disusun oleh:
PBL 7
Ana Mardlianah
1506669160
Bernike Davitaswati
1506729462
Claritasha Adienda
1506668662
Destri Shofura
1506669021
1506668605
Fatin Fadillah
1506739463
1506736202
1506727942
1506669186
1506731422
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-nya sehingga penulis dapat menyusun makalah ini dengan
baik dan tepat pada waktunya. Dalam makalah ini penulis membahas mengenai pemeriksaan
pulpitis irreversible, rencana perawatan karies mencapai pulpa dengan gigi yang masih vital,
rencana tatalaksana karies mencapai pulpa dengan gigi masih vital, dan obat analgesik serta
anestesi yang digunakan dalam kasus.
Makalah ini dibuat dengan berbagai diskusi dan beberapa bantuan dari banyak pihak
untuk membantu menyelesaikan tantangan dan hambatan selama mengerjakan makalah ini.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. drg. Ratna Meidyawati E.H, SpKG selaku
fasilitator IKGK Kelompok 7 yang telah membimbing penulis dalam penyusunan makalah ini
dan uga semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini.
Oleh karena itu penulis mengharapkan pembaca untuk memberikan saran dan kritik yang
dapat membangun. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk
penyempurnaan makalah selanjutnya. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi kita semua.
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pasien perempuan 45 tahun datang mengeluh gigi belakang kanan bawah sakit
berdenyut. Gigi tersebut sering terselip makanan dan susah dibersihkan. Pasien pernah
merasakan sakit berdenyut sampai tidak bisa tidur kemudian pasien minum obat dan rasa
sakitnya hilang. Pada saat datang ke klinik RSGM FKG UI pasien sudah tidak merasakan
sakit lagi. Namun pasien merasakan tidak nyaman karena sering terselip makanan. Pasien
memiliki riwayat hipertensi 150/90
Pasien yang dating setelah pasien di atas, berusia 6 tahun memiliki riwayat sakit saat
mengunyah di sebelah kanan. Selain itu, orang tuanya menceritakan anaknya pernah
menangis tiba-tiba saat bermain karena sakit di tempat yang sama, namun hilang kembali.
Rumusan Masalah
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
kesalahan interpretasi)
8. Bagaimana diagnosis dan diagnosis banding dari kasus tersebut?
9. Bagaimana seleksi kasus dalam perawatan endodontik?
10. Bagaimana rencana perawatan dan penatalaksanaan dari kasus tersebut? (psa vital:
akses, intrumen, restorasi)
11. Bagaimana teknik, kandungan obat, dan komplikasi dari anestesi yang dilakukan pada
rencana perawatan?
12. Apa saja macam-macam obat yang diberikan untuk kasus tersebut (penggolongan,
indikasi, kontraindikasi, dosis, farmakodinamik, farmakokinetik, dan efek samping)?
(analgesik dan anestesi)
13. Bagaimana prognosis dari kasus tersebut?
14. Bagaimana diagnosis dari kasus anak tersebut?
15. Bagaimana rencana perawatan dari kasus anak tersebut?
Tujuan
1.
2.
3.
4.
kompleks
Mahasiswa mampu menjelaskan immunopatolgis dari kasus tersebut
Mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan subjektif dan objektif dari kasus
5.
6.
7.
8.
9.
tersebut
Mahasiswa mampu menjelaskan histopatologi kasus tersebut
Mahasiswa mampu menjelaskan interpretasi gambar radiograf kasus tersebut
Mahasiswa mampu menjelaskan diagnosis dan diagnosis banding dari kasus tersebut
Mahasiswa mampu menjelaskan seleksi kasus dalam perawatan endodontic
Mahasiswa mampu menjelaskan rencana perawatan dan penatalaksanaan dari kasus
(penggolongan,
indikasi,
kontraindikasi,
dosis,
farmakodinamik,
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. ETIOLOGI DAN MEKANISME PULPITIS IRREVERSIBLE BESERTA NYERI
SPONTAN
Etiologi Pulpitis Irreversibel :
sakit lebih menyebar. Jika serabut saraf proprioseptif periradikular tidak terinflamasi, maka
gigi tidak akan sakit di perkusi dan akan susah untuk melokalisasi gejalanya.
Kadang-kadang pembuluh darah yang terinflamasi memberikan respon terhadap
dingin, dimana memvasokonstriksi pembuluh yang dilatasi dan mengurangi tekanan jaringan.
Rasa lega sementara dari rasa sakit yang intens disediakan; ini menjelaskan mengapa
beberapa pasien membawa air es pada saat janji perawatan darurat. Rasa lega yang
disediakan oleh stimulus dingin didiagnosis dan mengindikasikan bahwa vital irreversible
inflamasi pulpa telah menjadi semakin nekrotik. Dengan tidak adanya intervensi dari
endodontik, kondisi yang cepat memburuk kemungkinan besar akan berkembang menjadi
akut periradikular abses.
Serabut nyeri C adalah gejala tidak menyenangkan yang menandakan bahwa
kerusakan irreversibe jaringan local telah terjadi. Irreversible pulpitis adalah istilah klinis
yang menunjukkan bahwa pulpa terinflamasi, dimana pulpa vital kekurangan kemampuan
reparative untuk kembali sehat. Perawatan yang diindikasikan adalah perawatan saluran akar
atau ekstraksi gigi.
turunan
dari
undifferentiated
dental
papila
yang
dapat
Reaksi imun humoral yang dimediasi oleh antibody produksi dari limfosit B.
Antibody ini memberikan proteksi melawan mikroba ekstraseluler di dalam darah,
Inflamasi Akut
Karakteristik:
Etiologi:
Nekrosis jaringan
Inflamasi Kronis
Karakteristik:
Etiologi:
Penyakit autoimun
10
Sel T (CD4+ dan CD8+) akan mengenali MHC dalam nodus limfa, yang kemudian
akan aktif dan berproliferasi menjadi sel T efektor dan sel T memori
Sel-sel tersebut kemudian bermigrasi mendekati area infeksi dan menjalankan peran
sebagai berikut:
Sel T CD4+ efektor akan mengenali antigen pada fagosit dengan ingested microbes
11
Limfosit B (sel B) mengenali antigen dan dengan bantuan sel T helper, sel B
kemudian aktif untuk berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi antibody-secreting
plasma cells.
Sel yang telah berdiferensiasi tersebut kemudian memiliki peran masing-masing
diantaranya mensekresi antibody, mengalami class switching, mengalami affinity
maturation, dan beberapa berubah menjadi sel B memori.
tekanan intrapulpa
Adanya nyeri yang tersebar, namun kalau ligament periodontal sudah terlibat, maka
Pemeriksaan Objektif :
1.
2.
12
Radiographic findings
Menunjukkan kedalaman dan luasnya karies
Pada daerah periapikal menunjukkan penampilan normal tetapi terjadi pelebaran yang
terlihat pada stadium lanjut pulpitis
. Percussion
Tooth is tender on percussion (karena peningkatan tekanan intrapulpal sebagai akibat dari
jaringan inflamasi eksudatif)
Vitality tests
13
Thermal test
Hyperalgesic pulpa lebih mudah untuk merespon stimulasi dingin daripada gigi normal, rasa
sakit dapat bertahan bahkan setelah iritasi hiilang. Ketika peradangan pulpa berlangsung,
panas mengintensifkan respon karena memiliki efek berekspansi pada pembuluh darah.
Sedangkan dingin cenderung untuk menghilangkan rasa sakit karena efek kontraktil pada
kapal, mengurangi tekanan intrapulpal.
- Electric test
Less current is required in initial stages. As tissue becomes more necrotic, more current is
required to generate the response.
inflamasi kronis. Venula pasca-kapiler menjadi padat dan mempengaruhi sirkulasi didalam
pulpa. Daerah nekrotik ini menarik leukosit polimorfonukleat dengan hemoktasis dan
memulai suatu reaksi inflamasi akut. Terjadi fagositosis oleh leukosit polimorfonukleat pada
daerah nekrosis. Enzim lisosomal menyebabkan lisis beberpa stroma pulpa, dan bersamasama dengan debris membentuk suatu eksudat purulen (nanah).
Reaksi inflamasi ini menghasilkan mikroabses (pulpitis akut). Pulpa berusaha melindungi diri
dengan membatasi daerah mikroabses dengan jaringan penghubung fibrous. Secara
mikroskopis terlihat daerah abses dan suatu daerah nekrotik dimana pada keadaan karieslama
dijumpai mikroorganisme bersama-sama dengan limposit, sel plasma dan makrofag.
Pada pusat abses tidak dijumpai mikroorganisme hal ini dikarenakan aktifitas
fagositik leukosit polimorfonuklear. Bila karies lanjut dan menembus pulpa gambaran
histologik berubah. Maka akan terlihat daerah ulserasi (pulpitis ulserasi kronis) yang
cairanyya keluar melalui pembukaan karies ke dalam kavitas mulut dan mengurangi tekanan
intrapulpa, dan dengan demikian juga rasa sakit. Secara histologis terlihat suatu daerah
jaringan nekrotik suatu daerah infiltrasi oleh leukosit polimorfonukleat dan suatu daerah
fibroblast yang berploriferasi masa mengapur. Daeah diluar abses atau daerah ulserasi normal
atau mungkin juga mengalami perubahan inflamatori
Bakteri belum mencapai pulpa. Terdapat pergerakan fluida dalam tubula dentin yang
merangsang odontoblast dan serabut saraf A-delta dalam pulpa untuk menghasilkan nyeri.
Secara mikroskopis terlihat dentin reparatif, gangguan lapisan odontoblas, dilatasi pembuluh
darah, extravasasi cairan edema dan tampak adanya respon sel imun.
I.
15
Inflamasi akut; marginas neutrophil di venula yang dekat dengan infected dentin.
1) Serosa
Histopatologi:
Terjadi pelebaran pembuluh darah mikro, sel odontoblas rusak, dan terlihat sel-sel
radang akut (PMN) dan sel radang kronik (makrofag dan sel plasma)
2) Supurative
Histopatologi:
Sel odontoblas rusak, disekitar pus terdapat sel radang akut, vasodilatasi pembuluh
darah mikro, dan penyebaran mikroabses di permukaan jaringan pulpa
II.
16
1) Ulserative
Histopatologi:
Dibawah dan disekitar ulkus dikelilingi jaringan pulpa yang telah mengalami
kalsifikasi
Gambar jaringan pulpa di saluran akar normal atau terjadi infiltrasi sel-sel limfosit
2) Hiperplastik
Pulpitis hiperplastik kronis; jaringan ikat mengalami inflamasi kronis. Terdapat ruang
antara lesi dengan dentin
17
Histopatologi:
Jaringan pulpa dalam pulp chamber meradang dan berbentuk jaringan granulomatosa
Polip berupa massa jaringan granulasi
Infiltrasi sel inflamasi terutama limfosit dan sel plasma
Pulpa polip terluhat dilapisi epitel berlapis/stratified skuamosa
Nekrosis pulpa
1) Parsial
Histopatologi:
Kavitas pulpa berisi jaringan pulpa nekrotik, debris selular, dan mikroorganisme
2) Total
Histopatologi:
pembuluh darah, extravasasi cairan edema dan tampak adanya respon sel imun.
Vasodilatasi pembuluh darah
Edema serta ekstravasasi eritrosit dan leukosit karena vasodilatasi kapiler
Thrombosis (pembentukan blood clot
19
Garis
radiolusen
tipis
B. GIGI SULUNG
Fitur penting untuk menentukan normalitas sama seperti gigi permanen, , tetapi
terdapat beberapa perbedaan yaitu:
- Adanya gigi permanen di bawah gigi sulung dan cyrpt yang terdapat di atas apex
-
gigi sulung
Resorpsi gigi sulung
Sehingga kelainan pada lamina dura dan ligamen periodontal akan sulit terlihat.
KESALAHAN
INTERPRETASI
RADIOGRAFIK
SEHUBUNGAN
DENGAN
STRUKTUR ANATOMIS
20
Cervical burn out berupa bayangan radiolusen yang terletak di servikal sehingga mirip
dengan karies servikal atau karies sekunder. Cervical burn out terjadi karena sudut
penyinaran horizontal yang kurang tepat dan adanya faktor struktur anatomis berupa
perbedaan kepadatan jaringan dengan daerah mahkota dan akar sehingga
menyebabkan kurangnya penyerapan sinar X pada bagian yang tipis.
2. Mach Band Effect.
Mach band berupa bayangan radiolusen pada dentin yang berbatasan dengan DEJ
akibat ilusi optic perbatasan dua daerah yang lebih radiolusen (dentin) dan lebih
radiopak (DEJ). Secara radiografis dapat menyerupai karies. Sering terlihat pada
radiograf dengan kontras tinggi
KETERBATASAN
DIAGNOSIS
RADIOGRAFIK
KARIES
DAN
JARINGAN
PERIAPIKAL
-
Lesi karies umumnya lebih besar secara klinis daripada radiografis dan lesi awal
22
23
24
EVALUASI RADIOGRAF
A. GIGI PERMANEN
I.
II.
tulang
Kondisi tulang rahang normal
Perubahan tulang rahang normal
Hubungan gigi, jaringan periodonsium dan tulang rahang normal
Kesimpulan secara umum kelainan berasal dari periodontal
26
IV.
ii.
iii.
iv.
v.
terputus
ruang periodontal dan lamina dura hilang/terputus di 1/3 apikal
keterlibatan furkasi tidak ada
rasio mahkota akar 1:2 (normal)
KESIMPULAN RADIOGRAFIS
Gigi 48 mengalami kelainan periodontal akibat penurunan tinggi tulang karena
karies servikal yang disebabkan adanya tambalan overhanging.
B. GIGI SULUNG
I.
II.
III.
2. Outline irreguler
3. Lokasi proksimal
4. Perluasan meluas hingga kamar pulpa
ii. Akar normal, terjadi resorpsi oleh erupsi gigi permanen
iii. Kamar pulpa normal
iv. Saluran akar normal
2) Jaringan Periodonsium
i. Alveolar crest
1. Tinggi normal
2. Bentuk normal
3. Tulang kortikal
a. Ada/tidak ada
b. Outline kontiniu
c. Tebal/lebar nomal
d. Densitas normal
4. Tulang konselus
a. Densitas normal
b. Pola normal
ii. Lamina dura normal
iii. Ruang periodontal normal
3) Evaluasi Kelainan Periodontal
i.
Tinggi tulang yang ada normal
ii.
Kondisi alveolar crest normal
iii.
ruang periodontal dan lamina dura normal
iv. keterlibatan furkasi tidak ada
v. rasio mahkota akar 1:2 (normal)
IV.
KESIMPULAN RADIOGRAFIS
Gigi 84 mengalami karies yang meluas hingga kamar pulpa
Pemeriksaan Objektif :
Pemeriksaan Radiografik :
Tidak menunjukkan perubahan, hanya kavitas yang mungkin mendekati pulpa atau
melibatkan pulp horn, atap melibatkan pulpa yang sangat tipis
Diferensial Diagnosis (DD)
Gejala
Nyeri : tajam, spontan, menjalar, berdenyut
Sakit sangat hebat jika tidak ada hubungan terbuka dengan luar, yaitu jika pada
kavitas terdapat sisa makanan dan tertekan
Pemeriksaan Objektif :
-
Pemeriksaan Radiografik :
Menunjukkan kavitas yang dalam, terkadang terdapat di bawah restorasi
29
Diferensial Diagnosis
Abses alveolar akut :ketika ditekan sangat nyeri dan lama-lama hilang tetapi ketika
kalsifikasi
Gambar jaringan pulpa di saluran akar normal atau terjadi infiltrasi sel-sel limfosit
Gejala
Nyeri berkurang
Dengan pemeriksaan visual terlihat pada dasar kavitas suatu lapisan yang abu-abu di
atas pulpa yang terbuka dan terdiri atas sisa makanan, leukosit, kuman, dan sel-sel
darah. Jika dilakukan preparasi sampai di tempat ini sering tercium bau busuk.
Ekskavasi yang lebih dalam akan dirasakan sakit dan bahkan perdarahan dapat terjadi.
Pemeriksaan Objektif :
-
Pemeriksaan Radiografik :
Karies yang dalam dengan pulpa yang terbuka lebar
Diferensial Diagnosis
Pulpitis akut serosa: rasa sakit tajam, lebih sering, bahkan dapat terus menerus
Nekrosis parsial tes listrik samasama terkadang menimbulkan reaksi atau tidak,
pada nekrosis parsial reaksi terhadap tes elektris membutuhkan arus yang lebih besar
daripada pulpitis kronik ulserativa
30
pulpa muda. Etiologi hiperplastik adalah karies yang lambat dan progresif, kavitas besar,
pulpa muda yang resisten, dan stimulus tingkat rendah yang kronis misalnya tekanan dari
pengunyahan.
Histopatologi
A. Terjadi peningkatan jumlah dan ukuran sel pulpa
B. Jaringan pulpa dalam pulp chamber meradang dan berbentuk jaringan granulomatosa
(polip) keluar dari kamar pulpa memenuhi kavitas
C. Permukaan pulpa polip tertutup oleh stratified squamosa
Gejala
A. Pulpitis ini biasanya hanya terdapat pada anak-anak muda, disebut juga polip pulpa
B. Tidak nyeri, namun akan nyeri jika tertekan makanan
Pemeriksaan Subjektif :
Tidak ada gejala nyeri kecuali bila terdesak makanan
Pemeriksaan Objektif :
-
Tonjolan polip berwarna merah yang menutupi ruang kavitas dan menempati seluruh
permukaan oklusal
Permukaan pulpa polip berbenjol-benjol dan bila disentuh mudah berdarah
Hanya sakit bila ditekan
Tidak peka terhadap suhu
Tes Elektris : kurang peka
Pemeriksaan Radiografis :
-
Diferensial Diagnosis
a. Polip gingiva : perbedaannya polip gingiva berwarna sama dengan gingiva, halus,
endodontik :
a. Aksesibilitas foramen apical;
b. Restorabilitas gigi yang bersangkutan (apakah gigi tersebut dapat direstorasi atau
tidak);
c. Kepentingan strategis gigi tersebut;
d. Resistensi umum pasien.
Secara umum, berikut kontraindikasi dilakukannya perawatan endodontic :
1) Gigi yang tidak dapat direstorasi
Misalnya gigi dengan karies akar yang besar, karies pada furkasi akar, rasio mahkotaakar yang tidak seimbang, dan fraktur akar.
32
RENCANA
PERAWATAN
DAN
PENATALAKSANAAN
PULPITIS
IRREVERSIBLE
2.9.1. PULPEKTOMI
Prosedur perawatan invasive dengan melakukan pembuangan seluruh jaringan pulpa
yang terinfeksi sampai sekitar 1-2 mm dari apex dan digantikan dengan bahan pengisi saluran
akar.
Prosedur pulpektomi dilakukan dengan anastesi local dan menggunakan instrument
khusus untuk saluran akar. Intrumen ini membuang pulpa yang terinfeksi dan menyiapkan
saluran akarnya agar bisa diisi. Tujuan dari pengisian ini adalah untuk mencegah bertumbuh
dan berlipatgandanya mikroba dalam kamar pulpa, Dengan begitu, tujuan utama pulpektomi
adalah untuk mencegah terbentuknya infeksi dan nyeri lebih lanjut.
Indikasi
Untuk fraktur mahkota yang parah pada gigi permanen (jika kondisinya tidak ideal
irreversible
Ketika pendarahan saat pulpotomi/pulp capping tidak bisa dihentikan
Kontraindikasi
Untuk gigi yang akarnya belum terbentuk secara sempurna. Karena tindakan
pulpektomi membuang jaringan lunak pada pulpa sehingga mencegah pertumbuhan
33
lebih lanjut serta meninggalkan gigi yang lemah dan rentan fraktur. Pulpektomi tidak
hanya membuang jaringan lunak tapi juga jaringan kerasnya, bahkan sampai lebih
besar dari kerusakan awalnya. Hal ini karena perawatannya membutuhkan akses ke
saluran akar dan pembuangan dinding kamar pulpa untuk memungkinkan pengisian
yang tepat, sehingga resistensi gigi terhadap fraktur karena tekanan mastikasi menjadi
berkurang. Selain itu, setelah prosedur perawatan pulpektomi ini selesai, dibutuhkan
restorative yang meluas. Kesimpulannya, waktu, usaha, dan pengorbangan jaringan
gigi saat pulpektomi ini jauh melebihi pulp capping ataupun pulpotomi.
Pilihan perawatan tergantung dari tahap perkembangan gigi, waktu antara terjadinya masalah
dan perawatan, dan rencana perawatan restorative.
Tata Laksana
Mencakup 3 tahap utama:
Untuk bisa menghasilkan pulpektomi yang baik, ada 4 langkah yang harus diperhatikan,
yaitu:
Anesthesia
Pulpektomi adalah prosedur yang tidak boleh dilakukan tanpa anastesi karena
sangatlah sakit. Akan tetapi walaupun anastesi sudah dilakukan dengan benar, anastesi
pulpa yang dilakukan dapat gagal dan pulpa tetap sensitive sehingga saat disentuh
pasti menghasilkan nyeri yang hebat. Komplikasi ini lebih sering terjadi di
mandibular daripada di maxilla. Beberapa alasan penyebabnya adalah: kemampuan
resistensi saraf yang bersangkutan telah berubah, pasien dalam kondisi stress/tidak
tenang, adanya persarafan yang bercabang. Langkah yang harus dilakukan apabila
anastesi tersebut gagal adalah:
o Menunggu selama 5-10 menit
o Jika belum efektif, gabungkan regional block dengan infiltrasi
o Jika belum juga efektif, suntikan dengan injeksi ligament periodontal atau
intraosseous injection
o Langkah terakhir jika benar-benar terpaksa adalah penyuntikan langsung ke
pulpa (intrapulp injection)
34
Ketika nyeri tidak bisa dikontrol, devitalisasi pulpa pun digunakan. Prosedurnya
termasuk pengaplikasian bahan toxic untuk jaringan, contohnya: formaldehyde
(langsung ke pulpa yang terbuka). Material ini akan menyembuhkan jaringannya dan
menyebabkan jaringan itu nekrosis dalam 1 minggu sehingga perawatan endodontic
bisa dilakukan. Metode ini sudah tidak digunakan lagi sekarang karena resiko kuat
terjadinya kebocoran pada pengisian sementara ke marginal periodonsium dimana
kerusakan jaringan yang serius dapat terjadi.
Aseptic technique
Asepsis berhubungan dengan langkah yang selama operasi untuk mencegah akses dari
mikroba ke lokasi luka. Contoh sumber bakteri yang potensial adalah dari infected
debris, saliva dan cairan gingiva, serta instrument yang tidak steril. Salah satu cara
yang dapat dilakukan untuk mencegah masuknya infeksi adalah pengangkatan karies
hingga bersih sebelum memasuki saluran akar, pembersihan karang gigi dan plak
sebelum perawatan, penggunaan instrument yang steril, serta penggunaan rubber dam.
Rubber dam juga berguna dalam perlindungan apabila instrument yang digunakan
terjatuh sehingga instrument tersebut tidak akan jatuh ke kerongkongan pasien,
Pengecekan kebocorannya adalah dengan pengaplikasian hydrogen peroksida pada
margin gingiva dan dilihat apakah ada gelembung atau tidak. Langkah penting dalam
asepsis ini adalah penggunaan instrument yang steril. Oleh karena itu, perawatan
endodontic harus disimpan dalam kotak yang bisa dimasukkan dalam autoclave.
Acess to and preparation of the root canal space
Pulpektomi dapat menjadi sulit dilakukan pada saluran akar yang sempit dan
bengkok. Kondisi ini dapat menyebabkan: overlooked root canals, pembuangan
jaringan pulpa yang tidak sempurna, overinstrumentation, dan pengisian yang tidak
sempurna. Selain preparasi yang baik, pulpektomi juga membutuhkan waktu dan tidak
boleh diburu-buru
Location and management of the apical wound
endodonik
dapat
dipermudah
35
akar menjadi koronal, tengah, dan sepertiga apikal, maka akan mendapatkan masingmasing bagian 3-5 mm wilayah kerja.
