Anda di halaman 1dari 47

LAPORAN

ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA

Disusun oleh :
Agnes Yuliati
202154001

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PANTI RAPIH YOGYAKARTA
2021
ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA

Disusun oleh :
Agnes Yuliati
202154001

Laporan Askep Kelolaan ini telah diperiksa dan disetujui


Pada tanggal............................

Preseptor Akademik Preseptor Klinik

( E. Ratnawati, M.Kep., Sp.Kep.Kom) (Sriyati Sipora ADRK D., S.Kep.,Ns)

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pola penyakit di Indonesia mengalami transisi epidemiologi selama dua
dekade terakhir, yakni dari penyakit menular yang semula menjadi beban
utama kemudian mulai beralih menjadi penyakit tidak menular.
Kecenderungan ini meningkat dan mulai mengancam sejak usia muda.
Penyakit tidak menular yang utama diantaranya hipertensi, diabetes
melitus, kanker dan penyakit paru obstruktif kronik ( Kemenkes, 2015).
Penyakit tidak menular juga dikenal sebagai penyakit kronis, cenderung
berlangsung lama dan merupakan hasil kombinasi faktor genetik,
fisiologis, lingkungan dan perilaku.
Berdasarakan data WHO 2018 pada tahun 2016 sekitar 71% penyebab
kematian dunia adalah penyakit tidak menular yang membunuh 36 juta
jiwa pertahun. Berdasarkan data Riskesdas 2018 menunjukkan hasil
prevalensi diabetes melitus pada penduduk umur ≥15 tahunmeningkat
dari 6,9% menjadi 10,9%. Tekanan darah tinggi diperkirakan
menyebabkan 7,5 juta kematian sekitar 12,8% dari semua kematian.
Pada tahun 2015 pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan
No 71 tentang penanggulangan penyakit tidak menular. Peraturan
Mneteri ini bertujuan melindungi masyarkt dri resiko PTM,
meningkatkan kualitas hidupdan mengurangi dampak sosial, budaya dan
serta ekonomi, dan memberikan kepastian hukum dalam
penyelenggaraan penangulan PTM yng komprehensif ( Cahyati, 2021).
Upaya pencapaian prioritas pembangunan kesehatan di Indonsia tahun
2015-2019 dalam Program Indonesia Sehat dilaksanakan dengan
mendayagunakan segenap potensi yang ada, baik dari pemerintah pusat,
provinsi, kabupaten/ kota, maupun masyarakat. Pembangunan kesehatan
dimulai dari unit terkecil yakni keluarga.Kemenkes RI 2016 keluarga
menempati posisi diantara individu dan masyarakat, sehingga dengan
memberikan pelayanan kesehatan kepada keluarga, perawat mendapat
dua keuntungan sekaligus. Keuntungan pertama adalah memenuhi
kebutuhan individu dan keuntungan yang kedua adalah memenuhi
kebutuhan masyarakat. Dalam pemberian pelayanan kesehatan
perawat harus memperhatikan nilai-nilai dan budaya keluarga
sehingga dapat menerima.
Proses menua yang berlangsung setelah umur 30 tahun akan
mengakibatkan perubahan anatomis, fisiologis dan biokimia. Perubahan
dimulai dari tingkat sel berlanjut ke tingkat jarigan dan akhirnya pada
tingkat organ yang mempengaruhi fungsi homeostasis. Komponen tubuh
yang mengalami perubahan adalah sel beta pankreas penghasil insulin,
sel jaringan target yang menghasilkan glukosa, sistem saraf dan hormon
lainyang mempengaruhi kadar gukosa darah. WHO menyebutkan bahwa
setelah usia 30 tahun maka adar glukosa darah akan naik 1-2 mg/dl/tahun
pada saat puasa dan naik 5,6-13 mg/dl/tahun pada2 ja setelah makan
(Rochman 2006 dalam Suryati 2021).

BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 Konsep dan Tugas Tumbuh Kembang Lansia
2.1.1 Definisi Lansia
Lansia dikatakan sebagai tahap tahap akhir perkembangan pada daur
kehidupan manusia. Menurut UU No 13/ Tahun 1998 tentang
Kesejahteraan Lansia disebutkan bahwa lansia adalah seseorang yang
telah mencapai usia lebih dari 60 tahun.
2.1.2 Klasifikasi Lansia
2.1.2.1 Menurut Depkes RI 2003 dalam mengklasifikasikan lansia dalam
kategori sebagai berikut:
a. Pralansia (prasenilis), seseorang yang berusia 45-59 tahun
b. Lansia seseorang berusia >59 tahun
c. Lansia beresiko tinggi, berusia >69 tahun atau seseorang yang
berusia >59 tahun dengan masalah kesehatan
d. Lansia potensial, lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan
dan/atau kegiatan yang dapat mengahsilkan barang/ jasa
e. Lansia tidak potensial, lansia yang tidak berdaya mancari nafkah
sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain
2.1.2.2 Sedangkan klasifikasi lansia menurut WHO adalah sebagai berikut
a. Elderly : 60-74 tahun
b. Old : 75-89 tahun
c. Very old : > 90 tahun
2.1.3 Karakteristik Lansia
Lansia mempunyai karakteristik sebagai berikut:
2.1.3.1 Berusia lebih dari 60 tahun
2.1.3.2 Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit,
dari kebutuhan biopsikososial hingga spiritual, serta dari kondisi adaptif
hingga kondisi maladaptif
2.1.3.3 Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi

2.1.4 Tipe Lansia


2.1.4.1 Menurut Nugroho 2000 dalam banyak ditemukan bermacam- mcam tipe
lansia. Beberapa yang menonjol diantaranya:
a. Tipe arif bijaksana
Lansia ini kaya dengan hikmah pengalaman, menyesuaikan diri
dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersifat ramah,
rendah hati.
b. Tipe mandiri
Lansia kini senang mengganti kegiatan yang hilang dengan kegiatan
yang baru, selektif dalam mencari pekerjaan dan teman pergaulan
serta memenuhi undangan
c. Tipe tidak puas
Lansia yang selalu mengalami konflik lahir batin, menentang proses
penuaan yang menyebabkan kehilangan kecantikan, kehilangan daya
tarik jasmani, kehilangan kekuasaan, status teman yang disayangi,
pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, menuntut, sulit dilayani
dan pengkritik
d. Tipe pasrah
Lansia yang selalu menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti
kegiatan, ringan kaki, melakukan berbagai jenis pekerjaan
e. Tipe bingung
Lansia yang sering kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan
diri, merasa minder, menyesal, pasif, acuh tak acuh
2.1.4.2 Lansia dapat pula dikelompokkan dalam beberapa tipe yang bergantung
pada karakter, pengalaman hidup, lingkungan,kondisi fisik, mental,
sosial dan ekonominya. Tipe ini antara lain:
a. Tipe optimis
Lansia santai dan periang, penyesuaian cukup baik, memandang
lansia dalam bentuk bebas dari tanggung jawab dan sebagai
kesempatan untuk menuruti kebutuhan pasifnya.
b. Tipe konstruktif
Mempunyai integritas baik, dapat menkmati hidup, mempunyai
toleransi tinggi,humoris, flexibledan sadar diri. Biasanya sifat ini
terlihat sejak muda
c. Tipe ketergantungan
Lansia ini masih dapat diterima di tengah masyarakat tetapi selalu
pasif, tidak berambisi, masih sadar diri, tidak mempunya inisiatif
dan tidak praktis dalam bertindak
d. Tipe defensif
Sebelumnya mempunyai riwayat pekerjaan/ jabatan yang tidak stabil
selalu menolak bantuan, emosi sering tidak terkontrol,
memegang teguh kebiasaan, bersifat konfulsif aktif, takt
menhadapi menjadi tua dan menyenangi masa pensiun
e. Tipe militan dan serius
Lansia yang tidak mudah menyerah, serius, senang berjuang dan
bisa menjadi panutan
f. Tipe pemarah frustasi
Lansia pemarah, tidak sabar, mudah tersnggung,selalu menyalahkan
orang lain, menunjukkan penyesuaian yang bururk dan sering
mengekspresikan kepahitan hidupnya
g. Tipe bermusuhan
Lansia yang selalu mengganggap orang lain yang menyebabkan
kegagalan, selalu mengeluh, bersifat agresif dan curiga.uumnya
memiliki pekerjaan yang tidak stabil disaat muda, mengganggap
menjadi tua sebagai hal yang tidak baik, takut mati, iri hati pada
orang yang masih muda, senang mengadu untung pekerjaan dan
aktf menghindari masa yang buruk.
h. Tipe putus asa, membenci dan menyalahkan diri sendiri
Bersifat kritis dan menyalahkan diri sendiri dan tidak memiliki
ambisi,mengalami penurunanan sosio ekonomi, tidak dapat
menyesuaikan diri. Lansia tidak hanya mengalami kemarahan,
tetapi juga depresi, menganggap usia lanjut sebagai masa yang
tidak menarik dan berguna
2.1.4.3 Berdasarkan tingkat kemandirian yang dinilai berdasarkan kemampuan
dalam melakukan aktivitas sehari-hari (ideks Katz), lansia dikelompokkan
menjadi beberapa tipe yaitu:
a. Lansia mandiri sepenuhnya
b. Lansia mandiri dengan bantuan lansung dari keluarganya
c. Lansia mandiri dengan bantuan tidak langsung
d. Lansia dengan bantuan badan sosial
e. Lansia di panti wreda
f. Lansia yang dirawat di RS
g. Lansia dengan bantuan mental
2.1.5 Tugas Perkembangan
Adapun tugas perkembangan lansia sebagai berikut
2.1.5.1 Mempersiapkan diri untuk kondisi yang menurun
2.1.5.2 Mempersiapkan diri untuk pensiun
2.1.5.3 Membentuk hubungan baik dengan orang seusianya
2.1.5.4 Mempersiapkan kehidupan baru
2.1.5.5 Melakukan penyesuaian terhadap kehidupan sosial/ masyarakat secara
santai
2.1.5.6 Mempersiapkan diri untuk kematiannya dan pasangan
2.2 Penyakit Hipertensi
2.2.1 Pengertian
Menurut Tarigan, Lubis dan Syarifah (2018), hipertensi atau dikenal juga
dengan darah tinggi adalah keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan
darah di atas ambang batas normalyaitu 120/80 mmHg. Menurut WHO
dalam Tarigan, Lubis dan Syarifah (2018), tekanan darah yang dianggap
normal dalam batas kurang dari 130/85 mmHg. Hipertensi dibedakan
menjadi hipertensi primer/essensial yang penyebabnya belum diketahui
dan hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang disebabkan oleh penyakit
ginjal, penyakit endokrin, dan penyakit jantung.
Menurut Dipiro dkk dalam Sudarsono dkk (2017), hipertensi didefinisikan
sebagai penyakit peningkatan tekanan darah secara menetap. Pada
umumnya, seseorang dianggap mengalami hipertensi jika tekanan darah
diatas 140/90 mmHg.
Menurut Kardiyudiani dan Susanti (2019), hipertensi adalah respon berupa
peningkatan cardiac output atau peningkatan tekanan perifer.
2.2.2 Klasifikasi hipertensi
2.2.2.1 Berdasarkan bentuknya, hipertensi terbagi menjadi
a. Hipertensi diastolik (diastolic hypertension)
b. Hipertensi campuran (sistol dan diastol yang meninggi)
c. Hipertensi sistolik (isolated systolic hypertension)
2.2.2.2 Menurut WHO kalsifikasi hipertensi adalah
a. Normal sistole <130 diastole <85
b. Prahipertensi sistole 130-139 diastole 85-89
c. Hipertensi ringan sistole 140-159 diastole 90-99
d. Hipertensi sedang sistole 160- 179 diastole 100- 109
e. Hipertensi berat sistole ≥180 diastole≥110
2.2.3 Faktor risiko
2.2.3.1 Menurut Kemenkes RI dalam Kardiyudiani dan Susanti (2019), terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi, antara lain:
a. Genetik : respon neurologi terhadap stres atau kelainan eksresi atau
transport natrium.
b. Obesitas : terkait dengan level insulin yang tinggi yang mengakibatkan
tekanan darah meningkat.
c. Stres lingkungan.
d. Hilangnya elastisitas jaringan dan arterisklerosis pada usia lanjut serta
pelebaran pembuluh darah.
2.2.3.2 Menurut Sudarsono dkk (2017), hipertensi dipicu oleh beberapa faktor
resiko seperti faktor genetik, obesitas, kelebihan asupan natrium,
dislipidemia, kurangnya aktivitas fisik, dan defisiensi vitamin D.
2.2.4 Etiologi.
2.2.4.1 Menurut Hidayat (2011) berdasarkan penyebabnya hipertensi di bagi
menjadi dua golongan yaitu:
a. Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui
penyebabnya, disebut juga hipertensi idiopatik. Banyak faktor yang
mempengaruhinya seperti genetik, lingkungan, hiperaktivitas susunan
saraf simpatis, sistem reninangiotensin, defek dalam ekskresi Na,
peningkatan Na dan Ca intraselular dan faktor-faktor yang
meningkatkan risiko, seperti obesitas, alkohol, merokok serta
polisitemia.
b. Hipertensi sekunder atau hipertensi renal. Penyebab spesifiknya
diketahui, seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi
vaskular renal, hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan dan
lain-lain
2.2.4.2 Menurut Lemone (2015) etiologi dari hipertensi adalah sebagai berikut:
a. Penyakit ginjal.
b. Kehamilan.
c. Penyakit kelenjar tiroid.
d. Tumor kelenjar adrenal.
e. Kelainan bawaan pada pembuluh darah.
f. Kecanduan alkohol.
g. Penyalahgunaan napza.
h. Gangguan pernapasan saat tidur (sleep apnea).
i. Konsumsi obat-obatan tertentu (antipiretik, antinyeri, atau pil KB)
a. Patofisiologis Hipertensi

F. Predisposisi, usia, jenis kelamin, merokok, stress, kurang olahraga, genetik, alkohol, konsumsi garam,
obesitas

Perubahan
Tekanan Hipertensi
situasi
sistemik darah

Beban kerja Kerusakan Informasi minim Krisis Situasional


jantung ↑ vaskuler
pembuluh darah

MK : Defisiensi
Aliran darah pengetahuan
Perubahan Metode koping
makin cepat
struktur Ansietas tidak efektif
keseluruh tubuh,
sedangkan nutrisi
dalam sel sudah
mencukupi
Penyumbatan
pembuluh darah MK :
Ketidakefektifa
nkoping

Vasokontriksi

Gangguan
Sirkulasi

Otak Ginjal Pembuluh Retina


darah
Ginjal Pembuluh Retina
Otak
darah

Resistens Suplai
i Vasokontriksi
O2 otak Sistemik Koroner Spasme
pembulu pembuluh darah
arteriol
h darah
otak ↑
Blood flow Vasokontriks
MK: Risiko
darah ↓ Iskemia MK:
ketidak i
Miokard Risiko
MK: -efektifan
cidera
Nyeri perfusi
Kepala jaringan Respon RAA Afterload ↑
MK: Nyeri
Dada

Merangsang Fatigue
aldostreon

Retensi
NA MK: MK:
Penuruna Intoleransi
n Curah aktivitas
Edema Jantung

MK:
Kelebihan
Volume
Cairan
2.2.5 Tanda dan Gejala
2.2.5.1 Gejala hipertensi menurut Sustrani dan Alam 2004 dalam Apriyani, 2019
a. Sakit kepala
b. Jantung berdebar- debar
c. Sulit bernafas setelah bekerja keras atau mengangkat beban berat
d. Mudah lelah
e. Penglihatan kabur
f. Wajah memerah
g. Hidung berdarah
h. Sering buang air kecil terutama di malam hari
i. Telinga berdering
j. Dunia terasa berputar
2.2.5.2 Gejala hipertensi menurut Manjoer 2000 dalam Apriyani, 2019
a. Rasa berat di tengkuk
b. Sukar tidur
c. Cepat marah
d. Mata berkunang- kunang dan pusing
2.2.6 Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Nurhidayat (2015) pemeriksaan diagnostik untuk penyakit
hipertensi adalah :
2.2.6.1 Riwayat dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh.
2.2.6.2 Pemeriksaan retina.
2.2.6.3 Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kerusakan oragan seperti
ginjal dan jantung.
2.2.6.4 EKG untuk mengetahui hipertropi ventrikel kiri.
2.2.6.5 Urinalisa untuk mengetahui protein dalam urin, darah, glukosa.
2.2.6.6 Pemeriksaan meliputi renogram, pielogram intravena arteriogram renal,
pemeriksaan fungsi ginjal terpisah dan penentuan kadar urin.
2.2.6.7 Foto dada dan CT Scan.
2.2.7 Komplikasi
Komplikasi penyakit hipertensi menurut Kmenkes RI
2.2.7.1 Penyakit jantung
2.2.7.2 Stroke
2.2.7.3 Penyakit ginjal
2.2.7.4 Retinopati
2.2.7.5 Penyakit pembuluh darah tepi
2.2.7.6 Gangguan saraf
2.2.8 Penatalaksanaan Medik dan Keperawatan
2.2.8.1 Penatalaksanaan Medik
Menurut Krisnanda (2017) terapi farmakologi bertujuan untuk mengontrol
tekanan darah hingga mencapai tujuan terapi pengobatan. Berdasarkan
JNC VIII pilihan atihipertensi didasarkan pada ada atau tidaknya usia, ras,
serta ada atau tidaknya gagal ginjal kronik. Apabila terapi antihipertensi
sudah dimulai, pasien harus rutin kontrol dna mendapat pengaturan dosis
setiap bulan hingga target tekanan darah tercapai. Perlu dilakukan
pemantauan tekanan darah, LFG, dan elektolit.
Jenis obat hipertensi:
a. Diuretik
Obat-obatan jenis diuretic bekerja dengan mengeluarkan cairan tubuh
(lewat kencing), sehingga volume cairan tubuh berkurang
mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih ringan dan berefek
pada turunnya tekanan darah. Contoh obat-obatan ini adalah
bendroflumethiazede, chlorthizlidone, hydrocholorothiazide, dan
indapamide.
b. ACE-Inhibitor
Kerja obat golongan ini menghambat pembentukan zat angiotensin II
(zar yang dapat meningkatkan tekanan darah). Efek samping yang
sering timbul adalah batuk kering, pusing sakit kepala dan lemas.
Contoh obat yang tergolong jenis ini adalah captopril, enalapril, dan
lisinopril.
c. Calsium channel blocker
Golongan obat ini bekerja menurunkan daya pompa jantung dengan
menghambat kontraksi otot jantung (kontraktilitas). Contoh obat yang
tergolong jenis obat ini adalah amlodipine, ditliazem, dan nitrendipine.
d. ARB
Kerja obat ini adalah dengan menghalangi penempelan zat angitensin
II pada reseptor yang mengakibatkan ringannya pada pompa jantung.
Obat-obatan yang termasuk golongan ini adalah eprosrtan,
candesartan, dan iosartan.
e. Beta blocker
Mekanisme obat antihipertensi ini adalah melalui penurunan daya
pompa jantung. Jenis obat ini tidak dianjurkan pada penderita yang
telah diketahui mengidap gangguan pernafasan seperti asma bronchial.
Contoh obat yang tergolong ke dalam beta blocker adalah atenol,
bisoprolol, dan beta metoprolol.
2.2.8.2 Penatalaksanaan Keperawatan.
a. Penatalaksananan Diit pada pasien hipertensi
1) Diet rendah garam, penggunaan daging ayam dan daging ikan
dibatasi paling banyak 100 gram per hari. Telur ayam/telur bebek
paling banyak 1 butir sehari.
2) Atur sesi konsultasi dengan ahli gizi untuk membantu pasien
menyusun rencana guna meningkatkan asupan gizi/nutrisi atau
untuk menurunkan berat badan
Menurut Palimbong, Kurniasari, dan Kiha (2018), pasien dengan
tekanan darah yang tinggi akan diberi makanan sesuai tingkat
keparahannya. Diet yang dianjurkan adalah diet rendah garam.
Diet rendah garam merupakan diet yang dimasak atau tanpa
menggunakan garam namun dengan pembatasan tertentu. Pada
diet rendah garam I hanya boleh mengkonsumsi natrium
sebanyak 200-400 mg Na per hari, diet rendah garam II hanya
akan mengkonsumsi natrium sebanyak 600-800 mg Na per hari,
dan diet rendah garam III hanya boleh mengkonsumsi natrium
sebanyak 1000-1200 mg Na per hari.
b. Edukasi pada pasien hipertensi
1) Berhenti merokok dan kurangi makanan yang berlemak serta
tinggi kolesterol untuk kesehatan jantung
2) Lakukan olahraga atau latihan 30-60 menit 3x seminggu secara
rutin (akan menurunkan tekanan darah sistolik 4-9 mm Hg)
3) Meningkatkan konsumsi sayur dan buah
4) Kontrol tekanan darah secara teratur dan mengkonsumsi obat
antihipertensi sesuai dengan anjuran dokter
5) Libatkan keluarga untuk membantu pasien mengontrol berat
badan, menurunkan stress, meningkatkan pola hidup sehat pasien
2.3 Penyakit Diabetes Melitus
2.3.1 Pengertian
Diabetes melitus merupakan penyakit kronis yang umum terjadi pada
dewasa yang membutuhkan supervisi medis berkelanjutan dan edukasi
perawatan mandiri pada pasien. Namun bergantung pada tipe DM dan usia
pasien, keutuhan dan asuhan keperawatan pasien dapat sangat berbeda
(Lemone,Priscilla 2016).
Diabetes Mellitus adalah penyakit kronis progresif yag ditandai dengan
ketidakmampuan tubuh untuk melakukan metabolisme karbohidrat
(Black,M Joyce, 2014)
2.3.2 Klasifikasi
Committee on the Diagnosis and Classification of Diabetes Melitus,
menjabarkan 4 kategori utama diabetes, yaitu: (Corwin, 2009)
2.3.2.1 Tipe I: Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM)/ Diabetes Melitus
tergantung insulin (DMTI)
Lima persen sampai sepuluh persen penderita diabetik adalah tipe I. Sel-
sel beta dari pankreas yang normalnya menghasilkan insulin dihancurkan
oleh proses autoimun. Diperlukan suntikan insulin untuk mengontrol kadar
gula darah. Awitannya mendadak biasanya terjadi sebelum usia 30 tahun.
2.3.2.2 Tipe II: Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)/ Diabetes
Mellitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Sembilan puluh persen sampai 95% penderita diabetik adalah tipe II.
Kondisi ini diakibatkan oleh penurunan sensitivitas terhadap insulin
(resisten insulin) atau akibat penurunan jumlah pembentukan insulin.
Pengobatan pertama adalah dengan diit dan olah raga, jika kenaikan kadar
glukosa darah menetap, suplemen dengan preparat hipoglikemik (suntikan
insulin dibutuhkan, jika preparat oral tidak dapat mengontrol
hiperglikemia). Terjadi paling sering pada mereka yang berusia lebih dari
30 tahun dan pada mereka yang obesitas.
2.3.2.3 DM tipe lain
Karena kelainan genetik, penyakit pankreas (trauma pankreatik), obat,
infeksi, antibodi, sindroma penyakit lain, dan penyakit dengan
karakteristik gangguan endokrin.
2.3.2.4 Diabetes Kehamilan: Gestasional Diabetes Melitus (GDM)
Diabetes yang terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak mengidap
diabetes.
2.3.3 Penyebab
2.3.3.1 Diabetes melitus tipe 1 mengalami defisiensi insulin absolut.
Diabetes melitus tipe 1 disebabkan oleh
a. Destruktur sel beta autoimun biasanya memicu terjadinya defisiensi
insulin absolut
b. Faktor herediter berupa antobodi sel islet, tingginya insiden HLA tipe
DR3dan DR4
c. Faktor lingkungan berupa infeksi virus, defisiensi vitamin D, toksin
lingkungan, menyusui jangka pendek, paparan dini terhadap protein
komplek.
2.3.3.2 Diabetes Melitus tipe 2 akibat resistensi insulin perifer defek pregresif
sekresi insulin, peningkatan gukogenesis. Diabetes melitus tipe2
dipengaruhi faktor lingkungan berup obesitas, gaya hidup tidak sehat, diet
tinggi karbohidrat. DM tipe 2 memiliki presimtomatis yang panjang yang
menyebabkan penegakan diagnosa DM tipe2 dapat tertunda 4-7 tahun.
2.3.3.3 Diabetes melitus gestsional
Dm yang didiagnosis selama hamil. DM gestsional merupakan diagnosis
DM yang menerapkan untuk perempuan dengan intoleransi glukosa atau
ditemukan pertama kali selamakehamilan.
2.3.3.4 Diabetes melitus tipe lainnya
Sebagai akibat dari defek genetik fungsi sel beta, penyakit pankreas atau
penyakit yang diinduksi oleh obat-obatan. Beberapa hormon seperti hormon
pertumbuhan, kortisol, glukagondan efinefrin merupakan antagonis atau
penghambat insulin. Jumlah berlebihan dari hormon-hormon ini menyebabkan
DM.
2.3.4 Tanda gejala
2.3.4.1 Gejala awal pada penderita DM adalah
a. Poliuria (peningkatan volume urine)
b. Polidipsia (peningkatan rasa haus) akibat volume urine yang sangat
besar dan keluarnya air yang menyebabkan dehidrasi ekstrasel.
Dehisrasi intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel karena air intrasel akan
berdifusi keluar sel mengikuti penurunan gradien konsentrasi ke
plasma yang hipertonik (sangat pekat). Dehidrasi intrasel merangsang
pengeluaran ADH (antidiuretic hormone) dan menimbulkan rasa haus.
c. Polifagia (peningkatan rasa lapar). Sejumlah kalori hilang kedalam air
kemih, penderita mengalami penurunan berat badan. Untuk
mengkompensasi hal ini penderita seringkali merasa lapar yang luar
biasa.
d. Rasa lelah dan kelemahan otot akibat gangguan aliran darah pada
pasien diabetes lama, katabolisme protein diotot dan ketidakmampuan
sebagian besar sel untuk menggunakan glukosa sebagai energi.
2.3.4.2 Gejala lain yang muncul
a. Peningkatan angka infeksi akibat penurunan protein sebagai
bahan pembentukan antibody, peningkatan konsentrasi glukosa
disekresi mukus, gangguan fungsi imun dan penurunan aliran
darah pada penderita diabetes kronik.
b. Kelainan kulit gatal-gatal, bisul. Gatal biasanya terjadi di daerah
ginjal, lipatan kulit seperti di ketiak dan dibawah payudara,
biasanya akibat tumbuhnya jamur.
c. Kelainan ginekologis, keputihan dengan penyebab tersering
yaitu jamur terutama candida.
d. Kesemutan rasa baal akibat neuropati. Regenerasi sel mengalami
gangguan akibat kekurangan bahan dasar utama yang berasal
dari unsur protein. Akibatnya banyak sel saraf rusak terutama
bagian perifer.
e. Kelemahan tubuh
f. Penurunan energi metabolik/penurunan BB yang dilakukan oleh
sel melalui proses glikolisis tidak dapat berlangsung secara
optimal.
g. Luka yang lama sembuh, proses penyembuhan luka
membutuhkan bahan dasar utama dari protein dan unsur
makanan yang lain. Bahan protein banyak diformulasikan untuk
kebutuhan energi sel sehingga bahan yang diperlukan untuk
penggantian jaringan yang rusak mengalami gangguan.
h. Laki-laki dapat terjadi impotensi, ejakulasi dan dorongan
seksualitas menurun karena kerusakan hormon testosteron.
i. Mata kabur karena katarak atau gangguan refraksi akibat
perubahan pada lensa oleh hiperglikemia.
2.3.5 Patofisiologis
2.3.6 Pemeriksaan diagnostik
Penentuan diagnosa D.M adalah dengan pemeriksaan gula darah , menurut
Sujono & Sukarmin (2008) antara lain:
2.3.6.1 Gula darah puasa (GDO) 70-110 mg/dl. Kriteria diagnostik untuk
DM > 140 mg/dl paling sedikit dalam 2 kali pemeriksaan. Atau >
140 mg/dl disertai gejala klasik hiperglikemia atau IGT 115-140
mg/dl.
2.3.6.2 Gula darah 2 jam post prondial <140 mg/dl digunakan untuk
skrining atau evaluasi pengobatan bukan diagnostik
2.3.6.3 Gula darah sewaktu < 140 mg/dl digunakan untuk skrining bukan
diagnostik.
2.3.6.4 Tes toleransi glukosa oral (TTGO). GD < 115 mg/dl ½ jam, 1 jam, 1
½ jam < 200 mg/dl, 2 jam < 140 mg/dl.
2.3.6.5 Tes toleransi glukosa intravena (TTGI) dilakukan jika TTGO
merupakan kontraindikasi atau terdapat kelainan gastrointestinal
yang mempengaruhi absorbsi glukosa.
2.3.6.6 Tes toleransi kortison glukosa, digunakan jika TTGO tidak
bermakna. Kortison menyebabkan peningkatan kadar glukosa
abnormal dan menurunkan penggunaan gula darah perifer pada
orang yang berpredisposisi menjadi DM kadar glukosa darah 140
mg/dl pada akhir 2 jam dianggap sebagai hasil positif.
2.3.6.7 Glycosetat hemoglobin, memantau glukosa darah selama lebih dari
3 bulan.
2.3.6.8 C-Pepticle 1-2 mg/dl (puasa) 5-6 kali meningkat setelah pemberian
glukosa.
2.3.6.9 Insulin serum puasa: 2-20 mu/ml post glukosa sampai 120 mu/ml,
dapat digunakan dalam diagnosa banding hipoglikemia atau dalam
penelitian diabetes.
Hasil pemeriksaan glukosa dalam 2 jam pasca pembedahan dibagi
menjadi 3 yaitu :
< 140 mg/dL → normal
140-<200 mg/dL → toleransi glukosa terganggu
> 200 mg/dL → diabetes
2.3.7 Komplikasi
Komplikasi pada diabetes melitus meliputi
2.3.7.1 Komplikasi akut
a. Hiperglikemia dan ketoasidosis diabetik
b. Sindrom hiperglikemia hiperosmolar nonketosi
Ini merupakan varian ketosidosis diabetik yang ditandai dengan
hiperglikemia ekstrem (600-2000 mg/dl), dehidrasi nyata,ketonuria
ringan atau tidak terdeteksi dan tida ada asidosis.
c. Hioglikemia
2.3.7.2 Komplikasi kronis
a. Komplikasi makrovaskuler
1) Penyakit arteri koroner
2) Penyakit serebrovaskuler
3) Hipertensi
4) Penyakit pembuluh darah
5) Infeksi
b. Komplikasi mikrovaskuler
1) Retinopati
2) Nefropati
3) Ulkus tungkai dan kaki
4) Neuropati sensorimotor
5) Neuropati autonomi :pupil, jantung, gastrointestinal, urogenital.
2.3.8 Penatalaksanaan
Menurut (Mansjoer, A dkk. 2008) ada lima komponen dalam
penatalaksanaan DM, yaitu;
2.3.8.1 Diet
Dalam melaksanakan diit diabetes sehari-hari hendaklah diikuti
pedoman 3 J yaitu:
a. Jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi
atau ditambah
b. Jadwal diit harus sesuai dengan intervalnya
c. Jenis makanan yang manis harus dihindari
Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus disesuaikan
oleh status gizi penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan
menghitung Percentage of Relative Body Weight (BBR = berat
badan normal) dengan rumus :

