor dibagi dengan angka tertinggi dan dikaitkan dengan
bobot.
3) Jumlahkan skor untuk semua kriteria.
4) Skor tertinggi berarti prioritas (skor tertinggi 5).
b. Rencana
Langkah pertama yang dilakukan adalah merumuskan tu-
juan keperawatan. Tujuan dirumuskan untuk mengetahui atau me-
ngatasi serta meminimalkan stressor dan intervensi dirancang ber-
dasarkan tiga tingkat pencegahan. Pencegahan primer untuk mem-
perkuat garis pertahanan fleksibel, pencegahan sekunder untuk
memperkuat garis pertahanan sekunder, dan pencegahan tersier
untuk memperkuat garis pertahanan tersier (Anderson & Fallune,
2000).
Tujuan terdiri dari tujuan jangka panjang dan tujuan jangka
pendek.Tujuan jangka panjang mengacu pada bagaimana me-
ngatasi problem/masalah (P) di keluarga. Sedangkan penetapan
tujuan jangka pendek mengacu pada bagaimana mengatasi etiologi
yang berorientasi pada lima tugas keluarga.Adapun bentuk tin-
dakan yang akan dilakukan dalam intervensi nantinya adalah
sebagai berikut :
1) Menggali tingkat pengetahuan atau pemahaman keluarga
mengenai masalah.
2) Mendiskusikan dengan keluarga mengenai hal-hal yang
belum diketahui dan meluruskan mengenai intervensi/in-
terpretasi yang salah.
3) Memberikan penyuluhan atau menjelaskan dengan keluarga
tentang faktor-faktor penyebab, tanda dan gejala, cara me-
nangani, cara perawatan, cara mendapatkan pelayanan
kesehatan dan pentingnya pengobatan secara teratur.
4) Memotivasi keluarga untuk melakukan hal-hal positif untuk
kesehatan.
5) Memberikan pujian dan penguatan kepada keluarga atas
apa yang telah diketahui dan apa yang telah dilaksanakan.

d. Pelaksanaan
Pelaksanaan dilaksanakan berdasarkan pada rencana yang telah
disusun. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan tindakan
keperawatan terhadap keluarga,yaitu :
1) Sumber daya keluarga.
2) Tingkat pendidikan keluarga.
3) Adat istiadat yang berlaku.
4) Respon dan penerimaan keluarga.
5) Sarana dan prasarana yang ada pada keluarga.
e. Evaluasi
Evaluasi merupakan kegiatan membandingkan antara hasil imple-
mentasi dengan criteria dan standar yang telah ditetapkan untuk melihat
keberhasilannya. Kerangka kerja valuasi sudah terkandung dalam rencana
perawatan jika secara jelas telah digambarkan tujuan perilaku yang
spesifik maka hal ini dapat berfungsi sebagai kriteria evaluasi bagi tingkat
aktivitas yang telah dicapai (Friedman,1998).
Evaluasi disusun menggunakan SOAP dimana :
1) S : ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara sub-
jektif oleh keluarga setelah diberikan implementasi keperawatan.
2) O : keadaan obyektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat meng-
gunakan pengamatan yang objektif.
3) A : merupakan analisis perawat setelah mengetahui respon sub-
jektif dan objektif.
4) P : perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis
(Suprajitno,2004).

B. Konsep Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan Hemoroid


1. Konsep Dasar Penyakit
a. Definisi Pengertian
Hemoroid adalah bagian vena yang berdilatasi dalam kanal anal.
Hemoroid sangat umum terjadi. Pada usia 50-an, 50% individu mengalami
berbagai tipe hemoroid berdasarkan luasnya vena yang terkena. Kehamilan
deketahui mengawali atau memperberat adanya hemoroid. Hemoroid
diksifikasikan menjasi 2 tipe. Hemoroid internal, yaitu hemoroid yang
terjadi diatas sfingter anal sedangkan yang muncul di luar sfingter anal
disebut hemoroid external. (KMB)
Hemoroid atau wasir merupakan vena varikosa pada kanalis ani dan
dibagi menjadi 2 jenis yaitu, hemoroid interna dan eksterna. Hemoroid
interna merupakan varises vena hemoroidalis superior dan media,
sedangkan hemoroid eksterna merupakan varises varises vena
hemoroidalis inferior.
Sesuai istilah yang digunakan, maka hemoroid interna timbul di sebelah
luar otot sfingter ani, dan hemoroid eksterna timbul di sebelah dalam
sfingter. Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan gangguan
aliran balik dari vena hemoroidalis.
b Epidemiologi
Kurang lebih 70 persen manusia dewasa mempunyai wasir ( hemorhoid ),
baik wasir dalam, wasir luar maupun keduanya. Namun tidak semua
penderita wasir ini memerlukan pengobatan. Hanya sebagian kecil saja
yang memerlukan pertolongan medis, yakni mereka yang mengeluhkan
pendarahan, adanya tonjolan dangatal-gatal. Penyebab wasir sebenarnya
sederhana, yakni saat susah buang air dipaksakan mengeluarkan kotoran.
Penyebab susah buang air ini adalah kurang minum, kurang makan serat,
kurang olah raga atau banyak duduk dan mengangkat yang berat-berat.
c Penyebab
1) Anatomik : vena daerah anorektal tidak mempunyai katup dan pleksus
hemoroidalis kurang mendapat sokongan dari otot dan fascia
sekitarnya.
2) Umur : pada umur tua terjadi degenerasi dari seluruh jaringan tubuh,
juga otot sfingter menjadi tipis dan atonis.
3) Keturunan : dinding pembuluh darah lemah dan tipis
4) Pekerjaan : orang yang harus berdiri , duduk lama, atau harus
mengangkat barang berat mempunyai predisposisi untuk hemoroid.
5) Mekanis : semua keadaan yang menyebabkan meningkatnya tekanan
intra abdomen, misalnya penderita hipertrofi prostat, konstipasi
menahun dan sering mengejan pada waktu defekasi.
6) Endokrin : pada wanita hamil ada dilatasi vena ekstremitas dan anus
oleh karena ada sekresi hormone relaksin.
7) Fisiologi : bendungan pada peredaran darah portal, misalnya pada
penderita sirosis hepatis.
d Patofisiologi

Distensi vena awalnya merupakan struktur yang normal pada daerah anus,
karena vena-vena ini berfungsi sebagai katup yang dapat membantu
menahan beban, namun bila distensi terjadi terus menerus akan timbul
gangguan.

Salah satu faktor predisposisi yang dapat menimbulkan distensi vena


adalah peningkatan tekanan intra abdominal. Kondisi ini menyebabkan
peningkatan tekanan vena porta dan tekanan vena sistemik, yang kemudian
akan ditransmisi ke daerah anorektal. Elevasi tekanan yang berulang-ulang
akan mendorong vena terpisah dari otot disekitarnya sehingga vena
mengalami prolaps. Keadaan yang dapat menyebabkan terjadinya elevasi
yang berulang antara lain adalah obstipasi / konstipasi, kehamilan dan
hipertensi portal. Hemorrhoid dapat menjadi prolaps, berkembang menjadi
trombus atau terjadi perdarahan.

Kantung-kantung vena yang melebar menonjol ke dalam saluran anus dan


rektum terjadi trombosis, ulserasi, perdarahan dan nyeri. Perdarahan
umumnya terjadi akibat trauma oleh feses yang keras. Darah yang keluar
berwarna merah segar meskipun berasal dari vena karena kaya akan asam.
Nyeri yang timbul akibat inflamasi dan edema yang disebabkan oleh
trombosis. Trombosis adalah pembekuan darah dalam hemoroid.
Trombosis ini akan mengakibatkan iskemi pada daerah tersebut dan
nekrosis.

Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan gangguan aliran


balik dari vena hemoroidalis.(patofis). Penyakit hati kronik yang disertai
hipertensi portal sering mengakibatkan hemoroid karena vena
hemoroidalis superior mengalirkan darah ke dalam sistem portal. Selain itu
sistem portal tidak mempunyai katup sehingga mudah terjadi aliran balik

e Klasifikasi

Hemoroid dibagi menjadi 2 tipe :

1) Hemoroid eksterna
Merupakan wasir yang timbul pada daerah yang dinamakan anal
verge, yaitu daerah ujung dari anal kanal (anus). Wasir jenis ini dapat
terlihat dari luar tanpa menggunakan alat apa-apa. Biasanya akan
menimbulkan keluhan nyeri. Dapat terjadi pembengkakan dan iritasi.
Jika terjadi iritasi, gejala yang ditimbulkan adalah berupa gatal. Wasir
jenis ini rentan terhadap trombosis (penggumpalan darah). Jika
pembuluh darah vena pecah yang mengalami kelainan pecah, maka
penggumpalan darah akan terjadi sehingga akan menimbulkan keluhan
nyeri yang lebih hebat.
Hemoroid Eksterna diklasifikasikan menjadi 2 yaitu :
a ) Akut : pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir anus
(hematoma)nyeri dan gatal
b ) Kronik : satu atau lebih lipatan kulit anus yang terdiri dari
jaringan penyambung dan sedikit pembuluh darah
2) Hemoroid interna
Merupakan wasir yang muncul didalam rektum. Biasanya wasir
jenis ini tidak nyeri. Jadi kebanyakan orang tidak menyadari jika
mempunyai wasir ini. Perdarahan dapat timbul jika mengalami iritasi.
Perdarahan yang terjadi bersifat menetes. Jika wasir jenis ini tidak
ditangani, maka akan menjadi prolapsed and strangulated hemorrhoids.
- Prolapsed hemorrhoid adalah wasir yang keluar dari rektum.
- Strangulated hemorrhoid merupakan suatu keadaan terjepitnya prolapsed
hemorrhoid karena otot disekitar anus berkontraksi. Hal ini menyebabkan
terperangkapnya wasir dan terhentinya pasokan darah, yang pada akhirnya akan
menimbulkan kematian jaringan yang dapat terasa nyeri sekali.
Hemoroid interna dibagi berdasarkan gambaran klinis, yaitu:
1. Derajat I: perdarahan merah segar tanpa nyeri saat defekasi, bila
terjadi pembesaraN hemoroid yang tidak prolaps keluar kanal anus.
Hanya dapat dilihat dengan anorektoskop,
2. Derajat II: menonjol melalui kanalis analis pada saat mengejan
ringan, tetapi dapat masuk kembali secara spontan, pembesaran
hemoroid yang prolaps dan menghilang atau masuk sendiri ke
dalam anus secara spontan.
3. Derajat III: pembesaran hemoroid yang prolaps dapat masuk lagi
ke dalam anus dengan bantuan dorongan jari. Hemoroid menonjol
saat mengejan dan harus didorong kembali sesudahdefekasi
4. Derajat IV: prolaps hemoroid yang permanen, rentan, dan
cenderung untuk mengalami trombosis atau infark. Hemoroid
menonjol keluar dan tidak dapat didorong masuk.
Deraja Berdara Menonjo Reposis
t h l i
I (+) (-) (-)
II (+) (+) Spontan
III (+) (+) Manual
IV (+) tetap Tidak
dapat
Pleksus hemoroid intern mengalirkan darah ke vena hemoroidalis
superior vena porta sedangkan Pleksus hemoroid eksterna
mengalirkan darah ke peredaran sistemik melalui daerah
perineum dan lipat paha ke vena ilia
f Gejala Klinis
Hemoroid menyebabkan rasa gatal dan nyeri, dan sering menyebabkan
perdarahan berwarna merah terang pada saat defekasi. Hemoroid
eksterna dihubungkan dengan nyeri hebat akibat inflamasi dan edema
yang disebabkan oleh trombosis. Trombosis adalah pembekuan darah
dalam hemoroid. Ini dapat menimbulkan iskemia pada area tersebut
dan nekrosis. Hemoroid internal tidak selalu menimbulkan nyeri
sampai hemoroid ini membesar dan menimbulkan perdarahan.
Perdarahan umumnya merupakan tanda pertama dari hemoroid interna
akibat trauma oleh feses yang keras. Darah yang keluar berwarna
merah segar dan tidak tercampur dengan feses, dapat hanya berupa
garis pada feses atau kertas pembersih sampai pada perdarahan yang
terlihat menetes. Hemoroid yang membesar secara perlahan-lahan
akhirnya dapat menonjol keluar menyebabkan prolaps. Pada tahap
awal, penonjolan ini hanya terjadi pada waktu defekasi dan disusul
reduksi spontan setelah defekasi. Pada stadium yang lebih lanjut,
hemoroid interna ini perlu didorong kembali setelah defekasi agar
masuk kembali ke dalam anus. Pada akhirnya hemoroid dapat berlanjut
menjadi bentuk yang mengalami prolaps menetap dan tidak bisa
didorong masuk lagi. Keluarnya mukus dan terdapatnya feses pada
pakaian dalam merupakan ciri hemoroid yang mengalami prolaps
menetap. Iritasi kulit perianal dapat menimbulkan rasa gatal yang
dikenal sebagai pruritus ani dan ini disebabkan oleh kelembaban yang
terus menerus dan rangsangan mukus. Gejala hemoroid eksternal
adalah nyeri jika terjadi trombosis akut dari vena hemoroidalis
eksterna yang bisa terjadi pada keadaan tertentu, seperti saat
melakukan aktivitas fisik, mengedan saat konstipasi, diare, dan
perubahan diet. (Smeltzer, 2002: 1139-1140)
g Pemeriksaan fisik
Pasien di baringkan dengan posisi menungging dengan kedua kaki di tekuk
dan menempel pada tempat tidur.
1) Inspeksi
1. Pada insfeksi lihat apakah ada benjolan sekitar anus
2. Apakah ada benjolan tersebut terlihat pada saat prolapsi.
