Anda di halaman 1dari 21

FORMAT ANALISIS TINDAKAN KEPERAWATAN

Nama Preseptee : HENDRIKUS REYAAN


Stase : KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 2
Tempat praktik : ELISABET 4

1. JENIS TINDAKAN
(Tuliskan tindakan pada kasus anda)

Melakukan irigasi mata


2. TUJUAN TINDAKAN
(Tuliskan tujuan tindakan tersebut)

Membilas keluar zat penyebab iritasi mata, seperti bahan kimia ataupun benda asing lain yang
bisa berbahaya untuk mata.
3. ALASAN TINDAKAN BERDASARKAN KONDISI PASIEN
Tuliskan sesuai format SOAPIE
Data diambil berdasarkan Hasil Penelitian Zurimi tentang Pengaruh Pemberian Irigasi Mata
dalam Mengatasi Kebutuhan Rasa Nyeri pada Pasien Konjungtivitis
S : Saat dilakukan pengkajian didapatkan data keluhan utama pasien mengatakan banyak
sekret dan kemerahan pada mata kanan, mengatakan rasa gatal dan panas pada mata, rasa
nyeri yang dirasakan di dalam mata dan menyebar ke area kelopak mata, kornea menjadi
keruh karena ada peradangan pada konjungtiva dan rasa nyeri permukaan kulit luar mata.
Intensitas nyeri yang dirasakan dengan skala 4-6 (nyeri sedang), kualitas nyeri yang
dirasakan sakit dan seperti rasa terbakar, nyeri yang dirasakan pada mata kanan terus
menerus.
O : Didapat data pasien dengan konjungtitis adalah penyakit mata paling umum di dunia dan
bervariasi dari hyperemia ringan dengan mata berair hingga konjungtivitis berat dengan
sekret purulen kental
A : Hasil penelitian ditemukan diagnosa keperawatan setelah dilakukan analisa data, terdapat
masalah keperawatan sesaui dengan teori yaitu “Nyeri berhubungan dengan peradangan
konjungtiva. Masalah ini sesuai dengan fokus studi dalam penyusunan laporan kasus. Dan
juga ada diagnosis promosi kesehatan (promkes), pasien dan keluarga belum mengetahui
tentang tindakan pemberian irigasi mata berhubungan dengan kurang informasi yang
berkaitan dengan konjungtivitis.
P : lakukan irigasi mata pada mata sebelah kanan
I : Melakukan irigasi mata pada mata sebelah kanan
E : S : Setelah dilakukan tindakan irigasi mata pasien Nn.K mengatakan nyeri berkurang, rasa
gatal berkurang
O : kemerahan berkurang, tidak ada sekret, skala nyeri 0-1, mata tampak bersih pada hari
ketiga
4. RASIONALISASI TINDAKAN BERDASARKAN KAJIAN ILMIAH
(Hubungkan dengan teori yang ada , sebutkan sumber yang digunakan, minimal 3 referensi)

Mata merupakan organ tubuh dengan stuktur bulat berisi cairan dan terdiri dari tiga lapisan dari
luar kedalam yakni sklera/kornea, koroid/badan siliaris, dan iris/retina. Pada mata terdapat sistem
perlindungan yang baik seperti reflex memejam ataupun mengedip, rongga orbita, kelopak mata,
dan jaringan lemak retrobulbar dimana hal ini digunakan untuk melindungi mata dari trauma
luar.Trauma pada mata dapat diakibatkan oleh benda asing/corpus alienum yang masuk ke mata
dan mengakibatkan ketidaknyamanan seperti rasa sakit pada mata sehingga dapat mengakibatkan
kerusakan pada mata serta dapat menganggu fungsi penglihatan. Oleh sebab itu, perlu
penatalaksanaan segera jika ada benda asing masuk ke dalam mata. Benda asing yang dangkal
dapat dihilangkan dengan irigasi atau kapas yang dibasahi Jika benda tersebut tertanam dengan
dangkal perlu dihapus dengan bantuan jarum suntik setelah pemberian anestesi topikal saat berada
di slit lamp, dan jika benda asing seperti itu bersifat magnetis dapat dihilangkan dengan magnet
(Putra, Ngatimin, & Nasir, 2020)

Irigasi mata dini sangat penting dalam membatasi durasi paparan bahan kimia. Tujuan irigasi
adalah untuk menghilangkan zat yang mengkontaminasi dan mengembalikan pH fisiologis. Untuk
mengoptimalkan kenyamanan pasien dan memastikan irigasi efektif, anestesi topikal umumnya
diberikan sebelum tindakan irigasi. Terapi yang diberikan pada pasien yang utama adalah
melakukan pengaliran air (irigasi) pada mata dengan teknik eviserasi palpebra dengan tujuan untuk
menghilangkan materi penyebab sebersih mungkin. Irigasi yang dilberikan sebaiknya dilakukan
selama 60 menit, kemudian dilakukan pemeriksaan kertas lakmus, irigasi dihentikan apabila pH
sudah netra (Subagio,Yusran & Himayani, 2019).

Menurut Zurimi (2019), bahwa ada pengaruh pemberian irigasi mata dalam mengatasi kebutuhan
rasa nyeri pada pasien dengan konjungtivitis. Keluhan yang dirasakan pada pasien konjungtivitis
berupa nyeri rasa ngeres (seperti ada pasir dalam mata). Gatal panas, dan kemerahan di sekitar
mata, edema kelopak mata, banyak keluar secret terutama pada konjungtivitis, salah satu tindakan
yang dapat dilakukan untuk mengatasi nyeri mata pada pasien kenjungtivitis adalah irigasi mata
dengan tujuan untuk mengeluarkan secret atau kotoran dan zat kimia dari mata
Sumber Referensi :
Putra, M., Ngatimin, D., & Nasir, M. (2020). Corpus alienum in the eye-sting bee. Jurnal Medical
Profession (MedPro), 2(2) , 96-101.
Zurimi, S. (2019). Pengaruh pemberian irigasi mata dalam mengatasi kebutuhan rasa nyeri pada
pasien konjngtivitis. Tunas-tunas Riset Kesehatana, 9(4), 394-399.
Subagio, S., Yusran, M., & Himayani, R. (2019). Trauma kimia asam okuli dextra. J.
Agromedicine, 6(2), 221-225.
5. HASIL DAN PEMBAHASAN
( hasil tindakan dan evaluasi tindakan, kaitkan dengan teori sebelumnya)

