Anda di halaman 1dari 18

INFEKSI ODONTOGEN

Oleh :
FAUQI NURDIBYA NANDARU
NIM. 40619103

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA
KEDIRI
2020
INFEKSI ODONTOGEN
(Abses Apikalis Akut)

Persiapan Sebelum Melakukan Pemeriksaan

 Pada dental chair sandaran kepala, sandaran tangan, tempat duduk, tempat
menaruh kaki harus dalm keadaan bersih

 Apabila akan dilakukan tindakan lapisi dengan menggunakan wrapping


engsel – engsel dental unit, pegangan lampu, meja, pegangan kursi dan
sandaran kepala.

Persiapan Operator

 Melakukan universal precaution yaitu :

a) Mencuci tangan

b) Memakai masker

c) Memakai handscoon

d) Gaun pelindung

e) Kacamata pelindung

Persiapan Pasien

 Melakukan pengukuran TTV :

a) Nadi

b) Tekanan darah

c) Respirasi

d) Suhu tubuh

Alat dan Bahan

 Alat :

a) Kaca Mulut

b) Sonde
c) Pinset

 Bahan :

a) Tampon

b) Chloretil

c) Cotton pellet.

Hasil Pemeriksaan dan Rencana Perawatan

 Anamnesis 

Pasien datang dengan keluhan nyeri dan sakit pada saat mengunyah atau menelan.
Gigi 36 sudah berlubang sejak 1 tahun lalu dan belum pernah dilakukan perawatan
sebelumnya. Pasien tidak memiliki riwayat alergi obat dan riwayat penyakit
sistemik.

 Pemeriksaan ekstra oral:

 dapat ditemukan asimetris wajah apabila pembengkakan.

 Pemeriksaan intra oral: 

1. Vitalitas (-)

2. palpasi(+)

3. perkusi (+)

4. Drug (+)

  
 Ro 

Gambaran radiografis abses apikalis akut, terlihat penebalan pada ligamen


periodontal dengan lesi pada jaringan periapikal.

 Treatment planning:

1. Foto RO

2. Medikasi Antibiotik dan analgesik

3.lihat perubahan abses secara klinis dan radiografi. Abses hilang tidak dilakukan
perawatan lanjutan dan jika tetap/membesar dilakukan terapi selanjutnya.

4.Menghilangkan etiologi abses dengan pro ekstraksi gigi yg terinfeksi

 Prosedur tindakan:

Instruksikan untuk foto untuk penunjang, selanjutnya.

#KUNJUNGAN PERTAMA

1. Pemberian antibiotik 

2.  Instruksikan kontrol dihari ke 5-7

#KUNJUNGAN KE 2

3. Kontrol hari ke 5-7, Dilihat oleh Operator apakah perubahan abses secara klinis
dan radiografi. Abses hilang tidak dilakukan perawatan lanjutan dan jika
tetap/membesar dilakukan terapi selanjutnya.

5. Asepsis daerah kerja

6. Anestesi infiltrasi 
7. Lakukan dengan memasukkan jarum yg terpasang pada spuit 3ml

8. Aspirasi 

9. irigasi kavitas abses dengan cairan saline 

10. Dibersihkan

11. Medikasi dengan antibiotik dan analgesik

#KUNJUNGAN KE 3

12. Kontrol hari ke 5-7 selanjutnya

13. Ekstraksi gigi dilakukan pada gigi yang tidak dapat dilakukan perawatan lain
atau tidak dapat dipertahankan. Tujuannya untuk menghilangkan infeksi.

Sterilisasi

 Bawah alat dengan menggunakan hanscoon bersih ke ruangan steril

 Semua alat di rendam dalam odex selama 10 menit

 Mencuci alat dengan menggunakan handscoon

 cuci tangan dengan sabun dan bilas di air mengalir lalu keringkan

 Masukan alat pada disposable plastic lalu letakan pada kotak steril

 Masukan dalam autoclave suhu 121o c selama 45 menit.


