Anda di halaman 1dari 20

I.

IDENTITAS PASIEN
 Nama Pasien : Nn. Rima Fitria W
 Tempat, Tanggal Lahir : Nganjuk, 01 Desember 2001
 Jenis Kelamin : Perempuan
 Alamat : Ds. Pandansili RT 01/RW02, kweden, Jawa
Timur
 No. Rekam Medis : 010877

II. PEMERIKSAAN SUBJEKTIF


 Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan terdapat sariawan pada bibir kiri bawah
bagian dalam
 Riwayat Penyakit
Sariawan sejak 5 hari yang lalu, awalnya timbul kemerahan pada
bibir bawah dalam bagian kiri lama kelamaan menjadi berwarna putih
kekuningan dan sakit. Pasien mengaku sariawan sering muncul ketika pasien
sedang menstruasi. Saat ini pasien sedang menstruasi hari ke-4. Sariawan
tersebut tidak pernah diobati, pasien tidak memliki riwayat alergi obat dan
makanan serta penyakit sistemik.
 Riwayat Perawatan Gigi
4 bulan yang lalu melakukan perawatan pembersihan karang gigi di
dokter gigi
 Kebiasaan Sosial dan Kebiasaan
Pasien seorang pelajar kelas 12 di SMA Wahidiyah
 Riwayat Penyakit Sistemik : t.a.a
 Riwayat Penyakit Keluarga : t.a.a

1
III. PEMERIKSAAN OBJEKTIF
a. Pemeriksaan Ekstra Oral
 Muka : t.a.a
 Pipi Kanan : t.a.a
 Pipi Kiri : t.a.a
 Bibir Atas : t.a.a
 Bibir Bawah : t.a.a
 Sudut Mulut : t.a.a
 Kelenjar Limfe
 Submandibularis kanan kiri : tidak teraba, tidak sakit
 Submentalis : tidak teraba, tidak sakit
 Leher : tidak teraba, tidak sakit
 Kelenjar Saliva
 Parotis kanan : t.a.a
 Parotis kiri : t.a.a
 Sublingualis : t.a.a
 Lain-Lain : t.a.a
b. Pemeriksaan Intra Oral
 Mukosa Labial Atas : t.a.a
 Mukosa Labial Bawah : Pada mukosa labial bawah kiri terdapat
ulser,single, diameter 6 mm, berbentuk
oval, tepi kemerahan dengan bagian
tengah berwarna putih kekuningan,
reguller, sakit.

2
Kunjungan 1
 Komisura Kanan : t.a.a
 Komisura Kiri : t.a.a
 Mukosa Bukal Kanan : Pada mukosa bukal dextra terdapat
karatosis, berwarna putih memanjang
dari gigi p1-m mengikuti dataran
oklusal, batas ireguler, tidak sakit.
 Mukosa Bukal Kiri : Pada mukosa bukal sinistra terdapat
karatosis, berwarna putih memanjang
dari gigi p1-m mengikuti dataran
oklusal, batas ireguler, tidak sakit.
 Labial Fold Kanan : t.a.a
 Labial Fold Kiri : t.a.a
 Bukal Fold Atas : t.a.a
 Bukal Fold Bawah : t.a.a
 Gingiva Rahang Atas : t.a.a
 Gingiva Rahang Bawah : Pada mukosa gingiva anterior rahang
bawah terdapat makula, berwarna merah
kecoklatan, sepanjang gigi c-c, bentuk

3
ireguler, tidak sakit, jaringan sekitar
normal.
 Palatum : t.a.a
 Lidah
 Pada lateral lidah kanan terdapat lekukan berbentuk scalloped ,
bentuk ireguler, batas jelas, multiple, bilateral, sewarna dengan
jaringan sekitar, tidak sakit.
 Pada 1/3 anterior lidah terdapat papula, multipel, diameter 1 mm,
bewarna kemerahan, tidak dapat dikerok, tidak.
IV. DIAGNOSIS SEMENTARA : Stomatitis Aftosa Rekuren
Mayor

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG :-

VI. DIAGNOSIS AKHIR : Stomatitis Aftosa Rekuren


Mayor

VII. RENCANA PERAWATAN

a. Non Farmakologis : KIE

 Pasien diinstruksikn untuk menggunakan periokin gel 4x sehari dan


tidak makan dan minum kurang lebih 30 menit.
 Pasien diinstruksikan untuk meminum Becom C setelah sarapan.
 Pasien diinstruksikan untuk menggunakan obat yang diberikan secara
teratur dan sesuai instruksi yang diberikan.
 Pasien diinstruksikan untuk istirahat yang cukup, konsumsi buah dan
syur, sertakonsumsi air putih 8 gelas/ hari.
 Kontrol 7 hari kemudian.

4
b. Farmakologis

R/ Periokin gel 30 ml tube No.1


∫ 4 dd lit or
R/ Becom C Caplt No. X
∫ 1 dd 1

Aturan pakai periokin gel :

 Bersihkan rongga mulut


 Oleskan periokin gel pada sariawan 4 kali sehari ( Pagi, siang, sore,
malam) dengan menggunakan cotton bud dengan gerakan dari arah
luar ke dalam
 Tidak diperkenankan minum dan makan selama 30 menit

Aturan pakai Becom C :

Minum obat Becom C 1 kali sehari sesudah makan pagi

VIII. KONTROL

a. Kontrol 1 hari ke 7

 Subjektif : Pasien datang untuk kontrol 1, hari ke 7 sariawan pada


bibir bawah kiri bagian dalam. Pasien tidak mengeluhkan
adanya rasa sakit. Pasien tidak mengunakan obat periokin
gel dan becom c secara teratur. Periokin gel tersisa 3/4
tube dan becom c tersisa 6 biji.

5
 Objektif :

Ekstra Oral : Normal

Intra oral : Pada mukosa labial sinistra rahang bawah, terdapat


lesi erosi, sepanjang 6 mm, membentuk cekungan
berwarna putih dengan tepi kemerahan, berbatas
jelas, tidak sakit, jaringan sekitar normal.

Kontrol 1

 Asessment : Stomatitis Aftosa Rekuren Mayor belum sembuh

 Planning :

1. Melanjutkan pemakaian obat periokin gel dan becom c secara


teratur dan sesuai aturan

2. Menjaga OH

3. Instruksikan pasien untuk istirahat yang cukup

6
4. Instruksikan pasien untuk banyak konsumsi buah dan sayur serta
minum air putih 8 gelas/ hari

5. Kontrol 7 hari kemudian

b. Kontrol 2 hari ke 14

 Subjektif : Pasien datang untuk kontrol 2, hari ke 14 sariawan pada


bibir bawah kiri bagian dalam. Pasien tidak mengeluhkan
adanya rasa sakit. Pasien mengunakan obat periokin gel
dan becom c secara teratur. Periokin gel tersisa 1/2 tube
dan becom c habis tanggal 1/4/2019. Pasien mengaku
sering tidur hanya 4 jam/ hari dikarenakan kegiatan
pondok.

 Objektif :

Ekstra Oral : Normal

Intra oral : Pada mukosa labial sinistra rahang bawah, terdapat


lesi makula, berbentuk garis, sepanjang 3 mm,
berbatas jelas, tidak sakit, jaringan sekitar normal.

