Oleh :
FAUQI NURDIBYA NANDARU
NIM. 40619103
Pada dental chair sandaran kepala, sandaran tangan, tempat duduk, tempat
menaruh kaki harus dalm keadaan bersih
Persiapan Operator
a) Mencuci tangan
b) Memakai masker
c) Memakai handscoon
d) Gaun pelindung
e) Kacamata pelindung
Persiapan Pasien
a) Nadi
b) Tekanan darah
c) Respirasi
d) Suhu tubuh
Alat :
a) Kaca Mulut
b) Sonde
c) Pinset
Bahan :
a) Tampon
b) Chloretil
c) Cotton pellet.
Anamnesis
Pasien datang dengan keluhan nyeri dan sakit pada saat mengunyah atau menelan.
Gigi 36 sudah berlubang sejak 1 tahun lalu dan belum pernah dilakukan perawatan
sebelumnya. Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat dan riwayat penyakit
sistemik.
1. Vitalitas (-)
2. palpasi(+)
3. perkusi (+)
4. Drug (+)
Ro
Treatment planning:
1. Foto RO
3.lihat perubahan abses secara klinis dan radiografi. Abses hilang tidak dilakukan
perawatan lanjutan dan jika tetap/membesar dilakukan terapi selanjutnya.
Prosedur tindakan:
#KUNJUNGAN PERTAMA
1. Pemberian antibiotik
#KUNJUNGAN KE 2
3. Kontrol hari ke 5-7, Dilihat oleh Operator apakah perubahan abses secara klinis
dan radiografi. Abses hilang tidak dilakukan perawatan lanjutan dan jika
tetap/membesar dilakukan terapi selanjutnya.
6. Anestesi infiltrasi
7. Lakukan dengan memasukkan jarum yg terpasang pada spuit 3ml
8. Aspirasi
10. Dibersihkan
#KUNJUNGAN KE 3
13. Ekstraksi gigi dilakukan pada gigi yang tidak dapat dilakukan perawatan lain
atau tidak dapat dipertahankan. Tujuannya untuk menghilangkan infeksi.
Sterilisasi
cuci tangan dengan sabun dan bilas di air mengalir lalu keringkan
Masukan alat pada disposable plastic lalu letakan pada kotak steril
INFEKSI ODONTOGEN
INFEKSI ODONTOGEN
Infeksi odontogen adalah infeksi yang berasal atau bersumber dari dalam gigi.
Etiologi
Penyebabnya adalah bakteri yang merupakan flora normal dalam mulut,
yaitu bakteri dalam plak, dalam sulkus ginggiva, dan mukosa mulut. Bakteri yang
utama ditemukan adalah bakteri kokus aerob gram positif, kokus anaerob gram
positif dan batang anaerob gram negative. Bakteri-bakteri tersebut dapat
menyebabkan karies, gingivitis, dan periodontitis. Jika mencapai jaringan yang
lebih yang lebih dalam melalui nekrosis pulpa dan pocket periodontal dalam, maka
akan terjadi infeksi odontogen (Ariji et. al.2002).
Gejala Klinis
Penderita biasanya datang dengan keluhan sulit untuk membuka mulut
(trismus), tidak bisa makan karena sulit menelan (disfagia), nafas yang pendek
karena kesulitan bernafas. Penting untuk ditanyakan riwayat sakit gigi
sebelumnya, onset dari sakit gigi tersebut apakah mendadak atau timbul lambat,
durasi dari sakit gigi tersebut apakah hilang timbul atau terus- menerus, disertai
dengan demam atau tidak, apakah sudah mendapat pengobatan antibiotik
sebelumnya (Ariji et. al. 2002).
Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda infeksi yaitu ;
1. Rubor : permukaan kulit yang terlibat infeksi terlihat
kemerahan akibat vasodilatasi, efek dari inflamasi
2. Tumor : pembengkakan, terjadi karena akumulasi nanah atau
cairan exudat
3. Kalor : teraba hangat pada palpasi karena peningkatan aliran
darah ke area infeksi
4. Dolor : terasa sakit karena adanya penekanan ujung saraf
sensorik oleh jaringan yang bengkak akibat edema atau infeksi
5. Fungsiolaesa : terdapat masalah denagn proses mastikasi, trismus,
disfagia, dan gangguan pernafasan.