Secara umum irigasi mata adalah suatu cara untuk membersihkan dan atau mengeluarkan benda
asing baik bahan kimia maupun kotoran dari mata. Irigasi mata diberikan untuk mengaluarkan
sekret atau kotoran dan benda asing dan zat kimia dari mata. Larutan garam fisiologis atau Nacl
biasa dipergunakan karena merupakan larutan isotonik yang tidak merubah komposisi elektrolit
yang diperlukan mata. Bila hanya memerlukan sedikit cairan, kapas steril dapat dipergunakan
untuk meneteskan cairan kedalam mata. Irigasi mata diindikasikan untuk menangani berbagai
inflamasi konjungtiva, mempersiapkan pasien untuk pembedahan mata, dan untuk mengangkat
sekresi inflamasi. Irigasi mata juga dipergunakan untuk efak antiseptiknya. Irigan yang dipakai
bergantung pada kondisi pasien seperti cidera kimiawi pada mata, benda asing dalam mata dan
implamasi mata

Preseptor Klinik Preseptee

......................................... (Hendrikus Reyaan)

Preseptor Akademik

(Avin Maria, Ns., M.Kep)


FORMAT ANALISIS TINDAKAN KEPERAWATAN

Nama Preseptee : HENDRIKUS REYAAN


Stase : KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 2
Tempat praktik : ELISABET 4

1. JENIS TINDAKAN
(Tuliskan tindakan pada kasus anda)

Melakukan irigasi telinga


2. TUJUAN TINDAKAN
(Tuliskan tujuan tindakan tersebut)

Membilas dan membersihkan liang telinga dari kotoran atau benda asing serumen yang
mengeras mapun serumen yang masuk ke telingga
3. ALASAN TINDAKAN BERDASARKAN KONDISI PASIEN
(Tuliskan sesuai format SOAPIE)
Data diambil berdasarkan Laporan Kasus yang dilakukan oleh Nazarudin tentang Otitis Media
Akut Dengan Komplikasi Mastoiditis Akut Dan Labirintitis Akut Pada Dewasa
S : Dilaporkan kasus seorang laki-laki berusia 26 tahun berobat ke poli THT
RSMK Cimahi dengan keluhan pusing berputar, mual-muntah, telinga kiri berdenging,
pendengaran berkurang, bagian belakang telinga kiri terasa sangat nyeri, dan bengkak
sejak satu hari yang lalu. Keluhan disertai dengan demam dan keluar cairan dari telinga
kiri. Dua hari sebelumnya pasien mengeluh nyeri pada telinga kiri, demam, dan keluar
cairan putih- kekuningan kental dari liang telinga kiri. Pasien berobat ke dokter umum,
tidak diberi obat, tetapi diberi surat rujukan ke dokter spesialis THT di rumah sakit. Dua
minggu sebelumnya, pasien berobat ke poli THT suatu rumah sakit dengan keluhan
telinga kiri terasa gatal, tersumbat dan pendengaran berkurang.
O : Pengkajian di dapatkan keadaan umum kompos mentis, tampak sakit sedang. Pada
pemeriksaan tanda vital didapatkan tekanan darah 90/80 mmHg, nadi 80x/menit, respirasi
20x/menit, suhu 38°C. Pada pemeriksaan fisik telinga luar didapatkan retroaurikula
telinga kiri bengkak, berwarna kemerahan disertai nyeri tekan. Pada pemeriksaan
otoskopi ditemukan pada liang telinga kiri terdapat sekret yang banyak berwarna kuning
kental. Membran timpani sulit dinilai, sedangkan pemeriksaan telinga kanan dalam batas
normal. Pada hidung dan tenggorok tidak ditemukan kelainan sehingga tidak dilakukan
pemeriksaan fungsi keseimbangan, karena pasien tidak kooperatif. Pada pemeriksaan
fotomastoid Schuller dan Stenver tampak perselubungan di daerah mastoid sinistra.
Tip mastoid masih dalam batas normal. Cellulaemastoid berselubung, dinding menebal.
Tampak bayangan lumen yang agak besar dengan dinding menebal. Kesan : tersangka
mastoiditis akut dengan suspek adanya kolesteatoma.
A : Gangguan persepsi sensori : pendengaran
P : Lakukan irigasi telinga
I : Melakukan irigasi telinga dengan tetes telinga kiri H2O23% sebanyak 6 tetes,
E : S : Pendengaran sudah cukup membaik, keluhan sakit kepala, demam, pusing berputar,
mual - muntah, telinga berdenging, nyeri di belakang telinga kiri sudah tidak ada.
O : Pada telinga kiri sudah dilakukan irigasi dengan menggunakan cairan normal salin.
Tidak terlihat adanya sekret dari telinga. Membran timpani terlihat setelah dilakukan
irigasi.
4. RASIONALISASI TINDAKAN BERDASARKAN KAJIAN ILMIAH
(Hubungkan dengan teori yang ada , sebutkan sumber yang digunakan, minimal 3 referensi)

Telinga merupakan salah satu alat indra yang penting bagi tubuh manusia yang berfungsi sebagai
alat pendengaran dan keseimbangan tubuh. Status kesehatan telinga manusia dipengaruhi oleh
perilaku hidup dan faktor lingkungan. Secara normal serumen dapat ditemukan di telinga di bagian
sepertiga luar liang telinga. Serumen yang sudah terlalu jauh terdorong ke dalam liang telinga
sehingga dikuatirkan menimbulkan trauma pada membran timpani sewaktu mengeluarkannya
dengan mengalirkan (irigasi) air hangat yang suhunya sesuai dengan suhu tubuh (Timbuleng,
Palandeng, Palealu, 2016).

Sedangkan menurut Dewi, dkk (2020), salah satu cara mengeluarkan benda asing yang masuk ke
dalam telinga dengan cara irigasi. Tindakan irigasi boleh dilakukan jika membran timpani intak.
Irigasi dilakukan dengan menggunakan air yang temperaturnya sama dengan temperatur tubuh
dengan arah semprotan air ke posterosuperior liang telinga, sehingga air berada diantara benda
asing dan dinding posterior liang telinga. Irigasi jangan langsung ke membran timpani karena
dapat menyebabkan ruptur membran timpani.

Selain itu masalah pada gangguan teling lainnya adalah otitis media. Berdasarkan laporan kasus
hasil penelitian yang dilakukan oleh Farida dan Oktaria (2016), dilakukan irigasi dengan irigasi
aural dengan larutan NaCl 0,9%. Irigasi aural adalah suatu proses pembersihan telinga dari kotoran
telinga, benda asing, cairan telinga dengan menggunakan cairan irigasi berupa NaCl 0,9%, H2O2,
asam asetat. Sejumlah larutan dialiri melalui kanalis auditori eksterna menggunakan jarum suntik
irigasi dan dibiarkan mengalir keluar selama 5-10 menit sebelum pemberian antibiotik topikal.
Akhirakhir ini, larutan campuran asam asetat 50% dan air steril 50% digunakan sebagai larutan
irigasi dikarenakan lebih tidak menimbulkan nyeri dan lebih efektif membersihkan telinga.

Sumber Refrensi :
Nazarudin, N. (2020). Otitis media akut dengan komplikasi mastoiditis akut dan labirintitis akut
pada dewasa. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, 4(1), 23-34.
Dewi, dkk. (2020). West Java Othorhinoloaryngology Head and Neck Surgery Update on Daily
and Emergency Setting. Jawa barat: PERHATI-KL
Timbuleng, T. Palandeng, O.I & Palealu, O. C. (2016). Kesehatan telinga mahasiswa sekolah
polisi negara karombasan manado, Jurnal e-Clinic (eCl), 4(2), 1-6.
Farida, Y., & Oktaria, D. (2016). Tatalaksana terkini otitis media supuratif kronis (OMSK). J
Medula Unila, 6(1), 1-5.
5. HASIL DAN PEMBAHASAN
(hasil tindakan dan evaluasi tindakan, kaitkan dengan teori sebelumnya)

Irigasi telinga dilakukan untuk membersihkan liang telinga dari kotoran atau benda asing. Kotoran
telinga yang berlebihan dapat menyebabkan gangguan pendengaran.Selain itu, irigasi telinga juga
dilakukan untuk mengeluarkan benda asing yang masuk ke dalam liang telinga seperti makanan,
serangga, atau batu kecil. Pada kasus seperti ini, tujuan dilakukan irigasi telinga ialah untuk
mengeluarkan benda kotoran akibat infeksi otitis media dari liang telinga secara cepat namun tetap
secara aman.

Dalam hal ini seperti yang disampaikan oleh Farida dan Oktaria (2016), pada kasus ini, pasien
dilakukan irigasi telinga. Prinsip dari irigasi adalah suatu proses pembersihan telinga dari kotoran
telinga, benda asing, cairan telinga dengan menggunakan cairan irigasi yang sesuai.

Preseptor Klinik Preseptee

......................................... (Hendrikus Reyaan)

Preseptor Akademik

(Avin Maria, Ns., M.Kep)


FORMAT ANALISIS TINDAKAN KEPERAWATAN

Nama Preseptee : HENDRIKUS REYAAN


Stase : KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 2
Tempat praktik : ELISABET 4

1. JENIS TINDAKAN
(Tuliskan tindakan pada kasus anda)

Melihat / Membantu petugas melakukan persiapan pada pasien yang akan dilakukan NO
(Neuro Opthalmologi)
2. TUJUAN TINDAKAN
(Tuliskan tujuan tindakan tersebut)

Mempersiapkan segala keperluan yang diperluhkan dalam lakukan NO (Neuro Opthalmologi)


3. ALASAN TINDAKAN BERDASARKAN KONDISI PASIEN
(Tuliskan sesuai format SOAPIE)

Tindakan No dilakukan pada pasien yang mengalami penurunan penglihatan, baik secara
mendadak maupun perlahan, terutama bila tidak ditemukan penyebab turunnya penglihatan
secara jelas, Gangguan gerak bola mata. Seringkali disertai keluhan pandangan ganda atau
buram bila membuka kedua mata, Gerakan involunter bola mata, atau dikenal sebagai
nystagmus, Tumor otak yang menekan jalur penglihatan (Quiros & Gordon, 2021).
4. RASIONALISASI TINDAKAN BERDASARKAN KAJIAN ILMIAH
(Hubungkan dengan teori yang ada , sebutkan sumber yang digunakan, minimal 3 referensi)

Neuro Ophthalmology menyangkut masalah penglihatan yang terkait dengan sistem saraf. Masalah
Penglihatan dapat disebabkan oleh gangguan saraf optik, sistem saraf pusat otak dan tulang
belakang, pergerakan bola mata dan kelainan pada pupil mata. Saraf optik menghubungkan mata
ke otak (Alvin, Clare, Pauline, Stephanie & Kenneth, 2021)..

Layanan Neuro Ophthalmology akan membantu penegakan diagnosis kasus penyebab penurunan
fungsi penglihatan yang bersifat kompleks, baik yang disebabkan kelainan neurologis atau
sistemik.Gangguan penglihatan dapat terjadi tidak hanya karena kelainan mata itu sendiri, tetapi
juga bisa terjadi akibat kelainan otak atau penyakit sistemik yang mempengaruhi mata dan
jaringan di sekitarnya. Kelainan pada otak, misal akibat trauma, stroke, infeksi, tumor atau
penyebab lainnya dapat menimbulkan masalah gangguan fungsi penglihatan. Keterlambatan
penanganan pada beberapa kasus dapat menyebabkan gangguan penglihatan permanen atau
kbahkan mengancam jiwa (Quiros & Gordon, 2021).

Pada pelaksanaan No klien diharapkan menyiapkan dan membawa dengan lengkap seluruh hasil
pemeriksaan yang telah dilakukan oleh dokter seperti Rangkuman rekam medis (bila tersedia),
Hasil laboratorium (bila tersedia), Hasil lengkap MRI/CT Scan sebelumnya (bila tersedia) dan
Informasi lengkap mengenai obat yang dikonsumsi sebelumnya (JEC Eye Hospitals and Clinics,
2021).

Sumber Referensi :
Alvin Tan, Clare Fraser, Pauline Khoo, Stephanie Watson & Kenneth Ooi (2021) Statins in Neuro-
ophthalmology, Neuro-Ophthalmology, 45:4, 219-237
Quiros, Peter A. MD, Gordon, Lynn, K. MD, PhD. (2021). Neuro-Ophthalmology: Creating a
Diverse, Equitable, and Inclusive Subspecialty Is the Responsibility of Everyone, Journal of
Neuro-Ophthalmology, 41(3), 279-284
JEC Eye Hospitals and Clinics. (2021). Neuro-Ophthalmology Service. Diakses Melalui
https://jec.co.id/id/service/neuroophthalmology
5. HASIL DAN PEMBAHASAN
( hasil tindakan dan evaluasi tindakan, kaitkan dengan teori sebelumnya)

Neuro-oftalmologi merupakan salah satu pemeriksaan yang befokus pada hubungan kelainan
neurologis dengan kelainan mata. Modalitas diagnostik pada bidang ini mencakup anamnesa yang
mendalam, pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan penunjang yang lengkap. Dalam hal ini salah satu
modalitas penunjang yang berkembang pesat dan banyak membantu diagnosis dan terapi pada
gangguan penglihatan. Jika berdasarkan uraian diatas maka yang perlu disiapkan adalah kesiapatan
dokumen atau hasil pemeriksaan yang mendukung untuk dilakukan oftalmologi termaksud
kesiapan alat opthalmoscope serta pasien dengan posisi duduk tegak dengan pandangan mata lurus
ke depan, posisi pemeriksa di depan pasien.

Preseptor Klinik Preseptee

......................................... (Hendrikus Reyaan)

Preseptor Akademik

(Avin Maria, Ns., M.Kep)


FORMAT ANALISIS TINDAKAN KEPERAWATAN

Nama Preseptee : HENDRIKUS REYAAN


Stase : KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 2
Tempat praktik : ELISABET 4

1. JENIS TINDAKAN
(Tuliskan tindakan pada kasus anda)

Melihat / membantu tim kesehatan melakukan monitoring klien selama dilakukan NO (Neuro
Opthalmologi)
2. TUJUAN TINDAKAN
(Tuliskan tujuan tindakan tersebut)

Memantau hingga mengevaluasi kondisi pasien selama dilakukan tindakan NO


3. ALASAN TINDAKAN BERDASARKAN KONDISI PASIEN
Tuliskan sesuai format SOAPIE

Pada proses diagnostik yang kompleks dan khusus membuat kondisi neuro-oftalmologi
sangat rentan terhadap kesalahan diagnostic, sehingga perlu pemantauan dalam melakukan
tindakan neuro-oftalmologi Memantau kondisi neuro oftalmologi yang dapat dapat
menyebabkan atau memperburuk gangguan neurologis tertentu (Alvin, Clare, Pauline,
Stephanie & Kenneth, 2021).
4. RASIONALISASI TINDAKAN BERDASARKAN KAJIAN ILMIAH
(Hubungkan dengan teori yang ada , sebutkan sumber yang digunakan, minimal 3 referensi)

Neuro Ophthalmology akan dibutuhkan pada kasus seperti penurunan penglihatan, baik secara
mendadak maupun perlahan, terutama bila tidak ditemukan penyebab turunnya penglihatan secara
jelas, Gangguan gerak bola mata. Seringkali disertai keluhan pandangan ganda atau buram bila
membuka kedua mata, Gerakan involunter bola mata, atau dikenal sebagai nystagmus., Tumor
otak yang menekan jalur penglihatan (Nurul & Gatot, 2021).

Pemeriksaan yang dilakukan di layanan neuro-oftalmologi bersifat komprehensif dan menyeluruh,


pastikan anda mempersiapkan waktu yang cukup saat berkonsultasi. Beberapa pemeriksaan yang
akan dilakukan saat kunjungan antara lain adalah pemeriksaan tajam penglihatan dan tekanan bola
mata, pemeriksaan warna dan sensitivitas kontras, pemeriksaan gerak bola mata dan prisma bila
dibutuhkan, pemeriksaan biomikroskopi slit lamp, pemeriksaan fungsi saraf kranial dan neuro-
oftalmologi lengkap, pemeriksaan lapang pandang, pemeriksaan foto fundus (retina dan saraf
optik), pemeriksaan ketebalan saraf mata (oct optic nerve head dan macula), pemeriksaan
elektrofisiologi (elektroretinografi/ERG dan visual evoked potential/VEP (JEC Eye Hospitals and
Clinics, 2021).

Evaluasi Neuro-oftalmologi akan memberikan rekomendasi tatalaksana lanjutan, Kelainan pupil.


Pupil atau manik mata yang besarnya tidak sama dapat mengindikasikan adanya masalah di otak
atau sistem saraf, Peningkatan tekanan kepala yang menimbulkan kondisi papill edema dan
Evaluasi fungsi penglihatan secara keseluruhan (Stunkel, Newman, Newman, & Biousse, 2021).

