UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
BANDUNG
2019
JUDUL : STOMATITIS AFTOSA REKUREN (MINOR)
2.1.10 Diagnosa............................................................................................ 6
ii
2.2.5 Rencana Perawatan ........................................................................... 9
yang terlokalisasi pada permukaan yang dilapisi epitelium. Defek tersebut berupa
ulser atau erosi, ulser merupakan lesi yang banyak terjadi di dalam rongga mulut.
Istilah ulkus biasanya digunakan di mana ada kerusakan pada kedua epitelium dan
biasanya berwarna kuning atau dasar abu-abu dengan halo eritema. Ulser
kekurangan hematologi, kelainan imunologi, dan faktor lokal, seperti trauma dan
merokok. Ulkus oral rekuren adalah salah satu masalah paling umum yang ditemui
dengan keluhan terdapat sariawan di bibir bawah bagian dalam sejak 4 hari yang
(multivitamin) dan diinstruksikan untuk menambah asupan sayur dan buah pada
makanannya.
1
BAB II
LAPORAN KASUS
Nama Pasien :M
Usia : 22 Tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Mahasiswa
Cikoneng, Bandung
2.1.2 Anamnesa
di bibir bawah bagian dalam sejak 4 hari yang lalu. Mula-mula terasa perih, panas,
dan ukurannya kecil. Kemudian muncul sariawan dan membesar serta terasa sakit.
Saat minum air, makan makanan pedas dan panas rasa sakit bertambah. Tidak ada
2
3
ke dokter gigi seminggu yang lalu untuk kontrol scaling. Riwayat medis terdahulu
disangkal. Riwayat penyakit keluarga darah tinggi dan gula. Kebiasaan buruk dan
alergi disangkal. Pasien mengaku dua minggu terakhir sering makan 1 kali sehari
dan jarang sekali makan buah dan sayur. Pasien juga mengaku menderita sariawan
terkadang di bibir dalam. Terakhir sariawan 1 bulan yang lalu dan tidak pernah
Hipertensi : YA / TIDAK
Asma/Alergi : YA / TIDAK
Hamil : YA / TIDAK
Kontrasepsi : YA / TIDAK
Lain-lain : YA / TIDAK
4
Disangkal.
Suhu : Afebris
Pernafasan : 18 x / menit
Nadi : 92 x / menit
Kelenjar Limfe
TMJ t.a.k
Bibir t.a.k
5
Lain-lain -
Kalkulus + / - stain + / -
Lidah t.a.k
8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8
8 7 6 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 6 7 8
6
Radiologi TDL
Darah TDL
Mikrobiologi TDL
2.1.10 Diagnosa
− Non farmakologi:
2.2.1 Anamnesa
Sembilan hari yang lalu pasien datang ke RSGM Unpad dengan keluhan
terdapat sariawan di bibir bawah bagian dalam. Pasien diberikan resep salep
sarapan, makan siang, dan sebelum tidur dan Ultravita (multivitamin) kapsul yang
diminum sehari satu kali setelah makan. Pasien mengaku sariawan sudah hilang dan
tidak terlihat sejak 3 hari yang lalu dan sudah tidak mengonsumsi obat sejak itu.
Pasien mengaku sudah membiasakan makan sayur dan buah. Berdasarkan hasil
Kelenjar Limfe
Bibir t.a.k
Wajah Simetri/Asimetri
Lain-lain -
Kebersihan Mulut
Lidah t.a.k
2.2.4 Diagnosis
Gambar 2.2 Kondisi frenulum labialis bawah pasien saat kunjungan kontrol
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1.1 Definisi
Ulkus atau ulser adalah lesi jaringan mukosa atau kutan yang
ulkus lebih luas dibandingkan erosi, melebihi lapisan basal ke dermis (1). Lesi ulser
epitelium dan lamina propria, dan kemudian membentuk kawah, biasanya berwarna
ulkus rekuren yang terbatas pada mukosa mulut pasien tanpa adanya tanda-tanda
penyakit lain(2). Kejadiannya berkisar dari 20% hingga 60%, pada populasi yang
10
11
diteliti. Prevalensinya cenderung lebih tinggi pada kelompok orang dengan kelas
sosial ekonomi menengah dan menengah ke atas dan non perokok(3,5). Tercatat
sebanyak 66% terjadi pada pelajar professional dan hanya 5% pada masyarakat
miskin. Penderita perempuan dan usia muda lebih banyak terkena dan insiden
tersering tercatat pada musim dingin dan musim semi(6). Stomatitis Aftosa Rekuren
3.1.2 Etiologi
SAR dapat disebabkan oleh beberapa faktor antara lain gangguan imun,
kekurangan nutrisi(3,5,7).
Ada bukti yang cukup bahwa ulkus aftosa berhubungan dengan disfungsi
imun fokal di mana limfosit T memiliki peran penting. Sifat dari stimulus awal tetap
menjadi misteri. Agen penyebab tersebut dapat berupa antigen endogen (autoimun)
atau antigen eksogen (hiperimun), atau bisa menjadi faktor nonspesifik, seperti
dengan RAS, meskipun defek spesifik masih belum diketahui. Selama 30 tahun
neuropeptida, seperti zat P, dapat memediasi infiltrasi limfositik dan nekrosis epitel
Penelitian yang lebih baru telah mengarah pada disfungsi jaringan sitokin
mukosa. Hasil kerja Buno dan koleganya menunjukkan bahwa pancaran sitokin
mukosa yang abnormal pada pasien RAS menunjukkan respon imun cell-mediated
yang berlebihan, yang mengakibatkan ulserasi lokal pada mukosa(2). Dalam temuan
histologi juga didapatkan hasil bahwa ulserasi non spesifik didahului oleh infiltrasi
pada pasien dengan lesi aftosa aktif lebih banyak daripada pasien yang tidak
memiliki riwayat stomatitis aftosa.. Peran imun cell-mediated pada stomatitis aftosa
juga ditandai dari kemampuan limfosit memediasi sitolisis sel-sel mukosa mulut(6).
Ada teori yang menunjukkan adanya hubungan antara RAS dan sejumlah
MV, dan herpesvirus manusia (HHV) -6 dan HHV-7, tetapi saat ini tidak ada data
Kekurangan vitamin B12, asam folat, zink, dan zat besi yang diukur dalam
serum ferritin hanya ditemukan persentase yang rendah pada pasien dengan ulkus
aftosa (3). Mekanisme yang tepat bagaimana defisiensi nutrisi mempengaruhi RAS
masih belum diketahui. Akibat atrofi pada epitel mulut, cedera berkesinambungan
pada membran mukosa dan dampak negatif pada epitel barrier dianggap sebagai
mekanisme utama. Asupan makanan yang tidak memadai mungkin menjadi alasan
peningkatan atau obat dalam kelompok kecil ini. Pasien dengan kondisi
nontropis) dan penyakit Crohn telah dilaporkan memiliki ulkus tipe aftosa. Dalam
beberapa kasus, kekurangan asam folat dan faktor-faktor yang berhubungan dengan
3.1.2.6 Genetika
positif RAS. Lebih dari 40% pasien yang terkena memiliki kerabat yang juga
terkena ulkus aftosa Sebuah studi oleh Ship menunjukkan bahwa pasien dengan
sedangkan pasien tanpa orang tua yang memiliki RAS memiliki kesempatan 20%
mengembangkan lesi. Bukti lebih lanjut untuk sifat warisan penyakit ini hasil dari
studi di mana antigen leukosit manusia yang spesifik secara genetik (HLAs-B51)
14
telah diidentifikasi pada pasien dengan RAS, terutama pada kelompok etnis
tertentu. Ada penelitian terbaru oleh Bazrafshani dan rekan yang menghubungkan
RAS minor dengan faktor genetik yang terkait dengan fungsi kekebalan tubuh,
1B dan IL-6. Kerja ini, serta kerja Buno, dkk. yang dikutip di atas, menghubungkan
bukti sifat turun-temurun dari RAS dengan kelainan imun spesifik(2,5). Adanya
peran genetik juga didasarkan observasi pada sebuah keluarga yang menderita RAS
yang memiliki anak kembar, didapat bahwa risiko berkembangnya penyakit lebih
3.1.2.7 Lain-Lain
hormon, stres, kecemasan, periode stres psikologis, trauma lokal pada mukosa,
menstruasi, infeksi saluran pernapasan atas dan alergi makanan terhadap zat-zat
kacang, cokelat, dan gluten. Tidak ada yang serius dianggap penting dalam
penyebab utama ulkus aftosa, meskipun mungkin ada peran di antara hal-hal
tersebut yang memodifikasi atau memicu terjadinya ulkus aftosa. Meskipun pasien
yang positif HIV ulkus aftosanya mungkin lebih parah dan berkepanjangan, peran
Pada tahun 1960-an dilaporkan bahwa ada korelasi negatif antara RAS dan
riwayat merokok, dan banyak dokter telah melaporkan bahwa RAS diperparah
ketika pasien berhenti merokok. Sebuah studi baru-baru ini mengukur munculnya
15
metabolit nikotin dalam darah perokok menegaskan bahwa kejadian RAS secara
Tiga bentuk ulser aftosa di antaranya: ulser aftosa minor, mayor, dan
Terbentuknya lesi ini terkadang diawali dengan perasaan terbakar pada mukosa
mulut setiap saat selama 2 hingga 48 jam sebelum ulkus muncul. Selama periode
awal ini, area lokal eritema berkembang. Dalam beberapa jam, bentuk papula putih
kecil, ulserasi, dan secara bertahap membesar selama 48 hingga 72 jam berikutnya.
Lesi biasanya tunggal bulat, simetris, dan dangkal (mirip dengan ulkus virus), tetapi
tidak ada tanda jaringan akibat dari vesikula yang pecah, yang membantu
membedakan RAS dari penyakit yang dimulai sebagai vesikula, seperti pemfigus,
dan pemfigoid. Ciri khas lesi ini muncul pada mukosa tidak berkeratin yaitu mukosa
labial, vestibular dan bukal, langit-langit lunak, ventral lidah, dan dasar mulut. Lesi
ini jarang sekali terjadi pada gingiva dan palatum durum, sehingga dapat dibedakan
antara ulkus aftosa dengan ulkus herpes sekunder. Pada pasien AIDS, ulkus yang
Ulkus aftosa minor adalah bentuk yang paling sering ditemui. Jenis ini
biasanya muncul sebagai lesi tunggal, sakit, dan oval dengan diameter 0,3 hingga
1,0 cm, serta ditutupi oleh selaput putih kekuningan dengan dasar nekrotik dan
dikelilingi dengan haloeritem. Aftosa oral multipel mungkin terjadi, yaitu sebanyak
16
dua hingga enam lesi. Ketika permukaan lateral atau ventral lidah terkena, nyeri
cenderung tidak sesuai dengan ukuran lesi. Ulkus aftosa minor umumnya
berlangsung selama 7 hingga 10 hari dan sembuh tanpa bekas luka atau jaringan
parut dalam 10 hingga 14 hari. Rekurensi bervariasi dari satu individu ke individu
lainnya. Periode jeda dari ulkus minor ini mungkin mulai dari hitungan minggu
hingga tahun(2,3,5,11).
Pada beberapa pasien dengan ulkus aftosa yang parah, diagnosis penyakit
saluran pencernaan dari mulut ke anus. Manifestasi oralnya termasuk fisur mukosa
dan nodul kecil, multipel, hiperplastik pada mukosa bukal, dan muncul seperti batu
besar. Temuan biopsi nodul pada mukosa ini menunjukkan granuloma kecil tanpa
Ukuran lesi lebih besar (> 1 cm) dan lebih menyakitkan dan bertahan lebih
lama daripada aftosa minor. Karena kedalaman inflamasi, ulkus aftosa mayor
muncul secara klinis seperti bentuk kawah dan sembuh dengan meninggalkan scar
atau jaringan parut. Lesi dapat berlangsung hingga 6 minggu untuk sembuh, dan
begitu satu lesi hilang, lesi lain dapat muncul(3). Pada pasien yang mengalami rasa
dapat terganggu karena kesulitan makan dan stres psikologis. Pasien dengan ulkus
aftosa mayor mungkin memerlukan rawat inap untuk pemberian makan dan
Ulkus aftosa herpetiform cenderung terjadi pada orang dewasa dan secara
klinis muncul sebagai ulkus kecil multiple berukuran 2-3 mm yang rekuren. Ulkus-
18
ulkus kecil ini berdifus menghasilkan ulkus besar yang ireguler(3). Meskipun
mukosa bergerak sebagian besar terkena, mukosa palatal dan gingiva mungkin juga
terlibat. Kemungkinan sangat nyeri dan penyembuhan umumnya terjadi dalam 1-2
3.1.3 Histopatologi
Karena diagnosis ulkus ini biasanya terbukti secara klinis, biopsi biasanya