2. Abses Subperiosteal
3. Abses submukosa
Abses ini disebut juga abses spasium vestibular, merupaan kelanjutan abses
subperiosteal yang kemudian pus berkumpul dan sampai dibawah mukosa setelah
periosteum tertembus. Rasa sakit mendadak berkurang, sedangkan pembengkakan
bertambah besar. Gejala lain yaitu masih terdapat pembengkakan ekstra oral
kadang- kadang disertai demam.lipatan mukobukal terangkat, pada palpasi lunak
dan fluktuasi podotip. Bila abses berasal darigigi insisivus atas maka sulkus
nasolabial mendatar, terangatnya sayap hidung dan kadang-kadang pembengkakan
pelupuk mata bawah. Kelenjar limfe submandibula membesar dan sakit pada
palpasi.
Businator. Berisi jaringan lemak yang meluas ke atas ke dalam diantara otot
dapat berasal dari gigi molar kedua atau ketiga rahang atas masuk ke dalam
spasium bukal.
arah rongga mulut. Pada perabaan tidak jelas ada proses supuratif, fluktuasi
negatif dan gigi penyebab kadang-kadang tidak jelas. Masa infeksi/pus dapat turun
9. Abses Sublingual
Spasium sublingual dari garis median oleh fasia yang tebal , teletek diatas
m.milohioid dan bagian medial dibatasi oleh m.genioglosus dan lateral oleh
permukaan lingual mandibula.
Gejala klinis ditandai dengan pembengkakan daasarr mulut dan lidah
terangkat, bergerser ke sisi yang normal. Kelenjar sublingual aan tampak
menonjol karena terdesak oleh akumulasi pus di bawahnya. Penderita akan
mengalami kesulitan menelen dan terasa sakit.
10. Abses Spasium Submental
Spasium ini terletak diantara m.milohioid dan m.plastima. di depannya
melintang m.digastrikus, berisi elenjar limfe submental. Perjalanan abses
kebelakang dapat meluas ke spasium mandibula dan sebaliknya infesi dapat
berasal dari spasium submandibula. Gigi penyebab biasanya gigi anterior atau
premolar.
Gejala klinis ditandai dengan selulitis pada regio submental. Tahap akhir
akan terjadi supuratif dan pada perabaan fluktuatif positif. Pada npemeriksaan
intra oral tidak tampak adanya pembengkakan. Kadang-kadang gusi disekitar gigi
penyebab lebih merah dari jaringan sekitarnya. Pada tahap lanjut infeksi dapat
menyebar juga kearah spasium yang terdekat terutama kearah belakang.
Etiologi
i. Infeksi
Penyebab paling umum dari penyakit ini adalah infeksi bakteri yang
menyebabkan kerusakan gigi, yang mengarah ke peradangan pulpa (yang
merupakan daerah dalam tender gigi). Peradangan ini disebut pulpitis. Jika
pulpitis ini tidak diobati, racun bakteri bisa merangkak ke dalam saluran akar,
menyebabkan periodontitis.
ii. Trauma
Setiap pukulan langsung ke gigi kadang-kadang dapat menyebabkan pulpa
gigi mati dan mungkin menjadi terinfeksi oleh bakteri dari margin gusi, yang
menyebabkan periodontitis apikal. Sebuah gigitan tiba-tiba pada benda keras,
tekanan yang tidak semestinya selama perawatan ortodontik dapat
menyebabkan periodontitis akut meskipun biasanya berumur pendek.
iii. Perawatan saluran akar
Instrumentasi mekanis melalui akar gigi selama pengobatan atau dari bahan
kimia pengisi saluran akar juga dapat menyebabkan peradangan pada daerah
periapikal.
Rasa sakit yang timbul biasanya berupa keluhan kemeng atau kadang-
kadang tidak ada keluhan sama sekali. Pada pemeriksaan klinis didapatkan berupa
gigi yang telah non- vital, pada pemeriksaan perkusi dan drug bias didapatkan
keluhan rasa sakit berupa kemeng atau sama sekali tidak ada respon sakit.
Patogenesis
Patogenesis penyakit jaringan pulpa dan periapikal gigi yang merupakan
kelanjutan dari proses karies gigi dapat dijelaskan secara lebih rinci seperti berikut
ini. Jika gigi dengan karies superfisialis tidak dirawat, maka kerusakan akan terus
berlanjut dari enamel ke dentin. Biasanya seseorang baru menyadari adanya
kerusakan pada giginya apabila sudah timbul rasa nyeri. Nyeri akan timbul
apabila rangsangan/ jejas mengenai ujung sel odontoblast dibatas dentin
dengan enamel yang merupakan garis depan pertahanan jaringan pulpa.
Apabila rangsangan sudah mencapai pulpa, nyeri dentin dapat berlanjut
menjadi nyeri pulpa. Kemudian terjadi reaksi pada system aliran darah mikro dan
system seluler jaringan pulpa. Proses ini menyebabkan udema pada pulpa karena
terganggunya keseimbangan antara aliran darah yang masuk dengan yang keluar.
