GALLERY
INDEKS TULISAN
OTOBIOGRAFI
TULISAN
Yang paling sering ialah infeksi perikoronal pada orang dewasa muda yaitu pada molar ketiga bawah. Simptom penyakit bervariasi dan sering pasien
merasakan sebagai infeksi di daerah tonsil atau teggorokan sehingga pasien mencari pengobatan kepada dokter umum. Yang menarik dari infeksi pericoronal
ini ialah simpton dan tandatandanya seperti abses peritonsilar dan infeksi streptokokal tenggorokan sehingga pasien dirawat untuk diagnosa penyakit itu dan
berulangulang. Sampai suatu saat gigi nolar ketiga dapat didiagnosa sebagai penyebab penyakit tadi.
Simpton yang khas dari infeksi perikoronal molar tiga bawah ialah adanya limfadenopati, trismus, sakit pada regio molar tiga dan keadaan umum yang gelisah
disertai kenaikan suhu tubuh. Simptom-simptom ini bervariasi dari setiap kasus yang timbul.
Adanya pembengkakan di sekitar gusi yang menutup gigi molar tiga bawah mengakibatkan kesukaran mengunyah. Untuk mempercepat mengecilnya jaringan
itu, maka perlu drenase dengan dren karet atau perban yodoform yang ditetesi eugenol untuk mengurangi rasa sakit dan tiap hari diganti. Pasien kumur air
hangat selama lima menit dengan interval setengah jam.
Pengobatan dengan antibiotika diberikan agar cepat mereda. Pengambilan gigi impaksi dilakukan apabila keadaan gigi tersebut tidak mungkin erupsi dengan
baik dan penyakit sering kambuh. Apabila posisi baik, tempat cukup maka dapat dilakukan operkulektomi untuk mempertahankan gigi tersebut.
Abses Periodontal
Abses berkembang dan infeksi periodontal yang disebabkan oleh bakteri pyogen. Pus yang terbentuk di dalam soket akan dikeluarkan melalui saku periodontal.
Tapi pada suatu saat gusi pada permukaan saku menutup sehingga pus yang berada di dalam saku gusi tidak dapat keluar menimbulkan suatu abses
periodontal dengan gejalagejala klinis gigi sakit pada sentuhan, gigi terasa memanjang, gigi goyang, pembengkakan pada gusi sekitar gigi tersebut,
eritema, pembengkakan kelenjar limf regional yang sakit pada perabaan.
Perawatan terdiri dari insisi untuk pembuatan drenase. Aplikasi arteri klem untuk membesarkan lubang drenase harus mencapai dasar poket. Tindakan ini
dikerjakan setelah pasien dilindungi dengan antibiotika dulu sebelumnya untuk mencegah penyebaran infeksi ke tulang alveolar dan penyebaran infeksi
menjadi septikemi. Kalau fase akut telah reda, apabila gigi masih dapat dipertahankan, karena kerusakan tulang hanya pada satu dinding alveolar, dilakukan
kuretase dan perawatan periodonsium lanjutan. Namun apabila tulang alveolar sudah rusak lebih dari satu dinding maka pilihan utama ialah pencabutan gigi.
Infeksi Rongga Mastikasi
Rongga mastikasi termasuk regio subperiostal mandibula, dan rongga yang berisi ramus mandibula dan otototot mastikasi yakni m. maseter, m. pterigoideus
lateral dan medialis dan m. temporalis.
Infeksi rongga mastikasi selalu berasal dan gigi, terutama molar bawah. Penting untuk diingat bahwa abses pada rongga mastikasi sering menimbulkan infeksi
rongga para faringeal. Kedua macan abses ini harus dapat didiagnosa dengan tepat mengingat perawatannya sangat berbeda.
Infeksi rongga mastikasi bertendensi besar untuk sering menimbulkan penyebaran infeksi ke infra temporalis, rongga kelenjar parotis dan bahkan ke lateral
parafaningeal.
Infeksi rongga mastikasi terjadi melalui
1. Infeksi melalui molar dua bawah terutama dari molar tiga bawah.
2. Tindakan anestesi yang tidak aseptis pada anestesi lokal untuk nervus mandibularis.
3. Trauma pada mandibula eksternal atau fraktura menyangkut molar tiga bawah.
Secara patologis, infeksi rongga mastikasi mempunyai karakteristik adanya mandibular subperiostal abses dan selulitis mandibula, masseter dan pterigoid
abses dapat terlibat. Bila infeksi lebih ke anterior akan meliputi korpus mandibula
Pada keadan tertentu dapat timbul osteomielitis pada ramus mandibula, hal ini Lerutama terjadi apabila tidak dilakukan drenase yang tepat.
Klinis abses rongga mastikasi ditandai terutama dengan adanya trismus, rasa sakit dan pembengkakan yang terjadi beberapa jam setelah pengambilan gigi
molar bawah atau oleh karena trauma mandibula. Tandatanda klinis ini akan bekembang cepat dan mencapai puncaknya pada hari ke 3 sampai hari ke tujuh.