Sumber Referensi :
Nurul Fitri, & Gatot Suhartono. (2021). Pemeriksaan SD-OCT Pada Bidang Neuro-oftalmologi.
Ophthalmologica Indonesiana, 47(1), 115–125.
Stunkel, Leanne MD; Newman-Toker, David E. MD, PhD; Newman, Nancy J. MD; Biousse,
Valérie MD Diagnostic Error of Neuro-ophthalmologic Conditions: State of the Science,
Journal of Neuro-Ophthalmology, 41(1), 98-113
JEC Eye Hospitals and Clinics. (2021). Neuro-Ophthalmology Service. Diakses Melalui
https://jec.co.id/id/service/neuroophthalmology
5. HASIL DAN PEMBAHASAN
(hasil tindakan dan evaluasi tindakan, kaitkan dengan teori sebelumnya)

Pada umumnya Pemeriksaan neuro-ophtalmologi penting untuk dilakukan pada pasien dengan
gangguan sistem penglihatan. Pemeriksaan ini akan melihat secara mendetail bagaimana bagian
dalam dari mata. Pada tahap persiapan ini, hal yang harus ditekankan adalah pasien kooperatif
untuk dilakukan pemeriksaan. Pemeriksa juga perlu memahami bagaimana tahapan-tahapan yang
perlu dilakukan sebelum dilakukan pemeriksaan. Tindakan pemeriksaan neuro-ophtalmologi
merupakan tindakan yang dilakukan untuk membantu penegakan diagnosa.

Preseptor Klinik Preseptee

......................................... (Hendrikus Reyaan)

Preseptor Akademik

(Avin Maria, Ns., M.Kep)


FORMAT ANALISIS TINDAKAN KEPERAWATAN

Nama Preseptee : HENDRIKUS REYAAN


Stase : KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 2
Tempat praktik : ELISABET 4

1. JENIS TINDAKAN
(Tuliskan tindakan pada kasus anda)

Melihat / Membantu tim kesehatan melakukan persiapan pada pasien yang akan dilakukan
EEG
2. TUJUAN TINDAKAN
(Tuliskan tujuan tindakan tersebut)

Mempersiapan pasien yang akan dilakukan pemeriksan EEG


3. ALASAN TINDAKAN BERDASARKAN KONDISI PASIEN
Tuliskan sesuai format SOAPIE

Perangkat EEG bekerja dengan menangkap aktivitas listrik pada permukaan kulit kepala.
Sinyal hasil perekaman dari perangkat EEG disebut sebagai sinyal EEG. Melalui sinyal eeg
kondisi pikiran seseorang dapat diketahui sekalipun orang tersebut tidak melakukan suatu
gerakan fisik apapun. Banyak variabel yang dapat ditinjau untuk menentukan kondisi pikiran
seseorang berdasarkan sinyal EEG. Secara umum pada pemeriksaan EEG dilakukan untuk
mendiagnosa dan mengklasifikasikan epilepsi, mendiagnosa dan lokalisasi tumor otak, infeksi
otak, perdarahan otak, pendarahan otak, parkinson, endiagnosa lesi desak ruang lain,
mendiagnosa cedera kepala, periode keadaan pingsan atau dementia, memonitor akifitas otak
seseorang, mengetahui kelainan metabolic dan elektrolit (Herdiansyah, DjamaL &
Komarudin, 2017).
4. RASIONALISASI TINDAKAN BERDASARKAN KAJIAN ILMIAH
(Hubungkan dengan teori yang ada , sebutkan sumber yang digunakan, minimal 3 referensi)

Menurut Syeban (2018), sebelum memulai perekaman EEG persiapan yang harus dilakukan adalah
persiapan ruangan, mesin EEG, pasien, teknik pengukuran dan penempatan elektroda. Kondisi
ruangan, ruangan pemeriksaan EEG memerlukan ruangan yang tenang dan sejuk. Ruangan yang
tenang akan membeuat pasien tenang sehingga gelombang-gelombang normal dan abnormal dapat
muncul. Selain itu, ruangan yang tenang dapat mencegah munculnya artefak otot, terutama otot
temporal. Ruangan sejuk dapat membantu pasien untuk tidak berkeringat. Bila pasien berkeriangat,
maka elektroda tidak dapat menempel dengan baik, maka akan sulit mencapai impdans yang
diinginkan dan menimbulkan berbagai macam artefak. Mesin EEG, standar baku yang sudah
ditetapkan secara internasional adalah impedans (kurang dari 5 Ohm), low frequency filter (0,3-
0,5), high frequency filter (50-70). Persiapan pasien yang paling utama adalah membersihkan kulit
kepala. Berikan informasi kepada pasien untuk mencuci rambut dan kulit kepala dengan sampo
dan mengeringkan rambut. Ingatkan pasien untuk tidak memakai minyak rambut atau jel rambut.
Agar pasien kooperatif selama perekaman, terangkan prosedur aktivasi yang akan dilakukanselama
perekaman. Jangan lupa menanyakan riwayat alergi pasien bila akan memberikan remedikasi.
Teknik pengukuran dan penempatan elektrode, mengacu pada system internasional 10-20 untuk
penempatan elektrode.

Pada pemrosesan sinyal EEG tidaklah mudah, masalah yang dihadapi dalam pemrosesan sinyal
EEG yaitu amplitudo yang rendah, mudah tertimbun noise saat perekaman data dan polanya yang
rumit. Oleh karena itu dibutuhkan tahapantahapan yang sesuai agar dapat mengetahui kondisi
pikiran seseorang, dimulai dari tahap ekstraksi hingga tahap klasifikasi (Herdiansyah, DjamaL &
Komarudin, 2017).

Menurut Handryastuti, dkk (2018), penggunaan premedikasi melatonin dapat menjadi pilihan
untuk persiapan EEG pada anak. Hal ini didukung dengan cepat terjadinya awitan tidur,
tercapainya lama tidur yang cukup untuk durasi pemeriksaan EEG, serta orang tua tidak
mengalami kesulitan dalam persiapan pemriksaan EEG.

