Anda di halaman 1dari 37

1.

HERPANGINA
A. Definisi

Herpangina disebut juga sebagai apthous pharyngitis atau vesicular pharyngitis.Kata


herpangina berasal dari “herpes” yang berarti erupsi vesikel dan “angina” yang berarti inflamasi
pada tenggorokan.Herpangina sebuah penyakit yang sering ditemukan pada anak-anak dan
disebabkan oleh infeksi virus. Penyakit ini memiliki gejala khas yaitu munculnya benjolan
seperti gelembung-gelembung kecil pada langit-langit mulut dan bagian belakang tenggorokan
yang disertai rasa sakit, serta munculnya demam pada penderita..

B. Etiologi

Herpangina adalah infeksi virus akut yang disebabkan oleh virus Coxackie tipe A lain
(tipe A1-6, A8, A10, A22), Coxackie grup B (strain 1-4).Penyakit ini ditularkan melalui saliva
yang terkontaminasi dan terkadang melalui feses yang terkontaminasi.

Penyakit ini menyebar melalui saliva yang terinfeksi.Keadaan ini menimbulkan sejumlah
kecil vesikel papilar yang berwarna abu-abu muda, yang pecah dan membentuk ulser yang
dangkal dan berbentuk bundar.Ulser ini memiliki bagian tepi yang eritematus serta terbatas pada
bagian posterior rongga mulut (pilar tonsilar, palatum lunak, uvula).

C. Patogenesis

Lesi ini dimulai dari macula, lalu dengan cepat macula akan menjadi papula & vesikel
yang ada di pharing bagian posterior, tonsil, faucial pillars dan palatum lunak. Lesi ini sedikit
ditemukan padabagina lidah, buccal mukosa dan palatum keras.Dalam 24-48 jam, vesikel akan
rupture membentuk ulserasi 1-2mm.   

D. Penegakan Diagnosis

Herpangina biasanya mewabah, dengan kejadian biasanya pada musim panas atau awal
musim gugur.Lebih sering terjadi pada anak-anak daripada orang dewasa.Mereka yang terinfeksi
biasanya memiliki keluhan malaise, demam, dysphagia, dan nyeri kerongkongan setelah periode
inkubasi singkat.Secara intraoral, terdapat tonjolan pada palatum lunak, faucial pillars, dan
tonsil.Faringitis eritema yang difus juga dapat terlihat.

E. Gambaran Klinis

Tanda dan gejala biasanya ringan sampai sedang dan biasanya terjadi kurang dari
seminggu.Terkadang, Coxackie virus yang menjadi penyebab herpangina typical dapat menjadi
penyebab infeksi subklinis atau gejala ringan tanpa bukti lesi faringeal.

Periode inkubasi adalah 2-9 hari.Banyak infeksi yang subklinis. Gejala berupa : ulcer pada
faring, tidak ada gingivitis, cervical lymphadenitis sedang, demam, anorexia dan muntah.
Eritema faring yang luas, disfangia, nyeri tenggorokan, demam, lemas, sakit.

F. Perawatan

Herpangina merupakan jenis penyakit yang tidak begitu berbahaya (mild) dan dapat
sembuh atau hilang dengan sendirinya (self-limited disease) sehingga tidak membutuhkan
pengobatan.Walaupun demikian, penderita penyakit ini dapat menerima pengobatan untuk
meredakan gejala-gejala yang terjadi. Pengobatan penyakit herpangina didasarkan kepada:

• Usia, kesehatan secara umum, maupun riwayat kesehatan penderita.


• Jangka waktu terjadinya penyakit dalam tubuh penderita.
• Ada atau tidaknya alergi obat-obatan tertentu pada tubuh penderita.
• Harapan atau ekspektasi penderita.
Beberapa pengobatan yang dapat diberikan untuk meredakan atau menghilangkan gejala-gejala
penyakit herpangina antara lain adalah sebagai berikut:

• Ibuprofen yang digunakan untuk mengurangi demam dan rasa nyeri yang timbul.
• Paracetamol atau acetaminophen yang juga digunakan untuk mengurangi demam dan rasa
nyeri yang timbul.
• Anesthetics dalam bentuk tablet hisap, obat kumur, atau gel yang dapat digunakan untuk
mengurangi rasa nyeri atau sakit pada langit-langit mulut dan pangkal tenggorokan akibat
herpangina.

Penderita herpangina juga harus mengonsumsi banyak cairan untuk mengantisipasi


terjadinya dehidrasi, karena penderita herpangina umumnya mengalami kesulitan saat menelan.
Oleh karena itu, cairan berupa air maupun susu yang dingin dapat menjadi rekomendasi cairan
yang dapat dikonsumsi karena juga memiliki efek menyejukkan (soothing) pada tenggorokan.
Sebaliknya, minuman asam maupun panas sebaiknya dihindari karena dapat memperparah rasa
nyeri atau kesulitan saat menelan.

Infeksi Coxackievirus biasanya self-limiting (kecuali komplikasi terjadi karena pasien


imunokompromais), dan manajemen tertuju pada control demam dan sakit pada mulut,
perawatan suportif, dan membatasi kontak dengan orang lain untuk mencegah penyabaran
infeksi. Antiviral efektif untuk Coxackievirus tidak tersedia.

Obat biasanya tidak dibutuhkan.Untuk mengobati sakit dan demam, dapat diberikan
acetaminophen.Lesi sembuh secara spontan dalam waktu 1-2 minggu.

G. Diagnosa banding
a. Hand foot mouth disease (HFMD)
b. Infeksi HSV primer
c. Chiken pox
d. Infeksi mononukleus (infeksi EBV Primer)
e. Infeksi streptokokus
2. HERPES LABIALIS
A. Definisi & Nama Lain

Disebut juga herpes simpleks VHS-1 Adalah suatu kondisi dimana

reaktivasi herpes simpleks dari neuron sensoris yang yang menyebabkan infeksi
epithelium orofasial, hubungan dengan trauma dan stress dan infeksi yang berulang
dan biasa terjadi pada anak prasekolah, taman kanak-kanak, remaja dan dewasa
muda.

B. Etiologi & Faktor predisposisi


Virus herpes simpleks 1

C. Penegakan Diagnosis

Beberapa vesikel kecil yang pecah dan mengalami ulserasi. Lesi timbul
berulangkali ditempat yang sama, biasanya pada bibir, palatum keras dan gingiva.
Muncul dengan cepat dan didahului oleh gejala prodromal seperti terbakar atau
kesemutan. Lesi berlangsung selama 5-12 hari serta sembuh secara spontan.

D. Gambaran Klinis

E. Diagnosa Banding

Herpes zoster

F. Tatalaksana Perawatan
Pemberian obat antivirus seperti acyclovir, famciclovir dan valacyclovir
3. HERPES ZOSTER
A. Definisi

Herpes zoster merupakan sebuah manifestasi oleh reaktivasi virus Varisela-zoster laten
dari saraf pusat dorsal atau kranial. Virus varicella zoster bertanggung jawab untuk dua infeksi
klinis utama pada manusia yaitu varisela atau chickenpox (cacar air) dan Herpes zoster.
Varisela merupakan infeksi primer yang terjadi pertama kali pada individu yang berkontak
dengan virus varicella zoster. Virus varisela zoster dapat mengalami reaktivasi, menyebabkan
infeksi rekuren yang dikenal dengan nama Herpes zoster atau Shingles.

B. Etiologi & Faktor Predisposisi

Reaksi virus varisela zoster dari neuron sensoris, yang menimbulkan infeksi pada
epithelium. Selain itu ada beberapa faktor predisposisi yang menyertainya, seperti proses
penuaan (usia), kanker dan imunosupresi. Lebih sering pada dewasa, pada usia > 50 thn, dan
kadang – kadang pada anak – anak namun jarang terjadi .

Faktor resiko utama adalah disfungsi imun selular. Pasien imunosupresif memiliki resiko
20 sampai 100 kali lebih besar untuk terinfeksi herpes zoster daripada individu
imunokompeten pada usia yang sama. Terutama pada kelainan limfoproliferatif dan
kemoterapi, trauma local pada ganglia sensorik, dan HIV.

C. Patogenesis

Herpes Zoster

Ganglion Anterior , bagian motoric kranialis Ganglion posterior, susunan


saraf tepi, dan ganglion kranialis

Gangguan motorik
 Gejala prodromal sistemik (demam,
pusing, malaise)
 Gejala prodromal local (nyeri otot,
tulang, gatal – gatal dan sebagainya)

Eritema

Vesikel yang berkelompok dengan dasar kulit eritematosa dan edema

Pustul dan kresta infeksi sekunder

D. Penegakan Diagnosis

Penegakan diagnosis herpes zoster umumnya didasari gambaran klinis. Lima Komponen
utama dalam penegakan diagnosis adalah terdapatnya :
1. gejala prodromal berupa nyeri,
2. distribusi yang khas dermatomal,
3. vesikel berkelompok, atau dalam beberapa kasus ditemukan papul,
4. beberapa kelompok lesi mengisi dermatom, terutama dimana terdapat nervus sensorik,
5. tidak ada riwayat ruam serupa pada distribusi yang sama (menyingkirkan herpes
simpleks zosteriformis),
6. nyeri dan allodinia (nyeri yang timbul dengan stimulus yang secara normal tidak
menimbulkan nyeri) pada daerah ruam.
Sebelum lesi muncul, tanda-tanda prodormal, seperti gatal, kesemutan, rasa terbakar, sakit
atau parastesia. Adanya rasa lemas, demam dan distress, gigi-geligi mengalami devitalisasi
dan nekrose tulang. Vesikel dan lesi pustular yang unilateral, berkembang dalam waktu 1-3
hari. Lesi terjadi disepanjang dermaton yang khususnya pada saraf trigeminus.
Herpes zoster biasanya diawali dengan gejala-gejala prodromal selama 2-4 hari, yaitu
sistemik (demam, pusing, malaise), dan lokal (nyeri otot-tulang, gatal, pegal). Setelah itu akan
timbul eritema yang berubah menjadi vesikel berkelompok dengan dasar kulit yang edema dan
eritematosa. Vesikel tersebut berisi cairan jernih, kemudian menjadi keruh, dapat menjadi
pustul dan krusta. Jika mengandung darah disebut sebagai herpes zoster hemoragik. Jika
disertai dengan ulkus dengan sikatriks, menandakan infeksi sekunder.
Masa tunas dari virus ini sekitar 7-12 hari, masa aktif berupa lesi baru yang tetap timbul,
berlangsung seminggu, dan masa resolusi berlangsung 1-2 minggu. Selain gejala kulit, kelenjar
getah bening regional juga dapat membesar. Penyakit ini lokalisasinya unilateral dan
dermatomal sesuai persarafan. Saraf yang paling sering terkena adalah nervus trigeminal,
fasialis, otikus, C3, T3, T5, L1, dan L2. Jika terkena saraf tepi jarang timbul kelainan motorik,
sedangkan pada saraf pusat sering dapat timbul gangguan motorik akibat struktur anatomisnya.
Gejala khas lainnya adalah hipestesi pada daerah yang terkena
Bila menyerang cabang oftalmikus N. V disebul herpes zoster oftalmik.Sindrom Ramsay
Hunt diakibatkan oleh gangguan nervus fasialis dan optikus, sehingga memberikan gejala
paralisis otot muka (paralisis Bell), kelainan kulit yang sesuai dengan tingkat persarafan,
tinitus, vertigo, gangguan pendengaran, nistagmus dan nausea, juga terdapat gangguan
pengecapan.
Gambar 2 : Sindrom Ramsay Hunt

Bila menyerang wajah, daerah yang dipersarafi N. V cabang atas disebut herpes zoster
frontalis.
Herpes zoster abortif, artinya penyakit ini berlangsung dalam waktu yang singkat dan
kelainan kulitnya hanya berupa beberapa vesikel dan eritem.Bila menyerang saraf interkostal
disebut herpes zoster torakalis. Bila menyerang daerah lumbal disebut herpes zoster
abdominalis/ lumbalis
Lesi kulit
TIPE
Papul ( 24 jam ) → bula – vesikel (48 jam ) → pustul ( 96 jam ) → krusta ( 7 – 10 hari ).
Lesi baru berlanjut untuk muncul sampai dengan 1 minggu, Lesi nekrotik dan gangrene
terkadang muncul.
WARNA
Edema Eritematous didasari dengan lapisan vesikel yang jernih dan terkadang hemoragic.
Jika disertai ulkus dan sikatrik maka terdapat infeksi sekunder.
Gambar 3 : Herpes Zoster
BENTUK
Bula – vesikel dengan bentuk oval dan bulat terkadang umbilikasi.
DISTRIBUSI
Unilateral

PREDILEKSI
 Thoraks > 50%
 Trigeminal 10 – 20 %
 Pada penderita HIV biasanya multidermatomal

LOKASI

Bisa di semua tempat, paling sering pada servikal IV dan lumbal II


Efloresensi/sifat-sifatnya : Lesi biasanya berupa kelompok- kelompok vesikel sampai bula di
atas daerah yang eritematosa. Lesi yang khas bersifat unilateral pada dermatom yang sesuai
dengan Ietak saraf yang terinfeksi virus.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium direkomendasikan bila lesi atipikal seperti lesi rekuren, dermatom
yang terlibat multipel, lesi tampak krusta kronis atau nodul verukosa dan bila lesi pada area
sakral sehingga diragukan patogennya virus varisela zoster atau herpes simpleks. Pemeriksaan
laboratorium yang dapat dilakukan adalah PCR yang berguna pada lesi krusta,
imunoflouresensi direk dari spesimen lesi vesikular, dan kultur virus yang tidak efektif karena
membutuhkan waktu 1-2 minggu.

Gambar 4 :Pemeriksaan Tzanck, dengan pewarnaan wright terlihat sel giant multinuclear
sedangkan pada imunofluoresensi direk pendaran warna hijau mengindikasikan terdapatnya
antigen virus varisela zoster.

E. Diagnosis Banding
1. Herpes simpleks: Hanya dapat dibedakan dengan mencari virus herpes simpleks
dalam embrio ayam, kelinci, tikus.
2. Varisela: biasanya lesi menyebar sentrifugal, selalu disertai demam.
3. Impetigo vesikobulosa: lebih sering pada anak-anak, dengan gambaran vesikel
dan bula yang cepat pecah dan menjadi krusta.
4. Dermatitis kontak
5. Infeksi bacterial
F. Perawatan

 Istirahat

 Untuk mengurangi neuralgia dapat diberikan analgetik

 Usahakan supaya vesikel tidak pecah untuk menghindari infeksi sekunder, yaitu
dengan bedak salisil 2%. Bila terjadi infeksi sekunder dapat diberikan antibiotic
lokal mis. salep kloramfenikol 2%.

 Obat Antiviral :

Indikasi obat antiviral ialah herpes zoster oftalmikus dan pasien dengan defisiensi imunitas
mengingat komplikasinya. Obat yang biasa digunakan ialah asiklovir dan modifikasinya, misal-
nya valasiklovir. Sebaiknya diberikan dalam 3 hari pertama sejak lesi muncul.

Dosis asiklovir yang dianjurkan ialah

 5 x 800 mg sehari dan biasanya diberikan 7 hari

 valasiklovir cukup 3 x 1000 mg sehari karena konsentrasi dalam plasma


lebih tinggi. Jika lesi baru masih tetap timbul obat tersebut masih dapat
diteruskan dan dihentikan sesudah 2 hari sejak lesi baru tidak timbul lagi.

Terapi pada pasien usia > 60 thn

 Asiklovir IV 10 mg/kg/8 jam untuk 5 hari diberikan 4 hari saat onset dari nyeri
atau selama 48 jam setelah onset dari timbulnya ruam.

 Pada pasien berusia > 60 tahun perlu diperiksa untuk faal ginjalnya ( kreatinin
clearense tidak < 25 Ml/ menit.

 Masalah dari herpes zoster pada orangtua adalah bukan hanya lesi kulit atau nyeri
akut tapi postherpetik neuralgia kronik yang persisten selama 18 bulan, Apabila
tidak ada kontraindikasi dapat diberikan kortikosteroid sistemik ( prednisone
60mg/ hari tapering off sampai dengan nol selama > 4 minggu)..

Sindrom Ramsay Hunt


Prednison dengan dosis 3 x 20 mg sehari, setelah seminggu dosis diturunkan secara
bertahap. Dengan dosis prednison setinggi itu imunitas akan tertekan sehingga lebih baik
digabung dengan obat antiviral ( asiklovir IV atau Kombinasi alpha – 2a). Dikatakan
kegunaannya untuk mencegah fibrosis ganglion.

Prognosis

Umumnya baik, pada herpes zoster oftalmikus prognosis bergantung pada tindakan
perawatan secara dini.

4. HIPERPLASIA GINGIVA (LEUKEMIA)


A. Definisi dan Nama Lain

Hyperplasia Gingiva sering juga dikenal dengan Acute Leukemia. Merupakan salah satu
akibat pemberian beberapa obat-obatan antikonvulsan, imunosupresan, dan calcium channel
blockers yang diketahui dengan baik dapat menimbulkan masalah saat berbicara, mastikasi,
erupsi gigi, dan estetik. Ciri klinis dan mikroskopik pembesaran yang disebabkan oleh obat
yang berbeda sangat serupa (Carranza FA, 2011).

B. Etiologi
Idiopatik (tidak diketahui penyebabnya). Tetapi ada beberapa faktor predisposisi yang
menyertai, seperti faktor genetik, gaya hidup yang tidak sehat seperti merokok, minum
alkohol, obesitas, sering terpapar sinar matahari. Faktor lingkungan sekitar seperti sering
terpapar radiasi dan bahan kimia tertentu. Penurunan system imun seperti pasien
transplantasi organ. Faktor resiko kontroversional atau belum terbukti terpapar medan
elektronika. Infeksi diawal kehidupan, usia ibu saat anak dilahirkan, riwayat orang tua
merokok, janin terpapar hormone, tempat kerja orang tua terpapar bahan kimia dan air yang
terkontaminasi bahan kimia.
C. Penegakan Diagnosis
Bengkak atau edema, berwarna kemerahan, cenderung berdarah jika dilakukan probing,
pembesaran kronik tanpa rasa sakit dan berjalan lambat dan pembesaran akut disertai rasa
sakit dan rapid onset.

D. Gamabaran klinis

E. Perawatan
Menghilangkan lesi dan faktor iritan.

HIPERPLASIA GINGIVA (OBAT-OBATAN)


A. Definisi & Nama Lain

Hiperplasia gingiva disebut juga pembesaran gingiva yang merupakan pertambahan


ukuran gingiva oleh karena adanya peningkatan jumlah sel penyusunnya. Secara klinis
hiperplasia gingiva tampak sebagai suatu pembesaran gingiva yang biasanya dimulai dari
papila interdental menyebar ke daerah sekitarnya. Kelainan ini tidak menimbulkan rasa
sakit, dapat mengganggu oklusi dan estetik serta dapat mempersulit pasien dalam melakukan
kontrol plak. (Srivastava, 2010)

Pembesaran gingiva dapat berhubungan langsung dengan toksisitas obat yang disebabkan
oleh agen kemoterapi. Obat-obat ini menyebabkan perubahannyata pada gingiva termasuk
erosi dan ulserasi. (Srivastava, 2010)

B. Epidemiologi

Pembesaran gingiva lebih sering terjadi pada leukemia akut daripada kronis yaitu sekitar
36% terjadi pada leukemia akut, 10% terjadi pada leukemia kronis dan sangat jarang terjadi
pada Leukemia Limfositik Akut (ALL) dan Leukemia Limfositik Kronis (CLL).21
Pembesaran gingiva yang paling sering terjadi adalah pada Leukemia Monositik Akut (M5)
yaitu sekitar 66,7% kemudian Leukemia Mielomonositik Akut (M4) 18,5% dan Leukemia
Mielositik Akut (M1,M2) sekitar 3,75%. (Peterson, 2010)

C. Etiologi & Faktor Predisposisi

Calcium channel blockers merupakan obat yang dikembangkan untuk perwatan kondisi
kardiovaskular seperti hipertensi, angina pektoris, spasme arteri koroner, dan aritmia
jantung. Obat-obatan tersebut menghambat influks ion kalsium di sepanjang membran sel
jantung dan sel otot halus, menghambat mobilisasi intraseluler kalsium. Hal tersebut
menyebabkan pembesaran arteri koroner dan arteriol secara langsung, memperbaiki suplai
oksigen menuju otot jantung; juga menurunkan hipertensi dengan memperbesar
vaskularisasi perifer. (Carranza, 2011)

Obat-obatan tersebut merupakan derivat dihydropiridine (amlodipine (Lotrel, Norvasc),


felodipine (Plendil), nicardipine (Cardene), nifedipine (Adalat, Procardial)), derivat
benzothiazine (diltiazem (Cardizem, Dilacor XR, Tiazac)), dan derivat phenylalkylamine
(verapamil (Calan, Isoptin, Verelan, Covera HS)). (Kinane, 2008)

Beberapa obat-obatan tersebut dapat menyebabkan pembesaran gingiva. Nifedipine, salah


satu obat- obatan yang kadang digunakan, menyebabkan pembesaran gingiva pada 20%
pasien. Diltiazem, felodipine, nitrendipine, dan verapamil juga menyebabkan pembesaran
gingiva. Derivat dihydropiridine, isradipine, dapat menggantikan nifedipine pada beberapa
kasus dan tidak menyebabkan pertumbuhan gingiva berlebih. Nifedipine juga digunakan
bersamaan dengan cyclosporine pada penerima transplantasi ginjal, dan kombinasi
penggunaan kedua obat tersebut menyebabkan pertumbuhan berlebih yang lebih besar.
(Carranza, 2011)

D. Patogenesis

Pertumbuhan gingiva dimulai sebagai pembesaran papilla interdental yang nyeri dan
serupa manik-manik, meluas dari marginal gingiva fasial dan lingual. Seiring dengan
perkembangan kondisi penyakit, pembesaran marginal dan papilla bersatu kemudian
berkembang menjadi lipatan jaringan masif yang menutupi sebagian mahkota gigi;
pembesaran tersebut dapat mengganggu oklusi. Pembesaran tersebut kemudian menjadi
kombinasi peningkatan ukuran yang disebabkan oleh obat-obatan dan komplikasi inflamasi
yang disebabkan oleh bakteri. (Carranza, 2011)

E. Penegakkan Diagnosis

Melalui anamnesis dan pemeriksaan klinis ketika tidak dipengaruhi oleh inflamasi, lesi
berbentuk mulberry, kaku, berwarna merah muda pucat, dan resilient, disertai permukaan
berbentuk lobulated dan tanpa kecenderungan perdarahan. Pembesaran ini memiliki ciri
dengan tampilan yang menonjol dari balik marginal gingiva, yang dipisahkan oleh groove
linear. Namun, adanya pembesaran menyebabkan kontrol plak menjadi lebih sulit, kadang
menyebabkan proses inflamasi sekunder yang semakin memperrumit pertumbuhan gingiva
berlebih akibat obat-obatan. (Carranza, 2011)

F. Diagnosis Banding
 Hipertrofi gingiva pembesaran gingiva disebabkan oleh bertambah besarnya ukuran
sel-sel yang terjadi karena bertambahnya fungsi kerja tubuh.

G. Perawatan

Dilakukan gingivektomi yaitu adalah pemotongan jaringan gingiva dengan membuang


dinding lateral poket yang bertujuan untuk menghilangkan poket dan keradangan gingiva
sehingga didapat gingiva yang fisiologis, fungsional dan estetik baik. Keuntungan
gingivektomi adalah teknik sederhana, dapat mengeliminasi poket secara sempurna,
lapangan penglihatan baik, morfologi gingiva dapat diramalkan sesuai keinginan. (Newman,
2006)

Gingivektomi diindikasikan pada pembesaran gingiva yang tumbuh berlebih, jaringan


yang fibrosis dan poket supraboni. Pembesaran gingiva yang tidak mengecil sesudah
dilakukan scaling, curettage, root planing dan polishing maka perlu dilakukan
gingivektomi. (Newman, 2006)
5. HIV (AIDS)
A.Definisi dan Nama Lain

Adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV),
yang dilaporkan pertama kali oleh Center for Disease Control pada tahun 1981. HIV adalah
virus RNA yang menginfeksi limfosit CD4+ T menurun menjadi kurang dari 200 sel/mm3,
sel-sel glia otak dan makrofag virus ini terkandung didalam darah, air liur, air mata. Infeksi
virus ini mengakibatkan terjadinya penurunan system kekebalan yang terus menerus, yang
akan mengakibatkan defiensi kekebalan tubuh. Sistem kekebalan dianggap defisien ketika
sistem tersebut tidak dapat lagi menjalankan fungsinya memerangi infeksi dan penyakit-
penyakit. Orang yang kekebalan tubuhnya defisien (Immunodefecient) menjadi lebih rentan
terhadap barbagai ragam infeksi, yang sebagai besar jarang menjangkiti orang yang tidak
mengalami defisiensi kekebalan. ASI dan cairan tubuh serta jaringan lain dari orang yang
terinfeksi penyebaran dominan melalui kontak seksual, darah atau produk darah, atau
perinatal (Hoffmann C, dkk 2007)

B. Etiologi

Hubungan seks dengan bergantian pasangan, jarum suntik yang digunakan secara
bergantian, menerima darah atau produk darah yang terinfeksi dan secara tidak sengaja
terpapar bahan yang terinfeksi.

C. Penegakan Diagnosis

Kandidiasis rongga mulut, hairy leukoplakia, pembesaran parotis dan infeksi virus herpes
yang rekuren, kelelahan, penurunan berat badan, demam, recurrent aphthous ulcers, liner
gingival eritema.

D. Gambaran Klinis
E. Perawatan

Rotease, penghambat fusi dan penghambar integrase dalam bentuk kombinasi untuk
memblokir pembelahan dan pematangan virus.

6. KANDIDAL LEUKOPLAKIA

A. Definisi :
Kandidal leukoplakis merupakan suatu keadaan dimana organisme kandidal
menembus permukaan mukosa dan merangsang respon hiperplastik. Daerah yang paling
sering terkena adalah dorsum lidah, palatum, mukosa bukal dan komisura labial. Kondisi
ini dapat berkembang menjadi displasia berat atau keganasan.

B. Etiologi dan Faktor Predisposisi :


Etiologi dari kandidal leukoplakia adalah infeksi jamur candida albicans, serta ada
beberapa faktor predisposisi yang menyertainya seperti iritasi kronis, OH yang buruk,
xerestomia, perokok dan pada seorang pengguna gigi tiruan.

C. Penegakan Diagnosis :
Lesi memiliki permukaan yang sedikit menonjol, permukaan yang lembek
berwarna putih atau keabuan dan zona merah yang disebabkan oleh kerusakan mukosa.
Terlihat plak putih pada daerah kamisura mukosa bukal atau tepi lateral lidah yang tidak
bisa hilang bila dihapus.
Gambar 7. Candidal Leukoplakia

D. Diagnosa Banding :
Diagnosa banding dari
kasus ini adalah leukoplakia,
candidiasis pseudo-membranosa
dan lichen planus.

E. Perawatan :
Perawatan yang
dilakukan yaitu dengan
mengeliminasi faktor predisposisi, rutin konsumsi buah sayur, vitamin A serta terapi obat
antifungi.
F. Prognosis :
Prognosis baik ketika faktor-faktor predisposisi yang berhubungan dengan infeksi
ini tereliminasi.
7. KANDIDIASIS ERITEMATUS AKUT & KRONIS
A. Definisi
Tipe kandidiasis ini kadang dinamakan sebagai antibiotic sore tongue atau juga
kandidiasis eritematus dan biasanya dijumpai pada mukosa bukal, palatum, bagian dorsal
lidah dengan permukaan tampak sebagai bercak kemerahan.Pasien yang menderita
kandidiasis ini mengeluh adanya rasa sakit seperti terbakar (Lewis, 2000).

B. Etiologi
Penggunaan antibiotik spektrum luas maupun kortikosteroid sering dikaitkan dengan
timbulnya kandidiasis atrofik akut (Lewis, 2000).

C. Penegakan Diagnosis
Lesi merah pada mukosa bukal, dorsum lidah, palatal, sakit (Lewis, 2000).

D. Perawatan
Obat antifungal: Miconazole dan Clotrimazole, penghentian penggunaan Antibiotic
(Lewis, 2000).
E. Gambaran Klinis
KANDIDIASIS ERITEMATUS KRONIK

A. Definisi
Disebut juga kandidiasis atrofik kronik disebut juga denture sore mouth atau denture
related stomatitis dan merupakan bentuk kandidiasis paling umum yang ditemukan pada 24-
60% pemakai gigi tiruan (Peterson, 2000).

B. Etiologi
Oral Hygiene yang buruk, trauma, infeksi, dan pemakaian gigi tiruan terusmenerus
(Peterson, 2000).

C. Penegakan Diagnosis
Denture related stomatitis ini berupa daerah eritema pada mukosa yang berkontak dengan
menyebabkan daerah tersebut mudah terinfeksi jamur. Diagnosa banding dari kasus ini
adalah eritroplakia (Peterson, 2000).

D. Perawatan
Nistatin, klotrimazol 1%, mikonazol 2%, ketokonazol 2%. Instruksikan pasien untuk
mengeluarkan gigi tiruan di malam hari dan merendamnya dalam larutan natrium hipoklorit
1% selama 15 menit dengan pencucian merata menggunakan air mengalir selama sekurang-
kurangnya 2 menit, sebelum tidur (Peterson, 2000).
E. Gambaran Klinis
8. KANDIDIASIS PSEUDOMEMBRAN AKUT
A. Definisi

Kandidiasis ini biasanya disebut juga sebagai thrush.Bentuk akut dari pseudomembran
candidiasis (thrush) dikelompokkan ke primary oral candidiasis dan dikenal sebagai infeksi
candida yang klasik.Infeksi biasanya mempengaruhi pasien yang mengkonsumsi antibiotic, obat
imunosupresan, atau penyakit yang menekan sistem imun.Infeksi ini biasanya menampilkan
membrane yang melekat longgar yang terdiri dari organism jamur dan debris cellular yang
meninggalkan sebuah peradangan, terkadang area perdarahan jika pseudomembran dihilangkan.

B. Etiologi

Penggunaan kortikosteroid, antibiotik, xerostomia, dan pada pasien dengan sistem imun
rendah seperti HIV/AIDS.

C. Gejala Klinis

Pseudomembranosus kandidiasis terlihat sebagai plak mukosa yang putih atau kuning,
seperti cheesy material yang dapat dihilangkan dan meninggalkan permukaan yang berwarna
merah.Kandidiasis ini terdiri atas sel epitel deskuamasi, fibrin, dan hifa jamur dan umumnya
dijumpai pada mukosa labial, mukosa bukal, palatum keras, palatum lunak, lidah, jaringan
periodontal dan orofaring.
D. Perawatan

Menjaga oral higine dengan baik, penggunaan obat anti jamur, menghilangkan faktor
penyebab terjadinya infeksi akibat candida albicans.Melakukan terapi oral nistatin, dan
meminum tablet itrakonazol.

9. KISTA KELENJAR LUDAH (MUCOCEL & RANULA)


MUKOKEL

A. Definisi

Mucocele adalah Lesi pada mukosa (jaringan lunak) mulut yang diakibatkan oleh
pecahnya saluran kelenjar liur dan keluarnya mucin ke jaringan lunak di sekitarnya. Mucocele
bukan kista, karena tidak dibatasi oleh sel epitel. Mucocele dapat terjadi pada bagian mukosa
bukal, anterior lidah, dan dasar mulut. Mucocele terjadi karena pada saat air liur kita dialirkan
dari kelenjar air liur ke dalam mulut melalui suatu saluran kecil yang disebut duktus.
Terkadang bisa terjadi ujung duktus tersumbat atau karena trauma misalnya bibir sering
tergigit secara tidak sengaja, sehingga air liur menjadi tertahan tidak dapat mengalir keluar dan
menyebabkan pembengkakan (mucocele). Mucocele juga dapat terjadi jika kelenjar ludah
terluka. Manusia memiliki banyak kelenjar ludah dalam mulut yang menghasilkan ludah.
Ludah tesebut mengandung air, biopsy, dan enzim. Ludah dikeluarkan dari kelenjar ludah
melalui saluran kecil yang disebut duct (pembuluh).
Terkadang salah satu saluran ini terpotong. Ludah kemudian mengumpul pada titik yang
terpotong itu dan menyebabkan pembengkakan, atau mucocele. Pada umumnya mucocele
didapati di bagian dalam bibir bawah. Namun dapat juga ditemukan di bagian lain dalam
mulut, termasuk langit-langit dan dasar mulut. Akan tetapi jarang didapati di atas lidah.
Pembengkakan dapat juga terjadi jika saluran ludah (duct) tersumbat dan ludah mengumpul di
dalam saluran.
B. Etiologi dan Faktor Predisposisi

Berdasarkan etiologi, patogenesis, dan secara umum mukokel dapat diklasifikasikan


menjadi dua, yaitu mucocele ekstravasasi mukosa yang sering disebut sebagai mucocele
superfisial dimana etiologinya trauma lokal atau mekanik, dan mucocele retensi mukosa atau
sering disebut kista retensi mukus dimana etiologinya plug mukus akibat sialolith atau
inflamasi pada mukosa mulut yang menyebabkan duktus glandula saliva tertekan dan
tersumbat secara tidak langsung.

C. Penegakan Diagnosa

Gambaran kliniskhas mucocele yaitu massa atau pembengkakan lunak yang berfluktuasi,
berwarna translusen kebiruan apabila massa belum begitu dalam letaknya, kadang-kadang
warnanya normal seperti warna mukosa mulut apabila massa sudah terletak lebih dalam,
apabila dipalpasi pasien tidak sakit. Massa ini berdiameter 1 mm hingga beberapa sentimeter,
beberapa literatur menuliskan diameter mukokel umumnya kurang dari 1 cm.

D. Diagnosa Banding
Beberapa penyakit mulut memiliki kemiripan gambaran klinis dengan mukokel,
diantaranya hemangioma, lipoma dan mixed tumor. Untuk dapat membedakan mucocele
dengan penyakit-penyakit tersebut maka dibutuhkan riwayat timbulnya massa dan gambaran
klinis yang jelas yang menggambarkan ciri khas mukokel yang tidak dimiliki oleh penyakit
mulut lain, dan dibutuhkan hasil pemeriksaan fisik dan hasil pemeriksaan pendukung lain
yang akurat seperti pemeriksaan laboratorium, bahkan sampai pemeriksaan radiografi.

 Hemangioma Kavernosus
– PRO:
berbentuk nodul;
letak (bibir, mukosa bukal, palatum);
berwarna merah kebiruan

– KONTRA:
dilatasi pembuluh darah;
- Mucocele : dilatasi saluran kelenjar saliva
tidak berfluktuasi
- Mucocele : berfluktuasi

 Lipoma
– PRO
berbentuk nodul;
letak (bibir, mukosa bukal, palatum)

– KONTRA
berwarna kekuningan
- Mucocele : berwarna merah kebiruan
lembut
- Mucocele: berfluktuasi

 Mixed Tumor
– PRO
berbentuk nodul;
letak (bibir, mukosa bukal, palatum)
– KONTRA
palpasi keras
- Mucocele: berfluktuasi
E. Perawatan

Untuk mucocele yang berukuran kecil, jenis lesi ini tidak berumur panjang, bervariasi
dari beberapa hari hingga beberapa minggu, dan dapat hilang dengan sendirinya. Namun
banyak juga lesi yang sifatnya kronik dan membutuhkan pembedahan eksisi. Semua kelenjar
liur minor yang berdekatan turut diangkat, dan dilakukan pemeriksaan mikroskopis untuk
menegaskan diagnosa dan menentukan apakah ada kemungkinan tumor kelenjar liur. Selain
dengan pembedahan, mucocele juga dapat diangkat dengan laser.

Mucocele dapat dieksisi dengan memakai modifikasi elips. Setelah anastesi local, dibuat
dua insisi elips yang menembus mukosa, di luar batas dari permukaan lesi. Pada tahap ini,
mucocele yang berbentuk seperti kista cenderung menonjol dari jaringan dasar di bawahnya.
Dataran antara mucocele dan lapisan muscular atau glandula dapat dengan mudah
diindentifikasi, dan lesi dipotong.

Pengambilan glandula mucus asesoris didekatnya dari dasar eksisi akan mengurangi
kemungkinan kekambuhan. Penutupan jaringan dilakukan dengan jahitan terputus.
Penanganan mucocele dengan cara aspirasi kurang bisa mengatasi masalah,karena lesi akan
segera timbul lagi setelah luka pungsi sembuh.

Beberapa dokter saat ini ada juga yang menggunakan menggunakan injeksi kortikosteroid
sebelum melakukan pembedahan. Terapi ini terkadang dapat mengempiskan pembengkakan.
Jika berhasil, maka tidak perlu dilakukan pembedahan.

RANULA

A. Definisi

Ranula terbentuk sebagai akibat normal melalui duktus ekskretorius major yang membesar
atau terputus atau terjadinya rupture dari saluran kelenjar terhalangnya aliran liur yang
sublingual (duktus Bartholin) atau kelenjar submandibular (duktus Wharton), sehingga melalui
rupture ini air liur keluar menempati jaringan disekitar saluran tersebut. Selain terhalangnya
aliranliur, ranula bisa juga terjadi karena trauma dan peradangan. Ranulamirip dengan
mukokel tetapi ukurannya lebih besar.
Bila letaknya didasar mulut, jenis ranula ini disebut ranula Superfisialis. Bila kista
menerobos dibawah otot milohiodeusdan menimbulkan pembengkakan submandibular, ranula
jenisini disebut ranula Dissecting atau Plunging.
B. Etiologi dan Faktor Predisposisi

Etiologinya tidak diketahui namun diduga ranula terjadi akibat trauma, obstruksi kelenjar
saliva, dan aneurisma duktus glandula saliva. Trauma pada glandula sublingual atau
submandibula akan menyebabkan ekstravasasi mukus, sehingga terbentuk pseudokista. Ranula
juga dikatakan berkaitan dengan penyakit kelenjar saliva dan anomali kongenital dimana
duktus saliva tidak terbuka. Ranula telah dikenal sejak berabad-abad yang lalu. Banyak teori
yang diajukan untuk mengetahui asalnya
C. Patogenesis

Terhalangnya ductus saliva yang normal melalui ductus ekskretorius mayor yang
membesar atau terputus dari glandula sublingualis (ductus Bartholin) atau glandula
submandibularis (ductus Wharton), sehingga melalui rupture ini saliva keluar menempati
jarigan disekitar ductus tersebut.
D. Penegakan Diagnosa

Untuk menegakkan diagnosa ranula dilakukan prosedur-prosedur yang meliputi beberapa


tahap. Pertama melakukan anamnese dan mencatat riwayat pasien. Pada pasien anak
dilakukanaloanamnese yaitu anamnese yang diperoleh dari orang terdekat pasien. Pada pasien
dewasadengan autoanamnese yaitu yang diperoleh dari pasien itu sendiri.
Tanda dan Gambaran Klinis ranula adalah sebagai berikut:

1. Adanya benjolan simple pada dasar mulut, mendorong lidah ke atas.

2. Umumnya unilateral , jarang bilateral .

3. Benjolan berdinding tipis transparan, berwarna biru kemerah-merahan.

4. Benjolan tumbuh lambat, gambaran seperti perut katak.

5. Pembengkakan selain intra oral dapat juga extra oral.

6. Tidak ada rasa sakit kecuali meradang atau infeksi.


7. Bila benjolan membesar dapat mengganggu bicara, makan maupun menelan.
8. Benjolan oleh karena suatu sebab dapat pecah sendiri, cairan keluar, mengempes
kemudian timbul atau kambuh kembali.
9. Pada simple ranula benjolan terletak superficial sedangkan plunging ranula
benjolan terletak lebih dalam, bisa menyebar ke dasar otot mylohyoid , daerah
submandibular , ke leher bahkan ke mediastinum.

E. Perawatan

Perawatan yang dilakukan meliputi penanggulangan faktor penyebab dan pembedahan


massa. Penanggulangan faktor penyebab dimaksudkan untuk menghindarkan terjadinya
rekurensi. Biasanya ranula yang etiologinya trauma akibat kebiasaan buruk atau trauma lokal
atau mekanik yang terjadi terus menerus dapat menyebabkan terjadinya rekurensi ranula.
Pembedahan massa dibagi atas tiga jenis, yaitu eksisi, marsupialisasi, dan dissecting.
Pemilihan teknik pembedahan tergantung kepada ukuran dari massa.

10. LEUKOEDEMA

A. Definisi & Nama Lain

Leukoedema merupakan lesi putih-keabuan pada daerah bukal mukosa yang memiliki gambaran
klinis serupa dengan early leukoplakia. Ini adalah kondisi yang tidak berbahaya dan sangat
umum. Karena sangat umum, telah diperdebatkan bahwa itu mungkin sebenarnya merupakan
variasi dari penampilan normal daripada penyakit, tetapi bukti empiris menunjukkan bahwa
leukoedema adalah kondisi yang didapat yang disebabkan oleh iritasi lokal.

B. Epidemiologi

Leukoedema umum terjadi. Leukoedema terjadi pada sekitar 70-90% orang dewasa berkulit
hitam dan sekitar 50% anak berkulit hitam. Prevalensi pada orang berkulit putih jauh lebih
sedikit, tetapi laporan berkisar dari kurang dari 10% hingga lebih dari 90%, mungkin bervariasi
tergantung pada populasi yang diteliti, dan metode yang digunakan dalam penelitian, misalnya
kondisi pemeriksaan dan kriteria diagnostik. Variasi etnis dapat dijelaskan oleh faktor genetik
atau hanya karena orang berkulit hitam memiliki jumlah melanin yang lebih besar di mukosa,
membuatnya tampak lebih gelap (disebut pigmentasi ras atau fisiologis). Mukosa yang lebih
gelap ini dapat membuat perubahan edematous lebih terlihat, sedangkan pada mukosa orang
dengan jenis kulit yang lebih terang, leukoedema memberikan presentasi yang lebih ringan.

C. Etiologi

Etiologinya belum diketahui secara jelas. Faktor penyebabnya adalah merokok, alkohol, infeksi
bakteri, kondisi saliva dan interaksi elektrokimia.

D. Patogenesis

Pemeriksaan mikroskopis memperlihatkan penebalan epitel, dengan edema intraseluler yang


signifikan pada stratum spinosum. Permukaan epitel dapat menunjukkan penebalan lapisan
parakeratin. Kondisi ini jauh lebih sering terjadi pada orang kulit hitam dibandingkan kulit putih,
yaitu dilaporkan terjadi 90 % pada orang dewasa kulit hitam sedangkan pada orang kulit putih
insidensnya sangat bervariasi (10-90%). Variasi ini mungkin disebabkan karena sulitnya
mengobservasi leukoedema pada mukosa yang tidak terpigmentasi.

E. Penegakan Diagnosis

1. Anamnesis
Anamnesis dilakukan untuk mengetahui keadaan lesi termasuk durasi, perawatan sebelumnya,
dan rekurensi jika ada. Selain itu, anamnesis juga penting untuk mendapatkan informasi dengan
menanyakan langsung pada pasien tentang kebiasaan merokok atau tidak, riwayat penyakit
sistemik seperti anemia, penyakit diabetes mellitus, pemakaian obat-obatan dan alergi.

2. Gejala Klinis
Terlepas dari penampilannya, lesi ini sepenuhnya tanpa gejala

F. Gambaran Klinis

Gambaran klinis dari leukoedema berupa lesi berwarna putih “seperti susu”, menyebar,
homogen, dan sedikit berkerut dengan distribusi yang simetris pada area bukal mukosa rongga
mulut. Selain itu, lesi tidak mengalami penebalan dan pigmentasi putih akan menghilang atau
berkurang secara signifikan ketika mukosa bukal diregangkan.

(A) Mukosa Bukal Kiri (B) Mukosa Bukal Kanan

G. Diagnosis Banding

-Leukoplakia : berupa lesi putih yang tidak dapat hilang atau berkurang saat diregangkan mukosa
rongga mulut.
-Cheek biting lesion : umumnya lesi tampak unilateral dibandingkan dengan leukoedema yang
timbul bilateral. Terkadang kondisi ini disertai dengan adanya “tissue-tag”
-White sponge nevus permukaan lesi tampak menebal, seperti plak, dan tidak akan hilang ketika
mukosa rongga mulut diregangkan.
-Hereditary benign intraepithelial dyskeratosis sama seperti white sponge nevus, memiliki
gambaran mikroskopik yang khas dibandingkan leukoedema.

H. Perawatan

Tidak memerlukan perawatan

11. LEUKOPLAKIA

A. Definisi dan Nama Lain

Leukoplakia merupakan bercak putih atau plak, yang melekat erat pada mukosa mulut
yang merupakan lesi pra-kanker. Secara histopatologi, leukoplakia didefinisikan sebagai
bercak putih pada mukosa dengan epitel mengalami hiperkeratosis dengan dasar yang terdiri
dari sel spinosum. Istilah leukoplakia pertama kali digunakan oleh Schimmer pada tahun 1877
untuk menerangkan sebuah lesi putih pada lidah yang kemungkinan merupakan gambaran
klinis glositis sifilis. Leukoplakia tidak dapat diangkat dari mukosa mulut dengan cara usapan
atau kikisan.

B. Etiologi dan Faktor Predisposisi

Etiologi kebanyakan kasus leukoplakia tidak diketahui (idiopatik). Namun beberapa


penelitian menunjukkan inisiasi kondisi leukoplakia dipengaruhi faktor ekstrinsik maupun
intrinsik. Faktor yang paling sering dihubungkan dengan terjadinya leukoplakia adalah
merokok, konsumsi alkohol, iritasi kronis, kandidiasis, kekurangan vitamin, gangguan
endokrin, serta karena serangan virus tertentu. Biasanya dikaitkan dengan kondisi
imunokompresan.
Menurut beberapa klinisi, predisposisi leukoplakia terdiri atas beberapa faktor multiple,
yaitu lokal, sistemik dan malnutrisi vitamin. Faktor lokal mencakup:

1) Trauma, dapat berupa gigitan pada tepi atau akar gigi yang tajam, iritasi dari gigi
malposisi, pemakaian protesa kurang baik, kebiasaan jelek seperti menggigit jaringan
mulut, pipi, maupun lidah sehingga menimbulkan iritasi kronis.
2) Kemikal atau termal, iritan mekanis lokal dan berbagai iritan kimia akan menimbulkan
hyperkeratosis dengan atau tanpa disertai perubahan displastik.

Penggunaan bahan kaustik seperti tembakau dan alcohol dapat menyebabkan leukoplakia dan
perubahan keganasan.
3) Faktor lokal lain seperti infeksi bakteri, penyakit periodontal serta kebersihan mulut
yang jelek, sering ditemukan candida dalam preparat histologis keukoplakia.

Faktor sistemik mencakup:

1) Penyakit sistemik, seperti sifilis tertier, anemia sidrofenik, dan xerostomia oleh karena
penyakit kelenjar saliva.
2) Bahan-bahan yang diberikan secara sistemik, seperti alcohol, obat-obat antimetabolit,
dan serum antilimfosit spesifik.
3) Defisiensi nutrisi, defisiensi vitamin A diperkirakan dapat meningkatkan metaplasia dan
keratinisasi dari susunan epitel, terutama epitel kelenjar dan epitel mukosa respiratorius.
Beberapa ahli menyatakan leukoplakia di uvula merupakan manifestasi dari intake vitamin A
yang tidak cukup. Pada tikus, kekurangan vitamin B kompleks akan menimbulkan perubahan
hiperkeratotik.

C. Patogenesis

Secara umum, terjadinya leukoplakia dapat dijelaskan sebagai berikut. Ketika sel jaringan
terpapar karsinogen, sel akan berusaha untuk beradaptasi. Sel akan berproliferasi,
menyempitkan kapasitas sitosoliknya, dan menggabungkan beban organel-organelnya dalam
rangka adaptasi tersebut. Dalam kaitannya dengan epitel rongga mulut, adaptasi ini dilakukan
dengan memperbesar ruang progenitor (hiperplasia). Hiperplasia ini menjadi tanda yang paling
awal muncul. Ketika iritan bertahan lebih lama, epitelium akan menunjukkan bentuk
degenerasi seluler sehingga mengalami atrofi. Ketika fase adaptasi dan kerusakan sel
reversible selesai, sel akan memasuki tahap kerusakan yang irreversible, yang berupa
terjadinya apoptosis atau transformasi malignan. Sebagai respon adaptasi, terjadi gangguan
genetik yang menempatkan sel untuk terus dapat berproliferasi dan menyebabkan transformasi
malignan yang lebih banyak lagi.

D. Penegakan Diagnosis

Lesi ini sering ditemukan pada daerah alveolar, mukosa lingual, labia, palatum, daerah
dasar cavum oris, gingiva, mukosa lipatan buccal, serta mandibular alveolar ridge.
Bermacam-macam bentuk lesi dan daerah terjadinya lesi tergantung dari awal terjadinya lesi
tersebut, dan setiap individu akan berbeda. Lesi awal dapat berupa warna kelabu atau sedikit
putih yang agak transparan, berfisura atau keriput dan secara khas lunak dan datar. Biasanya
batasnya tegas tetapi dapat juga berbatas tidak tegas. Lesi dapat berkembang dalam minggu
sampai bulan menjadi tebal, sedikit meninggi dengan tekstur kasar dan keras. Lesi ini biasanya
tidak sakit, tetapi sensitif terhadap sentuhan, panas, makanan pedas dan iritan lainnya.
Selanjutnya leukoplakia dapat berkembang menjadi granular atau nodular leukoplakia.
Leukoplakia juga dapat berkembang dan berubah bentuk menjadi eritroplakia.
Terdapat beberapa tipe klinis leukoplakia, antara lain:

1) Leukoplakia Homogen

Dalam perkembangannya, leukoplakia dapat menjadi semakin meluas, menebal, disebut


leukoplakia homogen. Pada tipe ini, terutama berupa lesi putih yang datar dan tipis. Lesi ini
dapat terlihat sebagai retakan yang dangkal dengan permukaan yang halus atau berkerut.
Teksturnya konsisen. Tipe ini biasanya asimptomatik.

2) Leukoplakia non homogen

Terutama berupa lesi putih atau putih disertai merah (eritroplakia). Permukaan lesi
ireguler, bisa rata, nodular (speckled leukoplakia) atau exophytic (exophytic atau verrucous
leukoplakia). Pada verrucous leukoplakia, permukaan lesi tampak sudah menonjol, berwarna
putih, tetapi tidak mengkilat. Tipe leukoplakia ini biasanya disertai dengan keluhan ringan
berupa ketidaknyamanan atau nyeri yang terlokalisir.
3) Proliferative verrucous leukoplakia

Merupakan tipe leukoplakia yang agresif yang hampir selalu berkembang menjadi
malignansi. Tipe ini ditandai dengan manifestasi multifokal dan menyebar luas, sering terjadi
pada pasien dengan faktor risiko yang tidak diketahui. Secara umum, leukoplakia non
homogen memiliki risiko yang lebih tinggi untuk bertransformasi menjadi malignan, tetapi
oral karsinoma dapat berkembang dari berbagai jenis leukoplakia.

Leukoplakia oral memiliki penampakan makroskopis berupa bercak putih yang berbatas
tegas dan permukaannya sedikit lebih menonjol dibandingkan mukosa mulut normal.
Perkembangan lesi leukoplakia oral dimulai dengan munculnya lesi putih pudar dan rata
(tahap praleukoplakia). Semakin lama, lesi akan berwarna semakin putih dan menonjol ke
permukaan mukosa mulut (tahap leukoplakia). Pada beberapa kasus, lesi dapat menimbulkan
ulkus pada mukosa mulut.

Karena leukoplakia oral tidak menimbulkan gejala klinis, diagnosis pasti leukoplakia oral
hanya dapat dilakukan dengan cara melakukan pemeriksaan histopatologi. Pada pemeriksaan
histopatologi akan ditemukan kelainan pada sel epitel mukosa mulut pada penderita
leukoplakia, antara lain inti sel hiperkromatik, hilangnya polaritas saat mitosis, inti sel
pleomorfik, berubahnya perbandingan ukuran inti sel dan sitoplasma, hilangnya diferensiasi
sel, dan terjadinya keratinisasi pada sel.

Pada pemeriksaan imunohistokimia, ekspresi protein Ki67 dan protein p53 dapat
menunjukkan kemungkinan terjadinya perubahan menuju keganasan pada lesi leukoplakia
oral.

Penegakan diagnosis leukoplakia hampir sama seperti pada penyakit lainnya, mulai dari
anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang terutama pemeriksaan histopatologi
sebagai gold standard. Selain anamnesis dan pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang juga
dilakukan dengan pengecatan toluidine blue, endoskopi, sitologi, pemeriksaan telomerase dan
apabila memungkinkan bisa menggunakan PET-scan.
E. Diagnosis banding

Hairy leukoplakia, lichen planus, oral squamous cell carcinoma, discoid lupus
erythematosus, white sponge nevus.

F. Gambaran Klinis

G. Perawatan

Manajemen diawali dengan pemeriksaan fisik secara berkala yang diulang setelah 2-3
minggu untuk menilai pengecilan ukuran. Pasien diperintahkan untuk menghentikan kebiasaan
seperti merokok, konsumsi alkohol, konsumsi sirih dan berbagai hal yang dapat mengganggu
kebersihan dan menyebabkan trauma pada mulut. Jika ada peubahan maka dilakukan tindak
lanjut setiap 3 bulan sekali kemudian dilanjutkan dengan 6 bulan sampai 12 bulan sekali. Lesi
risiko rendah yang tidak mengalami pengecilan ukuran bahkan setelah penghentian kebiasaan
(merokok, meminum alkohol, dsb), atau dalam kasus lesi berisiko tinggi, biopsi wajib
dilakukan untuk menilai tingkat displasia epitel. Dalam kasus yang tidak menunjukkan adanya
tanda displasia, maka pengobatan konseratif lah yang disarankan. Sedangkan jika ada tanda
displasia sedang maupun berat, tindakan bedah sangat disarankan. Perawatan non-bedah
menyebabkan efek samping yang minimal, khususnya pada pasien dengan lesi yang tersebar
luas, leukoplakia yang melibatkan area besar mukosa mulut, atau pada mereka yang memiliki
masalah medis yang memiliki risiko tinggi terhadap pembedahan, atau ketika pasien menolak
intervensi bedah. Selain itu perawatan nonbedah pun relatif lebih murah dan tak memerlukan
perawatan intensif di pusat kesehatan.

Setiap perawatan leukoplakia oral harus dimulai dengan penghapusan faktor risiko seperti
penyalahgunaan tembakau, menguyah sirih, penyalahgunaan alkohol, infeksi candida yang
tumpang tindih di atas lesi dll. Hingga 60% leukoplakia mengalami regresi atau menghilang
sama sekali jika penggunaan tembakau dihentikan. Pada kasus infeksi candida maka
pemberian aintifungal dan penghindaran tembakau dapat memperkecil lesi. Sangat penting
bagi pasien leukoplakia untuk senantiasa menjaga kebersihan mulutnya.

Pengobatan konservatif meliputi penggunaan anti fungal dan agen kemopreventif seperti
vitamin (vitamin A, C, E), fenretinide (vitamin A analog), carotenoids (beta-carotene,
lycopene), bleomycin, protease inhibitor, obat-obatan antiinflamasi, teh hijau, temulawak, dan
lain-lain.Beberapa literatur menyebutkan bahwa terapi fotodinamik pun dapat dilakukan untuk
mengatasi leukoplakia.

Tindakan bedah meliputi bedah konservatif-eksisi, elektrokoagulasi, cryosurgery, bedah laser


(eksisi atau evaporasi).

Prognosis leukoplakia bergantung pada transformasi keganasannya. Resiko transformasi


tinggi ketika leukoplakia memengaruhi wanita, bertahan untuk waktu yang lama, muncul pada
bukan perokok, terletak di dasar mulut atau lidah, terlihat pada pasien karsinoma kepala dan
leher sebelumnya, terinfeksi oleh Candida, menunjukkan dysplasia epithelial, menunjukkan
DNA aneuploidy. Dari semua faktor ini, keberadaan displasia epitelial tampaknya merupakan
indicator paling penting dari potensi keganasannya. Beberapa leukoplakia menunjukkan
tingkat kekambuhan yang meningkat (proliferative verukus leukoplakia). Di sisi lain, beberapa
leukoplakia menghilang secara spontan tanpa terapi spesifik. Pemeriksaan rutin pada pasien ini
sangat penting, mungkin setiap 3, 6 dan kemudian 12 bulan, baik pada pasien yang diobati
maupun yang tidak diobati.

Anda mungkin juga menyukai