Instrumen Preparasi Saluran Akar :
1. Jarum miller (smooth broach) : untuk menjajaki saluran akar & melepaskan jaringan
pulpa dari dinding saluran akar.
2. Jarum ekstirpasi : untuk mengangkat jaringan pulpa dari saluran akar
3. Jarum reamer : untuk melebarkan dinding saluran akar (sekarang jarang diguna-kan)
4. File type-K : untuk menghaluskan dinding saluran akar & melebarkan saluran akar
yang sempit.
5. File type-H (Hedstrom file) : untuk melebarkan saluran akar dengan cepat, namun
meninggalkan dinding yang kasar. rapuh, mudah patah.
6. Gates Glidden Drill : untuk membuka orifis & membentuk corong sampai 1/3 apeks
Gerakan Instrumen:
Reaming, yaitu gerakan memutar searah jarum jam yang digunakan dengan instrumen
menyebabkan perforasi.
Sirkumferensial Filing, yaitu teknik insersi file dengan perputaran seperempat lingkaran
searah jarum jam dan diberikan tekanan lalu ditarik. Hal ini dapat menyebabkan
perbesaran kanal.
Watch winding, yaitu teknik gerakan back and forth yang repatitif dari instrumen
endodontik. Sudut rotasinya antara 3060o. Teknik ini efisien digunakan pada k-type
instrments dan berguna pada saat preparasi biomekanik kanal. Teknik ini tidak agresif
sehingga mengurangi risiko error saat preparasi.
Teknik
Step
Back
Technique
36
Fase II
1) Gunakan
ukuran
file
dengan
panjang
37
4) Rapikan preparasi menggunakan master apical file dengan gerakan pushpull untuk menghasilkan dinding preparasi yang halus
Variasi
Step
koronal
Back Technique
Perbesaran
bagian
saluran
akan
dapat
bawah, poin akses terletak di tengah-tengah inklinasi lingual dari cusp bukal pada garis yang
menghubungi cusp tip. Sedangkan pada P2 rahang bawah, inklinasi ke lingualnya lebih
sedikit sehingga poin aksesnya berada di 1/3 inklinasi lingual di cusp bukal pada garis yang
menghubungi cusp tip.
Gambar Gigi Premolar 1 Bawah
39
Untuk gigi molar baik rahang atas maupun rahang bawah, langkah pertama untuk
menentukan poin akses adalah menentukan dahulu batas mesial dan distalnya. Batas mesial
untuk gigi molar rahang atas dan rahang bawah yaitu garis yang menghubungi mesial cusp
tip. Batas distal untuk gigi molar rahang atas adalah oblique ridge, sedangkan untuk gigi
molar rahang bawah adalah garis yang menghubungi bukal groove dan lingual groove.
Setelah menentukan batas mesial dan distalnya, poin akses dibuat di groove yang berada di
tengah-tengah batas mesial dan distal.
Penetrasi ke enamel sampai ke dentin dapat menggunakan round bur atau tapered fissure bur
dengan arah bur tegak lurus dengan occlusal table. Bentuk final outlinenya untuk gigi molar
dengan 3 saluran akar adalah berbentuk segitiga, sedangkan untuk 4 saluran akar adalah
rhomboid.
3. Penetrasi ke Atap Kamar Pulpa
Pada tahap ini, arah bur berubah dari tegak lurus menjadi ke sudut
yang sesuai untuk penetrasi ke atap kamar pulpa. Untuk gigi premolar,
sudutnya sejajar dengan sumbu gigi. Untuk gigi molar, sudutnya mengarah
ke saluran akar terbesar (gigi molar rahang atas: palatal, gigi molar
rahang bawah: distal).
Sebaiknya dilakukan foto radiograf terlebih dahulu agar bisa
menentukan jarak ke atap kamar pulpa untuk mencegah perforasi. Jika pada
kedalam tersebut tidak terasa drop-in effect, maka harus dilakukan evaluasi sudut penetrasi.
4. Pembuangan Seluruh Atap
Seluruh atap harus dibuang dengan tujuan membuat akses yang lurus ke orifice tanpa
terhambat. Bur dilewati diantara orifice sepanjang dinding aksial untuk membuang atap.
5. Identifikasi Seluruh Orifice
40
Idealnya, orifice terletak di sudut-sudut bentuk preparasi final (di sudut-sudut segitiga
atau di sudut-sudut rhomboid).
Penjelasan
Penjelasan
Pencegahan/Penanganan
Pencegahan/Penanganan
Perluasan
yang
tidak adekuat
ke Mengetahui
Seluruh developmental
grooves
Buruknya
penempatan
akses
informasi mengenai
arahdan
distal
sehingga
orifisyang
saluranlokasi
harus
dilacak
danlewat
tidakradiograf
boleh
perluasan
mesial
kamar
pulpa
distobukal
tidak terekspos
hilang ke dinding
aksial
tidak adekuat
sehingga orifis pretreatment
khususnya
radiograf
mesial tidak terbuka
Overextension (perluasan
Menghilangkan tumpatan
41
radiograf bitewing
Gambar
Penjelasan
Pencegahan/Penanganan
pulpa masih ada dan pulp horn atau sebelah apikal CEJ
disalah artikan sebagai orifis.
Warna keputihan atap,
kedalaman akses kavitas, dan
kurangnya developmental
groove merupakan ciri khas
underextension.
Penghilangan jaringan gigi yang
terlalu berlebihan sehingga
angulasi bur tidak sesuai dan
gagal untuk menyadari inklinasi
lingual pada gigi. Hal ini
menyebabkan melemahnya dan
hilangnya struktur mahkota gigi
sehingga menyebabkan fraktur
mahkota
42
43
Gambar
Penjelasan
Pencegahan/Penanganan
Harus bersifat lipofilik dan hidrofilik agar efektif pada pemberian parenteral.
Kelarutan lemak diperlukan agar obat dapat berpenetrasi melalui berbagai penghalang
yang terdapat antara obat dengan tempat kerja, termasuk serat saraf. Kelarutan air
diperlukan agar obat tidak mengendap (presipitasi) bila terpapar cairan interstisial.
Sifat-sifat Ideal:
Memiliki mulai kerja yang cepat dan masa kerja yang cukup
Memiliki efek anestesi lokal pada daerah sekitar tempat aplikasi baik diberikan secara
injeksi maupun topikal.
Bupivikain
45
Ester
Dibukain
Mepivakain
Etidokain
Lidokain
Prilokain
Kloroprokain
Prokain
Tetrakain
o Topikal
Amida
Ester
Lain-lain
Lidokain
Dibukain
Ester
benzoate
Benzokain
Butamben
Piperokain
Tetrakain
Siklometikain
asam
2.10.6 Farmakokinetik
Masa kerja, tergatung lama kontak dengan saraf dan adanya vasokonstriktor. Golongan ester
dirusak plasma dan esterase hati, serta mengalami degradasi cepat. Golongan amida dirusak
oleh hati.
Efek samping, anestesi local secara umum berupa kelelahan, mengantuk, tremor, kejangkejang, tidak sadar, henti napas, aritmia jantung, hipertensi, dan henti jantung.
Kontraindikasi, hipersensitivitas, syok berat, miastenia gravis, infeksi kulit seluruh tubuh
dan infeksi atau radang pada tempat suntik, poliomyelitis, adanya tumor dan pendarahan
spinal atau kranial.
Vasokonstriktor diberikan dengan tujuan: mempercepat absorpsi, memperpanjang masa kerja
dan mengurangi risiko toksik. Vasokonstriktor yang digunakan adalah epinefrin.
Pemilihan obat anestesi dalam Kedokteran Gigi
Pemilihan obat anestesi harus mempertimbangkan efikasi (efektivitas), keamanan, keadaan
pasien, dan jenis obat yang digunakan. Berikut adalah berbagai jenis obat anestesi yang
digunakan:
1. Mepivakain
Memiliki profil farmakologi sebanding dengan lidokain. obat ini bisa digunakan dalam
larutan 3% tanpa vasokonstriktor untuk prosedur yang pendek.
46
2. Prokain
Ditransformasikan oleh plasma esterase, mula kerjanya lambat dan mempunyai efek
vasodilatasi yang paling kuat Sehingga tidak memberikan efek anestesi pada jaringan pulpa.
Toksisitasnya dapat berupa perangsangan susunan saraf pusat dan gagal kardiovaskular,
hipersensivitas ringan dan syok anafilaktik.
3. Lidokain
Merupakan golongan anestesi local berspektrum luas karena dapat diberikan melalui berbagai
cara seperti infiltrasi, epidural, intravena regional, subarachnoid, anestesi blok dan topical.
Mula kerja lebih cepat, masa kerja lebih lama, dan lebih kuat dari prokain. Mempunyai efek
vasodilatasi sehingga harus diseimbangkan dengan epinefrin. Dosis yang besar bisa
menyebabkan toksik dan kejang. Efek saming yang ditimbulkan: sedasi, lesu, lupa, reaksi
hipersensivitas(jarang).
4. Prilokain
Kurang toksisk disbanding lidokain, prilokain terdapat juga dalam bentuk krim dengan
kombinasi lidokain sebagai anestesi topical untuk bedah ringan seperti pengangkatan lesi
terlokalisasi. Dosis yang digunakan tidak boleh melebihi 400mg. Kontraindikasi pada bayi,
penderita metahaemogobinemia, penyakit hati, hipoksia, anemia, gagal ginjal dan jantung,
wanita hamil dan pasien dengan riwayat anestesi tipe amida atau paraben.
5. Artikain
Kombinasi artikain 4% dengan epinefrin sebanding atau bahkan lebih baik dari golongan
amida lainnya. Dosis maksimumnya yaitu 7,0 mg/kg BB. Onsetnya 1-3 menit.
6. Bupivakain dan etidokain
Sangat lipofilik. Bupivakain mula kerja dan masa lebih lambat dari golongan amida lain,
namun efikasinya sama sehingga digunakan untuk operasi bedah mulut. Bupuvakain cukup
toksik dan mempunyai efek depresi miokard lebih berbahaya disbanding lidokain dan sulit
diatasi. Etidokain bila diberikan pada partus tidak menimbulkan efek karena tidak melewati
plasenta. mula kerjanya sedikit lebih baik disbanding bupivakain. Bipuvakain dan etidokain
terdapat dalam sediaan bersama epinefrin untuk keperluan tindakan perawatan gigi.
47
Tanpa adrenalin
(mg)
Articaine
400
Bupivikain
75
Lidokain
300
Mepivakain
375
Prilokain
400
Berikut adalah dosis yang diberikan pada obat diatas:
Dengan adrenalin
(mg)
500
150
500
400
600
2.10.7 Penggunaan anestesi local pada pedodontik dan pasien dengan penyakit
jantung
Pasien dengan penyakit jantung atau hipertensi terkontrol sebaiknya konsultasi dengan dokter
untuk mengetahui tingkat pengontrolan hipertensi dan obat-obatan yang diresepkan saat itu.
Pasien diinstruksikan untuk mengkonsumsi obat-obatan seperti biasa saat perawatan gigi.
Untuk perawatan gigi, tekanan darah pasien harus dicatat dan apabila nilai tekanan darah
tinggi, perlu dilakukan penundaan perawatan sampai tekanan darah terkontrol. Apabila
memungkinkan, perawatan dilakukan saat pagi hari. Resep obat anxiolytic dapat membantu
bila diberikan pada pasien dengan rasa cemas berlebihan (5-10 mg diazepam pada malam
hari sebelumnya dan 1-2 jam sebelum dilakukannya perawatan gigi), sebelum perawatan gigi
atau dengan sedasi nitrous oxide. Apabila ada perawatan gigi secara darurat, perawatan harus
konservatif, dengan penggunakan analgesik dan antibiotik saja. Pembedahan harus ditunda
sampai tekanan darah terkontrol. Beberapa obat-obatan NSAIDs seperti iburoprofen,
indomethacin atau naproxen dapat digunakan bersamaan dengan obat-obatan antihipertensi
seperti beta-blockers, diuretic dan ACEIs, namun menurunkan aksi antihipertensinya. Secara
normal, kedua tipe obat tersebut harus dikonsumsi lebih dari lima hari sebelum dilakukannya
perawatan gigi, namun NSAID sebaiknya tidak diresepkan lebih dari lima hari.
2.10.8. Teknik Anestesi pada Orang Dewasa
o
Surface application/topical
Anestesi local tersedia dalam berbagai bentuk yang berbeda. Larutan liquid dan spray untuk
yang cakupan permukaan besar, sedangkan untuk anestesi daerah yang kecil pake salep atau
gel.
Meskipun penetrasi epidermis tidak signifikan, membrane mukosa dapat menyerap agen
anestesi dengan cepat.
48
Area teranestesi :
o Semua gigi M RA kecuali akar MB M1 RA
o Gingiva buccal M RA
Tahapan :
1. Infiltrasi jarum ke mukosa pada mucobuccal fold diatas apical gigi M2
2. Dengan gerakan tunggal, jarum dimasukan 15mm untuk mencapai posterior
superior alveolar nerve sepanjang permukaan posterior maksila.
3. Lakukan aspirasi, jika hasilnya negative, depositkan larutan anestesi
49
Area teranestesi :
Palatal gingiva dan mukosa gigi P1 sampai posterior palatum keras sampai
midline
Tahapan :
1. Cari lokasi greater palatine foramen menggunakan cotton swab applicator untuk
menekan pada region M1 rahang atas, bergerak kearah posterior sampai swab turun ke
jaringan (biasanya di posterior gigi M2 rahang atas).
2. Gunakan cotton swab applicator untuk memberikan tekanan ke area injeksi.
3. Infiltrasikan jarum dan depositkan sejumlah kecil anestesi untuk mengurangi rasa
tidak nyaman pada pasien.
4. Masukin lebih dalam sampai berkontak dengan palatum keras.
5. Aspirasi, jika hasil negatif, depositkan larutan anestesi lokal.
Tahapan :
1. Infiltrasikan jarum ke mukosa pada mucobuccal fold, diatas gigi P2 RA
2. Dorong jarum sampai ujungnya berada di superior apeks gigi P2 RA
3. Aspirasi, jika hasil negatif, depositkan larutan anestesi lokal.
Area teranestesi :
Semua gigi maksila dari I1 sampai P dan akar MB M1.
Gingiva buccal gigi tersebut.
Aspek lateral hidung, bibir bagian atas, kelopak mata bawah
Tahapan :
1. Cari foramen infraorbital melalui palpasi.
2. Infiltrasikan jarum ke mukosa pada mucobuccal fold, diatas gigi P1 RA
3. Dorong jarum sejajar dengan sumbu gigi sampai berkontak dengan tulang dari
foramen infraorbital.
4. Aspirasi, jika hasil negatif, depositkan larutan anestesi local.
o Saraf lingual
Area teranastesi :
53
54
55
o Mental block
Area teranestesi:
Semua gingiva buccal dan mukosa dari P sampai midline (mental nerve)
Bibir bawah (mental nerve)
Tahapan :
1. Lakukan palpasi, cari foramen mentalis (jika tidak ditemukan, dapat dibantu dengan
radiologi)
2. Infiltrasi jarum ke mukosa pada mucobuccal fold yang terdapat foramen mentalis
(normalnya sekitar P2 mandibula dan jarum hanya masuk sedikit )
3. Aspirasi, setelah hasil negative, injeksikan bahan anastesi secara perlahan
56
Tahapan :
1. Mulut pasien dibuka selebar mungkin
2. Masukin jarum pada mukosa di sekitar M2, di distal mesiolingual cusp
3. Gunakan intertragic notch sebagai acuan ekstraoral,untuk membantu mencapai leher
condyloid mandibula
4. Posisikan jarum pada bidang dari pojok mulut ke intertragic notch dari P kontralateral
sampai berkontak sama condylar neck
5. Tarik jarum dikit terus aspirasi
6. Jika hasil aspirasi negative, injeksikan bahan anastesi secara perlahan
7. Pasien diminta untuk menjaga mulutnya untuk tetap terbuka beberapa menit setelah
penginjeksian agar bahan anastesi berdifusi pada saraf
2.10.9 Teknik Anestesi pada Anak
Anestesi Topical pada Anak
o Anestesi topikal tersedia dalam bentuk gel, liquid, salep, dan spray.
o Anestesi topikal diaplikasikan ke mukosa mulut dengan cotton swab.
o Berbagai agen anestesi yang digunakan yaitu etil aminobenzoate, butacaine
sulfat, kokain, dyclonine, lidocaine, dan tetrakain.
o Etil aminobenzoate (benzocaine) liquid, salep, atau gel paling cocok untuk
topikal anestesi dalam kedokteran gigi soalnya kerjanya lebih cepet dan
durasinya lebih lama dari agen anestesi topikal lainnya.
o Benzocaine juga tidak bersifat toksik, tapi penggunaan jangka panjang bisa
menimbulkan alergi.
o Ada produk anestesi topikal baru dikenal sebagai DentiPatch (lidokain
transoral delivery system) tapi produk ini belum terbukti kenyamanan nya dan
khasiatnya pada anak-anak.
Cara pakai anestesi topikal
1. Mukosa di lokasi yang mau dianestesi dikeringin dulu pake kasa
2. Lalu agen anestesi topikal dioleskan sedikit demi sedikit dengan cotton swab
3. Waktu untuk bereaksi sekitar 30 detik
58
8.
2)
Selama insersi dan penarikan jarum untuk inferior alveolar nerve block, saraf lingual
selalu terbius juga.
60
Infraorbital nerve block saraf teranestesi anterior dan middle superior alveolar
penurunan kesadaran. Dengan ditemukannya derivat yang mempunyai sifat agonis dan
antagonis maka istilah analgetik narkotik sekarang sudah tidak tepat lagi. Kita kenal 2
macam analgetik yaitu analgetik opioid yang dapat mengatasi nyeri viseral dan analgetik
antipiretik yang dapat menghilangkan nyeri perifer/integumen.
Indikasi : menanggulangi nyeri akut dengan intensitas berat. Obat ini dapat
menimbulkan efek depresi pusat nafas bila dosis yang diberikan relatif tinggi. Bila tidak
sesuai dosis, dapat menyebabkan mual hingga muntah. Pemakaian yang relatif lama
dapat menyebabkan efek toleransi dan ketergantungan.
63
Pada pemberian oral morfin dapat diabsorpsi melalui usus, efeknya jauh lebih
kecil daripada pemberian parenteral walaupun dosis yang diberikan sama.
Pemberian IV memperlihatkan mula kerja yang cepat hampir pada semua
derivat morfin, tetapi pemberian subkutan kecepatan mula kerjanya
bervariasi.
b. Metabolisme
Metabolisme terjadi di hati, sebagian mengalami konjugasi dengan asam
glukuronat, serta sebagian dikeluarkan dalam bentuk bebas, dan lebih kurang
10% tidak diketahui nasibnya. Morfin dapat melewati sawar uri dan
menimbulkan ketergantungan ada janin.
c. Ekskresi
Ekskresi terutama melalui ginjal dan sebagian kecil melalui tinja serta
keringat.
Indikasi:
a. Analgetik
Morfin dan derivatnya terutama diindikasikan untuk mengatasi nyeri hebat
yang tidak dapat diatasi oleh analgetik nonnarkotik, antara lain nyeri yang
menyertai trombosis koroner, nyeri pada keganasan atau kanker, kolik ginjal
dan empedu, oklusi akut pemuluh darah perifer pulmonal dan koroner, nyeri
pada perikarditis akut, pleuritis dan pneumotoraks spontan. Juga dapa untuk
nyeri karena seletah kebakaran,dll.
b. Udem pulmonar akut
Pemberian intravena untuk udem yang gagal ventrikel kanan memperlihatkan
efek yang nyata.
c. Premedikasi anestesi
Pemberian morfin sebelum anestesi pada pembedahan dtujukan untuk
mendapatkan efek sedatif, analgesik dan ansiolitik
Efek Samping
mual, muntah, konstipasi, dan depresi pernafasan.
2. Meperidin dan Fentanil (narkotik semisintetik)
Kedua obat ini paling banyak digunakan. Meperidin merupakan opiois yang
sifatnyanya mirip morfin.
Meripidin merupakan opioid semisintetik dengan sifat mirip morfin, awal mula
masuk ke otak.
Efek samping
Sama seperti morfin, panas pada leher dan muka, takikardia dan disorientasi,
mg
Indikasi
1. Analgesia perkecuali persalinan.
2. Substitusi untuk gejala putus obat karena morfin
Dapat
juga
diberikan
pada
penderita
ketergantungan
untuk
65
Untuk pengobatan keracunan akut morfin. Karena lama kerja pendek, setelah
pemberian dosis tunggal nalokson, passien terlihat kembali normal, tetappi
setelah1-2 jama efeknya menurun atau hilang.
Dosis
0,1-,4 mg, IV dapat diulang bila perlu.
Pada anak-anak
Obat nyeri yang umum digunakan pada anak-anak yaitu parasetamol BNF dan ibuprofen
BNF. Aspirin sebaiknya tidak digunakan pada anak-anak karena risiko sindrom Reye.
Analgesik narkotik seperti kodein atau morfin dapat digunakan pada anak-anak kalo
analgesik yang lain kurang kuat dan telah terbukti ga efektif. (paediatric dentistry page 65)
2.11.2. Analgesik Nonopioid
Obat analgesik nonopioid merupakan obat pereda nyeri yang tidak mengakibatkan
ketergantungan. Menurut Suniarti dkk (2012), obat analgesik sering kali sekaligus
menurunkan suhu tubuh ketika demam (antipiretik) sehingga disebut analgesik antipiretik.
Adapun, obat analgesik antipiretik digolongkan menjadi:
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
Golongan salisilat
Golongan pirazolon
Golongan asetaminofen
Golongan obat-obat analgesik antiinflamasi lain
Penghambat COX-2
Obat penyakit pirai
Obat untuk artritis
Semua golongan obat di atas, kecuali golongan asetaminofen, disebut juga sebagai obat Anti
Inflamasi Nonsteroid (AINS)/Nonsteroid Antiinflamation Drugs (NSAIDs). Menurut
Shanbhag dkk (2014), obat AINS digolongkan menjadi:
1) Inhibitor siklooksigenase (COX) nonselektif
a. Salisilat
b. Derivat asam prorionat (ibuprofen,
ketoprofen,
naproxen,
fl
urbiprofen)
c. Devirat asam asetil (diklofenak, aseklofenak)
d. Devirat asam fenamik (asam mefenamat)
e. Devirat pyrrolo-pyrrole (ketorolac, etodolak)
f. Derivate oksikam (piroksikam, tenoksikam)
g. Devirat indol (indometasin)
2) Inhibitor COX-2 preferensial (nimesulid, meloksikam, nabumeton)
3) Inhibitor COX-2 selektif (etorikoksib, parekoksib, lumirakoksib)
4) Analgesic-antipiretik dengan efek anti inflamasi lemah (parasetamol,
nefopam)
66
Hampir semua golongan obat ini bekerja untuk menghambat biosintesis prostaglandin
yang merupakan mediator inflamasi yang akan menimbulkan rasa nyeri.
Golongan Salisilat
Golongan salisilat yang biasa digunakan sebagai obat analgesik adalah asam asetil
salisilat. Asam asetil salisilat atau asetosal adalah senyawa organik sederhana yang memiliki
efek analgesik, antipiretik, anti inflamasi, antireumatik, dan urikosurik pada manusia.
Berbagai macam sediaan yang mempunyai hubungan dengan asam asetil salisilat
digolongkan sebagai salisilat, dimana yang paling sering digunakan adalah natrium salisilat
dan salisilamid. Asam asetil salisilat lebih kuat dari pada natrium salisilat, sedangkan
salisilamid merupakan yang paling lemah di antara ketiganya.
Golongan salisilat dapat diberikan pada pasien dengan keluhan nyeri tidak spesifik,
nyeri karena inflamasi, sakit otot, demam, prevensi stroke dan infark miokardium. Ada pun,
golongan salisilat sebagiknya dihindari bagi para penderita gangguan asam lambung,
hiperapnea, Reyes syndrome, wanita hamil, dan orang yang akan menjalani operasi.
Golongan salisilat, terutama ketiga contoh yang paling sering digunakan di atas,
memiliki efek yang sesuai dengan indikasi, antara lain:
Efek analgesik, yaitu untuk nyeri yang tidak spesifik, nyeri karena inflamasi, beberapa
jenis neuralgia, dan sakit otot.
Efek antipiresis, yaitu untuk menurunkan suhu tubuh dengan cara menyeimbangkan
thermostat di hipothalamus.
Efek anti inflamasi, yaitu untuk mengatasi inflamasi.
Efek antiplatelet, yaitu untuk menghambat pembekuan darah.
Asetosal memiliki dosis yang dianjurkan, antara lain:
mg/kgBB/hari
Obat reumatik: 4 6 g/hari
Sementara itu, dosis untuk salisilamid adalah:
toksik kronik yang disebut salisilismus dengan gejala telinga berdenging, mual, muntah, tuli,
dan bingung. Selain itu, dapat pula terjadi gangguan metabolik. Pada anak-anak, dapat terjadi
asidosis metabolik dan dosis tunggal besar pada orang dewasa dapat menimbulkan alkalosis
respirasi dengan sebab tidak diketahui. Dapat pula terjadi hipersensitivitas (rhinitis, edema
angioneurotik, dll).
Pada pemberian oral, absorbsi golongan salisilat berlangsung dengan cepat dan lebih
baik dalam suasana asam. Kadar terapi dalam plasma akan dicapai setelah 30 menit dan kadar
maksimum dicapai setelah 1-2 jam. Golongan salisilat, khususnya asam asetil salisilat
didistribusi ke seluruh cairan tubuh termasuk plasenta. Biotransformasinya terutama terjadi di
hati, sementara ekskresinya melalui urin. Pada suasana basa, ekskresinya akan meningkat
sekitar 8x lipat dibandingkan dengan urin dengan suasana asam.
Ada juga golongan salisilat yang tidak memiliki efek antipiretik, misalnya diflunisal.
Zat ini tidak diubah menjadi salisilat di dalam tubuh. Indikasi untuk diflusinal adalah sebagai
obat analgesik ringan/sedang dengan dosis awal 500 mg, dilanjutkan 250 500 mg/ 8 12
jam. Diflusinal diberikan melalui oral dengan kadar puncak dicapai setelah 2 3 jam dengan
waktu paruh 8 12 jam.
Golongan Pirazolon
Yang termasuk ke dalam golongan ini adalah dipiron, fenilbutazon, oksifenbutazon,
dan aminopirin.kecuali dipiron yang digunakan sebagai analgesik antipiretik, obat lainnya
memiliki efek anti inlfamasi yang lebih menonjol.
Dipiron diindikasikan sebagai analgesik (nyeri kepala, gigi, otot, sendi) dan
antipiretik, sedangkan efek anti inflamasinya lemah. Ada pun, kontraindikasi penggunaan
dipiron adalah anak-anak di bawah 18 tahun, ibu menyusui, wanita hamil, dan reaksi alergi.
Dosis yang dianjurkan adalah 0,3 1 g 3x/hari. Dipiron menimbulkan efek samping
agranulositosis, anemia, trombositopenia, mual, muntah, perdarahan lambung, dan anuria.
Dipiron masuk melalui oral maupun injeksi. Dipiron mengalami biotransformasi di
hati dan diekskreikan melalui urin.
Asetaminofen (Paracetamol)
Asetaminofen atau paracetamol memiliki zat aktif asetaminofen atau nama IUPACnya n-(4-hidroksifenil) etanamida. Indikasi dari penggunaan asetaminofen ini adalah untuk
pereda demam, nyeri, dan pasien yang tidak dapat mengkonsumsi asetosal (tukak lambung,
hemophilia, dll). Anak-anak juga lebih disarankan untuk diberikan asetaminofen dari pada
asetosal. Sementara itu, kontraindikasi dari penggunaan asetaminofen ini adalah untuk
68
meredakan inflamasi, wanita hamil, wanita menusui, serta penderita defisiensi beberapa jenis
glukosa tertentu.
Asetaminofen memiliki efek analgetik dan antipiretik, meskipun efek antipiretiknya
lebih dominan. Kelebihn asetaminofen dibandingkan asetosal adalah sifatnya yang tidak
mengiritasi lambung dan tidak mengganggu pernapasan. Sementara itu, kekurangan dari
asetaminofen dibandingkan asetosal adalah tidak adanya efek anti inflamasi. Selain efek-efek
di atas, asetaminofen memiliki efek samping methemoglobinemia bila konsumsinya
berlebihan.
Asetamniofen biasanya diberikan lewat oral. Asetaminofen dimetabolisme di hati.
Sebagian yang terhidroksilasi akan membentuk methemoglobinemia dan hemolisis eritrosit.
Asetaminofen akan diekskresi dalam ginjal dan keluar dalam bentuk urin.
Pemberian dosis asetaminofen berbeda antara pasien dewasa dengan anak-anak.
Untuk dewasa, pemberian diberikan 300 mg 1 g/kali dengan dosis maksimal 4 g/hari.
Sementara itu, pemberian dosis pada anak-anak (6 12 tahun) adalah 150 300 mg/kali
dengan dosis maksimal 1,2 g/hari
Asam Mefenamat
Asam mefenamat mempunyai efek analgetik sebanding dengan aspirin/asetosal tapi
efek anti inflamasinya kurang dibanding asetosal dan lebih toksik. Penggunaannya terbatas,
hanya untuk waktu pendek dan intermittent karena pmempunyai potensi menimbulkan
gangguan darah dan pada saluran cerna menimbulkan diare. Indikasi pemberian asam
mefenamat adalah untuk terapi nyeri sedang, sedangkan kontraindikasinya adalah untuk
pasien dengan kelainan tukak lambung, diare, asma, dan ibu hamil.
Asetaminofen tidak dianjurkan untuk diberikan kepada anak-anak. Dosis yang du250
mg setiap 6 jam selama tidak lebih dari 7 hari. Tidak dianjurkan pemberian lebih dari 1
minggu. Efek samping dari asetaminofen adalah mengingkatkan efek antikoagulan oral dan
gangguan saluran cerna seperti iritasi lambung, kolik usus dan diare.
memuaskan dan memakai peramalan dengan persentase yang biasanya lebih mudah
dimengerti oleh pasien.
Menurut Cohen, terdapat 4 jenis prognosis yang harus diperhatikan yaitu prognosis
periodontal, restorative, endodontik dan bedah. Setelah itu, kita dapat menentukan prognosis
keseluruhan.
2.12.1 Prognosis Periodontal
70
Hal yang harus diperhatikan adalah subosseous root caries yang dimana
mempengaruhi restorasi gigi dengan cara merusak lebar biologis gigi setelah dilakukan
perawatan saluran akar. Lebar biologis adalah panjang asli antara sulkus gingival ke tinggi
tulang alveolar. Jadi, jika terdapat karies tersebut, otomatis akan merusak lebar biologisnya
dan akan menurunkan keberhasilan restorasi kelak sehingga mungkin dibutuhkan perawatan
periodontal crown lengthening.
Jika lebar biologis gigi sudah melebihi 3 mm maka berarti terdapat kehilangan ikatan
periodontal dan hal tersebut harus diperhatikan karena nantinya restorasi yang dilakukan
dapat masuk ke area subgingiva, sehingga meningkatkan resiko pendarahan, resesi gingiva,
overhanging, open proximal contact. Sehingga dibutuhkan perawatan periodontal crown
lengthening.
Selain itu rasio mahkota dan akar juga harus diperhatikan, karena adanya perubahan
pada rasio mahkota dan akar mengindikasikan bahwa pasien tersebut punya penyakit
periodontal yg akan mempengaruhi prognosis secara keseluruhan.
71
Selain itu, misalignment gigi juga mempengaruhi prognosis. Struktur gigi yang tersisa
juga mempengaruhi prognosis karena tidak semua gigi dapat dilakukan restorasi seletah
perawatan endodontiknya selesai. Misalnya pada struktur anatomis gigi yang tersisa sudah
sangat sedikit, maka sia-sia dilakukan perawatan endodontik karena meskipun perawatan
dapat dikerjakan, setelahnya akan sulit direstorasi. Sehingga, akan lebih baik diekstraksi saja.
Selain itu, perlu diperhatikan bahwa sebisa mungkin seluruh restorasi harus dibuang sebelum
dilakukan perawatan endodontik.
Penempatan restorasi setelah perawatan saluran akar harus sesuai dengan aspek
klinikal. Ketika tidak ada estetik, mastikasi, atau fungsi space-maintaining maka ekstrasi
adalah pilihan yang baik. Ekstraksi juga diindikasikan untuk gigi dengan sokongan
periodontal yang tidak mencukupi, menghambat severe resorption, jika gigi unrestorable,
atau pasien menolak perawatan endodontic.
2.12.3 Prognosis Endodontik
Faktor yang menentukan prognosis endodontik:
1. Keahlian dokter gigi (problem iatrogenik)
Gigi yang telah dirawat sebelumnya dengan problem iatrogenik (ditimbulkan karena
kesalahan operator, contohnya yaitu terjadi blocked canal, perforasi, ledge) dapat menjadi
tantangan bagi operator, sehingga harus hati-hati dalam bekerja. Prognosis ini menentukan
hal-hal yang harus diantisipasi dan apakah harus dirujuk ke spesialis atau tidak.
2. Tingkat kesulitan saat melakukan perawatan saluran akar pada kasus-kasus tertentu.
Contohnya yaitu, tingkat kesulitan akan tinggi pada keadaan akses yang tertutup,
adanya kanal yg terkalsifikasi, akar bengkok, atau mulut pasien yang kecil. Prognosis ini juga
menentukan tingkat kesulitan yang harus diantisipasi dan apakah harus dirujuk ke spesialis
atau tidak.
3. Prognosis surgical / bedah
Jika terdapat lesi, harus di diperiksa untuk menentukan apakah perlu dilakukan
pembedahan / surgical atau non-pembedahan.
2.12.4 Diagnosis dan Prognosis Kasus Gigi Dewasa pada Skenario 9
Diagnosis penyakit yang dialami pasien adalah pulpitis kronis eksaserbasi akut dan
prognosis gigi adalah baik bila pulpa diambil dan pada gigi dilakukan terapi endodontik dan
restorasi yang tepat.
2.13. RENCANA PERAWATAN GIGI SULUNG
72
2.13.1. Pulpotomi
Pulpotomi adalah suatu prosedur pengambilan jaringan kamar pulpa vital (sebagian atau
seluruhnya) di bagian mahkota gigi yang telah mengalami infeksi, meninggalkan jaringan
pulpa sehat dan vital untuk mempertahankan vitalitas dan fungsi dari radikuler yang
tersisa. Pulpotomi tidak dianjurkan untuk dilakukan apabila terdapat inflamasi pulpa yang
parah karena pada inflamasi yang parah hanya memproduksi dentin reparatif tanpa tubulus
dentin yang terbatas pada dentinal bridge. Beberapa percobaan telah menunjukkan bahwa
pembentukan jembatan dentin reparatif berkurang dengan adanya proses inflamasi. Oleh
karena itu, apabila terdapat inflamasi pulpa, prosedur pulpotomi untuk melestarikan
vitalitas pulpa menjadi kontraindikasi
Indikasi :
Gigi sulung dan gigi tetap muda dengan pulpa terbuka, vital, sehat karena karies atau
faktor mekanik
Eksposur traumatis dari durasi yang lebih lama yang memungkinkan pulpa koronal
inflamasi pada gigi muda permanen. Pulpotomi harus dilakukan pada gigi yang sehat,
hyperemi, atau inflamasi pulpa ringan, contohnya gigi anterior permanen anak dengan
apex yang terbuka lebar yang retak selama olahraga sehingga pulpa mempunyai daya
penyembuhan yang baik
Karies pulpa pada gigi sulung asimptomatik
Meskipun pulpotomi dapat dicoba pada kasus tertentu dari pulpitis hiperplastik kronis, di
mana hanya pulpa koronal yang terlibat, di gigi orang muda yang sehat, prosedur ini masih
diragukan restorabilitas giginya
Kontraindikasi :
Pasien dengan pulpitis irreversible
Sensitivitas abnormal terhadap panas dan dingin
Pulpalgia kronik
Pembengkakan akibat peradangan pulpa
Sakit spontan
Sakit pada tidur malam, maupun saat diperkusi dan palpasi
Pada gambaran radiografik, tampak radiolusensi periapikal atau interradikular, resorbsi
akar eksterna patologik, resorbsi akar interna, kalsifikasi pulpa
73
Gagal jantung bawaan, riwayat operasi jantung karena memiliki risiko presipitasi bakteri
endokarditis. Biasanya lebih dipilih tindakan ekstraksi.
Kondisi immuno-compromised (misalnya leukemia). Biasanya lebih dipilih tindakan
ekstraksi.
Teknik Pulpotomi
1.
2.
3.
4.
ekskavator lebih aman dalam mencegah terjadinya perforasi pada furkasi akar
5. Letakkan medikamen dalam cotton pellet pada radikular pulpa
6. Singkirkan cotton pellet dan periksa apakah masih ada eksesif perdarahan dari
jaringan pulpa atau tidak
7. Tumpat kamar pulpa dengan ZOE cement dan kondensasi menggunakan cotton pellet
lembab
8. Letakkan material restorasi untuk mahkota, lebih dianjurkan menggunakan stainlesssteel crown
74
Medikamen Pulpotomi
Pada perawatan, di atas pulpa diberikan bahan kedokteran gigi untuk melindungi dan
membantu proses penyembuhan. Bahan yang digunakan untuk pulpotomi adalah:
- Formokresol (15,5%): Paling sering digunakan pada gigi anak, dengan presentase
keberhasilan 95% pada gigi anak (Doyle, dkk). Cotton pellet diberikan formokresol lalu
diletakkan pada seluruh bagian pulpa yang sudah diangkat selama 3-5 menit. Tujuan
perawatan adalah untuk mendapatkan resorbsi akar gigi desidui secara normal.
Penggunaan formokresol untuk pediatrik masih menjadi kontroversi karena sifat
75
76
dengan mudah, dapat melekat pada dinding gigi sulung, tidak menyusut, dapat dengan
mudah dipindahkan apabila diperlukan, pada gambaran radiografis akan memperlihatkan
gambaran yang radiopak, tidak berefek samping terhadap perubahan warna gigi sulung,
dan mudah diresorpsi.
Bahan pengisi saluran akar, antara lain:
1. Pasta Zinc Oxide Eugenol: paling sering digunakan untuk membuat saluran akar lebih
kedap. ZOE murni lebih disukai karena sepenuhnya teresorbsi dan mudah dihilangkan saat
akar gigi primer resorpsi. Jika ZOE keluar melalui apeks, itu akan benar-benar diserap
oleh jaringan apikal
2. Pasta Iodoform
3. Kalsium Hidroksida (secara umum tidak digunakan pada terapi pulpa untuk gigi sulung,
namun penggunaannya dapat dicampurkan dengan pasta iodoform).
79
Cairan irigasi yang digunakan pada gigi anak adalah Chioramine solution, NaOCI dan
H2O2 pengisian saluran akar pada gigi desidui dan gigi permanen muda digunakan
metode spiral lentulo atau teknik metode pres syringe
Teknik Pulpektomi
81
BAB III
KESIMPULAN
Pasien perempuan 45 tahun mengalami pulpitis irreversible pada gigi posterior kanan
mandibula. Pasien tersebut dapat diberi obat analgesik untuk mengurangi rasa nyeri dan
dirawat dengan prosedur pulpektomi. Pada awal prosedur pulpektomi, ibu tersebut diberi
anestei terlebih dahulu. Sementara itu, anak yang berusia 6 tahun mengalami pulpitis
reversible dengan karies yang sudah mencapai pulpa pada gigi posterior kanan mandibula.
Anak tersebut dapat dirawat dengan prosedur pulpotomi karena giginya masih dapat
dipertahankan dengan pulpa yang masih vital serta akar gigi permanen yang belum tumbuh
sempurna.
82
DAFTAR PUSTAKA
Cohen & Burns. Pathway of The Pulp 10th ed. Mosby Co. St Louis. 2011.
Cohen, A.S. dan Brown, D.C. 2002. Orofacial dental pain emergencies: endodontic
diagnoses and management. Dalam : Pathways of the pulp. Cohen, S. dan Burns, R.C.
[online]
(diakses
pada
83