Sumber Referensi :
Herdiansyah, I., DjamaL E.C & Komarudin, A. (2017). Klasifikasi sinyal eeg terhadap tiga kondisi
pikiran menggunakan autoregressive dan adaptive backpropagation, Seminar Nasional
Aplikasi Teknologi Informasi (SNATi), 47-51.
Handryastuti, dkk. (2018). Perbandingan Melatonin dan prosedur deprivasi tidur untuk persiapan
pemeriksaan EEG pada anak. Sari Pediatri, 19(6), 328-335.
Syeban, O. (2018). EEG Praktis edisi 2. Jakarta : Fakultas kedokteran Universitas Indonesia.
5. HASIL DAN PEMBAHASAN
(hasil tindakan dan evaluasi tindakan, kaitkan dengan teori sebelumnya)

EEG menjadi salah satu alat utama dalam mendiagnosis gangguan pada otak, selain itu juga dapat
digunakan untuk mendeteksi kelainan yang berkaitan dengan fungsi serebral. Seiring dengan
kebutuhan atas keakuratan dalam hasil pengukuran psikologi pada ranah neurosains kognitif serta
kemajuan penelitian dan semakin canggih alat ukur, EEG semakin banyak digunakan dalam
penelitian mengenai fungsi kognitif dalam konteks yang lebih luas, seperti persepsi, fungsi luhur,
atensi, hingga emosi. Pada persiapan ruangan, mesin EEG, pasien, teknik pengukuran dan
penempatan elektroda.. Premedikasi yang disarankan adalah melatonin karena cepat terjadinya
awitan tidur, tercapainya lama tidur yang cukup untuk durasi pemeriksaan EEG, serta orang tua
tidak mengalami kesulitan dalam persiapan pemriksaan EEG.

Preseptor Klinik Preseptee

......................................... (Hendrikus Reyaan)

Preseptor Akademik

(Avin Maria, Ns., M.Kep)


FORMAT ANALISIS TINDAKAN KEPERAWATAN

Nama Preseptee : HENDRIKUS REYAAN


Stase : KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 2
Tempat praktik : ELISABET 4

1. JENIS TINDAKAN
(Tuliskan tindakan pada kasus anda)

Melihat / membantu monitoring pasien selama EEG


2. TUJUAN TINDAKAN
(Tuliskan tujuan tindakan tersebut)

Memantau dan mengevaluasi kondisi pasien selama pemeriksaan EEG


3. ALASAN TINDAKAN BERDASARKAN KONDISI PASIEN
Tuliskan sesuai format SOAPIE

Elektroenchephalograph adalah alat yang didesain untuk mengukur aktivitas listrik otak (pada
umumnya dikenal gelombang otak) melalui elektroda yang diletakkan dikulit kepala. Melalui pola
gelombang otak pada elektroenchephalograph kita bisa mengetahui aktivitas otak dan
menginterpretasikan kelainan atau penyakit yang diderita pasien, sehingga diperluhkan monitoring
dalam melakukan EEG (Khakim & Kusrohmaniah, 2021).
4. RASIONALISASI TINDAKAN BERDASARKAN KAJIAN ILMIAH
(Hubungkan dengan teori yang ada, sebutkan sumber yang digunakan, minimal 3 referensi)

Pada perekaman EEG dimulai dengan menuliskan nama pasien, usia, tanggal perekaman, nomor
RM pasien, nama operator yang merekam. Selain itu yang diperlu diketahui adalah waktu
perekaman, tanggal dan waktu terjadinya bangkitan terakhir, tingkat kesadaran, obat yang sedang
diminum termasuk premedikasi yang diberikan sebelum dilakukan EEG agar pasien tertidur dan
riwayat penyakit pasien. Pada perekaman menggunakan sistem digital lakukan kalibrasi pada 30
detik pertama. Lakukan penyetingan perekaman EEG pada sensitivitas 7-10 uv/mm dengan filter
0,3-0,5 Hz sampai dengan 70 Hz. Perekaman sebaiknya dimulai dalam keadaan notch filter tidak
aktif agar operator dapat mendeteksi adanya elektrode yang tidak melekat dengan baik. Rekaman
dilakukan dalam jangka waktu inimal 20 menit. Semakin lama perekaman akan memberikan
informasi yang semakin banyak. Waktu minimal 20 menit sebaiknya terbebas dari artefak. Pada
tiap perekaman harus ada periode buka dan tutup mata. Prosedur ini merupakan prosedur yang
sangat penting untuk dilakukan. Beberapa gelombang hanya dapat terlihat pada saat pasien
menutup mata, sementara gelombang lain hanya terlihat pada saat memnuka mata. Pada pasien
yang tida kooperatif atau penurunan kesadaran, prosedur ini dapat dilakukan dengan membuka dan
menutup mata pasien secara manual (Syeban, 2018).

Terdapat beberapa standar dalam posisi peletakan elektroda di kulit kepala, yang paling umum
digunakan yaitu dengan sistem internasional 10/20. Panduan tersebut menggunakan penanda-
penanda di kepala yang telah ditentukan, yaitu nasion (lekukan di ujung atas hidung, di antara
mata), inion (tonjolan di bagian dasar belakang kepala/tengkorak, ujung leher belakang), dan
tragus (di depan daun telinga, ujung tulang rahang, dapat dirasakan ketika menggerakkan rahang),
kemudian elektroda dipasang pada interval 10% atau 20% dari jarak antar titik-titik tersebut.
Setiap elektroda kemudian diberi label yang mengindikasikan posisinya di kepala, misal “F” untuk
Frontal, “Fp” untuk Frontopolar, dst. Label angka mengindikasikan lateralisasi letak, elektroda
dengan angka ganjil untuk bagian hemisfer kiri, dan angka genap untuk bagian hemisfer kanan
(Khakim & Kusrohmaniah, 2021).

Menurut Handryastuti, dkk (2018), rekaman EEG yang baku dumulai saat pasien dalam keadaan
sadar, kemudian diminta untuk buka tutup mata, dilanjutkan dengan stimulasi fotik dan
hiperventilasi. Setelah itu, lampu ruang pemeriksaan diredupkan sehingga diharapkan pasien
mengantuk, tertidur untuk beberapa saat dan akhirnya pasien terbangun dengan sendirinya.
Komponen yang dinilai selama perekaman yaitu awitan tidur, dimulai saat lampu dimatikan
sampai gelombang tidur EEG stadium 1 non REM muncul, stadium tidur yang tercapai, lama tidur
dimulai saat muncul gelombang tidur EEG stadium 1 non rem sampai gelombang tidur yang
tampak pada monitor EEG hilang, ada tidak nya gelombang epileptiform selama perekaman.

