Disusun oleh :
Agnes Yuliati
202154001
Disusun oleh :
Agnes Yuliati
202154001
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pola penyakit di Indonesia mengalami transisi epidemiologi selama dua
dekade terakhir, yakni dari penyakit menular yang semula menjadi beban
utama kemudian mulai beralih menjadi penyakit tidak menular.
Kecenderungan ini meningkat dan mulai mengancam sejak usia muda.
Penyakit tidak menular yang utama diantaranya hipertensi, diabetes
melitus, kanker dan penyakit paru obstruktif kronik ( Kemenkes, 2015).
Penyakit tidak menular juga dikenal sebagai penyakit kronis, cenderung
berlangsung lama dan merupakan hasil kombinasi faktor genetik,
fisiologis, lingkungan dan perilaku.
Berdasarakan data WHO 2018 pada tahun 2016 sekitar 71% penyebab
kematian dunia adalah penyakit tidak menular yang membunuh 36 juta
jiwa pertahun. Berdasarkan data Riskesdas 2018 menunjukkan hasil
prevalensi diabetes melitus pada penduduk umur ≥15 tahunmeningkat
dari 6,9% menjadi 10,9%. Tekanan darah tinggi diperkirakan
menyebabkan 7,5 juta kematian sekitar 12,8% dari semua kematian.
Pada tahun 2015 pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan
No 71 tentang penanggulangan penyakit tidak menular. Peraturan
Mneteri ini bertujuan melindungi masyarkt dri resiko PTM,
meningkatkan kualitas hidupdan mengurangi dampak sosial, budaya dan
serta ekonomi, dan memberikan kepastian hukum dalam
penyelenggaraan penangulan PTM yng komprehensif ( Cahyati, 2021).
Upaya pencapaian prioritas pembangunan kesehatan di Indonsia tahun
2015-2019 dalam Program Indonesia Sehat dilaksanakan dengan
mendayagunakan segenap potensi yang ada, baik dari pemerintah pusat,
provinsi, kabupaten/ kota, maupun masyarakat. Pembangunan kesehatan
dimulai dari unit terkecil yakni keluarga.Kemenkes RI 2016 keluarga
menempati posisi diantara individu dan masyarakat, sehingga dengan
memberikan pelayanan kesehatan kepada keluarga, perawat mendapat
dua keuntungan sekaligus. Keuntungan pertama adalah memenuhi
kebutuhan individu dan keuntungan yang kedua adalah memenuhi
kebutuhan masyarakat. Dalam pemberian pelayanan kesehatan
perawat harus memperhatikan nilai-nilai dan budaya keluarga
sehingga dapat menerima.
Proses menua yang berlangsung setelah umur 30 tahun akan
mengakibatkan perubahan anatomis, fisiologis dan biokimia. Perubahan
dimulai dari tingkat sel berlanjut ke tingkat jarigan dan akhirnya pada
tingkat organ yang mempengaruhi fungsi homeostasis. Komponen tubuh
yang mengalami perubahan adalah sel beta pankreas penghasil insulin,
sel jaringan target yang menghasilkan glukosa, sistem saraf dan hormon
lainyang mempengaruhi kadar gukosa darah. WHO menyebutkan bahwa
setelah usia 30 tahun maka adar glukosa darah akan naik 1-2 mg/dl/tahun
pada saat puasa dan naik 5,6-13 mg/dl/tahun pada2 ja setelah makan
(Rochman 2006 dalam Suryati 2021).
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep dan Tugas Tumbuh Kembang Lansia
2.1.1 Definisi Lansia
Lansia dikatakan sebagai tahap tahap akhir perkembangan pada daur
kehidupan manusia. Menurut UU No 13/ Tahun 1998 tentang
Kesejahteraan Lansia disebutkan bahwa lansia adalah seseorang yang
telah mencapai usia lebih dari 60 tahun.
2.1.2 Klasifikasi Lansia
2.1.2.1 Menurut Depkes RI 2003 dalam mengklasifikasikan lansia dalam
kategori sebagai berikut:
a. Pralansia (prasenilis), seseorang yang berusia 45-59 tahun
b. Lansia seseorang berusia >59 tahun
c. Lansia beresiko tinggi, berusia >69 tahun atau seseorang yang
berusia >59 tahun dengan masalah kesehatan
d. Lansia potensial, lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan
dan/atau kegiatan yang dapat mengahsilkan barang/ jasa
e. Lansia tidak potensial, lansia yang tidak berdaya mancari nafkah
sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain
2.1.2.2 Sedangkan klasifikasi lansia menurut WHO adalah sebagai berikut
a. Elderly : 60-74 tahun
b. Old : 75-89 tahun
c. Very old : > 90 tahun
2.1.3 Karakteristik Lansia
Lansia mempunyai karakteristik sebagai berikut:
2.1.3.1 Berusia lebih dari 60 tahun
2.1.3.2 Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit,
dari kebutuhan biopsikososial hingga spiritual, serta dari kondisi adaptif
hingga kondisi maladaptif
2.1.3.3 Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi
F. Predisposisi, usia, jenis kelamin, merokok, stress, kurang olahraga, genetik, alkohol, konsumsi garam,
obesitas
Perubahan
Tekanan Hipertensi
situasi
sistemik darah
MK : Defisiensi
Aliran darah pengetahuan
Perubahan Metode koping
makin cepat
struktur Ansietas tidak efektif
keseluruh tubuh,
sedangkan nutrisi
dalam sel sudah
mencukupi
Penyumbatan
pembuluh darah MK :
Ketidakefektifa
nkoping
Vasokontriksi
Gangguan
Sirkulasi
Resistens Suplai
i Vasokontriksi
O2 otak Sistemik Koroner Spasme
pembulu pembuluh darah
arteriol
h darah
otak ↑
Blood flow Vasokontriks
MK: Risiko
darah ↓ Iskemia MK:
ketidak i
Miokard Risiko
MK: -efektifan
cidera
Nyeri perfusi
Kepala jaringan Respon RAA Afterload ↑
MK: Nyeri
Dada
Merangsang Fatigue
aldostreon
Retensi
NA MK: MK:
Penuruna Intoleransi
n Curah aktivitas
Edema Jantung
MK:
Kelebihan
Volume
Cairan
2.2.5 Tanda dan Gejala
2.2.5.1 Gejala hipertensi menurut Sustrani dan Alam 2004 dalam Apriyani, 2019
a. Sakit kepala
b. Jantung berdebar- debar
c. Sulit bernafas setelah bekerja keras atau mengangkat beban berat
d. Mudah lelah
e. Penglihatan kabur
f. Wajah memerah
g. Hidung berdarah
h. Sering buang air kecil terutama di malam hari
i. Telinga berdering
j. Dunia terasa berputar
2.2.5.2 Gejala hipertensi menurut Manjoer 2000 dalam Apriyani, 2019
a. Rasa berat di tengkuk
b. Sukar tidur
c. Cepat marah
d. Mata berkunang- kunang dan pusing
2.2.6 Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Nurhidayat (2015) pemeriksaan diagnostik untuk penyakit
hipertensi adalah :
2.2.6.1 Riwayat dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh.
2.2.6.2 Pemeriksaan retina.
2.2.6.3 Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kerusakan oragan seperti
ginjal dan jantung.
2.2.6.4 EKG untuk mengetahui hipertropi ventrikel kiri.
2.2.6.5 Urinalisa untuk mengetahui protein dalam urin, darah, glukosa.
2.2.6.6 Pemeriksaan meliputi renogram, pielogram intravena arteriogram renal,
pemeriksaan fungsi ginjal terpisah dan penentuan kadar urin.
2.2.6.7 Foto dada dan CT Scan.
2.2.7 Komplikasi
Komplikasi penyakit hipertensi menurut Kmenkes RI
2.2.7.1 Penyakit jantung
2.2.7.2 Stroke
2.2.7.3 Penyakit ginjal
2.2.7.4 Retinopati
2.2.7.5 Penyakit pembuluh darah tepi
2.2.7.6 Gangguan saraf
2.2.8 Penatalaksanaan Medik dan Keperawatan
2.2.8.1 Penatalaksanaan Medik
Menurut Krisnanda (2017) terapi farmakologi bertujuan untuk mengontrol
tekanan darah hingga mencapai tujuan terapi pengobatan. Berdasarkan
JNC VIII pilihan atihipertensi didasarkan pada ada atau tidaknya usia, ras,
serta ada atau tidaknya gagal ginjal kronik. Apabila terapi antihipertensi
sudah dimulai, pasien harus rutin kontrol dna mendapat pengaturan dosis
setiap bulan hingga target tekanan darah tercapai. Perlu dilakukan
pemantauan tekanan darah, LFG, dan elektolit.
Jenis obat hipertensi:
a. Diuretik
Obat-obatan jenis diuretic bekerja dengan mengeluarkan cairan tubuh
(lewat kencing), sehingga volume cairan tubuh berkurang
mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih ringan dan berefek
pada turunnya tekanan darah. Contoh obat-obatan ini adalah
bendroflumethiazede, chlorthizlidone, hydrocholorothiazide, dan
indapamide.
b. ACE-Inhibitor
Kerja obat golongan ini menghambat pembentukan zat angiotensin II
(zar yang dapat meningkatkan tekanan darah). Efek samping yang
sering timbul adalah batuk kering, pusing sakit kepala dan lemas.
Contoh obat yang tergolong jenis ini adalah captopril, enalapril, dan
lisinopril.
c. Calsium channel blocker
Golongan obat ini bekerja menurunkan daya pompa jantung dengan
menghambat kontraksi otot jantung (kontraktilitas). Contoh obat yang
tergolong jenis obat ini adalah amlodipine, ditliazem, dan nitrendipine.
d. ARB
Kerja obat ini adalah dengan menghalangi penempelan zat angitensin
II pada reseptor yang mengakibatkan ringannya pada pompa jantung.
Obat-obatan yang termasuk golongan ini adalah eprosrtan,
candesartan, dan iosartan.
e. Beta blocker
Mekanisme obat antihipertensi ini adalah melalui penurunan daya
pompa jantung. Jenis obat ini tidak dianjurkan pada penderita yang
telah diketahui mengidap gangguan pernafasan seperti asma bronchial.
Contoh obat yang tergolong ke dalam beta blocker adalah atenol,
bisoprolol, dan beta metoprolol.
2.2.8.2 Penatalaksanaan Keperawatan.
a. Penatalaksananan Diit pada pasien hipertensi
1) Diet rendah garam, penggunaan daging ayam dan daging ikan
dibatasi paling banyak 100 gram per hari. Telur ayam/telur bebek
paling banyak 1 butir sehari.
2) Atur sesi konsultasi dengan ahli gizi untuk membantu pasien
menyusun rencana guna meningkatkan asupan gizi/nutrisi atau
untuk menurunkan berat badan
Menurut Palimbong, Kurniasari, dan Kiha (2018), pasien dengan
tekanan darah yang tinggi akan diberi makanan sesuai tingkat
keparahannya. Diet yang dianjurkan adalah diet rendah garam.
Diet rendah garam merupakan diet yang dimasak atau tanpa
menggunakan garam namun dengan pembatasan tertentu. Pada
diet rendah garam I hanya boleh mengkonsumsi natrium
sebanyak 200-400 mg Na per hari, diet rendah garam II hanya
akan mengkonsumsi natrium sebanyak 600-800 mg Na per hari,
dan diet rendah garam III hanya boleh mengkonsumsi natrium
sebanyak 1000-1200 mg Na per hari.
b. Edukasi pada pasien hipertensi
1) Berhenti merokok dan kurangi makanan yang berlemak serta
tinggi kolesterol untuk kesehatan jantung
2) Lakukan olahraga atau latihan 30-60 menit 3x seminggu secara
rutin (akan menurunkan tekanan darah sistolik 4-9 mm Hg)
3) Meningkatkan konsumsi sayur dan buah
4) Kontrol tekanan darah secara teratur dan mengkonsumsi obat
antihipertensi sesuai dengan anjuran dokter
5) Libatkan keluarga untuk membantu pasien mengontrol berat
badan, menurunkan stress, meningkatkan pola hidup sehat pasien
2.3 Penyakit Diabetes Melitus
2.3.1 Pengertian
Diabetes melitus merupakan penyakit kronis yang umum terjadi pada
dewasa yang membutuhkan supervisi medis berkelanjutan dan edukasi
perawatan mandiri pada pasien. Namun bergantung pada tipe DM dan usia
pasien, keutuhan dan asuhan keperawatan pasien dapat sangat berbeda
(Lemone,Priscilla 2016).
Diabetes Mellitus adalah penyakit kronis progresif yag ditandai dengan
ketidakmampuan tubuh untuk melakukan metabolisme karbohidrat
(Black,M Joyce, 2014)
2.3.2 Klasifikasi
Committee on the Diagnosis and Classification of Diabetes Melitus,
menjabarkan 4 kategori utama diabetes, yaitu: (Corwin, 2009)
2.3.2.1 Tipe I: Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM)/ Diabetes Melitus
tergantung insulin (DMTI)
Lima persen sampai sepuluh persen penderita diabetik adalah tipe I. Sel-
sel beta dari pankreas yang normalnya menghasilkan insulin dihancurkan
oleh proses autoimun. Diperlukan suntikan insulin untuk mengontrol kadar
gula darah. Awitannya mendadak biasanya terjadi sebelum usia 30 tahun.
2.3.2.2 Tipe II: Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)/ Diabetes
Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Sembilan puluh persen sampai 95% penderita diabetik adalah tipe II.
Kondisi ini diakibatkan oleh penurunan sensitivitas terhadap insulin
(resisten insulin) atau akibat penurunan jumlah pembentukan insulin.
Pengobatan pertama adalah dengan diit dan olah raga, jika kenaikan kadar
glukosa darah menetap, suplemen dengan preparat hipoglikemik (suntikan
insulin dibutuhkan, jika preparat oral tidak dapat mengontrol
hiperglikemia). Terjadi paling sering pada mereka yang berusia lebih dari
30 tahun dan pada mereka yang obesitas.
2.3.2.3 DM tipe lain
Karena kelainan genetik, penyakit pankreas (trauma pankreatik), obat,
infeksi, antibodi, sindroma penyakit lain, dan penyakit dengan
karakteristik gangguan endokrin.
2.3.2.4 Diabetes Kehamilan: Gestasional Diabetes Melitus (GDM)
Diabetes yang terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak mengidap
diabetes.
2.3.3 Penyebab
2.3.3.1 Diabetes melitus tipe 1 mengalami defisiensi insulin absolut.
Diabetes melitus tipe 1 disebabkan oleh
a. Destruktur sel beta autoimun biasanya memicu terjadinya defisiensi
insulin absolut
b. Faktor herediter berupa antobodi sel islet, tingginya insiden HLA tipe
DR3dan DR4
c. Faktor lingkungan berupa infeksi virus, defisiensi vitamin D, toksin
lingkungan, menyusui jangka pendek, paparan dini terhadap protein
komplek.
2.3.3.2 Diabetes Melitus tipe 2 akibat resistensi insulin perifer defek pregresif
sekresi insulin, peningkatan gukogenesis. Diabetes melitus tipe2
dipengaruhi faktor lingkungan berup obesitas, gaya hidup tidak sehat, diet
tinggi karbohidrat. DM tipe 2 memiliki presimtomatis yang panjang yang
menyebabkan penegakan diagnosa DM tipe2 dapat tertunda 4-7 tahun.
2.3.3.3 Diabetes melitus gestsional
Dm yang didiagnosis selama hamil. DM gestsional merupakan diagnosis
DM yang menerapkan untuk perempuan dengan intoleransi glukosa atau
ditemukan pertama kali selamakehamilan.
2.3.3.4 Diabetes melitus tipe lainnya
Sebagai akibat dari defek genetik fungsi sel beta, penyakit pankreas atau
penyakit yang diinduksi oleh obat-obatan. Beberapa hormon seperti hormon
pertumbuhan, kortisol, glukagondan efinefrin merupakan antagonis atau
penghambat insulin. Jumlah berlebihan dari hormon-hormon ini menyebabkan
DM.
2.3.4 Tanda gejala
2.3.4.1 Gejala awal pada penderita DM adalah
a. Poliuria (peningkatan volume urine)
b. Polidipsia (peningkatan rasa haus) akibat volume urine yang sangat
besar dan keluarnya air yang menyebabkan dehidrasi ekstrasel.
Dehisrasi intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel karena air intrasel akan
berdifusi keluar sel mengikuti penurunan gradien konsentrasi ke
plasma yang hipertonik (sangat pekat). Dehidrasi intrasel merangsang
pengeluaran ADH (antidiuretic hormone) dan menimbulkan rasa haus.
c. Polifagia (peningkatan rasa lapar). Sejumlah kalori hilang kedalam air
kemih, penderita mengalami penurunan berat badan. Untuk
mengkompensasi hal ini penderita seringkali merasa lapar yang luar
biasa.
d. Rasa lelah dan kelemahan otot akibat gangguan aliran darah pada
pasien diabetes lama, katabolisme protein diotot dan ketidakmampuan
sebagian besar sel untuk menggunakan glukosa sebagai energi.
2.3.4.2 Gejala lain yang muncul
a. Peningkatan angka infeksi akibat penurunan protein sebagai
bahan pembentukan antibody, peningkatan konsentrasi glukosa
disekresi mukus, gangguan fungsi imun dan penurunan aliran
darah pada penderita diabetes kronik.
b. Kelainan kulit gatal-gatal, bisul. Gatal biasanya terjadi di daerah
ginjal, lipatan kulit seperti di ketiak dan dibawah payudara,
biasanya akibat tumbuhnya jamur.
c. Kelainan ginekologis, keputihan dengan penyebab tersering
yaitu jamur terutama candida.
d. Kesemutan rasa baal akibat neuropati. Regenerasi sel mengalami
gangguan akibat kekurangan bahan dasar utama yang berasal
dari unsur protein. Akibatnya banyak sel saraf rusak terutama
bagian perifer.
e. Kelemahan tubuh
f. Penurunan energi metabolik/penurunan BB yang dilakukan oleh
sel melalui proses glikolisis tidak dapat berlangsung secara
optimal.
g. Luka yang lama sembuh, proses penyembuhan luka
membutuhkan bahan dasar utama dari protein dan unsur
makanan yang lain. Bahan protein banyak diformulasikan untuk
kebutuhan energi sel sehingga bahan yang diperlukan untuk
penggantian jaringan yang rusak mengalami gangguan.
h. Laki-laki dapat terjadi impotensi, ejakulasi dan dorongan
seksualitas menurun karena kerusakan hormon testosteron.
i. Mata kabur karena katarak atau gangguan refraksi akibat
perubahan pada lensa oleh hiperglikemia.
2.3.5 Patofisiologis
2.3.6 Pemeriksaan diagnostik
Penentuan diagnosa D.M adalah dengan pemeriksaan gula darah , menurut
Sujono & Sukarmin (2008) antara lain:
2.3.6.1 Gula darah puasa (GDO) 70-110 mg/dl. Kriteria diagnostik untuk
DM > 140 mg/dl paling sedikit dalam 2 kali pemeriksaan. Atau >
140 mg/dl disertai gejala klasik hiperglikemia atau IGT 115-140
mg/dl.
2.3.6.2 Gula darah 2 jam post prondial <140 mg/dl digunakan untuk
skrining atau evaluasi pengobatan bukan diagnostik
2.3.6.3 Gula darah sewaktu < 140 mg/dl digunakan untuk skrining bukan
diagnostik.
2.3.6.4 Tes toleransi glukosa oral (TTGO). GD < 115 mg/dl ½ jam, 1 jam, 1
½ jam < 200 mg/dl, 2 jam < 140 mg/dl.
2.3.6.5 Tes toleransi glukosa intravena (TTGI) dilakukan jika TTGO
merupakan kontraindikasi atau terdapat kelainan gastrointestinal
yang mempengaruhi absorbsi glukosa.
2.3.6.6 Tes toleransi kortison glukosa, digunakan jika TTGO tidak
bermakna. Kortison menyebabkan peningkatan kadar glukosa
abnormal dan menurunkan penggunaan gula darah perifer pada
orang yang berpredisposisi menjadi DM kadar glukosa darah 140
mg/dl pada akhir 2 jam dianggap sebagai hasil positif.
2.3.6.7 Glycosetat hemoglobin, memantau glukosa darah selama lebih dari
3 bulan.
2.3.6.8 C-Pepticle 1-2 mg/dl (puasa) 5-6 kali meningkat setelah pemberian
glukosa.
2.3.6.9 Insulin serum puasa: 2-20 mu/ml post glukosa sampai 120 mu/ml,
dapat digunakan dalam diagnosa banding hipoglikemia atau dalam
penelitian diabetes.
Hasil pemeriksaan glukosa dalam 2 jam pasca pembedahan dibagi
menjadi 3 yaitu :
< 140 mg/dL → normal
140-<200 mg/dL → toleransi glukosa terganggu
> 200 mg/dL → diabetes
2.3.7 Komplikasi
Komplikasi pada diabetes melitus meliputi
2.3.7.1 Komplikasi akut
a. Hiperglikemia dan ketoasidosis diabetik
b. Sindrom hiperglikemia hiperosmolar nonketosi
Ini merupakan varian ketosidosis diabetik yang ditandai dengan
hiperglikemia ekstrem (600-2000 mg/dl), dehidrasi nyata,ketonuria
ringan atau tidak terdeteksi dan tida ada asidosis.
c. Hioglikemia
2.3.7.2 Komplikasi kronis
a. Komplikasi makrovaskuler
1) Penyakit arteri koroner
2) Penyakit serebrovaskuler
3) Hipertensi
4) Penyakit pembuluh darah
5) Infeksi
b. Komplikasi mikrovaskuler
1) Retinopati
2) Nefropati
3) Ulkus tungkai dan kaki
4) Neuropati sensorimotor
5) Neuropati autonomi :pupil, jantung, gastrointestinal, urogenital.
2.3.8 Penatalaksanaan
Menurut (Mansjoer, A dkk. 2008) ada lima komponen dalam
penatalaksanaan DM, yaitu;
2.3.8.1 Diet
Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti
pedoman 3 J yaitu:
a. Jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi
atau ditambah
b. Jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya
c. Jenis makanan yang manis harus dihindari
Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus disesuaikan
oleh status gizi penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan
menghitung Percentage of Relative Body Weight (BBR = berat
badan normal) dengan rumus :
1. TTV :
2. Kulit, rambut
dan kuku.
I : Kulit coklat, rambut Kulit coklat, rambut
pendek, jarang, sudah pendek, ikal, sudah mulai
mulai banyak uban, kuku banyak uban, kuku
panjang bersih pendek bersih
Analisa
Data
P: Kulit lembab, turgor Kulit lembab, turgor
Data Penunjang Masalah Keperawatan
Data subyektif elastis,tidak ada sianosis elastis,
Pemeliharaan tidak adatidak
kesehatan sianosis,
tidakpusing,
- Ny.S mengatakan kadang merasa tampaknyeri
luka,tidak
efektif tidak tampak luka, tidak
tengkuk, ujung kaki kebas ada pitting edema ada pitting edema
- Ny. S mengatakan riwayat HT 2-3 tahun tetapi
3. Kepala, leher
tidak minum obat karena tidak ada keluhan
I : Bentuk simetris, kedua Bentuk simetris, kedua
- Ny. S sudah berobat ke praktek mandiri tetapi
mata simetris, tidak mata simetris, tidak
belum dijelaskan tentang penyakit hipertensi
anemis, tidak ikterik, anemis, tidak ikterik,
dan diabetes melitus
sklera putih, tidak ada sklera putih, tidak ada
- Bp.S tahu tensi tinggi saat vaksin covid 1
edema palpebra, pupil edema palpebra, pupil
- Ny. S mengkonsumsi semangka untuk
bulat warna hitam, isokor bulat warna hitam, isokor
menurunkan tekanan darah
3+/3+, ketajaman visus 3+/3+, ketajaman visus
Data obyektif
mata masih baik, masih mata berkurang, masih
-TD Bp. S 150/95mmhg, TD Ny. S 145/95mmhg
mampu membaca dengan mampu membaca dengan
- Ny. S sudah mengkonsumsi obat metformin
jarak 30 cm tetapi dengan tetapi dengan tulisan yang
3x500 mg, amlodipin 1x10 mg, antasida 3x1
tulisan yang agak besar. agak besar. Hidung
tablet
Hidung simetris, tampak simetris, tampak bersih,
- Ny. S tampak bertanya tentang penyakit
bersih, tidak ada serumen, tidak ada serumen, tidak
hipertensi dan diabetes
tidak ada sekret, tidak ada ada sekret, tidak ada
- Ny. S mengganggap bahwa bila tidak ada
deviasi septum. Daun deviasi septum. Daun
telinga simetris, canalis telinga simetris, canalis
bersih ada sedikit kotoran bersih ada sedikit kotoran
kering, tidak tercium bau kering, tidak tercium bau
yang busuk. Bibir kering yang busuk. Bibir kering
keluhan maka tidak perlu memeriksakan diri
- Ny. S jarang masak sering makan di luar
- Pada saat pemeriksaan GDS di posyandu hasil
359 gr/dl
- Ny. S mengatakan cemas dan kaget saat
mengetahui kalau GDS hasilnya tinggi
Data Subyektif Perilaku kesehatan cenderung
- Bp. S perokok aktif, bila ada pegelaran wayang beresiko
rokok habis 1 bungkus
- Bp. S sudah mengurangi merokok dengan tidak
merokok saat bersama cucu
- Tensi terskrining tinggi saat vaksin covid tetapi
tidak memeriksakan diri karena tidak ada
keluhan
- Bp. S cenderung sering begadang karena
memang tuntutan pekerjaan
Data obyektif
- Bp. S tidak merokok sama sekali di depan cucu
dan perawat
- TD Bp. S 150/95 mmHg
- Bpp. S berprofesi sebagai seorang dalang yang
mengharuskan untuk tidak tidur semalam
suntuk
- Bp. S tidak mengkonsumsi obat sama sekali
hanya meminum rebusan daun salam
Diagnosa Keperawatan
1. Pemeliharaan kesehatan tidak efektif pada keluarga Bp. S terutama pada Ny. S
2. Perilaku kesehatan cenderung beresiko pada keluarga Bp. S terutama pada Bp.
S
Mengtahui
Nama Koordinator Tanggal/
tanda tangan
Prioritas Masalah
Masalah Kesehatan : Defisit pengetahuan
No Kriteria Nilai Bobot Jumlah
1 Sifat masalah
Kurang sehat 3 3/3x1 =
Risiko 2 1 1
Potensial 1
2 Kemungkinan masalah dapat diubah
Mudah 2 2/2x 2 =
Sebagian 1 2 2
Tidak dapat 0
3 Potensial masalah dapat dicegah
Tinggi 3 3/3 x 1=
Cukup 2 1 1
Rendah 1
4 Menonjolnya masalah
Berat, segera ditangani 2 2/2 x 1=
Ada masalah tidak perlu segera 1 1 1
ditangani 0
Tidak dirasakan ada masalah
Total 5
Prioritas Masalah
Masalah Kesehatan : Perilaku kesehatan cenderung beresiko
No Kriteria Nilai Bobot Jumlah
1 Sifat masalah
Kurang sehat 3 3/3 x 1=
Risiko 2 1 1
Potensial 1
2 Kemungkinan masalah dapat diubah
Mudah 2 1/2 x 2=
Sebagian 1 2 1
Tidak dapat 0
3 Potensial masalah dapat dicegah
Tinggi 3 1/3 x 1=
Cukup 2 1 1/3
Rendah 1
4 Menonjolnya masalah
Berat, segera ditangani 2 0/2 x 1=
Ada masalah tidak perlu segera 1 1 0
ditangani 0
Tidak dirasakan ada masalah
Total 2 1/3
Perencanaan Keperawatan
Fasilitas Yankes Puskesmas Ngemplak I No Register
Perawat yang mengkaji Agnes Yuliati Nama KK Bp. S
Nama keluarga Ny. S Alamat RT 02, RW 10 Dusun Tambakan
Penyakit Hipertensi diabetes melitus
2. 1x30 menit keluarga mampu mengenal 1. Berikan edukasi tentang penyakit diabetes
tentang penyakit diabetes dan melitus meliputi pengertian, tanda gejala,
memutuskan tindakan yang tepat untuk komplikasi, perawatan dan diet
meningkatkan pemeliharaa kesehatan 2. Ajarkan keluarga untuk mengenali tanda
dengan kriteria hasil: gejala hipoglikemia dan hiperglikemia
a. Keluarga Bp. S mampu menjelaskan 3. Jelaskan tentang pentingnya kepatuhan
tentang pengertian, tanda gejala, terhadap program terapi
komplikasi diabetes melitus 4. Identifikasi penggunaan obat trandisional
b. Keluarga Bp. S mampu menyebutkan dan kemungkinanan efek terhadap
tanda gejala hipoglikemia dan pengobatan
hiperglikemia 5. Anjurkan untuk melakukan latihan fisik
c. Keluarga Bp. S mampu menyebutkan minimal 15 menit setiap hari
perawatan dan diet diabetes
3. 2x30 menit keluarga Bp. S mampu 1. Jelaskan manfaat dan efek dari
merawat anggota keluarga dengan pengobatan
masalah hipertensi dan diabetes melitus 2. Anjurkan memonitor perkembangan
dengan kriteria hasil keefektifan pengobatan
a. Ny. S mampu mempraktekkan senam 3. Ajarkan untuk membuat pengobatan
diabet tradisional yang benar
b. Keluarga Bp. S ikut terlibat dalam 4. Anjurkan untuk mendemontrasikan cara
latihan senam diabet pembuatan terapi komplementer dengan
c. Keluarga Bp. S ikut terlibat dalam daun salam
pemanfaatan daun salam sebagai terapi 5. Latih untuk melakukan senam diabet
komlementer untuk menstabilkan 6. Libatkan keluarga dalam memelihara
tekanan darah program latihan dan pengobatan
d. Ny. S mempunyai jadwal rutin untuk 7. Ajarkan tindakan segera yang bisa
melakukan senam diabet dilakukan bila mengalami hipoglikemi dan
e. Keluarga Bp. S mampu menyebutkan hiperglikemia
tindakan segera untuk mengatasi 8. Menyusun jadwal program latihan fisik
hipoglikemi dan hiperglikemia secara rutin bersama keluarga
4. 1x30 menit keluarga Bp. S mampu 1. Identifikasi keamanan dan kenyamanan
memodifikasi lingkungan dan lingkungan
memanfaatkan fasilitas kesehatan untuk 2. Sediakan lingkungan yang aman untuk
meningkatkan pemeliharaan kesehatan aktivitas
dengan kriteria hasil 3. Jelaskan cara membuat lingkungan rumah
a. Keluarga Bp. S mampu melakukan yang nyaman
tindakan untuk mencegah resiko 4. Anjurkan selalu memakai alas kaki
cedera di lingkungan rumah meskipun di dalam rumah
b. Ny. S mengunjungi fasilitas kesehatan 5. Anjurkan untuk rutin kontrol bila obat
minimal sebulan sekali untuk untuk tekanan darah sudah habis
memnatau kondisi kesehatan 6. Informasikan fasilitas kesehatan yang
dapat digunakan selama pengobatan
7. Anjurkan rutin mengikuti kegiatan
posyandu lansia