2.3.8.2 Latihan/ Olah raga


Latihan jasmani teratur 3-4 kali tiap minggu selama + ½ jam. Adanya
kontraksi otot akan merangsang peningkatan aliran darah dan penarikan
glukosa ke dalam sel. Penderita diabetes dengan kadar glukosa darah
>250mg/dl dan menunjukkan adanya keton dalam urine tidak boleh
melakukan latihan sebelum pemeriksaan keton urin menunjukkan hasil
negatif dan kadar glukosa darah mendekati normal. Latihan dengan
kadar glukosa tinggi akan meningkatkan sekresi glukagon, growth
hormon dan katekolamin. Peningkatan hormon ini membuat hati melepas
lebih banyak glukosa sehingga terjadi kenaikan kadar glukosa
darah.Untuk pasien yang menggunakan insulin setelah latihan dianjurkan
makan camilan untuk mencegah hipoglikemia dan mengurangi dosis
insulinnya yang akan memuncak pada saat latihan
2.3.8.3 Penyuluhan
Penyuluhan merupakan salah satu bentuk penyuluhan kesehatan kepada
penderita DM, melalui bermacam-macam cara atau media misalnya:
leaflet, poster, TV, kaset video, diskusi kelompok, dan sebagainya.
2.3.8.4 Obat- obatan
a. Tablet OAD (Oral Antidiabetes)/ Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
1) Mekanisme kerja sulfanilurea
Obat ini bekerja dengan cara menstimulasi pelepasan insulin
yang tersimpan, menurunkan ambang sekresi insulin dam
meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan
glukosa. Obat golongan ini biasanya diberikan pada penderita
dengan berat badan normal dan masih bisa dipakai pada pasien
yang berat badannya sedikit lebih.
2) Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi
mempunyaiefek lain yang dapat meningkatkan efektivitas
insulin, yaitu:
a) Biguanida pada tingkat prereseptor → ekstra pankreatik
o Menghambat absorpsi karbohidrat
o Menghambat glukoneogenesis di hati
o Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
b) Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah
reseptor insulin
c) Biguanida pada tingkat pascareseptor: mempunyai efek
intraselluler
b. Insulin
Indikasi penggunaan insulin
1) DM tipe I
2) DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan
OAD
3) DM kehamilan
4) DM dan gangguan faal hati yang berat
5) DM dan gangguan infeksi akut (selulitis, gangren)
6) DM dan TBC paru akut
7) DM dan koma lain pada DMDM operasi
8) DM patah tulang
9) DM dan underweight
10) DM dan penyakit Graves
Beberapa cara pemberian insulin
1) Suntikan insulin subkutan
2) Insulin regular mencapai puncak kerjanya pada 1 – 4 jam,
sesudah suntikan subcutan, kecepatan absorpsi di tempat
suntikan tergantung pada beberapa faktor antara lain.
BAB 3
LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA

3.1 Identitas Umum Keluarga


3.1.1 Identitas kepala keluarga

Nama : Bpk S Pendidikan : SLTA


Umur : 66 tahun Pekerjaan : Pekerja seni (dalang)
Agama : Islam Alamat : RT 02 RW 10 Tambakan
Suku : Jawa Nomor Telepom :

