Anda di halaman 1dari 85

MAKALAH SKENARIO 9

disusun oleh:
PBL 7
Ana Mardlianah

1506669160

Bernike Davitaswati

1506729462

Claritasha Adienda

1506668662

Destri Shofura

1506669021

Dhira Rama Haidar P

1506668605

Fatin Fadillah

1506739463

Muhammad Adnan Fanani

1506736202

Muhammad Satrio Prabowo 1506739513


Nadhira Dewi Hanana

1506727942

Ninda Putri Wahyuni

1506669186

Valencia Audrey Halim

1506731422

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK-JAKARTA
2016

KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-nya sehingga penulis dapat menyusun makalah ini dengan
baik dan tepat pada waktunya. Dalam makalah ini penulis membahas mengenai pemeriksaan
pulpitis irreversible, rencana perawatan karies mencapai pulpa dengan gigi yang masih vital,
rencana tatalaksana karies mencapai pulpa dengan gigi masih vital, dan obat analgesik serta
anestesi yang digunakan dalam kasus.
Makalah ini dibuat dengan berbagai diskusi dan beberapa bantuan dari banyak pihak
untuk membantu menyelesaikan tantangan dan hambatan selama mengerjakan makalah ini.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. drg. Ratna Meidyawati E.H, SpKG selaku
fasilitator IKGK Kelompok 7 yang telah membimbing penulis dalam penyusunan makalah ini
dan uga semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini.
Oleh karena itu penulis mengharapkan pembaca untuk memberikan saran dan kritik yang
dapat membangun. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk
penyempurnaan makalah selanjutnya. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi kita semua.

Depok, 7 November 2016


Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pasien perempuan 45 tahun datang mengeluh gigi belakang kanan bawah sakit
berdenyut. Gigi tersebut sering terselip makanan dan susah dibersihkan. Pasien pernah
merasakan sakit berdenyut sampai tidak bisa tidur kemudian pasien minum obat dan rasa
sakitnya hilang. Pada saat datang ke klinik RSGM FKG UI pasien sudah tidak merasakan
sakit lagi. Namun pasien merasakan tidak nyaman karena sering terselip makanan. Pasien
memiliki riwayat hipertensi 150/90
Pasien yang dating setelah pasien di atas, berusia 6 tahun memiliki riwayat sakit saat
mengunyah di sebelah kanan. Selain itu, orang tuanya menceritakan anaknya pernah
menangis tiba-tiba saat bermain karena sakit di tempat yang sama, namun hilang kembali.
Rumusan Masalah
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Bagaimana etiologi dan mekanisme pulpitis irreversible beserta nyeri spontan?


Bagaimana hubungan nyeri spontan dengan pulpo-dentinal kompleks?
Bagaimana immunopatolgis dari kasus tersebut? (sel yang terlibat)
Bagaimana pemeriksaan subjektif kasus tersebut?
Bagaimana pemeriksaan objektif kasus tersebut? (intraoral dan ekstraoral)
Bagaimana histopatologi kasus tersebut?
Bagaimana interpretasi gambar radiograf kasus tersebut? (periodontal, apeks,

kesalahan interpretasi)
8. Bagaimana diagnosis dan diagnosis banding dari kasus tersebut?
9. Bagaimana seleksi kasus dalam perawatan endodontik?
10. Bagaimana rencana perawatan dan penatalaksanaan dari kasus tersebut? (psa vital:
akses, intrumen, restorasi)
11. Bagaimana teknik, kandungan obat, dan komplikasi dari anestesi yang dilakukan pada
rencana perawatan?
12. Apa saja macam-macam obat yang diberikan untuk kasus tersebut (penggolongan,
indikasi, kontraindikasi, dosis, farmakodinamik, farmakokinetik, dan efek samping)?
(analgesik dan anestesi)
13. Bagaimana prognosis dari kasus tersebut?
14. Bagaimana diagnosis dari kasus anak tersebut?
15. Bagaimana rencana perawatan dari kasus anak tersebut?
Tujuan
1.

Mahasiswa mampu menjelaskan etiologi dan mekanisme pulpitis irreversible beserta


nyeri spontan

2.

Mahasiswa mampu menjelaskan hubungan nyeri spontan dengan pulpo-dentinal

3.
4.

kompleks
Mahasiswa mampu menjelaskan immunopatolgis dari kasus tersebut
Mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan subjektif dan objektif dari kasus

5.
6.
7.
8.
9.

tersebut
Mahasiswa mampu menjelaskan histopatologi kasus tersebut
Mahasiswa mampu menjelaskan interpretasi gambar radiograf kasus tersebut
Mahasiswa mampu menjelaskan diagnosis dan diagnosis banding dari kasus tersebut
Mahasiswa mampu menjelaskan seleksi kasus dalam perawatan endodontic
Mahasiswa mampu menjelaskan rencana perawatan dan penatalaksanaan dari kasus

tersebut (psa vital: akses, intrumen, restorasi)


10. Mahasiswa mampu menjelaskan teknik, kandungan obat, dan komplikasi dari
anestesi yang dilakukan pada rencana perawatan
11. Mahasiswa mampu menjelaskan macam-macam obat yang diberikan untuk kasus
tersebut

(penggolongan,

indikasi,

kontraindikasi,

dosis,

farmakodinamik,

farmakokinetik, dan efek samping) (analgesik dan anestesi)


12. Mahasiswa mampu menjelaskan prognosis dari kasus tersebut
13. Mahasiswa mampu menjelaskan diagnosis dari kasus anak tersebut
14. Mahasiswa mampu menjelaskan rencana perawatan dari kasus anak tersebut

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. ETIOLOGI DAN MEKANISME PULPITIS IRREVERSIBLE BESERTA NYERI
SPONTAN
Etiologi Pulpitis Irreversibel :

Keterlibatan bacterial pulpa melalui karies


Factor klinis, kimiawi, termal, atau mekanis
Pulpitis reversible yang memburuk

Nyeri pada Irreversible Pulpitis (Nyeri Spontan)


Nyeri spontan (tanpa rangsangan) Nyeri spontan timbul tanpa adanya stimulus. Jadi
nyeri yang mengagetkan pasien atau timbul tanpa sebab disebut nyeri spontan. Nyeri spontan
adalah tanda dari pulpitis ireversibel.
Pulpa berada dalam lingkungan yang rigid, teremenineralisasi, dan memiliki
kemampuan yang sangat terbatas untuk meningkatkan volumenya selama masa inflamasi.
Dalam lingkungan yang rendah penyesuaian, respon peradangan yang intens dapat
menyebabkan peningkatan yang merugikan pada tekanan jaringan.
Proses peradangan menyebar secara sirkumferensial dan secara bertahap melewati
pulpa, melangsungkan siklus destruktif. Dengan rangsangan, pulpa vital yang terluka dengan
inflamasi local yang dibentuk dapat mengeluarkan gejala dari serabut nyeri A-. Dengan
adanya inflamasi, respon menjadi berlebihan dan tidak semestinya dengan stimulus yang
dihadapi, dimana yang sering adalah stimulus panas. Mediator inflamasi menginduksi jenis
hyperalgesia dan salah satu gejala klasik dari irreversible pulpitis adalah rasa sakit yang
berkepanjangan dari stimulus panas. Rasa sakit yang berlebihan dari serabut nyeri A-
mereda,dapat timbul rasa sakit yang tumpul, berdenyut.
Gejala nyeri kedua ini menandakan keterlibatan inflamasi dari serat saraf nosiseptif C.
Dengan meningkatnya inflamasi dari jaringan pulpa, serabut nyeri C menjadi satu-satunya
fitur nyeri. Rasa sakit yang mungkin muncul singkat, rasa tidak nyaman berlama-lama bisa
meningkat ke episode berkepanjangan atau sakit yang konstan, menyebar, berdenyut. Rasa
sakit yg spontan (tanpa ada rangsangan) adalah tanda lain dari ireversibel pulpitis. Jika sakit
pulpa berkepanjangan dan intens, efek pusat rangsang memproduksi sakit berlanjut ke bagian
yang jauh atau gigi yang lain. Ketika serabut nyeri C mendominasi serabut nyeri A-delta, rasa

sakit lebih menyebar. Jika serabut saraf proprioseptif periradikular tidak terinflamasi, maka
gigi tidak akan sakit di perkusi dan akan susah untuk melokalisasi gejalanya.
Kadang-kadang pembuluh darah yang terinflamasi memberikan respon terhadap
dingin, dimana memvasokonstriksi pembuluh yang dilatasi dan mengurangi tekanan jaringan.
Rasa lega sementara dari rasa sakit yang intens disediakan; ini menjelaskan mengapa
beberapa pasien membawa air es pada saat janji perawatan darurat. Rasa lega yang
disediakan oleh stimulus dingin didiagnosis dan mengindikasikan bahwa vital irreversible
inflamasi pulpa telah menjadi semakin nekrotik. Dengan tidak adanya intervensi dari
endodontik, kondisi yang cepat memburuk kemungkinan besar akan berkembang menjadi
akut periradikular abses.
Serabut nyeri C adalah gejala tidak menyenangkan yang menandakan bahwa
kerusakan irreversibe jaringan local telah terjadi. Irreversible pulpitis adalah istilah klinis
yang menunjukkan bahwa pulpa terinflamasi, dimana pulpa vital kekurangan kemampuan
reparative untuk kembali sehat. Perawatan yang diindikasikan adalah perawatan saluran akar
atau ekstraksi gigi.

2.2. HUBUNGAN NYERI SPONTAN DENGAN PULPO-DENTINAL KOMPLEKS


Secaramorfologis,serabutsarafpadapulpaterdiridari2golongan;pertamaserabutA
yang bermielin dan mampu menghantarkan rangsang secara cepat. Serabut A masih
dibedakan lagi menjadi A yang berukuran sedang.Serabut ini menginervasi dentin dan
daerah peralihan pulpa dentin dekat ujung tanduk pulpa.Berikutnya adalah A yang
berukurankecil,serabutiniterdapatpadadentin,predentindanlapisanodontoblasbagian
koronal.Ketikaberadadibawahlapisanodontoblas,selubungmielinserabutAmenghilang
danselanjutnyamembentukjaringansyarafyangdisebutplexusofRaschkowyangkemudian
menembuslapisanodontoblassebagaiujungsarafbebas.Serabutsarafinimasukkedalam
tubulusdentinsampaisejauh200m.Sekitar90%serabutAadalahtipeA.Hubungan
5

yang erat antara serabut A dengan lapisan odontoblas dinamakan kompleks


pulpodentin.KeduaadalahserabutC,sebagianbesarserabutsarafpadapulpaadalahserabut
Cyangtidakbermielindanlambatmenghantarimpulssaraf.Serabutinidapatdibedakanlagi
menjadijenisnosiseptiveC,polimodalnosiseptiveCdanglialderivedneurotrophicfactor
regulatedCfibers.Kuranglebih80%serabutsarafpadapulpaadalahserabutsaraftipeC.
Mediatorinflamasisepertihistamine,bradikinin,prostaglandin,xerotonin,substansi
P, calcitoningene related peptide (CGRP) dan lekotrin dapat menyebabkan nyeri secara
langsung dengan mengaktifkan atau menyebabkan sensitisasi reseptor nyeri. Secara tidak
langsung, mediator inflamasi tersebut juga menyebabkan nyeri dengan cara memulai
serangkaian proses inflamasi yang menyebabkan bertambahnya permeabilitas vaskuler,
edemadanakhirnyameningkatkantekananintarpulpa.
Beberapa mediator kimia mampu mengaktifkan ujung saraf nosiseptive seperti
bradikinin, sementara yang lain menyebabkan sensitisasi reseptor nyeri terhadap efek
mediator lain,misalnyaprostaglandin. Sensitisasireseptornyeriartinyaambangrangsang
terhadappanas,dinginataupunstimuluslainnyaberkurang.Prosessensitisasireseptornyeri
inimemberikanimplikasiklinikyangpentinguntukmenjelaskanfenomenahiperalgesiadan
allodinia.
Inflamasi akut yang disebabkan orofacial ataupun stimulus mekanik lainnya yang
menyebabkan kerusakan jaringan dentin dapat menimbulkan hiperalgesia dan allodinia.
Hiperalgesiaadalahbertambahnyanyeriyangberasaldarisuatustimulusnyeri,sedangkan
allodiniaadalahmenurunnyaambangrangsangnyeri,sehinggasuatustimulusringanbias
membangkitkan nyeri. Hiperalgesia dan allodinia ditandai dengan nyeri spontan,
berkurangnya ambang rangsang nyeri dan bertambahnya respon terhadap stimulus yang
menyakitkan.Sekalipun keadaan ini disebabkan oleh suatu inflamasi pada pulpa, namun
mekanisme penyebabnya belum diketahui dengan pasti.Diduga kenaikan tekanan dan
keberadaan beberapa mediator kimia seperti bradikinin, lekotrin, xerotonin, prostaglandin
dalampulpaikutberperanpadaterjadinyahiperalgesiadanallodinia.
SEL-SEL PADA PULPODENTINAL KOMPLEKS
A. Sel somatik
1. Odontoblas
Odontoblas adalah sel pulpa yang paling khas. Sel ini membentuk lapisan
tunggal diperifernya dan mensintesis matriks yang kemudian termineralisasi dan
6

menjadi dentin. Dibagian mahkota ruang pulpa terdapat odontoblas yang


jumlahnya banyak sekali dan bentuknya seperti kubus relatif besar. Jumlahnya di
daerah itu sekitar 45.000 dan 65.000/mm2. Di daerah serviks dan tengah-tengah
akar jumlahnya lebih sedikitb dan tampilannya lebih gepeng (skuamosa).
Morfologi sel umumnya secara signifikan mencerminkan aktivitas fungsionalnya,
dan sel yang lebih besar memiliki kapasitas mensintesis lebih banayak matriks.
Odontoblas adalah sel akhir yakni tidak mengalami lagi pembelahan sel. Seumur
hidupnya, yang bisa sama dengan umur vitalitas pulpa, odontoblas mengalami
masa fungsional, transisi, transisional, dna fase istrahat, yang masing-masing
berbeda dalam ukuran dan ekspresi organelnya.
Odontoblas terdiri atas dua komponen structural dan fungsional utama yakni
badan sel dan prosesus sel. Badan sel terletak dissebelah matriks dentin tak
termineralisasi (predentin). Prosesus sel memanjang ke luar kea rah tubulus di
dentin dan predentin. Sampai dimana prosesu odontoblas berjalan di tubulus.
Badan sel adalah bagian dari sel yang begrfungsi sintesis dan mengandung
nucleus yang terletak dibasal serta struktur organel didalam sitoplasma yang
adalah khas dari suatu sel pensekresi. Selama dentinogenesis aktif, reticulum
endoplasma dan apparatus golgi tampak menonjol disertai banyak mitokondria
dan vesikel. Badan sel dilengkapi dengan berbagai junction ayng kompleks yang
mengandung gap junction, tight junction, dan desmosom yang lokasinya
bbervariasi dan ditentukan oleh fungsinya. Junction mengisolasi lokasi tempat
terbentuknya dentin dan mengatur aliran zat ke dalam dan keluar area. Produk
ekskresi dari odontoblas ke dalam membrane sel diujung perifer badan sel dan
ujung basal dari prosesus sel. Pada mulanya produk ini mencakup komponen
matriks yang di sekresi ke luar. Odontoblas bekerja paling aktif selama
dentinogenesis primer dan selama pembentukan dentin reparatif. Aktivitas nya
banyak berkurang selama dentinogenesis sekunder sedang berjalan.
2. Fibroblast
Fibroblast merupakan sel yang paling banyak terdapat dalam pulpa. Mereka
terlihat seperti sel dengan jaringan spesifik yang mampu menghasilkan sel untuk
berdiferensiasi. Menurut Baume, sel fibroblast adalah sel mesenkim yang sedang
mengalami tahap maturasi. Sel fibroblast ini sangat banyak pada bagian koronal
pulpa, dimana membentuk cell rich zone. Sel fibroblast ini berbentuk seperti
spindle yang berfungsi untuk mensekresikan komponen ekstraseluler seperti
7

kolagen dan substansi dasar (ground substance), serta mengeliminasi kolagen


berlebih dengan aktivitas enzim lisosom. Sel fibroblast dalam pulpa tidak pernah
bertumbuh/ menjadi dewasa lagi karena sel ini berada pada keadaan
undifferentiated. Makanya disebut seperti Peter Pan.
3. Reserve Cells / Undifferentiated Mesenchymal Cells
Merupakan

turunan

dari

undifferentiated

dental

papila

yang

dapat

terdiferensiasi kedalam berbagai macam tipe sel. Contoh : tergantung dengan


stimulusnya, sel ini dapat membentuk sel odontoblast dan fibroblast. Sel ini
ditemukan di seluruh cell-rich area dan pulp core serta berhubungan dengan
pembuluh darah.
4. Defence cell
a. Histiosit dan makrofag
b. Leukosit Polimorfonuklear.
c. Limfosit
d. Sel Mast
B. Sel imunokompeten
Sel imunokompeten yang berperan dalam respon imunologik pada inflamasi
pulpa adalah limfosit T, limfosit B (lebih sedikit), makrofag, dan sel dendritik.
2.3. IMMUNOPATOLOGIS PULPITIS IRREVERSIBLE
Pertahanan terhadap mikroba terdiri dari dua reaksi, yaitu reaksi imun non spesifik dan
reaksi imun spesifik.
Komponen utama dalam reaksi imun non spesifik terdiri dari: barrier epitel kulit, sistem
pencernaan, sistem pernafasan, dimana sistem tersebut mecegah masuknya mikroba;
Reaksi imun spesifik terdiri dari 2 tipe, yaitu:

Reaksi imun humoral yang dimediasi oleh antibody produksi dari limfosit B.
Antibody ini memberikan proteksi melawan mikroba ekstraseluler di dalam darah,

jaringan dan sekresi mukosa.


Reaksi imun seluler yang dimediasi oleh limfosit T. Limfos

Respon Imun Non Spesifik

Inflamasi Akut
Karakteristik:

Vasodilatasi pembuluh darah

Infiltrasi leukosit (didominasi oleh neutrophil/PMN)

Didominasi oleh PMN dan beberapa makrofag

Etiologi:

Infeksi oleh bakteri, virus, fungi dan parasit

Trauma fisik dan kimia


9

Nekrosis jaringan

Benda asing seperti kotoran, serpihan, jahitan

Inflamasi Kronis
Karakteristik:

Infiltrasi sel mononuklear seperti makrofag, limfosit dan sel plasma

Terjadi kerusakan jaringan

Terjadi proses repair (perbaikan jaringan), yang melibatkan pembentukan pembuluh


darah baru (angiogenesis) dan fibrosis (scar)

Etiologi:

Lanjutan dari inflamasi akut

Infeksi terus-menerus oleh mikroba yang susah dihilangkan

Penyakit autoimun

Paparan yang lama terhadap agen toksik

Respon Imun Spesifik


Bila mikroba dapat melewati respon imun non spesifik, maka diperlukan pertahan yang lebih
kuat dan terspesialisasi dari system imun spesifik. Imunitas spesifik merespon kehadiran
mikroba dengan menjadi aktif dan menghasilkan mekanisme ampuh untuk menetralkan dan
mengeliminasi mikroba.
Sel yang berperan dalam respon imun spesifik

10

Respon Imun Seluler


Mekanisme:

Sel T (CD4+ dan CD8+) akan mengenali MHC dalam nodus limfa, yang kemudian

akan aktif dan berproliferasi menjadi sel T efektor dan sel T memori
Sel-sel tersebut kemudian bermigrasi mendekati area infeksi dan menjalankan peran

sebagai berikut:
Sel T CD4+ efektor akan mengenali antigen pada fagosit dengan ingested microbes

dan mengaktifkan fagosit tersebut untuk membunuh ingested microbes-nya.


Sel T CD8+ efektor akan membunuh infected cell dengan mikroba dalam
sitoplasmanya.

11

Respon Imun Humoral


Mekanisme:

Limfosit B (sel B) mengenali antigen dan dengan bantuan sel T helper, sel B
kemudian aktif untuk berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi antibody-secreting

plasma cells.
Sel yang telah berdiferensiasi tersebut kemudian memiliki peran masing-masing
diantaranya mensekresi antibody, mengalami class switching, mengalami affinity
maturation, dan beberapa berubah menjadi sel B memori.

2.4. PEMERIKSAAN SUBJEKTIF DAN OBJEKTIF


Pemeriksaan Subjektif (melalui anamnesa):

Nyeri tajam spontan yang berlangsung terus-menerus dengan sifatnya tajam,

menusuk, bertahan atau berkelanjutan menjalar kebelakang telinga


Onset nyeri cepat yang dapat dikarenakan oleh perubahan temperature secara tiba-tiba

atau makanan asam/manis. Nyeri tetap ada walaupun dihilangkan


Nyeri makin parah apabila berbaring atau membungkuk dikarnenakan perubahan

tekanan intrapulpa
Adanya nyeri yang tersebar, namun kalau ligament periodontal sudah terlibat, maka

nyeri makin mudah dilokalisir


Tahap lanjut nyerinya parah, berdenyut dan meningkat apabila ada stimulus panas dan
bisa dikurangi nyerinya dengan menggunakan air dingin

Pemeriksaan Objektif :
1.
2.

Ekstra oral : tidak ada kelainan


Intra oral :

Visual examination and history


Pemeriksaan intra oral pada gigi dapat digunakan untuk melihat gejala yang terjadi pada gigi
sebelumnya. Pada pemeriksaan, dapat dilihat seberapa dalam kavitas yang melibatkan pulpa
atau terjadinya karies sekunder.

12

Radiographic findings
Menunjukkan kedalaman dan luasnya karies
Pada daerah periapikal menunjukkan penampilan normal tetapi terjadi pelebaran yang
terlihat pada stadium lanjut pulpitis

. Percussion
Tooth is tender on percussion (karena peningkatan tekanan intrapulpal sebagai akibat dari
jaringan inflamasi eksudatif)

Vitality tests
13

Thermal test
Hyperalgesic pulpa lebih mudah untuk merespon stimulasi dingin daripada gigi normal, rasa
sakit dapat bertahan bahkan setelah iritasi hiilang. Ketika peradangan pulpa berlangsung,
panas mengintensifkan respon karena memiliki efek berekspansi pada pembuluh darah.
Sedangkan dingin cenderung untuk menghilangkan rasa sakit karena efek kontraktil pada
kapal, mengurangi tekanan intrapulpal.

- Electric test
Less current is required in initial stages. As tissue becomes more necrotic, more current is
required to generate the response.

2.5. HISTOPATOLOGI PULPITIS


Pulpitis Irreversible
Pulpitis irreversibel dapat disebabkan oleh suatu stimulus berbahaya yang
berlangsung lama seperti karies. Jika karies menembus dentin dapat menyebabkan respon
14

inflamasi kronis. Venula pasca-kapiler menjadi padat dan mempengaruhi sirkulasi didalam
pulpa. Daerah nekrotik ini menarik leukosit polimorfonukleat dengan hemoktasis dan
memulai suatu reaksi inflamasi akut. Terjadi fagositosis oleh leukosit polimorfonukleat pada
daerah nekrosis. Enzim lisosomal menyebabkan lisis beberpa stroma pulpa, dan bersamasama dengan debris membentuk suatu eksudat purulen (nanah).
Reaksi inflamasi ini menghasilkan mikroabses (pulpitis akut). Pulpa berusaha melindungi diri
dengan membatasi daerah mikroabses dengan jaringan penghubung fibrous. Secara
mikroskopis terlihat daerah abses dan suatu daerah nekrotik dimana pada keadaan karieslama
dijumpai mikroorganisme bersama-sama dengan limposit, sel plasma dan makrofag.
Pada pusat abses tidak dijumpai mikroorganisme hal ini dikarenakan aktifitas
fagositik leukosit polimorfonuklear. Bila karies lanjut dan menembus pulpa gambaran
histologik berubah. Maka akan terlihat daerah ulserasi (pulpitis ulserasi kronis) yang
cairanyya keluar melalui pembukaan karies ke dalam kavitas mulut dan mengurangi tekanan
intrapulpa, dan dengan demikian juga rasa sakit. Secara histologis terlihat suatu daerah
jaringan nekrotik suatu daerah infiltrasi oleh leukosit polimorfonukleat dan suatu daerah
fibroblast yang berploriferasi masa mengapur. Daeah diluar abses atau daerah ulserasi normal
atau mungkin juga mengalami perubahan inflamatori
Bakteri belum mencapai pulpa. Terdapat pergerakan fluida dalam tubula dentin yang
merangsang odontoblast dan serabut saraf A-delta dalam pulpa untuk menghasilkan nyeri.
Secara mikroskopis terlihat dentin reparatif, gangguan lapisan odontoblas, dilatasi pembuluh
darah, extravasasi cairan edema dan tampak adanya respon sel imun.
I.

Pulpitis irreversible akut

15

Inflamasi akut; marginas neutrophil di venula yang dekat dengan infected dentin.

Vasodilatasi pembuluh darah


Hanya terjadi ketika bakteri telah menginvasi denti reparative dibawah lesi karies.
Oedema
Odontoblas yang telah mati
Pembentukan abses (terlokalisir) karena leukosit, bakteria dan jaringan nekrotik yang
telah mati.

1) Serosa
Histopatologi:

Bakteri belum sampai pulpa, hanya toksinnya yang sampai ke pulpa

Terlihat adanya eksudat serosa

Terjadi pelebaran pembuluh darah mikro, sel odontoblas rusak, dan terlihat sel-sel
radang akut (PMN) dan sel radang kronik (makrofag dan sel plasma)

2) Supurative
Histopatologi:

Bakteri belum sampai pulpa, hanya toksinnya yang sampai ke pulpa

Terdapat pus di permukaan atau di dalam pulpa

Sel odontoblas rusak, disekitar pus terdapat sel radang akut, vasodilatasi pembuluh
darah mikro, dan penyebaran mikroabses di permukaan jaringan pulpa

II.

Pulpitis Irreversible kronik

16

Inflamasi kronis; kehadiran sel inflamasi


kronis, proliferasi pembuluh darah dan
banyaknya serabut kolagen yang
ditunjuk anak panah hitam.

Infiltrasi sel limfosit, makrofag dan sel plasma


Proliferasi pembuluh darah kecil fibroblast dengan endapan serabut kolagen

1) Ulserative
Histopatologi:

Bakteri sudah mencapai pulpa

Terdapat ulkus yang dibatasi oleh sel-sel limfosit

Dibawah dan disekitar ulkus dikelilingi jaringan pulpa yang telah mengalami
kalsifikasi

Gambar jaringan pulpa di saluran akar normal atau terjadi infiltrasi sel-sel limfosit

2) Hiperplastik

Pulpitis hiperplastik kronis; jaringan ikat mengalami inflamasi kronis. Terdapat ruang
antara lesi dengan dentin

17

Histopatologi:

Jaringan pulpa dalam pulp chamber meradang dan berbentuk jaringan granulomatosa
Polip berupa massa jaringan granulasi
Infiltrasi sel inflamasi terutama limfosit dan sel plasma
Pulpa polip terluhat dilapisi epitel berlapis/stratified skuamosa

Nekrosis pulpa

1) Parsial
Histopatologi:

Pulpa masih vital


18

Saraf sensori pulpa telah mengalami kerusakan

Kavitas pulpa berisi jaringan pulpa nekrotik, debris selular, dan mikroorganisme

Jaringan periodontal mungkin mengalami inflamasi

2) Total
Histopatologi:

Pulpa sudah nonvital

Saraf sensori pulpa telah mengalami kerusakan.

Pulpitis Reversible / Hiperemia Pulpa


Histopatologi:

Bakteri belum sampai pulpa.


Terdapat pergerakan fluida dalam tubula dentin yang merangsang odontoblast dan

serabut saraf A-delta dalam pulpa untuk menghasilkan nyeri.


Secara mikroskopis terlihat dentin reparatif, gangguan lapisan odontoblas, dilatasi

pembuluh darah, extravasasi cairan edema dan tampak adanya respon sel imun.
Vasodilatasi pembuluh darah
Edema serta ekstravasasi eritrosit dan leukosit karena vasodilatasi kapiler
Thrombosis (pembentukan blood clot

2.6. INTERPRETASI GAMBAR RADIOGRAF


RADIOGRAFI GIGI DAN JARINGAN PERIAPIKAL NORMAL
A. GIGI PERMANEN

19

Enamel, dentin, pulpa tidak ada kelainan


Ligamen periodontal (ruang periodontal)

berkesinambungan mengelilingi outline akar.


Lamina dura (soket tulang) Garis radiopak tipis berkesinambungan

mengelilingi garis hitam yang mengelilingi outline akar.


Pola dan densitas tulang trabekula radiopak berjala

Garis

radiolusen

tipis

B. GIGI SULUNG

Fitur penting untuk menentukan normalitas sama seperti gigi permanen, , tetapi
terdapat beberapa perbedaan yaitu:
- Adanya gigi permanen di bawah gigi sulung dan cyrpt yang terdapat di atas apex
-

gigi sulung
Resorpsi gigi sulung

Sehingga kelainan pada lamina dura dan ligamen periodontal akan sulit terlihat.
KESALAHAN

INTERPRETASI

RADIOGRAFIK

SEHUBUNGAN

DENGAN

STRUKTUR ANATOMIS

20

Kesalahan interpretasi radiografik sehubungan dengan struktur anatomis yaitu berupa


gambaran radiografik mirip karies.
1. Cervikal Burnout

Cervical burn out berupa bayangan radiolusen yang terletak di servikal sehingga mirip
dengan karies servikal atau karies sekunder. Cervical burn out terjadi karena sudut
penyinaran horizontal yang kurang tepat dan adanya faktor struktur anatomis berupa
perbedaan kepadatan jaringan dengan daerah mahkota dan akar sehingga
menyebabkan kurangnya penyerapan sinar X pada bagian yang tipis.
2. Mach Band Effect.

Mach band berupa bayangan radiolusen pada dentin yang berbatasan dengan DEJ
akibat ilusi optic perbatasan dua daerah yang lebih radiolusen (dentin) dan lebih
radiopak (DEJ). Secara radiografis dapat menyerupai karies. Sering terlihat pada
radiograf dengan kontras tinggi
KETERBATASAN

DIAGNOSIS

RADIOGRAFIK

KARIES

DAN

JARINGAN

PERIAPIKAL
-

Lesi karies umumnya lebih besar secara klinis daripada radiografis dan lesi awal

tidak jelas sama sekali.


Faktor eksposur dapat memiliki efek yang ditandai pada keseluruhan kontras
radiografi dan dengan demikian mempengaruhi penampilan atau ukuran karies

lesi pada radiograf.


Superimposisi dan gambar dua dimensi radiograf berarti bahwa fitur berikut
tidak bisa selalu ditentukan :
o Site tepat lesi karies, contoh : buccal atau lingual
21

o Luasnya lesi pada bucco-lingual


o Jarak antara lesi karies dan tanduk pulpa. Kedua bayangan dapat muncul
menjadi dekat bersama-sama atau bahkan dalam kontak tetapi mereka
mungkin tidak pada bidang yang sama
o Adanya lesi enamel : kepadatan enamel di atasnya dapat mengaburkan
zona dekalsifikasi
o Adanya recurrent caries

22

o Adanya lesi periapeks superimposisi dengan tulang yang berada


disekitarnya, terutama pada maxilla
o Keterbatasan kontras dan resolusi ligamen periodontal dan lamina
dura yang tipis kurang terlihat

PERUBAHAN GAMBARAN RADIOGRAFIK JARINGAN PERIAPEKS AKIBAT


PENYAKIT PULPA

23

Perluasan pertama peradangan pulpa ke jaringan periradikular disebut acute apical


periodontitis (AAP). Disertai dengan perusakan dan resorpsi, biasanya dari akar gigi dan
sekitar tulang, berkembangnya abses periapikal, dan radiografi area radiolusen periapikal
menjadi jelas.
AAP dapat berlanjut menjadi chronic apical periodontitis (CAP) dan merupakan hasil
dari nekrosis pulpa.

24

EVALUASI RADIOGRAF
A. GIGI PERMANEN

I.

II.

Evaluasi Mutu Radiograf


a. Objek tercakup dan terletak ditengah
b. Kontras baik, detail baik, ketajaman baik
c. Daerah interdental terlihat jelas (distorsi horizontal minimal)
d. Cusp bukal dan cusp lingual terletak sebidang (distorsi vertikal minimal)
e. Distorsi yang terjadi minimal radiograf dapat diinterpretasi
Evaluasi General View
a. Kondisi gigi geligi normal
25

b. Perubahan pada gigi geligi terdapat gambaran radiolusensi luas pada


servikal hingga hampir mencapai kamar pulpa
c. Hubungan gigi geligi titik kontak buruk karena tambalan overhanging
disalah satu gigi
d. Kondisi jaringan periodonsium terdapat putusnya lamina dura di apikal
salah satu gigi.
e. Perubahan pada jaringan periodonsium ada penurunan tinggi tulang,
terdapat putusnya lamina dura di apikal salah satu gigi.
f. Hubungan gigi dengan jaringan periodonsium titik kontak antar gigi
yang buruk karena tambalan overhanging menyebabkan penurunan tinggi
g.
h.
i.
j.
III.

tulang
Kondisi tulang rahang normal
Perubahan tulang rahang normal
Hubungan gigi, jaringan periodonsium dan tulang rahang normal
Kesimpulan secara umum kelainan berasal dari periodontal

Evaluasi Specific View


1) Gigi (48)
i. Mahkota
1. Radiodensitas radiolusen
2. Outline irreguler
3. Lokasi servikal
4. Perluasan meluas hingga dentin, hampir mengenai kamar
pulpa
ii. Akar normal
iii. Kamar pulpa normal
iv. Saluran akar normal
2) Jaringan Periodonsium
i. Alveolar crest
1. Tinggi terjadi penurunan 1nmm dari tinggi normal
2. Bentuk irregular
3. Tulang kortikal
a. Ada/tidak ada
b. Outline terputus diapikal
c. Tebal/lebar nomal
d. Densitas normal
4. Tulang konselus
a. Densitas normal
b. Pola normal
ii. Lamina dura terputus di 1/3 apikal
iii. Ruang periodontal hilang di 1/3 apikal
3) Evaluasi Kelainan Periodontal
i.
Tinggi tulang yang ada mengalami penurunan

26

IV.

ii.

Kondisi alveolar crest mengalami penurunan, tulang kortikal

iii.
iv.
v.

terputus
ruang periodontal dan lamina dura hilang/terputus di 1/3 apikal
keterlibatan furkasi tidak ada
rasio mahkota akar 1:2 (normal)

KESIMPULAN RADIOGRAFIS
Gigi 48 mengalami kelainan periodontal akibat penurunan tinggi tulang karena
karies servikal yang disebabkan adanya tambalan overhanging.

B. GIGI SULUNG

I.

II.

Evaluasi Mutu Radiograf


a. Objek tercakup dan terletak ditengah
b. Kontras baik, detail baik, ketajaman baik
c. Daerah interdental terlihat jelas (distorsi horizontal minimal)
d. Cusp bukal dan cusp lingual terletak sebidang (distorsi vertikal minimal)
e. Distorsi yang terjadi minimal radiograf dapat diinterpretasi
Evaluasi General View
a. Kondisi gigi geligi normal
b. Perubahan pada gigi geligi terdapat gambaran radiolusensi luas pada
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.

III.

proksimal hingga mencapai kamar pulpa


Hubungan gigi geligi titik kontak buruk
Kondisi jaringan periodonsium normal
Perubahan pada jaringan periodonsium normal
Hubungan gigi dengan jaringan periodonsium normal
Kondisi tulang rahang normal
Perubahan tulang rahang normal
Hubungan gigi, jaringan periodonsium dan tulang rahang normal
Kesimpulan secara umum kelainan berasal dari karies yang luas

Evaluasi Specific View


1) Gigi (84)
i. Mahkota
1. Radiodensitas radiolusen
27

2. Outline irreguler
3. Lokasi proksimal
4. Perluasan meluas hingga kamar pulpa
ii. Akar normal, terjadi resorpsi oleh erupsi gigi permanen
iii. Kamar pulpa normal
iv. Saluran akar normal
2) Jaringan Periodonsium
i. Alveolar crest
1. Tinggi normal
2. Bentuk normal
3. Tulang kortikal
a. Ada/tidak ada
b. Outline kontiniu
c. Tebal/lebar nomal
d. Densitas normal
4. Tulang konselus
a. Densitas normal
b. Pola normal
ii. Lamina dura normal
iii. Ruang periodontal normal
3) Evaluasi Kelainan Periodontal
i.
Tinggi tulang yang ada normal
ii.
Kondisi alveolar crest normal
iii.
ruang periodontal dan lamina dura normal
iv. keterlibatan furkasi tidak ada
v. rasio mahkota akar 1:2 (normal)
IV.

KESIMPULAN RADIOGRAFIS
Gigi 84 mengalami karies yang meluas hingga kamar pulpa

2.7. DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING PULPITIS


II.7.1 Pulpitis Irreversible Akut
a. Pulpitis Akut Serosa
Merupakan kondisi inflamasi pulpa yang persisten, disebabkan oleh suatu stimulus
noksius. Etiologi dari pulpitis serosa merupakan lanjutan dari pulpitis reversible (hiperemia
pulpa) yang tidak sembuh.
Histopatologi
Terlihat bakteri belum sampai pulpa, hanya toksinnya yang sampai ke
pulpa.Terlihat adanya eksudat serosa dan terjadi pelebaran pembuluh darah mikro, sel
odontoblas rusak, dan terlihat sel-sel radang akut (PMN) dan sel radang kronik (makrofag
dan sel plasma) .
Gejala
28

Nyeri tajam, spontan, menjalar, berdenyut


Nyeri saat dingin, makan makanan asam atau manis

Pemeriksaan Objektif :

Tes termal : peka, terutama jika diberi rangsangan dingin


Sondasi (+), Perkusi (+), Tes Elektris (+)
Palpasi (-)

Pemeriksaan Radiografik :
Tidak menunjukkan perubahan, hanya kavitas yang mungkin mendekati pulpa atau
melibatkan pulp horn, atap melibatkan pulpa yang sangat tipis
Diferensial Diagnosis (DD)

Hiperemia pulpa:tetapi tidak ada sakit spontan


Pulpitis akut supurativa: rasa sakit bertambah jika diberi rangsangan panas (lebih peka
terhadap rangsangan panas)

b. Pulpitis Akut Supurativa


Merupakan kondisi inflamasi pulpa yang persisten, disebabkan oleh suatu stimulus
noksius. Etiologi dari pulpitis supurativa merupakan lanjutan dari pulpitis akut serosa. Hal
ini disebabkan oleh tertutupnya jalan keluar radang dari ruang pulpa. Akibatnya, terjadi
kerusakan sel jaringan pulpa meluas dan terjadi pengumpulan pus.
Histopatologi

Bakteri belum sampai pulpa, hanya toksinnya yang sampai ke pulpa


Terdapat pus di permukaan atau di dalam pulpa
Sel odontoblas rusak
Di sekitar pus terdapat sel radang akut, vasodilatasi pembuluh darah mikro, dan
penyebaran mikroabses di permukaan jaringan pulpa

Gejala
Nyeri : tajam, spontan, menjalar, berdenyut
Sakit sangat hebat jika tidak ada hubungan terbuka dengan luar, yaitu jika pada
kavitas terdapat sisa makanan dan tertekan
Pemeriksaan Objektif :
-

Tes termal : peka terhadap rangsangan panas


Perkusi (+), tes elektrik (+)
Palpasi (-)

Pemeriksaan Radiografik :
Menunjukkan kavitas yang dalam, terkadang terdapat di bawah restorasi
29

Diferensial Diagnosis

Abses alveolar akut :ketika ditekan sangat nyeri dan lama-lama hilang tetapi ketika

dilepas akan timbul nyeri berdenyut dan nekrosis parsial


Gigi non vital

II.7.2 Pulpitis Irreversible Kronik


Pulpitis Kronis Ulserativa
Pulpa terbuka lebar, drainase lancar sehingga nyeri berkurang. Etiologi dari pulpitis
ulserativa adalah karies yang sudah mencapai pulpa dan berlanjut terus.
Histopatologi

Bakteri sudah mencapai pulpa


Terdapat ulkus yang dibatasi oleh sel-sel limfosit
Dibawah dan disekitar ulkus dikelilingi jaringan pulpa yang telah mengalami

kalsifikasi
Gambar jaringan pulpa di saluran akar normal atau terjadi infiltrasi sel-sel limfosit

Gejala

Nyeri berkurang
Dengan pemeriksaan visual terlihat pada dasar kavitas suatu lapisan yang abu-abu di
atas pulpa yang terbuka dan terdiri atas sisa makanan, leukosit, kuman, dan sel-sel
darah. Jika dilakukan preparasi sampai di tempat ini sering tercium bau busuk.
Ekskavasi yang lebih dalam akan dirasakan sakit dan bahkan perdarahan dapat terjadi.

Pemeriksaan Objektif :
-

Sondasi dentin (-), sondasi pulpa (+)


Reaksi terhadap peningkatan suhu kurang, baik dingin atau panas
Tes listrik : terkadang menimbulkan reaksi

Pemeriksaan Radiografik :
Karies yang dalam dengan pulpa yang terbuka lebar
Diferensial Diagnosis
Pulpitis akut serosa: rasa sakit tajam, lebih sering, bahkan dapat terus menerus
Nekrosis parsial tes listrik samasama terkadang menimbulkan reaksi atau tidak,
pada nekrosis parsial reaksi terhadap tes elektris membutuhkan arus yang lebih besar
daripada pulpitis kronik ulserativa

30

Pulpitis Kronis Hiperplastik


Inflamasi pulpa produktif yang disebabkan oleh pembukaan karies yang besar pada

pulpa muda. Etiologi hiperplastik adalah karies yang lambat dan progresif, kavitas besar,
pulpa muda yang resisten, dan stimulus tingkat rendah yang kronis misalnya tekanan dari
pengunyahan.
Histopatologi
A. Terjadi peningkatan jumlah dan ukuran sel pulpa
B. Jaringan pulpa dalam pulp chamber meradang dan berbentuk jaringan granulomatosa
(polip) keluar dari kamar pulpa memenuhi kavitas
C. Permukaan pulpa polip tertutup oleh stratified squamosa
Gejala
A. Pulpitis ini biasanya hanya terdapat pada anak-anak muda, disebut juga polip pulpa
B. Tidak nyeri, namun akan nyeri jika tertekan makanan
Pemeriksaan Subjektif :
Tidak ada gejala nyeri kecuali bila terdesak makanan
Pemeriksaan Objektif :
-

Tonjolan polip berwarna merah yang menutupi ruang kavitas dan menempati seluruh

permukaan oklusal
Permukaan pulpa polip berbenjol-benjol dan bila disentuh mudah berdarah
Hanya sakit bila ditekan
Tidak peka terhadap suhu
Tes Elektris : kurang peka

Pemeriksaan Radiografis :
-

Kavitas dalam dan pulpa sudah terbuka


Pulp chamber lebih lebar dari normal karena umur gigi yang masih muda

Diferensial Diagnosis
a. Polip gingiva : perbedaannya polip gingiva berwarna sama dengan gingiva, halus,

tidak mudah berdarah, tangkai polip terdapat pada gingiva.


II.7.3 Pulpitis Subakut
Pulpitis subakut merupakan eksaserbasi akut yang ringan dari pulpitis kronis.
Ditandai dengan rasa sakit yang sedang dan hilang-timbul. Istilah subakut digunakan pada
31

kasus yang sulit dikategorikan akut atau kronis.


2.8. SELEKSI KASUS ENDODONTIK
Terkadang dalam menentukan untuk dilakukan terapi endodontic pada seorang pasien sulit
untuk ditentukan karena banyak factor yang terlibat dalam menentukan kebutuhan, rencana
perawatan dan prognosis dari gigi yang akan dirawat.
Beberapa factor penting dalam menentukan kebutuhan dan suksesnya dari perawatan
endodontic yang dilakukan :
1) Alasan aktual atau yang sebenernya untuk melakukan perawatan endodontic
Jika terdapat pulpa yang terkena karies, trauma, dan sebagainya, maka gigi tersebut
harus dilakukan perawatan endodontik dan direstorasi dengan restorasi yang sesuai
2) Elective endodontics (endodontic sebagai perawatan yang tidak diwajibkan)
Dilakukan elective endodontics biasanya pada crack or heavily restored tooth. Untuk
mencegah kehilangan premature dari cusp selama restorasi (biasanya pada sebelum
pemasangan crown) dan mengeliminasi kekuatiran akan exposure pulpa.
3) Restorasi yang inadekuat
Pasien dengan crown yang ingin diperbaiki marginnya, maka dilakukan perawatan
endodontik
4) Devitalisasi gigi
Contohnya pada gigi atrisi, karies rampan, karies rekuren, defek smooth surface
dilakukan perawatan endodontic untuk melakuka desensitisasi agar pasien tidak
merasakan ketidaknyamanan atau kesensitifan gigi terhadap dingin atau yang lain
5) Darurat endodontic
Contohnya pasien yang datang dengan sakit gigi akut, maka dilakukan perawatan
endodontic sebelum pemeriksaan komplit dan rencana perawatan lainnya
Pada dasarnya,terdapat

empat faktor yang mempengaruhi penentuan perawatan

endodontik :
a. Aksesibilitas foramen apical;
b. Restorabilitas gigi yang bersangkutan (apakah gigi tersebut dapat direstorasi atau
tidak);
c. Kepentingan strategis gigi tersebut;
d. Resistensi umum pasien.
Secara umum, berikut kontraindikasi dilakukannya perawatan endodontic :
1) Gigi yang tidak dapat direstorasi
Misalnya gigi dengan karies akar yang besar, karies pada furkasi akar, rasio mahkotaakar yang tidak seimbang, dan fraktur akar.
32

2) Gigi yang tidak mungkin dilakukan instrumentasi


Misalnya gigi dengan lengkung tajam, dilaserasi, dentinal sclerosis, kalsifikasi.
Beberapa dari kasus sesuai tingkat keparahannya masih dapat dilakukan perawatan
endodontic namun akan kesulitan, sehingga butuh kehati-hatian dalam evaluasi
sebelum perawatan.
3) Aksesibilitas yang buruk
Misalnya trismus atau bekas luka dari operasi, dan lainnya, dapat membuat pasien
membuka mulut dengan terbatas saja. Sehingga, menyebabkan prognosis dari
perawatan endodontic yang dilakukan buruk.
4) Resorpsi gigi yang tidak dapat ditangani, yaitu resorpsi dengan ukuran yang besar
5) Fraktur gigi vertical
Dapat menyebabkan hopeless prognosis, karena bahan obturasi dapat keluar
2.9.

RENCANA

PERAWATAN

DAN

PENATALAKSANAAN

PULPITIS

IRREVERSIBLE
2.9.1. PULPEKTOMI
Prosedur perawatan invasive dengan melakukan pembuangan seluruh jaringan pulpa
yang terinfeksi sampai sekitar 1-2 mm dari apex dan digantikan dengan bahan pengisi saluran
akar.
Prosedur pulpektomi dilakukan dengan anastesi local dan menggunakan instrument
khusus untuk saluran akar. Intrumen ini membuang pulpa yang terinfeksi dan menyiapkan
saluran akarnya agar bisa diisi. Tujuan dari pengisian ini adalah untuk mencegah bertumbuh
dan berlipatgandanya mikroba dalam kamar pulpa, Dengan begitu, tujuan utama pulpektomi
adalah untuk mencegah terbentuknya infeksi dan nyeri lebih lanjut.
Indikasi

Untuk fraktur mahkota yang parah pada gigi permanen (jika kondisinya tidak ideal

untuk theraphy vitalitas pulpa)


Saat pulpa terekspos ke lingkungan oral
Saat pulpa pada gigi yang sudah erupsi sempurna didiagnosis dengan kondisi

irreversible
Ketika pendarahan saat pulpotomi/pulp capping tidak bisa dihentikan

Kontraindikasi

Untuk gigi yang akarnya belum terbentuk secara sempurna. Karena tindakan
pulpektomi membuang jaringan lunak pada pulpa sehingga mencegah pertumbuhan
33

lebih lanjut serta meninggalkan gigi yang lemah dan rentan fraktur. Pulpektomi tidak
hanya membuang jaringan lunak tapi juga jaringan kerasnya, bahkan sampai lebih
besar dari kerusakan awalnya. Hal ini karena perawatannya membutuhkan akses ke
saluran akar dan pembuangan dinding kamar pulpa untuk memungkinkan pengisian
yang tepat, sehingga resistensi gigi terhadap fraktur karena tekanan mastikasi menjadi
berkurang. Selain itu, setelah prosedur perawatan pulpektomi ini selesai, dibutuhkan
restorative yang meluas. Kesimpulannya, waktu, usaha, dan pengorbangan jaringan
gigi saat pulpektomi ini jauh melebihi pulp capping ataupun pulpotomi.
Pilihan perawatan tergantung dari tahap perkembangan gigi, waktu antara terjadinya masalah
dan perawatan, dan rencana perawatan restorative.
Tata Laksana
Mencakup 3 tahap utama:

Pembuangan jaringan pulpa


Pembentukan saluran akar
Pengisian saluran akar

Untuk bisa menghasilkan pulpektomi yang baik, ada 4 langkah yang harus diperhatikan,
yaitu:

Anesthesia
Pulpektomi adalah prosedur yang tidak boleh dilakukan tanpa anastesi karena
sangatlah sakit. Akan tetapi walaupun anastesi sudah dilakukan dengan benar, anastesi
pulpa yang dilakukan dapat gagal dan pulpa tetap sensitive sehingga saat disentuh
pasti menghasilkan nyeri yang hebat. Komplikasi ini lebih sering terjadi di
mandibular daripada di maxilla. Beberapa alasan penyebabnya adalah: kemampuan
resistensi saraf yang bersangkutan telah berubah, pasien dalam kondisi stress/tidak
tenang, adanya persarafan yang bercabang. Langkah yang harus dilakukan apabila
anastesi tersebut gagal adalah:
o Menunggu selama 5-10 menit
o Jika belum efektif, gabungkan regional block dengan infiltrasi
o Jika belum juga efektif, suntikan dengan injeksi ligament periodontal atau
intraosseous injection
o Langkah terakhir jika benar-benar terpaksa adalah penyuntikan langsung ke
pulpa (intrapulp injection)

34

Ketika nyeri tidak bisa dikontrol, devitalisasi pulpa pun digunakan. Prosedurnya
termasuk pengaplikasian bahan toxic untuk jaringan, contohnya: formaldehyde
(langsung ke pulpa yang terbuka). Material ini akan menyembuhkan jaringannya dan
menyebabkan jaringan itu nekrosis dalam 1 minggu sehingga perawatan endodontic
bisa dilakukan. Metode ini sudah tidak digunakan lagi sekarang karena resiko kuat
terjadinya kebocoran pada pengisian sementara ke marginal periodonsium dimana
kerusakan jaringan yang serius dapat terjadi.

Aseptic technique
Asepsis berhubungan dengan langkah yang selama operasi untuk mencegah akses dari
mikroba ke lokasi luka. Contoh sumber bakteri yang potensial adalah dari infected
debris, saliva dan cairan gingiva, serta instrument yang tidak steril. Salah satu cara
yang dapat dilakukan untuk mencegah masuknya infeksi adalah pengangkatan karies
hingga bersih sebelum memasuki saluran akar, pembersihan karang gigi dan plak
sebelum perawatan, penggunaan instrument yang steril, serta penggunaan rubber dam.
Rubber dam juga berguna dalam perlindungan apabila instrument yang digunakan
terjatuh sehingga instrument tersebut tidak akan jatuh ke kerongkongan pasien,
Pengecekan kebocorannya adalah dengan pengaplikasian hydrogen peroksida pada
margin gingiva dan dilihat apakah ada gelembung atau tidak. Langkah penting dalam
asepsis ini adalah penggunaan instrument yang steril. Oleh karena itu, perawatan

endodontic harus disimpan dalam kotak yang bisa dimasukkan dalam autoclave.
Acess to and preparation of the root canal space
Pulpektomi dapat menjadi sulit dilakukan pada saluran akar yang sempit dan
bengkok. Kondisi ini dapat menyebabkan: overlooked root canals, pembuangan
jaringan pulpa yang tidak sempurna, overinstrumentation, dan pengisian yang tidak
sempurna. Selain preparasi yang baik, pulpektomi juga membutuhkan waktu dan tidak

boleh diburu-buru
Location and management of the apical wound

2.9.2. Preparasi Saluran Akar


Perawatan

endodonik

dapat

dipermudah

dengan membagi seluruh prosedur menjadi beberapa


tahapan singkat. Mayoritas gigi berukuran panjang 1925 mm dengan ukuran mahkota sekitar 10 mm dan
ukuran akar 9-15 mm. Dengan membagi wilayah kerja

35

akar menjadi koronal, tengah, dan sepertiga apikal, maka akan mendapatkan masingmasing bagian 3-5 mm wilayah kerja.
Instrumen Preparasi Saluran Akar :
1. Jarum miller (smooth broach) : untuk menjajaki saluran akar & melepaskan jaringan
pulpa dari dinding saluran akar.
2. Jarum ekstirpasi : untuk mengangkat jaringan pulpa dari saluran akar
3. Jarum reamer : untuk melebarkan dinding saluran akar (sekarang jarang diguna-kan)
4. File type-K : untuk menghaluskan dinding saluran akar & melebarkan saluran akar
yang sempit.
5. File type-H (Hedstrom file) : untuk melebarkan saluran akar dengan cepat, namun
meninggalkan dinding yang kasar. rapuh, mudah patah.
6. Gates Glidden Drill : untuk membuka orifis & membentuk corong sampai 1/3 apeks
Gerakan Instrumen:

Reaming, yaitu gerakan memutar searah jarum jam yang digunakan dengan instrumen

berujung tajam untuk perbesaran saluran akar.


Filing, yaitu gerakan push-pull menggunakan insturmen dan digunakan unruk preparasi
kanal. Biasanya gerakan ini yang menghasilkan error saat preparasi karena dapat

menyebabkan perforasi.
Sirkumferensial Filing, yaitu teknik insersi file dengan perputaran seperempat lingkaran
searah jarum jam dan diberikan tekanan lalu ditarik. Hal ini dapat menyebabkan

perbesaran kanal.
Watch winding, yaitu teknik gerakan back and forth yang repatitif dari instrumen
endodontik. Sudut rotasinya antara 3060o. Teknik ini efisien digunakan pada k-type
instrments dan berguna pada saat preparasi biomekanik kanal. Teknik ini tidak agresif
sehingga mengurangi risiko error saat preparasi.
Teknik

Preparasi Saluran Akar


1.

Step
Back

Technique

36

Step-back technique atau serial root canal preparation merupakan


teknik preparasi dengan mempertahankan ukuran foramen apikal yang kecil
pada posisi normal dan menghasilkan bentuk tapered ke arah koronal. Stepback technique ini mengurangi risiko error dan meningkatkan debridement.
Teknik ini terbagi menjadi dua tahap, yaitu phase I yang meliputi preparasi
apical constriction dan phase II yang meliputi preparasi remaining canal.
Fase I
1) Inisasi preparasi access cavity dan tentukan lokasi orifice
2) Tentukan panjang kerja dari gigi menggunakan pathfinder
3) Insersikan instrumen pertama ke kanal dengan watch winding motion
(gerakannya memutar searah jarum jam dan sebaliknya dengan pemberian
apical preassure yang minimal)
4) Irigasi kanal
5) Lubrikasikan instrumen pada daerah apikal agar dapat membantu
instrumen mengemulsikan jaringan pulpa yang tidak dapat dibersihkan
menggunakan irrigan
6) Gunakan file dengan ukuran yang lebih besar pada panjang kerja, lalu
irigasi
7) Lakukan rekapitulasi pada kanal dengan instrumen nomor kecil yang
sudah digunakan sebelumnya
8) Ulangi prosedur hingga K-file 25 mencapai panjang kerja.

Fase II
1) Gunakan
ukuran

file

dengan

panjang

mm lebih pendek dari panjang kerja. Insersi dengan gerakan watch


winding lalu lepaskan setelah melakukan gerakan circumferential filing,
irigasi, dan rekapitulasi.
2) Ulangi prosedur menggnakan file lebih besar dnegan inkremen 1 mm dari
panjang file sebelumnya.
3) Area mid canal dan koronal dipreparasi dan dibentuk dengan file dengan
nomor yang lebih besar

37

4) Rapikan preparasi menggunakan master apical file dengan gerakan pushpull untuk menghasilkan dinding preparasi yang halus

Variasi

Step
koronal

Back Technique
Perbesaran
bagian
saluran

akan

dapat

dilakukan dengan Gates-Glidden drills


Gates-Glidden drills untuk preparasi bagian mid root
Menggunakan headstorm files agar preparasi berbentuk flare

2. Step Down Technique


Perbedaannya dengan teknik step-back adalah teknik step down mempreparasi
kanal dari bagian mahkota menuju bagian apikal. Teknik ini dikatakan dapat
membetuk kanal yang lebih membulat dibandingkan dengan teknik step-back.
Teknik
1) Langkah pertama adalah access cavity preparation tanpa obstruksi pulp
chamber. Tentukan letak orifice menggunakan sonde.
2) Isi access cavity dengan irrigan. Bentuk flare pada bagian sepertiga
koronal menggunakan Gates-Glidden drills atau Nickle-titanium rotary
instruments.
3) Gates-glidden drills dapat digunakan untuk scouting orifice setelah
digunakan file no. 10 atau no. 15. Teknik ini menggunakan Gates-glidden
drill berukuran besar dahulu lalu dilanjutkan dengan yang lebih kecil
diameternya untuk memberikan flare koronal.
4) Lakukan irigasi dengan sodium hypoclorite dan rekapitulasi dengan file
yang lebih kecil (no.10) untuk menghindari terjdainya penyumbatan
5) Setelah melakukan enlargement koronal dan mid root
Preparasi Akses Kavitas pada Gigi Posterior
1. Pembuangan jaringan karies dan restorasi permanen
38

Seluruh jaringan karies (mencegah perlekatan bakteri), restorasi permanen yang


rusak(mencegah coronal leakage yang bisa mengkontaminasi kamar pulpa atau
saluran akar, mencegah fragmen bahan restorasi menyumbat saluran akar) harus

dibuang sebelum kamar pulpa dibuka.


Apabila ditemukan karies rekuren, seluruh restorasi permanen harus dibuang.
Jika restorasi permanennya utuh dan tidak ada karies rekuren, sebaiknya restorasi
tersebut juga dibuang seluruhnya untuk mendapatkan akses yang lurus dan
memudahkan penglihatan selama pencarian orifice. Tetapi ada sebagian ahli yang
melakukan perawatan saluran akar tanpa membuang seluruh restorasi permanen yang
masih bagus.

2. Membuat Bentuk Outline Internal Eksternal


Kamar pulpa pada gigi posterior terletak di tingkat cementoenamel junction (CEJ). Pada gigi
premolar rahang atas, poin akses terletak di central groove di antara cusp tip buccal dan
lingual.

Mahkota gigi premolar

rahang bawah miring

ke arah lingual, sehingga

pada gigi P1 rahang

bawah, poin akses terletak di tengah-tengah inklinasi lingual dari cusp bukal pada garis yang
menghubungi cusp tip. Sedangkan pada P2 rahang bawah, inklinasi ke lingualnya lebih
sedikit sehingga poin aksesnya berada di 1/3 inklinasi lingual di cusp bukal pada garis yang
menghubungi cusp tip.
Gambar Gigi Premolar 1 Bawah

Gambar Gigi Premolar 2 Bawah

39

Untuk gigi molar baik rahang atas maupun rahang bawah, langkah pertama untuk
menentukan poin akses adalah menentukan dahulu batas mesial dan distalnya. Batas mesial
untuk gigi molar rahang atas dan rahang bawah yaitu garis yang menghubungi mesial cusp
tip. Batas distal untuk gigi molar rahang atas adalah oblique ridge, sedangkan untuk gigi
molar rahang bawah adalah garis yang menghubungi bukal groove dan lingual groove.
Setelah menentukan batas mesial dan distalnya, poin akses dibuat di groove yang berada di
tengah-tengah batas mesial dan distal.

Penetrasi ke enamel sampai ke dentin dapat menggunakan round bur atau tapered fissure bur
dengan arah bur tegak lurus dengan occlusal table. Bentuk final outlinenya untuk gigi molar
dengan 3 saluran akar adalah berbentuk segitiga, sedangkan untuk 4 saluran akar adalah
rhomboid.
3. Penetrasi ke Atap Kamar Pulpa
Pada tahap ini, arah bur berubah dari tegak lurus menjadi ke sudut
yang sesuai untuk penetrasi ke atap kamar pulpa. Untuk gigi premolar,
sudutnya sejajar dengan sumbu gigi. Untuk gigi molar, sudutnya mengarah
ke saluran akar terbesar (gigi molar rahang atas: palatal, gigi molar
rahang bawah: distal).
Sebaiknya dilakukan foto radiograf terlebih dahulu agar bisa
menentukan jarak ke atap kamar pulpa untuk mencegah perforasi. Jika pada
kedalam tersebut tidak terasa drop-in effect, maka harus dilakukan evaluasi sudut penetrasi.
4. Pembuangan Seluruh Atap
Seluruh atap harus dibuang dengan tujuan membuat akses yang lurus ke orifice tanpa
terhambat. Bur dilewati diantara orifice sepanjang dinding aksial untuk membuang atap.
5. Identifikasi Seluruh Orifice

40

Idealnya, orifice terletak di sudut-sudut bentuk preparasi final (di sudut-sudut segitiga
atau di sudut-sudut rhomboid).

6. Pembuangan Lingual Shoulder dan Orifice


Tahap ini dilakukan dengan menggunakan Gates-Glidden Drill (GGD). Instrumen ini
diletakkan di tingkat orifice, lalu digerakkan menuju dentin bulge untuk membuat
overhanging shelf.
7. Straight-line Access Determination
File tidak boleh terhalang ketika dimasukkan ke saluran akar agar proses cleaning dan
shaping bisa berlangsung dengan baik.
Kesalahan pada Preparasi Akses
Umumnya terjadi karena gagal dalam mengikuti petunjuk dan kurangnya pemahaman akan
morfologi internal dan eksternal morfologi gigi.
Gambar
Gambar

Penjelasan
Penjelasan

Pencegahan/Penanganan
Pencegahan/Penanganan

Perluasan
yang
tidak adekuat
ke Mengetahui
Seluruh developmental
grooves
Buruknya
penempatan
akses
informasi mengenai
arahdan
distal
sehingga
orifisyang
saluranlokasi
harus
dilacak
danlewat
tidakradiograf
boleh
perluasan
mesial
kamar
pulpa
distobukal
tidak terekspos
hilang ke dinding
aksial
tidak adekuat
sehingga orifis pretreatment
khususnya
radiograf
mesial tidak terbuka
Overextension (perluasan

bite-wing dan lewat CEJ

berlebihan) sehingga melemahkan


struktur mahkota gigi dan restorasi
akhir karena gagal menentukan
posisi kamar pulpa dan sudut bur

Debris/amalgam jatuh ke saluran

Menghilangkan tumpatan

akar. Merupakan kesalahan

seluruhnya dan irigasi yang

iatrogenik. Hal ini akan mencegah banyak


shaping dan cleaning yang baik.

41

Gagal menghilangkan seluruh

radiograf bitewing

kamar pulpa (underextension)


namun pulpa telah terekspos.

Gambar

Penjelasan

Pencegahan/Penanganan

Preparasi akses dimana atap

Orifis biasanya ada pada CEJ

pulpa masih ada dan pulp horn atau sebelah apikal CEJ
disalah artikan sebagai orifis.
Warna keputihan atap,
kedalaman akses kavitas, dan
kurangnya developmental
groove merupakan ciri khas
underextension.
Penghilangan jaringan gigi yang
terlalu berlebihan sehingga
angulasi bur tidak sesuai dan
gagal untuk menyadari inklinasi
lingual pada gigi. Hal ini
menyebabkan melemahnya dan
hilangnya struktur mahkota gigi
sehingga menyebabkan fraktur
mahkota

42

perforasi furkasi karena gagal


untuk mengukur jarak antara
permukaan oklusal dengan
furkasi. Bur melewati kamar
pulpa dan membentuk
pembukaan ke jaringan
periodontal melemahkan gigi
dan kehancuran jaringan
periodonsium
perforasi permukaan gigi mesial
karena kegagalan untuk
menyadari bahwa gigi miring
dan gagal mengaplikasikan bur
sesuai sudut panjang gigi.
Walaupun diperbaiki,
menyebabkan masalah perio
permanen
pembukaan yang tidak adekuat,
akses kavitas diposisikan terlalu
jauh dari dari gingival tanpa
perluasan ke insisal. Hal ini
rusaknya bur dan file,
diskolorasi mahkota karena
masih adanya pulp horn,
instrumentasi dan obturasi yang
tidak adekuat, perforasi gigi, dll.

43

Salah melakukan akses malah di Tandai gigi sebelum


gigi lain karena salahnya

diaplikasikan dental dam

penempatan dental dam.

Gambar

Penjelasan

Pencegahan/Penanganan

Bur dan file rusak dan

Pembukaan lebih lebar

tertinggal di saluran akar

2.10. TEKNIK, KANDUNGAN OBAT, DAN KOMPLIKASI DARI ANESTESI


2.10.1 Anestesi Lokal
Merupakan obat yang dapat memblok/menutup konduksi saraf secara reversible,
menghilangkan sensasi nyeri bila digunakan pada bagian tubuh tertentu tanpa diikuti
hilangnya kesadaran selama prosedur perawatan gigi dilakukan.
2.10.2 Sifat-sifat Anestesi Lokal

Harus dapat menekan hantaran/konduksi saraf

Harus bersifat lipofilik dan hidrofilik agar efektif pada pemberian parenteral.
Kelarutan lemak diperlukan agar obat dapat berpenetrasi melalui berbagai penghalang
yang terdapat antara obat dengan tempat kerja, termasuk serat saraf. Kelarutan air
diperlukan agar obat tidak mengendap (presipitasi) bila terpapar cairan interstisial.
Sifat-sifat Ideal:

Tidak mengiritasi dimana anestesi lokal diaplikasikan

Tidak menimbulkan kerusakan permanen pada struktur saraf


44

Memiliki toksisitas sistemik rendah

Memiliki mulai kerja yang cepat dan masa kerja yang cukup

Memiliki efek anestesi lokal pada daerah sekitar tempat aplikasi baik diberikan secara
injeksi maupun topikal.

2.10.3 Mekanisme Anestesi Lokal


Bahan anestetikum lokal melekat pada reseptor yang ada di dekat gerbang
sodium/natrium pada membran sel, lalu mengurangi permeabilitas ion sodium sehingga dapat
menghambat konduksi impuls. Ion sodium yang seharusnya berikatan dengan reseptor pada
membran sel untuk meningkatkan permeabilitas dan membuka gerbang sodium akan
berkompetisi dengan bahan anestetikum lokal untuk berikatan dengan reseptor pada
membrane sel. Setelah bahan anestetikum lokal berikatan dengan reseptor, terjadi penurunan
permeabilitas membran sel sehingga menghasilkan blokade gerbang sodium. Hal ini
mengakibatkan terjadinya penurunan konduksi sodium dan rasio depolarisasi sehingga terjadi
kegagalan dalam mencapai potensial ambang batas (threshold) dan mengakibatkan kegagalan
dalam potensial aksi. Keadaan ini mengakibatkan terhambatnya pengiriman impuls sehingga
sensasi seperti rasa sakit dapat dihilangkan atau terjadi mati rasa.
2.10.4 Cara Aplikasi Anestesi Lokal
Anestesi local mempunyai beberapa jenis penggunaan klinis yang berbeda dengan sifat-sifat
farmakologinya. Cara penggunaan anestesi local antara lain:
o Suntikan
1. Infiltrasi
2. Anestesi blok anestesi konduksi biasa digunakan untuk mencabut gigi
3. Spinal subarackhnoid; anestesi intratekal
4. Epidural termasuk anaestesi kaudal dan sacral
5. IV regional untuk anestesi tungkai
o Topikal
1. Langsung pada membran mukosa mulut atau kulit
2. Bentuk: krim, ointment, solution, powder, spray
3. Dapat menghilangkan sensasi ujung saraf aferen
4. Indikasi nyeri, gatal dan pencabutan gigi anterior, gigi anak-anak
atau orang tua yang goyang, mengurangi rasa sakit karena insersi jarum
suntik.
2.10.5 Golongan Anestesi Lokal
o Suntikan
Amida

Bupivikain
45

Ester

Dibukain
Mepivakain
Etidokain
Lidokain
Prilokain
Kloroprokain
Prokain
Tetrakain

o Topikal
Amida
Ester

Lain-lain

Lidokain
Dibukain
Ester

benzoate
Benzokain
Butamben
Piperokain
Tetrakain
Siklometikain

asam

2.10.6 Farmakokinetik
Masa kerja, tergatung lama kontak dengan saraf dan adanya vasokonstriktor. Golongan ester
dirusak plasma dan esterase hati, serta mengalami degradasi cepat. Golongan amida dirusak
oleh hati.
Efek samping, anestesi local secara umum berupa kelelahan, mengantuk, tremor, kejangkejang, tidak sadar, henti napas, aritmia jantung, hipertensi, dan henti jantung.
Kontraindikasi, hipersensitivitas, syok berat, miastenia gravis, infeksi kulit seluruh tubuh
dan infeksi atau radang pada tempat suntik, poliomyelitis, adanya tumor dan pendarahan
spinal atau kranial.
Vasokonstriktor diberikan dengan tujuan: mempercepat absorpsi, memperpanjang masa kerja
dan mengurangi risiko toksik. Vasokonstriktor yang digunakan adalah epinefrin.
Pemilihan obat anestesi dalam Kedokteran Gigi
Pemilihan obat anestesi harus mempertimbangkan efikasi (efektivitas), keamanan, keadaan
pasien, dan jenis obat yang digunakan. Berikut adalah berbagai jenis obat anestesi yang
digunakan:
1. Mepivakain
Memiliki profil farmakologi sebanding dengan lidokain. obat ini bisa digunakan dalam
larutan 3% tanpa vasokonstriktor untuk prosedur yang pendek.

46

2. Prokain
Ditransformasikan oleh plasma esterase, mula kerjanya lambat dan mempunyai efek
vasodilatasi yang paling kuat Sehingga tidak memberikan efek anestesi pada jaringan pulpa.
Toksisitasnya dapat berupa perangsangan susunan saraf pusat dan gagal kardiovaskular,
hipersensivitas ringan dan syok anafilaktik.
3. Lidokain
Merupakan golongan anestesi local berspektrum luas karena dapat diberikan melalui berbagai
cara seperti infiltrasi, epidural, intravena regional, subarachnoid, anestesi blok dan topical.
Mula kerja lebih cepat, masa kerja lebih lama, dan lebih kuat dari prokain. Mempunyai efek
vasodilatasi sehingga harus diseimbangkan dengan epinefrin. Dosis yang besar bisa
menyebabkan toksik dan kejang. Efek saming yang ditimbulkan: sedasi, lesu, lupa, reaksi
hipersensivitas(jarang).
4. Prilokain
Kurang toksisk disbanding lidokain, prilokain terdapat juga dalam bentuk krim dengan
kombinasi lidokain sebagai anestesi topical untuk bedah ringan seperti pengangkatan lesi
terlokalisasi. Dosis yang digunakan tidak boleh melebihi 400mg. Kontraindikasi pada bayi,
penderita metahaemogobinemia, penyakit hati, hipoksia, anemia, gagal ginjal dan jantung,
wanita hamil dan pasien dengan riwayat anestesi tipe amida atau paraben.
5. Artikain
Kombinasi artikain 4% dengan epinefrin sebanding atau bahkan lebih baik dari golongan
amida lainnya. Dosis maksimumnya yaitu 7,0 mg/kg BB. Onsetnya 1-3 menit.
6. Bupivakain dan etidokain
Sangat lipofilik. Bupivakain mula kerja dan masa lebih lambat dari golongan amida lain,
namun efikasinya sama sehingga digunakan untuk operasi bedah mulut. Bupuvakain cukup
toksik dan mempunyai efek depresi miokard lebih berbahaya disbanding lidokain dan sulit
diatasi. Etidokain bila diberikan pada partus tidak menimbulkan efek karena tidak melewati
plasenta. mula kerjanya sedikit lebih baik disbanding bupivakain. Bipuvakain dan etidokain
terdapat dalam sediaan bersama epinefrin untuk keperluan tindakan perawatan gigi.

47

Tanpa adrenalin
(mg)
Articaine
400
Bupivikain
75
Lidokain
300
Mepivakain
375
Prilokain
400
Berikut adalah dosis yang diberikan pada obat diatas:

Dengan adrenalin
(mg)
500
150
500
400
600

2.10.7 Penggunaan anestesi local pada pedodontik dan pasien dengan penyakit
jantung
Pasien dengan penyakit jantung atau hipertensi terkontrol sebaiknya konsultasi dengan dokter
untuk mengetahui tingkat pengontrolan hipertensi dan obat-obatan yang diresepkan saat itu.
Pasien diinstruksikan untuk mengkonsumsi obat-obatan seperti biasa saat perawatan gigi.
Untuk perawatan gigi, tekanan darah pasien harus dicatat dan apabila nilai tekanan darah
tinggi, perlu dilakukan penundaan perawatan sampai tekanan darah terkontrol. Apabila
memungkinkan, perawatan dilakukan saat pagi hari. Resep obat anxiolytic dapat membantu
bila diberikan pada pasien dengan rasa cemas berlebihan (5-10 mg diazepam pada malam
hari sebelumnya dan 1-2 jam sebelum dilakukannya perawatan gigi), sebelum perawatan gigi
atau dengan sedasi nitrous oxide. Apabila ada perawatan gigi secara darurat, perawatan harus
konservatif, dengan penggunakan analgesik dan antibiotik saja. Pembedahan harus ditunda
sampai tekanan darah terkontrol. Beberapa obat-obatan NSAIDs seperti iburoprofen,
indomethacin atau naproxen dapat digunakan bersamaan dengan obat-obatan antihipertensi
seperti beta-blockers, diuretic dan ACEIs, namun menurunkan aksi antihipertensinya. Secara
normal, kedua tipe obat tersebut harus dikonsumsi lebih dari lima hari sebelum dilakukannya
perawatan gigi, namun NSAID sebaiknya tidak diresepkan lebih dari lima hari.
2.10.8. Teknik Anestesi pada Orang Dewasa
o

Surface application/topical

Anestesi local tersedia dalam berbagai bentuk yang berbeda. Larutan liquid dan spray untuk
yang cakupan permukaan besar, sedangkan untuk anestesi daerah yang kecil pake salep atau
gel.
Meskipun penetrasi epidermis tidak signifikan, membrane mukosa dapat menyerap agen
anestesi dengan cepat.

48

o Anestesi local rahang atas


Gigi RA dipersarafi 3 saraf yaitu alveolaris superior anterior yang mempersarafi gigi anterior
(I1, I2, C), alveolaris superior middle (P1, P2, akar mesiobucal M1), dan alveolaris superior
posterior (M2, M3 dan akar distobucal serta palatal M1).
Teknik anestesi RA diutamain pake teknik infiltrasi yaitu menyuntikan obat anestesi
langsung ke gigi yang akan dilakukan tindakan. Teknik Infiltrasi/supraperiosteal digunakan
dalam area kerja kecil, biasanya di maksila karena tulang kortikal dan kanselus lebih tipis
dari mandibular jadi mudah ditembus untuk menganestesi serabut saraf.
Penyuntikan dilakukan 5-7mm dari servikal gigi atau diatas apeks gigi yang mau di infiltrasi.
Dimukosa buccal 1,5 ml dan di palatal 0,5 ml, sedangkan jika dilakukan PSA 2ml langsung
ke mukosa.
o

Posterior superior alveolar nerve block

Area teranestesi :
o Semua gigi M RA kecuali akar MB M1 RA
o Gingiva buccal M RA
Tahapan :
1. Infiltrasi jarum ke mukosa pada mucobuccal fold diatas apical gigi M2
2. Dengan gerakan tunggal, jarum dimasukan 15mm untuk mencapai posterior
superior alveolar nerve sepanjang permukaan posterior maksila.
3. Lakukan aspirasi, jika hasilnya negative, depositkan larutan anestesi

49

o Nasopalatine nerve block


Merupakan injeksi dental yang paling nyeri, karena areanya yang sensitive,
anestesi tekanan (misalkan menggunakan applicator cotton swab) berguna pada
area tersebut.
Area teranestesi:
Palatal gingiva dan mukosa dari gigi C kanan RA sampai C kiri RA.
Tahapan :
1. Gunakan cotton swab applicator untuk memberi tekanan ke area injeksi.
2. Masukin jarum ke mukosa palatal, tepatnya 1 cm di bawah marginal gingival diantara
I1 kanan dan I1 kiri, dibawah incisve papilla di rugae kedua.
3. Masukan sampai berkontak dengan palatum keras.
4. Aspirasi, jika hasil negatif, depositkan larutan anestesi lokal.

o Greater palatine nerve block


Injeksi ini tidak menghasilkan trauma sebesar nasopalatine block, namun karena
areanya sensitive jadi tetap menggunakan cotton swab.
50

Area teranestesi :
Palatal gingiva dan mukosa gigi P1 sampai posterior palatum keras sampai
midline
Tahapan :
1. Cari lokasi greater palatine foramen menggunakan cotton swab applicator untuk
menekan pada region M1 rahang atas, bergerak kearah posterior sampai swab turun ke
jaringan (biasanya di posterior gigi M2 rahang atas).
2. Gunakan cotton swab applicator untuk memberikan tekanan ke area injeksi.
3. Infiltrasikan jarum dan depositkan sejumlah kecil anestesi untuk mengurangi rasa
tidak nyaman pada pasien.
4. Masukin lebih dalam sampai berkontak dengan palatum keras.
5. Aspirasi, jika hasil negatif, depositkan larutan anestesi lokal.

o Middle superior alveolar nerve block


Area teranestesi :
Semua gigi P RA dan akar MB M1 RA
Gingiva buccal gigi tersebut.
51

Tahapan :
1. Infiltrasikan jarum ke mukosa pada mucobuccal fold, diatas gigi P2 RA
2. Dorong jarum sampai ujungnya berada di superior apeks gigi P2 RA
3. Aspirasi, jika hasil negatif, depositkan larutan anestesi lokal.

o Infraorbital/anterior superior alveolar nerve block


Jarang dilakukan karena risiko melukai mata pasien. Injeksi ini berguna jika
anestesi pulpa tidak dapat dihasilkan oleh infiltrasi lokal karena tulang yang keras
atau pas anestesi dibutuhin di beberapa gigi yang membutuhkan injeksi lebih dari
satu.
Saraf teranestesi :
o Anterior superior alveolar nerve
o Middle superior alveolar nerve
o Infraorbital nerve
52

Area teranestesi :
Semua gigi maksila dari I1 sampai P dan akar MB M1.
Gingiva buccal gigi tersebut.
Aspek lateral hidung, bibir bagian atas, kelopak mata bawah
Tahapan :
1. Cari foramen infraorbital melalui palpasi.
2. Infiltrasikan jarum ke mukosa pada mucobuccal fold, diatas gigi P1 RA
3. Dorong jarum sejajar dengan sumbu gigi sampai berkontak dengan tulang dari
foramen infraorbital.
4. Aspirasi, jika hasil negatif, depositkan larutan anestesi local.

o Anestesi local rahang bawah


Inferior alveolar block
Saraf teranastesi :
o

N. Alveolar inferior dan cabangnya incisive dan mental nerves

o Saraf lingual
Area teranastesi :
53

Semua gigi mandibula (inferior alveolar nerve)


Epitel 2/3 anterior lidah (lingual nerve)
Semua gingiva lingual dan mukosa lingual (lingual nerve)
Semua gingiva buccal dan mukosa dari P ke midline (mental nerve)
Bibir bawah (mental nerve)
Tahapan :
1. Infltrasikan jarum ke mukosa di antara coronoid notch dalam dan pterygomandibular
raphe lateral
2. Arahkan jarumnya dari kontralateral P dan bergerak maju sejajar occlusal plane
mandibula
3. Jarum akan berkontak dengan mandibula setelah masuk sedalam 20 25 mm
4. Tarik jarum sedikit, lalu lakukan aspirasi untuk memeriksa apakah ada darah pada
jarum.
5. Jika hasil aspirasi negative, injeksikan bahan injeksi secara perlahan ke dalam
pterygomandibular space.
6. Jika hasil aspirasi positif, posisikan kembali jarum dan lakukan aspirasi lagi sebelum
menginjeksikan ke dalam pterygomandibular space.

54

o Long buccal block


Cabang divisi mandibular, yaitu saraf buccal tidak teranastesi pada inferior
alveolar injection.
Area teranestesi :
Semua gingival buccal M mandibula, termasuk retromolar trigone.
Tahapan :
1. Infiltrasikan jarum ke mukosa posterior pada M terakhir dari sisi buccal (jarum hanya
masuk sedikit, sekitar 2 mm)
2. Aspirasi, setelah hasilnya negative, injeksikan bahan anastesi

55

o Mental block
Area teranestesi:
Semua gingiva buccal dan mukosa dari P sampai midline (mental nerve)
Bibir bawah (mental nerve)
Tahapan :
1. Lakukan palpasi, cari foramen mentalis (jika tidak ditemukan, dapat dibantu dengan
radiologi)
2. Infiltrasi jarum ke mukosa pada mucobuccal fold yang terdapat foramen mentalis
(normalnya sekitar P2 mandibula dan jarum hanya masuk sedikit )
3. Aspirasi, setelah hasil negative, injeksikan bahan anastesi secara perlahan

56

o Gow-gates mandibular nerve block


Merupakan variasi dari inferior alveolar block.
Saraf teranastesi :
o Inferior alveolar nerve dan cabangnya incisive dan mental nerves
o Mylohyoid nerve
o Lingual nerve
o Long buccal nerve
o Auricolotemporal nerve
Area yang teranastesi :
Semua gigi RB (inferior alveolar nerve)
Epitel 2/3 anterior lidah (lingual nerve)
Semua gingiva lingual dan mukosa lingual (lingual nerve)
Semua gingiva buccal dan mukosa (long buccal dan mental nerves)
Bibir bawah (mental nerve)
Kulit pipi bagian posterior, anterior terhadap telinga (auriculotemporal dan
buccal nerves)
57

Tahapan :
1. Mulut pasien dibuka selebar mungkin
2. Masukin jarum pada mukosa di sekitar M2, di distal mesiolingual cusp
3. Gunakan intertragic notch sebagai acuan ekstraoral,untuk membantu mencapai leher
condyloid mandibula
4. Posisikan jarum pada bidang dari pojok mulut ke intertragic notch dari P kontralateral
sampai berkontak sama condylar neck
5. Tarik jarum dikit terus aspirasi
6. Jika hasil aspirasi negative, injeksikan bahan anastesi secara perlahan
7. Pasien diminta untuk menjaga mulutnya untuk tetap terbuka beberapa menit setelah
penginjeksian agar bahan anastesi berdifusi pada saraf
2.10.9 Teknik Anestesi pada Anak
Anestesi Topical pada Anak
o Anestesi topikal tersedia dalam bentuk gel, liquid, salep, dan spray.
o Anestesi topikal diaplikasikan ke mukosa mulut dengan cotton swab.
o Berbagai agen anestesi yang digunakan yaitu etil aminobenzoate, butacaine
sulfat, kokain, dyclonine, lidocaine, dan tetrakain.
o Etil aminobenzoate (benzocaine) liquid, salep, atau gel paling cocok untuk
topikal anestesi dalam kedokteran gigi soalnya kerjanya lebih cepet dan
durasinya lebih lama dari agen anestesi topikal lainnya.
o Benzocaine juga tidak bersifat toksik, tapi penggunaan jangka panjang bisa
menimbulkan alergi.
o Ada produk anestesi topikal baru dikenal sebagai DentiPatch (lidokain
transoral delivery system) tapi produk ini belum terbukti kenyamanan nya dan
khasiatnya pada anak-anak.
Cara pakai anestesi topikal
1. Mukosa di lokasi yang mau dianestesi dikeringin dulu pake kasa
2. Lalu agen anestesi topikal dioleskan sedikit demi sedikit dengan cotton swab
3. Waktu untuk bereaksi sekitar 30 detik

58

Anestesi Lokal pada Anak


1) Inferior alveolar nerve block (conventional mandibular block)
1. Ibu jari diletakkan pada permukaan oklusal gigi M, dengan ujung ibu jari bertumpu
pada internal oblique ridge dan telapak ibu jari bertumpu di fossa retromolar.
2. Telapak jari tengah bertumpu di posterior border mandibula.
3. Jarum harus diarahkan pada bidang antara dua gigi primary molar di sisi berlawanan
dari lengkung.
4. Jarum diarahkan ke foramen mandibula dengan menyuntikan sedikit-sedikit
5. Kedalaman insersi rata-rata sekitar 15 mm tapi bervariasi tergantung ukuran
mandibula dan usia pasien.
6. Kira-kira 1 ml larutan harus dideposit disekitar inferior alveolar nerve.

8.

2)

Lingual nerve block


59

Jarumnya diinfiltrasi lalu ditarik perlahan perlahan sambil larutannya diinjeksikan.

Selama insersi dan penarikan jarum untuk inferior alveolar nerve block, saraf lingual
selalu terbius juga.

3) Long buccal nerve block

Untuk mencabut Molar permanen mandibular pada anak-anak.


Sedikit larutan anestesi bisa dideposit di mucobuccal fold pada distal dan bukal ke
gigi yang dimaksud.

Area teranestesi semua gingiva RB kecuali central dan lateral incisive

4) Mandibular conduction anestesi (gow-gates mandibular block technique)

Saraf teranestesi alveolar inferior, lingual, bukal, mental, dan mylohyoid


Area teranestesi incisive, auriculotemporal
Jarum dimasukkan hanya pada medial tendon otot temporal diatas dari titik insersi

untuk konvensional mandibular block.


Jarum juga cenderung ke atas dan sejajar dengan garis dari sudut mulut pasien dibatas
bawah dari tragus (intertragic notch).

60

5) Nasopalatine nerve block


1. Insersi jarum didekat incisive papilla, diposterior incisive central. Jarum diarahkan ke
atas ke dalam incisive canal

6) Infraorbital nerve block and mental nerve block

Infraorbital nerve block saraf teranestesi anterior dan middle superior alveolar

nerve. Untuk cabut gigi impaksi (biasanya canine atau P1)


Mental nerve block area teranestesi semua gigi primary mandibular kecuali
permanen molar

2.11. MACAM-MACAM OBAT ANALGESIK


2.11.1. Obat Analgesik Opioid
Analgesik opioid adalah segolongan obat yang diunakan untuk mengatasi atau
menghilangkan rasa nyeri viseral, tetapi golongan dari obat ini meniimbulkan
ketergantungan (adiksi). Dahulu digunakan istilah analgetik narkotik karena obat-obat
ini selain mempunyai efek analgetik juga menimbulkan efek narkosis (tidur) dan
61

penurunan kesadaran. Dengan ditemukannya derivat yang mempunyai sifat agonis dan
antagonis maka istilah analgetik narkotik sekarang sudah tidak tepat lagi. Kita kenal 2
macam analgetik yaitu analgetik opioid yang dapat mengatasi nyeri viseral dan analgetik
antipiretik yang dapat menghilangkan nyeri perifer/integumen.
Indikasi : menanggulangi nyeri akut dengan intensitas berat. Obat ini dapat
menimbulkan efek depresi pusat nafas bila dosis yang diberikan relatif tinggi. Bila tidak
sesuai dosis, dapat menyebabkan mual hingga muntah. Pemakaian yang relatif lama
dapat menyebabkan efek toleransi dan ketergantungan.

Macam-macam Obat Analgesik Opioid


1. Morfin dan alkaloid opium serta derivatnya (narkotik alam)
- Opium atau candu didapat dari getah biji pohon Papaver somniferum.
- Dua alkaloid utama yang didapat dari opium adalah :
a. derivat fenantren (morfin, kodein)
b. derivat benzilisokuinolin (papaverin dan noskapin)
Farmakodinamik, morfin mempunyai efek terhadap:
a. Susunan saraf pusat
Morfin menimbulkan depresi, mengantuk, sukar konsentrasi dan merasa
lelah.
Dapat juga terjadi perangsangan SSP, yang kadang-kadang diikuti
muntah.
Morfin dapat menimbulkan eksitasi, yang lebih sering terjadi pada
wanita dibanding pria.
Efek analgesia morfin timbul melalui 2 mekanisme kerja :
1) Meningkatkan ambang rasa sakit
2) Mempengaruhi reaksi individu terhadap persepsi sakit.
b. Saluran cerna
Morfin menimbulkan spasme (kekejangan) otot polos usus sehingga
dapat mengakibatkan konstipasi dan selanjutnya obstipasi.
Morfin dapat menimbulkan penurunan sekresi lambung, peningkatan
tonus antrum pilori, peningkatan kontraksi lambung dan kontraksi
sfingter pilori. Hal itu akan menyebabkan pengosongan lambung
terlambat dan hal inilah yang menyebabkan rasa mual dan kostipasi.
c. Species difference
Morfin menimbulkan efek yang berbeda pada berbagai spesies. Efek
depresi timbul pada manusia, kelinci dan tikus sedangan pada kuda dan
62

kucing yang terjadi adalah eksitasi. Pada wanita, morfin sering


menimbulkan eksitasi yang disebut sebagai idiosinkrasi.
d. Saluran napas
Morfin akan menimbulkan depresi napas karena terjadi penurunan
senstivitas terhadap oksigen. Depresi pernapasan yan disebabkan morfin
sejalan dengan peningkatan dosis.
e. Mual dan muntah
Morfin merangsang pusat muntah yang terdapat di chemoreseptor
trigger zone (CTZ) di area postrema medula oblongata. Efek ini paling
kuat dimiliki apomorfin (derivat morfin).
f. Otot polos
Di kandung kemih, morfin akan meningkatan kontraksi otot detrusor dan
sfingter yang mengakibatkan retensi urin.
Di bronkus, morfin menyebabkan spasme.
g. Intoksikasi akut
Morfin memperlihatkan 3 gejala yang dikenal sebagai trias intoksikasi
akut, yaitu miosis, depresi pernapasan dan koma. Keracunan ini dapat terjadi
karena pemberian morfin dengan dosis yang berlebihan.
h. Toleransi
Toleransi terhadap morfin dapat terjadi pada pemberian 2-3 minggu dan
biaanya pada penggunaan dosis yang teratur. Efek toleransi morfin timbul
terhadap SSP, mual dan muntah.
i. Alergi
Morfin dapat menimbulkan reaksi alergi berupa urtikaria, eksantem,
dermatitis kontak, pruritis dan bersin.
j. Adiksi (ketergantungan)
Pemberian morfin yang terus menerus akan menimbulkan ketergantungan
atau yang lazim disebut sebaga adiksi.
k. Interaksi
Efek depresi morfin dapat diperberat bila diberikan bersama fenotiazin,
penghambat monoamin oksidase (MAO inhibitor) dan depresan trisiklik.
Farmakokinetik
a. Absorpsi

63

Pada pemberian oral morfin dapat diabsorpsi melalui usus, efeknya jauh lebih
kecil daripada pemberian parenteral walaupun dosis yang diberikan sama.
Pemberian IV memperlihatkan mula kerja yang cepat hampir pada semua
derivat morfin, tetapi pemberian subkutan kecepatan mula kerjanya
bervariasi.
b. Metabolisme
Metabolisme terjadi di hati, sebagian mengalami konjugasi dengan asam
glukuronat, serta sebagian dikeluarkan dalam bentuk bebas, dan lebih kurang
10% tidak diketahui nasibnya. Morfin dapat melewati sawar uri dan
menimbulkan ketergantungan ada janin.
c. Ekskresi
Ekskresi terutama melalui ginjal dan sebagian kecil melalui tinja serta
keringat.
Indikasi:
a. Analgetik
Morfin dan derivatnya terutama diindikasikan untuk mengatasi nyeri hebat
yang tidak dapat diatasi oleh analgetik nonnarkotik, antara lain nyeri yang
menyertai trombosis koroner, nyeri pada keganasan atau kanker, kolik ginjal
dan empedu, oklusi akut pemuluh darah perifer pulmonal dan koroner, nyeri
pada perikarditis akut, pleuritis dan pneumotoraks spontan. Juga dapa untuk
nyeri karena seletah kebakaran,dll.
b. Udem pulmonar akut
Pemberian intravena untuk udem yang gagal ventrikel kanan memperlihatkan
efek yang nyata.
c. Premedikasi anestesi
Pemberian morfin sebelum anestesi pada pembedahan dtujukan untuk
mendapatkan efek sedatif, analgesik dan ansiolitik
Efek Samping
mual, muntah, konstipasi, dan depresi pernafasan.
2. Meperidin dan Fentanil (narkotik semisintetik)
Kedua obat ini paling banyak digunakan. Meperidin merupakan opiois yang
sifatnyanya mirip morfin.
Meripidin merupakan opioid semisintetik dengan sifat mirip morfin, awal mula

obat ini diperkenalkan sebagai antispasmodik.


Farmakodinamik
Efek analgetiknya sama dibanding morfin yaitu mula kerja lebih cepat dan lama
kerja lebih singkat
Farmakokinetik
64

absorbsi baik, setelah pemberian oral, konsentrasi plasma maksimal tercapai

dalam waktu 1-2 jam. Metabolisme dalam hati.


Efek samping
pusing, berkeringat, mulut kering,mual dan perasaan lemah. Secara umum sama
seperti morfin tetapi lebih rinsgan dan terdapat toleransi, tetapi dapat hilang bila

obat diberi terus menerus.


Dosis
25 mg pemberian parental, 50 mg (tablet) pemberian oral
Kontraindikasi
Penderita takikardia, kehamilan dan spasme.

3. Metadon (narkotik sintetik)


Farmakodinamik
Efek farmakodinamik sama seperti morfin dengan masa kerja lebih panjang.
Potensi analgetik dan efektivitas kurang dari morfin, serta tidak mempunyai

efek antitusif. Efek pada pemberian oral lebih teratur.


Farmakokinetik
Bekerja 20-30 menit pemberian oral. Diabsorbsi baik dalam usus. Cepat keluar
dari darah dan mengumpul diparu-paru, hati, ginjal, limpa serta sebagian kecil

masuk ke otak.
Efek samping
Sama seperti morfin, panas pada leher dan muka, takikardia dan disorientasi,

tetapi lebih ringan. Toleransi dan ketergantungan timbul lebih lambat.


Dosis
Analgesik 7,5 10 mg setara dengan 10 mg morfin; antitusif (obat batuk) 1,5 -2

mg
Indikasi
1. Analgesia perkecuali persalinan.
2. Substitusi untuk gejala putus obat karena morfin

4. Antagonis opioid, nalokson, dan naltrekson


Farmakodinamik
Nalokson atau neltrekson digunakan sebagai antagonis pada intoksikasi akut
morfin.

Dapat

juga

diberikan

pada

penderita

ketergantungan

untuk

menghilangkan gejala putus obat. Tidak terdapat toleransi pada penggunaan


nalokson atau neltrekson.
Farmakokinetik
Nalokson tidak efektif pada pemberian per oral, efeknya cepat pada pemerian
parenteral. Metabolitnya dalam bentuk konjugasi dengan asam glukuronat.
Indikasi

65

Untuk pengobatan keracunan akut morfin. Karena lama kerja pendek, setelah
pemberian dosis tunggal nalokson, passien terlihat kembali normal, tetappi
setelah1-2 jama efeknya menurun atau hilang.
Dosis
0,1-,4 mg, IV dapat diulang bila perlu.
Pada anak-anak
Obat nyeri yang umum digunakan pada anak-anak yaitu parasetamol BNF dan ibuprofen
BNF. Aspirin sebaiknya tidak digunakan pada anak-anak karena risiko sindrom Reye.
Analgesik narkotik seperti kodein atau morfin dapat digunakan pada anak-anak kalo
analgesik yang lain kurang kuat dan telah terbukti ga efektif. (paediatric dentistry page 65)
2.11.2. Analgesik Nonopioid
Obat analgesik nonopioid merupakan obat pereda nyeri yang tidak mengakibatkan
ketergantungan. Menurut Suniarti dkk (2012), obat analgesik sering kali sekaligus
menurunkan suhu tubuh ketika demam (antipiretik) sehingga disebut analgesik antipiretik.
Adapun, obat analgesik antipiretik digolongkan menjadi:
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)

Golongan salisilat
Golongan pirazolon
Golongan asetaminofen
Golongan obat-obat analgesik antiinflamasi lain
Penghambat COX-2
Obat penyakit pirai
Obat untuk artritis

Semua golongan obat di atas, kecuali golongan asetaminofen, disebut juga sebagai obat Anti
Inflamasi Nonsteroid (AINS)/Nonsteroid Antiinflamation Drugs (NSAIDs). Menurut
Shanbhag dkk (2014), obat AINS digolongkan menjadi:
1) Inhibitor siklooksigenase (COX) nonselektif
a. Salisilat
b. Derivat asam prorionat (ibuprofen,

ketoprofen,

naproxen,

fl

urbiprofen)
c. Devirat asam asetil (diklofenak, aseklofenak)
d. Devirat asam fenamik (asam mefenamat)
e. Devirat pyrrolo-pyrrole (ketorolac, etodolak)
f. Derivate oksikam (piroksikam, tenoksikam)
g. Devirat indol (indometasin)
2) Inhibitor COX-2 preferensial (nimesulid, meloksikam, nabumeton)
3) Inhibitor COX-2 selektif (etorikoksib, parekoksib, lumirakoksib)
4) Analgesic-antipiretik dengan efek anti inflamasi lemah (parasetamol,
nefopam)

66

Hampir semua golongan obat ini bekerja untuk menghambat biosintesis prostaglandin
yang merupakan mediator inflamasi yang akan menimbulkan rasa nyeri.
Golongan Salisilat
Golongan salisilat yang biasa digunakan sebagai obat analgesik adalah asam asetil
salisilat. Asam asetil salisilat atau asetosal adalah senyawa organik sederhana yang memiliki
efek analgesik, antipiretik, anti inflamasi, antireumatik, dan urikosurik pada manusia.
Berbagai macam sediaan yang mempunyai hubungan dengan asam asetil salisilat
digolongkan sebagai salisilat, dimana yang paling sering digunakan adalah natrium salisilat
dan salisilamid. Asam asetil salisilat lebih kuat dari pada natrium salisilat, sedangkan
salisilamid merupakan yang paling lemah di antara ketiganya.
Golongan salisilat dapat diberikan pada pasien dengan keluhan nyeri tidak spesifik,
nyeri karena inflamasi, sakit otot, demam, prevensi stroke dan infark miokardium. Ada pun,
golongan salisilat sebagiknya dihindari bagi para penderita gangguan asam lambung,
hiperapnea, Reyes syndrome, wanita hamil, dan orang yang akan menjalani operasi.
Golongan salisilat, terutama ketiga contoh yang paling sering digunakan di atas,
memiliki efek yang sesuai dengan indikasi, antara lain:
Efek analgesik, yaitu untuk nyeri yang tidak spesifik, nyeri karena inflamasi, beberapa
jenis neuralgia, dan sakit otot.
Efek antipiresis, yaitu untuk menurunkan suhu tubuh dengan cara menyeimbangkan
thermostat di hipothalamus.
Efek anti inflamasi, yaitu untuk mengatasi inflamasi.
Efek antiplatelet, yaitu untuk menghambat pembekuan darah.
Asetosal memiliki dosis yang dianjurkan, antara lain:

Efek analgesik: dewasa 0,5 1 g/4-6 jam, anak-anak 15 20 mg/kgBB/4-6 jam,

dosis total tidak lebih dari 3,6 g/hari


Efek anti inflamasi: dewasa 5 8 g/hari 1 g per pemberian, anak 100 125
mg/kgBB/hari 4 6 jam selama satu minggu dan diturunkan bertahap hingga 60

mg/kgBB/hari
Obat reumatik: 4 6 g/hari
Sementara itu, dosis untuk salisilamid adalah:

Analgesik: 0,5 1 g, 3 4x/hari


Anti inflamasi: 6 12 g/hari
Asam asetil salisilat memiliki beberapa efek samping, di antaranya iritasi dan
pendarahan lambung, probabilitas alergi, dan gangguan ginjal. Asam asetil salisilat juga
memiliki efek toksik, di mana jika diberikan lebih dari 150 mg/kgBB akan muncul efek
67

toksik kronik yang disebut salisilismus dengan gejala telinga berdenging, mual, muntah, tuli,
dan bingung. Selain itu, dapat pula terjadi gangguan metabolik. Pada anak-anak, dapat terjadi
asidosis metabolik dan dosis tunggal besar pada orang dewasa dapat menimbulkan alkalosis
respirasi dengan sebab tidak diketahui. Dapat pula terjadi hipersensitivitas (rhinitis, edema
angioneurotik, dll).
Pada pemberian oral, absorbsi golongan salisilat berlangsung dengan cepat dan lebih
baik dalam suasana asam. Kadar terapi dalam plasma akan dicapai setelah 30 menit dan kadar
maksimum dicapai setelah 1-2 jam. Golongan salisilat, khususnya asam asetil salisilat
didistribusi ke seluruh cairan tubuh termasuk plasenta. Biotransformasinya terutama terjadi di
hati, sementara ekskresinya melalui urin. Pada suasana basa, ekskresinya akan meningkat
sekitar 8x lipat dibandingkan dengan urin dengan suasana asam.
Ada juga golongan salisilat yang tidak memiliki efek antipiretik, misalnya diflunisal.
Zat ini tidak diubah menjadi salisilat di dalam tubuh. Indikasi untuk diflusinal adalah sebagai
obat analgesik ringan/sedang dengan dosis awal 500 mg, dilanjutkan 250 500 mg/ 8 12
jam. Diflusinal diberikan melalui oral dengan kadar puncak dicapai setelah 2 3 jam dengan
waktu paruh 8 12 jam.
Golongan Pirazolon
Yang termasuk ke dalam golongan ini adalah dipiron, fenilbutazon, oksifenbutazon,
dan aminopirin.kecuali dipiron yang digunakan sebagai analgesik antipiretik, obat lainnya
memiliki efek anti inlfamasi yang lebih menonjol.
Dipiron diindikasikan sebagai analgesik (nyeri kepala, gigi, otot, sendi) dan
antipiretik, sedangkan efek anti inflamasinya lemah. Ada pun, kontraindikasi penggunaan
dipiron adalah anak-anak di bawah 18 tahun, ibu menyusui, wanita hamil, dan reaksi alergi.
Dosis yang dianjurkan adalah 0,3 1 g 3x/hari. Dipiron menimbulkan efek samping
agranulositosis, anemia, trombositopenia, mual, muntah, perdarahan lambung, dan anuria.
Dipiron masuk melalui oral maupun injeksi. Dipiron mengalami biotransformasi di
hati dan diekskreikan melalui urin.
Asetaminofen (Paracetamol)
Asetaminofen atau paracetamol memiliki zat aktif asetaminofen atau nama IUPACnya n-(4-hidroksifenil) etanamida. Indikasi dari penggunaan asetaminofen ini adalah untuk
pereda demam, nyeri, dan pasien yang tidak dapat mengkonsumsi asetosal (tukak lambung,
hemophilia, dll). Anak-anak juga lebih disarankan untuk diberikan asetaminofen dari pada
asetosal. Sementara itu, kontraindikasi dari penggunaan asetaminofen ini adalah untuk

68

meredakan inflamasi, wanita hamil, wanita menusui, serta penderita defisiensi beberapa jenis
glukosa tertentu.
Asetaminofen memiliki efek analgetik dan antipiretik, meskipun efek antipiretiknya
lebih dominan. Kelebihn asetaminofen dibandingkan asetosal adalah sifatnya yang tidak
mengiritasi lambung dan tidak mengganggu pernapasan. Sementara itu, kekurangan dari
asetaminofen dibandingkan asetosal adalah tidak adanya efek anti inflamasi. Selain efek-efek
di atas, asetaminofen memiliki efek samping methemoglobinemia bila konsumsinya
berlebihan.
Asetamniofen biasanya diberikan lewat oral. Asetaminofen dimetabolisme di hati.
Sebagian yang terhidroksilasi akan membentuk methemoglobinemia dan hemolisis eritrosit.
Asetaminofen akan diekskresi dalam ginjal dan keluar dalam bentuk urin.
Pemberian dosis asetaminofen berbeda antara pasien dewasa dengan anak-anak.
Untuk dewasa, pemberian diberikan 300 mg 1 g/kali dengan dosis maksimal 4 g/hari.
Sementara itu, pemberian dosis pada anak-anak (6 12 tahun) adalah 150 300 mg/kali
dengan dosis maksimal 1,2 g/hari
Asam Mefenamat
Asam mefenamat mempunyai efek analgetik sebanding dengan aspirin/asetosal tapi
efek anti inflamasinya kurang dibanding asetosal dan lebih toksik. Penggunaannya terbatas,
hanya untuk waktu pendek dan intermittent karena pmempunyai potensi menimbulkan
gangguan darah dan pada saluran cerna menimbulkan diare. Indikasi pemberian asam
mefenamat adalah untuk terapi nyeri sedang, sedangkan kontraindikasinya adalah untuk
pasien dengan kelainan tukak lambung, diare, asma, dan ibu hamil.
Asetaminofen tidak dianjurkan untuk diberikan kepada anak-anak. Dosis yang du250
mg setiap 6 jam selama tidak lebih dari 7 hari. Tidak dianjurkan pemberian lebih dari 1
minggu. Efek samping dari asetaminofen adalah mengingkatkan efek antikoagulan oral dan
gangguan saluran cerna seperti iritasi lambung, kolik usus dan diare.

2.12. PROGNOSIS KASUS


Setelah diagnosis dilakukan maka harus dibuat prognosis sebelum melakukan
perawatan. Hal ini bertujuan agar dapat dilakukan tindakan perawatan yang lebih rasional dan
tingkat kegagalan dapat dihindari sebisa mungkin. Prognosis dilakukan sebelum, saat dan
setelah perawatan dilakukan. Hasil dapat diterangkan ke pasien dengan memberikan
pandangan umum bahwa hasil yang mungkin terjadi adalah memuaskan, meragukan, tidak
69

memuaskan dan memakai peramalan dengan persentase yang biasanya lebih mudah
dimengerti oleh pasien.
Menurut Cohen, terdapat 4 jenis prognosis yang harus diperhatikan yaitu prognosis
periodontal, restorative, endodontik dan bedah. Setelah itu, kita dapat menentukan prognosis
keseluruhan.
2.12.1 Prognosis Periodontal

Prognosis periodontal merupakan langkah pertama untuk menentukan status


periodontal.
1. Mengukur kedalaman poket (probing)
Semakin dalam poketnya, kemungkinan perkembangan bakteri patogen juga makin
tinggi sehingga bisa menyebabkan penyakit periodontal.
2. Hilangnya perlekatan gigi
Pada gigi posterior, bagian furkasi harus diperhatikan untuk melihat keberadaan
tulang yang hilang (bone loss). Jika terdapat penyakit periodontal, pasien harus
diinformasikan dulu sebelum perawatan dimulai. Jika penyakit periodontal sudah
parah, lebih baik dilakukan ekstraksi karena prognosisnya tidak akan baik.
3. Luasnya lesi periodontal
Semakin luas lesi periodontal, maka semakin menyulitkan prosedur endodonti
sehingga mungkin harus dirujuk ke dokter spesialis endodonti dan periodonti untuk
lebih mengetahui prognosisnya. Untuk mengukur prognosis gigi dengan lesi
periodonti/endodonti, faktor yang harus diperhatikan adalah vitalitas pulpa dan
apakah adanya kecacatan/kerusakan periodontal
2.12.2 Prognosis Restoratif

70

Hal yang harus diperhatikan adalah subosseous root caries yang dimana
mempengaruhi restorasi gigi dengan cara merusak lebar biologis gigi setelah dilakukan
perawatan saluran akar. Lebar biologis adalah panjang asli antara sulkus gingival ke tinggi
tulang alveolar. Jadi, jika terdapat karies tersebut, otomatis akan merusak lebar biologisnya
dan akan menurunkan keberhasilan restorasi kelak sehingga mungkin dibutuhkan perawatan
periodontal crown lengthening.
Jika lebar biologis gigi sudah melebihi 3 mm maka berarti terdapat kehilangan ikatan
periodontal dan hal tersebut harus diperhatikan karena nantinya restorasi yang dilakukan
dapat masuk ke area subgingiva, sehingga meningkatkan resiko pendarahan, resesi gingiva,
overhanging, open proximal contact. Sehingga dibutuhkan perawatan periodontal crown
lengthening.
Selain itu rasio mahkota dan akar juga harus diperhatikan, karena adanya perubahan
pada rasio mahkota dan akar mengindikasikan bahwa pasien tersebut punya penyakit
periodontal yg akan mempengaruhi prognosis secara keseluruhan.
71

Selain itu, misalignment gigi juga mempengaruhi prognosis. Struktur gigi yang tersisa
juga mempengaruhi prognosis karena tidak semua gigi dapat dilakukan restorasi seletah
perawatan endodontiknya selesai. Misalnya pada struktur anatomis gigi yang tersisa sudah
sangat sedikit, maka sia-sia dilakukan perawatan endodontik karena meskipun perawatan
dapat dikerjakan, setelahnya akan sulit direstorasi. Sehingga, akan lebih baik diekstraksi saja.
Selain itu, perlu diperhatikan bahwa sebisa mungkin seluruh restorasi harus dibuang sebelum
dilakukan perawatan endodontik.
Penempatan restorasi setelah perawatan saluran akar harus sesuai dengan aspek
klinikal. Ketika tidak ada estetik, mastikasi, atau fungsi space-maintaining maka ekstrasi
adalah pilihan yang baik. Ekstraksi juga diindikasikan untuk gigi dengan sokongan
periodontal yang tidak mencukupi, menghambat severe resorption, jika gigi unrestorable,
atau pasien menolak perawatan endodontic.
2.12.3 Prognosis Endodontik
Faktor yang menentukan prognosis endodontik:
1. Keahlian dokter gigi (problem iatrogenik)
Gigi yang telah dirawat sebelumnya dengan problem iatrogenik (ditimbulkan karena
kesalahan operator, contohnya yaitu terjadi blocked canal, perforasi, ledge) dapat menjadi
tantangan bagi operator, sehingga harus hati-hati dalam bekerja. Prognosis ini menentukan
hal-hal yang harus diantisipasi dan apakah harus dirujuk ke spesialis atau tidak.
2. Tingkat kesulitan saat melakukan perawatan saluran akar pada kasus-kasus tertentu.
Contohnya yaitu, tingkat kesulitan akan tinggi pada keadaan akses yang tertutup,
adanya kanal yg terkalsifikasi, akar bengkok, atau mulut pasien yang kecil. Prognosis ini juga
menentukan tingkat kesulitan yang harus diantisipasi dan apakah harus dirujuk ke spesialis
atau tidak.
3. Prognosis surgical / bedah
Jika terdapat lesi, harus di diperiksa untuk menentukan apakah perlu dilakukan
pembedahan / surgical atau non-pembedahan.
2.12.4 Diagnosis dan Prognosis Kasus Gigi Dewasa pada Skenario 9
Diagnosis penyakit yang dialami pasien adalah pulpitis kronis eksaserbasi akut dan
prognosis gigi adalah baik bila pulpa diambil dan pada gigi dilakukan terapi endodontik dan
restorasi yang tepat.
2.13. RENCANA PERAWATAN GIGI SULUNG
72

2.13.1. Pulpotomi
Pulpotomi adalah suatu prosedur pengambilan jaringan kamar pulpa vital (sebagian atau
seluruhnya) di bagian mahkota gigi yang telah mengalami infeksi, meninggalkan jaringan
pulpa sehat dan vital untuk mempertahankan vitalitas dan fungsi dari radikuler yang
tersisa. Pulpotomi tidak dianjurkan untuk dilakukan apabila terdapat inflamasi pulpa yang
parah karena pada inflamasi yang parah hanya memproduksi dentin reparatif tanpa tubulus
dentin yang terbatas pada dentinal bridge. Beberapa percobaan telah menunjukkan bahwa
pembentukan jembatan dentin reparatif berkurang dengan adanya proses inflamasi. Oleh
karena itu, apabila terdapat inflamasi pulpa, prosedur pulpotomi untuk melestarikan
vitalitas pulpa menjadi kontraindikasi
Indikasi :
Gigi sulung dan gigi tetap muda dengan pulpa terbuka, vital, sehat karena karies atau
faktor mekanik
Eksposur traumatis dari durasi yang lebih lama yang memungkinkan pulpa koronal
inflamasi pada gigi muda permanen. Pulpotomi harus dilakukan pada gigi yang sehat,
hyperemi, atau inflamasi pulpa ringan, contohnya gigi anterior permanen anak dengan
apex yang terbuka lebar yang retak selama olahraga sehingga pulpa mempunyai daya
penyembuhan yang baik
Karies pulpa pada gigi sulung asimptomatik
Meskipun pulpotomi dapat dicoba pada kasus tertentu dari pulpitis hiperplastik kronis, di
mana hanya pulpa koronal yang terlibat, di gigi orang muda yang sehat, prosedur ini masih
diragukan restorabilitas giginya
Kontraindikasi :
Pasien dengan pulpitis irreversible
Sensitivitas abnormal terhadap panas dan dingin
Pulpalgia kronik
Pembengkakan akibat peradangan pulpa
Sakit spontan
Sakit pada tidur malam, maupun saat diperkusi dan palpasi
Pada gambaran radiografik, tampak radiolusensi periapikal atau interradikular, resorbsi
akar eksterna patologik, resorbsi akar interna, kalsifikasi pulpa
73

Gagal jantung bawaan, riwayat operasi jantung karena memiliki risiko presipitasi bakteri
endokarditis. Biasanya lebih dipilih tindakan ekstraksi.
Kondisi immuno-compromised (misalnya leukemia). Biasanya lebih dipilih tindakan
ekstraksi.
Teknik Pulpotomi
1.
2.
3.
4.

berikan analgesia lokal dan gunakan rubber dam


Hilangkan karies dan jaringan terinfeksi, lalu akses kamar pulpa dari dasar kaavitas
Hilangkan atap kamar pulpa dengan bur
Hilangan pulpa koronal dengan bur bulat atau ekskavator ukuran besar. Penggunaan

ekskavator lebih aman dalam mencegah terjadinya perforasi pada furkasi akar
5. Letakkan medikamen dalam cotton pellet pada radikular pulpa
6. Singkirkan cotton pellet dan periksa apakah masih ada eksesif perdarahan dari
jaringan pulpa atau tidak
7. Tumpat kamar pulpa dengan ZOE cement dan kondensasi menggunakan cotton pellet
lembab
8. Letakkan material restorasi untuk mahkota, lebih dianjurkan menggunakan stainlesssteel crown

74

Medikamen Pulpotomi
Pada perawatan, di atas pulpa diberikan bahan kedokteran gigi untuk melindungi dan
membantu proses penyembuhan. Bahan yang digunakan untuk pulpotomi adalah:
- Formokresol (15,5%): Paling sering digunakan pada gigi anak, dengan presentase
keberhasilan 95% pada gigi anak (Doyle, dkk). Cotton pellet diberikan formokresol lalu
diletakkan pada seluruh bagian pulpa yang sudah diangkat selama 3-5 menit. Tujuan
perawatan adalah untuk mendapatkan resorbsi akar gigi desidui secara normal.
Penggunaan formokresol untuk pediatrik masih menjadi kontroversi karena sifat
75

karsinogenik dari formokresol secara lokal maupun sistemik. Kandungan formaldehid


pada formokresol dapat membentuk kanker.
Indikasi penggunaan formokresol: pulpa yang terekspos dengan inflamasi dan infeksi
hanya di bagian mahkota gigi
Kontraindikasi penggunaan formokresol pada gigi sulung:
1. Gigi yang tidak dapat direstorasi
2. Gigi yang telah resorpsi akarnya dengan gigi permanen dan mendekati gingiva
3. Nyeri spontan
5. Patologi periapikal atau furkasi, pulpa yang tidak ada perdarahan
6. Ketidakmampuan untuk mengontrol perdarahan setelah pengambilan kamar pulpa
7. Pulpa dengan serosa atau purulen
8. Terdapat fistula
- Kalsium Hidroksida (Ca(OH)2) : Tingkat keberhasilan 61%. Tidak digunakan pada gigi
anak, karena dapat menyebabkan resorpsi interna. Ruang pulpa harus diisi dengan
kedalaman minimal 1-2 mm dengan kalsium hidroksida sebagai basis dari GIC atau
flowable compomer.
- Zinc Oxide Eugenol : Tingkat keberhasilan 58%.
- MTA: MTA telah terbukti lebih bagus daripada kalsium hidroksida dalam penyembuhan,
kerapatan penutupan, dan kompabilitasnya. MTA diletakkan pada kamar pulpa yang sudah
diangkat menggunakan carrier gun atau amalgam carrier dengan minimal ketebalan 2 mm
lalu dikondensasi dengan cotton pellet lembab. Kekurangannya adalah setting MTA cukup
lama, yaitu 3-4 jam setelah diletakkan pada kavitas.
Bahan yang sering digunakan adalah kalsium hidroksida atau MTA

76

Bahan Alternatif untuk pengganti formokresol pada pulpotomi gigi anak:


- Ferric sulfat (15.5%): sebagai pengganti formokresol untuk mengendalikan perdarahan
gingiva
- Glutaraldehida: untuk mengurangi sensitif panas dan sterilisasi pulpa. Tidak cepat difusi
ke sistemik
- Astringents: mengurangi perdarahan
2.13.2. Perawatan Pulpa Radikal
Pulpektomi / Perawatan Saluran Akar
Pulpektomi/PSA adalah pengambilan seluruh jaringan pulpa yang terinfeksi kronis atau
nekrosis dalam saluran akar. Tujuannya untuk mempertahankan gigi terhadap infeksi
saluran akar dan dapat berfungsi seperti gigi normal
Indikasi:
Gigi sulung dengan infeksi yang melebihi kamar pulpa baik pada gigi vital, parsial
77

nekrosis atau nonvital


Rasa sakit spontan
Instrumen dapat masuk ke dalam saluran akar
Resorpsi akar kurang dari 1/3 apikal
Mobilitas minimal dan infeksi sudah mengenai interradikular minimal
Resopsi interna namun belum perforasi akar
Kelanjutan perawatan bila pulpotomi gagal
Terdapat abses atau fistula
Perdarahan pada waktu pengambilan syaraf sulit terkontrol, warna darah merah tua, atau
tidak ada perdarahan
Kontra Indikasi :
Bila kelainan sudah mencapai periapikal dan mobilitas gigi parah
Terlihat kegoyangan gigi patologik
Resopsi akar gigi sulung banyak/luas
Resorpsi interna, telah terjadi perforasi bifurkasi
Kesehatan umum kurang baik
Bila proses infeksi sudah mengenai gigi permanen di bawahnya dan diprediksi timbul
gangguan perkembangan gigi permanen
Pasien kurang kooperatif
Macam-macam Pulpektomi :
1. Partial Pulpektomi:Perawatan saluran akar dengan diagnosa pulpitis atau jaringan pulpa
dalam saluran akar masih memperlihatkan tanda hiperemia
2. Complete Pulpektomi:Perawatan saluran akar yang sudah terinfeksi (non vital)
2.13.3. Bahan Pengisi saluran akar :
Kriteria bahan pengisi saluran akar gigi sulung berbeda dengan gigi tetap karena
disesuaikan dengan pertumbuhan dan perkembangan gigi geligi, anatomi gigi sulung dan
gigi tetap muda, serta fisiologi gigi sulung dan gigi tetap muda
Syarat ideal bahan pengisi saluran akar untuk gigi sulung antara lain, aman atau tidak
melukai jaringan periapikal dan gigi permanen, bersifat antiseptik, mengisi saluran akar
78

dengan mudah, dapat melekat pada dinding gigi sulung, tidak menyusut, dapat dengan
mudah dipindahkan apabila diperlukan, pada gambaran radiografis akan memperlihatkan
gambaran yang radiopak, tidak berefek samping terhadap perubahan warna gigi sulung,
dan mudah diresorpsi.
Bahan pengisi saluran akar, antara lain:
1. Pasta Zinc Oxide Eugenol: paling sering digunakan untuk membuat saluran akar lebih
kedap. ZOE murni lebih disukai karena sepenuhnya teresorbsi dan mudah dihilangkan saat
akar gigi primer resorpsi. Jika ZOE keluar melalui apeks, itu akan benar-benar diserap
oleh jaringan apikal
2. Pasta Iodoform
3. Kalsium Hidroksida (secara umum tidak digunakan pada terapi pulpa untuk gigi sulung,
namun penggunaannya dapat dicampurkan dengan pasta iodoform).

79

Cairan irigasi yang digunakan pada gigi anak adalah Chioramine solution, NaOCI dan
H2O2 pengisian saluran akar pada gigi desidui dan gigi permanen muda digunakan
metode spiral lentulo atau teknik metode pres syringe
Teknik Pulpektomi

2.13.4. Restorasi Gigi Sulung


Restorasi pasca perawatan endodontik pada anak, antara lain adalah Metal Crown
Indikasi :
- Gigi sulung dengan kehilangan jaringan yang banyak
80

- Gigi sulung dengan resorpsi akar yang akan segera terjadi


Kontraindikasi:
- Mahkota gigi hilang lebih dari 1/3 gingiva
- Bukan untuk gigi anterior
2.13.5. Perbedaan preparasi akses gigi permanen dan gigi sulung
panjang mahkota, bentuk mahkota, dan dinding dentin yang sangat tipis dari lantai pulpa
dan akar. kedalaman yang diperlukan untuk menembus ke dalam ruang pulpa jauh lebih
sedikit dibandingkan gigi permanen. Demikian juga, jarak dari permukaan oklusal ke
lantai pulpa dari kamar pulpa jauh lebih sedikit dibandingkan pada gigi permanen. Pada
molar sulung, perawatan harus sangat hati-hati agar tidak mengambil bagian lantai pulpa
karena seirng terjadi perforasi

81

BAB III
KESIMPULAN
Pasien perempuan 45 tahun mengalami pulpitis irreversible pada gigi posterior kanan
mandibula. Pasien tersebut dapat diberi obat analgesik untuk mengurangi rasa nyeri dan
dirawat dengan prosedur pulpektomi. Pada awal prosedur pulpektomi, ibu tersebut diberi
anestei terlebih dahulu. Sementara itu, anak yang berusia 6 tahun mengalami pulpitis
reversible dengan karies yang sudah mencapai pulpa pada gigi posterior kanan mandibula.
Anak tersebut dapat dirawat dengan prosedur pulpotomi karena giginya masih dapat
dipertahankan dengan pulpa yang masih vital serta akar gigi permanen yang belum tumbuh
sempurna.

82

DAFTAR PUSTAKA

Cohen & Burns. Pathway of The Pulp 10th ed. Mosby Co. St Louis. 2011.
Cohen, A.S. dan Brown, D.C. 2002. Orofacial dental pain emergencies: endodontic
diagnoses and management. Dalam : Pathways of the pulp. Cohen, S. dan Burns, R.C.

(eds). Ed. Ke-8. Mosby, St.Louis.


Farmakologi Kedokteran Gigi. Dewi Fatma, Sri Angky, Azalia Arief. Balai penerbit

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012


Garg N dan Amit G. Textbook of endodontics. 2 nd ed. New Delhi : Ajanta Offset &

Packagings Ltd. 2010.


Rasinta Tarigan. Perawatan Pulpa Gigi (Endodonti) edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC. 2002.


Richard Welbury. Pediatric Dentistry, 3rd ed. US: Oxford University. 2005
Robbins Basic Pathology 9th ed
Shanbhag TV, Shenoy S, dan Nayak V. 2014. Pharmacology for Dentistry 2nd Edition.

New Delhi. Elsevier


Suniarti DF, Soekanto AS, dan Arif A. 2012. Farmakologi Kedokteran Gigi. Jakarta.

Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia


Torabinejad. Endodontic Principal & Practice, 5th ed. 2014
Universitas
Gajah
Mada.
elisa.ugm.ac.id/user/.../e84b574d1bab19250826b62edf408175.

[online]
(diakses

pada

November, pukul 20.07)


Whaites E. Radiography and Radiology for dental care professionals. 2nd Ed.,. London:

Churchill Livingstone Elsevier., 2009.


White SC. Pharoah MJ. Oral Radiology Principles and Interpretation. 6 thed., St. Louis:
Sauders Elsevier, 2009.

83

Anda mungkin juga menyukai