Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan merupakan totalitas dari faktor lingkungan, perilaku, pelayanan

kesehatan, dan faktor keturunan yang saling mempengaruhi satu sama lain. Status

kesehatan akan tercapai secara optimal, jika keempat faktor secara bersama-sama

memiliki kondisi yang optimal pula (Maulana, 2009). Melihat keempat faktor

pokok yang mempengaruhi kesehatan masyarakat tersebut, maka dalam rangka

memelihara dan meningkatkan kesehatan masyarakat, hendaknya diperlukan

intervensi yang juga diarahkan pada keempat faktor tersebut. Pendidikan atau

promosi kesehatan merupakan bentuk intervensi terhadap faktor perilaku. Namun

demikian, faktor lingkungan, pelayanan kesehatan, dan faktor keturunan juga

memerlukan intervensi promosi kesehatan (Notoatmodjo, 2005).

Istilah dan pengertian promosi kesehatan adalah merupakan

pengembangan dari istilah pengertian yang sudah dikenal selama ini, seperti:

Pendidikan Kesehatan, Penyuluhan Kesehatan, KIE (Komunikasi, Informasi dan

Edukasi). Promosi kesehatan/pendidikan kesehatan merupakan cabang dari ilmu

kesehatan yang bergerak bukan hanya dalam proses penyadaran masyarakat atau

pemberian dan peningkatan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan semata,

akan tetapi di dalamnya terdapat usaha untuk memfasilitasi dalam rangka

perubahan perilaku masyarakat (Maulana, 2009).

Promosi kesehatan pada hakikatnya adalah suatu kegiatan atau usaha untuk

menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok atau individu.

1
Dengan harapan bahwa dengan adanya pesan tersebut masyarakat, kelompok atau

individu dapat memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik. Oleh

karena itu, pendidik atau petugas yang melakukan promosi kesehatan memerlukan

pengetahuan yang baik mengenai metode penyampaian pesan-pesan kesehatan,

alat bantu pendidikan kesehatan dan juga teknik penyampaian serta media yang

digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan kesehatan tersebut dengan harapan

masyarakat dapat memperoleh pengetahuan tentang kesehatan yang lebih baik dan

dapat berpengaruh terhadap perilakunya (Notoamodjo, 1998).

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam makalah ini:

1. Bagaimana tingkat status DMF-T pada kasus?

2. Bagaimana langkah-langkah promosi kesehatan pada kasus?

3. Media promosi kesehatan apakah yang cocok digunakan pada kasus?

1.3 Tujuan

Untuk mengetahui status DMF-T pada kasus, langkah-langkah promosi

kesehatan dan media promosi kesehatan yang digunakan pada kasus.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definis Promosi Kesehatan

Istilah dan pengertian promosi kesehatan adalah merupakan pengembangan

dari istilah pengertian yang sudah dikenal selama ini, seperti: Pendidikan

Kesehatan, Penyuluhan Kesehatan, KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi).

Promosi kesehatan/pendidikan kesehatan merupakan cabang dari ilmu kesehatan

yang bergerak bukan hanya dalam proses penyadaran masyarakat atau pemberian

dan peningkatan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan semata, akan tetapi di

dalamnya terdapat usaha untuk memfasilitasi dalam rangka perubahan perilaku

masyarakat. WHO merumuskan promosi kesehatan sebagai proses untuk

meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan

kesehatannya. Selain itu, untuk mencapai derajat kesehatan yang sempurna, baik

fisik, mental, dan sosial masyarakat harus mampu mengenal, mewujudkan

aspirasinya, kebutuhannya, serta mampu mengubah atau mengatasi

lingkungannya (Heri, 2009).

Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2007) menyatakan promosi

kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui

pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat, agara mereka dapat

menolong diri sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya

masyarakat, sesuai sosial budaya setempat dan didukung kebijakan publik yang

berwawasan kesehatan.

3
2.2 Tujuan Promosi Kesehatan

Menurut Green (dalam Ahmad, 2014) tujuan promosi kesehatan dibagi

menjadi tiga tingkatan, yaitu:

1. Tujuan program

Tujuan program merupakan pernyataan tentang apa yang akan dicapai

dalam periode waktu tertentu yang berhubungan dengan status kesehatan.

2. Tujuan pendidikan

Tujuan pendidikan merupakan deskripsi perilaku yang akan dicapai dapat

mengatasi masalah kesehatan yang ada.