Trismus yang terjadi sangat parah karena menyangkut m. masseter dan m. pterigoideus. Sakit terasa hebat, suhu tubuh meningkat, sakit menelan
Terapi umumnya secara konservatif dulu, drenase multipel yaitu melalui ekstra oral dan intra oral untuk memperlancar pengeluaran pus. Kadangkadang terjadi
drenase secara spontan pada hari ke empat sampai hari ke delapan. Pemberian khemoterapi saja tidak berguna kalau sudah ada supurasi.
Infeksi Spasium Temporalis
Spasium Temporalis ada yang superfisial dan profunda. Infeksi spasium temporalis biasanya terjadi secara sekunder setelah infeksi pertamatama pada rongga
rongga mastikator, ptenigopalatin dan rongga infratemporalis.
Klinis terdapat rasa sakit dan trismus, Ekstra oral pembengkakan di atas temporal jelas tapi kadangkadang tidak jelas. Insisi untuk drenase dilakukan di atas
lengkung zigoma menembus kulit, fasia superfisialis dan fasia temporalis. Utuk mencapai rongga temporal dalam perlu insisi menembus otot temporal
Rongga submandibula dan sublingual
Istilah rongga submandibula termasuk rongga submental karena kedua rongga ini saling berhubungan. Rongga submental terletak ditengah antara simfisis dan
tulang hioid. Lateral dibatasi oleh m. digastrikus pars anterior. Dasarnya terbentuk oleh m. milohioid sedang atapnya oleh bagian suprahioid fasia serfikal
dalam. Dalam rongga ini berasal vena yugularis, selain itu juga berisi kelenjar limfe submental.
Rongga submandibula atau rongga digastrik terletak lateral terhadap rongga submental, dibelakang bawah dibatasi oleh otot stiloid dan m. digastrikus pars
posterior. Anteroinferior oleh digastrikus pars anterior dan di atas oleh tepi bawah mandibula. Dasarnya dibentuk oleh m. milohioid dan m. hioglosus. Rongga
submandibula berisi kelenjar liur submandibula dan arteri serta vena.
Rongga sublingual terletak di atas m. milohioid. Atapnya dibentuk oleh mukosa dasar mulut. Ke arah lateral berhubungan dengan bagian dalam mandibula di
atas linea milohioid. Ke medial dibatasi oleh m. geniohioid dan m. genioglosus
Dasarnya adalah m. milohiold, rongga ini berisi kelenjar liur sublingualis, bagian dalam kelenjar liur submandibula. dan saraf serta pembuluh darah.
Infeksi yang paling berbahaya yang menyangkut rongga submental, submandibula dan sublingual ialah flegmon dasar mulut (Ludwig Angina).
Perawatan flegmon dasar mulut tidak dapat dilaksanakan di klinik gigi mengingat keadaan pasien demikian memerlukan penanganan khusus. Pasien dengan
fleganon dasar mulut mebberi gejala dan tanda klinik yang berat antara lain pasien tampak sangat kesakitan, susah bernapas apalagi dalam posisi terlentang,
suhu tubuh meningkat, begitu pula nadi menjadi cepat Pasien tampuk pucat karena sudah beberapa hari tidak masuk makanan. Pembengkakan pada daerah
leher dan dagu warna merah, pembengkakan keras seperti papan dan tidak ada fluktuasi, pasien tidak dapat menutup mulut karena lidah terdesak keatas dan
kebelakang, air liur mengalir dari sudut mulut karena hipersalivasi dan pasien sukar menelan.
Perawatan terdiri dari perawatan umum dan lokal, perawatan ini terdiri dari peningkatan daya tahan tubuh dengan pemberian cairan tinggi kalori dan protein
melalui infus, serta pemberian ruboransia. Pasien harus istirahat total di ruang perawatan dengan diperhatikan jalan napas agar tetap lancar, keseimbangan
cairan elektrolit dipertahankan. Antibiotika diberikan dosis tinggi dan yang mencakup bakteri penyebab infeksi termasuk bakteri aerob dan anaerob, sebelum
dilakukan kultur bakteri dan pemeriksaan test senstifitas. Apabila pasien mendapat kesukaran bernapas perlu dilakukan trakheostomi dan pemberian oksigen.
Insisi dan pembuatan drenase abses dikerjakan sesudah ada fluktuasi. Biasanya dilakukan multipel drenase untuk memperlancar pengeluaran pus dan
nengurangi ketegangan jaringan. penusukan dengan arteri klem ditujukan kearah atas dan belakang lidah, dicari kirakira tempat berkumpulnya pus.
Pencabutan gigi penyebab dilakukan setelah infeksi reda dan pasien sudah dapat membuka mulut.
Abses Parafaringeal
Rongga parafaringeal meluas dari basis kranii sampai ke batas tulang hioid. Di bagian medial dibatasi oleh m. konstriktor faring, lateral oleh mandibula, otot
pterigoideus medialis dan bagian retro mandibula kelenjar parotis, didepan dibatasi oleh rongga pterigomandibula, dibelakang oleh fasia prevertebra dan
kearah superior oleh bagian petrosus tulang temporal dan kebawah oleh perlekatan kapsul kelenjar submandibula ke sarung otot stilomandibula dan bagian
belakang otot digastrikus. Rongga ini dibagi dua oleh prosesus stiloideus menjadi bagian anterior dan posterior Dua ruangan ini tidak terpisah sekali tapi
nasih ada hubungan, namun infeksi dapat mengenai hanya satu ruang saja.
Ruang depan berisi kelenjar limf, arteri faringeal asendens dan arteri fasialis dan jaringan penyambung jarang. Ruang belakang
diisi oleh caroted sheath dengan arteri carotis interna, vena yugularis interna dan nervus vagus juga m. glosofaringeus, aksesori hipoglosal dan trunkus
simpatikus servikalis.
Infeksi rongga parafaringeal sangat berbahaya dan sering menimbulkan kenatian. Rongga ini sering terinfeksi oleh penyebaran dari infeksi tonsila palatina,
mastoid sel, kelenjar parotis dan dapat juga oleh infeksi dan gigi yang menjalar dari infeksi rongga mastikasi.
Secara patologis infeksi di rongga parafaringeal berupa pembentukan abses, namun ada kalanya tidak terjadi abses karena infeksi menyebar dengan cepat
seperti halnya pasien Angina Ludovici
Gambaran klinis tampak sebagai akibat penyebaran infeksi dan molar tiga atas, disertai dengan kenaikan suhu dengan cepat, pasien menggigil bila terjadi
septikemi. Tinitus jelas sekali karena iritasi otot ptenigoideus medialis serta juga rasa sakit yang hebat. karena tekanan tinggi akibat akumulasi pus antara
otot pterigoideus medialis dan konstriktor faringeus. Sakit menelan hebat, sesak napas tapi tidak menonjol seperti pada Angina Ludovici
Bila infeksi mengenai ruang bagian depan, maka tampak pembengkakan ekstra oral disebelah depan otot sternokleidonastoideus Pembengkakan inii mulai
tampak pada angulus mandibula, pembengkakan dapat menyebar ke atas ke kelenjar parotis. Di daiam rongga mulut tampak penonjolan ke medial dan dinding
faring dan mendorong tonsila palatina ketengah. Infeksi di bagian ini mnenimbulkan sakit dan trismus hebat tetapi biasanya tidak menunjukkan septikemi
Infeksi yang menyerang ruang bagian belakang parafaringeal, gambaran klinis yang terutama ialah gejala septikemi, Sedikit trismus dan rasa sakit.
pembengkakan ekstra oral tidak begitu besar seperti pada abses yang terjadi di bagian depan
Di rongga mulut pembengkakan pada dinding faring di belakang arkus palatogiosus. Komplikasi abses ini sangat gawat terutama bila telah menyangkut bagian
belakang ruang parafaringeal, komplikasi ini menyangkut :
1. paralisis pernapasan akibat dari edema laring,
2. trombosis vena yugularis interna dan
3. erosi arteri karotis interna.
Tindakan bedah untuk pembuatan drenase sangat diperlukan pada keadaan septikemi atau hemoraghi. Tindakan bedah ini dapat secara ekstra oral atau intra
oral. Insisi ekstra oral diperlukan pada waktu menanggulangi hemoraghi. Insisi sepanjang tepi depan otot sternomastoideus, meluas dari bawah kesudut
mandibula ke sepertiga tengah kelenjar submandibula. Insisi intra oral jangan dilakukan bila ada perdarahan hebat, tapi kalau tidak ada maka insisi dibuat di
bagian lateral rafe pterigomandibula dan memasukan hemostat sepanjang ramus mandibula medial otot pterigoideus medialis dan lateral otot konstriktor
faring ke belakang. Pada keadaan tertentu diperlukan tindakan trakheostomi untuk menjaga kelancaran jalan napas.
LEAVE A REPLY
Your email address will not be published. Required fields are marked*
Name *
Email *
Website
two + 4 =
Comment
You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b>
<blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <strike> <strong>
POST COMMENT
Notify me of follow-up comments by email.
Notify me of new posts by email.
SEARCH
RECENT POSTS
Abses di Rongga Mulut dan Rahang
Pemilihan Dasar-dasar Rekonstruksi Primer Bibir Sumbing
Peran Dokter Gigi Pada Penanganan Pasien Celah Bibir Dan Langit-Langit
Ukuran Antropometri Wajah Dan Kepala Sebagai Acuan Nilai Normal Untuk Evaluasi Penderita Celah Bibir Dan Langit-Langit
A comparative study between clindamycin and ampicillin in the treatment of odontogenic infections
KATEGORI
Select Category
2015: Prof. Sunardi Mangundjaja, drg., SpBM. (K)., DSS. | Simplify Theme by: