ODONTOGEN
2
FUNGSI
Menghancurkan atau mengurangi dan
menyerang agen trauma maupun jaringan yang
mengalami trauma serta mikroorganisme
patogen dalam lokasi tersebut (Dorland, 2002).
ETIOLOGI
Mekanik (tusukan)
Kimiawi (contohnya histamin menyebabkan alergi,
asam lambung berlebih menyebabkan iritasi)
Termal (suhu)
Mikroba (infeksi bakteri) (Robbins, 2012)
RADANG
Akut Kronis
RADANG AKUT
Respon cepat tubuh terhadap jejas, dengan
mengeluarkan berbagai mediator pertahanan tubuh,
seperti leukosit dan protein plasma, menuju tempat
jejas (Kumar et al, 2010).
Proses berlangsung 1-2 hari, terjadi beberapa
perubahan yaitu respon vaskuler dan seluler
Marginasi leukosit
Edema
RESPON SELULER
11
INFEKSI ODONTOGEN
Infeksi yang berasal dari gigi atau jaringan
penyangga gigi, yang diakibatkan oleh
adanya aktivitas bakteri. (Topazian, 2008).
12
PATOFISIOLOGIS
Terjadinya infeksi berkaitan dengan
ketidakseimbangan 3 faktor, yaitu :
Host sistem imun menurun, anatomi
gigi dan jaringan sekitarnmya
Agent virulensi dan kuantitas bakteri
Environment lingkungan rongga
mulut sebagai port dentre
(Topazian, 2002)
PORT DE ENTRY
14
15
1. Pulpitis Akut
Keradangan akut pada jaringan pulpa.
Gejala subjektif :
Rasa sangat sakit, timbul spontan / bila
terkena rangsangan termal, dan cenderung
menetap
Rasa sakit bisa berupa cekot-cekot yang terus
menerus / berselang, kadang menjalar
18
1. Pulpitis akut
Klinis
Gigi dengan karies dalam / tumpatan
besar
Gigi vital: tes dingin (+), perkusi (+), druk (-)
Perawatan
PSAdengan restorasi
Pencabutan
19
2. Pulpitis kronis
Merupakan kelanjutan dari pulpitis akut,
dapat juga sebagai reaksi yang timbul
sejak awal terjadi iritasi pulpa tanpa
melalui gejala akut (bila faktor iritan
memiliki virulensi rendah).
Gejala subjektif:
Nyerisaat makan / minum dingin
Derajat nyeri < pulpitis akut
20
2. Pulpitis kronis
Klinis
Gigi dengan karies profunda (perforasi +/-)
Gigi vital: tes dingin (+), perkusi (+), druk (-)
Perawatan
PSA+ restorasi
Pencabutan
21
Perawatan
Pulpotomi
Pencabutan
23
4. Gangrene pulpa
Merupakan kelanjutan dari pulpitis
yang tidak dirawat dan berakhir
dengan kematian jaringan pulpa.
Gejala klinis
Ada riwayat nyeri akut
Gigi non vital
Perkusi (+/-), druk (+/-)
Perawatan
Pencabutan
INFEKSI JARINGAN
PERIODONTAL
1. Periodontitis Apikalis Akut
2. Periodontitis Apikalis Kronis
3. Periodontitis Apikalis Kronis Eksaserbasi Akut
4. Abses Periapikal
5. Dental Granuloma
PERIODONTAL
Periodontal
Plak + Debris
Kalkulus
Terakumulasi
Abses Periodontal
Periodontal marginalis
Pederson, 2006
1. Periodontitis Apikalis Akut
Keradangan akut pada jaringan periodontal dan
tulang di daerah apikal gigi.
Gejala subjektif: rasa cekot-cekot terutama bila
digunakan menggigit / gigi terasa menonjol
Klinis: Vitalitas (-), perkusi dan druk terasa sangat
sakit.
Terapi:
Open bur -> drainase eksudat keradangan
Occlusal grinding
Medikamentosa -> pemberian antibiotik &
analgesik
2. Periodontitis Apikalis Kronis
Merupakan lanjutan periodontitis apikalis akut
atau bisa terjadi sejak awal apabila infeksi
yang ada ringan / resistensi jaringan baik.
Gejala subjektif: rasa kemeng / tidak terasa
sakit, didapatkan
riwayat gigi pernah sakit lalu sembuh sendiri.
Klinis: Vitalitas (-), perkusi dan druk dapat
terasa kemeng / tidak ada respon.
Terapi: PSA / ekstraksi.
3. Periodontitis Apikalis Kronis
Eksaserbasi Akut
Keradangan kronis yang kembali menjadi akut.
Gejala subjektif: ada riwayat pernah sakit lalu
sembuh sendiri / setelah mendapat
pengobatan.