3. Tujuan perilaku

Tujuan perilaku merupakan pendidikan atau pembelajaran yang harus

tercapai (perilaku yang diinginkan). Oleh sebab itu, tujuan perilaku

berhubungan dengan pengetahuan dan sikap.

2.3 Metode Promosi Kesehatan

Pemikiran dasar promosi kesehatan pada hakikatnya ialah suatu kegiatan atau

usaha menyampaikan pesan kesehatan kepada masyarakat, kelompok atau

individu. Suatu proses promosi kesehatan yang menuju tercapainya tujuan

pendidikan kesehatan yakni perubahan perilaku dipengaruhi oleh banyak faktor,

salah satunya yaitu metode. Metode harus berbeda antara sasaran massa,

kelompok atau sasaran individual (Susilowati, 2016).

1. Metode Individual (Perorangan)

Dalam pendidikan kesehatan, metode yang bersifat individual ini

digunakan untuk membina perilaku baru, atau membina seseorang yang

4
telah mulai tertarik kepada suatu perubahan perilaku atau inovasi. Bentuk

pendekatan dengan metode bimbingan dan penyuluhan (guidance and

counselling) dan wawancara (interview)

2. Metoda Kelompok

a. Kelompok Besar

Kelompok besar disini adalah apabila peserta penyuluhan itu lebih dari

15 orang. Metode yang baik untuk kelompok besar ini, antara lain

ceramah dan seminar. Ceramah baik untuk sasaran pendidikan tinggi

maupun rendah, sedangkan seminar hanya cocok untuk pendidikan

formal menengah ke atas.

b. Kelompok Kecil

Peserta kegiatan itu kurang dari 15 orang biasanya disebut kelompok

kecil. Metode-metode yang cocok untuk kelompok kecil antara lain,

diskusi kelompok, curah pendapat (brain storming), bola salju (snow

balling), kelompok-kelompok kecil (buzz group), serta memainkan

peranan

3. Metode Massa

Metode pendidikan kesehatan secara massa dipakai untuk

mengkomunikasikan pesan-pesan kesehatan yang ditujukan kepada

masyarakat yang sifatnya massa atau publik. Sasaran promosi ini bersifat

umum, dalam arti tidak membedakan golongan umur, jenis kelamin,

pekerjaan, status sosial ekonomi, tingkat pendidikan, dan sebagainya. Pada

umumnya bentuk pendekatan (metode) massa ini tidak langsung berupa

5
pesawat televisi, radio, tulisan-tulisan majalah atau koran, dan lain

sebagainya.

Menurut Notoatmodjo (2007) terdapat 3 macam media yang dapat digunakan:

1. Media bantu lihat (visual) yang berguna dalam menstimulasi indra mata

pada waktu terjadinya pendidikan.

2. Media bantu dengar (audio) dimana merangsang indra pendengaran

sewaktu terdapat proses penyampaian.

3. Media kombinasi yaitu gabungan dari media lihat dan dengar.

2.4 Sasaran Promosi Kesehatan

Dalam pelaksanaan promosi kesehatan dikenal adanya 3 jenis sasaran yaitu,

sasaran primer, sasaran sekunder dan sasaran tersier (Kemenkes RI, 2011).

1. Sasaran Primer

Sasaran primer (utama) upaya promosi kesehatan sesungguhnya adalah

pasien, individu sehat dan keluarga (rumah tangga) sebagai komponen

bagi masyarakat. Mereka ini diharapkan merubah perilaku hidup mereka

yang tidak bersih dan tidak sehat menjadi perilaku hidup bersih dan sehat

(PHBS). Akan tetapi disadari bahwa mengubah perilaku bukanlah sesuatu

yang mudah. Perubahan perilaku pasien, individu sehat dan keluarga

(rumah tangga) akan sulit dicapai jika tidak didukung oleh:

a. Sistem nilai dan norma-norma sosial serta norma-norma hukum yang

dapat diciptakan/dikembangkan oleh para pemuka masyarakat, baik

pemuka informal maupun pemuka formal.

6
b. Keteladanan dari pemuka masyarakat, baik pemuka informal maupun

pemuka formal dalam mempraktikan PHBS. Suasana lingkungan yang

kondusif (sosial pressure) dari kelompok-kelompok masyarakat dan

pendapat umum (public opinion).

c. Sumber daya dan atau sarana yang diperlukan bagi PHBS, yang dapat

diupayakan atau dibantu penyediaannya oleh mereka yang

bertanggung jawab dan berkepentingan (stakeholders), khususnya

perangkat pemerintahan dan dunia usaha.

2. Sasaran Sekunder

Sasaran sekunder adalah pemuka masyarakat, baik pemuka informal

(misalnya pemuka adat, pemuka agama dan lain-lain) maupun pemuka

formal (misalnya petugas kesehatan dan pejabat pemerintahan dan lain-

lain), organisasi kemasyarakatan dan media massa. Mereka diharapkan

dapat turut serta dalam upaya meningkatkan PHBS pasien, individu sehat

dan keluarga (rumah tangga) dengan cara: berperan sebagai panutan dalam

mempraktikkan PHBS, turut menyebarluaskan informasi tentang PHBS

dan menciptakan suasana kondusif bagi PHBS. Berperan sebagai

kelompok penekan (pressure group) guna mempercepat terbentuknya

PHBS.

3. Sasaran Tersier

Sasaran tersier adalah para pembuat kebijakan publik yang berupa

peraturan perundang-undangan dibidang kesehatan dan bidang-bidang lain

yang berkaitan serta mereka yang dapat memfasilitasi atau menyediakan

sumber daya. Mereka diharapkan turut serta dalam upaya meningkatkan

7
PHBS pasien, individu sehat dan keluarga (rumah tangga) dengan cara:

memberlakukan kebijakan/peraturan perundang-undangan yang tidak

merugikan kesehatan masyarakat dan bahkan mendukung terciptanya

PHBS dan kesehatan masyarakat. Membantu menyediakan sumber daya

(dana, sarana dan lain-lain) yang dapat mempercepat terciptanya PHBS

dikalangan pasien, individu sehat, keluarga (rumah tangga) pada

khususnya serta masyarakat luas pada umumnya.

2.5 Strategi Promosi Kesehatan

Berdasarkan rumusan WHO (1994) dalam Notoatmodjo (2007) strategi

promosi kesehatan secara global ini terdiri dari 3 hal, yaitu:

1. Advokasi (Advocacy)

Advokasi adalah kegiatan untuk meyakinkan orang lain, agar orang lain

tersebut membantu atau mendukung terhadap apa yang diinginkan. Dalam

konteks promosi kesehatan, advokasi adalah pendekatan kepada para

pembuat keputusan atau penentu kebijakan di berbagai sektor, dan di

berbagai tingkat, sehingga para pejabat tersebut mau mendukung program

kesehatan yang kita inginkan.

2. Dukungan Sosial (Social support)

Strategi dukungan sosial ini adalah suatu kegiatan untuk mencari

dukungan sosial melalui tokoh-tokoh masyarakat (toma), baik tokoh

masyarakat formal maupun informal. Tujuan utama kegiatan ini adalah

agar para tokoh masyarakat, sebagai jembatan antara sektor kesehatan

sebagai (pelaksana program kesehatan) dengan masyarakat (penerima

8
program) kesehatan. Dengan kegiatan mencari dukungan sosial melalui

toma pada dasarnya adalah mensosialisasikan program-program

kesehatan, agar masyarakat mau menerima dan mau berpartisipasi

terhadap program kesehatan tersebut. Oleh sebab itu, strategi ini juga

dapat dikatakan sebagai upaya bina suasana, atau membina suasana yang

kondusif terliadap kesehatan. Bentuk kegiatan dukungan sosial ini antara

lain: pelatihan-pelatihan para toma, seminar, lokakarya, bimbingan kepada

toma, dan sebagainya

3. Pemberdayaan Masyarakat (Empowerment)

Pemberdayaan adalah strategi promosi kesehatan yang ditujukan kepada

masyarakat langsung. Tujuan utama pemberdayaan adalah mewujudkan

kemampuan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan

mereka sendiri (visi promosi kesehatan). Bentuk kegiatan pemberdayaan

ini dapat diwujudkan dengan berbagai kegiatan, antara lain: penyuluhan

kesehatan, pengorganisasian dan pengembangan masyarakat dalam bentuk

misalnya: koperasi, pelatihan-pelatihan untuk kemampuan peningkatan

pendapatan keluarga.

2.6 Ruang Lingkup Promosi Kesehatan

Ruang lingkup promosi kesehatan berdasarkan aspek pelayanan kesehatan

menurut Notoatmodjo (2007), meliputi:

a. Promosi kesehatan pada tingkat promotif

Sasaran promosi kesehatan pada tingkat pelayanan promotif adalah pada

kelompok orang sehat, dengan tujuan agar mereka mampu meningkatkan

kesehatannya.

9
b. Promosi kesehatan pada tingkat preventif

Sasaran promosi kesehatan pada tingkat ini selain pada orang yang sehat

juga bagi kelompok yang beresiko. Misalnya, ibu hamil, para perokok,

para pekerja seks, keturunan diabetes dan sebagainya. Tujuan utama dari

promosi kesehatan pada tingkat ini adalah untuk mencegah kelompok-

kelompok tersebut agar tidak jatuh sakit (primary prevention).

c. Promosi kesehatan pada tingkat kuratif

Sasaran promosi kesehatan pada tingkat ini adalah para penderita penyakit,

terutama yang menderita penyakit kronis seperti asma, diabetes mellitus,

tuberculosis, hipertensi dan sebagainya. Tujuan dari promosi kesehatan

pada tingkat ini agar kelompok ini mampu mencegah penyakit tersebut

tidak menjadi lebih parah (secondary prevention).

d. Promosi kesehatan pada tingkat rehabilitative

Sasaran pokok pada promosi kesehatan tingkat ini adalah pada kelompok

penderita atau pasien yang baru sembuh dari suatu penyakit. Tujuan utama

promosi kesehatan pada tingkat ini adalah mengurangi kecacatan

seminimal mungkin. Dengan kata lain, promosi kesehatan pada tahap ini

adalah pemulihan dan mencegah kecacatan akibat dari suatu penyakit

(tertiary prevention).

10
2.7 Langkah-langkah Promosi Kesehatan di Puskesmas

Langkah-langkah promosi kesehatan di Puskesmas antara lain (Kemenkes RI,

2011):

1. Pengenalan Kondisi Puskesmas

Sebelum memulai promosi kesehatan di Puskesmas, perlu dilakukan

pengenalan kondisi institusi kesehatan untuk memperoleh data dan

informasi tentang PHBS di Puskesmas tersebut, sebagai data dasar

(baseline data). Pengenalan kondisi Puskesmas ini dilakukan oleh

fasilitator dengan dukungan dari Kepala dan seluruh petugas Puskesmas.

Pengenalan kondisi Puskesmas dilakukan melalui pengamatan (observasi),

penggunaan daftar periksa (check list), wawancara, pemeriksaan lapangan

atau pengkajian terhadap dokumen-dokumen yang ada.

2. Identifikasi Masalah Kesehatan dan PHBS

Pengenalan kondisi Puskesmas dilanjutkan dengan identifikasi masalah,

yaitu masalah-masalah kesehatan yang saat ini diderita oleh

pasien/pengunjung dan masalah-masalah kesehatan yang mungkin akan

terjadi (potensial terjadi) jika tidak diambil tindakan pencegahan.

Masalah-masalah kesehatan yang sudah diidentifikasi kemudian diurutkan

berdasarkan prioritas untuk penanganannya.

Identifikasi masalah dilanjutkan dengan Survai Mawas Diri, yaitu sebuah

survai sederhana oleh petugas-petugas kesehatan di Puskesmas yang

dibimbing oleh fasilitator. Dalam survai ini akan diidentifikasi dan

dibahas:

11
 Hal-hal yang menyebabkan terjadinya masalah-masalah kesehatan,

baik dari sisi teknis kesehatan maupun dari sisi perilaku. Dari segi

PHBS harus digali lebih lanjut data/informasi tentang latar belakang

perilaku.

 Potensi yang dimiliki Puskesmas untuk mengatasi masalah-masalah

kesehatan tersebut.

 Kelompok-kelompok Kerja (Pokja) apa saja yang sudah ada (jika

ada) dan atau harus diaktifkan kembali/dibentuk baru dalam rangka

mengatasi masalah-masalah kesehatan tersebut, jika perlu.

 Bantuan/dukungan yang diharapkan: apa bentuknya, berapa banyak,

dari mana kemungkinan didapat (sumber) dan bilamana dibutuhkan.

Selain untuk menggali latar belakang perilaku pasien/pengunjung, survai

ini juga bermanfaat untuk menciptakan kesadaran dan kepedulian para

petugas Puskesmas terhadap masalah kesehatan (termasuk infeksi

nosokomial) khususnya dari segi PHBS.

3. Musyawarah Kerja

Musyawarah kerja yang diikuti oleh seluruh petugas/karyawan Puskesmas,

diselenggarakan sebagai tindak lanjut Survai Mawas Diri, sehingga masih

menjadi tugas fasilitator untuk mengawalnya. Dalam rangka pembinaan

PHBS di Puskesmas, musyawarah kerja bertujuan:

 Menyosialisasikan tentang adanya masalah-masalah kesehatan yang

masih dan kemungkinan akan diderita/dihadapi pasien/ pengunjung

serta langkah-langkah untuk mengatasi dan mencegahnya.

12
 Mencapai kesepakatan tentang urutan prioritas masalahmasalah

kesehatan yang hendak ditangani.

 Mencapai kesepakatan tentang pokja-pokja yang hendak dibentuk

baru atau diaktifkan kembali, jika diperlukan.

 Memantapkan data/informasi tentang potensi Puskesmas serta

bantuan/dukungan yang diperlukan dan alternatif sumber

bantuan/dukungan tersebut.

 Menggalang semangat dan partisipasi seluruh petugas/ karyawan

untuk mendukung pembinaan PHBS di Puskesmas.

4. Perencenaan Partisipatif

Setelah diperolehnya kesepakatan, fasilitator mengadakan pertemuan-

pertemuan secara intensif dengan petugas kesehatan guna menyusun

rencana pemberdayaan pasien dalam tugas masing-masing. Pembuatan

rencana dengan menggunakan table berikut.

No Prilaku yang ada PHBS yang diharapkan Pesan Peluang Metoda dan Media

Di luar itu, fasilitator juga menyusun rencana bina suasana yang akan

dilakukannya di Puskesmas, baik dengan pemanfaatan media maupun

dengan memanfaatkan pemuka/tokoh. Untuk bina suasana dengan

memanfaatkan pemuka/tokoh digunakan tabel berikut.

13
Pihak yang akan Pesan advokasi
No. Dukungan yang diharapkan
diadvokasi yang disampaikan

5. Pelaksanaan kegiatan

Pembinaan PHBS di Puskesmas dilaksanakan dengan pemberdayaan, yang

didukung oleh bina suasana dan advokasi.

a. Pemberdayaan

Pemberdayaan dilaksanakan oleh para petugas kesehatan yang

melayani pasien/pengunjung (dokter kecil, perawat, bidan, laboran,

penata rontgen, apoteker, dan lain-lain).

b. Bina Suasana

Bina suasana di Puskesmas selain dilakukan oleh fasilitator, juga oleh

pemuka/tokoh yang diundang untuk menyampaikan pesan-pesan. Para

pemuka/ tokoh berperan sebagai motivator/kelompok pendorong

(pressure group) dan juga panutan dalam mempraktikkan PHBS di

Puskesmas.

c. Advokasi

Advokasi dilakukan oleh fasilitator dan Kepala Puskesmas terhadap

pembuat kebijakan dan pemuka/tokoh masyarakat agar mereka

berperanserta dalam kegiatan pembinaan PHBS di Puskesmas.

Advokasi juga dilakukan terhadap para penyandang dana, termasuk

14
pengusaha, agar mereka membantu upaya pembinaan PHBS di

Puskesmas.

6. Evaluasi dan pembinaan kelestarian

Evaluasi dan pembinaan kelestarian PHBS di Puskesmas terintegrasi

dengan manajemen Puskesmas. Dengan demikian, evaluasi dan

pembinaan kelestarian PHBS di Puskesmas pada dasarnya juga merupakan

tugas dari Kepala Puskesmas, dengan dukungan dari berbagai pihak,

utamanya pemerintah daerah (dinas kesehatan kabupaten/ kota) dan

pemerintah.

15
BAB III

PEMBAHASAN

Skenario

Dokter Z adalah seorang dokter gigi yang baru saja menyelesaikan

sekolahnya dan ditunjuk menjadi dokter gigi di Puskesmas O. Selama bertugas

selama 1 minggu lamanya, terlihat tingginya angka karies penduduk sekitar

tersebut. Hasil pemeriksaan DMF-T menunjukkan angka D=376, M=123, dan

F=45 dengan jumlah penduduk 100 orang. Dokter gigi memutuskan untuk

melakukan kegiatan sikat gigi massal, dan terlihat cara penyikatan gigi

masyarakat tersebut banyak yang asal-asalan sehingga gigi belakangnya banyak

yang rusak (Gambar A). Minggu berikutnya terlihat banyak penduduk yang

terkena periodontitis melalui hasil skrining dikarenakan masyarakat gemar

mengkonsumsi sirih dan pinang saat beraktifitas (Gambar B).

Gambar A Gambar B

16
Terminologi

1. DMF-T

DMF-T adalah angka yang menunjukkan jumlah gigi dengan karies pada

seseorang atau sekelompok orang. Angka D adalah gigi yang berlubang

karena karies gigi, angka M adalah gigi yang dicabut karena karies gigi,

angka F adalah gigi yang ditambal atau ditumpat karena karies dan dalam

keadaan baik. Nilai DMF-T adalah penjumlahan D+ F+ T (Hobdel, 2003).

2. Periodontitis

Periodontitis adalah peradangan dari periodontium yang disebabkan oleh

plak mikrobial yang persisten (Langlais, 2013)

3. Karies

Karies gigi atau lubang pada gigi adalah infeksi bakteri yang merusak

struktur gigi-geligi (Langlais, 2013).

4. Skrining

Skrining untuk pengendalian penyakit adalah pemeriksaan orang-orang

asimptomatik untuk mengklasifikasikan mereka ke dalam kategori yang

diperkirakan mengidap penyakit atau diperkirakan tidak mengidap

penyakit yang menjadi objek skrining (Sulistyaningsih, 2011).

3.1 Tingkat Status DMF-T pada Kasus

DMF-T adalah angka yang menunjukkan jumlah gigi dengan karies pada

seseorang atau sekelompok orang. Angka D adalah karies (decay), M adalah gigi

yang hilang (missing), dan F adalah gigi yang sudah direstorasi (filling). Rumus

yang digunakan untuk menghitung DMF-T:

17
DMF-T = D + M + F

DMF-T rata-rata = Jumlah D + M + F


Jumlah orang yg diperiksa

DMF-T pada kasus.

DMF-T rata-rata = 376 + 123 + 45


100
= 544
100
= 5,44

Kategori status DMF-T:


Sangat rendah : 0,0-1,1
Rendah : 1,2-2,6
Sedang : 2,7-4,4
Tinggi : 4,5-6,5
Sangat tinggi : >6,6

Sehingga status DMF-T pada kasus ialah tinggi.

3.2 Langkah-langkah Promosi Kesehatan di Puskesmas

Langkah-langkah promosi kesehatan di Puskesmas antara lain (Kemenkes RI,

2011):

1. Pengenalan Kondisi Puskesmas

Sebelum memulai promosi kesehatan di Puskesmas, perlu dilakukan

pengenalan kondisi institusi kesehatan untuk memperoleh data dan

informasi tentang PHBS di Puskesmas tersebut, sebagai data dasar

(baseline data). Pengenalan kondisi Puskesmas ini dilakukan oleh

fasilitator dengan dukungan dari Kepala dan seluruh petugas Puskesmas.

Pengenalan kondisi Puskesmas dilakukan melalui pengamatan (observasi),

18
penggunaan daftar periksa (check list), wawancara, pemeriksaan lapangan

atau pengkajian terhadap dokumen-dokumen yang ada.

Pada kasus : Puskesmas O

2. Identifikasi Masalah Kesehatan dan PHBS

Pengenalan kondisi Puskesmas dilanjutkan dengan identifikasi masalah,

yaitu masalah-masalah kesehatan yang saat ini diderita oleh

pasien/pengunjung dan masalah-masalah kesehatan yang mungkin akan

terjadi (potensial terjadi) jika tidak diambil tindakan pencegahan.

Dalam survai ini akan diidentifikasi dan dibahas:

 Hal-hal yang menyebabkan terjadinya masalah-masalah kesehatan,

baik dari sisi teknis kesehatan maupun dari sisi perilaku

 Potensi yang dimiliki Puskesmas untuk mengatasi masalah-masalah

kesehatan tersebut.

 Kelompok-kelompok Kerja (Pokja) apa saja yang sudah ada (jika

ada) dan atau harus diaktifkan kembali/dibentuk baru dalam rangka

mengatasi masalah-masalah kesehatan tersebut, jika perlu.

 Bantuan/dukungan yang diharapkan: apa bentuknya, berapa banyak,

dari mana kemungkinan didapat (sumber) dan bilamana dibutuhkan.

Pada kasus : Penyikatan gigi yang asal-asalan dan masyarakat yang

gemar mengkonsumsi sirih dan pinang saat beraktifitas sehari-hari.

19
3. Musyawarah Kerja

Musyawarah kerja yang diikuti oleh seluruh petugas/karyawan Puskesmas.

Dalam rangka pembinaan PHBS di Puskesmas, musyawarah kerja

bertujuan:

 Menyosialisasikan tentang adanya masalah-masalah kesehatan yang

masih dan kemungkinan akan diderita/dihadapi pasien/ pengunjung

serta langkah-langkah untuk mengatasi dan mencegahnya.

 Mencapai kesepakatan tentang urutan prioritas masalah-masalah

kesehatan yang hendak ditangani.

 Mencapai kesepakatan tentang pokja-pokja yang hendak dibentuk

baru atau diaktifkan kembali, jika diperlukan.

 Memantapkan data/informasi tentang potensi Puskesmas serta

bantuan/dukungan yang diperlukan dan alternatif sumber

bantuan/dukungan tersebut.

 Menggalang semangat dan partisipasi seluruh petugas/ karyawan

untuk mendukung pembinaan PHBS di Puskesmas.

4. Perencenaan Partisipatif

Setelah diperolehnya kesepakatan, fasilitator mengadakan pertemuan-

pertemuan secara intensif dengan petugas kesehatan guna menyusun

rencana pemberdayaan pasien dalam tugas masing-masing. Pembuatan

rencana dengan menggunakan tabel berikut.

20
Prilaku yang PHBS yang
No Pesan Peluang Metoda dan Media
ada diharapkan
1 Menggosok gigi Menggosok gigi Dampak dari - Metode langsung
yang salah dengan benar menggosok melalui video
gigi yang salah
akan
mengakibatkan
gigi abrasi dan
hipersensitif
2 Mengkonsumsi Mengurangi Dampak dari - Metode langsung
sirih dan pinang konsumsi sirih mengkonsumsi melalui poster
dan pinang pinang akan
mengakibatkan
periodontitis
dan kelainan
rongga mulut
lainnya.

Di luar itu, fasilitator juga menyusun rencana bina suasana yang akan

dilakukannya di Puskesmas, baik dengan pemanfaatan media maupun dengan

memanfaatkan pemuka/tokoh. Untuk bina suasana dengan memanfaatkan

pemuka/tokoh digunakan tabel berikut.

Pihak yang akan Pesan advokasi yang


No. Dukungan yang diharapkan
diadvokasi disampaikan
1 Dukungan dari pemerintahan Masyarakat Cara menggosok gigi
setempat seperti RT/ RW/ dengan benar dan
camat/ pemuka adat mengurangi konsumsi
sirih/ pinang sebagai
penyebab periodontitis

5. Pelaksanaan kegiatan

Pembinaan PHBS di Puskesmas dilaksanakan dengan pemberdayaan, yang

didukung oleh bina suasana dan advokasi.

a. Pemberdayaan

21
Pemberdayaan dilaksanakan oleh para petugas kesehatan yang

melayani pasien/pengunjung (dokter kecil, perawat, bidan, laboran,

penata rontgen, apoteker, dan lain-lain).

b. Bina Suasana

Bina suasana di Puskesmas selain dilakukan oleh fasilitator, juga oleh

pemuka/tokoh yang diundang untuk menyampaikan pesan-pesan. Para

pemuka/ tokoh berperan sebagai motivator/kelompok pendorong

(pressure group) dan juga panutan dalam mempraktikkan PHBS di

Puskesmas.

c. Advokasi

Advokasi dilakukan oleh fasilitator dan Kepala Puskesmas terhadap

pembuat kebijakan dan pemuka/tokoh masyarakat agar mereka

berperanserta dalam kegiatan pembinaan PHBS di Puskesmas.

Pada Kasus:

 Pemberdayaan dilakukan oleh seluruh tenaga kesehatan yang

bekerja di Puskesmas O

 Bina Suasana dilakukan oleh kepala pemerintah yang berada

dikawasan wilayah kerja puskesmas O seperti Camat, Kepala RW/

RT/ atau kepala adat yang ada.

 Advokasi dilakukan oleh Dokter Z sebagai pembuat kebijakan

6. Evaluasi dan pembinaan kelestarian

Evaluasi dan pembinaan kelestarian PHBS di Puskesmas terintegrasi

dengan manajemen Puskesmas. Dengan demikian, evaluasi dan

pembinaan kelestarian PHBS di Puskesmas pada dasarnya juga merupakan

22
tugas dari Kepala Puskesmas, dengan dukungan dari berbagai pihak,

utamanya pemerintah daerah (dinas kesehatan kabupaten/ kota) dan

pemerintah.

3.3.Media Promosi Kesehatan

Media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan

dari pengirim pesan (komunikator) kepada penerima (komunikan) sehingga dapat

menerangkan fikiran, perasaan, perhatian dan minat komunikan sedemikian rupa

sehingga terjadi pemahaman, pengertian dan penghayatan dari apa yang

diterapkan (Efendi, 1998).

Tujuan penggunaan media menurut Taufik (2007) adalah:

 Sebagai alat bantu menyampaikan pesan

 Dapat membangkitkan perhatian, minat dan kesungguhan terhadap materi

promosi kesehatan yang disampaikan.

 Sebagai alat mengingat pesan

 Menjelaskan fakta-fakta, prosedur dan tindakan

 Membuat penyajian materi ceramah lebih menarik

Media promosi yang digunakan untuk menyampaikan menyikat gigi yang

benar menggunakan video karena lebih menarik dan terdapat animasi gambar

serta suara yang memudahkan untuk menjelaskan ke masyarakat bagaimana

langkah-langkah menyikat gigi yang benar, sehingga masyarakat bisa langsung

melihat dan paham. Sedangkan untuk masyarakat yang periodontitis

menggunakan media poster serta dokter gigi atau petugas kesehatan menjelaskan

langsung bahaya dari mengkonsumsi pinang dan bekerja sama dengan pemuka/

tokoh masyarakat yang ada.

23
BAB IV

PENUTUP

4.1.Kesimpulan

Promosi kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat

melalui pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat, agara mereka

dapat menolong diri sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya

masyarakat, sesuai sosial budaya setempat dan didukung kebijakan publik yang

berwawasan kesehatan. Suatu proses promosi kesehatan yang menuju tercapainya

tujuan pendidikan kesehatan yakni perubahan perilaku dipengaruhi oleh banyak

faktor, salah satunya yaitu metode. Metode harus berbeda antara sasaran massa,

kelompok atau sasaran individual.

Strategi promosi kesehatan terdiri dari 3 hal, yaitu (1) advokasi adalah

kegiatan untuk meyakinkan orang lain, agar orang lain tersebut membantu atau

mendukung terhadap apa yang diinginkan, (2) dukungan sosial adalah suatu

kegiatan untuk mencari dukungan sosial melalui tokoh-tokoh masyarakat (toma),

baik tokoh masyarakat formal maupun informal, (3) pemberdayaan masyarakat

adalah strategi promosi kesehatan yang ditujukan kepada masyarakat langsung.

24
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Kholid. 2014. Promosi kesehatan. Jakarta: Raja Grafindo.


Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Panduan Promosi Kesehatan Di
Sekolah. Jakarta: Depkes RI.
Efendi, N. 1998. Dasar-dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran. EGC
Hobdell M. 2003. Global Goals for Oral Health 2020. International Dental
Journal (53), 285- 288.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Promosi Kesehatan Di Daerah
Bermasalah Kesehatan. Jakarta.
Langlais RP, Miller CS, Nield-Gehrig JS. 2013. Atlas Berwarna Lesi Mulut yang
Sering Ditemukan. 4rd ed. Indonesia: EGC.
Maulana, Heri D. J. 2009. Promosi Kesehatan. Jakarta: EGC.
Notoatmodjo, Soekidjo. 1998. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta:
Rineka Cipta.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta:
Rineka Cipta.
Sulistyaningsih, 2011. Epidemiologi Dalam Praktik Kebidanan. Yogyakarta:
Penerbit Graha Ilmu.
Susilowati, D. 2016. Promosi Kesehatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.
Taufik, M. 2007. Prinsip-prinsip Promosi Kesehatan Bidang Keperawatan.
Jakarta: CV. Infomedika.

25

Anda mungkin juga menyukai