Anda di halaman 1dari 36

SKENARIO 3

PENYAKIT INFEKSI DENTOMAKSILOFASIAL

Oleh: Prof. Mei Syafriadi, MDSc., PhD

Seorang laki laki berumur 38 tahun datang ke RSGM dengan keluhan


bengkak pada sudut rahang kiri dan sulit membuka mulut. Pembengkakan mulut
muncul sejak 3 hari yang lalu pada tepi rahang bagian belakang yang makin lama
makin membesar meluas sampai ke bagian bawah wajah sebelah kiri. Sebelum
bengkak muncul gigi geraham belakang kiri sering sakit jika dipakai mengunyah.
Belum pernah di periksa ke dokter, hanya minum antalgin yang dibeli dari toko
obat. Pemeriksaan klinis ekstra oral terlihat adanya pembengkakan, diffuse pada
sudut rahang kiri yang meluas ke tengah dasar mulut (sub mandibula kiri) kulit
menegang dan mengkilat, palpasi hangat dan sakit, tidak terdapat fluktuasi,
limfonodi submandibular kiri teraba lunak dan sakit, tetapi tepi mandibular
teraba. Pasien trismus derajat 2. Pemeriksaan intra oral terlihat gigi 27 KPP,
Perkusi (+), Mobillity (-), Sondasi (-). Gingival sekitarnya berwarna kemerahan
serta membegkak. Untuk membantu penegakan diagnosa dokter melakukan
ronsen foto proyeksi periapikal dan panoramik. Hasilnya terlihat gigi 27 karies
mencapai pulpa dan terlihat radiolusen pada apek gigi yang tidak berbatas jelas,
gigi geligi yang lain normal. Pasien sekarang merasa kesakitan dan suhu tubuh
meningkat. Data fisik umum pasien TD = 110/70; R = 20x/menit; N = 84x/menit;
T= 38,5֠C; TB = 170cm, BB = 75kg. Dokter mendiagnosa pasien mengalami
infeksi dentomaksilofasial dengan port de entry dari pulpa/periapikal gigi.
Diskusikanlah kasus di atas

P a g e 1 | 36
I.STEP 1 (TELAAH KATA SULIT)
1. Infeksi dentomaksilofasial:
Infeksi yg terjadi di bag. maksila dan fasial yang disebabkan oleh bakteri.
2. Trismus derajat 2:
Sulit membuka mulut, hanya mmapu membuka mulut selebar 2 jari.
3. Gigi 37 KPP:
Gigi 37 mengalami karies profunda perforasi.
4. Fluktuasi:
Pembengkakan yang ketika disentuh dapat berpindah.
5. Perkusi (+):
Ketika dilakukan pengetukan dengan handle terasa sakit, untuk
mengetahui adanya inflamasi periodontal. Hasil (+) berarti tajam:
menandakan terjadinya inflamasi periapikal. Hasil (+) ringan sampai
sedang: menandakan inflamasi periodontal.
6. Sondasi:
Pemeriksaan menggunakan sonde pada daerah oklusal gigi untuk
mengetahuyi adanya kavitas. Sondasi (-) berarti tidak ada kavitas.
7. Panoramik:
Pemeriksaan radiologi pada rongga mulut secara keseluruhan/utuh.
8. Antalgin:
Obat penghilang rasa nyeri/ anti nyeri yang berkaitan dengan inflamasi.
9. R=20x/menit:
Respiration normal
10. N=84x/menit:
Nadi normal
11. Foto proyeksi periapical:
Gambaran radiologi yang menunjukkan 2-3 gigi dari daerah oklusal/insisal
sampai apikal.

P a g e 2 | 36
II.STEP 2 (RUMUSAN MASALAH)
1. Apa arti pemeriksaan klinis ekstra oral pada pasien menurut skenario?
2. Apa hubungan infeksi dentomaksilofasial dengan suhu tubuh meningkat?
3. Bagaimanakah mekanisme terjadinya infeksi dentomaksilofasial dengan port
de entry dari pulpa/periapikal gigi?
4. Apa saja penyebab penyakit infeksi dentomaksilofasial?
5. Apa arti pemeriksaan intra oral pada skenario?
6. Apakah arti pemeriksaan radiograf pada pasien?
7. Bagaimana klasifikasi infeksi dentomaksilofasial?
8. Bagaimana gambaran histopatologi dari penyakit infeksi dentomaksilofasial?
9. Apa arti data fisik umum dari pasien?