Sumber Referensi :
Syeban, O. (2018). EEG Praktis edisi 2. Jakarta : Fakultas kedokteran Universitas Indonesia.
Khakim, X & Kusrohmaniah, S. (2021). Dasar - Dasar Electroencephalography (EEG) bagi Riset
Psikologi, Buletin PsikologI, 29(1), 92-115
Handryastuti, dkk. (2018). Perbandingan Melatonin dan prosedur deprivasi tidur untuk persiapan
pemeriksaan EEG pada anak. Sari Pediatri, 19(6), 328-335.
5. HASIL DAN PEMBAHASAN
(hasil tindakan dan evaluasi tindakan, kaitkan dengan teori sebelumnya)

Dalam pelaksanaan pemeriksaan EEG yang perlu dimonitor adalah letal pemasangan elektroda
pada bagian kulit kepala, selain ituawitan tidur, dimulai saat lampu dimatikan sampai gelombang
tidur EEG stadium 1 non REM muncul, stadium tidur yang tercapai, lama tidur dimulai saat
muncul gelombang tidur EEG stadium 1 non rem sampai gelombang tidur yang tampak pada
monitor EEG hilang, ada tidak nya gelombang epileptiforn selama perekaman. Saat perkaman
EEG terdapat beberapa teknik aktivasi yang dilakukan yaitu stimulasi mental, stimulasi photic dan
hiperventilasi. Sebaiknya rekaman mencakup fase bangun dan tidur. Saat bangun untuk menilai
frekuensi dan irama background, sedangkan saat tidur diperlukan melihat kemungkinan
munculnya gelombang abnormal.

Preseptor Klinik Preseptee

......................................... (Hendrikus Reyaan)

Preseptor Akademik

(Avin Maria, Ns., M.Kep)


FORMAT ANALISIS TINDAKAN KEPERAWATAN

Nama Preseptee : HENDRIKUS REYAAN


Stase : KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 2
Tempat praktik : ELISABET 4

1. JENIS TINDAKAN
(Tuliskan tindakan pada kasus anda)

Melakukan perawatan sistostomy


2. TUJUAN TINDAKAN
(Tuliskan tujuan tindakan tersebut)

Menjaga agar tidak terjadi infeksi pada sistostomy yang terpasang


3. ALASAN TINDAKAN BERDASARKAN KONDISI PASIEN
Tuliskan sesuai format SOAPIE

Sistostomi suprapubik adalah prosedur untuk membantu mengalirkan kandung kemih (organ
yang mengumpulkan dan menahan urin). Sebuah tabung yang disebut kateter, yang mengarah
keluar dari perut bagian bawah, dimasukkan untuk mengalirkan kandung kemih. Ada
beberapa komplikasi terkait dengan sistostomi, sehigga diperluhkan perawatan untuk
mencegah kebocoran, infeksi, iritasi, penyumbatan pada tabung kateter, kateter terlepas secara
tidak sengaja, rusaknya struktur di sekitar termasuk usus dan untuk mencegah komplikasi
berkepanjangan, pasien diajarkan untuk menangani kateternya dan cara mengeringkan
kandung kemih (Health Library, 2021).
4. RASIONALISASI TINDAKAN BERDASARKAN KAJIAN ILMIAH
(Hubungkan dengan teori yang ada , sebutkan sumber yang digunakan, minimal 3 referensi)

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No.27 tahun 2017, sistostomi adalah suatu tindakan
operasi dengan membuat jalan antara buli-buli dan dinding perut anterior yang dilakukan pada
pasien yang tidak dapat berkemih secara normal akibat adanya sumbatan pada kandung kemih atau
kondisi medis lainnya yang mengganggu bagian dari saluran kemih atau fungsi normal ginjal yang
menyebabkan urin pasien tertahan. Sistostomi juga merupakan salah satu kateter urine yang
termasuk dalam kategori kateter urine lainnya sehingga memiliki risiko untuk terjadinya infeksi
saluran kencing. Perawatan kateter secara aspetik dan kebersihan tangan merupakan kewaspadaan
standar yang harus dilakuan pada saat melakukan perawatan sistostomy.

Sistostomi merupakan istilah umum untuk tindakan pembedahan untuk membuka buli-buli.
Namun istilah ini mengalami penyempitan dan mengarah kepada sistostomi suprapubik atau
kateterisasi suprapubik. Pada keadaan dimana individu tidak dapat mengsosongkan kandung
kemihnya dan kateterisasi uretra tidak berhasil atau tidak dapat dilakukan, maka sistostomi
suprapubk merupakan pilihannya. Sistostomi dengan tujuan kateterisasi suprapubik dapat
dilakukan melalui 2 cara yaitu dengan membuka melalui insisi infraumbikal diatas simfisis pubis
dan melalui pendekatan perkutaneuis, dimana kateter dimasukan secara langsung melewati dinding
perut, diatas simfisis pubis dengan atau tanpa tuntunan ultrasonografi atau visualisasi melalui
sistoskopi yang flexible. (Jacob, Rai, Todd, 2012).

Penggunaan tabung sistostomi, yang juga dikenal dengan sebutan kateter suprapubik, salah satu
pengalihan saluran kemih yang rendah resiko dan dapat digunakan sementara maupun jangka
panjang. Kateterisasi suprapubik terkadang diperlukan ketika drainase melalui uretra tidak
memungkinkan. Sementara prosedur biasanya dilakukan oleh ahli urologi, perawat biasanya
bertugas memantau kateter dan keluaran urin. Perawat perlu mengetahui potensi komplikasi dari
prosedur ini seperti cedera usus dan harus memeriksa perut secara teratur. Selain itu, pasien perlu
dipantau untuk tanda dan gejala infeksi saluran kemih. Pasien yang bingung dapat menarik dan
mencoba melepaskan kateter suprapubik atau uretra mereka. Teknik dan metode untuk
mengamankan kateter dari upaya tersebut dijelaskan dengan baik. Masalah umum dengan
kateterisasi suprapubik adalah kebocoran di tempat kulit dan oleh karena itu perawat harus
memantau daerah ini untuk tanda-tanda inkontinensia (Corder, LaGrange, 2020).

Sumber Referensi :
Jacob P, Rai BP, Todd AW. (2012). Suprapubic catheter insertion using an ultrasound-guided
technique and literature review. BJU Int, 10(6):779-84.
Corder, C. J., & LaGrange, C. A. (2020). Suprapubic Bladder Catheterization. In StatPearls.
StatPearls Publishing.
Peraturan Menteri Kesehatan No. 27 Tahun 2017, tentang Pencegahan an Pengendalian Infeksi Di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
Health Library. (2021). Suprapubic Cystostomy. Diakses melalui
https://www.winchesterhospital.org/health-library/article?id=620496
5. HASIL DAN PEMBAHASAN
(hasil tindakan dan evaluasi tindakan, kaitkan dengan teori sebelumnya)

Pada pasien yang dilakukan sistotomy perawat perlu melakukan pencegahan penularan
infeksi. Pencegahan tersebut dilakukan oleh semua petugas kesehatan di rumah sakit
dengan perawat sebagai salah satunya. Angka kejadian terjadinya infeksi dapat berkurang
denagn tindakan yang dilakukan perawat dan pengetahuan cukup dari perawat tersebut.
Pada pasien yang terpasang sistostomy, penatalaksanaan pencegahan terjadinya infeksi
yang dialami adalah sesuai dengan tindakan pencegahan pada pemasang kateter uretra
lainnya. Selain itu pemberian informasi yang tepat juga perlu diberikan pada pasien serta
keluarga sehingga tindakan yang akan terlaksana baik di rumah ataupun di rumah sakit
menjadi berkesinambungan.

Selama melakukan perawatan sistotomy ini juga perawat perluh memnatau terkait dengan
pengeluaran urine, tersumbat atau tidak kateter, adanya kebocoran atau tidak dan pastinya
tanda – tanda infeksi yang munkin muncul.

Preseptor Klinik Preseptee

......................................... (Hendrikus Reyaan)

Preseptor Akademik

(Avin Maria, Ns., M.Kep)


FORMAT ANALISIS TINDAKAN KEPERAWATAN

Nama Preseptee : HENDRIKUS REYAAN


Stase : KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 2
Tempat praktik : ELISABET 4

1. JENIS TINDAKAN
(Tuliskan tindakan pada kasus anda)

Melakukan pemasangan kateter intermitent


2. TUJUAN TINDAKAN
(Tuliskan tujuan tindakan tersebut)

Membantu mengosongkan kandung kemih secara sementara


3. ALASAN TINDAKAN BERDASARKAN KONDISI PASIEN
Tuliskan sesuai format SOAPIE

Kateter intermiten diperuntukkan bagi pasien yang belum mampu buang air kecil untuk
sementara karena operasi atau disfungsi kandung kemih dan akan dilepas lagi apalagi saluran
kemih sudah berfungsi Kembali (Newman & Wilson, 2011).
4. RASIONALISASI TINDAKAN BERDASARKAN KAJIAN ILMIAH
(Hubungkan dengan teori yang ada , sebutkan sumber yang digunakan, minimal 3 referensi)

Intermittent catheter adalah kateter yang digunakan apabila memerlukan kateter untuk
sementara. Kateter ini biasa dipakai untuk pasien pascaoperasi atau pasien yang enggan membawa
kantong penampung urine. Prosedur penggunaannya bisa dipasang melalui uretra hingga mencapai
kandung kemih. Kemudian, air seni akan keluar melalui kateter dari kandung kemih dan
ditampung di kantong penampung urine atau kantong drainase (Newman & Wilson, 2011).

Pada pemasangan kateter intermiten harus memperhatikan pedoman seperti teknik steril, teknik
aseptik seperti, Kateter steril, Disinfeksi atau pembersihan alat kelamin, Sarung tangan steril,
Selain itu, pinset dapat digunakan, Penggunaan pelumas steril (jika kateter tidak dilumasi
sebelumnya). Tetapi teknik bersih hanya digunakan oleh pasien atau perawat di lingkungan rumah.
Di beberapa negara teknik bersih hanya digunakan jika teknik aseptik tidak memungkinkan,
misalnya karena disfungsi kognitif atau disabilitas fungsional (Varh, et.al, 2013).

Kateterisasi intermiten secara luas dianjurkan sebagai strategi manajemen kandung kemih yang
efektif untuk pasien dengan pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap karena disfungsi
kandung kemih idiopatik atau neurogenik. Begitu kandung kemih dan saluran kemih kembali
berfungsi normal, kateter urin akan dilepas (Ercole et.al, 2013).

Sumber Referensi :
Newman, D., & Willson, M.M. (2011). Review of intermittent catheterization and current best
practices. Urologic nursing, 31(1), 12-28.
Varh, S. et al. (2013). Evidence-based Guidelines for Best Practice in Urological Health Care
Catheterisation Urethral intermittent in adults Dilatation, urethral intermittent in adults.
European Association of Urology Nurses.
Ercole, F. F., Macieira, T. G., Wenceslau, L. C., Martins, A. R., Campos, C. C., & Chianca, T. C.
(2013). Integrative review: evidences on the practice of intermittent/indwelling urinary
catheterization. Revista latino-americana de enfermagem, 21(1).
5. HASIL DAN PEMBAHASAN
(hasil tindakan dan evaluasi tindakan, kaitkan dengan teori sebelumnya)

Kateter initermiten ini adalah satu jenis kateter yang mana jenis kateter urine yang biasa dipakai
bagi pasien pascaoperasi. Fungsi kateter urine ini umumnya digunakan untuk sementara waktu.
Proses pemasangan kateter intermittent, yaitu dipasang melalui uretra hingga mencapai kandung
kemih. Kemudian, air kencing akan keluar melalui kateter dari kandung kemih dan ditampung di
kantong penampung urine. Kateter dapat dilepas apabila kandung kemih sudah dalam keadaan
kosong. Lalu, akan kembali dipasang apabila dibutuhkan untuk mengeluarkan urine.

Preseptor Klinik Preseptee

......................................... (Hendrikus Reyaan)

Preseptor Akademik

Avin Maria, Ns., M.Kep

Anda mungkin juga menyukai