7
Kontrol 2

 Asessment : Stomatitis Aftosa Rekuren Mayor belum sembuh

 Planning :

1. Melanjutkan pemakaian obat periokin gel sampai habis

2. Menjaga OH

3. Instruksikan pasien untuk istirahat yang cukup

4. Instruksikan pasien untuk banyak konsumsi buah dan sayur

8
IX. PEMBAHASAN
a. Definisi Stomatitis Aftosa Rekuren

Stomatitis aftosa rekuren (SAR) adalah suatu peradangan yang


terjadi pada mukosa mulut, biasanya berupa ulser putih kekuningan. Ulser
ini dapat berupa ulser tunggal maupun lebih dari satu. SAR dapat
menyerang mukosa mulut yang tidak berkeratin yaitu mukosa bukal,
labial, lateral dan ventral lidah, dasar mulut, palatum lunak dan mukosa
orofaring ( Langlais, 2009).

b. Faktor Predisposisi

Sampai saat ini, etiologi SAR masih belum diketahui dengan pasti.
Ulser pada SAR bukan karena satu faktor saja tetapi multifaktorial yang
memungkinkannya berkembang menjadi ulser. Faktor-faktor ini terdiri
dari pasta gigi dan obat kumur sodium lauryl sulphate (SLS), trauma,
genetik, gangguan immunologi, alergi dan sensitifitas, stres, defisiensi
nutrisi, hormonal, merokok, infeksi bakteri, penyakit sistemik, dan obat-
obatan. Kasus SAR yang dialami oleh pasien diatas diduga terjadi karena
faktor hormonal ( menstruasi ) ( Langlais, 2009).

c. Klasifikasi SAR

Berdasarkan hal tersebut SAR dibagi menjadi tiga tipe yaitu


stomatitis aftosa rekuren tipe minor, stomatitis aftosa rekuren tipe mayor,
dan stomatitis aftosa rekuren tipe herpetiformis (Glick, 2015).

1. SAR Tipe Minor

Tipe minor mengenai sebagian besar pasien SAR yaitu 75% sampai
dengan 85% dari keseluruhan SAR, yang ditandai dengan adanya ulser
berbentuk bulat dan oval, dangkal, dengan diameter 1-10 mm, dan dikelilingi

9
oleh pinggiran yang eritematous. Ulserasi dari tipe minor cenderung
mengenai daerah-daerah non-keratin, seperti mukosa labial, mukosa bukal
dan dasar mulut.Ulserasi biasa tunggal atau merupakan kelompok yang
terdiri atas 4-5 ulser dan akan sembuh dalam waktu 10-14 hari tanpa
meninggalkan bekas jaringan parut (Glick, 2015).

Gambar 1. Stomatitis aftosa rekuren tipe minor.

10
2. SAR Tipe Mayor

Tipe mayor diderita 10%-15% dari penderita SAR dan lebih parah dari
tipe minor. Ulser biasanya tunggal, berbentuk oval dan berdiameter sekitar
1-3 cm, berlangsung selama 2 minggu atau lebih dan dapat terjadi pada
bagian mana saja dari mukosa mulut, termasuk daerah-daerah berkeratin.
Ulser yang besar, dalam serta bertumbuh dengan lambat biasanya terbentuk
dengan bagian tepi yang menonjol serta eritematous dan mengkilat, yang
menunjukkan bahwa terjadi edema. Selalu meninggalkan jaringan parut
setelah sembuh dan jaringan parut tersebut terjadi karena keparahan dan
lamanya ulser (Glick, 2015).

Gambar 2. Stomatitis aftosa rekuren tipe mayor.

11
3. SAR Tipe Herpetiformis

Istilah herpetiformis pada tipe ini dipakai karena bentuk klinisnya


(yang dapat terdiri dari 100 ulser kecil-kecil pada satu waktu) mirip dengan
gingivostomatitis herpetik primer, tetapi virus-virus herpes tidak mempunyai
peran etiologi pada SAR tipe herpetiformis. SAR tipe herpetiformis jarang
terjadi yaitu sekitar 5%-10% dari kasus SAR. Setiap ulser berbentuk bulat
atau oval, mempunyai diameter 0,5- 3,0 mm dan bila ulser bergabung
bentuknya tidak teratur. Setiap ulser berlangsung selama satu hingga dua
minggu dan tidak akan meninggalkan jaringan parut ketika sembuh (Glick,
2015).

Gambar 3. Stomatitis aftosa rekuren tipe herpetiformis.

12
d. Etiopatogenesis
1. Etiologi
Etiologi belum diketahui pasti. Namun beberapa faktor yang turut
berperan dalam timbulnya lesi SAR antara lain herediter, psikologi,
gangguan hipersensitif atau alergi, hormonal, gangguan sistem imun (Glick,
2015).
Faktor pencetus pada kasus : Hormonal
2. Tahap perkembangan SAR
Tahap perkembangan SAR dibagi kepada 4 tahap yaitu:
 Tahap premonitori, terjadi pada 24 jam pertama perkembangan lesi
SAR.Pada waktu prodromal, pasien akan merasakan sensasi mulut
terbakar pada tempat dimana lesi akan muncul. Secara mikroskopis sel-
selmononuklear akan menginfeksi epitelium, dan edema akan mulai
berkembang.
 Tahap pre-ulserasi, terjadi pada 18-72 jam pertama perkembangan lesi
SAR. Pada tahap ini, makula dan papula akan berkembang dengan tepi
eritematus. Intensitas rasa nyeri akan meningkat sewaktu tahap pre-
ulserasi ini.
 Tahap ulseratif akan berlanjut selama beberapa hari hingga 2
minggu.Pada tahap ini papula-papula akan berulserasi dan ulser itu akan
diselaputi oleh lapisan fibromembranous yang akan diikuti oleh
intensitas nyeriyang berkurang.
 Tahap penyembuhan, terjadi pada hari ke – 4 hingga 35. Ulser
tersebutakan ditutupi oleh epitelium. Penyembuhan luka terjadi dan
sering tidak meninggalkan jaringan parut dimana lesi SAR pernah
muncul (Roger, 2000).

13
Pada kasus pasien diketahui dari anamnesa pasien, pasien sedang
mengalami masa menstruasi hari ke 4, dimana adanya faktor predisposisi
perubahan hormon mempengaruhi terjadinya SAR. Pada fase menstruasi
terdapat 4 fase yaitu, primordial, marurity ovulasi dan luteal. Pada fase
pertama adalah primordial, didapatkan beberapa folikel yang tumbuh, namun
hanya satu folikel saja yang menjadi dominan. Fase kedua adalah fase
maturity, didapatkan 3 tahapan yaitu, preantral, antral dan preovulasi. Pada
prentral oosit mulai membesar dan sel granulosa mengalami proliferasi dan
mampu menangkap stimulus gonadotropin yang menghasilkan 3 macam
steroid seks (estrogen, androgen, progesteron). Sedangkan pada antral
stimulus FSH dan estrogen menghasilkan jumlah cairan yang banyak, cairan
ini berisi FSH, estrogen, androgen. Ruangan yang berisi cairan memisahkan
sel granulosa menjadi 2 bagian, yang menempel pada dinding folikel dan
oosit. Pada preovulasi folikel yang dominan akan terus membesar dan
mengandung banyak pembuluh darah, sehingga folikel hiperemi, LH mulai
terbentuk dan memnyebabkan androgen meningkat, androgen yang
meningkat menyebabkan apoptosis pada folikel yang tidak dominan. Fase
ketiga adalah ovulasi, pada fase ini di tandai LH yang meningkat, ovulasi
terjadi 34-36 jam pertama. LH yang meningkat memacu sekresi
prostaglandin, progesterone, estrogen, FSH. Sekresi yang terjadi secara
terus-menerus menyebabkan penurunan pada hormon estrogen,
progesterone, FSH menurun, menyebabkan keratinisasi terganggu dan rentan
terjadi iritasi local, sehingga mudah terbentuk mikro lesi. Hal ini
menyebabkan aktivasi dari enzim propeolitik, enzim ini berfungsi untuk
memecah dinding folikel. Fase keempat yaitu luteal, pada fase ini ditandai
dengan Vaskular Endothelial Growth Faktor yang berfungsi untuk
angiogenesis.

14
SKEMA SINTESIS :

Siklus menstruasi

Fase Primordial

Terjadi pertumbuhan folikel, namun satu folikel yang dominan

Fase Maturity

Pre Antral Pre Antral Pre Ovulasi

Satu folikel yang Banyak cairan Mulai terbentuk LH yang


dominan terus (FSH,estrogen,progesteron) menyebabkan apoptosis pada
menerus membesar yang memisahkan sel granulosa folikel yang tidak dominan

Fase Ovulasi 34-36 jam pasca awal LH

Memicu sekresi prostaglandin, progesterone, FSH

Sekresi terus-menerus menyebabkan Proses keratinisasi


progesterone, estrogen, FSH terganggu & rentan
terhadap iritasi lokal

Mudah terjadi mikro lesi

Mengaktivasi enzim propeolitik

Dinding folikel pecah

Fase luteal (akhir akhir menstruasi)

Ditandai dengan VEGF

Angiogenesis
15

Pertembuhan pembuluh darah baru


e. Diagnosa
Diagnosis SAR didasarkan pada anamnesa dan gambaran klinis dari

ulser. Biasanya pada anamnesa, pasien akan merasakan sakit dan terbakar

pada mulutnya, lokasi ulser berpindah-pindah dan sering berulang. Harus

ditanyakan sejak dari umur berapa terjadi, lama (durasi), serta frekuensi

ulser. Setiap hubungan dengan faktor predisposisi juga harus dicatat. Pada

pemeriksaan fisik dapat ditemukan ulser pada bagian mukosa mulut dengan

bentuk yang oval dengan lesi ±1 cm yang jumlahnya dapat single atau

multipel. Pemeriksaan tambahan diperlukan seperti pemeriksaan sitologi,

biopsi, dan kultur bila ulser tidak kunjung sembuh ( Michael, 2015).

f. Diagnosa Banding

Traumatik Ulser

1. Persamaan :

a. Ulser

b. Tepi kemerahan

c. Bagian tengah berwarna putih kekuningan

d. Sakit

e. Terapi

16
2. Perbedaan :

Perbedaan SAR TU

Etiologi Idiopatik Trauma

Batas Jelas Tidak jelas

Rekuren Rekuren Tidak rekuren

Lokasi Berpindah- pindah Menetap

Infeksi Herpes Simplex


a. Persamaan
- Ulser - Tepi kemerahan
- Sakit - Adanya rekurensi
b. Perbedaan
Perbedaan Recurrent Apthtous Herpes Simplex
Stomatitis Infection
Minor
Etiologi Belum diketahui pasti HSV1
Faktor predisposisi Stress, hormon, Depressed imunity
depressed
immunity
Gejala prodromal - Prodromal symptoms
Bentuk Nonspesifik Viral cytopathic
mikroskopi changes
Tidak ada vesikula Vesikula muncul
Single, oval sebelum
terbentuk ulser
Multiple
Lokasi Mukosa non keratin Mukosa berkeratin
Pengobatan Kortikosteroid, Antiviral treatment
antibiotik

(Regezi, 2012).

17
g. Perawatan
Dalam upaya melakukan perawatan terhadap pasien SAR, tahapannya
adalah :
1. Edukasi bertujuan untuk memberikan informasi mengenai penyakit yang
dialami yaitu SAR agar mereka mengetahui dan menyadarinya.
2. Instruksi bertujuan agar dapat dilakukan tindakan pencegahan dengan
menghindari faktor-faktor yang dapat memicu terjadinya SAR.
3. Pengobatan bertujuan untuk mengurangi gejala yang dihadapi agar pasien
dapat mendapatkan kualitas hidup yang menyenangkan (Soeprapto,
2016).
Tindakan pencegahan timbulnya SAR dapat dilakukan diantaranya
dengan menjaga kebersihan rongga mulut, menghindari stres serta
mengkonsumsi nutrisi yang cukup, terutama yang mengandung vitamin B12
dan zat besi. Menjaga kebersihan rongga mulut dapat juga dilakukan dengan
berkumur-kumur menggunakan air garam hangat atau obat kumur. SAR
juga dapat dicegah dengan mengutamakan konsumsi makanan kaya serat
seperti sayur dan buah yang mengandung vitamin C, B12, dan mengandung
zat besi.
Pada kasus tersebut dilakukan pemberian antiseptik topikal berupa
Periokin gel dan pemberian multivitamin Becom C serta KIE meliputi
memberi penjelasan kepada pasien bahwa sariawan tersebut hal yang dapat
timbul ketika menstruasi, menjelaskan fungsi dari terapi yang diberikan
yanitu salah satunya adalah mengurangi rasa sakit dan mencegah pelebaran
dari sariawan. Menjelaskan kepada pasien tentang instruksi penggunaan
obat yang diberikan. Pemeriksaan penunjang tidak perlu dilakukan karena
dari anamnesa sudah jelas. Periokin gel mengandung Chlorhexidine 0,2%.
Pemberian antiseptik bertujuan untuk menghambat atau merusak
mikroorganisme di permukaan suatu jaringan hidup sehinga dapat

18
mencegah infeksi (Ardi, 2013). Komposisi dari Becom C antara lain
Vitamin B1 50 mg, Vit B2 25 mg, Vit B6 10 mg, Vit B12 5 mg, Calcium
Pantotenate 18,4 mg, Nicotinamide (Vit B3) 100 mg, Vit C 500 mg.
Pemberian vitamin C secara oral berfungsi dalam pembentukan kolagen.
Kolagen merupakan senyawa protein yang mempengaruhi integritas struktur
di jaringan ikat sehingga berperan dalam penyembuhan luka (Almatsier,
2002).

X. KESIMPULAN

Stomatitis aftosa rekuren (SAR) adalah suatu peradangan yang terjadi


pada mukosa mulut, biasanya berupa ulser putih kekuningan. Sampai saat
ini, etiologi SAR masih belum diketahui dengan pasti. Ulser pada SAR
bukan karena satu faktor saja tetapi multifaktorial yang memungkinkannya
berkembang menjadi ulser. Salah satu faktor yang dapat meyebabkan SAR
adalah perubahan hormonal (menstruasi). Tindakan pencegahan timbulnya
SAR dapat dilakukan diantaranya dengan menjaga kebersihan rongga mulut,
menghindari stres serta mengkonsumsi nutrisi yang cukup, terutama yang
mengandung vitamin B12 dan zat besi.

19
XI. DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama.
Ardi, Fajar. 2013. Efektivitas Mencuci Tangan Menggunakan Cairan
Pembersih Tangan Antiseptik. Kesmas Journal. Vo;. 7. No. 2.
ISSN: 1978-0575.
Glick M. (2015). Burket’s oral medicine diagnosis and treatment 11th.
Hamilton: BC Decker Inc.
Hernawati, Sri. 2013. Mekanisme Selular dan Molekuler Stress terhadap
Terjadinya Rekuren Aptosa Stomatitis. Jurna; PDGI. Vol. 62, No.
1. Hal 37-40.
Langlais RP, Miller CS, Nield- Gehrig JS. 2013. Atlas Berwarna Lesi
Mulut yang Sering Ditemukan. 4rd ed. Indonesia : EGC . P.172
Michael, G., William, M., and Feagans, C.D. 2015. Burket’s Oral
Medicine. 12th Ed. USA : People’s Medicl Publishing House. P. 86
Regezi, J.A. 2012. Oral Pathology : Clinical pathologic correlations. 6th
Ed. USA : Elsevier Saunders
Roger. 2000. Recurrent Aphthous Stomatitis : Clinical Characteristic and
Associated Systemic Disorder. Seminars in Cutaneus Medicine and
Surgery.
Soeprapto, Andrianto. 2016. Pedoman dan Tatalaksana Praktik
Kedokteran Gigi. Yogyakarta: STPI Bina Insan Mulia.

20

Anda mungkin juga menyukai