No Nama L/P Umur Hub Klg Pekerjaan Pendidikan Ket

1 Bpk S L 66 tahun Kepala Kelu Pekerja seni SLTA


arga

2 Ibu S P 64 tahun Istri / Ibu IRT SLTP


3.1.2 Genogram
3.1.3 Tipe keluarga tradisional
3.1.3.1 Tipe keluarga inti (nuclear family)dengan jenis tipe keluarga usila
3.1.3.2 Masalah yang terjadi dengan tipe lansia
Menurunnya fungsi dan kekuatan fisik yaitu mulai munculnya gejala
penyakit yang muncul yaitu keluhan nyeri tengkuk, pusing dan tensi
tinggi. Kesepian karena hanya tinggal dengan istri. Kadang klien berkunjng ke
rumah anak di RT 03 dan menjemput cucunya untuk dibawa ke rumah
klien.
3.1.4 Suku bangsa
3.1.4.1 Asal suku bangsa jawa
3.1.4.2 Budaya yang berhubungan dengan kesehatan
Klien kadang puasa mutih bila setiap hari lahir dan saat akan
mempersiapkan untuk pagelaran. Makan seadanya dan secukupnya tidak
berlebihan.
3.1.5 Agama dan kepercayaan yang mempengaruhi kesehatan
Pasien beragama Islam tapi lebih cenderung kejawen. Masih memegang
teguh budaya leluhur. Ada kebiasaan berpuasa dan tidur hanya dengan
kasur. Klien dan istri terbiasa begadang sehingga untuk kebisaan tidur
lebih banyak tidur di siang hari.
3.1.6 Status sosial ekonomi keluarga
3.1.6.1 Anggota yang mencari nafkah adalah kepala keluarga. Mendapatkan
penghasilandari mendalang. Penghasilan yang didapat kadang tidak tentu
tergantung dengan jumlah pegelaran dalam satu bulan.
3.1.6.2 Penghasilan
Tidak tentu tergantung jumlah pementasan. Bila di rata-rata 3-4 juta
dalamsatu bulan
3.1.6.3 Upaya lain
Selain sebagai seorang dalang klien juga kadang diundang sebagai juri di
kompetisi dalang cilik, kadang klien membuat kerajinan wayang yang
dijual sebagai suvenir
3.1.6.4 Harta benda yang dimiliki
Rumah, motor, mobil dan seperangkat gamelan serta wayang kulit.
3.1.6.5 Kebutuhan yang dikeluarkan tiap buan
Kebutuhan setiap bulan tidak tentu bila dirata- rata sekitar 3-3,5 juta
3.1.7 Aktivitas rekreasi keluarga
Klien sering berjalan- jalan dengan istri untuk wisata kuliner atau kadang
pergi dengan anak dan cusu. Kegiatan rekreasi tdak rutin dilakukan
tergantung waktu luang dan biaya yang tersedia.
3.2 Riwayat dan Tahap Perkembangan Keluarga
3.2.1 Tahap perkembangan keluarga saat ini adalah tahap perkembangan
keluarga lansia
3.2.1 Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi dan kendalanya
Menyesuaikan diri dengan kondisi yang semakin menurun dan
mempersiapkan diri untuk pensiun. Kendala yang dihadapi adalah adanya
keinginanan tidak merepotkan anak-anak dan tidak adanya pendapatan
rutin setiap bulannya seperti tunjangan pensiun. Menyesuaikan diri dengan
kondisi yang menurun belum bisa dipenuhi karena klien masih merasa
mampu dan tidak ada keluhan yang menggangu aktivitas sehari-hari.
Adanya anggapan bahwa semasih tidak ada keluhan maka klien tidak akan
meriksakan diri ke fasilitas kesehatan.
3.2.2 Riwayat kesehatan keluarga inti
3.2.2.1 Riwayat kesehatan keluarga saat ini
Bp. S tidak ada riwayat sakit sebelumnya. Saat vaksinasi covid baru
diketahui tekanan darahnya Bp. S tinggi. Belum mengkonsumsi obat atau
kontrol rutin sama sekali. Bp. S belum pernah opname sebelumnya bila
ada keluhan sakit ringan hanya diperiksakan di praktek mandiri perawat.
Ny. S mempunyai riwayat tensi tinggi sejak 2-3 tahun yang lalu tetapi
tidak minum obat dan kontrol rutin. Ny. S hanya makan semangka
satu potong sebagai terapi untuk menurunkan tensi Saat tensi tinggi
klien mengeluh pusing, kedua kaki kebas dan nyeri tengkuk. Pada saat
posyandu lansia tekanan darah pasien tnggi 200/110 mmhg dan GDS 359
gr/dl. Ny. S sudah periksa ke perawat praktek mendapat terapi metformin
3x500mg, amlodipin 1x10mg, antasida 3x1 tablet dan paracetamol
3x1 tablet.
3.2.2.2 Riwayat penyakit keturunan
Dari keluarga Bp. S orang tua tidak ada riwayat sakit. Adik Bp.S riwayat
stroke 3 bulan yang lalu mengalami kelemahan ekstremitas kanan. Dari
keluarga Ny. S tidak ada riwayat sakit yang menurun.
3.2.2.3 Riwayat kesehatan masing-masing anggota keluarga
a.Bp. S umur 66 tahun BB 75kg tidak ada keluhan tekanan 150/85mmHg
sudah imunisasi covid 2x, riwayat imunisasi dasar klien tidak tahu.
Klien riwayat perokok aktif, 1 bungkus bisa habis dalam 1 hari. Pola
aktifitas sangat kurang klien tidak pernah berolahraga. Klien sering
membuat rebusan daun salam tetapi takarnnya masih belum sesuai.
Aktivitas Masalah kesehatan klien adalah defisit pengetahuan tentang
penyakit hipertensi, cara perawatan dan mencegah komplikasi.
Tindakan yang telah dilakukan adalah kontrak waktu untuk rencana
pemberian penyuluhan dan demontrasi untuk terapi komplementer
untuk menstabika tekanan darah.
b.Ny. S umur 64 tahun BB 60kg. Klien mengeluh pusing, nyeri tengkuk,
kadang kedua kaki terasa kebas bila tensi tinggi. Tetapi keluhan nyeri
berkurang setelah diperiksakan ke praktek perawat. Sebelumnya klien
sering makan semangka bila merasa tensi naik Klien sudah imunisasi
covid 2x untuk imunisasi dasar klien tidak tahu. Masalah kesehatan
yang muncul defisit pengetahuan tentang penyakit hipertensi, cara
perawatan dan mencegah komplikasi. Tindakan yang telah dilakukan
adalah kontrak waktu untuk rencana pemberian penyuluhan dan
demontrasi terapi komplementer untuk menstabilkan tekana darah.
3.2.2.4 Sumber pelayanan kesehatan yang dimanfaatkan
Klien bila ada keluahn sakit akan mmeriksakan diri di praktek perawat
mandiri. Klien merasa cocok dengan terapi yang diberikan. Klien
mempunyai BPJS mandiri tetapi sudah 2 tahun tidak aktif karena iuran
bulanan belum diselesaikan.
3.2.2.5 Riwayat kesehatan keluarga sebelumnya
Ny. S mempunyai riwayat hipertensi tidak terkontrol sejak 2-3 tahun yang
lalu.
3.3 Pengkajian Lingkungan
3.3.1 Karateristik rumah
3.3.1.1 Luas rumah 175m²
3.3.1.2 Tipe rumah permanet
3.3.1.3 Kepemilikan rumah milik sendiri
3.3.1.4 Jumlah kamar 2
3.3.1.5 Ventilasi tersedia di setiap kamar dengan menghadap ke arah luar
3.3.1.6 Pemanfaatan ruangan hanya 1 kamar yang sering digunakan, kamar yang
lain jarang digunakan tetapi masih digunaan saat tidur siang
3.3.1.7 Septinc tank ada dengan jarak 10 meter dari sumber air
3.3.1.8 Sumber air minum dengan sumur dan Pamdes
3.3.1.9 Kamar mandi/ WC ada 1, jenis WC duduk, keadaan kamar mandi bersih,
menurut klien 3 hari sekali bak mandi dikuras, lantai dari semen
3.3.1.10Pengelolaan sampah rumah tangga dibuang di lahan kosong di RT 07.
Tidak ada pemilahan sampah semua sampah angsung dibuang di lahan
kosong.
3.3.1.11Kebersihan lingkungan
Lingkungan rumah bersih, lantai belum semua di keramik masih ada yang
hanya disemen. Pencahayaa terang, ventilasi cukup. Tersedia kra cuci
tangan di luar rumah tetapi tidak tersedia sabun. Di dapur lantai semen,
tampak bersih. Tersedia tempat sampah tetapi belum ada pemilan jenis
sampah.
3.3.2 Karakteristik tetangga dan komunitas RW
3.3.2.1 Kebiasaan
Ada arisan RT yang dilaksanakan secara rutin bertempat di rumah Pak RT
setiap hari senin. Ada pengajian ibu- ibu yang diaksanakan secara rutin
tetapi sejak pandemi pengajian sempat terhenti. Ada ronda yang
dilaksanakan secara bergiliran tetapi sejak pandemi kegiatan ronda sempat
terhenti.
3.3.2.2 Aturan/ kesepakatan
Semua warga wajib terlibat dalamkegiatan ronda yang diatur secara
bergiliran. Acara pengajian yang diselenggarakan di lingkungan
Padukuhan tidak ada aturan yang mewajibkan untukhadir tetapi Ny. S
kadang ikut hadir dalam acara pengajian.
3.3.2.3 Budaya
Masyarakat mayoritas beragama Islam sehingga sering diadaan kegiatan
yang bersifat keagamaan. Masyarakat di RT 02 beraneka ragam ada yang
Muhamadiyah, NU dan kejawen sehingga kadang ada beberapa kebiasaan
yang berbeda yang dianut oleh masyarakat di RT 02. Meskipun berbeda
tetapi tidak pernah terjadi perselisihan karena perbedaan kebiasaan
tersebut. Hampir sebagai besar masyarakat RT 02 ditemukan memunyai
tensi tinggi saat skrining awal tetapi masyarakat masih abai dengan
penanganan hipertensi karena meraa tidak ada keluhan sama sekali
3.3.3 Mobilitas geografi keluarga
Tidak ada kebiasaan berpindah pindah tempat dari klien. Klien merupakan
penduduk asli Dusun Tambakan. Dari lahir hingga saat ini klien tidak
pernah pindah dari RT 02. Ny. S berasal dari Klaten dan tinggal di Dusun
Tambakan setelah menikah sampai dengan saat ini.
3.3.4 Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat
Klien berinteraki baik dengan masyarakat sekitar. Meskipun klien tidak
hadir secara rutin dalam kegiatan RT maupun pengajian. Waktu untuk
berkumpul bersama engan keluarga besar saat liburan ata hari raya karena
ketiga anak klien berada di luar kota.
3.3.5 Sistem pendukung keluarga
Klien mempunyai BPJS tetapi sudah tidak aktif selama 2 tahun. Bila sakit
pasien memeriksakan diri ke praktek perawat mandiri. Saat periksa pasien
tidak diantar oleh anak karena klien masih merasa mampu untuk
memeriksakan dirinya sendiri.
3.4 Struktur Keluarga
3.4.1 Pola komunikasi keluarga
Pola komunikasi dalamkeluarga berjalan dengan baik. Selamaini bila
terjadi permasalahan klien akan mengumpulkan anggota keluarga untuk
diajak berkomunikasi untukmengatasi permasalahan yang terajadi
3.4.2 Struktur kekuatan keluarga
Bp. S sebagai kepalakeluarga memiliki kemampuan dalam mengendalikan
diri dengan baik. Setiapmasalah yang ada akan di komunikasi dengan
baik tidak dengan berteriak atau kekerasan. Semua anak Bp. S hormat dan
patuh denga apa yang sudah menjadi kesepakatan dalamkeluarga tersebut.
3.4.3 Struktur peran
Bp. S sebagai kepala keluarag yang berperan dalammengatur jalannya
rumah tangga. Ny. S sebagai IRT yang akan membantu peran dari Bp. S.
Anak dan cucu sebagai anggota keluarga akan patuh akan melaksanakan
apa yang sudah menjadi kesepakatan bersama.
3.4.4 Nilai dan norma keluarga
Nilai yang dianut adalah klien merasa bahwa kesehatan itu penting apabila
untuk kesehatan klien tidak merasa sayang mengeluarkan biaya untuk
pemeriksaan kesehatan.
3.5 Fungsi Keluarga
3.5.1 Fungsi afektif
Semua anggota keluarga saling menyayangi dan mendukung satu sama
lain. Belum pernah ada konflik yang membuat kondisi di keluarga buruk.
Bila terjadi perselisihan kecil akan langsung diatasi agar tidak berlarut -
larut.
3.5.2 Fungsi sosialisasi
Hubungan antar anggota keluarga baik. Menurut klien dari keluarga setiap
anggota keluarga belajar untuk disiplin dan menghargai orang lain.
3.5.3 Fungsi perawatan kesehatan
Anggota keluarga belum mampu untuk mengenal masalah kesehatannya
dengan baik, tetapi klien mampu untuk membuat keputusan segera untuk
menindaklanjuti hasil skrining terhadap Ny. S dengan memeriksakan ke
fasilitas kesehatan segera setelah Ny. S terdagnosis tensi tinggi dan hasil
GDS yang tinggi. Klien mampu memanfatkan fasilitas kesehatan yang
ada. Perlu adanya edukasi teradap anggota keluarga yang lain(anak klien)
dalam membantu merawat anggota keluarga yang sakit.
3.5.4 Fungsi reproduksi
Ny. S sudah menagalami menopuse sekitar 7-8 tahun yang lalu. Klien
sudah tidakmempunyai keinginan untuk memiliki keturunan.
3.6 Stress dan Koping Keluarga
3.6.1 Stressor jangka pendek
Bp. S sempat tdak percaya saat terskrining tensi tinggi saat vaksinasi.
Karena merasa tidak ada keluhan sama sekali. Ny. S sempat mengeluh
nyeri tengkuk, pusing dan kaki kebas saat tensi tinggi tetapi karena tidak
mengganggu aktivitas maka Ny. S tdak kontrol tekanan darah hanya
menggunakan semangka untuk menurunkan tensi
3.6.2 Stressor jangka panjang
Pendapatan yang berkurang karena kondisi pandemi sehingga pagelaran
seni ditiadakan secara offline.
3.6.3 Respon keluarga terhadap stressor
Disaat awal mengalami stressor sempat ada perasaan cemas.tetapi seiring
berjalannya waktu klien menyadari bahwa tidak hanya mereka yang
mengalami keadaan seperti ini tetapi hampir semua orang mengalami
keadaan seperti ini.
3.6.4 Strategi koping
Strategi yang dilakukan adalah dengan menghubungi sesama teman
seniman dan pemerintah untuk mencari solusi untuk mengatasi masalah
tersebut. Klien juga berusaha untuk lebih tenang dan bersyukur sehingga
rasa cemas berkurang dan menjadi lebih rileks
3.6.5 Strategi adaptasi disfungsional
Tidak ada adaptasi koping disfungsional pada keluarga tersebut.
3.7 Keadaan Gizi Keluarga
3.7.1 Pemenuhan gizi
Ny. S jarang masak lebih sering makan di luar. Bila masakNy. S selalu
menyediakan nasi sayur lauk. Lauk bervariasi tetapi cenderung banyak
digoreng. Sayur yang disiapkan dengan cara ditumis.
3.7.2 Upaya lain
Klien lebih sering membeli makanan di luar. Untuk menambah kebutuhan
gizi pasien suka makan buah di rumah, pasien tidak pernah minum
suplemen makanan
3.8 Harapan Keluarga
3.8.1 Terhadap masalah kesehatanya
Harapan keluarga masalah kesehatannya segera bisa diatasi setelah klien
mengikuti anjuran dari petugas kesehatan untuk segera memeriksakan diri
ke fasilitas kesehatan.
3.8.2 Terhadap petugas kesehatan yang ada
Harapan keluarga terhadap petugas kesehatan adalah petugas dapat
memberikan solusi yang tepat dan cepat dalammengatasi maalah
kesehatan klien.