Udema pada pulpa yang terletak didalam rongga pulpa yang sempit mengakibatkan
system persarafan pulpa terjepit, sehingga menimbulkan rasa nyeri hebat yang
sering hampir tak tertahankan. Persyarafan pulpa gigi adalah serat syaraf cabang
sensorik ganglion Trigeminal dan cabang otonomik ganglion servika superior.
Fungsi syaraf sensorik ( syaraf afferent / sensory neuron, diantaranya A-delta dan
C-fibers) adalah untuk mendeteksi rangsangan dan melanjutkannya ke system
syaraf pusat, sedangkan fungsi system otonomik ialah untuk menjaga
keseimbangan jaringan pulpa dan menjaga system“homeostatis”. Sistem pada
organ pulpa gigi inilah yang mengatur proses pemulihan / reaksi jaringan pulpa
terhadap cedera (Rukmo, 2011). Bila jaringan pulpa dapat menahan jejas
yang masuk, menimbulkan kerusakan jaringan yang sedikit dan mampu untuk
pulih kembali maka keradangan pulpa ini diklasifikasikan sebagai pulpitis
reversibel. Pada proses berikutnya jika kerusakan jaringan pulpa tambah meluas
sehingga pemulihannya tidak dapat tercapai, keradangan ini disebut pulpitis
ireversibel. Jaringan pulpa yang telah meradang tersebut mudah mengalami
kerusakan secara menyeluruh dan mengakibatkan pulpa menjadi nekrosis atau mati.
Pulpa yang nekrosis untuk sementara mungkin tidak menimbulkan nyeri, namun
menjadi tempat kuman berkembang biak yang akhirnya menjadi sumber
infeksi. Produk infeksinya mudah menyebar ke jaringan sekitarnya. Bila
menyebar ke jaringan periapikal dapat terjadi periodontitis periapikal. Penyebaran
kuman dapat pula menjangkau jauh ke organ tubuh lainnya seperti jantung, ginjal,
otak, dan lain sebagainya. Dalam keadaan demikian gigi tersebut kemudian menjadi
“focal infection”. Adanya kemungkinan hubungan antara “sepsis dalam mulut”
dengan “endocarditis” telah banyak dilaporkan. Hal inilah yang k emudian
menjadi salah satu dasar alasan untuk bekerja secara asepsis dalam setiap
tindakan perawatan endodontic (Rukmo, 2011).
C. ANTIBIOTIK
Hal utama yang perlu mendapat perhatian pada pemberian antibiotika ini
adalah efektivitas, toksisitas, dan harga (cost). Efektivitas merupakan hal terpenting
dalam pemilihan antibiotika. Antibiotika yang efektif harus aktif terhadap patogen
penyebab infeksi dan harus mampu mencapai tempat infeksi dengan konsentrasi
yang cukup.Semua antibiotika mempunyai potensi toksisitas. Efek toksik dapat
berupa idiosinkrasi, seperti alergi atau aplasia sumsum tulang disebabkan
kloramfenikol, atau kerusakan organ atau jaringan seperti ginjal karena
aminoglikosida dan ototoksik oleh amphotericin B. Antibiotika juga dapat
mengakibatkan perubahan ekologi mikroba di rumah sakit yang menyebabkan
resistensi, suatu masalah yang sering terjadi di ICU. Masalah biaya (cost)
merupakan hal yang juga perlu mendapat perhatian dalam pemilihan antibiotika.
Pemilihan antibiotika tidak hanya ditentukan oleh harga obatnya saja (drug
acquisition cost) tapi perlu dipertimbangkan biaya pemberian, waktu pemberian,
cairan, dan peralatan infus serta biaya monitoring (drug delivery cost).
Pemberian Obat
1. Cara
Untuk infeksi bedah yang berat, antibiotika sebaiknya diberikan secara
intravena untuk menjamin kadar obat yang adekuat dalam serum. Absorpsi
dengan cara lain pada penderita infeksi berat adalah tidak konsisten dimana
biasanya pencernaan tidak berfungsi dengan baik. Cara pemberian lain
dapat dipakai jika telah terjadi perbaikan.
2. Lama Pemberian
Sedikit sekali data yang menjelaskan lamanya pemberian antibiotika yang
tepat. Kebanyakan infeksi bedah dapat diterapi dengan efektif dengan
pemberian antibiotika selama 5-7 hari.
3. Kegagalan Terapi
- pemilihan antibiotika yang salah
- dosis yang tidak tepat
DAFTAR PUSTAKA