tidak diperlukan dan jarang dilakukan. Ulkus aftosa memiliki temuan mikroskopis
yang tidak spesifik, dan tidak ada fitur histologis yang bersifat diagnostik. Tidak
pernah ada bukti waktu terinfeksinya sel oleh virus. Pada dasarnya, perubahan
dan jaringan perivaskular ditahap preulseratif. Sel-sel ini sebagian besar adalah
limfosit CD4 yang kalah jumlah dengan Limfosit CD8 sebagai berkembangnya
Gambar 3. 5 Ulserasi preaphthous. Infiltrat limfositik intens dan edema epitel basilar
terlihat pada preulcerative tahap lesi aftosa 5
degenerasi fokal sel basal dan pembentukan vesikel intraepitelial kecil. Munculnya
klinis. Lesi herpes sekunder (rekuren) sering rancu, tetapi biasanya dapat dibedakan
dari ulkus aftosa. Bentuk khas lesi ini memiliki tipe regular, berbeda dengan ulser
traumatic yang cenderung memiliki tepi ireguler. Riwayat vesikel sebelum muncul
ulser, lokasi pada gingiva cekat dan palatum durum, dan lesi menunjukkan herpes
dan bukan ulkus aftosa. Ulser oral menyakitkan lainnya merupakan kondisi yang
dan hubungan lesi dengan sumber iritasi(6). Ulser mukosa tunggal dapat disebabkan
oleh fisik langsung atau trauma mekanis, termal, atau kimiawi pada mukosa atau
Cedera gigitan yang kecil, contoh fisik langsung atau trauma mekanis,
sering terjadi pada mukosa mulut. Ulser traumatis juga bisa terjadi akibat
maloklusi, gigi tiruan yang tidak pas, menyikat gigi bertekanan kuat dan flossing,
kebiasaan melukai diri sendiri, dan tindikan oral. Cedera termal termasuk luka
bakar listrik, terutama pada anak-anak yang secara tidak sengaja mengunyah kabel
listrik. Lebih umumnya, luka bakar termal terjadi pada langit-langit mulut dari
konsumsi makanan dan minuman panas (seperti pizza atau kopi panas).
menghasilkan perbedaan panas antara isi keju dan pastry yang terlalu panas
cedera termal iatrogenik berasal dari instrumen gigi yang dipanaskan secara tidak
sengaja mengenai mukosa. Luka bakar biasanya lebih serius jika mukosa telah
mukosa pasien atau dokter gigi sebagai tindakan terapeutik atau tidak disengaja.
Contoh umumnya adalah aspirin yang diletakkan langsung pada mukosa untuk
mengobati sakit gigi. Obat kumur atau oral lain yang dijual bebas dengan
21
kandungan alkohol tinggi, hidrogen peroksida, atau fenol yang digunakan terlalu
sering dapat menyebabkan ulserasi mukosa. Beberapa obat bebas untuk mengobati
ulkus aftosa mengandung konsentrasi perak yang tinggi nitrat, fenol, atau asam
sulfat dan harus digunakan dengan hati-hati. Mengisap atau mengunyah obat seperti
aspirin atau bisphosphonate oral juga bisa menyebabkan ulkus oral yang parah.
Ulcers juga diakibatkan dari penggunaan pembersih gigi tiruan sebagai obat kumur.
menyebabkan terjadinya nekrosis mukosa. Nekrosis pada tulang dan mukosa telah
dilaporkan dari penggunaan bahan kimia yang digunakan dalam endodontic jika
Gambaran klinis muncul sebagai ulkus akut dan mukosa yang nekrosis
dengan riwayat trauma yang jelas. Luasnya ulserasi tergantung pada mukosa yang
terlibat dan tempat tergantung pada kejadian trauma. Luka bakar khususnya yang
disebabkan oleh panas yang tinggi umumnya cukup luas, melibatkan bibir dan
umumnya terlihat pada anak kecil dan balita. Lesi awalnya berupa hangus dan
kering. Setelah beberapa hari, kulit bisa hangus dan mungkin terdapat perdarahan
22
berlebih ketika struktur vital yang mendasarinya terbuka. Luka bakar akibat
makanan dan minuman panas umumnya kecil dan terlokalisasi pada langit-langit
atau bibir yang keras dan biasanya terjadi pada remaja dan orang dewasa. Pada
daerah tersebut biasanya timbul sebagai daerah eritema yang berkembang menjadi
ulkus setelah beberapa jam dari trauma. Mungkin butuh beberapa hari untuk
Infeksi HSV akut dapat muncul sebagai lesi ulseratif setelah vesikel pecah.
Pasien penderita HSV mengalami gejala tubuh spesifik lainnya. Lesi ini cenderung
terjadi pada usia yang lebih muda, tanpa faktor sosioekonomi terbatas pada
Lesi eritema multiform dapat muncul sebagai lesi ulseratif setelah pecahnya
bulla, akan tetapi lesi ini tidak berulang dan lebih difus daripada ulkus aftosa, serta
3.2 Perawatan
Tujuan perawatan SAR harus dapat mengontrol rasa sakit ulkus tersebut,
3.2.1 Farmakologis
penyakit. Dalam kasus ringan dengan dua atau tiga ulkus kecil, penggunaan
dapat diperoleh dengan menggunakan agen anestesi topikal atau diklofenak topikal.
Dalam beberapa kasus yang lebih parah, penggunaan preparat steroid topikal seperti
steroid topikal sebagian didasarkan pada instruksi mengenai penggunaan yang tepat
pada pasien. Gel steroid dapat diterapkan secara hati-hati langsung ke lesi setelah
makan dan pada waktu tidur, dua hingga tiga kali sehari atau dicampur dengan
perekat seperti Orabase sebelum aplikasi. Lesi yang lebih besar dapat diobati
dengan menempatkan spons kasa yang mengandung steroid topikal pada ulkus dan
penyembuhan lesi RAS walaupun tidak ada bukti infeksi bakteri spesifik pada RAS.
peroksida, dan tetrasiklin topikal yang dapat digunakan baik sebagai obat kumur
atau dioleskan pada spons kasa (8,12). Steroid intra lesional dapat digunakan untuk
mengobati lesi RAS mayor. Ketika pasien dengan aftosa mayor atau minor yang
parah tidak cukup membaik dengan terapi topikal, penggunaan terapi sistemik harus
dapson, steroid sistemik, dan thalidomide. Masing-masing obat ini memiliki efek
akumulasi sel inflamasi, fagositosis, sintesis dan pelepasan enzim lysosomal, dan
dianggap yang tepat karena dapat larut perlahan sehingga DOA akan lebih
panjang14.
0,5%, diterapkan 3-10 kali sehari selama 3-5 menit. Hal tersebut ditujukan pada
pasien dengan lesi erosif kecil dan ringan. Beberapa penulis menganggap
25
disarankan untuk menerapkan obat langsung ke lesi dan menjaganya agar tetap
kontak selama mungkin, dan berhati-hati untuk tidak makan atau minum selama 20
menit setelah aplikasi, atau menyentuh zona yang dirawat. Obat juga bisa
untuk mengurangi rasa sakit dan memperpendek durasi ulserasi dengan menekan
respon imun lokal, serta sebagai covering agent untuk mempercepat epitelisasi11.
suplemen vitamin. Suplemen vitamin ini diberikan karena RAS sering kali
dikaitkan dengan defisiensi vitamin B12, asam folat, dan Fe yang berfungsi untuk
mengandung Asam Folat dan Likopen. Mekanisme kerja asam folat didalam tubuh
ialah mensintesis purin dan timin yang dibutuhkan untuk pembentukan DNA. Hal
ini dapat menjelaskan fungsi penting dari asam folat untuk menunjang
pertumbuhan. Sama halnya dengan asam folat, vitamin B12 memiliki fungsi untuk
meningkatkan pertumbuhan serta pembentukan dan maturasi sel darah merah. Jika
26
kedua zat gizi tersebut kurang, dapat menyebabkan abnormalitas dan pengurangan
DNA dan akibatnya adalah kegagalan pematangan inti dan pembelahan sel,
mengurangi rasa sakit, mencegah ulser bertambah parah, dan memberi rasa nyaman
pada ulser. Selain ulser, aloclair juga dapat berfungsi melindungi les-lesi kecil
traumatis akibat kawat gigi/ protesa yang tidak pas. Sediaannya dalam bentuk gel,
Kandungan Aloclair19:
1. Lidah Buaya
2. Sodium Hyaluronate
yang berfungsi untuk melindungi lesi dari iritasi dengan cara membentuk
3. Glycyrrhetinic Acid
27
sehingga dapat mengurangi nyeri dan rasa terbakar yang muncul akibat
ulser.