3.9 Pemeriksaan Fis


N Pemeriksaan Bpk S Ibu S
o

1. TTV :

Tensi : 150/95mmhg 145/95 mmhg

Suhu : 36C 36,2C

Nadi : 82x.menit 78x/menit

Nafas : 21x/menit 18x/menit

2. Kulit, rambut
dan kuku.
I : Kulit coklat, rambut Kulit coklat, rambut
pendek, jarang, sudah pendek, ikal, sudah mulai
mulai banyak uban, kuku banyak uban, kuku
panjang bersih pendek bersih
Analisa
Data
P: Kulit lembab, turgor Kulit lembab, turgor
Data Penunjang Masalah Keperawatan
Data subyektif elastis,tidak ada sianosis elastis,
Pemeliharaan tidak adatidak
kesehatan sianosis,
tidakpusing,
- Ny.S mengatakan kadang merasa tampaknyeri
luka,tidak
efektif tidak tampak luka, tidak
tengkuk, ujung kaki kebas ada pitting edema ada pitting edema
- Ny. S mengatakan riwayat HT 2-3 tahun tetapi
3. Kepala, leher
tidak minum obat karena tidak ada keluhan
I : Bentuk simetris, kedua Bentuk simetris, kedua
- Ny. S sudah berobat ke praktek mandiri tetapi
mata simetris, tidak mata simetris, tidak
belum dijelaskan tentang penyakit hipertensi
anemis, tidak ikterik, anemis, tidak ikterik,
dan diabetes melitus
sklera putih, tidak ada sklera putih, tidak ada
- Bp.S tahu tensi tinggi saat vaksin covid 1
edema palpebra, pupil edema palpebra, pupil
- Ny. S mengkonsumsi semangka untuk
bulat warna hitam, isokor bulat warna hitam, isokor
menurunkan tekanan darah
3+/3+, ketajaman visus 3+/3+, ketajaman visus
Data obyektif
mata masih baik, masih mata berkurang, masih
-TD Bp. S 150/95mmhg, TD Ny. S 145/95mmhg
mampu membaca dengan mampu membaca dengan
- Ny. S sudah mengkonsumsi obat metformin
jarak 30 cm tetapi dengan tetapi dengan tulisan yang
3x500 mg, amlodipin 1x10 mg, antasida 3x1
tulisan yang agak besar. agak besar. Hidung
tablet
Hidung simetris, tampak simetris, tampak bersih,
- Ny. S tampak bertanya tentang penyakit
bersih, tidak ada serumen, tidak ada serumen, tidak
hipertensi dan diabetes
tidak ada sekret, tidak ada ada sekret, tidak ada
- Ny. S mengganggap bahwa bila tidak ada
deviasi septum. Daun deviasi septum. Daun
telinga simetris, canalis telinga simetris, canalis
bersih ada sedikit kotoran bersih ada sedikit kotoran
kering, tidak tercium bau kering, tidak tercium bau
yang busuk. Bibir kering yang busuk. Bibir kering
keluhan maka tidak perlu memeriksakan diri
- Ny. S jarang masak sering makan di luar
- Pada saat pemeriksaan GDS di posyandu hasil
359 gr/dl
- Ny. S mengatakan cemas dan kaget saat
mengetahui kalau GDS hasilnya tinggi
Data Subyektif Perilaku kesehatan cenderung
- Bp. S perokok aktif, bila ada pegelaran wayang beresiko
rokok habis 1 bungkus
- Bp. S sudah mengurangi merokok dengan tidak
merokok saat bersama cucu
- Tensi terskrining tinggi saat vaksin covid tetapi
tidak memeriksakan diri karena tidak ada
keluhan
- Bp. S cenderung sering begadang karena
memang tuntutan pekerjaan
Data obyektif
- Bp. S tidak merokok sama sekali di depan cucu
dan perawat
- TD Bp. S 150/95 mmHg
- Bpp. S berprofesi sebagai seorang dalang yang
mengharuskan untuk tidak tidur semalam
suntuk
- Bp. S tidak mengkonsumsi obat sama sekali
hanya meminum rebusan daun salam

Diagnosa Keperawatan
1. Pemeliharaan kesehatan tidak efektif pada keluarga Bp. S terutama pada Ny. S
2. Perilaku kesehatan cenderung beresiko pada keluarga Bp. S terutama pada Bp.
S
Mengtahui
Nama Koordinator Tanggal/
tanda tangan
Prioritas Masalah
Masalah Kesehatan : Defisit pengetahuan
No Kriteria Nilai Bobot Jumlah
1 Sifat masalah
 Kurang sehat 3 3/3x1 =
 Risiko 2 1 1
 Potensial 1
2 Kemungkinan masalah dapat diubah
 Mudah 2 2/2x 2 =
 Sebagian 1 2 2
 Tidak dapat 0
3 Potensial masalah dapat dicegah
 Tinggi 3 3/3 x 1=
 Cukup 2 1 1
 Rendah 1
4 Menonjolnya masalah
 Berat, segera ditangani 2 2/2 x 1=
 Ada masalah tidak perlu segera 1 1 1
ditangani 0
 Tidak dirasakan ada masalah
Total 5

Prioritas Masalah
Masalah Kesehatan : Perilaku kesehatan cenderung beresiko
No Kriteria Nilai Bobot Jumlah
1 Sifat masalah
 Kurang sehat 3 3/3 x 1=
 Risiko 2 1 1
 Potensial 1
2 Kemungkinan masalah dapat diubah
 Mudah 2 1/2 x 2=
 Sebagian 1 2 1
 Tidak dapat 0
3 Potensial masalah dapat dicegah
 Tinggi 3 1/3 x 1=
 Cukup 2 1 1/3
 Rendah 1
4 Menonjolnya masalah
 Berat, segera ditangani 2 0/2 x 1=
 Ada masalah tidak perlu segera 1 1 0
ditangani 0
 Tidak dirasakan ada masalah
Total 2 1/3
Perencanaan Keperawatan
Fasilitas Yankes Puskesmas Ngemplak I No Register
Perawat yang mengkaji Agnes Yuliati Nama KK Bp. S
Nama keluarga Ny. S Alamat RT 02, RW 10 Dusun Tambakan
Penyakit Hipertensi diabetes melitus