3. Bagaiman warnaya , apakah kebiruaan, kemerahan, kehitaman.
4. Apakah benjolan tersebut terletak di luar ( Internal / Eksternal ).
2) Palapasi
Dapat dilakuakan dengan menggunakan sarung tangan + vaselin
dengan melakuakn rektal tucher, dengan memasukan satu jari kedalam
anus. Apakah ada benjolan tersebut lembek, lihat apakah ada
perdarahan.
h Pemeriksaan Diagnostik
1) Pemeriksaan Anuskopi
Pemeriksaan dengan anuskopi diperlukan untuk melihat hemorroid
interna yang tidak menonjol keluar. Anuskop dimasukkan dan diputar
untuk mengamati ke empatkuadran. Hemorroid interna terlihat sebagai
susunan vaskuler yang menonjol ke dalam lumen.Apabila penderita
diminta mengedan sedikit maka ukuran hemorroid akanmembesar
dan penonjolan/ prolaps akan lebih nyata.
2) Proktosigmoidoskopi
Proktosigmoidoskopi perlu dikerjakan untuk memastikan bahwa
keluhan bukandisebabkan oleh proses radang atau proses keganasan di
tingkat lebih tinggi.
3) Pemeriksaan Colok Dubur
Pada pemeriksaan colok dubur, hemoroid interna stadium awal tidak
dapat diraba sebab tekanan vena di dalam nya tidak terlalu tinggi dan
biasanya tidak nyeri. hemoroid dapat diraba apabila sangat besar.
apabila hemoroid sering polaps, selaput lendir akan menebal. trpmbosis
dan fibrosis pada perabaan terasa padat dengan dasar yang lebar.
pemeriksaan colok dubur ini untuk menyingkirkan kemungkinan
karsinoma rektum
4) Pemeriksaan Feses
Feses juga harus diperiksa terhadap adanya darah samar.
5) Untuk pemeriksaan penunjang lainnya dapat dilakukan :
Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan Urin
(Syaiffudin, 2006)
i Diagnosis/Kriteria Diagnosis
Diagnosis hemoroid ditegakkan melalui inspeksi, pemeriksaan digital, dan
pemeriksaan protoskopi atau anaskopi. Petugas kesehatan perlu
menyingkirkan kemungkinan karsinoma apabila hemoroid dan perdarahan
terjadi pada penderita usia pertengahan dan usia.
j Penatalakanaan Medis
Terapi Konservatif diberikan pada hemoroid derajat I dan II dimana bukan
ditujuan untuk menghilangkan pleksus hemoroidalis tapi untuk
menghilangkan keluhan. Terapi konservatif ini diberikan untuk pasien
dengan gejala yang minor dan memiliki kebiasaan diet atau higiene yang
tidak normal.
1) Non-farmakologis
Bertujuan untuk mencegah perburukan penyakit dengan memperbaiki
cara defekasi. Pelaksanaan berupa perbaikan pola hidup, perbaikan pola
makan dan minum, perbaikan pola atau cara defekasi. Perbaikan
defekasi disebut Bowel Management Program (BMP) yang terdiri atas
diet, cairan, serat tambahan, pelicin feses, dan perubahan perilaku
defekasi (defekasi dalam posisi jongkok/squatting). Makanan berserat
akan menyebabkan gumpalan isi usus besar namun lunak sehingga
mempermudah defekasi dan mengurangi keharusan mengedan secara
berlebihan.
Selain itu, lakukan tindakan kebersihan lokal dengan cara merendam
anus dalam air selama 10-15 menit, 2-4 kali sehari dengan larutan
kalium permanganat (PK) 1:10.000 (1 gram bubuk PK dilarutkan
dalam 10 liter air). Dengan perendaman ini, eksudat/sisa tinja yang
lengket dapat dibersihkan. Eksudat/sisa tinja yang lengket dapat
menimbulkan iritasi dan rasa gatal bila dibiarkan.
2) Farmakologi
Bertujuan memperbaiki defekasi dan meredakan atau menghilangkan
keluhan dan gejala. Obat-obat farmakologis hemoroid dapat dibagi atas
empat macam, yaitu:
a) Obat yang memperbaiki defekasi
Terdapat dua macam obat yaitu suplement serat (fiber suplement)
dan pelicin tinja (stool softener). Suplemen serat komersial yang
yang banyak dipakai antara lain psylium atau isphaluga Husk (ex.:
Vegeta, Mulax, Metamucil, Mucofalk) yang berasal dari kulit biji
plantago ovate yang dikeringkan dan digiling menjadi bubuk. Obat
ini bekerja dengan cara membesarkan volume tinja dan
meningkatkan peristaltik usus. Efek samping antara lain ketut dan
kembung. Obat kedua adalah laxant atau pencahar (ex.: laxadine,
dulcolax, dll).
b) Obat simptomatik
Bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi keluhan rasa
gatal, nyeri, atau kerusakan kulit di daerah anus. Jenis sediaan
misalnya Anusol, Boraginol N/S dan Faktu. Sediaan yang
mengandung kortikosteroid digunakan untuk mengurangi radang
daerah hemoroid atau anus. Contoh obat misalnya Ultraproct,
Anusol HC, Scheriproct.
c) Obat penghenti perdarahan
Perdarahan menandakan adanya luka pada dinding anus atau
pecahnya vena hemoroid yang dindingnya tipis. Psyllium, citrus
bioflavanoida yang berasal dari jeruk lemon dan paprika berfungsi
memperbaiki permeabilitas dinding pembuluh darah.
d) Obat penyembuh dan pencegah serangan
Menggunakan Ardium 500 mg dan plasebo 32 tablet selama 4 hari,
lalu 22 tablet selama 3 hari. Pengobatan ini dapat memberikan
perbaikan terhadap gejala inflamasi, kongesti, edema, dan prolaps.

