Anda di halaman 1dari 5

BERANDA

GALLERY

INDEKS TULISAN

OTOBIOGRAFI

TULISAN

ABSES DI RONGGA MULUT DAN RAHANG


Posted by: sunardi | on April 8, 2013
PENDAHULUAN
Abses di rongga mulut dan rahang dapat bersumber dari gigi (dentogen) dan bukan dan gigi (non dentogen). Abses non dentogen
dapat disebabkan oleb trauma pada jaringan lunak, fraktura tulang rahang, infeksi dan ekstra oral (furunkel), infeksi sinus, infeksi
tonsil dan sebagainya. Abses dentogen biasanya bersumber dari gigi, gangren, infeksi saku periodontal dan gigi molar ketiga
bawah yang bererupsi sebagian.
Gejala-gejala klinis ataupun tandatanda klinis kedua macam abses ini pada umumnya yakni adanya rasa sakit, pembengkakan
kelenjar lymph regional dan trismus apabila telah menyangkut otototot pengunyahan. Suhu tubuh sedikit meningkat, begitu
pula butir darah putih. Infeksinya sendiri biasanya akan berhenti dengan terjadinya drenase spontan. Namun pada beberapa kasus
dapat menyebar ke jaringan sekitarnya serta masuk kedalam rongga-rongga didaerah mulut dan rahang menimbulkan penyakit yang lebih parah. Sebagai
penyebab infeksi biasanya campuran dari mikroorganisme aerob dan anaerob (Megran dkk 1984). von Konow (1981) dan Newman (1984) dalam penelitiannya
menemukan bahwa secara klinis maupun bakteriologis bakteri, anaerob selalu dijumpai pada setiap isolat yang diambil dan pasien yang menderita abses
odontogen, sedangkan bakteri aerob hanya dijumpai pada sepertiga isolat tersebut dan selalu disertai adanya bakteri anaerob.
Dari bakteri aerob yang dominan ialah Stafilokokus aureus, Stafilokokus epidermidis, Streptokokus viridans, sedangkan golongan anaerob ialah Peptokokus,
Peptostreptokokus, Bacteroides gram positif batang, Gram negatif kokus. Obat pilihan untuk abses dentogen ialah penisilin (Gerico 181) Tetapi dari tahun ke
tahun obat ini menimbulkan resistensi terhadap bakteri, sehingga pada saat ini sudah banyak bakteri yang resisten terhadap penisilin, hal ini karena bakteri
dapat membentuk enzim betalaktamase yang menghancurkan kerja antibiotika tersebut. Diantara bakteri tadi ialah bakteri anaerob seperti Bacteroides
corrodens, Bacteroides Melaninogenikus dll. Dengan mampunya bakteri membentuk enzim ini maka terapi dengan penisilin akan gagal. Ampisilin merupakan
derivat dari penisilin yang dibuat secara sintetis. Obat ini masih berkhasiat tinggi untuk mengatasi infeksi di dalam rongga mulut dan rahang. Namun
kenyataanya di beberapa kota besar, resistensi bakteri terhadap ampisilin pun telah meningkat. Di Bandung penelitian penulis tahun 1969 terhadap abses
abses di rongga mulut dan, rahang di RSHS menunjukkan sudah adanya bakteri aerob maupun anaerob yang resisten terhadap antibiotika ini namun secara
statistik masih tergolong kecil (anaerob 3,8%, aerob 7%). Oleh karena itu masih dapat digunakan didalam menanggulangi kasus-kasus infeksi dentogen
PENJALARAN INFEKSI
Infeksi yang berasal dari periapikal atau periodontal menembus tulang alveolar kearah intra oral atau ekstra oral. Kalau intra oral setelah menembus tulang
alveolar, infeksi terjadi di awali periosteum menyebabkan periostitis yang kemudian berlanjut menjadi abses subperiostal, infeksi kemudian akan menembus
periost masuk ke dalan jaringan di atas periost membentuk abses submukus karena abses masih terletak didalam jaringan submukosa PUS akan mencari jalan
keluar menembus submukus.
Abses Periapikal
Abses periapikal atau disebut juga abses alveolar akut yang dimulai di daerah periapikal disebabkan oleh pulpa nekrotis. Abses ini terjadi segera setelah
trauma pada jaringan pulpa atau dapat juga setelah periode laten lama yang kemudian secara mendadak berkembang menjadi infeksi akut dengan simptom
inflamasi seperti rasa sakit yang hebat tanpa disertai dengan pembengkakan. Tetapi infeksi dapat menjalar menembus tulang alveolar keluar dan menimbulkan
abses subperiostal atau supraperiostal. Sebelun menimbulkan abses-abses ini, infeksi dapat menimbulkan selulitis pada regio jaringan yang bersangkutan.
Jaringan lunak menjadi padat dan keras pada palpasi, keadaan demikian disebut iridant Selama ini pasien merasakan keadaan yang sangat tidak
nenyenangkan sampai terbentuknya abses.
Perawatan ditujukan untuk mengobati dan melokalisir iridant selama periode indurasi, membatasi infeksi pada tempat tersebut dan kemudian menghilangkan
penyebab infeksi. Pemberian antibiotika yang tepat baik dosis maupun waktunya dapat membantu mengatasi keadaan infeksi yang hebat dan membahayakan.
Untuk membantu melokalisasi infeksi dapat dilakukan dengan kompres hangat dan sering kumur dengan air hangat Setelah terbentuk abses baru dilakukan
insisi dan drenase. Secara fisiologis pada saat ini tubuh telah membentuk barier disekeling abses, sehingga pada palpasi dapat dirasakan adanya fluktuasi.
Semakin dalam letak abses semakin sukar untuk diketahui adanya fluktuasi dengan palpasi. Tindakan selanjutnya ialah melakukan trepanasi gigi tersebut
untuk mengurangi tekanan, namun apabila dengan trepanasi tidak mengurangi rasa sakit, maka harus dilakukan pencabutan gigi tersebut.
Filosofi untuk tidak melakukan pencabutan gigi dalam keadaan infeksi akut telah ditinggalkan. Harus disadari bahwa tulang alveolar itu padat, sehingga satu
satunya jalan untuk mempercepat pengeluaran pus yang terkumpul di apeks gigi ialah dengan pencabutan. Bila pencabutan ditundatunda maka infeksi dapat
menyebar ke jaringan sekitarnya menimbulkan septikemi atau osteomiolitis atau keduanya.
Pencabutan gigi dengan infeksi akut harus dilakukan setelah pasen dilindungi cukup dengan antibiotika sampai konsentrasi dalam darah cukup tinggi.
Antibiotika dipilih yang sesuai nituk mikroorganisme penyebab. Ekstraksi gigi lebih dan satu atau pembedahan radikal harus dihindarkan sampai infeksi reda.
Untuk abses periapikal yang telah menembus tulang dan membentuk abses di luar tulang harus dilakukan insisi dan drenase abses serta pencabutan gigi
sekaligus.
Bi1a gigi hendak dipertahankan, maka sebelumnya ditrepanasi dulu dan di insisi untuk drenase abses. Insisi ekstra oral atau pun intra oral harus dipilih
tempat yang tidak merusak berkas neurovaskuler. Apabila sulit mencari yang aman, insisi dilakukan hanya sampai submukus, kemudian dilanjutkan dengan
arteri klem sampai ke tulang, kemudian arteri klem dibuka sehingga pus akan mengalir keluar
Abses Pericoronal
Abses pericoronal sering timbul pada masa bayi, anakanak dan dewasa muda. Pada bayi dan anak-anak abses perikoronal berhubungan dengan erupsi gigi.