Tgl Diagnosa Keperawatan Tujuan Keperawatan Rencana Tindakan


No
01-12- Pemeliharaan kesehatan tidak Setelah diberikan tindakan keperawatan sel
2021 efektif pada keluarga Bp.S ama 5 x 30 menit, keluarga Bp S mampu
1 terutama pada Ny. S mengelola dan mempertahankan tingkat
kesehatan
1. 1x30 menit keluarga mampu mengenal 1. Berikan edukasi tentang penyakit
tentang penyakit hipertensi dan hipertensi meliputi pengertian, tanda
memutuskan tindakan yang tepat untuk gejala, komplikasi, perawatan dan diet
meningkatan pemeliharaan kesehatan 2. Monitoring tekanan darah dan nadi
dengan kriteria hasil: 3. Identifikasi tingkat pemahaman pasien
a. Keluarga Bp.S mampu menjelaskan tentang penyakit hipertensi
tentang pengertian dan tanda gejala 4. Identifikasi penggunaan obat tradisional
hipertensi dan kemungkinan efek terhadap
b. Keluarga Bp. S mampu menyebutkan pengobatan
komplikasi hipertensi 5. Jelaskan tentang pentingnya kepatuhan
c. Keluarga Bp. S mampu menyebutkan terhadap program pengobatan
perawatan dan diet pada hipertensi 6. Jelaskan manfaat dan efek saming
pengobatan

2. 1x30 menit keluarga mampu mengenal 1. Berikan edukasi tentang penyakit diabetes
tentang penyakit diabetes dan melitus meliputi pengertian, tanda gejala,
memutuskan tindakan yang tepat untuk komplikasi, perawatan dan diet
meningkatkan pemeliharaa kesehatan 2. Ajarkan keluarga untuk mengenali tanda
dengan kriteria hasil: gejala hipoglikemia dan hiperglikemia
a. Keluarga Bp. S mampu menjelaskan 3. Jelaskan tentang pentingnya kepatuhan
tentang pengertian, tanda gejala, terhadap program terapi
komplikasi diabetes melitus 4. Identifikasi penggunaan obat trandisional
b. Keluarga Bp. S mampu menyebutkan dan kemungkinanan efek terhadap
tanda gejala hipoglikemia dan pengobatan
hiperglikemia 5. Anjurkan untuk melakukan latihan fisik
c. Keluarga Bp. S mampu menyebutkan minimal 15 menit setiap hari
perawatan dan diet diabetes
3. 2x30 menit keluarga Bp. S mampu 1. Jelaskan manfaat dan efek dari
merawat anggota keluarga dengan pengobatan
masalah hipertensi dan diabetes melitus 2. Anjurkan memonitor perkembangan
dengan kriteria hasil keefektifan pengobatan
a. Ny. S mampu mempraktekkan senam 3. Ajarkan untuk membuat pengobatan
diabet tradisional yang benar
b. Keluarga Bp. S ikut terlibat dalam 4. Anjurkan untuk mendemontrasikan cara
latihan senam diabet pembuatan terapi komplementer dengan
c. Keluarga Bp. S ikut terlibat dalam daun salam
pemanfaatan daun salam sebagai terapi 5. Latih untuk melakukan senam diabet
komlementer untuk menstabilkan 6. Libatkan keluarga dalam memelihara
tekanan darah program latihan dan pengobatan
d. Ny. S mempunyai jadwal rutin untuk 7. Ajarkan tindakan segera yang bisa
melakukan senam diabet dilakukan bila mengalami hipoglikemi dan
e. Keluarga Bp. S mampu menyebutkan hiperglikemia
tindakan segera untuk mengatasi 8. Menyusun jadwal program latihan fisik
hipoglikemi dan hiperglikemia secara rutin bersama keluarga
4. 1x30 menit keluarga Bp. S mampu 1. Identifikasi keamanan dan kenyamanan
memodifikasi lingkungan dan lingkungan
memanfaatkan fasilitas kesehatan untuk 2. Sediakan lingkungan yang aman untuk
meningkatkan pemeliharaan kesehatan aktivitas
dengan kriteria hasil 3. Jelaskan cara membuat lingkungan rumah
a. Keluarga Bp. S mampu melakukan yang nyaman
tindakan untuk mencegah resiko 4. Anjurkan selalu memakai alas kaki
cedera di lingkungan rumah meskipun di dalam rumah
b. Ny. S mengunjungi fasilitas kesehatan 5. Anjurkan untuk rutin kontrol bila obat
minimal sebulan sekali untuk untuk tekanan darah sudah habis
memnatau kondisi kesehatan 6. Informasikan fasilitas kesehatan yang
dapat digunakan selama pengobatan
7. Anjurkan rutin mengikuti kegiatan
posyandu lansia

01-12- Perilaku kesehatan cenderung Setelah diberikan tindakan keperawatan sel


2021 beresiko pada keluarga Bp. S ama 3 x 30 menit, keluarga Bp S terutama
2 terutama pada Bp. S Bp.S mampu mempertahankan perilaku
yang menjaga kesehatan
1. 1x30 menit keluarga mampu mengenal 1. Identifikasi tingkat pengetahuan klien
perilaku yang beresiko menggangu tentang bayaha merokok bagi kesehatan
kesehatan dan mampu memutuskan 2. Identifikasi upaya berhenti merokok
tindakan untuk mengatasi perilaku 3. Jelaskan tentang bahaya merokok bagi
kesehatan yang beresiko dengan kriteri kesehatan
hasil 4. Jelaskan tentang strategi untuk
a. Bp. S mampu menjelaskan tentang mengurangi rokok
bahaya merokok bagi kesehatan, 5. Jelaskan tentang etika merokok
b. Bp. S mampu menjelaskan tentang 6. Anjurkan klien untuk memilih strategi
strategi untuk mengurangi rokok yang akan digunakan untuk mengatasi
c. Bp.S mampu menjelaskan tentang etika masalah kesehatan
merokok 7. Berikan dukungan tentang keputusan klien

2. 1x30 menit keluarga mampu mengatasi 1. Anjurkan keluarga untuk mendukung


keluarga yang mengalami masalah keputusan klien dalam mengatasi masalah
perilaku kesehatan beresiko dengan kesehatan
kriteria hasil 2. Anjurkan mengidentifikasi dan
a. Bp. S mamp untuk mengurangi jumlah menggunakan dukungan sosial yang ada
rokok yang dihisap dlam satu hari 3. Buat keputusan rencana tindakan bersama
b. Keluarga Bp. S memberikan dukungan keluarga untuk mengatasi kebiasaan
dengan sellu mngingatkan tentang merokok
bahaya merokok bagi kesehatan
c. Keluarga Bp. S mempunyai rencana
yang akan dilakukan bersama untuk
mengatasi kebiasaan merokok

3. 1x30 menit keluarga mampu 1. Anjurkan untuk menyediakan tempat


memodifikasi lingkungan dan mampu sebagai ruangan khusus merokok
memanfaatkan fasilitas pelayanan 2. Anjurkan keluarga hanya menyediakan
kesehatan dengan kriteri hasil asbak d ruangan yang khusus untuk
a. Keluarga Bp. S mampu menyediakan merokok
ruangan khusus untuk merokok 3. Anjurkan untuk menanam tanaman yang
b. Bp. S hanya merokok di ruangan dapat membantu mengurangi polusi udara
khusus yang telah disediakan 4. Menganjurkan untuk selalu membuka
c. Sirkulasi di dalam rumah baik jendela setiap hari di siang hari
d. Bp. S kontrol rutin minimal 1 bulan 5. Anjurkan untuk memerikkan diri secara
sekali ke fasilitas kesehatan terdekat rutinke fasilitas pelayanan kesehatan
terdekat (puskesmas)

Implementasi dan Evaluasi Keperawatan


Fasilitas Yankes No Register
Perawat yang mengkaji Nama KK
Nama keluarga Alamat
Masalah kesehatan

Tgl Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi TTD


No
DAFTAR PUSTAKA

Apriyani PH. (2019). Hipertensi. Klaten : Penerbit Lakeisha


Cahyati, Y. (2021). Penatalaksanaan Trpadu Penyakit Tidak Menular (Pedoman
bagi Kader dan Masyarakat). Sleman : Deepublish
Dewi, SR. (2014). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Sleman : Deepublish
Hasnawati. (2021). Hipertensi. Bantul : KBM Indonesia
Pokja SDKI DPP PPNI (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: DPP PPNI
Pokja SDKI DPP PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi
dan Indikator Diagnostik. Jakarta: DPP PPNI
Pokja SDKI DPP PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: DPP PPNI
Suryati, I.(2021). Buku Keperawatan Latihan Efektif untuk Pasien Diabetes
Mellitus Berbasis Hasil Penelitian. Sleman : Deepublish

Maria, I. (2021). Asuhan Keperawatan Diabetes Melitus dan Asuhan Keperawatan


Stroke. Sleman : Deepublish

Anda mungkin juga menyukai