Klinis: Vitalitas (-), Perkusi dan druk terasa sakit.
Terapi:
Open bur -> drainase eksudat keradangan
Occlusal grinding
Medikamentosa -> pemberian antibiotik &
analgesik
4. Abses Periapikal / abses
dentoalveolar
Proses supurasi akut / kronis dari infeksi periapikal
yang menyebabkan kerusakan tulang di daerah
periapikal dan rongga yang terbentuk berisi pus.
Food
Impaction
Plak + Debris
Terapi
Operculectomy
Cenderung rekuren
Odontektomi
Penyebaran infeksi odontogen
Faktor-faktor
yang mempengaruhi
kemampuan penyebaran dan
kegawatan infeksi odontogenik
adalah:
Jenis dan virulensi kuman penyebab.
Daya tahan tubuh penderita.
Jenis dan posisi gigi sumber infeksi.
Letak apikal gigi sumber infeksi terhadap
perlekatan otot-otot
Perluasan infeksi odontogen
Gejala klinis
Pembengkakan mukosa berbatas jelas disertai
fluktuasi, mukosanya kemerahan, sensitivitas
saat palpasi, dan hilangnya mucobuccal fold di
daerah infeksi.
Gambar 6. Abses Submukosa
Abses Subkutan
Lokasi anatomi
Abses ini terlokalisir di berbagai daerah
wajah di bawah kulit.
Gambaran klinis
Pembengkakan, batas jelas, kulit tampak
kemerahan, mudah terbentuk lubang.
Abses Palatal
Etiologi
Disebabkan beberapa gigi yang terinfeksi dan
biasanya disebabkan oleh infeksi campuran.
102
Menurut kamus kedokteran, kata phlegmon
mengacu kepada suatu keradangan supuratif
akut yang mempengaruhi jaringan ikat
subcutaneus.
Sedangkan arti kata phlegmon di dalam kamus
kedokteran gigi adalah suatu keradangan hebat
yang menyebar melalui rongga jaringan tissue
menjadi area peradangan yang luas dan tanpa
batas yang jelas. Secara klinis sendiri phlegmon
terlihat berupa bengkak yang keras tak bernanah.
Phlegmon dasar mulut merupakan selulitis
supuratif difus akut yang menyebar terutama
pada jaringan ikat subkutan. Istilah selulitis
digunakan pada suatu penyebaran edematus
dari inflamasi akut pada permukaan jaringan
lunak dan bersifat difus. Selulitis pada phlegmon
dasar mulut dimulai dari dasar mulut, sering kali
bilateral, tetapi bila hanya mengenai satu sisi
(unilateral) disebut pseudophlegmon. (Neville,
2008)
Etiologi terbanyak diakibatkan oleh kuman
Stroptococcus sp. Mikroorganisme lainnya adalah
anaerob gram negatif seperti Prevotella,
Porphyromona, dan Fusobacterium. Infeksi
odontogenik umumnya merupakan infeksi
campuran dari berbagai macam bakteri, baik
bakteri aerob maupun anaerob. Infeksi campuran
terjadi pada 50% kasus.(Sony, 2014)
Infeksi primer dapat berasal dari gigi
(odontogenik) seperti perluasan infeksi/abses
pariapikal, osteomielitis dan perikoronitis yang
berkaitan dengan erupsi gigi molar tiga rahang
bawah, ekstraksi gigi yang mengalami infeksi
periapikal/perikoronal. Selain sebab odontogenik,
infeksi dapat terjadi akibat dari penyuntikan
dengan jarum yang tidak steril, infeksi kelenjar
ludah (sialodenitis), fraktur maksila/mandibula,
laserasi dasar mulut, serta infeksi sekunder dari
keganasan rongga mulut. Phlegmon dasar mulut
diketahui dari epidemiologi 90% kasus dewasa
disebabkan dari infeksi akut gigi molar rahang
bawah yang menyebar (infeksi odontogenik).
Kasus phlegmon dasar mulut pada anak-anak
kebanyakan berasal dari perluasan infeksi tonsil
dan faring.(Sony, 2014)
Masalah gigi penyebab phlegmon kebanyakan
pada gigi molar 2 dan molar 3 rahang bawah.
Oleh karena akar gigi-gigi tersebut memanjang
hingga sulkus mylohyoid menyebabkan berbagai
abses atau infeksi pada gigi tersebut memiliki
akses langsung menuju ruang submandibularis.
Bila infeksi berkembang, infeksi tersebut dapat
meluas ke ruang sublingual. Infeksi dapat pula
mencapai ruang faringomaksilaris dan retrofaring.
Keadaan-keadaan tersebut dapat menyebabkan
obstruksi saluran napas.(Winters, 2007)
Kebanyakan kasus phlegmon dasar mulut terjadi
pada pasien sehat tanpa penyakit komorbid.
Namun begitu, terdapat beberapa faktor yang
menunjukkan predisposisi untuk berkembangnya
penyakit ini antara lain adalah diabetes,
pengobatan dengan imunosupresan, infeksi HIV,
neutropenia, anemia aplastik, sistemik lupus
eritromatosus (SLE), alkoholisme, dan defisiensi
gama globulin. Hal-hal tersebut diketahui dapat
menurunkan sistem imunitas tubuh sehingga infeksi
supuratif dapat menyebar dengan cepat dan
meluas.
Dari data epidemiologi, kebanyakan pasien
phlegmon dasar mulut berusia 20 hingga 60
tahun, walau begitu kasus pada usia 12 hari dan
84 tahun pernah di laporkan. Laki-laki lebih
banyak dibandingkan dengan perempuan
dengan rasio 3:1 sampai 4:1.
Gambaran klinis dari penyakit ini ditandai
dengan adanya selulitis yang meluas
yang menyebabkan pembengkakan
pada dasar mulut, lidah, dan regio
submandibula, sehingga dapat
menyebabkan obstruksi jalan napas,
penyebaran infeksi ke jaringan leher yang
lebih dalam ataupun menyebabkan
mediastenitis yang berpotensi fatal. Dari
hasil pemeriksaan fisik, didapatkan lebih
dari 95% pasien dengan pembengkakan
submandibular bilateral dan
pembengkakan dasar mulut yang
menyebabkan lidah terangkat.(Winters,
2007)
Gejala lainnya adalah edem jaringan leher
depan di atas tulang hyoid yang memberikan
gambaran seperti bulls neck. Demam, takikardi,
takipnue, dan dapat pula disertai dengan
gangguan cemas dan agitasi. Bengkak dan nyeri
pada dasar mulut dan leher, sulit menelan, nyeri
menelan, berliur, trismus, dan nyeri gigi.
Hoarseness, stridor, distres pernapasan, sianosis,
dan postur tubuh mengendus (postur tubuh
yang menandai pasien dengan kompensasi
obstruksi saluran napas atas, yakni postur tubuh
tegak dengan leher menjulur ke depan dan dagu
terangkat seperti orang sedang mengendus)
adalah tanda-tanda ancaman obstruksi jalan
napas. Selain itu, gejala disfonia juga dapat
muncul akibat edem plika vokalis, tanda ini
merupakan tanda bahaya bagi klinisi oleh karena
potensi sumbatan jalan napas.(Sony, 2014)
Gejala klinis
Ditandai dengan edema berbatas diffuse, sakit
kepala, dan kulit kemerahan. Dapat terletak di
berbagai daerah wajah dan lokalisasi bergantung
pada gigi yang terinfeksi.
111
Ludwigs angina
Lokasi
anatomi
Ludwig angina adalah infeksi akut yang ditandai
dengan keterlibatan bilateral dari ruang
submandibular dan sublingual, serta ruang submental.
Etiologi
Penyebab yang paling sering dari penyakit infeksi
periapikal atau periodontal pada gigi rahang bawah,
terutama pada apeks gigi yang berada di bawah
otot milohioid.
112
Proses penyebaran ke bagian superior dan posterior yang mendorong
lantai dasar mulut dan lidah. Pada penyebaran secara anterior, batas
os hyoid meluas ke arah inferior dan menyebabkan gambaran bull
neck.
Gambaran klinis ditandai dengan adanya selulitis
yang meluas yang menyebabkan
pembengkakan pad dasar mulut, lidah dan
region submandibular sehingga dapat
menyebabkan obstruksi jalan napas, penyebaran
infeksi ke jaringan leher yang lebih dalam ataupun
menyebabkan mediastenitis yang berpotensi
fatal. Dari hasil pemeriksaan fisik, didapatkan lebih
dari 95% pasien dengan pembengkakan dasar
mulut yang menyebabkan lidah terangkat
(Neville,2008).
Gejala lainnya adalah edema jaringan leher depan di
atas tulang hyoid yang memberikan gambaran seperti
bulls neck. Demam, takikardi, takipnue dan dapat
pula disertai gangguan cemas. Bengkak dan nyeri
pada dasar mulut dan leher, sulit menelan, berliur,
trismus dan nyeri gigi. Hoarseness, stridor, distress
pernapasan, sianosis dan postur tubuh mengendus
(postur tubuh yang menandai pasien dengan
kompensasi obstruksi saluran napas atas, yakni postur
tubuh tegak dengan leher menjulur ke depan dan
dagu terangkat seperti orang yang mengendus)
adalah tanda-tanda ancaman obstruksi jalan napas.
Selain itu, gejala disfonia juga data muncul akibat
edema plika vokalis, tanda ini merupakan tanda
bahaya karena potensi sumbatan jalan napas
(Soni,2014)
Gejala klinis
Ditandai dengan kesulitan menelan, berbicara dan
bernapas, meneteskan air liur, dan suhu tinggi.
116
Faktor predisposisi: sialadenitis glandula
submandibularis, fraktur mandibula
(compound fracture), laserasi jaringan
lunak, luka tusuk pada mukosa dasar
mulut, atau infeksi sekunder dari lesi
ganas.
MO utama: streptokokkus, campuran
aerob dan anaerob
PENATALAKSANAAN INFEKSI
FACIAL SPACE
1. Mempertahankan dan meningkatkan faktor
pertahanan tubuh penderita
2. Pemberian antibiotik yang tepat dengan dosis yang
memadai
3. Tindakan drainase secara bedah dari infeksi yang ada
4. Menghilangkan secepat mungkin sumber infeksi
5. Evaluasi terhadap efek perawatan yang diberikan
118
INSISI DAN DRAINASE
Tujuan Insisi dan Drainase :
Membersihkan organ yang terinfeksi dari
material toksik purulen
Mengurangi tekanan pus pada jaringan
Terjadi perfusi darah yang mengandung
antibiotik
Meningkatnya oksigenasi pada daerah
yang terinfeksi
PRINSIP INSISI DAN DRAINASE
Prinsip berikut ini harus digunakan bila
memungkinkan pada saat melakukan insisi dan
drainase adalah sebagai berikut (Topazian et al.,
1994; Peterson, 2003; Odell, 2004).
Melakukan insisi pada kulit dan mukosa yang sehat.
Insisi yang ditempatkan pada sisi fluktuasi maksimum
di mana jaringannya nekrotik atau mulai perforasi
dapat menyebabkan kerutan, jaringan parut yang
tidak estetis (Gambar 1)
Tempatkan insisi pada daerah yang dapat diterima
secara estetis, seperti di bawah bayangan rahang
atau pada lipatan kulit alami (Gambar 2).
Penempatan insisi untuk drainase ekstraoral
infeksi kepala leher. Insisi pada titik-titik berikut
ini digunakan untuk drainase infeksi pada
spasium yang terindikasi: superficial dan deep
temporal, submasseteric, submandibular,
submental, sublingual, pterygomandibular,
retropharyngeal, lateral pharyngeal,
retropharyngeal (Peterson, 2003)
Gambar 1
Garis Langer wajah. Laserasi yang menyilang
garis Langer dari kulit bersifat tidak
menguntungkan dan mengakibatkan
penyembuhan yang secara kosmetik jelek.
Insisi bagian fasia ditempatkan sejajar
dengan ketegangan kulit. (Pedersen, 1996).
Gambar 2
TAHAPAN PROSEDUR INSISI PADA
PENATALAKSANAAN ABSES :
1. Aplikasi larutan antiseptik sebelum insisi
2. Anestesi dilakukan pada daerah sekitar drainase
abses yang akan dilakukan dengan anestesi
infiltrasi.
3. Untuk mencegah penyebaran mikroba ke
jaringan sekitarnya, maka direncanakan insisi :
Menghindari ductus (Wharton, Stensen) dan pembuluh darah besar.
Drainase yang cukup, maka insisi dilakukan pada bagian superficial
pada titik terendah akumulasi untuk menghindari sakit dan
pengeluaran pus sesuai gravitasi.
Jika memungkinkan insisi dilakukan pada daerah yang baik secara
estetik, jika memungkinkan dilakukan secara intra oral.
Insisi dan drainase abses harus dilakukan pada saat yang tepat,
saat fluktuasi postitif.
4. Drainase abses diawali dengan hemostat dimasukkan
ke dalam rongga abses dengan ujung tertutup,
lakukan eksplorasi kemudian dilakukan dengan ujung
terbuka. Bersamaan dengan eksplorasi, dilakukan
pijatan lunak untuk mempermudah pengeluaran pus.
(Gambar 3)
5. Penempatan drain karet di dalam rongga abses dan
difiksasi dengan jahitan pada salah satu tepi insisi untuk
menjaga inisisi menutup dan kasa tidak terlepas 3-5
hari.
6. Peresepan antibiotik (perawatan pendukung) ;
peresepan antibiotic penicil atau eritromicin serta obat
analgesic (kombinasi narkotik atau non narkotik).
Dapat ditambah dengan kumur larutan saline (1
sendok the garam + 1 gelas air) yang dikumurkan
setiap setelah makan.
7. Pencabutan gigi penyebab secepatnya.
Gambar 3