4. Polyvinylpyrrolidone
penyakit lainnya.
Besi, dan lain sebagainya. Tanaman ini juga memiliki zat-zat anti inflamasi,
6. Kayu manis
menurunkan jumlah dan fungsi berbagai sel imun, seperti T dan B limfosit, monosit,
menghambat migrasi sel. Selain sebagai bahan aktif utama, kortikosteroid juga
28
berada dalam wadah orabase yang amat baik, sehingga memberikan kesempatan
bahan aktif tersebut berkontak dan melindungi lesi dari jejas luar dan akhirnya
efek penghambatan asam arakidonat, penekanan produksi sitokin dan efek yang
3. Chlorhexidin Gluconate
maupun Gram negatif, meskipun ada beberapa kuman Gram negatif yang resisten.
Chlorhexidine sangat sedikit diserap oleh saluran gastrointestinal, oleh karena itu
atau mukosa oral sekitar 15%, dental plaque untuk kemudian dilepas dalam level
30% dipertahankan dalam rongga mulut dan kemudian dikeluarkan secara perlahan.
29
menyebabkan kerusakan pada lapisan luar sel bakteri, namun kerusakan ini tidak
cukup untuk menyebabkan kematian sel atau lisisnya sel. Kemudian chlorhexidine
akan melintasi dinding sel atau membran luar, diduga melalui proses difusi pasif,
dan menyerang sitoplasmik bakteri atau membrane dalam sel bakteri. Kerusakan
inaktivasi selular, namun hal ini merupakan konsekuensi dari kematian sel.
bermuatan (-), menyebabkan lisis atau kehancuran dinding sel. Isi dari sel keluar.
Indikasi CHX antara lain gingivitis, lesi intra oral, denture stomatitis, acute
terjadinya osteitis alveolar pasca ekstraksi molar 3 yang impaksi, dan managemen
panjang dapat menyebabkan perubahan rasa yang dapat bertahan selama beberapa
30
jam, staining atau pewarnaan pada gigi, lidah, dan restorasi, deskuamasi mukosa,
iritasi mukosa, bengkak pada kelenjar parotid baik unilateral maupun bilateral (pada
banyak. Dosis CHX untuk kontrol plaque optimal dicapai dengan menggunakan
mouth wash dengan dosis 10 mL dari 0.1% chlorhexidine 2 x 1 hari, dan untuk
terapi ulser, gingivitis, dan denture stomatitis dapat digunakan dengan dosis 10 mL
4. Plaster Sariawan
yaitu Asam Hyaluronat (AH) yang berperan dalam mengendalikan hidrasi jaringan
selama periode perubahan epitel seperti akibat proses inflamasi atau respons
terhadap cedera jaringan. Asam hyaluronat juga memiliki properti khusus untuk
meningkatkan proliferasi dan migrasi sel, dengan menurunkan perlekatan antar sel
Pada kondisi radang, AH dapat memobilisasi molekul air yang terkumpul dan
cukup kuat dalam hal mencegah radikal bebas, efek antioksidan, serta melalui
enzim pada jaringan yang berasal dari lingkungan selular atau komponen struktural
mengalir baik ke jaringan. Semua sifat tersebut cenderung untuk berkontribusi pada
proses penyembuhan lesi. Asam hyaluronat diperlukan kontak pada jaringan dalam
waktu yang lebih lama. Hal ini dimaksudkan agar memberikan kesempatan molekul
31
AH untuk diserap dan melakukan aktivitas anti inflamasi dengan sempurna. Dalam
hal ini sifat covering agent sebagai prinsip dasar penyembuhan luka amat
diperlukan sehingga memberikan kesempatan bagi sel epitel untuk beregenerasi dan
sembuh. Pada preparat gel diketahui komposisi air lebih banyak dibandingkan
dengan jenis pasta atau plester. Plester sariawan (PS) yang berasal dari bahan metil
selulosa dengan kandungan kalsium akan berubah menjadi hydrogel yang lebih
kuat melekat pada mukosa mulut dengan bantuan saliva. Selain itu kalsium yang
terkandung pada plester sariawan akan memblok calcium channel sehingga mampu
mengurangi rasa sakit yang disebabkan karena lepasnya sitokin pro inflamasi (Th
1) maupun sitokin pro anti inflamasi (Th 2) sebagai akibat jejas atau faktor
penyebab lainnya17.
asupan dan pola makan sehari-hari dengan mengonsumsi buah-buahan dan sayuran
yang mengandung asam folat, vitamin B12, zat besi, dan protein tinggi, instruksi
untuk memperbanyak konsumsi air putih, tidur cukup, dan dianjurkan untuk
setelah terapi.
BAB IV
PEMBAHASAN
pada bibir bawah bagian dalam sejak 4 hari yang lalu. Mula-mula terasa perih,
panas, dan ukurannya kecil. Kemudian muncul sariawan dan membesar serta terasa
sakit. Pasien juga mengaku menderita sariawan kira-kira 2 bulan sekali di lokasi
yang berbeda-beda, terkadang di pipi dan terkadang di bibir dalam. Hal tersebut
sesuai dengan Regezi et al., (2008) dan Greenberg et al., (2008) yang menyatakan
bahwa terbentuknya ulkus aftosa minor ini diawali dengan perasaan terbakar pada
mukosa mulut setiap saat selama 2 hingga 48 jam sebelum ulkus muncul. Selama
periode awal ini, area lokal eritema berkembang. Dalam beberapa jam, bentuk
papula putih kecil, ulserasi, dan secara bertahap membesar selama 48 hingga 72
jam berikutnya. Ciri khas lesi ini muncul pada mukosa tidak berkeratin yaitu
vestibular dan bukal, lidah, langit-langit lunak, fauces, dan dasar mulut. Lesi ini
jarang sekali terjadi pada gingiva dan palatum durum, sehingga dapat dibedakan
Pasien mengaku dua minggu terakhir sering makan 1 kali sehari dan jarang
sekali makan buah dan sayur. Kekurangan vitamin B12, asam folat, dan zat besi
yang diukur dalam serum ditemukan dalam jumlah kecil persentase pasien dengan
ulkus aftosa, namun dalam beberapa kasus, kekurangan asam folat dan faktor-faktor
32
33
penyebabnya 2,5.
ketika minum air, makan makanan pedas dan panas. Gambaran lesi pada bibir
bawah dalam pasien berjumlah satu buah ulser, berbentuk lingkaran, berwarna
kemerahan (haloeritem). Ulkus aftosa minor menurut Regezi et al., (2008) dan
Greenberg et al., (2008), biasanya muncul sebagai lesi tunggal, sakit, dan oval
dengan diameter 0,3 hingga 1,0 cm, serta ditutupi oleh selaput putih kekuningan
tiga sampai empat kali sehari setelah makan. Gel steroid dapat diterapkan secara
hati-hati langsung ke lesi setelah makan dan pada waktu tidur, dua hingga tiga kali
inflamasi18.
sekali mengonsumsi buah dan sayur. Asupan suplemen vitamin ini diberikan karena
34
RAS sering kali dikaitkan dengan defisiensi vitamin B12, asam folat, dan Fe yang
bekas. Menurut Regezi et al., (2008), Greenberg et al., (2008), dan Lakaris (2006),
ulser aftosa rekuren minor akan sembuh dalam waktu 10-14 hari tanpa
pasien berupa stomatitis aftosa rekuren tipe minor, karena dua minggu terakhir
pasien mengaku sering makan 1 kali sehari dan jarang sekali mengonsumsi buah
dan sayur. Gambaran klinis lesi pada bibir bawah bagian dalam berbentuk
tepi ireguler kemerahan (haloeritem), dan terasa nyeri. Perawatan stomatitis aftosa
rekuren tipe minor pada pasien dengan triamcinolone acetonide 0,1% in orabase
dan ultravita (multivitamin) capl cukup efektif, ulser dapat sembuh tanpa
35
DAFTAR PUSTAKA
1. Langlais RP, Miller CS. Color Atlas of Common Oral Diseases. 3rd ed.
Goucher J, editor. Baltimore: Lippincott Williams & Wilkins; 2003. 14-15
p.
2. Greenberg MS, Glick M, Ship JS. Burkets Oral Medicine. 11th ed. Custance
P, editor. Hamilton: BC Decker Inc; 2008.
3. Cherian D, Peter T. Recurrent aphthous stomatitis : Mystery unravelled. J
Clin Exp Res. 2018;2(3):141–6.
4. Scully C. Handbook of Oral Disease diagnosis and management. 1st ed.
London: Martin Dunitz Ltd.; 1999. 40-46 p.
5. Regezi JA, Sciubba JJ, Jordan RJK. Oral Pathology : Clinical Pathologic
Correlations. 5th ed. Missouri: Elsevier Inc.; 2008. 180-190 p.
6. Sonis ST, Fazio RC, Fang L. Principles and Practice of Oral Medicine. 2nd
ed. Philadelphia: W.B. Saunders Company; 1995. 346-349 p.
7. Urek MM, Glazar I, Braut A, Zuber V, Pezelj-Ribarić S. Reccurent aphthous
stomatitis. Med Flum. 2018;54(3):268–73.
8. Giannetti L, Muzio L Lo. Recurrent aphtous stomatitis. Minerva Stomatol.
2018;67(3):125–8.
9. Bao ZX, Shi J, Yang XW, Liu LX. Hematinic deficiencies in patients with
recurrent aphthous stomatitis: Variations by gender and age. Med Oral Patol
Oral y Cir Bucal. 2018;23(2):e161–7.
10. Diaz A, Pereira-Lopes O, Barbosa E, Mesquita P, Coimbra F. Behavior of
the recurrent aphthous stomatitis as a dental urgency at Vedado’s University
Polyclinic. Rev Port Estomatol Med Dent e Cir Maxilofac [Internet].
Sociedade Portuguesa de Estomatologia e Medicina Dentária;
2015;56(3):144–8. Available from:
36
37
http://dx.doi.org/10.1016/j.rpemd.2015.08.001
11. Laskaris G. Pocket Atlas of Oral Disease. 2nd ed. New York, USA: Thieme;
2006. 158-160 p.
12. Jusri M, Nurdiana. Penatalaksanaan stomatitis aftosa rekuren mayor dengan
infeksi sekunder Management of major recurrent aphtous stomatitis
accompanied by secondary infection. 2011;10(1):42–6.
13. Dewi AGP, Herawati E, Wahyuni IS. Penilaian faktor predisposisi recurrent
aphthous stomatitis dengan menggunakan Kessler psychological distress
scale, food recall, dan food frequency questionnaire. J Kedokt Gigi Unpad.
2017;29(3):168–72.
14. Brunton LL, Lazo JS, Parker KL. Goodman & Gilman’s The
Pharmacological Basis of Therapeutics. 11th ed. New York, USA: McGraw-
Hill; 2006. 1681-1683 p.
15. Belenguer-guallar I, Jiménez-soriano Y, Claramunt-lozano A. Treatment of
recurrent aphthous stomatitis . A literature review. 2014;6(2):168–74.
16. Guyton AC, Hall JE. Textbook of Medical Physiology. 11th ed.
Philadelphia: Elsevier Inc.; 2006.
17. Amtha R, Marcia M, Aninda AI. Plester sariawan efektif dalam
mempercepat penyembuhan stomatitis aftosa rekuren dan ulkus traumatikus.
2017;3(2):69–75.
18. Jeske, Arthur H. Mosby’s Dental Drug Reference, 11th ed. USA:
Elsevier.; 2014.
19. http://aloclair.id/article/mengenal-kandungan-alami-apa-saja-yang-ada-
pada-aloclair-plus (Diakses tanggal 26 Februari 2019)
20. Buch, J. G. Pharmacology ReCap. Rajkot: PDU Medical College.; 2010.
21. Weinberg, M. A., Westphal, C., Fine, J. B. Oral Pharmacology for the
Dental Hygienist. USA: Julie Levin Alexander.; 2008.