III.STEP 3 (BRAINSTORMING)
1. Apa arti pemeriksaan klinis ekstra oral pada pasien menurut skenario?
a) Pembengkakan: Dikarenakan adanya abses yang berisi pus.
b) Diffuse pada sudut rahang kiri yg meluas ke submandibula kiri:
Adanya pembengkakan limfonodi dan manifestasi inflamasi pada
gigi molar bawah kiri.
c) Kulit menegang dan mengkilat: Tanda-tanda pembengkakan.
d) Palpasi hangat dan sakit: Hangat karena adanya inflamasi dg
vaskularisasi pada daerah yg terinflamasi. Sakit karena tekanan
eksudat.
e) Tidak terdapat fluktuasi: Pembengkakan yang tidak dapat
berpindah tempat.
f) Limfonodi submandibula kiri teraba lunak dan sakit: Karena
adanya infeksi bakteri, kelenjar limfonodi melawan infeksinya
dengan cara peningkatan aktivitas (produksi sel limfosit T dan B).
g) Tepi mandibula teraba: Pembengkakan tidak terjadi hingga tepi
mandibula

P a g e 3 | 36
h) Trismus derajat 2: Keadaan sulit membuka mulut, hanya mmapu
membuka mulut selebar 2 jari

2. Apa hubungan infeksi dentomaksilofasial dengan suhu tubuh meningkat?


Jika ada inflamasi pada salah satu gigi, maka mediator inflamasi
akan mengirim sinyal ke kelenjar pituitari. Kelenjar pituitari
memerintahkan tubuh untuk membantu mengadakan perlawanan dengan
meningkatkan suhu tubuh.

3. Bagaimanakah mekanisme terjadinya infeksi dentomaksilofasial dengan


port de entry dari pulpa/periapikal gigi?
Karies – puplitis – nekrosis – respon inflamasi – eksudat –
pelebaran space ligamen periodontal - abses – resorpsi tulang alveolar -
pus mencari jalan keluar – membentuk drainase dg mengikuti
struktur/jalan scr anatomis (dg bantuan enzim dari bakteri S.aureus dan
S.mutans) – penghancuran periosteum – dento alveolar hancur – menyebar
ke fasial.

4. Apa saja penyebab penyakit infeksi dentomaksilofasial?


Utama: Iritan mikroorganisme (port de entry karies).
Predisposisi: Mekanik (TFO, trauma karena hantaman, overhanging,
overinstrumen), dan kimia (alergi dari bahan restorasi).

5. Apa arti pemeriksaan intra oral pada skenario?


a. Gigi 37 Karies Profunda Perforasi: Terbentuknya kavitas pada bagian
dalam gigi 37.
b. Perkusi (+): Ketika dilakukan pengetukan dengan handle terasa sakit,
untuk mengetahui adanya inflamasi periodontal. Hasil (+) berarti
tajam: menandakan terjadinya inflamasi periapikal. Hasil (+) ringan
sampai sedang: menandakan inflamasi periodontal.
c. Mobility (-): Tidak terjadi kegoyangan pada gigi 37.

P a g e 4 | 36
d. Sondasi (-): Pemeriksaan menggunakan sonde pada daerah oklusal gigi
untuk mengetahuyi adanya kavitas. Sondasi (-) berarti tidak ada
kavitas di oklusal dan gigi non vital. Kemungkinan kavitas terjadi pada
karies kelas 2 atau 5.
e. Gingiva kemerahan dan bengkak: Karena terjadinya inflmasi,
vasodilatasi pembuluh darah, dan eksudasi.

6. Apakah arti pemeriksaan radiograf pada pasien?


Terdapat nekrosis pada pulpa, terdapat abses (batas tidak jelas),
localized (belum menyebar secara keseluruhan).

7. Bagaimana klasifikasi infeksi dentomaksilofasial?


a. Abses Perimandibula: Perluasan abses spasia bukal - submandibula
b. Abses spasium submandibula: Regio submandibula - leher
c. Abses subkutan: Bawah kulit dengan membentuk fistula.
d. Abses spasium parafaringeal: Perluasan ke rahang atas/maksila dan
sinus
e. Abses fossa Canina: Perluasan dari maksila – fossa kanina
Klasifikasi lesi periapikal gigi:
Berdasarkan WHO: Acute Alveolar Abscess/ Abses Periapikal (K04.6)
Berdasarkan Grossman
Berdasarkan Ingle
Berdaarkan Weine

8. Bagaimana gambaran histopatologi dari penyakit infeksi


dentomaksilofasial?
Adanya pus yang di dalamnya terdapat mikroorganisme, sel radang
(granuler atau agranuler), sel host yang telah mati, vasodilatasi pembuluh
darah, resorpsi tulang alveolar.

P a g e 5 | 36
9. Apa arti data fisik umum dari pasien?
a. TD: 110/70 = Normal cenderung rendah
b. Respiration: 20x/menit = Normal (12-20x/menit)
c. Nadi: 84x/menit = Normal (60-90x/menit)
d. Suhu: 38,5 = Meningkat karena terjadi inflamasi

IV.STEP 4 (MAPPING)

Infeksi
Mikroorganisme

Jenis Port de entry

Perluasan infeksi dentomaksilofasial Respon Imun lokal dan


intra oral dan ekstra oral (anatomi gigi sistemik (tanda-tanda vital)
dan rahang)

Patogenesa

Klinis (Intra Oral Radiografi Histopatogenesa


dan Ekstra Oral)

P a g e 6 | 36
V.STEP 5 (LEARNING OBJECTIVE)

Mahasiswa Mampu Mengetahui dan Memahami

1. Definisi infeksi dentomaksilofasial


2. Jenis mikroorganisme penyebab infeksi dentomaksilofasial
3. Port de entry infeksi dentomaksilofasial (Dari jaringan keras gigi dan
jaringan periodontal)
4. Perluasan infeksi dentomaksilofasial (Struktur anatomis gigi dan rahang
dalam perluasan infeksi dentomaksilofasial IO dan EO)
5. Klasifikasi infeksi dentomaksilofasial
6. Respon imun lokal dan sistemik terhadap infeksi dentomaksilofasial
(Terhadap tanda-tanda vital)
7. Patogenesa penyakit infeksi dentomaksilofasial
a. Klinis (IO dan EO)
b. Radiografis
c. Histopatogenesa
8. Klasifikasi dan patogenesa trismus
9. Teknik rontgen foto IO dan EO dalam infeksi dentomaksilofasial.

VI.STEP 6 (BELAJAR MANDIRI)


Belajar mandiri

VII.STEP 7 (PEMBAHASAN)
1. Definisi infeksi dentomaksilofasial
a. Masuknya kuman/mikroba ke dalam jaringan dentomaksilofasial
sehingga menimbulkan reaksi patologis berupa inflamasi pada jaringan
dentomaksilofasial, masuknya mikroba juga melibatkan proliferasi yang
memicu mekanisme pertahanan dan bermanifestasi pada inflamasi.

P a g e 7 | 36
b. Infeksi yang umumnya terjadi di daerah orofasial yang melibatkan
gangguan dari flora normal atau perpindahan dari organisme yang normal
ke situs dimana bakteri infeksi tersebut biasanya tidak terlihat.

2. Jenis mikroorganisme penyebab infeksi dentomaksilofasial


a. S. aureus [DOMINAN bersama dengan S. pyogenikum], memiliki
enzim kolagenase, untuk memecah kolagen dan mengubah molekul
stabil menjadi tidak stabil. Sangat patogen karena PVL toksin
mengandung lukS dan lukF protein yg dapat melisikan sel darah
putih(Watkins dkk, 2012).
b. S. mutans, memiliki enzim streptocinase, untuk antikoagulan darah
untuk menguraikan fibrin. Enzim streptodornase, untuk depolimerase
DNA. Enzim hialuronidase, untuk menddegradasi matriks ekstraseluler
dan merusak jaringan inang.
c. Bakteri dalam rongga mulut terdiri atas bakteri gram positif aerob
(Streptococcus sp. dan Staphylococcus sp.), bakteri gram negatif
(Neisseria sp.), dan bakteri anaerob (Bacteroides sp. dan
Peptostreptococcus). Bakteri dentomaksilofasial memiliki karakteristik
polimikrobial, endogenous, dan oportunistik.

Gram + cocci (anaerob [streptococcus] dan aerob)


Gram + rods (lactobacillus, diphteroid)
Gram – rods (Fusobacterium, pseudomonas [occasional])
Gram – aerob (Neisseria) hanya sekitar 5%, Streptococcus
Gram – anaerob (Bacteroides, Peptotreptococcus. Bentuk spiral:
Treponema) ditemukan sekitar 60% alpha hemolitic streptococcus,
peptostreptococcus, dsb.

P a g e 8 | 36
3. Port de entry infeksi dentomaksilofasial (Dari jaringan keras gigi dan
jaringan periodontal)

Port de entry dari infeksi dentomaksilofasial dibagi menjadi tiga jalur,


yaitu:

a. Melalui karies.

b. Melalui jaringan periodontal:


Dinding tulang alveolar diresorpsi oteoklast – terbentuk poket –
jaringan periodontal nekrotik – neutrofil – terbentuk pus
Periodontitis yang berhubungan dengan lesi endodontik:
1. Lesi endodontik periodontal: lesi periapikal (dari karies ke periodontal)
2. Lesi periodontal endodontik: infeksi bakteri dari poket periodontal
(berhubungan dengan hilangnya perlekatan), akan menyebar melalui
saluran aksesoris pulpa, sehingga menyebabkan nekrosis pulpa
3. Lesi kombinasi: terjadi ketika terdapat nekrosis pulpa dan lesi
periapikal, sekaligus periodontitis.

c. Melalui pericoronitis
Ada perikorona, dimana lesi dimulai dengan adanya perikoronitis
yang berakhir ke pembentukan abses.

Jalur infeksi yang ketiga adalah jaringan perikoronal. Mahkota gigi


sehat yang erupsi sempurna dikelilingi oleh jaringan gingival. Pada
gigi yang erupsi sebagian, mahkota gigi diliputi oleh jaringan lunak
(yang disebut operkulum). Operkulum tidak dapat dibersihkan secara
sempurna sehingga sering mengalami infeksi. Infeksi tersebut dapat
bersifat local atau dapat meluas ke jaringan yang lebih dlaam dan
melibatkan jaringan lunak (spasium). Antara operculum dengan
mahkota gigi yang erupsi sebagian terdapat spasium, bagian dari
dental follicle (sisa dari jaringan enamel yang terdapat pada gigi yang
sedang erupsi), yang berhubungan dengan rogga mulut melalui celah

P a g e 9 | 36
(pseudopoket).Berbagai macam flora normal rongga mulut, terutama
mikroflora subgingiva dapat mebentuk koloni di celah tersebut.
Kebersihan rongga mulut yang kurang sehingga terdapat akumulasi
plak dapat mendukung berkembangnya koloni bakteri (Marsh Phillip
dkk, 2009).

Perluasan infeksi dentomaksilofasial (Struktur anatomis gigi dan


rahang dalam perluasan infeksi dentomaksilofasial IO dan EO)

Faktor pola penyebaran: virulensi bakteri, ketahanan jaringan, dan


perlekatan otot. Bergantung juga pada hubungan gigi, rahang, dan otot.
Mandibula ke vestibular anterior atau vestibular posterior, pipi dan lateral
wajah, faringeal dan servikal, dan midface.

Gambaran perluasan infeksi odontogen primer dan spasia-spasia yang


berdekatan secara anatomis. (Head, Neck, and Orofacial Infection; 2016)

P a g e 10 | 36
Panah merah menunjukkan perluasan struktur yang mungkin terinfeksi.
1. Vestibula; 2. Spasium Bukal; 3. Palatal; 4. Dasar Mulut atau Sublingual; 5.
Submandibular; 6. Sinus Maxilla (Head, Neck, And Orofacial infection; 2016)

Berdasarkan keterlibatan:
a. Primer
Dibagi menjadi dua: maksila primer (canine, buccal, infratemporal)
dan mandibula primer (submentale, buccal, submandible, sublingual)
b. Sekunder
Dibagi menjadi delapan: masseterica, pterygomandible, superficial and
deep temporal, lateral pharyngeal, retro pharyngeal, preverterbal space,
parotid space

Penyebaran dari gigi molar bawah:

A. Jika pus ke arah bukal, relasinya pada m.bucinator.

pus di atas buccinator membentuk vestibular abscess,

bila di bawah buccinator membentuk buccal space infections,

B. Jika pus ke arah lingual, relasinya dengan m.milohioid,

pus di atasm.milohioid akan terjadi sublingual space abscess,

pus di bawahm.milohioid menjdi submandibula space abscess.

P a g e 11 | 36
Penyebaran infeksi Molar bawah yang ke arah bukal juga
ditentukan oleh perlekatan m. Buccinator. Apabila pus keluar diatas
perlekatan m. buccinator maka yang tejadi adalah vestibular abscess, bila
pus keluar dibawah perlekatan otot tersebut maka yang terjadi adalah
buccal space infection atau perimandibular infection. Penyebaran infeksi
M RB yg kearah lingual ditentukan oleh relasi antara letak apeks akar
gigi M dan tempat perlekatan m. Mylohyoid. Bila pus keluar dari dinding
lingual di atas perlekatan m. Mylohyoid maka akan terjadi sublingual
space abscess, sebaliknya bila pus keluar dibawah perlekatan otot tsb
akan timbul submandibular space abscess (Green, 2001).

Perluasan abses ke spasium sublingual(Clinics of Oral and Maxilofacial


Surgery; 2013).

P a g e 12 | 36
Penyebaran infeksi dentomaksilofasial bergantung pada lokasi dari apeks gigi
yang terlibat dan hubungannya dengan kortikal plate pada bagian bukal maupun
lingual serta hubungan apeks gigi dengan perlekatan otot. Berdasarkan Hohl et al,
dalam Cohen Pathway of The Pulp 8th Edition, fascial space dari kepala dan leher
dapat dibagi menjadi empat grup berdasarkan struktur anatomisnya, yaitu:

1) Pembengkakan yang terjadi pada bagian antero-posterior mandibula.


Pembengkakan ini dibagi kembali menjadi beberapa bagian, yaitu:

a. Bukal vestibula
Terletak antara bukal kortikal plate, mukosa alveolar dan muskulus
buccinator di bagian posteriornya. Pada kasus ini, sumber infeksi
adalah gigi posterior atau anterior pada mandibula. Persebaran infeksi
meluas melalui bukal cortical plate.

Gambar perluasan bukal vestibula yang berasal dari gigi-gigi posterior


mandibula.
(Sumber: Cohen Pathways of The Pulp8th Edition)

P a g e 13 | 36
Gambar perluasan bukal vestibula yang berasal dari gigi-gigi anterior mandibula.
(Sumber: Cohen Pathways of The Pulp8th Edition)

b. Spasia mentalis
Perluasan infeksi berada pada bagian inferior dari muskulus
mentalis dan superior dari muskulus platysma. Sumber infeksi berasal
dari gigi-gigi anterior, dengan cara menembus melewati kortikal plate
bukalis dan apeks dari gigi tersebut terletak di bawah perlekatan dari
muskulus mentalis.

Gambar perluasan spasia mentalis yang berasal dari gigi-gigi anterior mandibula.
(Sumber: Cohen Pathways of The Pulp8th Edition)

P a g e 14 | 36
c. Spasia submentalis
Perluasan infeksi terletak pada bagian inferior dari muskulus
mylohioid dan superior dari muskulus platysma. Sumber infeksi
berasal dari gigi-gigi anterior yang perluasan infeksinya meluas
melalui kortikal plate lingual.

Gambar perluasan spasia submentalis yang berasal dari gigi-gigi anterior


mandibula. (Sumber: Cohen Pathways of The Pulp8th Edition)

P a g e 15 | 36
d. Spasia sublingualis
Penyebaran infeksi berada pada bagian inferior lidah atau
pada bagian mukosa oral dasar mulut dan bagian superior dari
muskulus

mylohioid.
Gambar perluasan spasia submentalis yang berasal dari gigi-gigi anterior
mandibula. (Sumber: Cohen Pathways of The Pulp8th Edition)

e. Spasia submandibula

Terletak diantara muskulus mylohioid dan muskulus platysma.


Muskulus mylohioid sebagai batas superior dan muskulus platysma
sebagai batas inferior.
Sumber infeksi biasanya
berasal dari gigi-gigi
posterior
mandibula, terutama
gigi molar.

P a g e 16 | 36
Gambar perluasan spasia submandibula yang berasal dari gigi-gigi posteriormandibula.
(Sumber: Cohen Pathways of The Pulp8th Edition)

2) Pembengkakan yang terjadi pada bagian pipi dan lateral wajah.


Pembengkakan ini dibagi kembali menjadi beberapa bagian, yaitu:

a. Spasia bukal

vestibula dari maksilaris


Perluasan infeksi yang terletak diantara bukal kortikal plate,
mukosa yang erletak diatasnya dan muskulus buccinator.

Gambar perluasan spasia bukal vestibula maksilaris yang berasal dari


gigi-gigi posterior maksila.
(Sumber: Cohen Pathways of The Pulp8th Edition)

b. Spasia Bukalis

P a g e 17 | 36
Terletak pada permukaan lateral dari muskulus buccinator dan
permukaan medial dari kulit pipi. Umumnya, infeksi dapat berasal dari
gigi posterior mandibula maupun maksila.

Gambar perluasan spasia bukal yang berasal dari gigi-gigi

posteriormaksila atau mandibula. (Sumber: Cohen Pathways of The Pulp8th


Edition)
3) Pembengkakan yang terjadi pada
bagian faringeal dan
servikal.

Spasia Parapharyngeal
Spasia ini tersusun dari
spasia pharyngeal lateral dan spasia retropharyngeal. Spasia
pharyngeal lateral merupakan spasia yang bilateral. Terletak di antara
permukaan lateral muskulus pterygoideus dan permukaan posterior

P a g e 18 | 36
dari muskulus konstriktor superior. Sedangkan, spasia retropharyngeal
terletak diantara permukaan anterior dari fascia prevertebra dan
permukaan posterior dari muskulus konstriktor superior yang meluas
ke bagian inferior hingga ke spasia retroesophageal.

Gambar perluasan spasia parapharyngeal yang berasal dari spasia-spasia


fascial yang lain atau adanya abses peritonsil
(Sumber: Cohen Pathways of The Pulp8th Edition)

4) Pembengkakan pada bagian midface. Pembengkakan pada bagian ini


dibagi kembali menjadi beberapa bagian, yaitu:
a. Kaninus atau spasia infraorbital
Perluasan infeksi berasal dari kaninus atau premolar maksilaris.
Terletak pada bagian superior muskulus levator anguli oris dan bagian
inferior muskulus levator labii superior.

b. Spasia Periorbital

P a g e 19 | 36
Terletak pada bagian profundus dari muskulus orbicularis oculi.
Perluasan infeksi pada spasia ini berasal dari spasia kaninus atau
bukalis.

Gambar perluasan pembengkakan pada bagian midface


(Sumber: Cohen
Pathways of The
Pulp8th Edition)

4. Klasifikasi infeksi dentomaksilofasial


a. Menurut WHO

P a g e 20 | 36
b. Menurut Grosssman

P a g e 21 | 36
c. Menurut Weine

d. Menurut Ingles

P a g e 22 | 36
e. Menurut Topazia

Klasifikasi berdasarkan spasia yang


No Klasifikasi Menurut Topazian
terkena
1. Wajah Spasia primer maksila
a. Bukal a. Kanina
b. Kanina b. Bukal
c. Mastikasi (Maseter, pterigoid, c. Infratemporal
zigomatikotemporal)
2. Suprahioid Spasia primer mandibula
a. sublingual a. submental
b. submandibula-submaksila- b. submandibula
submental
c. lateral paringeal c. sublingual
d. peritonsilar d. bukal
3. Infrahioid Spasia fasial sekunder
a. anteroviseral a. maseter
b. retroviseral b. pterigomandibula
c. superfisial dan deep

P a g e 23 | 36
temporal
d. lateral faring
e. retrofaring
f. prevertebral
4. Spasia pada leher
a. retrofaring
b. danger space
c. spasia karotik sheath

5. Respon imun lokal dan sistemik terhadap infeksi dentomaksilofasial


(Respon imun/dampak lokal sistemik (demam dan lymphadenitis))

Demam karena inflamasi terjadi diawali dari masuknya


mikroorganisme penyebab infeksi. Mikroorganisme ini akan menginfeksi
dengan cara memproduksi toksinnya (berupa pirogen eksogen) ke
jaringan-jaringan dalam tubuh, sehingga jaringan akan meradang dan
terjadilah inflamasi. Sebagai akibat terjadinya inflamasi, maka tubuh akan
merespon dengan cara melawan infeksi ini dengan mengeluarkan leukosit
agranuler, yaitu monosit (makrofag) dan limfosit. Makrofag akan
memakan (fagositosis) mikroorganisme penyebab radang dan jaringan
yang telah diinfeksinya.
Akibatnya, leukosit ini juga akan mengeluarkan Pirogen
Endogen Interleukin-1 (IL-1), TNF alfa (Tumor Necrosis Factor alfa),
Interleukin-6 (IL-6) dan Interferon (INF). IL-1 ini akan mengalir dalam
sirkulasi darah, dan akan bergerak dari tempat produksinya menuju sistem
saraf pusat yaitu otak, khususnya bagian otak yang berperan sebagai
pengatur suhu tubuh (hipotalamus anterior). Pirogen endogen (IL-1) yang
sudah berada pada hipotalamus anterior, akan merangsang sel-sel epitel
hipotalamus anterior untuk mensekresikan asam arakhidonat. Pensekresian
asam arakhidonat akan menstimulasi pengeluaran Prostaglandin E2.

P a g e 24 | 36
Prostaglandin E2 inilah yang secara fisiologisnya (secara fungsi
normalnya) yang menyebabkan demam.

6. Patogenesa penyakit infeksi dentomaksilofasial


a. Klinis (IO dan EO):
Ekstra Oral = tampak nodul kemerahan (kekuningan) tergantung
banyaknya pus, nodul membengkak dan hangat, serta terjadi fluktuasi.

Abses : Perluasan Submandibula(Color Atlas of Common Oral Disease;


2009)

Intra Oral = Apabila abses dibiarkan tanpa adanya penangan maka


akan terjadi penyebaran infeksi yang progresif dan purulen. Infeksi akan
meluas menjauhi apikal yang dapat menyebabkan terjadinya osteomyelitis
atau apabila meluas ke jaringan lunak dapat menyebabkan cellulitis.

Pada gambaran klinis akibat dari perluasan infeksi ini dapat


menyebabkan terbentuknya parulis. Parulis merupakan bagian terbuka
dari sinus tarct yang terbuka dan terletak pada bagian intraoral. Parulis
terbentuk akibat adanya inflamasi subakut dengan bentukan berupa massa
jaringan yang bergranulasi.

P a g e 25 | 36
Gambar parulis pada mukosa alveolar

(Sumber: Oral and Maxillofacial Pathology 4th Edition)

b. Radiografis:
Gambaran radiolusen pada daerah periapikal gigi yang batasnya
diffuse karena lamina dura telah rusak.

Abses Periapikal kronik. Resorpsi tulang telah terbentuk akibat inflamasi


(Cawson’s Essentials of Oral Pathology and Oral Medicine; 2017)

P a g e 26 | 36
c. Histopatogenesa:

Panah orange menunjuk pada abses, yaitu pus yang terlokalisir dalam
suatu wilayah.

7. Klasifikasi dan patogenesa trismus


Trsimus: suatau gangguan motorik syaraf trigeminus, spasme otot,
sehingga sulit membuka.
Jarak normal: 40-60mm (pria). 35-45mm(wanita). Salah satu faktor yang
berpengaruh adalah gender.

Klasifikasi: diukur dari MID (maximum interincisal opening distance), ada


3 derajat. Derajat I: < 0.09cm. derajat II: 1-1,9cm. Derajat 3: 2-3cm

Patogenesa: Infeksi pulpa - Kondisi ini juga dikenal sebagai pulpitis. Ini
umumnya disebabkan oleh karies gigi yang berhasil menembus melalui
enamel dan dentin gigi untuk mencapai pulpa. Hal ini juga dapat
disebabkan karena trauma atau cedera termal berulang setelah prosedur
gigi . Ketika Pulpa menjadi meradang karena infeksi itu menyebabkan
tekanan yang berlebihan membangun di dalam rongga Pulpal yang
menyebabkan sakit gigi. Nyeri juga dapat disebabkan karena tekanan
berlebihan yang mempengaruhi jaringan di sekitarnya dan iritasi saraf
trigeminal, yang menyebabkan spasme otot masseter menyebabkan
Trismus. Karena pulpa dikelilingi oleh dentin keras tidak ada ruang untuk
menghilangkan tekanan. Ini menyebabkan nyeri gigi yang berlebihan.
Pada akhirnya ini bahkan dapat menyebabkan revitalisasi gigi. Jika pulpitis
bersifat reversibel seperti pada kasus karies gigi atau dentin yang terpapar,

P a g e 27 | 36
maka trismus akan mengurangi perawatan yang efektif dari kondisi
tersebut.Jika kondisi pulpitis ireversibel seperti dalam kasus karies yang
dalam maka kondisi menjadi sulit untuk dikelola.

Infeksi periodontal - Istilah periodonsium digunakan untuk


menunjukkan jaringan yang mengelilingi dan mendukung gigi. Infeksi
kronis yang melibatkan jaringan pendukung ini dapat mengiritasi ujung
saraf bebas yang menyebabkan spasme otot masseter. Dalam hampir
semua kondisi peradangan yang melibatkan gigi itu adalah iritasi saraf
trigeminal yang mengarah ke Trismus.

Infeksi perikoronal - Kondisi ini juga dikenal sebagai perikoronitis.


Ini melibatkan peradangan jaringan lunak di sekitar mahkota sebagian
gigi yang erupsi. Seperti halnya dengan infeksi gigi lainnya, perikoronitis
juga dapat menyebabkan iritasi refleks saraf trigeminal yang
melemparkan otot masseter ke dalam spasme yang menyebabkan
Trismus.

8. Teknik rontgen foto IO dan EO dalam infeksi dentomaksilofasial.


a. Foto intraoral
Foto intraoral digunakan untuk mendapatkan detail gambar yang
cukup jelas, dan gambarannya terbatas. Film yang digunakan
diletakkan di dalam mulut pasien. Foto intraoral terbagi atas tiga :
1. Teknik rontgen periapikal
 Untuk melihat keseluruhan mahkota serta akar gigi dan tulang
pendukungnya.

P a g e 28 | 36
2. Teknik rontgen bite wing
 Untuk melihat mahkota gigi rahang atas dan rahang bawah
daerah anterior dan posterior sehingga dapat digunakan untuk
melihat permukaan gigi yang berdekatan dengan puncak tulang
alveolar.
 Untuk melihat karies dibawah restorasi

3. Teknik rontgen oklusal


 Untuk melihat area yang luas pada rahang atas dan rahang
bawah pada satu film

P a g e 29 | 36
b. Foto ekstraoral
Foto ekstraoral digunakan untuk melihat area yang luas pada
rahang dan tengkorak. Film yang digunakan diletakkan di luar mulut
pasien. Foto ekstraoral terbagi atas:

1. Teknik foto panoramik


 Gambaran yang memperlihatkan struktur facial, termasuk
maksila dan mandibula serta struktur pendukungnya.
a) Kelebihan foto panoramik :
> Daerah liputannya luas daripada intraoral
> Dosis radiasi foto panoramik ini relatif lebih kecil,
dimana dosis radiasi yang diterima pasien untuk
satu kali foto panoramik sama dengan dosis empat
kali foto intraoral
b) Kekurangan foto panoramik
Dapat terjadi sedikit distorsi

Pada penegakkan diagnosa, foto panoramik berguna untuk:


- Adanya lesi tulang/ ukuran dari posisi gigi terpendam/
impaksi yang menghalanngi gambaran pada intraoral
- Melihat tulang alveolar dimana terjadi pocket lebih dari
6mm
- Melihat kondisi gigi sebelum dilakuakan rencana
pembedahan
- Rencana perawatan orthodonti yang diperlukan untuk
mengetahui keaadaan gigi atau benih gigi
- Mengetahui ada atau tidaknya fraktur pada bagian
mandibula
- Rencana perawatan implan gigi untuk vertical heightnya
- Mengevaluasi TMJ disorders/kelainan

P a g e 30 | 36
2. Teknik foto lateral
 Untuk melihat keadaan sekitar lateral tulang muka,diagnosa
fraktur, keadaan patologis tulang tengkorak dan muka
 Untuk evaluasi kondisi dari tulang dan posisi impaksi gigi/ lesi
yang besar

3. Teknik chepalometric
 Untuk memperlihatkan relasi gigi rahang atas dan rahang bawah
dengan tulang wajah.
 Untuk melihat tengkorak, tulang wajah akibat trauma penyakita
atau kelainan tumbuh kembang
 Untuk melihat jaringan lunak nasofaring, sinus paranasal, dan
palatum keras

P a g e 31 | 36
4. Teknik foto postero anterior
 Untuk melihat tengkorak pada bidang postero anterior
 Untuk memperlihatkan struktur gambaran wajah : sinus
frontalis, ethmoidalis, fossa nasalis, dan orbita
5. Teknik foto antero posterior
 Untuk melihat kelainan pada bagian depan maksila dan
mandibula
 Untuk memperlihatkan gambaran sinus frontalis, ethmoidalis,
dan tulang hidung

P a g e 32 | 36
6. Proyeksi water / sinus projection
 Evaluasi maksila, sinus frontal,ethmoidalis,orbita,sutura
zygomatico frontalis dan rongga nasal

7. Reverse towne projection


 Untuk memeriksa fraktur dari leher condilus mandibula (pasien
dengan kondilus mengalami perpindahan tempat)
 Untuk melihat dinding postero lateral maksila

8. Submentovertex projection
 Untuk meliaht dasar tengkorak

P a g e 33 | 36
 Posisi dan orientasi kondilus,sinus sphenoidalis dan fraktur pada
arcus zygomaticus, lengkung mandibula, dan dinding lateral sinus
maksila

P a g e 34 | 36
DAFTAR PUSTAKA

Aderem, Alan. 2003. The Journal of Infectious Diseases, Vol 187: 40-
50.Phagocytosis and Inflammatory Responses. https://doi.org/10.1086/374747

Greenberg, Steven., Grienstein, Sergio. 2002. Journal of Immunobiology Vol 14:


136-145. Phagocytosis and Innate Immunity. Elsevier.
https://doi.org/10.1016/S0952-7915(01)00309-0

A. W. Green, E. A. Flower dan N. E. New. 2001. Mortality Associated with


Odontogenic Infection. British Dental journal.
Marsh, Philip and Michael Martin. 2009. Oral Microbiology, Reed Educational
and Profesional Publishing Ltd., Great Britain.
Watkins RR, David MZ, Salata RA. 2012. Current concepts on the virulence
mechanisms of meticillin-resistant Staphylococcus aureus 1179–1193.
http://dx.doi.org/10.1099/jmm.0.043513-0.
Cohen S., Burns R.C. 2002. Pathways of The Pulp Eight Edition. USA: Mosby
Marsh D.P., Martin V.M. 2009. Oral Microbiology: Orofacial Bacterial
Infections 5th Edition. Toronto: Churchill Livingstone Elsevier
Mardiyanto F. 2017. Penyebaran Infeksi Odontogen dan Tatalaksana. Malang:
UB Press
Neville B.W., Damm D.D., Allen C.M., Chi A.C. 2016. Oral and Maxillofacial
Pathology Fourth Edition. Canada: Elsevier
Rambe A.S. 2017. Prevalensi Infeksi Odontogenik pada Spasia Primer Maksila
dan Mandibula di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2013-2015. Medan: FKG
Universitas Sumatra Utara

P a g e 35 | 36
P a g e 36 | 36

Anda mungkin juga menyukai