PEMBAHASAN

INFEKSI ODONTOGEN

INFEKSI ODONTOGEN
Infeksi odontogen adalah infeksi yang berasal atau bersumber dari dalam gigi.

Etiologi
Penyebabnya adalah bakteri yang merupakan flora normal dalam mulut,
yaitu bakteri dalam plak, dalam sulkus ginggiva, dan mukosa mulut. Bakteri yang
utama ditemukan adalah bakteri kokus aerob gram positif, kokus anaerob gram
positif dan batang anaerob gram negative. Bakteri-bakteri tersebut dapat
menyebabkan karies, gingivitis, dan periodontitis. Jika mencapai jaringan yang
lebih yang lebih dalam melalui nekrosis pulpa dan pocket periodontal dalam, maka
akan terjadi infeksi odontogen (Ariji et. al.2002).

Gejala Klinis
Penderita biasanya datang dengan keluhan sulit untuk membuka mulut
(trismus), tidak bisa makan karena sulit menelan (disfagia), nafas yang pendek
karena kesulitan bernafas. Penting untuk ditanyakan riwayat sakit gigi
sebelumnya, onset dari sakit gigi tersebut apakah mendadak atau timbul lambat,
durasi dari sakit gigi tersebut apakah hilang timbul atau terus- menerus, disertai
dengan demam atau tidak, apakah sudah mendapat pengobatan antibiotik
sebelumnya (Ariji et. al. 2002).
Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda infeksi yaitu ;
1. Rubor : permukaan kulit yang terlibat infeksi terlihat
kemerahan akibat vasodilatasi, efek dari inflamasi
2. Tumor : pembengkakan, terjadi karena akumulasi nanah atau
cairan exudat
3. Kalor : teraba hangat pada palpasi karena peningkatan aliran
darah ke area infeksi
4. Dolor : terasa sakit karena adanya penekanan ujung saraf
sensorik oleh jaringan yang bengkak akibat edema atau infeksi
5. Fungsiolaesa : terdapat masalah denagn proses mastikasi, trismus,
disfagia, dan gangguan pernafasan.

Infeksi yang fatal bisa menyebabkan gangguan pernafasan, disfagia, edema


palpebra, gangguan penglihatan, oftalmoplegia, suara serak, lemah lesu dan
gangguan susunan saraf pusat (penurunan kesadaran, iritasi meningeal, sakit
kepala hebat, muntah).
Pemeriksaan fisik dimulai dari ekstra oral, lalu berlanjut ke intra oral.
Dilakukan pemeriksaan integral (inspeksi, palpasi dan perkusi) kulit wajah,
kepala, leher, apakah ada pembengkakan, fluktuasi, eritema, pembentukan fistula,
dan krepitasi subkutaneus. Dilihat adakah limfadenopati leher, keterlibatan ruang
fascia, trismus dan derajat dari trismus. Kemudian diperiksa gigi, adakah gigi yang
caries, kedalaman caries, vitalitas gigi, lokalisasi pembengkakan, fistula dan
mobilitas gigi.

JENIS INFEKSI ODONTOGEN


A. ABSES
1. Abses periapikal
Abses periapikal sering juga disebut abses dento-alveolar, terjadi di daerah
periapikal gigi yang sudah mengalami kematian dan terjadi keadaan eksaserbasi
akut. Mungkin terjadi segera setelah kerusakan jaringan pulpa atau setelah periode
laten yang tiba-tiba menjadi infeksi akut dengan gejala inflamasi, pembengkakan
dan demam. Mikroba penyebab infeksi umumnya berasal dari pulpa, tetapi juga
bisa berasal sistemik (bakteremia).
1.1 Abses Apikalis Akut

Abses apikalis akut adalah proses inflamasi pada jaringan periapikal


gigi, yang disertai pembentukan eksudat. Abses apikalis akut disebabkan
masuknya bakteri, serta produknya dari saluran akar gigi yang terinfeksi.
(ingel) Abses apikalis akut ditandai dengan nyeri yang spontan, adanya
pembentukan nanah, dan pembengkakan. Pembengkakan biasanya
terletak divestibulum bukal, lingual atau palatal tergantung lokasi apeks
gigi yang tekena. Abses apikialis akut juga terkadang disertai dengan
manifestasi sistemik seperti meningkatnya suhu tubuh, dan malaise. Tes
perkusi abses apikalis akut akan mengahasilkan respon yang sangat
sensitif, tes palpasi akan merespon sensitif. Sedangkan tes vitalitas tidak
memberikan respon.

Secara histologi abses apikalis akut menunjukkan adanya lesi


destruktif dari nekrosis yang mengandung banyak leukosit PMN yang
rusak, debris, dan sel serta eksudat purulen. Gambaran radiografis abses
apikalis akut, terlihat penebalan pada ligamen periodontal dengan lesi
pada jaringan periapikal.

1.2 Abses Apikalis Kronis

Abses apikalis kronis merupakan keadaan yang timbul akibat lesi


yang berjalan lama yang kemudian mengadakan drainase ke permukaan.
Abses apikalis kronis disebabkan oleh nekrosis pulpa yang meluas ke
jaringan periapikal, dapat juga disebabkan oleh abses akut yang
sebelumnya terjadi. Abses adalah kumpulan pus yang terbentuk dalam
jaringan. Pus ini merupakan suatu kumpulan sel-sel jaringan lokal yang
mati, sel-sel darah putih, organisme penyebab infeksi atau benda asing
dan racun yang dihasilkan oleh orgnisme dan sel darah. Abses apikalis
kronis merupakan reaksi pertahanan yang bertujuan untuk mencegah
infeksi menyebar kebagian tubuh lainnya.
Abses apikalis kronis berkembang dan membesar tanpa gejala yang
subjektif, hanya dapat dideteksi dengan pemeriksaan radiografis atau
dengan adanya fistula didaerah sekitar gigi yang terkena. Fistula
merupakan ciri khas dari abses apikalis kronis. Fistula merupakan saluran
abnormal yang terbentuk akibat drainasi abses. Abses apikalis kronis pada
tes palpasi dan perkusi tidak memberikan respon non- sensitif, Sedangakn
tes vitalitas tidak memberikan respon. Gambaran radiografis abses
apikalis kronis terlihat putusnya lamina dura hingga kerusakan jaringan
periradikuler dan interradikuler.

2. Abses Subperiosteal

Gejala klinis abses subperiosteal ditandai dengan selulitis jaringan lunak


mulut dan daerah maksilofasial. Pembengkakan yang menyebar ke ekstra oral,
warna kulit sedikit merah pada daerah gigi penyebab. Penderita merasakan sakit
yang hebat, berdenyut dan dalam serta tidak terlokalisir. Pada rahang bawah bila
berasal dari gigi premolar atau molar pembengkakan dapat meluas dari pipi
sampai pinggir mandibula, tetapi masih dapat diraba. Gigi penyebab sensitif pada
sentuhan atau tekanan.

3. Abses submukosa
Abses ini disebut juga abses spasium vestibular, merupaan kelanjutan abses
subperiosteal yang kemudian pus berkumpul dan sampai dibawah mukosa setelah
periosteum tertembus. Rasa sakit mendadak berkurang, sedangkan pembengkakan
bertambah besar. Gejala lain yaitu masih terdapat pembengkakan ekstra oral
kadang- kadang disertai demam.lipatan mukobukal terangkat, pada palpasi lunak
dan fluktuasi podotip. Bila abses berasal darigigi insisivus atas maka sulkus
nasolabial mendatar, terangatnya sayap hidung dan kadang-kadang pembengkakan
pelupuk mata bawah. Kelenjar limfe submandibula membesar dan sakit pada
palpasi.

4. Abses Fosa kanina


Fosa kanina sering merupakan tempat infeksi yang bersal dari gigi rahang
atas pada regio ini terdapat jaringan ikat dan lemak, serta memudahkan terjadinya
akumulasi cairan jaringan. Gejala klinis ditandai dengan pembengkakan pada
muka, kehilangan sulkus nasolabialis dan edema pelupuk mata bawah sehingga
tampak tertutup. Bibir atas bengkak, seluruh muka terasa sakit disertai kulit yang
tegang berwarna merah.

5. Abses Spasium Bukal

Spasium bukal berada diantara m. masseter ,m. pterigoidus interna dan m.

Businator. Berisi jaringan lemak yang meluas ke atas ke dalam diantara otot

pengunyah, menutupi fosa retrozogomatik dan spasium infratemporal. Abses

dapat berasal dari gigi molar kedua atau ketiga rahang atas masuk ke dalam

spasium bukal.

Gejala klinis abses ini terbentuk di bawah mukosa bukaldan menonjol ke

arah rongga mulut. Pada perabaan tidak jelas ada proses supuratif, fluktuasi

negatif dan gigi penyebab kadang-kadang tidak jelas. Masa infeksi/pus dapat turun

ke spasium terdekat lainnya. Pada pemeriksaan estraoral tampak pembengkakan

difus, tidak jelas pada perabaan.


6. Abses Spasium Infratemporal
Abses ini jarang terjadi, tetapi bila terjadi sangat berbahaya dan sering
menimbulkan komplikasi yang fatal. Spasium infratemporal terletak di bawah
dataran horisontal arkus-zigomatikus dan bagian lateral di batasi oleh ramus
mandibula dan bagian dalam oleh m.pterigoid interna. Bagian atas dibatasi oleh
m.pterigoid eksternus. Spasium ini dilalui a.maksilaris interna dan n.mandibula,
milohioid, lingual, businator, dan n.chorda timpani. Berisi pleksus venus pterigoid
dan juga berdekatan dengan pleksus faringeal

7. Abses Spasium Submasseter


Spasium submasseter berjalan ke bawah dan ke depan diantara insersi otot
masseter bagian superfisialis dan bagian dalam. Spasium ini berupa suatu celah
sempit yang berjalan dari tepi depan ramus antara origo m.masseter bagian tengah
dan permukaan tulang. Keatas dan belakang antara origo m.masseter bagian
tengah dan bagian dalam. Disebelah belakang dipisahkan dari parotis oleh lapisan
tipis lembar fibromuskular. Infeksi pada spasium ini berasal dari gigi molar tiga
rahang bawah, berjalan melalui permukaan lateral ramus ke atas spasium ini.
Gejala klinis dapat berupa sakit berdenyut diregio ramus mansibula bagian
dalam, pembengkakan jaringan lunak muka disertai trismus yang berjalan cepat,
toksik dan delirium. Bagian posterior ramus mempunyai daerah tegangan besar
dan sakit pada penekanan.
8. Abses Spasium Submandibula
Spasium ini terletak dibagian bawah m.mylohioid yang memisahkannya dari
spasium sublingual. Lokasi ini di bawah dan medial bagian belakang mandibula.
Dibatasi oleh m.hiooglosus dan m.digastrikus dan bagian posterior oleh
m.pterigoid eksternus. Berisi kelenjar ludah submandibula yang meluas ke dalam
spasium sublingual. Juga berisi kelenjar limfe submaksila. Pada bagian luar
ditutup oleh fasia superfisial yang tipis dan ditembus oleh arteri submaksilaris
eksterna.
Infeksi pada spasium ini dapat berasal dari abses dentoalveolar, abses
periodontal dan perikoronitis yang berasal dari gigi premolar atau molar
mandibula.

9. Abses Sublingual
Spasium sublingual dari garis median oleh fasia yang tebal , teletek diatas
m.milohioid dan bagian medial dibatasi oleh m.genioglosus dan lateral oleh
permukaan lingual mandibula.
Gejala klinis ditandai dengan pembengkakan daasarr mulut dan lidah
terangkat, bergerser ke sisi yang normal. Kelenjar sublingual aan tampak
menonjol karena terdesak oleh akumulasi pus di bawahnya. Penderita akan
mengalami kesulitan menelen dan terasa sakit.
10. Abses Spasium Submental
Spasium ini terletak diantara m.milohioid dan m.plastima. di depannya
melintang m.digastrikus, berisi elenjar limfe submental. Perjalanan abses
kebelakang dapat meluas ke spasium mandibula dan sebaliknya infesi dapat
berasal dari spasium submandibula. Gigi penyebab biasanya gigi anterior atau
premolar.
Gejala klinis ditandai dengan selulitis pada regio submental. Tahap akhir
akan terjadi supuratif dan pada perabaan fluktuatif positif. Pada npemeriksaan
intra oral tidak tampak adanya pembengkakan. Kadang-kadang gusi disekitar gigi
penyebab lebih merah dari jaringan sekitarnya. Pada tahap lanjut infeksi dapat
menyebar juga kearah spasium yang terdekat terutama kearah belakang.

11. Abses Spasium Parafaringeal


Spasium parafaringeal berbentuk konus dengan dasar kepala dan apeks
bergabung dengan selubung karotid. Bagian luar dibatasi oleh muskulus pterigoid
interna dan sebelah dalam oleh muskulus kostriktor. sebelah belakang oleh
glandula parotis, muskulus prevertebalis dan prosesus stiloideus serta struktur
yang berasal dari prosesus ini. Kebelakang dari spasium ini merupakan lokasi
arteri karotis, vena jugularis dan nervus vagus, serta sturktur saraf spinal,
glosofaringeal, simpatik, hipoglosal dan kenjar limfe.
Infeksi pada spasium ini mudah menyebar keatas melalui berbagai foramina
menuju bagian otak. Kejadian tersebut dapat menimbulkan abses otak, meningitis
atau trombosis sinus. Bila infeksi berjalan ke bawah dapat melalui selubung
karotis sampai mediastinuim.
B. PERIODONTITIS APIKALIS
Periodontitis apikal dapat didefinisikan sebagai peradangan semua struktur
pendukung gigi di daerah sekitar apeks gigi. Inflamasi periapikal biasanya
disebabkan oleh infeksi gigi yang khas menyebabkan sakit gigi dalam soketnya.
Hal ini sering disertai dengan kerusakan tulang dan kadang-kadang, apeks akar
gigi. Namun jaringan periapikal memiliki kemampuan untuk menyembuhkan jika
penyebab peradangan dihapus. Periodontitis periapikal dapat dibagi menjadi
periodontitis apikal akut dan kronis.

Etiologi
i. Infeksi
Penyebab paling umum dari penyakit ini adalah infeksi bakteri yang
menyebabkan kerusakan gigi, yang mengarah ke peradangan pulpa (yang
merupakan daerah dalam tender gigi). Peradangan ini disebut pulpitis. Jika
pulpitis ini tidak diobati, racun bakteri bisa merangkak ke dalam saluran akar,
menyebabkan periodontitis.
ii. Trauma
Setiap pukulan langsung ke gigi kadang-kadang dapat menyebabkan pulpa
gigi mati dan mungkin menjadi terinfeksi oleh bakteri dari margin gusi, yang
menyebabkan periodontitis apikal. Sebuah gigitan tiba-tiba pada benda keras,
tekanan yang tidak semestinya selama perawatan ortodontik dapat
menyebabkan periodontitis akut meskipun biasanya berumur pendek.
iii. Perawatan saluran akar
Instrumentasi mekanis melalui akar gigi selama pengobatan atau dari bahan
kimia pengisi saluran akar juga dapat menyebabkan peradangan pada daerah
periapikal.

Macam Periodontitis Apikalis


1. Apikalis Akut
Periodontitis apikalis akut adalah suatu keradangan akut dari jaringan
periodontal dan tulang di daerah apical gigi. Gejala subjektif dari periodontitis
apikalis akut berupa sakit yang sangat, terutama bila gigi yang bersangkutan ini
digunakan untuk menggigit, selain itu gigi yang bersangkutan terasa lebih
menonjol. Pada pemeriksaan klinis, gigi yang mengalami periodontitis apikalis
akut sudah non-vital, pada pemeriksaan perkusi dan juga drug terasa sakit sekali.
Sakit ini disebabakan oleh adanya keradangan yang terdapat di jaringan periapikal.

2. Periodontitis Apikalis Kronis

Periodontitis apikalis kronis adalah suatu keradangan kronis pada jaringan


periapikal gigi yang biasanya merupakan kenajutan dari periodontitis apikalis
akut. Namun periodontitis apikalis kronis ini biasanya merupakan kelainan yang
terjadi sejak awal tanpa menunjukkan gejala akut terlebih dahulu. Hal ini bias
diakibatkan oleh karena infeksi periapikal yang ada sifatnya ringan, atau bias juga
karena resistensi jaringan cukup baik, atau gabungan keduanya.

Rasa sakit yang timbul biasanya berupa keluhan kemeng atau kadang-
kadang tidak ada keluhan sama sekali. Pada pemeriksaan klinis didapatkan berupa
gigi yang telah non- vital, pada pemeriksaan perkusi dan drug bias didapatkan
keluhan rasa sakit berupa kemeng atau sama sekali tidak ada respon sakit.

Patogenesis
Patogenesis penyakit jaringan pulpa dan periapikal gigi yang merupakan
kelanjutan dari proses karies gigi dapat dijelaskan secara lebih rinci seperti berikut
ini. Jika gigi dengan karies superfisialis tidak dirawat, maka kerusakan akan terus
berlanjut dari enamel ke dentin. Biasanya seseorang baru menyadari adanya
kerusakan pada giginya apabila sudah timbul rasa nyeri. Nyeri akan timbul
apabila rangsangan/ jejas mengenai ujung sel odontoblast dibatas dentin
dengan enamel yang merupakan garis depan pertahanan jaringan pulpa.
Apabila rangsangan sudah mencapai pulpa, nyeri dentin dapat berlanjut
menjadi nyeri pulpa. Kemudian terjadi reaksi pada system aliran darah mikro dan
system seluler jaringan pulpa. Proses ini menyebabkan udema pada pulpa karena
terganggunya keseimbangan antara aliran darah yang masuk dengan yang keluar.
Udema pada pulpa yang terletak didalam rongga pulpa yang sempit mengakibatkan
system persarafan pulpa terjepit, sehingga menimbulkan rasa nyeri hebat yang
sering hampir tak tertahankan. Persyarafan pulpa gigi adalah serat syaraf cabang
sensorik ganglion Trigeminal dan cabang otonomik ganglion servika superior.
Fungsi syaraf sensorik ( syaraf afferent / sensory neuron, diantaranya A-delta dan
C-fibers) adalah untuk mendeteksi rangsangan dan melanjutkannya ke system
syaraf pusat, sedangkan fungsi system otonomik ialah untuk menjaga
keseimbangan jaringan pulpa dan menjaga system“homeostatis”. Sistem pada
organ pulpa gigi inilah yang mengatur proses pemulihan / reaksi jaringan pulpa
terhadap cedera (Rukmo, 2011). Bila jaringan pulpa dapat menahan jejas
yang masuk, menimbulkan kerusakan jaringan yang sedikit dan mampu untuk
pulih kembali maka keradangan pulpa ini diklasifikasikan sebagai pulpitis
reversibel. Pada proses berikutnya jika kerusakan jaringan pulpa tambah meluas
sehingga pemulihannya tidak dapat tercapai, keradangan ini disebut pulpitis
ireversibel. Jaringan pulpa yang telah meradang tersebut mudah mengalami
kerusakan secara menyeluruh dan mengakibatkan pulpa menjadi nekrosis atau mati.
Pulpa yang nekrosis untuk sementara mungkin tidak menimbulkan nyeri, namun
menjadi tempat kuman berkembang biak yang akhirnya menjadi sumber
infeksi. Produk infeksinya mudah menyebar ke jaringan sekitarnya. Bila
menyebar ke jaringan periapikal dapat terjadi periodontitis periapikal. Penyebaran
kuman dapat pula menjangkau jauh ke organ tubuh lainnya seperti jantung, ginjal,
otak, dan lain sebagainya. Dalam keadaan demikian gigi tersebut kemudian menjadi
“focal infection”. Adanya kemungkinan hubungan antara “sepsis dalam mulut”
dengan “endocarditis” telah banyak dilaporkan. Hal inilah yang k emudian
menjadi salah satu dasar alasan untuk bekerja secara asepsis dalam setiap
tindakan perawatan endodontic (Rukmo, 2011).

C. ANTIBIOTIK
Hal utama yang perlu mendapat perhatian pada pemberian antibiotika ini
adalah efektivitas, toksisitas, dan harga (cost). Efektivitas merupakan hal terpenting
dalam pemilihan antibiotika. Antibiotika yang efektif harus aktif terhadap patogen
penyebab infeksi dan harus mampu mencapai tempat infeksi dengan konsentrasi
yang cukup.Semua antibiotika mempunyai potensi toksisitas. Efek toksik dapat
berupa idiosinkrasi, seperti alergi atau aplasia sumsum tulang disebabkan
kloramfenikol, atau kerusakan organ atau jaringan seperti ginjal karena
aminoglikosida dan ototoksik oleh amphotericin B. Antibiotika juga dapat
mengakibatkan perubahan ekologi mikroba di rumah sakit yang menyebabkan
resistensi, suatu masalah yang sering terjadi di ICU. Masalah biaya (cost)
merupakan hal yang juga perlu mendapat perhatian dalam pemilihan antibiotika.
Pemilihan antibiotika tidak hanya ditentukan oleh harga obatnya saja (drug
acquisition cost) tapi perlu dipertimbangkan biaya pemberian, waktu pemberian,
cairan, dan peralatan infus serta biaya monitoring (drug delivery cost).
Pemberian Obat
1. Cara
Untuk infeksi bedah yang berat, antibiotika sebaiknya diberikan secara
intravena untuk menjamin kadar obat yang adekuat dalam serum. Absorpsi
dengan cara lain pada penderita infeksi berat adalah tidak konsisten dimana
biasanya pencernaan tidak berfungsi dengan baik. Cara pemberian lain
dapat dipakai jika telah terjadi perbaikan.
2. Lama Pemberian
Sedikit sekali data yang menjelaskan lamanya pemberian antibiotika yang
tepat. Kebanyakan infeksi bedah dapat diterapi dengan efektif dengan
pemberian antibiotika selama 5-7 hari.
3. Kegagalan Terapi
- pemilihan antibiotika yang salah
- dosis yang tidak tepat
DAFTAR PUSTAKA

Ariji Y, Gotoh M, Kimura Y, Naitoh M, Kurita K,Natsume N, Ariji E. 2002.


Odontogenic Infection Pathway to The Submandibular Space: Imaging
Assessment. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/entrez/query.fcgi
Peterson L. J, Edward Ellis III, James R. Hupp, Myron R. Tucker. 2003.
Contemporaray Oral ad Maxillofacial Surgery. 4th edition. Missouri. Mosby.
Pp/ 186-188
Rudiman R. 2000. Analisis farmakoekonomik: Aplikasi pada Sefalosporin
Parenteral untuk Profilaksis dan Terapi Bedah. Medika; 26(5): 303-306.

Anda mungkin juga menyukai