3) Invasif
Bertujuan untuk menghentikan atau memperlambat perburukan
penyakit dengan tindakan-tindakan pengobatan yang tidak terlalu
invasif. Dilakukan jika pengobatan farmakologis dan non-farmakologis
tidak berhasil. Prinsip dari tindakan invasif ada 2 yaitu fiksasi dan
eksisi. Fiksasi dilakukan pada derajat I dan II. Dan selebihnya adalah
eksisi (Felix, 2006).
Fiksasi terdiri dari:
a) Skleroterapi. Dilakukan untuk menghentikan perdarahan. Metode
ini menggunakan zat sklerosan yang disuntikan para vasal. Setelah
itu, sklerosan merangsang pembentukan jaringan parut sehingga
menghambat aliran darah ke vena-vena hemoroidalis. Akibatnya,
perdarahan berhenti. Sklerosan yang dipakai adalah 5% phenol in
almond oil dan 1% polidocanol. Metode ini mudah dilaksanakan,
aman dan memberikan hasil baik.
b) Rubber band ligation. Kerja dari metode ini adalah akan
mengabliterasi lokal vena hemoroidalis sampai terjadi ulserasi (7-10
hari) yang diikuti terjadinya jaringan parut (3-4 minggu). Prosedur
ini dilakukan pada hemoroid derajat 1-3.
c) Infrared thermocoagulation. Prinsipnya adalah mendenaturasi
protein melalui efek panas dari infrared, yang selanjutnya
mengakibatkan jaringan terkoagulasi. Untuk mencegah efek
samping dari infrared berupa kerusakan jaringan sekitar yang sehat,
maka jangka waktu paparan dan kedalamannya perlu diukur akurat.
Metode ini diperuntukkan pada derajat 1-2.
d) Laser haemorrhoidectomy. Metode ini mirip dengan infrared.
Hanya saja mempunyai kelebihan dalam kemampuan memotong.
Namun, biayanya mahal.
e) Doppler ultrasound guided haemorrhoid artery ligation. Metode
ini menjadi pilihan utama saat terjadi perdarahan karena dapat
mengetahui secara tepat lokasi arteri hemoroidalis yang hendak
dijahit.
f) Cryotherapy. Metode ini kurang direkomendasikan karena
seringkali kurang akurat dalam menentukan area freezing.
Sedangkan eksisi dapat dilakukan dengan beberapa teknik yaitu St.
Marks Milligan Morgan Technique, Submucosal Haemorrhoidectomy
(Parks method), dan yang terbaru adalah Circular Stapler Anopexy
(teknik Longo). Teknik Circular Stapler Anopexy atau dikenal dengan
Procedure for Prolapse and Haemorrhoids (PPH) baru dikembangkan
sekitar tahun 1993. Teknik ini bekerja dengan mendorong jaringan
hemoroid yang merosot ke arah atas dan dijahitkan ke selaput lendir
dinding anus. Kemudian sebuah gelang dari bahan titanium diselipkan
di jahitan dan ditanamkan di bagian atas saluran anus untuk
mengokohkan posisi jaringan hemoroid tersebut.
4) Terapi bedah
Terapi bedah dipilih untuk penderita yang mengalami keluhan menahun
dan pada penderita hemoroid derajat III dan IV. Terapi bedah juga dapat
dilakukan dengan perdarahan berulang dan anemia yang tidak dapat
sembuh dengan cara terapi lainnya yang lebih sederhana. Penderita
hemoroid derajat IV yang mengalami trombosis dan kesakitan hebat
dapat ditolong segera dengan hemoroidektomi. Prinsip yang harus
diperhatikan dalam hemoroidektomi adalah eksisi yang hanya
dilakukan pada jaringan yang benar-benar berlebihan. Eksisi sehemat
mungkin dilakukan pada anoderm dan kulit yang normal dengan tidak
mengganggu sfingter anus. Eksisi jaringan ini harus digabung dengan
rekonstruksi tunika mukosa karena telah terjadi deformitas kanalis
analis akibat prolapsus mukosa. Ada tiga tindakan bedah yang tersedia
saat ini yaitu bedah konvensional (menggunakan pisau dan gunting),
bedah laser (sinar laser sebagai alat pemotong) dan bedah stapler
(menggunakan alat dengan prinsip kerja stapler).
Bedah konvensional
Saat ini ada 3 teknik operasi yang biasa digunakan yaitu :
1. Teknik Milligan Morgan
Teknik ini digunakan untuk tonjolan hemoroid di 3 tempat
utama. Teknik ini dikembangkan di Inggris oleh Milligan dan
Morgan pada tahun 1973. Basis massa hemoroid tepat diatas
linea mukokutan dicekap dengan hemostat dan diretraksi dari
rektum. Kemudian dipasang jahitan transfiksi catgut proksimal
terhadap pleksus hemoroidalis. Penting untuk mencegah
pemasangan jahitan melalui otot sfingter internus.
Hemostat kedua ditempatkan distal terhadap hemoroid eksterna.
Suatu incisi elips dibuat dengan skalpel melalui kulit dan tunika
mukosa sekitar pleksus hemoroidalis internus dan eksternus,
yang dibebaskan dari jaringan yang mendasarinya. Hemoroid
dieksisi secara keseluruhan. Bila diseksi mencapai jahitan
transfiksi cat gut maka hemoroid ekstena dibawah kulit dieksisi.
Setelah mengamankan hemostasis, maka mukosa dan kulit anus
ditutup secara longitudinal dengan jahitan jelujur sederhana.
Biasanya tidak lebih dari tiga kelompok hemoroid yang dibuang
pada satu waktu. Striktura rektum dapat merupakan komplikasi
dari eksisi tunika mukosa rektum yang terlalu banyak. Sehingga
lebih baik mengambil terlalu sedikit daripada mengambil terlalu
banyak jaringan.
2. Teknik Whitehead
Teknik operasi yang digunakan untuk hemoroid yang sirkuler ini
yaitu dengan mengupas seluruh hemoroid dengan membebaskan
mukosa dari submukosa dan mengadakan reseksi sirkuler
terhadap mukosa daerah itu. Lalu mengusahakan kontinuitas
mukosa kembali.
3. Teknik Langenbeck
Pada teknik Langenbeck, hemoroid internus dijepit radier
dengan klem. Lakukan jahitan jelujur di bawah klem dengan cat
gut chromic no 2/0. Kemudian eksisi jaringan diatas klem.
Sesudah itu klem dilepas dan jepitan jelujur di bawah klem
diikat. Teknik ini lebih sering digunakan karena caranya mudah
dan tidak mengandung resiko pembentukan jaringan parut
sekunder yang biasa menimbulkan stenosis.
Bedah Laser
Pada prinsipnya, pembedahan ini sama dengan pembedahan
konvensional, hanya alat pemotongnya menggunakan laser. Saat laser
memotong, pembuluh jaringan terpatri sehingga tidak banyak
mengeluarkan darah, tidak banyak luka dan dengan nyeri yang minimal.
Pada bedah dengan laser, nyeri berkurang karena syaraf rasa nyeri ikut
terpatri. Di anus, terdapat banyak syaraf. Pada bedah konvensional, saat
post operasi akan terasa nyeri sekali karena pada saat memotong
jaringan, serabut syaraf terbuka akibat serabut syaraf tidak mengerut
sedangkan selubungnya mengerut.
Sedangkan pada bedah laser, serabut syaraf dan selubung syaraf
menempel jadi satu, seperti terpatri sehingga serabut syaraf tidak
terbuka. Untuk hemoroidektomi, dibutuhkan daya laser 12 14 watt.
Setelah jaringan diangkat, luka bekas operasi direndam cairan
antiseptik. Dalam waktu 4 6 minggu, luka akan mengering. Prosedur
ini bisa dilakukan hanya dengan rawat jalan.
Bedah Stapler
Teknik ini juga dikenal dengan nama Procedure for
Prolapse Hemorrhoids (PPH) atau Hemoroid Circular Stapler.
Teknik ini mulai diperkenalkan pada tahun 1993 oleh dokter
berkebangsaan Italia yang bernama Longo sehingga teknik ini juga
sering disebut teknik Longo. Di Indonesia sendiri alat ini
diperkenalkan pada tahun 1999. Alat yang digunakan sesuai
dengan prinsip kerja stapler. Bentuk alat ini seperti senter, terdiri
dari lingkaran di depan dan pendorong di belakangnya.
Pada dasarnya hemoroid merupakan jaringan alami yang
terdapat di saluran anus. Fungsinya adalah sebagai bantalan saat
buang air besar. Kerjasama jaringan hemoroid dan m. sfinter ani
untuk melebar dan mengerut menjamin kontrol keluarnya cairan
dan kotoran dari dubur. Teknik PPH ini mengurangi prolaps
jaringan hemoroid dengan mendorongnya ke atas garis mukokutan
dan mengembalikan jaringan hemoroid ini ke posisi anatominya
semula karena jaringan hemoroid ini masih diperlukan sebagai
bantalan saat BAB, sehingga tidak perlu dibuang semua.
Mula-mula jaringan hemoroid yang prolaps didorong ke
atas dengan alat yang dinamakan dilator, kemudian dijahitkan ke
tunika mukosa dinding anus. Kemudian alat stapler dimasukkan ke
dalam dilator. Dari stapler dikeluarkan sebuah gelang dari titanium
diselipkan dalam jahitan dan ditanamkan di bagian atas saluran
anus untuk mengokohkan posisi jaringan hemoroid tersebut.
Bagian jaringan hemoroid yang berlebih masuk ke dalam stapler.
Dengan memutar sekrup yang terdapat pada ujung alat , maka alat
akan memotong jaringan yang berlebih secara otomatis. Dengan
terpotongnya jaringan hemoroid maka suplai darah ke jaringan
tersebut terhenti sehingga jaringan hemoroid mengempis dengan
sendirinya.
Keuntungan teknik ini yaitu mengembalikan ke posisi
anatomis, tidak mengganggu fungsi anus, tidak ada anal discharge,
nyeri minimal karena tindakan dilakukan di luar bagian sensitif,
tindakan berlangsung cepat sekitar 20 45 menit, pasien pulih
lebih cepat sehingga rawat inap di rumah sakit semakin singkat.
Meskipun jarang, tindakan PPH memiliki resiko yaitu :
3) Jika terlalu banyak jaringan otot yang ikut terbuang, akan
mengakibatkan kerusakan dinding rektum.
4) 2. Jika m. sfinter ani internus tertarik, dapat menyebabkan
disfungsi baik dalam jangka waktu pendek maupun jangka
panjang.
5) 3. Seperti pada operasi dengan teknik lain, infeksi pada pelvis
juga pernah dilaporkan.
6) 4. PPH bisa saja gagal pada hemoroid yang terlalu besar karena
sulit untuk memperoleh jalan masuk ke saluran anus dan
kalaupun bisa masuk, jaringan mungkin terlalu tebal untuk
masuk ke dalam stapler.
Tindakan pada hemoroid eksterna yang mengalami trombosis
Keadaan ini bukan hemoroid dalam arti yang sebenarnya
tetapi merupakan trombosis vena oroid eksterna ang terletak
subkutan di daerah kanalis analis. Trombosis dapat terjadi karena
tekanan tinggi di vena tersebut misalnya ketika mengangkat barang
berat, batuk, bersin, mengejan, atau partus. Vena lebar yang
menonjol itu dapat terjepit sehingga kemudian terjadi trombosis.
Kelainan yang nyeri sekali ini dapat terjadi pada semua usia dan
tidak ada hubungan dengan ada/tidaknya hemoroid interna Kadang
terdapat lebih dari satu trombus.
Keadaan ini ditandai dengan adanya benjolan di bawah
kulit kanalis analis yang nyeri sekali, tegang dan berwarna kebiru-
biruan, berukuran dari beberapa milimeter sampai satu atau dua
sentimeter garis tengahnya. Benjolan itu dapat unilobular, dan
dapat pula multilokuler atau beberapa benjolan. Ruptur dapat
terjadi pada dinding vena, meskipun biasanya tidak lengkap,
sehingga masih terdapat lapisan tipis adventitiia menutupi darah
yang membeku.
Pada awal timbulnya trombosis, erasa sangat nyeri,
kemudian nyeri berkurang dalam waktu dua sampai tiga hari
bersamaan dengan berkurangnya udem akut. Ruptur spontan dapat
terjadi diikuti dengan perdarahan. Resolusi spontan dapat pula
terjadi tanpa terapi setelah dua sampai empat hari.
k Komplikasi
Perdarahan akut pada umumnya jarang , hanya terjadi apabila yang pecah
adalah pembuluh darah besar. Hemoroid dapat membentuk pintasan portal
sistemik pada hipertensi portal, dan apabila hemoroid semacam ini
mengalami perdarahan maka darah dapat sangat banyak.
Yang lebih sering terjadi yaitu perdarahan kronis dan apabila berulang
dapat menyebabkan anemia karena jumlah eritrosit yang diproduksi tidak
bisa mengimbangi jumlah yang keluar. Anemia terjadi secara kronis,
sehingga sering tidak menimbulkan keluhan pada penderita walaupun Hb
sangat rendah karena adanya mekanisme adaptasi.
Apabila hemoroid keluar, dan tidak dapat masuk lagi (inkarserata/terjepit)
akan mudah terjadi infeksi yang dapat menyebabkan sepsis dan bisa
mengakibatkan kematian.

A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian

a) Subyektif
Batasan karakteristik

1) Pola makan dan minum

Kebiasaan

Keadaan saat ini

2) Riwayat kehamilan

Kehamilan dengan frekwensi yang sering akan menyebabkan


hemorrhoid berkembang cepat

3) Riwayat penyakit hati

Pada hypertensi portal, potensi berkembangnya hemorrhoid lebih


besar.

4) Gejala / keluhan yang berhubungan

- Perasaaan nyeri dan panas pada daerah anus

- Perdarahan dapat bersama feces atau perdarahan spontan


(menetes)

- c. Prolaps (tanyakan pasien sudah berapa lama keluhan ini,


faktor-faktor yang menyebabkannya dan upaya yang dapat
menguranginya serta upaya atau obat-obatan yang sudah
digunakan)

- d. Gatal dan pengeluaran sekret melalui anus

b) Obyektif

Batasan karakteristik

1) Pemeriksaaan daerah anus


- Tampak prolaps hemorrhoid, atau pada hemorrhoid eksterna
dapat dilihat dengan jelas. Rasakan konsistensinya, amati
warna dan apakah ada tanda trombus juga amati apakah ada
lesi.

- Pemeriksaan rabaan rektum (rectal toucher)

2) Amati tanda-tanda kemungkinan anemia :

- Warna kulit

- Warna konjungtiva

- Waktu pengisian kembali kapiler

- Pemeriksaan Hb

2. Diagnosa Keperawatan
PRE OPERASI
a. Nyeri akut berhubungan dengan iritasi, tekanan, dan sensitivitas
pada area rectal yang ditandai dengan klien melaporkan nyeri dan
wajah tampak meringis menahan nyeri.
b. Ansietas berhungan dengan prosedur pembedahan yang akan
dilakukan yang ditandai dengan klien mengatakan takut
menghadapi proses pembedahan.
c. Konstipasi berhubungan dengan pengebaian dorongan untuk
defekasi akibat nyeri saat eleminasi yang ditandai dengan klien
melaporkan tidak bisa BAB
d. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya paparan
informasi dan keterbatasan kognitif ditandai dengan
ketidakakuratan mengikuti perintah dan adanya pengungkapan
masalah dari klien.
e. Resiko infeksi berhubungan dengan invasi kuman yang
diakibatkan luka terbuka pada daerah rectal
f. PK: Perdarahan
POST OPERASI
a. Nyeri akut berhubungan dengan tindakan invasive pembedahan
hemoroidektomi ditandai dengan klien megeluh nyeri pada luka
post op, klien tampak meringis, klien tampak memposisikan diri
untuk menghindari nyeri.
b. Risiko Infeksi berhubungan dengan prosedur invasive (post
hemoroidektomi) dan peningkatan pemajanan lingkungan terhadap
pathogen.

c. Ansietas berhubungan dengan krisis pasca pembedahan di tandai


dengan pasien tampak gelisah, pasien selalu bertanya-tanya tentang
kesembuhannya.
DAFTAR PUSTAKA

1. Buzanne C. Smeltzer & Brenda G. Bare. 2002. Keperawatan medikal


bedah, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
2. Sue, Marion, Meridean, Elizabeth. 2008. Nursing Outcomes Classification
Fourth Edition, USA : Mosby Elsevier

3. Joanne&Gloria. 2004. Nursing Intervension Classification Fourth Edition,


USA : Mosby Elsevier
4. T. Heather Herdman. 2011. NANDA Diagnosis Keperawatan Definisi dan
Klasifikasi 2009-2011, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
5. Sylvia A. Price & Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-proses Penyakit, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai