PERIODONTITIS KRONIS
Oleh :
Ketua : Alfila Dinanti N. 171610101099
Scriber : Rido Tri Andika F 171610101091
Anggota : Puspa Dwi Nugraheni 171610101089
Fadhila Zidni Ilma 171610101093
Aisyah Izzatul Muna 171610101095
Indah Widyanti 171610101094
Ivanka Nawal D. 171610101096
Ananda Nabilla N. S. D. 171610101097
Padelia 171610101098
STEP 3. BRAINSTORMING
1. Apa yang dimaksud dengan periodontitis?
Periodontitis merupakan inflamasi dari jaringan periodontal yang berkaitan
dengan perlekatan pada gigi dari ligamen periodontal dan tulang alveolar. Bentuk
penyakit periodontal yang destruktif dan merupakan lanjutan dari gingivitis yang
tidak diterapi dengan baik.
2. Apa saja klasifikasi periodontitis?
Periodontitis secara umum dibagi menjadi tiga yaitu periodontitis kronis,
periodontitis kronis, dan periodontitis karena penyakit sistemik Periodontitis
kronis dapat diklasifikan berdasarkan luas dan keparahannya. Berdasarkan
luasnya, periodontitis dibagi menjadi dua, yaitu localized periodotitis dan
generalized periodontitis. Localized periodontitis melibatkan kurang dari 30%
daerah yang terkena periodontitis. Generalized periodontitis melibatkan lebih dari
30% daerah yang terkena periodontitis. Berdasarkan keparahannya (Clinical
attachment loss), periodontitis dibagi menjadi tiga yaitu: 1) Ringan, Clinical
attachment loss: 1-2 mm, 2) Sedang, Clinical attachment loss: 3-4 mm, dan 3)
Parah, Clinical attachment loss: lebih dari 5 mm.
3. Apakah faktor penyebab/etiologi periodontitis kronis?
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya periodontitis kronis.
Faktor utama terjadinya periodontitis kronis yaitu akumulasi plak. Faktor lain
yang memperngaruhi periodontitis kronis yaitu faktor sistemik seperti penyakit
sistemik (diabetes mellitus dan AIDS) dan faktor kebiasaan seperti merokok, oral
hygiene.
4. Apa saja makna pemeriksaan klinis dari kasus pada skenario?
Probing menujukkan hilangnya perlekatan gigi 4-6 mm dan clinical
attachment loss 3-4 mm menandakan periodontitis moderat. Pada pemeriksaan
radiograf terlihat resorbsi ½ tulang alveolar pada semua akar yang menandakan
terjadinya generalized periodontitis. Terjadi resesi gingiva sekitar 1-3 mm
menandakan gigi terlhat lebih panjang karena akar sudah terpapar dan
berhubungan dengan attachment gingiva yang sudah mulai hilang. Kegoyangan
gigi derajat 2 menandakan kegoyangan gigi sekitar 1 mm. Furcation involvement
menunjukkan adanya keterlibatan daerah furkasi gigi pada periodontitis.
5. Bagaimana patogenesa periodontitis kronis?
Peridontitis diawali dengan adanya akumulasi bakteri dan plak pada sulkus.
Bakteri dapat masuk ligamen periodontal melalui serabut transeptal atau
junctional epitelium (JE) yang terbuka. Bakteri menghasilkan zat yang destruktif
dan direspon oleh tubuh berupa inflamasi akut. Respon tubuh melepaskan
mediator inflamasi seperti IL-1 yang dapat memicu fibroblas untuk mengeluarkan
MMP sehingga merusak serabut kolagen. MMP tipe 8 dapat merusak serabut
kolagen. Seiring berjalannya waktu bakteri menyebar dan menyebabkan inflamasi
kronis. Bakteri dapat lanjut menyebar ke tulang alveolar melalui pembuluh darah
periosteal dekat free gingiva.
6. Mengapa gusi mudah berdarah saat menggosok gigi?
Ketika terbentuk poket periodontal, terdapat sel-sel inflamasi dan bakteri
pada poket serta terjadinya vasodilatasi pembuluh darah pada gingiva. Epitel
dapat menipis dan melabar. Jika tertekan atau terjadi iritasi ringan dapat
menyebabkan pendarahan.
7. Bagaimana klasifikasi kegoyangan gigi?
Menurut Miller kegoyangan gigi diklasifikasikan menjadi beberapa tingkatan
yaitu:
a. Derajat 1: terjadi sedikit kegoyangan
b. Derajat 2: terjadi kegoyangan sekitar 1 mm, goyang ke arah horizontal
c. Derajat 3: terjadi kegoyangan > 1 mm ke segala arah (palatal/bukal) atau
bisa ditekan ke apikal. Goyang ke arah horizontal dan vertikal.
8. Apa hubungan antara periodontitis kronis dengan alergi?
Alergi dapat memicu inflamasi karena hipersensitivitas sehingga tubuh lebih
sentitif terhadap adanya rangsangan.
9. Apa penyebab resorbsi tulang alveolar?
Bakteri (misal: Streptococcus aureus) dapat menghasilkan enzim yang dapat
merusak/resorbsi tulang alveolar. Lipopolisakarida (LPS) dari bakteri dapat
merangsang fibroblas dan makrofag untuk menghasilkan mediator inflamasi
seperti TNF alfa yang dapat memicu aktivitas osteoklas dan menghambat aktivitas
osteoblas. Hal ini terjadi untuk mempertahkankan dan melindungi host.
STEP 4. MAPPING
b) Karies gigi
Kerusakan gigi yang tidak dirawat adalah contoh lain dari faktor
kontribusi lokal yang dapat meningkatkan retensi plak. Karena
kerusakan gigi dapat menyebabkan kavitas gigi, kavitas dapat bertindak
sebagai lingkungan yang melindungi bakteri penyebab gingivitis dan
periodontitis untuk hidup dan tumbuh.
c) Groove atau cekungan pada gigi
Secara alami terjadi developmental groove dan cekungan pada
permukaan gigi sering menyebabkan sulitnya self-care pada daerah
tersebut dan juga bisa menjadi faktor kontribusi lokal gingivitis dan
periodontitis karena adanya peningkatan retensi plak.
3) Impaksi makanan
Impaksi makanan mengacu pada memaksa makanan (seperti potongan
daging yang keras) di antara gigi selama mengunyah, menjebak makanan di
area interdental. Akibat dari impaksi makanan adalah makanan tertekan ke
dalam sulkus bisa menyebabkan terbukanya jaringan gingiva jauh dari
permukaan gigi dan berkontribusi terhadap kerusakan jaringan periodontal
(Gehrig & Willman, 2011).
4) Kesalahan restorasi
Enam karakteristik restorasi penting dari titik pandang periodontal
(Reddy, 2011).
a) Margin dari restorasi
Restorasi subgingival bisa berkontribusi terhadap penyakit
periodontal karena:
i. Menyediakan lokasi ideal untuk akumulasi plak.
ii. Mengubahkeseimbangan ekologi gingival sulcus menjadi area
yang baik untuk pertumbuhan organisme infeksius dan
menekan pertumbuhan bakteri normal.
iii. Itu juga ditunjukkan oleh Waerhaug et al (1978) bahwa
restorasi subgingiva adalah daerah-daerah retensi plak yang
tidak dapat diakses oleh instrumen scalling, maka
kemungkinan menjadi severe gingivitis dan poket yang lebih
dalam.
b) Kontur dan overhanging restorasi gigi
Restorasi yang dibuat overkontur akan menyebabkan akumulasi plak
sehingga mempersulit Self-cleansing mechanisms dari pipi, bibir dan
lidah. overhanging restorasi gigi telah dipertimbangkan menjadi faktor
penyebab gingivitis dan mungkin penyebab kehilangan perlekatan
periodontal.
c) Oklusi
Restorasi yang buruk akan menyebabkan ketidakharmonisan oklusal
yang merugikan bagi jaringan periodontal normal. Jenis cedera jaringan
ini disebut "trauma primer dari oklusi".
d) Dental material
Secara umum, bahan restorasi tidak dengan sendirinya merugikan
jaringan periodontal. Itu adalah permukaan kasar yang mendukung
akumulasi plak dan berkontribusi terhadap penyakit periodontal.
Dibandingkan dengan semua bahan restorasi lain, restorasi dengan glass
ionomer dan porselen mampu mempertahankan lebih sedikit plak dan
lebih diterima dari sudut pandang periodontal. Fluorida terus menerus
bocor dari semen glass ionomer mencegah perlekatan bakteri ke pelikel
dan juga mengganggu metabolisme dan pertumbuhan bakteri, sedangkan
permukaan porselen yang sangat halus menghambat pembentukan plak
dan memungkinkan menghilangkannya dengan cepat juga.
e) Desain gigi tiruan sebagian lepasan
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa setelah penyisipan
gigi tiruan parsial, ada peningkatan mobilitas gigi penyangga dalam
peradangan gingiva dan pembentukan poket periodontal. Ini disebabkan
oleh peningkatan akumulasi plak. Adanya gigi tiruan sebagian yang
dapat dilepas tidak hanya menginduksi perubahan kuantitatif pada plak,
tetapi juga perubahan kualitatif dengan mendorong perkembangan
bakteri paling patogen. Oleh karena itu, dari titik pandang periodontal,
prostesis tetap lebih dapat diterima daripada yang dapat dilepas.
f) Prosedur restorasi
Prosedur restorasi sendiri juga dapat menyebabkan kerusakan
periodonsium. Penggunaan rubber dan clamps, copper bands, matrix
bands, dan bur yang tidak hati-hati dapat menyebabkan laserasi atau
perlukaan pada ginggiva, menghasilkan inflamasi gingiva dalam derajat
yang bervariasi.
5) Maloklusi
Maloklusi dapat memberikan efek bervariasi pada etiologi gingivitis dan
penyakit periodontal tergantung pada sifatnya, (Reddy, 2011).
1. Posisi gigi yang tidak teratur: Membuat kontrol plak sulit.
2. Occlusal yang tidak sesuai: Menghasilkan cedera periodontium.
3. Deep bite: Peradangan mukosa palatal.
4. Open bite: Menghasilkan akumulasi plak dan atrofi.
Gambar 2. Perubahan gingiva berhubungan dengan maloklusi (Reddy, 2011)
6) Habit
Pasien mungkin tidak menyadari kebiasaan mereka yang merugikan diri
sendiri yang mungkin penting bagi inisiasi dan perkembangan penyakit
periodontal. Bentuk-bentuk trauma mekanis dapat berasal dari penggunaan
sikat gigi yang tidak tepat, penggunaan tusuk gigi, dan penyebab lainnya.
Sumber bahan kimia yang menyebabkan iritasi diantaranya adalah aplikasi
topikal obat-obaan seperti aspirin atau kokain, reaksi alergi terhadap pasta gigi,
obat kumur dan permen karet, serta kebiasaan mengunyah tembakau (Newman,
2015)
a) Trauma terkait penggunaan oral jewelry
Penggunaan piercing perhiasan di bibir atau lidah telah menjadi hal
yang umum baru-baru ini di kalangan remaja dan dewasa muda. Whittle
dan Lamden mensurvei 62 dokter gigi dan menemukan bahwa 97%
pasien mereka menggunakan perhiasan tindik bibir atau lidah. Insidensi
resesi lingual dengan pembentukan poket dan bukti radiograf adanya
kehilangan tulang pada pasien yang mengenakan lingual barbells selama
dua tahun atau lebih, memperlihatkan bahwa 50% dari subyek usianya
rata-rata 22 tahun, yang merupakan usia yang masih relatif muda
permukaan lingual dari insisivus sentralis bawah yang berdekatan dengan
perhiasan di lidah yang ditindik (Newman, 2015).
Gambar 3 A, Lidah dengan tindik. B, Probing kedalaman 8 mm dengan 10 mm
kehilangan perlekatan klinis pada (Sumber: Newman, 2015)
b. Faktor Sistemik
1) Faktor Hormonal
Kadar hormon seks bervariasi selama berbagai periode kehidupan, yang
paling mencolok yaitu selama masa pubertas, menstruasi, dan kehamilan.
Beberapa penelitian menyatakan bahwa perubahan kadar hormon
memberikan efek terhadap periodontium, khususnya dengan adanya inflamasi
gingiva yang sudah ada sebelumnya, yang diinduksi plak.
a) Pubertas
Pada masa pubertas, insidens gingivitis mencapai puncaknya seperti
yang dikatakan oleh Sutcliffe (1972), perubahan ini tetap terjadi
walaupun kontrol plak tidak berubah. Oleh karena itu sejumlah kecil plak
yang pada kelompok usia yang lain hanya menyebabkan terjadinya
sedikit inflamasi gingiva, akan menyebabkan inflamasi yang hebat pada
masa pubertas yang diikuti dengan pembengkakan gingiva dan
perdarahan. Bila masa pubertas sudah lewat, inflamasi cenderung reda
sendiri tetapi tidak dapat hilang sama sekali kecuali ila dilakukan
pengontrolan plak yang adekuat (Manson & Eley, 1993). Selama masa
pubertas, terdapat peningkatan kadar estradiol pada perempuan dan
testosteron pada laki-laki.
i. Peningkatan kadar hormon seks selama masa pubertas
menyebabkan meningkatnya aliran darah menuju jaringan gingiva
dan meyebabkan peningkatan sensitifitas terhadap iritasi lokal,
seperti plak, menghasilkan pubertas gingivitis.
ii. Hubungan antara kadar testosteron, estrogen, dan progesteron
dengan proporsi dari Prevotella intermedia, P. Nigrescens, dan
spesies Capnocytophaga telah terlihat pada pubertas gingivitis.
Organisme ini terlibat dalam peningkatan tendensi pendarahan
dan inflamasi gingiva terlihat selama masa pubertas.
iii. Pubertal gingivitis terjadi pada laki-laki dan wanita (Gehrig &
Willman, 2011)
b) Menstruasi
Biasanya, siklus menstruasi tidak menyebabkan perubahan terhadap
gingiva. Perempuan yang sebelumnya mempunyai gingivitis akan
meningkatkan inflamasi dan eksudat cairan sulkus gingiva selama masa
menstruasi dibandingkan dengan periodontium yang sehat. Peradangan
gingiva tampaknya diperparah oleh ketidakseimbangan atau peningkatan
hormon seks. Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa hormon seks
memodifikasi tindakan sel-sel sistem imun. Ketika progesteron dalam
kadar paling timggi sebelum menstruasi, intraoral aphtous ulcers, lesi
herpes, dan candidiasis terjadi pada beberapa perempuan sebagai pola
siklik (Gehrig & Willman, 2011)
c) Kehamilan
Dahulu kehamilan selalu dihubungkan dengan gingivitis dan
tanggalnya gigi, tetapi bila rongga mulut dapat dipertahankan tetap dalam
keadaan bersih, gingivitis biasanyan tidak akan timbul pada masa
kehamilan. Seperti pada pubertas, inflamasi ringan akibat plak akan
menjadi jauh lebih parah pada masa kehamilan (Manson & Eley, 1993)
Gingiva akan menjadi begkak, berwarna merah terang, sensistif
dan mudah berdarah secara spontan. Juga terlihat adanya eksudat gingiva
dan mobilitas gigi (Manson & Eley, 1993). Perubahan ini dimulai sejak
bulan kedua kehamilan. Setelah partus biasanya keparahan simtom ini
akan berkurang. Di sini dianggap bahwa peningkatan jumlah progesteron
akan meningkatkan vaskularisasi dan perubahan dinding pembuluh darah
yang menyebabkan dinding pembuluh darah menjadi lebih permeabel.
Perubahan serupa juga dapat ditemukan pada wanita yang menggunakan
pil kontrasepsi yang mengandung progesteron dan estrogen sintesis
(Manson & Eley, 1993).
Pada wanita hamil, terdapat produksi estradiol, estriol, dan
progesteron dalam jumlah banyak. Kejadian inflamasi gingiva paling
tinggi pada bulan kedelapan kehamilan ketika level hormon yang
bersirkulasi berada pada puncaknya.peningkatan kadar progesteron
meningkatkan permeabilitas dan dilatasi kapiler, menghasilkan
peningkatan eksudat gingiva (Gehrig & Willman, 2011)
2) Faktor nutrisi
Kerusakan periodontal yang hebat sudah sejak lama terbukti
berhubungan dengan scurvy. Vitamin C diperlukan untuk produksi
kolagen, oleh karena itulah vitamin C juga dibutuhkan untuk pertukaran
sel dan perbaikan sel normal, namun penelitian tentang defisiensi vitamin
C tidak menunjukkan adanya perubahan gingiva yang jelas (Manson &
Eley, 1993)
3) Diabetes
Pada diabetes sejumlah perubahan jaringan yang terjadi
menyebabkan perubahan kerentanan terhadap penyakit periodontal.
Perubahan vaskular sering ditemukan dan terlihat peningkatan aktivitas
kolagen serta perubahan respons perantara sel terhadap antigen plak.
Kemotaksis dari PMN dan fagositosis terhambat (Manson & Eley, 1993)
4) Penyakit Psikologis
Gangguan psikologis dapat meningkatkan laju kerusakan periodontal
melalui berkuragnya aliran saliva, baik karena akibat dari kondisi itu
sendiri atau karena terapi obat yang diterima pasien. Gangguan ini juga
mengurangi perhatian pasien akan kebersihan mulut (Manson & Eley,
1993).
B. Klasifikasi Periodontitis
Secara umum, periodontitis diklasifikasikan menjadi periodontitis kronis,
periodontitis agresif dan periodontitis karena penyakit sistemik.
1. Periodontitis Kronis
Periodontitis kronis, merupakan bentuk periodontitis yang paling sering
ditemukan. Faktor sistemik atau lingkungan dapat mengubah respon host terhadap
akumulasi plak dapat menyebabkan perkembangan penyakit menjadi lebih agresif.
Meskipun periodontitis kronis paling sering diamati pada dewasa, penyakit ini
dapat terjadi pada anak-anak dan remaja sebagai respon terhadap akumulasi plak
dan kalkulus kronis. Pengamatan ini yang mendasari perubahan nama terbaru dari
“adult “periodontitis”, yang menggambarkan bahwa periodontitis kronis pada
dewasa, untuk menjadi deksripsi yang lebih umum berupa “chronic” periodontitis,
yang terjadi pada tahap usia apapun.
Periodontitis kronis didefinisikan sebagai penyakit infeksi yang mengakibatkan
inflamasi di dalam jaringan pendukung gigi, kehilangan perlekatan dan
kehilangan tulang yang progresif. Definisi tersebut menguraikan karakteristik
klinis dan etiologi utama dari penyakit: (1) pembentukan plak mikroba, (2)
inflamasi periodontal dan (3) kehilangan perlekatan dan tulang alveolar.
Pembentukan poket periodontal merupakan akibat dari proses penyakit tanpa
resesi gingiva yang disertai dengan kehilangan perlekatan, yang mana poket dapat
masih dangkal, bahkan dengan kehilangan perlekatan dan kehilangan tulang yang
berlanjut.
a. Karakteristik Umum
Pada pasien dengan periodontitis kronis yang tidak dirawat dapat terjadi
akumulasi plak supragingival dan subgingival (sering berhubungan dengan
pembentukan kalkulus), inflamasi gingiva, pembentukan poket, kehilangan
perlekatan periodontal, kehilangan tulang alveolar, dan kadang-kadang
supurasi (Gambar 16-1). Pada pasien dengan kebersihan rongga mulut yang
buruk, khususnya gingiva, dapat mengalami sedikit pembengkakan hingga
sedang dan memperlihatkan perubahan warna yang berkisar dari merah pucat
hingga magenta (merah keunguan). Kehilangan stippling gingiva dan
perubahan topografi permukaan dapat termasuk margin gingiva yang tumpul
atau menggulung dan papila yang rata atau berbentuk seperti kawah.
Pada sebagian besar pasien, dapat terjadi perubahan warna, kontur, dan
konsistensi yang berhubungan dengan inflamasi gingiva dapat terlihat pada
pemeriksaan. Perdarahan gingiva dapat terjadi secara spontan atau sebagai
respon terhadap probing dan prosesi nflamasi berhubungan dengan eksudat
dari cairan krevikular dan supurasi dari poket juga dapat ditemukan.
Kedalaman poket bervariasi, dan kehilangan tulang alveoalar secara
horisontal dan vertikal dapat ditemukan. Kegoyangan gigi pada kasus lanjut
sering muncul pada kasus dengan kehilangan perlekatan dan kehilangan
tulang yang luas. Periodontitis kronis dapat secara klinis didiagnosa dengan
deteksi pada perubahan inflamasi kronis dalam marginal gigniva, kemunculan
poket periodontal, dan kehilangan perlekatan klinis, didiagnosa secara
radiografi dengan bukti kehilangan tulang.
b. Klasifikasi Periodontitis Kronis
Periodontitis kronis dapat diklasifikasikan berdasarkan distribusi dan
keparahannya.
1) Berdasarkan Distribusi
Periodontitis kronis dianggap sebagai penyakit yang site-specific (lokasi
spesifik). Tanda klinis dari periodontitis kronis – inflamasi, pembentukan
poket, kehilangan perlekatan, dan kehilangan tulang – dipercaya disebabkan
oleh efek spesifik dan langsung dari akumulasi plak subgigniva. Sebagai
akibat dari efek lokal ini, pembentukan poket dan kehilangan perlekatan dan
tulang dapat terjadi pada salah satu permukaan dari gigi sementara
permukaan yang lain tetap level perlekatan normal. Sebagai contoh,
permukaan proksimal dengan akumulasi plak kronis mungkin memiliki
kehilangan perlekatan, dimana permukaan fasial yang bebas plak dari gigi
yang sama dapat bebas dari penyakit.
Sebagai hasil dari sifat yang spesifik ini, berdasarkan jumlah gigi yang
terlibar dan mengalami clinical attachment loss (CAL) periodontitis kronis
dikelompokkan sebagai berikut:
a) Localized periodontitis: Periodontitis dikatakan sebagai localized
ketika kurang dari 30% dari sisi yang dinilai dalam mulut
memperlihatkan kehilangan perlekatan dan kehilangan tulang.
b) Generalized periodontitis: Periodontitis dikatakan sebagai
generalized ketika 30% atau lebih dari sisi yang dinilai dalam mulut
memperlihatkan kehilangan perlekatan dan kehilangan tulang.
Gambar 13. Poket periodontal disekitar gigi anterior mandibular menunjukkan gingiva
yang membengkak dan banyak kalkulus serta plak. Selain itu, terlihat supurasi pada gigi
keenam (#6) (Newman, 2015)
b. Klasifikasi (Newman, 2015)
Periodontal pocket menghasilkan kerusakan dari jaringan
pendukung gigi (periodontal), sehingga menimbulkan kelonggaran antar
gigi dan gigi tanggal. Terdapat dua tipe poket periodontal :
1) Suprabony (supracrestal atau supraalveolar) terjadi ketika dasar
poket berada di koronal alveolar crest.
2) Intrabony (infrabony, subcrestal, atau intraalveolar) terjadi ketika
dasar poket berada pada apical alveolar crest terdekat. Tipe kedua ini
dinding poket lateral terletak diantara permukaan gigi dan tulang
alveolar.
d. Furcation Involvement.
Furcation Involvement adalah adanya invasi mikroorganisme pada
jaringan periodontal bifurkasi atau trifurkasi pada gigi berakar ganda.
Berdasarkan Glickman, Furcation Involvement dapat diklasifikasikan sebagia
berikut (Newman, 2015) :
1) Grade I, terdapat resorbsi tulang di permukaan (1 mm)
2) Grade II, berkaitan dengan resorbsi sebagian tulang alveolar (cul-
de-sac) (2-4 mm)
3) Grade III berkaitan dengan resorbsi tulang alveolar dengan adanya
pertemuan antara satu jalan masuk furkasi dengan jalan masuk
lainnya (through-and-through opening of the furcation).
4) Grade IV mirip dengan grade III tetapi terjadi resesi gingiva
sehingga daerah furkasi terlihat
Perlu diketahui, kedalaman poket merupakan jarak antara dasar sulcus dengan
margin gingiva. Hal ini dapat berubah seiring dengan waktu, bahkan pada pasien
dengan penyakit periodontal yang tidak terkontrol, sebagai hasil dari perubahan
posisi margin gingiva. Sedangkan, perubahan tingkat perlekatan dapat merupakan
hasil dari keberadaan atau kehilangan perlekatan, dan hal ini dapat menjadi
indikasi yang lebih baik terhadap pembentukan atau destruksi periodontal. Poket
dangkal yang menempel pada sepertiga akar berarti destruksi lebih parah daripada
poket dalam yang melekat pada sepertiga akar. (Newman, 2015)
4. Kegoyangan Gigi.
Semua gigi memiliki kegoyangan fisiologis, yang bervariasi tergantung jenis
gigi dan perbedaan waktu. Kegoyangan gigi terbesar terjadi pada pagi hari
(bangun tidur) dan menurun seiring berjalannya hari. Peningkatan mobilitas di
pagi hari berkaitan dengan ekstrusi kecil dari gigi sebagai hasil dari kontak
oklusal yang minim selama tidur. Selama terbangun, mobilitas gigi berkurang
dengan adanya mekanisme pengunyahan dan penelanan yang mendorong gigi ke
soket. 24 jam variasi mobilitas gigi ini kurang tampak pada orang dengan jaringan
periodontal yang sehat dibandingkan dengan orang dengan kebiasaan yang
berhubungan dengan kontak oklusal, seperti bruxism dan menggertakkan gigi
(Newman, 2015)
Kegoyangan gigi dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Newman, 2015):
a. Normal mobility
b. Grade I: pergerakan gigi sedikit lebih dari normal
c. Grade II: pergerakan gigi cukup lebih dari normal (kurang lebih 1 mm)
d. Grade III: pergerakan gigi secara fasiolingual, mesiodistal, atau
kombinasi keduanya dengan perubahan vertikal
\
Gambar 24. Resesi gingiva. terdapat resesi ringan pada gigi
26 dan 29 dan terdapat resesi pula pada gigi 27 dan 28. Perubahan kontur dan
resesi gingiva pada gigi 28, merupakan Stillman’s clefts (Newman, 2015).
Resesi gingiva adalah migrasi margin gingiva ke posisi yang lebih apikal.
(Newman, 2015)
Klasifikasi resesi gingiva menurut Miller :
1) Class I : Resesi belum meluas atau memanjang menuju ke atau melebihi
Mucogingival Junction (MGJ). Tidak terdapat kehilangan jaringan lunak
dan tulang interdental.
2) Class II : Resesi meluas atau memanjang menuju ke atau melebihi
Mucogingival Junction (MGJ). Tidak terdapat kehilangan jaringan lunak
dan tulang interdental
3) Class III : Resesi meluas atau memanjang menuju ke atau melebihi
Mucogingival Junction (MGJ). Terdapat kehilangan jaringan lunak dan
tulang interdental (kehilangan jaringan apical dari CEJ, tetapi koronal
dari margin gingiva)
4) Class IV : Resesi meluas atau memanjang menuju ke atau melebihi
Mucogingival Junction (MGJ). Terdapat kehilangan jaringan lunak dan
tulang interdental (kehilangan jaringan lebih lanjut)
Gambar 33. dinding lateral poket yang mengalami ulser. Nampak juga akumulasi
leukosit pada epitel dan jaringan ikatnya.
Fitur lain dari periodontitis kronis adalah terjadinya resorpsi tulang. Inflamasi
yang terjadi pada daerah sulkus gingiva yang menyerang serat kolagen akan terus
berlanjut searah dengan pembuluh darah melewati jaringan longgar disekitarnya
hingga ke tulang alveolar.
Gambar 34. A. Perluasan area inflamasi dari gingiva ke daerah suprabony, B. Perluasana
inflamasi sepanjang pembuluh darah diantar bundel kolagen.
Setelah inflamasi mencapai tulang alveolar, inflamasi tersebut kemudian akan
menyebar ke dalam rongga di sumsum tulang dan menggantikannya dengan
leukosit dan cairan eksudat, pembuluh darah baru, serta proliferasi sel fibroblas.
Pada rongga sumsum tulang, proses resorpsi tulang dimulai dari dalam yang
menyebabkan terjadinya penipisan dari trabekula dan semakin luasnya rongga
sumsum. Hal ini diikuti dengan dekstruksi tulang alveolar dan pengurangan tinggi
tulang alveolar.
Serat kolagen
Sel-sel pada JE Terbentuk poket
pada JE mulai
berproliferasi periodonotal
rusak
Gambar 42. Beberapa mekanisme yang terlibat dalam penyakit periodontal. (A)
Hambatan pada epitel yang kuat dapat mencegah masuknya bakteri periodontopathogenic
dan produknya ke dalam jaringan mulut (B) Gangguan hambatan epitel memungkinkan
masuknya bakteri periodontopathogenic dan produknya dalam jaringan host. Sebagai
respon, sel-sel dari innate dan adaptif imun diaktifkan dan menghasilkan LL-37,
defensin, saposin, sitokin dan khemokin terhadap agen invasi.
Gambar 43. Peran Sel T CD8+ (Th1) pada penyakit periodontitis kronis. Anatomi
jaringan periodontal lunak dan keras dengan sel yang dipilih: sel T CD8+ (biru),
osteoblast (hijau), dan osteoklas (ungu), dalam kondisi jaringan periodontal yang sehat
(panel kiri) dan kondisi periodontitis kronis (panel kanan).
Pada Gambar 2 terjadi akumulasi bakteri patogen pada permukaan gigi,
pembentukan saku dengan akumulasi cairan crevicular (GCF) gingival,
kehilangan perlekatan gingiva, gingiva yang meradang (kemerahan), serta
hilangnya tulang alveolar pada periodontitis kronis karena ketidakseimbangan
dalam keseimbangan antara osteoblastogenesis dan osteoklastogenesis (panel
kanan). Di bawah kondisi homeostasis (panel kiri), IL-10 dan TGF-β disekresikan
oleh sel CD8+ untuk menekan osteoklastogenesis, sementara Wntb10 memicu
diferensiasi sel punca mesenkimal (MSC) menjadi osteoblas dan menghambat
apoptosis sel osteoblas. Sel CD8+ juga mensekresikan amphiregulin (AREG) yang
mengurangi peradangan gingiva dan meningkatkan perbaikan jaringan epitel dan
stroma. Peran IFN-γ dan IL-17 di bawah kondisi homeostatik pada
osteoklastogenesis dan osteoblastogenesis belum dapat diketahui (tidak pasti).
Sementara pada keadaan periodontitis kronis (panel kanan), tingginya produksi
TNF-α, IFN-γ, dan IL-17 adalah sebagai respons terhadap kolonisasi bakteri
patogenik. Mediator ini berfungsi sebagai pemicu osteoklastogenesis dan
apoptosis osteoblas, sehingga mendukung resobsi tulang.