Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN

ASUHAN KEPERAWATAN GAWATDARURAT

Disusun oleh :
Agnes Yuliati
202154001

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PANTI RAPIH YOGYAKARTA
2021
ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT
DI RUANG IGD RUMAH SAKIT PANTI RAPIH YOGYAKARTA

Disusun oleh :
Agnes Yuliati
202154001

Laporan Askep ini telah diperiksa dan disetujui


Pada tanggal............................

Preseptor Akademik Preseptor Klinik

(Herlin Lydia, Ns. M.Kep) ( Elisabeth Wahyu A., S.Kep., Ns.)


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Trauma adalah suatu keadaan ketika seseorang mengalami cedera karean
salah satu sebab. Trauma pada jaringan muskuloskeletal dapat melibatkan
satu jaringan yang spesifik seperti ligament, tendon atau satu otot tunggal,
walaupun injury pada satu jaringan tunggal jarang terjadi. Kejadian yang
lebih umum adalah beberapa jaringan mengalami injury dalam satu
insiden traumatik seperti fraktur yang berhubungan dengan trauma kulit,
saraf dan pembuluh darah. Injury yang alamiah melibatkan lebam atau
kontusio pada kulit, kram (regangan) atau strain pada serabut tendoan atau
ligamen, keseleo atau robek, atau sprain yang pada beberapa banyak atau
semua tendon, ligamen bahkan tulang sekeliling sendi.
Trauma sistem muskuloskeletal sering ditemukan pada zaman
kendaraan berkecepatan tinggi seperti sekarang ini. Selain ltu
insidensi trauma muskuloskeletal meningkat, sebagian besar
disebabkan adanya peningkatan latihan fisik secara rutin pada
masyarakat seperti joging, lari dan aktivitas olahraga lainnya. Trauma
bisa akut akibat kejadian traumatik tunggal atau bisa kronis akibat efek
kumulatif episode trauma ringan berulang. Trauma muskuloskeletal
bermacam-macam, dari tekanan ringan pada otot sampai fraktur
dengan kerusakan jaringan

Kontusio adalah cedera yang disebabkan oleh benturan atau pukulan pada
kulit. Jaringan di bawah permukaan kulit rusak dan pembuluh darah kecil
pecah, sehingga darah dan cairan seluler merembes ke jaringan sekitarnya.
Kontusio merupakan salah satu bentuk dari trauma tumpul. Kontusio
adalah suatu injuri yang biasanya diakibatkan adanya benturan terhadap
benturan benda keras atau pukulan. Kontusio adalah penggumpalan darah
akibat pecahnya dindingpembuluh darah dapat terjadi karena benturan,
tapi ada juga yang terjadi tiba-tiba dan dapat hilang sendiri, disebut
purpura simplex. Kontusio adalah cedera jaringan lunak, akibat kekerasan
tumpul (pukulan, tendangan atau jatuh)

1.2 Tujuan Penulisan


1.2.1 Memenuhi dan melengkapi praktik stase
Sebagai tugas dalam memenuhi praktik profesi stase keperawatan
maternitas di Ruang Kebidanan Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta
1.2.2 Meningkatkan kemampuan menerapkan asuhan keperawatan dengan
menggunakan pendekatan proses keperawatan, meliputi :pengkajian,
diagnosa, rencana keperawatan, implementasi, evaluasi dan dokumentasi
keperawatan. Pada askep gadar pengkajian meliputi primary survey dan
sekundery survey.
BAB 2
LANDASAN TEORI

2.1 Konsep Dasar Kontusio


2.1.1 Pengertian
Kontusio adalah cedera pada jaringan lunak yang diakibatkan oleh
kekerasan atau trauma tumpul yang langsung mengenai jaringan, seperti
pukulan, tendangan atau jatuh. Kulit tetap utuh tetapi pembuluh darah
kecil mengalami ruptur dan darah masuk kedalam jaringan lunak.
Kontusio dengan jumlah perdarahan yang banyak dikenal sebagai
hematom (Lemone Priscilla, 2017).
Kontusio merupakan suatu istilah yang digunakan untuk cedera pada
jaringan lunak yang diakibatkan oleh kekerasan atau trauma tumpul yang
langsung mengenai jaringan , seperti pukulan, tendangan atau jatuh (Arif
Mutaqin, 2008). Kontusio adalah suatu injuri yang biasanya diakibatkan
adanya benturan terhadap benturan benda keras atau pukulan.
Kontusio adalah pecahnya pembuluh darah kecil akibat trauma yang
menyebabkan pendarahan menuju kedalam jaringan lunak dibawah kulit
dan mengakibatkan perubahan warna kulit. Memar dapat terjadi secara
tiba – tiba 2 dan dapat terjadi hingga berbulan–bulan yang menyebabkan
rasa sakit, bengkak, dan nyeri (Irawan, 2011: 14)

2.1.2 Penyebab
Kontusio sering terjadi akibat benturan benda keras yang mengenai tubuh,
pukulan yang keras, dan tendangan pada kaki atau terjath saat melakukan
aktivitas (Lemone Priscilla, 2017).

2.1.3 Patofisiologi
Kontusio terjadi akibat perdarahan didalam jaringan kulit tanpa ada
kerusakan kulit. Kontusio juga dapat terjadi dimana pembuluh lebih rentan
rusak. Saat pembuluh darah pecah maka darah akan keluar dari pembuluh
ke jaringan kemudian menggumpal menjadi kontusio. Faktor usia juga
juga bisa membuat darah mudah menggumpal. Semakin tua fungsi
pembuluh darah ikut menurunEndapan sel darah pada jaringan kemudian
mengalami fagositosis dan didaur ulang oleh makrofag. Warna biru atau
ungu pada kontusio merupkan hasil reaksi konversi dari hemoglobin
menjadi bilirubin. Lebih lanjut bilirubin akan dikonversi menjadi
hemosiderin yang berwarna kecoklatan. Kontusio dapat terjadi karena
perdarahan pada daerah injury karena ruptur pembuluh darah kecil, juga
berhubungan dengan fraktur. Sehingga menyebabkan nyeri , bengkak dan
dan perubahan warna. Hiperkalemi mungkin terjadi pada kerusakan
jaringan yang luas dan kehilangan darah yang banyak (Brunner & Sudart,
2002).
Tahapan kontusio adalah
Tahap 1 : hemosiderin (pigmen besi), berwarna coklat kehitaman menjadi
kebiruan muncul pada 2-4 hari
Tahap 2 : hematoidin (pigmen besi bebas) berwarna kehijauan muncul
pada 5-7 hari
Tahap 3 : bilirubin (berwarna kekuningan) muncul 7-10 hari
Tahap 4 : warna kulit normal dalam 15-20 hari

Patofisiologi

Trauma
tumpul

Nyeri Perdarahan
akut bawah kulit

Ansietas Nyeri saat aktivitas, Hemosiderin


bengkak (hari 2-4)

Gangguan Hematoidin
mobilitas fisik ( hari 5-7)

Bilirubin
( hari 7-10)
2.1.4 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis kontusio antara lain : ekimosis, perubahan warna kulit.
Darah dalam jaringan lunak awalnya menyebabkan warna ungu dan biru
yng umum dikenal sebagai memar, nyeri dan bengkak (Lemone Priscilla,
2017)
Gejala klinis dan manifestsi klinis pada kontusio adalah :
2.1.4.1 Nyeri
2.1.4.2 Bengkak
2.1.4.3 Perubahan warna
2.1.4.4 Kompres dingin intermiten kulit berubah menjadi hijau atau kuning,
sekitar 1 minggu kemudian bengkak merata, nyeri dan persegarakan
terbatas
2.1.4.5 Kontusio kecil mudah dikenali karena karakteristik warna biru atau ungu
nya beberapa hari setelah terjadinya cedera
2.1.4.6 Kontusi ini menimbulkan daerah kebiruan atau kehitaman pada kulit
2.1.4.7 Bila terjadi perdarahan yang cukup timbulnya perdarahan didaerah
terbatas disebut hematoma.
2.1.4.8 Nyeri pada kontusio biasanya ringan sampai sedang dan pembengkakan
yang menyertai sedang sampai berat

2.1.5 Pemeriksaan penunjangn


Pemeriksaan penunjang pada pasien dengan trauma muskuloskeletal
2.1.5.1 Foto rontgen
Untuk mengevaluasi pasien dengan kelainan muskuloskeletal
2.1.5.2 CT scan
Menunjukkan rincian bidang tertentu tulang yang terkena dan dapat
memperlihatkan tumor jaringan lunak atau cidera ligament atau tendon.
2.1.5.3 MRI
Adalah tehnik pencitraan khusus, noninvasif yang menggunakan medan
magnet gelombang radio dan dan komputer untuk memperlihatkan
keabnormalitas jaringan lunak, seperti otot, tendon dan tulang rawan.
2.1.6 Penatalaksanaan
Penanganan pada kontusio antara lain :
2.1.6.1 Meninggikan bagian yang sakit dengan tujuan mengontrol pembengkakan
2.1.6.2 Pemberian kompres dingin
Pemberian kompres dingin selama secara intermiten selama 20-30 menit
selam 24-48 jam pertama setelah cedera dapat menyebabkan
vasokontriksi, yang akan mengurangi perdarahan, edema dan
ketidaknyamanan
2.1.6.3 Pemasangan balut
Balut tekan elastis dapat mengontrol perdarahan, mengurangi edema, dan
menyokong jaringan yang cedera
2.1.6.4 Mengistirahatkan bagian yang cidera
2.1.6.5 Memantau status neurovaskuler ekstremitas yang cedera setiap 4 jam bila
ada indkasi
Menurut Wahid (2013) penatalaksanaan cedera kontusia meliputi :
2.1.6.1 Kompres es selama 12-24 jam untuk menghentikan perdarahan kapiler
2.1.6.2 Istirahatkan untuk mencegah cedera lebih lanjut dan mempercepat
pemulihan jaringan- jaringan lunak yang rusak
2.1.6.3 Hindari benturan di daerah yang cedera saat latihan

2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


2.2.1 Pengkajian Pengkajian
2.2.1.1 Primary survey
a. Airway atau dengan kontrol servical
Pada tahap ini melakukan tindakan selama <10detik yaitu :
1) Look, Listen, Feel
Look : gerakan dada perut, warna mukosa, tanda distress
pernafasan dan kesadaran pasien
Listen : dengar gerak udara nafas dengan telinga
Feel : rasa gerakan udara nafas dengan telinga
2) Mengkaji adanya sumbatan jalan nafas
Sumbatan jalan nafas atas : terdengar suara snoring, gurgling,
stridor
Sumbatan jalan nafas bawah : terdengar suara rales, whezzing,
ronkhi
Lakukan pemeriksaan jalan nafas dengan melakukan cross finger,
sapuan jari, manuver hemlich. Bila pasien tidak sadar lakukan
tehnik membuka jalan nafas dengan alata atau tan-pa alat.
Pembebasan jalan nafas tanpa alat yaitu head tilt, chin lift dan jaw
trust. Pembebasan jalan nafas dengan alat yaitu oropharingeal
tube, nasopharingeal tube, suvtion, ETT.
b. Breathing dan ventilasi
1) Look, listen, feel terhadap ventilasi dan oksigenasi pasien
Inspeksi tingkat pernafasan. Apakah ada tanda sianosis,
penggunaan otot bantu pernafasan. Auskultasi apakah ada suara
tidak normal pada dada.
2) Observasi pergerakan dinding dada
3) Tentukan laju dan tingkat kedalaman nafas penderita untuk
melihat karakter dan kualitas pernafasan
4) Pemberian intervensi bila ventilasi tidak adekuat seperti oksigen,
bag valve mask, intubasi sesuai indikasi
c. Circulation dengan kontrol perdarahan
Mengecek sistem sirkulasi disertai kontrol perdarahan
5) Palpasi nadi radial untuk menentukan frekuensi, kualitas,
regularitas
6) Mengkaji kulit apakh ada tanda hipoksia
d. Dissability, defibrilation, drugs, diferensial diagnosa pada kasus non
trauma
Memakai kriteria APVU
Kriteria AVPU Respon pada dewasa Respon pada Anak-
anak
Alert Mata membuka spontan Aktif responsive
Responsive terhadap terhadap rangsangan
lingkungan eksternal
Voice Mata tidak spontan Merespon bila hanya
membuka dipanggil namanya
Mata membuka dengan
rangsangan verbal
Merespon terhadap
pertanyaan
Pain Tidak merespon terhadap Merespon hanya bila
pertanyaan ada rangsang sakit
Merespon bila merasa
sakit misalnya saat
dicubit
Unresponsive Tidak merespon terhadap Tidak merespon sama
rangsangan apapun sekali

e. Exposure pada kasus trauma, EKG, elektro imbalance buka baju untuk
melihat jelas, jaga suhu badan dengan memberikan selimut untuk
mencegah kedinginan
2.2.1.2 Secondary survey
a. Anamnesis
S : sign dan symptom, mengecek tanda dan gejala yang dikeluhkan
penderita atau yang mengancam nyawa secara umum.
A : Alergi, mengecek alergi yang dialami penderita seperti alergi obat,
makanan
M : Medikasi/ obat-obatan, mengecek obat- obatan yang sedang
dikonsumsi
P : Previous Medical History, mengecek riwayat medis penderita
seperti penyakit yang pernah diderita, obat-obatan yang pernah
dikonsumsi
L : last meal, mengecek hal-hal yang dikonsumsi beberapa jam
sebelum dikonsumsi
E : Events, mengecek hal-hal yang bersangkutan dengan sebab cedera
( kejadian yang menyebabkan adanya keluhan utama).
b. Pemeriksaan Fisik
Pengkajian head to toe terfokus adalah pengkajian komperhensif
sesuai dengan keluhan utama pasien.

2.2.2 Diagnosa keperawatan


2.2.2.1 Nyeri akut berhubungan dengan trauma
2.2.2.2 Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi
2.2.2.3 Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskoloskeletal

2.2.3 Rencana keperawatan


2.2.3.1 Nyeri akut berhubungan dengan trauma
Rencana keperawatan:
a. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri
b. Identifikasi respon nnverbal terhadap nyeri
c. Kontrol lingkungan yang memperberat nyeri
d. Berikan tehnik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri
e. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
f. Ajarkan tehnik nonfarmakologis
g. Jelaskan stratei meredakan nyeri
h. Kolaborsi pmberian analgetik bila diperlukan
2.2.3.2 Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi
Rencana keperawatan
Reduksi ansietas
a. Identifikasi saat tingkat ansietas berubah
b. Monitoring tanda- tanda ansietas
c. Ciptakan suasana teraupetik untuk menumbuhkan kepercayaan
d. Dengrkan dengan penuh perhatian
e. Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan
f. Informasikan secara faktual mengenai dianosis, pengobatan, prognosis
g. Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
h. Latih tehnik relaksasi
i. Kolaborasi pemberian obat antiansietas bila diperlukan
2.2.3.3 Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskoloskeletal
Rencana Keperawatan
Dukungan ambulasi
a. Identifikasi toleransi fisik saat melakukan ambulasi
b. Monitor kondisi umum selama melakukan ambulasi
c. Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik
d. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan
ambulasi
e. Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu
f. Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
g. Anjurkan melakukan ambulasi dini
h. Ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan

DAFTAR PUSTAKA
Lemone,PD. (2017). Buku Ajar Keperawatan Bedah : Gangguan Muskoloskeletal
edisi 5. Jakarta : EGC
Suriya, M. & Zuriati. (2019). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Medikal Bedah
Gangguan pada Sistem Muskuloskeletal Aplikasi Nanda NIC NOC. Padang :
Pustaka Galeri Mandiri
Nusdin. (2020). Keperawatan Gawat Darurat. Surabaya : Jakad Media
Tyas,MDC. (2017). Keperawatan Kegawatdaruratan & Manjemen Bencana.
KEMENKES RI

Anda mungkin juga menyukai