Anda di halaman 1dari 125

INFEKSI

ODONTOGEN

Departemen Bedah Mulut dan


Maxillofacial
Fakultas Kedokteran Gigi Univesitas
Airlangga
INFLAMASI
Respon aktif jaringan hidup terhadap jejas,
baik dengan atau tanpa disertai masuknya
mikroorganisme.
(Fragiskos, 2007).
Merupakan respon utama sistem kekebalan
tubuh terhadap infeksi dan iritasi yang
sifatnya non-spesifik.

2
FUNGSI
Menghancurkan atau mengurangi dan
menyerang agen trauma maupun jaringan yang
mengalami trauma serta mikroorganisme
patogen dalam lokasi tersebut (Dorland, 2002).

ETIOLOGI
Mekanik (tusukan)
Kimiawi (contohnya histamin menyebabkan alergi,
asam lambung berlebih menyebabkan iritasi)
Termal (suhu)
Mikroba (infeksi bakteri) (Robbins, 2012)
RADANG

Akut Kronis
RADANG AKUT
Respon cepat tubuh terhadap jejas, dengan
mengeluarkan berbagai mediator pertahanan tubuh,
seperti leukosit dan protein plasma, menuju tempat
jejas (Kumar et al, 2010).
Proses berlangsung 1-2 hari, terjadi beberapa
perubahan yaitu respon vaskuler dan seluler

Proses Radang Akut (Tambayong, 2000)


Respon Vaskular
Respon Seluler
RESPON VASKULAR
Vasokontriksi pembuluh darah
Vasodilatasi

Stasis aliran darah

Marginasi leukosit

Tekanan hidrostatik meningkat

Pengeluaran cairan meningkat

Edema
RESPON SELULER

Emigrasi sel radang yang berasal dari darah


24 jam pertama -> sel yang paling banyak
bereaksi netrofil atau leukosit
polimorfonukleus (PMN).
48 jam -> sel makrofag dan sel yang
berperan dalam sistem kekebalan tubuh
seperti limfosit dan sel plasma bereaksi.
Fase ekstravasi leukosit dari
lumen pembuluh darah ke
ruang ekstravaskuler dibagi
menjadi
(1)Margination/ penepian
leukosit ke tepi pembuluh
darah
(2)Stickling/perlekatan leukosit
ke dinding pembuluh darah
(3)Emigration/diapedesis,
leukosit keluar dari pembuluh
darah
(4)Fagositosis, leukosit menelan
bakteri dan debris jaringan
TANDA INFLAMASI
Rubor (kemerahan)
Terjadi karena banyak darah mengalir ke dalam
mikrosomal lokal pada tempat peradangan.
Kalor (panas)
Akibat darah lebih banyak disalurkan pada tempat
peradangan daripada ke daerah normal.
Dolor (nyeri)
Dikarenakan pembengkakan jaringan yang mengakibatkan
peningkatan tekanan lokal pada ujung saraf sensori dan adanya
pengeluaran histamin dan zat kimia bioaktif lainnya.
Tumor (pembengkakan)
Akibat pengeluaran cairan ke jaringan intersisial.
Functio laesa (perubahan fungsi)
Terganggunya fungsi organ tubuh yang terkena trauma.
RADANG KRONIS
Penyebab radang kronis (host kuat, jejas
ringan, virulen rendah)
Reaksi jaringan berlangsung dalam waktu
yang lama (minggu, bulan, tidak terbatas)
Proses radang dimana limfosit, sel plasma,
dan makrofag lebih banyak ditemukan
disertai pembentukan jaringan granulasi
yang menghasilkan fibrosis. Radang kronis
umumnya primer, tetapi adakalanya
sebagai kelanjutan dari radang akut.
(Kumar et al, 2010)
INFEKSI

Peristiwa masuk dan berkembangnya


mikroorganisme dalam tubuh yang
kemudian akan menimbulkan reaksi
inflamasi (Peterson, 2003).

11
INFEKSI ODONTOGEN
Infeksi yang berasal dari gigi atau jaringan
penyangga gigi, yang diakibatkan oleh
adanya aktivitas bakteri. (Topazian, 2008).

12
PATOFISIOLOGIS
Terjadinya infeksi berkaitan dengan
ketidakseimbangan 3 faktor, yaitu :
Host sistem imun menurun, anatomi
gigi dan jaringan sekitarnmya
Agent virulensi dan kuantitas bakteri
Environment lingkungan rongga
mulut sebagai port dentre
(Topazian, 2002)
PORT DE ENTRY

14
15

INFEKSI JARINGAN PULPA


Penyebab kelainan pada pulpa:
Faktor fisik : panas / dingin (tumpatan
dalam dan besar, preparasi berlebihan)
Faktor kimiawi : bahan-bahan kimia
Invasi bakteri
16

INFEKSI JARINGAN PULPA


1. Pulpitis Akut
2. Pulpitis Kronis
3. Pulpiti Kronis Hiperplastik
4. Gangrene Pulpa
17

1. Pulpitis Akut
Keradangan akut pada jaringan pulpa.
Gejala subjektif :
Rasa sangat sakit, timbul spontan / bila
terkena rangsangan termal, dan cenderung
menetap
Rasa sakit bisa berupa cekot-cekot yang terus
menerus / berselang, kadang menjalar
18

1. Pulpitis akut
Klinis
Gigi dengan karies dalam / tumpatan
besar
Gigi vital: tes dingin (+), perkusi (+), druk (-)

Perawatan
PSAdengan restorasi
Pencabutan
19

2. Pulpitis kronis
Merupakan kelanjutan dari pulpitis akut,
dapat juga sebagai reaksi yang timbul
sejak awal terjadi iritasi pulpa tanpa
melalui gejala akut (bila faktor iritan
memiliki virulensi rendah).
Gejala subjektif:
Nyerisaat makan / minum dingin
Derajat nyeri < pulpitis akut
20

2. Pulpitis kronis
Klinis
Gigi dengan karies profunda (perforasi +/-)
Gigi vital: tes dingin (+), perkusi (+), druk (-)

Perawatan
PSA+ restorasi
Pencabutan
21

3. Pulpitis kronis hiperplastik (Pulpa polip)


Keradangan kronis pulpa yang sering terjadi
pada anak-anak khususnya pada gigi
sulung / M1 permanen.
Merupakan reaksi yang disebabkan faktor
resistensi jaringan yang tinggi dan suplai
darah pulpa yang baik karena foramen
apikal masih lebar.
Gejala subjektif :
nyeri (-),
sering timbul perdarahan saat makan
22

3. Pulpitis kronis hiperplastik (Pulpa polip)


Gejala klinis
Karies luas dan pulpa terbuka
Terdapat jaringan granulasi bewarna
kemerahan yang mudah berdarah dan
tidak sakit
Gigi vital (tes dingin (+)), perkusi (-), druk (-)

Perawatan
Pulpotomi
Pencabutan
23

4. Gangrene pulpa
Merupakan kelanjutan dari pulpitis
yang tidak dirawat dan berakhir
dengan kematian jaringan pulpa.
Gejala klinis
Ada riwayat nyeri akut
Gigi non vital
Perkusi (+/-), druk (+/-)

Perawatan
Pencabutan
INFEKSI JARINGAN
PERIODONTAL
1. Periodontitis Apikalis Akut
2. Periodontitis Apikalis Kronis
3. Periodontitis Apikalis Kronis Eksaserbasi Akut
4. Abses Periapikal
5. Dental Granuloma
PERIODONTAL
Periodontal

Plak + Debris

Kalkulus
Terakumulasi

Abses Periodontal
Periodontal marginalis

Pederson, 2006
1. Periodontitis Apikalis Akut
Keradangan akut pada jaringan periodontal dan
tulang di daerah apikal gigi.
Gejala subjektif: rasa cekot-cekot terutama bila
digunakan menggigit / gigi terasa menonjol
Klinis: Vitalitas (-), perkusi dan druk terasa sangat
sakit.
Terapi:
Open bur -> drainase eksudat keradangan
Occlusal grinding
Medikamentosa -> pemberian antibiotik &
analgesik
2. Periodontitis Apikalis Kronis
Merupakan lanjutan periodontitis apikalis akut
atau bisa terjadi sejak awal apabila infeksi
yang ada ringan / resistensi jaringan baik.
Gejala subjektif: rasa kemeng / tidak terasa
sakit, didapatkan
riwayat gigi pernah sakit lalu sembuh sendiri.
Klinis: Vitalitas (-), perkusi dan druk dapat
terasa kemeng / tidak ada respon.
Terapi: PSA / ekstraksi.
3. Periodontitis Apikalis Kronis
Eksaserbasi Akut
Keradangan kronis yang kembali menjadi akut.
Gejala subjektif: ada riwayat pernah sakit lalu
sembuh sendiri / setelah mendapat
pengobatan.
Klinis: Vitalitas (-), Perkusi dan druk terasa sakit.
Terapi:
Open bur -> drainase eksudat keradangan
Occlusal grinding
Medikamentosa -> pemberian antibiotik &
analgesik
4. Abses Periapikal / abses
dentoalveolar
Proses supurasi akut / kronis dari infeksi periapikal
yang menyebabkan kerusakan tulang di daerah
periapikal dan rongga yang terbentuk berisi pus.

Abses periapikal akut


Gejala subjektif: gigi terasa sangat sakit
terutama untuk menggigit dan terasa lebih
tinggi dari gigi yang lain.
Klinis: Vitalitas (-), Perkusi dan druk sangat
sensitif
Abses periapikal kronis
Klinis: Vitalitas (-), Perkusi dan druk sensitif,
apabila radang supuratif berlangsung relatif lama
dan kerusakan jaringan tulang alveolar sudah
cukup luas dapat terjadi drainase spontan ->
tampak sebagai parulis (gumboil)
Terapi:
Kondisi akut:
- Open bur
- Occlusal grinding
- Medikamentosa: antibiotik dan analgesik
- Pencabutan merupakan kontraindikasi

Kondisi kronis: pencabutan


5. Dental Granuloma
Merupakan bentuk keradangan kronis
akibat infeksi periapikal yang membentuk
jaringan granulasi.
Gejala subjektif: asimptomatik
Klinis: Vitalitas (-), Perkusi didapatkan
respon kemeng
Terapi: PSA / ekstraksi.
PERIKORONA
Perikorona

Food
Impaction

Plak + Debris

Invasi dan Kolonisasi


bakteri

Perikoronitis Pederson, 2006


Pericoronitis
Infeksi yang melibatkan jaringan lunak di
sekitar mahkota gigi yang erupsi sebagian.
Sering pada gigi M3 RB yang erupsi
sebagian/ malposisi.
Etiologi
Invasi bakteri + sisa makanan
Trauma gigi antagonis
Keadaan host
PERIKORONITIS
1. Pericoronitis akut
2. Pericoronitis subakut
3. Pericoronitis kronis
1. Pericoronitis akut
Nyeri cekot-cekot saat mengunyah,
Rasa nyeri dapat menjalar ke daerah
sekitar
Kemerahan (+), pembengkakan (+),
debris (+),
pus (+/-)
Gejala sistemik (+)
1. Pericoronitis akut
Terapi
Pada poket: Irigasi H2O2 3% (atau
chlorhexidine 0.05%) + saline
Bila ada trauma gigi antagonis: occlusal
grinding
Bila ada abses: insisi + drainase
Kumur air garam hangat
Medikamentosa: antibiotik (amoxicillin
500mg/clindamycin 300 mg) + analgesik
2. Pericoronitis subakut
Gejala
Nyeri ringan hingga sedang
(kemeng)
Tidak ada gejala sistemik
Operculum kemerahan (-),
bengkak minimal, pus (+)
2. Pericoronitis subakut
Terapi
Pada poket: Irigasi H2O2 3% (atau
chlorhexidine 0.05%) + saline
Bila ada trauma gigi antagonis: occlusal
grinding
Bila ada abses: insisi + drainase
Kumur air garam hangat
Medikamentosa (bila perlu): antibiotik
(amoxicillin 500mg/clindamycin 300 mg) +
analgesik
3. Pericoronitis kronis
Gejala inflamasi menurun

Terapi
Operculectomy
Cenderung rekuren
Odontektomi
Penyebaran infeksi odontogen
Faktor-faktor
yang mempengaruhi
kemampuan penyebaran dan
kegawatan infeksi odontogenik
adalah:
Jenis dan virulensi kuman penyebab.
Daya tahan tubuh penderita.
Jenis dan posisi gigi sumber infeksi.
Letak apikal gigi sumber infeksi terhadap
perlekatan otot-otot
Perluasan infeksi odontogen

Melalui sirkulasi aliran darah (hematogen)


Melalui sistem limfatik (limfogen)
Melalui perikontinuatum
Hematogen
Infeksigigi dan jaringan sekitarnya port
d entry bakteri masuk ke pembuluh
darah bakteremia organisme
mampu menyerang jaringan manapun
yang memiliki resistensi yang rendah
Limfogen
Bakteri patogen masuk ke saluran limfatik

Rute penyebaran infeksi gigi melalui kelenjar


limfe tergantung pada gigi yang terlibat
Perkontinuatum
Penyebaran infeksi melalui kontinuitas dan spasia
jaringan
Pus terbentuk di tulang cancellous permukaan
tulang periosteum menyebar ke jaringan
lunak
Arah penyebaran tergantung dari:
ketebalan tulang di sekitar apeks gigi
hubungan antara tempat perforasi tulang dan
perlekatan otot pada maksila & mandibula
Penyebaran infeksi Penyebaran pus tergantung
odontogen (dentoalveolar dari panjang dan pelekatan
abcess) tergantung pada otot buccinator.
posisi apeks gigi penyebab: (A) Apeks berada di atas
perlekatan: akumulasi pus
(A) akar bukal: arah pada buccal space
penyebaran ke bukal, (B) Apeks berada di bawah
(B) akar palatal: arah otot buccinator: penyebaran
penyebarannya ke palatal intraoral ke muccobuccal
fold
(Fragiskos, 2007)
(Fragiskos, 2007)
Maksilla
Pus ke bukal dan di
bawah m.buccinator:
abses vestibula (A)
Pus ke bukal dan di atas
m.buccinator: abses
bukal (B)
Pus ke palatal: abses
palatal (A)
Ke arah sinus maksilaris:
sinusitis maksilaris (F)
Pus masuk ke dalam
canine space: canine
space infection
Mandibula
Pus ke bukal, di atas
m.buccinator: abses
vestibula (A)
Pus ke bukal, di bawah
m.buccinator: abses bukal
(B)
Pus ke lingual, di atas
m.mylohyoid: abses
sublingual (A)
Pus ke lingual, di bawah
m.mylohyoid: abses
submandibular (C)
Abses Perimandibula (D)
PENYEBARAN INFEKSI
Penyebaran infeksi melalui foramen apikal berawal dari
kerusakan gigi atau karies, kemudian terjadi proses
inflamasi di sekitar periapikal di daerah membran
periodontal berupa suatu periodontitis apikalis.
Rangsangan yang ringan dan kronis menyebabkan
membran periodontal di apikal mengadakan reaksi
membentuk dinding untuk mengisolasi penyebaran
infeksi. Respon jaringan periapikal terhadap iritasi
tersebut dapat berupa periodontitis apikalis yang
supuratif (abses dentoalveolar). Kemudian pus menyebar
keluar sampai perforasi tulang (serous periostitis) dan
menyebar ke ruang subperiosteal (abses subperiosteal)
menyebar ke facial space (abses facial space)
menyebar sampai bawah kulit (abses subkutan).
Abses Intraalveolar
Lokasi anatomi
Abses Intraalveolar merupakan infeksi purulen akut,
yang berkembang di daerah apikal gigi dalam
tulang.
Etiologi
Biasanya disebabkan oleh bakteri yang berasal dari
gigi yang terinfeksi pada maksila ataupun
mandibula.
Gejala klinis
Gejala yang merupakan ciri khas adalah sakit saat
ditekan, mobilitas gigi, dan rasa pemanjangan gigi.
Gambar 4. Abses Intraalveolar
Abses Subperiosteal
Lokasi anatomi
Abses subperiosteal terletak antara tulang dan
periosteum, pada bukal, palatum, atau lingual.
Etiologi
Jenis ini abses adalah hasil dari penyebaran abses
intraalveolar, ketika terjadi perforasi tulang dan pus
berada di bawah periosteum
Gejala klinis
Hal ini ditandai dengan edema , sakit akibat tekanan
pada periosteum, dan sensitif saat dipalpasi.
Gambar 5. Abses Subperiosteal
Abses Submukosa
Lokasi anatomi
Abses ini terletak di bawah mukosa vestibular
bukal atau labial dari maksila atau mandibula,
serta palatal atau lingual.

Gejala klinis
Pembengkakan mukosa berbatas jelas disertai
fluktuasi, mukosanya kemerahan, sensitivitas
saat palpasi, dan hilangnya mucobuccal fold di
daerah infeksi.
Gambar 6. Abses Submukosa
Abses Subkutan
Lokasi anatomi
Abses ini terlokalisir di berbagai daerah
wajah di bawah kulit.

Gambaran klinis
Pembengkakan, batas jelas, kulit tampak
kemerahan, mudah terbentuk lubang.
Abses Palatal

Salah satu dari abses submukosa karena


memang dikarenakan pus terletak
dibawah lapisan mukosa, akan tetapi, jika
berbeda tempat, berbeda pula
namanya. Yang terletak di palatal,
disebut sebagai Abses palatal (Palatal
Abscess).Tetapi akan mudah dibedakan
ketika kita melihat arah
pergerakan polanya, jika jalur pergerakan
pusnya adalah superior dari perlekatan
otot masseter (rahang atas) dan inferiror
dari perlekatan otot masseter (rahang
bawah), maka kondisi ini disebut abses
bukal.
Namun jika jalur pergerakan pusnya adalah inferi
or dari perlekatan otot maseter (rahangatas) dan
superior dari perlekatan otot maseter (rahang
bawah), makakondisi ini disebut Abses Vestibular
Infeksi odontogen dapat menyebar secara
perkontinuatum, hematogen dan limfogen, yang
disebabkan antara lain oleh periodontitis apikalis
yang berasal dari gigi nekrosis, dan periodontitis
marginalis. Infeksi gigi dapat terjadi melalui
berbagai jalan: (1) lewat penghantaran yang
patogen yang berasal dari luar mulut; (2) melalui
suatu keseimbangan flora yang endogenus; (3)
melalui masuknya bakteri ke dalam pulpa gigi
yang vital dan steril secara normal (Cilmiaty,
2009).
Infeksi odontogen menyebar ke jaringan-
jaringan lain mengikuti pola patofisiologi
yang beragam dan dipengaruhi oleh
jumlah dan virulensi mikroorganisme,
resistensi dari host dan struktur anatomi
dari daerah yang terlibat (Soemartono,
2000).
Rute yang paling umum penyebaran
peradangan adalah melalui kontinuitas
jaringan dan spasia jaringan dan
biasanya terjadi seperti yang dijelaskan di
bawah ini. Pertama, nanah terbentuk di
tulang cancellous dan tersebar ke
berbagai arah yang memiliki resistensi
jaringan paling buruk. Penyebaran pus ke
arah bukal, lingual, atau palatal
tergantung pada posisi gigi dalam
lengkung gigi, ketebalan tulang, dan
jarak perjalanan pus (Gambar 2),
(Fragiskos, 2007).
Gambar 2 Ilustrasi penyebaran infeksi
odontogen (dentoalveolar abcess)
tergantung pada posisi apeks gigi
penyebab. (A) Akar bukal : arah
penyebaran ke bukal. (B) Akar palatal :
arah penyebarannya ke palatal. Sumber :
Fragiskos, 2007
Inflamasi purulen berhubungan dengan
tulang alveolar yang dekat dengan
puncak bukal atau labial tulang alveolar
biasanya akan menyebar ke arah bukal,
sedangkan tulang alveolar yang dekat
puncak palatal atau lingual, maka
penyebaran pus ke arah palatal atau ke
lingual (Fragiskos, 2007).
Akar palatal dari gigi posterior dan lateral
gigi seri rahang atas dianggap
bertanggung jawab atas penyebaran
nanah ke arah palatal, sedangkan molar
ketiga mandibula dan kadang-kadang
dua molar mandibula dianggap
bertanggung jawab atas penyebaran
infeksi ke arah lingual. Inflamasi bahkan
bisa menyebar ke sinus maksilaris ketika
puncak apeks gigi posterior ditemukan di
dalam atau dekat dasar antrum. Panjang
akar dan hubungan antara puncak dan
perlekatan proksimal dan distal berbagai
otot juga memainkan peranan penting
dalam penyebaran pus.
Gambar 7. Abses Subkutan
INFEKSI FASCIAL SPACE
Fascia Space Primer
Canine Space Infection
Batas anatomi: Canine space berada
diantara musculus levator labii superioris
dan levator anguli oris.
Etiologi: Infeksi gigi C RA yang menembus
korteks pada fossa canina di atas
perlekatan musculus levator anguli oris
dan di basah musculus levator labii
superior
Canine Space Infection
Klinis:
Ekstra Oral:
Pembengkakan pada regio infraorbital, dapat
menyebar hingga canthus medialis dari mata,
kelopak mata bawah, dan salah satu sisi hidung
disertai kemerahan.
Obliterasi sulcus nasolabialis.
Nyeri tekan (+), fluktuasi pada lateral nares.
Intra Oral:
Pembengkakan pada sulcus labialis
Canine Space Infection
Buccal Space Infection
Batas anatomi:
Spasia diantara musculus buccinator dan
masseter.
Batas-batasnya:
Superior: pterygopalatine space
Inferior: pterygomandibular space
Etiologi: Penyebaran infeksi pada buccal
space terjadi karena ujung apikal gigi yang
terinfeksi berada di atas perlekatan otot
buccinator.
Buccal Space Infection
Klinis:
Ekstra Oral
Pembengkakan batas difus disertai
kemerahan pada pipi.
Arkus zygomaticus dan batas inferior
mandbula masih teraba
Nyeri tekan (+)
Buccal Space Infection
Infra Temporal Space Infection
Batas anatomi:
Infra temporal space terletak posterior dari
maksila dan merupakan perluasan superior dari
pterygomandibular space.
Batas-batasnya:
Lateral: ramus mandibula dan musculus
temporalis
Medial: musculus pterygoideus medialis dan
lateralis
Etiologi: Infeksi pada gigi M3 RA
Infra Temporal Space Infection
Klinis:
Ekstra Oral
Trismus dan nyeri saat membuka mulut
dengan deviasi lateral mengarah ke sisi
yang terinfeksi.
Pembengkakan pada regio anterior
telinga, bisa meluas hingga ke pipi, dan
bila tidak dilakukan perawatan dapat
melibatkan seluruh wajah pada sisi yang
bersangkutan.
Temporal Space Infection
Batas anatomi: Merupakan kelanjutan ke arah
superior dari infra temporal space. Dibagi menjadi
supercial dan deep temporal space.
Supercial temporal space
Lateral: fascia temporal
Medial: musculus temporalis
Deep temporal space: berada di antara
permukaan medial musculus temporalis dan tulang
temporal
Etiologi: penyebaran infeksi dari infra temporal
space
Temporal Space Infection
Klinis: Ekstra Oral

Pembengkakan dan nyeri pada fascia


temporal.

Trismus (bila musculus pterygoideus


medialis dan temporalis terlibat).
Trombosis Sinus Cavernous
Infeksiodontogen pada gigi RA dapat
menyebar per hematogen ke arah:
posterior melalui plexus pterygoideus dan
vena commisorius
anterior melalui vena angularis dan vena
opthalmicus inferior
superior menuju sinus cavernous

Vena di daerah wajah dan orbita tidak


memiliki katup sehingga memungkinkan
darah mengalir dalam arah bolak-balik
sehingga bakteri dapat mengikuti sistem
drainase vena dan mengkontaminasi sinus
cavernous.
Sinus cavernous menerima darah dari vena
facialis (melalui vena opthalmica superior dan
inferior) serta pembuluh darah serebral sphenoid
dan menengah. Ada suatu saat di mana vena
ophtalmica superior dan inferior akan mengalir ke
dalam sinus petrosus inferior, kemudian ke vena
jugularis interna dan sinus sigmoid melalui sinus
petrosus superior. Hubungan pembuluh darah ini
cukup rumit karena tidak adanya katup, sehingga
darah dapat mengalir ke segala arah tergantung
pada gradien tekanan yang ada. Sinus cavernous
menerima darah dari aliran tersebut, oleh karena
itu infeksi dari wajah termasuk hidung, amandel,
dan orbit dapat menyebar dengan mudah
melalui jalur ini. (Sharma, 2011)
Sinus cavernous terletak pada lokasi yang strategis
dan terhubung dengan banyak vaskular, baik
secara langsung maupun tidak langsung,
sehingga sangat rentan terhadap trombosis septik
dari hidung, wajah, amandel, gigi, dan telinga.
Infeksi bakteri dari struktur orbital lebih banyak
terjadi pada pasien anak-anak, yang kedua
adalah peningkatan infeksi pernapasan bagian
atas dan infeksi infeksi saluran paranasal.
Organisme yang paling sering ditemukan adalah
Staphylococcus aerus (35%), Streptococcus
pneumoniae dan Streptococcus spesies lain,
bakteri gram negatif, dan bakteri anaerob. Infeksi
lain seperti mucormycosis dan aspergillosis
biasanya lebih diperhatikan pada penderita
diabetes mellitus yang immunocompromised.
(Willson & Culican, 2011)
Trombosis sinus cavernous dapat juga merupakan
komplikasi dari selulitis orbital. Selain TSC,
komplikasi selulitis orbital juga dapat berupa
sindrom hipopitutiari, abses serebral, subdural
empyema, dan meningitis (Bergin & Wright, 1986).
TERAPI
Terapi yang biasanya dilakukan pada TSC adalah
pemberian antibiotik secara dini dan baik.
Meskipun S. Aerus adalah penyebab yang paling
sering ditemukan, antibiotik spektrum luas untuk
organisme gram positif, gram negatif, dan
anaerobik harus diberikan sambil menunggu hasil
kultur. Terapi empirik antibiotik harus mencakup
penicilinase-resistant, penicilin ditambah
sefalosporin generasi ketiga atau keempat. Jika
dicurigai adanya infeksi gigi atau infeksi bakteri
anaerob, pemberian antibiotik anaerobik juga
harus ditambahkan. Antibiotik IV dianjurkan
selama minimal 3-4 minggu. (Sharma, 2011)
Kortikosteroid dapat membantu mengurangi
keradangan dan edema dan harus
diperimbangkan sebagai terapi tambahan.
Kortikosteroid harus diberikan setelah pemberian
antibiotik. Ketika perjalan TSC mengakibatkan
insufisiensi hipofisis, kortikosteroid digunakan untum
mencegah krisis adrenal. Pemberian
deksametason atau hidrokortison harus
dipertimbangkan. (Sharma, 2011)
Operasi pada sinus cavernous secara teknis
sangat sulit dan tidak pernah terbukti membantu.
Sumber infeksi harus diatasi dengan pemberian
antibiotik yang adekuat. Hal paling penting
adalah untuk mengenali infeksi awal pada sinus
sphenoid dan untuk mencegah penyebaran
infeksi ke sinus cavernous. (Sharma, 2011).
Mental Space Infection
Etiologi: Infeksi pada space ini berasal
dari gigi anterior RB.
Akumulasi pus berada di bawah musculus
mentalis.
Klinis: Pembengkakan dan nyeri tekan
pada area dagu.
Submental Space Infection
Batas anatomi:
Batas-batasnya:
Posterior: musculus mylohyoid
Lateral: musculus digastrikus venter
anterior
Inferior: deep cervical fascia di atas
tulang hyoid
Ditutup oleh musculus platysma
Space ini mengandung: vena anterior
jugularis dan submental lymph nodes.
Submental Space Infection
Etiologi: Infeksi pada space ini berasal dari infeksi
gigi anterior RB (khususnya insisif), di mana gigi-gigi
tsb cukup panjang sehingga menyebabkan perforasi
tulang di bawah perlekatan musculus mentalis.
Pus yang keluar selanjutnya menuju ke pinggiran
inferior mandibula dan masuk ke submental space.
Dapat melibatkan submandibular space dan
sebaliknya.
Klinis: Pembengkakan pada dagu, tampak
kemerahan, palpasi sakit, konsistensi tegang.
Sublingual Space Infection
Batas-batasnya:
Superior: mukosa dasar mulut
Inferior: musculus mylohyoid
Anterior dan lateral: permukaan dalam dari
ramus mandibula
Medial: septum lingual
Posterior: tulang hyoid

Etiologi: Infeksi pada space ini berasal dari infeksi


gigi M1 / M2 RB.
Sublingual Space Infection
Klinis: Intra Oral
Pembengkakan pada mukosa dasar mulut pada
sisi yang terlibat, tampak kemerahan.
Pembengkakan dimulai dari sisi mandibula ke arah
medial.
Bila cukup besar, bisa menjadi bilateral dan lidah
terangkat.
Tidak ada pembengkakan ekstra oral.
Palpasi sakit.
Submandibular Space
Infection
Batas-batasnya:

Lateral: tepi inferior ramus mandibula

Medial: musculus digastrikus venter anterior

Posterior: ligamen stylohyoid dan musculus


digastrikus venter posterior

Superior: musculus mylogyoid dan hyoglossus

Inferior: deep cervical fascia


Submandibular Space
Infection
Etiologi:
Infeksi pada space ini berasal dari
infeksi gigi M3 RB karena penyebaran infeksi
gigi ini hampir selalu mengarah ke lingual
dan pus masuk ke submandibular space.

Gigi M2 RB bisa menyebabkan infeksi


submandibular space bila akarnya cukup
panjang.
Submandibular Space
Infection
Klinis:

Pembengkakan EO pada daerah


submandibular satu sisi, tampak kemerahan.

Palpasi sakit, teraba uktuasi.

Tepi mandibula tidak teraba.

Pada IO tidak ada kelainan.


Gejala klinis
Bengkak di daerah submandibula, kemerahan.
Hilangnya sudut mandibula, sakit saat dipalpasi dan
trismus karena keterlibatan otot pterygoideus
medialis.

Gambar 10. Abses Submandibular


Fascia Space Sekunder
Submasseter Space Infection
Spasium submasseter berjalan ke bawah dan ke
depan diantara insersi otot masseter bagian
superfisialis dan bagian dalam. Spasium ini berupa
suatu celah sempit yang berjalan dari tepi depan
ramus antara origo m.masseter bagian tengah
dan permukaan tulang. Keatas dan belakang
antara origo m.masseter bagian tengah dan
bagian dalam. Disebelah belakang dipisahkan
dari parotis oleh lapisan tipis lembar fibromuskular.
Infeksi pada spasium ini berasal dari gigi molar tiga
rahang bawah, berjalan melalui permukaan
lateral ramus ke atas spasium ini.
Gejalaklinis dapat berupa sakit berdenyut diregio
ramus mansibula bagian dalam, pembengkakan
jaringan lunak muka disertai trismus yang berjalan
cepat, toksik dan delirium. Bagian posterior ramus
mempunyai daerah tegangan besar dan sakit
pada penekanan.
Abses Lateral Faringeal
Disebut juga abses parapharyngeal.
Abses parapharyngeal adalah abses
pada bagian leher yang dalam (posterior
lateral). Pembengkakan pada abses
membengkak dapat menyebabkan
obstuksi jalan nafas. Abses pada ruang
posterior dapat mengikis arteri karotis
atau menyebabkan tromboflebitis septik
pada vena jugularis internal (sindrom
Lemierre).
Pada ruang parapharyngeal (pharyngomaxillary)
yang terletak lateral pada pembatas faring
superior dan medial pada otot masseter. Ruang ini
terhubung ke setiap ruang leher fascial utama
lainnya dan terbagi menjadi kompartemen
anterior dan posterior dengan prosesus styloid.
Kompartemen posterior berisi arteri karotis, vena
jugularis internal, dan banyak saraf. Infeksi di
ruang parapharyngeal biasanya berasal dari tonsil
atau faring, meskipun penyebaran lokal dari
sumber odontogenik dan kelenjar getah bening
mungkin dapat terjadi.
Gejala
Sebagian besar pasien mengalami gelaja:
demam
sakit tenggorokan
odynophagia (sakit saat menelan)
bengkak di leher sampai ke tulang hyoid.
Abses anterior anterior menyebabkan trismus dan
indurasi sepanjang sudut mandibula, dengan
penonjolan pada medial tonsil dan dinding lateral
faring.
Abses ruang posterior menyebabkan pembengkakan
yang lebih menonjol pada dinding posterior faring.
Trismus minim terjadi. Abses posterior mungkin
melibatkan struktur di dalam selubung karotis, yang
mungkin menyebabkan kekakuan, demam tinggi,
bakteriemia, defisit neurologis, dan perdarahan masif
akibat ruptur arteri karotis.
Perawatan
Antibiotik spektrum luas (misalnya,
ceftriaxone, clindamycin)
Drainase bedah
Pengobatan memerlukan kontrol pada
saluran napas. Antibiotik spektrum luas
yang diberikan secara parenteral
(misalnya, ceftriaxone, clindamycin) dan
drainase bedah. Abses posterior
dikeringkan secara eksternal melalui fossa
submaxillary. Anterior abses sering dapat
dikeringkan melalui insisi intra oral.
Antibiotik parenteral diberikan setelah
drainase selama beberapa hari, diikuti 10
sampai 14 hari antibiotik oral.
ABSES RETROPHARYNGEAL
Abses retrofaring adalah suatu peradangan yang
disertai pembentukan pus pada daerah
retrofaring. Keadaan ini merupakan salah satu
infeksi pada leher bagian dalam ( deep neck
infection ). Pada umumnya sumber infeksi pada
ruang retrofiring berasal dari proses infeksi di
hidung, adenoid, nasofaring dan sinus paranasal,
yang menyebar ke kelenjar limfe retrofaring. Oleh
karena kelenjar ini biasanya atrofi pada umur 4 5
tahun, maka sebagian besar abses retrofaring
terjadi pada anak-anak dan relatif jarang pada
orang dewasa.
Penatalaksanaan abses retrofaring
dilakukan secara medikamentosa dan
operatif. Insisi abses retrofaring dapat
dilakukan secara intra oral atau
pendekatan eksternal bergantung dari
luasnya abses. Pada umumnya abses
retrofaring mempunyai prognosis yang
baik apabila didiagnosis secara dini dan
dengan penanganan yang tepat
sehingga komplikasi tidak terjadi.
Abses Perimandibular
Abses perimandibular adalah abses yang
berlokasi pada regio mandibula sampai
submandibular space, merupakan kelanjutan
serous periostitis.
Patofisiologi : Proses supurasi yang mencari jalan
keluar ekstraoral dan terlokalisir di antara margo
inferior mandibula sampai submandibular space.
Pada pemeriksaan didapatkan :
Keadaan umum:
Lemah, lesu, malaise, demam
Pemeriksaan Ekstra oral :
Asimetri wajah, Tanda radang jelas, Trismus,
Fluktuasi +/- , Tepi rahang tidak teraba
Pemeriksaan intra oral:
Periodontitis akut, Muccobuccal fold normal,
Fluktuasi (-)
Phlegmon
Lokasi anatomi
Kondisi ini adalah akut, pada jaringan ikat longgar
yang ditemukan di bawah kulit.

Etiologi
Disebabkan beberapa gigi yang terinfeksi dan
biasanya disebabkan oleh infeksi campuran.

102
Menurut kamus kedokteran, kata phlegmon
mengacu kepada suatu keradangan supuratif
akut yang mempengaruhi jaringan ikat
subcutaneus.
Sedangkan arti kata phlegmon di dalam kamus
kedokteran gigi adalah suatu keradangan hebat
yang menyebar melalui rongga jaringan tissue
menjadi area peradangan yang luas dan tanpa
batas yang jelas. Secara klinis sendiri phlegmon
terlihat berupa bengkak yang keras tak bernanah.
Phlegmon dasar mulut merupakan selulitis
supuratif difus akut yang menyebar terutama
pada jaringan ikat subkutan. Istilah selulitis
digunakan pada suatu penyebaran edematus
dari inflamasi akut pada permukaan jaringan
lunak dan bersifat difus. Selulitis pada phlegmon
dasar mulut dimulai dari dasar mulut, sering kali
bilateral, tetapi bila hanya mengenai satu sisi
(unilateral) disebut pseudophlegmon. (Neville,
2008)
Etiologi terbanyak diakibatkan oleh kuman
Stroptococcus sp. Mikroorganisme lainnya adalah
anaerob gram negatif seperti Prevotella,
Porphyromona, dan Fusobacterium. Infeksi
odontogenik umumnya merupakan infeksi
campuran dari berbagai macam bakteri, baik
bakteri aerob maupun anaerob. Infeksi campuran
terjadi pada 50% kasus.(Sony, 2014)
Infeksi primer dapat berasal dari gigi
(odontogenik) seperti perluasan infeksi/abses
pariapikal, osteomielitis dan perikoronitis yang
berkaitan dengan erupsi gigi molar tiga rahang
bawah, ekstraksi gigi yang mengalami infeksi
periapikal/perikoronal. Selain sebab odontogenik,
infeksi dapat terjadi akibat dari penyuntikan
dengan jarum yang tidak steril, infeksi kelenjar
ludah (sialodenitis), fraktur maksila/mandibula,
laserasi dasar mulut, serta infeksi sekunder dari
keganasan rongga mulut. Phlegmon dasar mulut
diketahui dari epidemiologi 90% kasus dewasa
disebabkan dari infeksi akut gigi molar rahang
bawah yang menyebar (infeksi odontogenik).
Kasus phlegmon dasar mulut pada anak-anak
kebanyakan berasal dari perluasan infeksi tonsil
dan faring.(Sony, 2014)
Masalah gigi penyebab phlegmon kebanyakan
pada gigi molar 2 dan molar 3 rahang bawah.
Oleh karena akar gigi-gigi tersebut memanjang
hingga sulkus mylohyoid menyebabkan berbagai
abses atau infeksi pada gigi tersebut memiliki
akses langsung menuju ruang submandibularis.
Bila infeksi berkembang, infeksi tersebut dapat
meluas ke ruang sublingual. Infeksi dapat pula
mencapai ruang faringomaksilaris dan retrofaring.
Keadaan-keadaan tersebut dapat menyebabkan
obstruksi saluran napas.(Winters, 2007)
Kebanyakan kasus phlegmon dasar mulut terjadi
pada pasien sehat tanpa penyakit komorbid.
Namun begitu, terdapat beberapa faktor yang
menunjukkan predisposisi untuk berkembangnya
penyakit ini antara lain adalah diabetes,
pengobatan dengan imunosupresan, infeksi HIV,
neutropenia, anemia aplastik, sistemik lupus
eritromatosus (SLE), alkoholisme, dan defisiensi
gama globulin. Hal-hal tersebut diketahui dapat
menurunkan sistem imunitas tubuh sehingga infeksi
supuratif dapat menyebar dengan cepat dan
meluas.
Dari data epidemiologi, kebanyakan pasien
phlegmon dasar mulut berusia 20 hingga 60
tahun, walau begitu kasus pada usia 12 hari dan
84 tahun pernah di laporkan. Laki-laki lebih
banyak dibandingkan dengan perempuan
dengan rasio 3:1 sampai 4:1.
Gambaran klinis dari penyakit ini ditandai
dengan adanya selulitis yang meluas
yang menyebabkan pembengkakan
pada dasar mulut, lidah, dan regio
submandibula, sehingga dapat
menyebabkan obstruksi jalan napas,
penyebaran infeksi ke jaringan leher yang
lebih dalam ataupun menyebabkan
mediastenitis yang berpotensi fatal. Dari
hasil pemeriksaan fisik, didapatkan lebih
dari 95% pasien dengan pembengkakan
submandibular bilateral dan
pembengkakan dasar mulut yang
menyebabkan lidah terangkat.(Winters,
2007)
Gejala lainnya adalah edem jaringan leher
depan di atas tulang hyoid yang memberikan
gambaran seperti bulls neck. Demam, takikardi,
takipnue, dan dapat pula disertai dengan
gangguan cemas dan agitasi. Bengkak dan nyeri
pada dasar mulut dan leher, sulit menelan, nyeri
menelan, berliur, trismus, dan nyeri gigi.
Hoarseness, stridor, distres pernapasan, sianosis,
dan postur tubuh mengendus (postur tubuh
yang menandai pasien dengan kompensasi
obstruksi saluran napas atas, yakni postur tubuh
tegak dengan leher menjulur ke depan dan dagu
terangkat seperti orang sedang mengendus)
adalah tanda-tanda ancaman obstruksi jalan
napas. Selain itu, gejala disfonia juga dapat
muncul akibat edem plika vokalis, tanda ini
merupakan tanda bahaya bagi klinisi oleh karena
potensi sumbatan jalan napas.(Sony, 2014)
Gejala klinis
Ditandai dengan edema berbatas diffuse, sakit
kepala, dan kulit kemerahan. Dapat terletak di
berbagai daerah wajah dan lokalisasi bergantung
pada gigi yang terinfeksi.

Gambar 13. Phlegmon

111
Ludwigs angina
Lokasi
anatomi
Ludwig angina adalah infeksi akut yang ditandai
dengan keterlibatan bilateral dari ruang
submandibular dan sublingual, serta ruang submental.

Etiologi
Penyebab yang paling sering dari penyakit infeksi
periapikal atau periodontal pada gigi rahang bawah,
terutama pada apeks gigi yang berada di bawah
otot milohioid.

112
Proses penyebaran ke bagian superior dan posterior yang mendorong
lantai dasar mulut dan lidah. Pada penyebaran secara anterior, batas
os hyoid meluas ke arah inferior dan menyebabkan gambaran bull
neck.
Gambaran klinis ditandai dengan adanya selulitis
yang meluas yang menyebabkan
pembengkakan pad dasar mulut, lidah dan
region submandibular sehingga dapat
menyebabkan obstruksi jalan napas, penyebaran
infeksi ke jaringan leher yang lebih dalam ataupun
menyebabkan mediastenitis yang berpotensi
fatal. Dari hasil pemeriksaan fisik, didapatkan lebih
dari 95% pasien dengan pembengkakan dasar
mulut yang menyebabkan lidah terangkat
(Neville,2008).
Gejala lainnya adalah edema jaringan leher depan di
atas tulang hyoid yang memberikan gambaran seperti
bulls neck. Demam, takikardi, takipnue dan dapat
pula disertai gangguan cemas. Bengkak dan nyeri
pada dasar mulut dan leher, sulit menelan, berliur,
trismus dan nyeri gigi. Hoarseness, stridor, distress
pernapasan, sianosis dan postur tubuh mengendus
(postur tubuh yang menandai pasien dengan
kompensasi obstruksi saluran napas atas, yakni postur
tubuh tegak dengan leher menjulur ke depan dan
dagu terangkat seperti orang yang mengendus)
adalah tanda-tanda ancaman obstruksi jalan napas.
Selain itu, gejala disfonia juga data muncul akibat
edema plika vokalis, tanda ini merupakan tanda
bahaya karena potensi sumbatan jalan napas
(Soni,2014)
Gejala klinis
Ditandai dengan kesulitan menelan, berbicara dan
bernapas, meneteskan air liur, dan suhu tinggi.

Gambar 14. Ludwigs Angina

116
Faktor predisposisi: sialadenitis glandula
submandibularis, fraktur mandibula
(compound fracture), laserasi jaringan
lunak, luka tusuk pada mukosa dasar
mulut, atau infeksi sekunder dari lesi
ganas.
MO utama: streptokokkus, campuran
aerob dan anaerob
PENATALAKSANAAN INFEKSI
FACIAL SPACE
1. Mempertahankan dan meningkatkan faktor
pertahanan tubuh penderita
2. Pemberian antibiotik yang tepat dengan dosis yang
memadai
3. Tindakan drainase secara bedah dari infeksi yang ada
4. Menghilangkan secepat mungkin sumber infeksi
5. Evaluasi terhadap efek perawatan yang diberikan

118
INSISI DAN DRAINASE
Tujuan Insisi dan Drainase :
Membersihkan organ yang terinfeksi dari
material toksik purulen
Mengurangi tekanan pus pada jaringan
Terjadi perfusi darah yang mengandung
antibiotik
Meningkatnya oksigenasi pada daerah
yang terinfeksi
PRINSIP INSISI DAN DRAINASE
Prinsip berikut ini harus digunakan bila
memungkinkan pada saat melakukan insisi dan
drainase adalah sebagai berikut (Topazian et al.,
1994; Peterson, 2003; Odell, 2004).
Melakukan insisi pada kulit dan mukosa yang sehat.
Insisi yang ditempatkan pada sisi fluktuasi maksimum
di mana jaringannya nekrotik atau mulai perforasi
dapat menyebabkan kerutan, jaringan parut yang
tidak estetis (Gambar 1)
Tempatkan insisi pada daerah yang dapat diterima
secara estetis, seperti di bawah bayangan rahang
atau pada lipatan kulit alami (Gambar 2).
Penempatan insisi untuk drainase ekstraoral
infeksi kepala leher. Insisi pada titik-titik berikut
ini digunakan untuk drainase infeksi pada
spasium yang terindikasi: superficial dan deep
temporal, submasseteric, submandibular,
submental, sublingual, pterygomandibular,
retropharyngeal, lateral pharyngeal,
retropharyngeal (Peterson, 2003)

Gambar 1
Garis Langer wajah. Laserasi yang menyilang
garis Langer dari kulit bersifat tidak
menguntungkan dan mengakibatkan
penyembuhan yang secara kosmetik jelek.
Insisi bagian fasia ditempatkan sejajar
dengan ketegangan kulit. (Pedersen, 1996).

Gambar 2
TAHAPAN PROSEDUR INSISI PADA
PENATALAKSANAAN ABSES :
1. Aplikasi larutan antiseptik sebelum insisi
2. Anestesi dilakukan pada daerah sekitar drainase
abses yang akan dilakukan dengan anestesi
infiltrasi.
3. Untuk mencegah penyebaran mikroba ke
jaringan sekitarnya, maka direncanakan insisi :
Menghindari ductus (Wharton, Stensen) dan pembuluh darah besar.
Drainase yang cukup, maka insisi dilakukan pada bagian superficial
pada titik terendah akumulasi untuk menghindari sakit dan
pengeluaran pus sesuai gravitasi.
Jika memungkinkan insisi dilakukan pada daerah yang baik secara
estetik, jika memungkinkan dilakukan secara intra oral.
Insisi dan drainase abses harus dilakukan pada saat yang tepat,
saat fluktuasi postitif.
4. Drainase abses diawali dengan hemostat dimasukkan
ke dalam rongga abses dengan ujung tertutup,
lakukan eksplorasi kemudian dilakukan dengan ujung
terbuka. Bersamaan dengan eksplorasi, dilakukan
pijatan lunak untuk mempermudah pengeluaran pus.
(Gambar 3)
5. Penempatan drain karet di dalam rongga abses dan
difiksasi dengan jahitan pada salah satu tepi insisi untuk
menjaga inisisi menutup dan kasa tidak terlepas 3-5
hari.
6. Peresepan antibiotik (perawatan pendukung) ;
peresepan antibiotic penicil atau eritromicin serta obat
analgesic (kombinasi narkotik atau non narkotik).
Dapat ditambah dengan kumur larutan saline (1
sendok the garam + 1 gelas air) yang dikumurkan
setiap setelah makan.
7. Pencabutan gigi penyebab secepatnya.
Gambar 3

Anda mungkin juga menyukai