DISUSUN OLEH :
PEMBIMBING :
BAB I
PENDAHULUAN
mulut, baik yang spesifik maupun tidak spesifik, dalam banyak keadaan rongga
mulut menjadi area diagnostik yang penting. Lidah merupakan organ dalam
rongga mulut penting pada tubuh manusia yang memiliki banyak fungsi. Lidah
untuk mengetahui kesehatan oral dan kesehatan umum pasien. Secara khusus,
patologi neoplastik.
dan warna lidah akibat suatu peradangan. Papilla pada lidah yang terjangkit
faktror stress emosional, defisiensi nutrisi, dan herediter. Bila radang ini semakin
parah akan mengakibatkan pembengkakan, kemerahan, dan nyeri dapat mengubah
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Gambar 1. Glositis
B. ETIOLOGI
1. Lokal
a. Infeksi (streptococcal, candidiasis, TB, HSV, EBV)
b. Trauma (luka bakar)
c. Iritan primer (alkohol, tembakau)
2. Sistemik
a. Malnutrisi (kurang asupan vitamin B12, niasin, riboflavin, asam
folat)
b. Anemia (kekurangan Fe)
c. Reaksi alergi
d. Penyakit kulit (lichenplanus, erythema multiforme, syphilis, lesi
apthous)
e. HIV
f. Obat lanzoprazole, amoxicillin.
C. FAKTOR RESIKO
1. Seorang pecandu alcohol
2. Seorang perokok
3. Memiliki riwayat keluarga menderita glossitis
4. Mengunyah tembakau
5. Sebelumnya ada riwayat trauma gigi
Pada beberapa kasus, glositis akan menyembuh pada pasien dengan
rawat jalan. Rawat inap diperlukan bila pembengkakan pada lidah ini
membesar dan menghalangi jalannya udara yang dihirup (Taqwa, 2009).
E. KLASIFIKASI
1. Idiopathic Glossitis
Inflamasi pada membran mukosa dan otot lidah secara
keseluruhan.
F. DIAGNOSIS
Diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
penunjang Dari anamnesis, dapat ditemukan keluhan lidah bengkak,
panas, dan nyeri. Keluhan dapat juga disertai gangguan makan dan
menelan. Pada pemeriksaan ditemukan permukaan lidah terlihat halus,
dapat ditemukan ulserasi, bengkak serta adanya perubahan warna
lidah, pucat pada penderita anemia pernisiosa dan berwarna merah
gelap bila penyebab glossitis adalah kekurangan vitamin B yang lain.
Penyebab glossitis secara pasti dicari melalui pemeriksaan yang
mendalam, seperti biopsi, tes untuk defisiensi B12, profil kimia darah,
kikisan KOH, kultur lesi dan smear bila terdapat indikasi (Treister dan
Bruch, 2010).
G. TATALAKSANA
Tujuan pengobatan untuk glositis tidaklah spesifik untuk tipe tertentu,
inti dari tatalaksananya adalah untuk mengatasi peradangan.
Pengobatan yang dipilih adalah pengobatan obat secara oral.
Pengobatan glositis tergantung pada penyebabnya. Antibiotik
digunakan untuk pengobatan infeksi bakteri. Bila pembengkakan
dirasakan parah, bisa diberikan kortikosteroid. Topikal kortikosteroid
juga mungkin berguna untuk penggunaan sesekali misalnya
triamcinolone dalam pasta gigi yang diterapkan beberapa kali sehari.
Kebersihan mulut yang baik sangat penting untuk mempercepat proses
penyembuhan. Dan hindari konsumsi alkohol dan rokok karena
meningkatkan resiko dari glositis (Gonzaga, 2014).
H. PENCEGAHAN
1. Kebersihan rongga mulut merupakan hal yang harus dilakukan.
2. Sikat gigi dan penggunaan dental floss atau benang gigi
3. Jangan lupa untuk membersihkan lidah setelah makan.
4. Kunjungi dokter gigi secara teratur.
5. Jangan gunakan bahan bahan obat atau makanan yang merangsang
lidah untuk terjadi iritasi atau agent sensitisasi. Bahan bahan ini
termasuk makanan yang panas dan beralkohol.
6. Hentikan merokok dan hindari penggunaan tembakau dalam jenis
apapun.
7. Sebaiknya segera konsultasi ke dokter bila gangguannya
bertambah parah.
8. Bila lidah sudah menghalangi jalan nafas oleh karena proses
enlargement, bila hal ini terjadi, mutlak diperlukan perawatan yang
lebih intensif (Pindborg, 2009)
2. Inokulasi langsung
Dalam hal ini basil tuberkel akan secara langsung diinokulasi pada
membran mukosa mulut tanpa lesi TB primer lainnya. Dalam kasus
seperti ini, basil akan ditemukan pada pemeriksaan langsung yang
diambil dari lesi lidah.
5. Fenomena Anachoretic
Kemungkinan fenomena anachoretic terjadi ketika ada lesi inflamasi
yang kemudian akan menarik kolonisasi bakteri dari darah karena
peningkatan permeabilitas kapiler. Teori anachoresis ini didukung oleh
Leslie et al. (2008) yang dalam penelitianmya mengatakan bahwa area
iritasi kronis atau peradangan dapat mendukung lokalisasi
Mycobacterium Tuberculosis terkait dengan penyakit ini. TB sekunder
pada rongga mulut dapat timbul setelah adanya sensitisasi akibat
infeksi primer TB pada paru.
Dosis
Harian 3x / minggu
OAT
Kisaran dosis Maksimum Kisaran dosis Maksimum
(mg/kg BB) (mg) (mg/kg BB) (mg)
Isoniazid 5 ( 4 - 6) 300 10 ( 8 - 12) 900
Rifampisin 10 ( 8 - 12 ) 600 10 ( 8 - 12 ) 600
Pirazinamid 25 ( 20 - 30 ) - 35 ( 30 - 40 ) -
Etambutol 15 ( 15 - 20 ) - 30 ( 25 - 35 ) -
Streptomisin 15 ( 12 - 18 ) - 15 ( 12 - 18 ) 1000
Kriteria Definisi
Malar rash Eritema terfiksir, rata atau meninggi, melampaui
eminensia malar, cenderung menyisakan lipatan nasolabial
Discoid rash Plak meninggi eritematus dengan skuama keratotik dan
sumbatan folikuler, sikar atrofik timbul pada lesi lama
Fotosensitivita Ruam kulit sebagai hasil dari reaksi terhadap sinar
s matahari, dari anamnesis atau observasi dokter
Ulkus mulut Ulkus oral atau nasofaringeal, umumnya tidak nyeri
Arthritis Arthritis non erosif yang melibatkan dua atau lebih sendi
periferal, ditandai dengan nyeri, bengkak atau efusi
Serositis a. Pleuritis: riwayat nyeri pleuritik yang meyakinkan atau
terdengarnya suara pleural friction rub saat auskultasi atau
efusi pleura atau
b. Perikarditis: gambaran EKG atau bukti adanya efusi
perikardial
Gangguan a. Proteinuria persisten >0,5 g per hari atau >3+ jika tidak
ginjal dilakukan kuantifikasi atau
b. Cellular casts: eritrosit, hemoglobin, granular tubular, atau
campuran
Gangguan a. Bangkitan: tidak adanya penggunaan obat atau kelainan
neurologis metabolik yang diketahui (misal uremia, asidosis, atau
ketidakseimbangan elektrolit) atau
b. Psikosis: tanpa adanya penggunaan obat atau kelainan
metabolik yang diketahui
Gangguan a. Anemia hemolitik dengan retikulositosis atau
b. Leukopenia <4000/mm3 atau
hematologi
c. Lymphopenia <1500/mm3 atau
d. Thrombositopenia <100.000/m3 tanpa adanya penggunaan
obat
Gangguan a. Anti-DNA: antibodi terhadap DNA native di titer
imunologis abnormal, atau
b. Anti-Sm: adanya antibodi terhadap antigen nukleus Sm
atau
c. Temuan antibodi antifosfolipid positif berdasarkan:
konsentrasi IgG atau IgM anticardiolipin serum abnormal.
Hasil positif dari antikoagulan lupus menggunakan metode
standar, atau tes serologi positif palsu terhadap sifilis
dalam 6 bulan terakhir dan dikonfirmasi dengan
immobilisasi Treponema pallidum atau tes absorpsi
antibodi treponemal fluoresen
Antibodi Titer antibodi antinuklear yang abnormal dengan
antinuklear pemeriksaan immunofluorescence
Manifestasi klinis SLE terjadi di kulit, sendi, ginjal, paru-paru,
sistem saraf, dan organ lainnya. Sebagian besar pasien SLE juga
mengalami masalah oral seperti rasa kering, nyeri, ulkus oral,
mukositis, glossitis, dan penyakit periodontal (Correa et al., 2017).
Lesi oral pada pasien SLE berkisar 5%-25%. Lesi biasanya muncul di
palatum, mukosa buccal, dan gingiva. Kadang nampak sebagai area
likenoid, tapi juga dapat berbentuk nonspesifik atau berbentuk
granulomatosa. Keterlibatan zona vermilion dari bibir bawah (lupus
cheilitis) kadang dapat ditemui. Berbagai derajat ulserasi, nyeri,
eritema, dan hiperkeratosis dapat ditemui. Keluhan oral lainnya antara
lain xerostomia, stomatodynia, candidiasis, penyakit periodontal dan
dysgeusia. Ulkus oral atau nasofaringeal yang tidak nyeri dan
melibatkana palatum merupakan gejala khas dari SLE. Hingga 30%
pasien SLE mengalami Sjogren’s syndrome sekunder dan xerostomia
berat akibat keterlibatan kelenjar saliva (Sridevi et al., 2012).
Manifestasi oral yang berhubungan dengan SLE pada anak-anak yang
telah dilaporkan antara lain terhambatnya erupsi gigi susu dan gigi
permanen serta formasi radix yang berbelit. Manifestasi tersebut lebih
berhubungan dengan penggunaan kortikosteroid dibandingkan dengan
komplikasi SLE. Pada anak-anak juga dapat ditemui manifestasi oral
berupa ulserasi mukosa akut atau kronis sekitar 9-45%, cheilitis
angularis, mukositis, glossitis, dan xerostomy (Fernandes et al., 2007).
BAB III
KESIMPULAN
Fanouriakis, A., Kostopoulou, M., Alunno, A., Aringer, M., Bajema, I., Boletis, J.
N., ... & Houssiau, F. (2019). 2019 update of the EULAR recommendations
for the management of systemic lupus erythematosus. Annals of the
rheumatic diseases, 78(6), 736-745.
Fernandes, E. G. C., Savioli, C., Siqueira, J. T. T., & Silva, C. A. A. (2007). Oral
health and the masticatory system in juvenile systemic lupus
erythematosus. Lupus, 16(9), 713-719.
Ghabanchi, J., Tadbir AA., Darafshi, R., Sadegholvad, M. 2011. The Prevalence of
Median Rhomboid Glossitis in Diabetic Patients: A Case-Control Study.
Iran Red Crescent Med J 2011; 13(7):503-506
Ghom, 2005, Textbook of Oral Medicine, Jaype Medical Brothers Publisher, New
Delhi, h. 479
Giannouli, S., Voulgarelis, M., Ziakas, P. D., & Tzioufas, A. G. (2006). Anaemia
in systemic lupus erythematosus: from pathophysiology to clinical
assessment. Annals of the rheumatic diseases, 65(2), 144-148.
Gonzaga, H. F. S., Chaves, M. D., Gonzaga, L. H. S., Picciani, B. L. S., Jorge, M.
A., & Dias, E. P. (2014). Environmental factors in benign migratory
glossitis and psoriasis : Retrospective study of the association of emotional
stress and alcohol and tobacco consumption with benign migratory
glossitis and cutaneous psoriasis, 1–4. https://doi.org/10.1111/jdv.12616
Johnson MA, Armstrong AW. Clinical and histologic diagnostic guidelines for
psoriasis: a critical review. Clin Rev Allergy Immunol. 2013;44:166-72.
Ladizinski B, Lee KC, Wilmer E, Alavi A, Mistry N, Sibbald RG. A review of the
clinical variants and the management of psoriasis. Adv Skin Wound Care.
2013;26:271 84.
Langlais RP, Miller CS. 2001. Atlas berwarna kelainan rongga mulut yang lazim.
Alih bahasa. Susetyo B. Jakarta: Hipokrates. 2001: 46.
Leslie D, Nancy WB. In: Koger B, Dietz K, Bradshaw N, Aiello G, editors (2008).
General and Oral Pathology for the Dental Hygienist. Philadelphia, PA:
Lippincotte Williams and Wilkins, 243(5)
Longo, D. L., & Camaschella, C. (2015). Iron-deficiency anemia. N Engl J Med,
372(19), 1832-1843.
Migliari DA, Penha SS, Marques MM, Matthews RW. Considerations on the
diagnosis of oral psoriasis: a case report. Med Oral. 2004;9:300-3.
Nemes RM, Ianosi ES (2015). Tuberculosis of the oral cavity. RJME, 56(2).
Nunes-Alves C, Booty MG, Carpenter SM, Jayaraman P, Rothchild AC, Behar
SM (2014). In search of a new paradigm for protective immunity to TB. Nat
Rev Microbiol., 12(4): 289 – 299.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) (2011). Pedoman Diagnosis &
Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia. Jakarta : Perhimpunan Dokter
Paru Indonesia.
Raut AS, Prabhu RH, Patravale VB. Psoriasis clinical implications and treatment:
a review. Crit Rev Ther Drug Carrier Syst. 2013;30:183-216.
Rees, F., Doherty, M., Grainge, M. J., Lanyon, P., & Zhang, W. (2017). The
worldwide incidence and prevalence of systemic lupus erythematosus: a
systematic review of epidemiological studies. Rheumatology, 56(11), 1945-
1961.
Setiawati, S., Alwi, S., Sudoyo, A. W., Simadibrata, M. K., Setiyohadi, B., &
Syam, A. F. (2015). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi VI.
Jakarta: Interna Publishing.
Sezer B, Zeytinoglu M, Tuncay U, Unal T. 2014. Oral mucosal ulceration: a
manifestation of previously undiagnosed pulmonary tuberculosis. J Am Dent
Assoc Mar;135(3):336-340
Sridevi, P., Munisekhar, M. S., Harika, C. H., & Rama Krishna, A. (2012). Oral
manifestations of autoimmune diseases. Int J Oral Maxillofac Pathol, 3, 27-
33.
Sudoyo Aru.W, dkk. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam ed IV, Jilid III.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
Suyono S. (2007) Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu. Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, Hal 7-14
Suyoso, S. 2011. Kandidiasis mukosa. http://rsudrsoetomo.jatimprov.go.id
Taqwa. 2009. Kelainan Lidah.
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001053.html
Treister NS, Bruch JM (2010). Clinical oral medicine and pathology. New York:
Humana Press. p. 149. ISBN 978-1-60327-519-4.
Verma AK, Joshi1 A, Mishra AR, Singh A, Kumari M, Kant S (2018). Tongue
Tuberculosis : A Rare Entity. Sahel Medical Journal, 20(4) :202-204
Wu, Y. C., Wu, Y. H., Wang, Y. P., Chang, J. Y. F., Chen, H. M., & Sun, A. (2016).
Hematinic deficiencies and anemia statuses in recurrent aphthous stomatitis
patients with or without atrophic glossitis. Journal of the formosan medical
association, 115(12), 1061-1068.