Yang paling sering ialah infeksi perikoronal pada orang dewasa muda yaitu pada molar ketiga bawah. Simptom penyakit bervariasi dan sering pasien
merasakan sebagai infeksi di daerah tonsil atau teggorokan sehingga pasien mencari pengobatan kepada dokter umum. Yang menarik dari infeksi pericoronal
ini ialah simpton dan tandatandanya seperti abses peritonsilar dan infeksi streptokokal tenggorokan sehingga pasien dirawat untuk diagnosa penyakit itu dan
berulangulang. Sampai suatu saat gigi nolar ketiga dapat didiagnosa sebagai penyebab penyakit tadi.
Simpton yang khas dari infeksi perikoronal molar tiga bawah ialah adanya limfadenopati, trismus, sakit pada regio molar tiga dan keadaan umum yang gelisah
disertai kenaikan suhu tubuh. Simptom-simptom ini bervariasi dari setiap kasus yang timbul.
Adanya pembengkakan di sekitar gusi yang menutup gigi molar tiga bawah mengakibatkan kesukaran mengunyah. Untuk mempercepat mengecilnya jaringan
itu, maka perlu drenase dengan dren karet atau perban yodoform yang ditetesi eugenol untuk mengurangi rasa sakit dan tiap hari diganti. Pasien kumur air
hangat selama lima menit dengan interval setengah jam.
Pengobatan dengan antibiotika diberikan agar cepat mereda. Pengambilan gigi impaksi dilakukan apabila keadaan gigi tersebut tidak mungkin erupsi dengan
baik dan penyakit sering kambuh. Apabila posisi baik, tempat cukup maka dapat dilakukan operkulektomi untuk mempertahankan gigi tersebut.
Abses Periodontal
Abses berkembang dan infeksi periodontal yang disebabkan oleh bakteri pyogen. Pus yang terbentuk di dalam soket akan dikeluarkan melalui saku periodontal.
Tapi pada suatu saat gusi pada permukaan saku menutup sehingga pus yang berada di dalam saku gusi tidak dapat keluar menimbulkan suatu abses
periodontal dengan gejalagejala klinis gigi sakit pada sentuhan, gigi terasa memanjang, gigi goyang, pembengkakan pada gusi sekitar gigi tersebut,
eritema, pembengkakan kelenjar limf regional yang sakit pada perabaan.
Perawatan terdiri dari insisi untuk pembuatan drenase. Aplikasi arteri klem untuk membesarkan lubang drenase harus mencapai dasar poket. Tindakan ini
dikerjakan setelah pasien dilindungi dengan antibiotika dulu sebelumnya untuk mencegah penyebaran infeksi ke tulang alveolar dan penyebaran infeksi
menjadi septikemi. Kalau fase akut telah reda, apabila gigi masih dapat dipertahankan, karena kerusakan tulang hanya pada satu dinding alveolar, dilakukan
kuretase dan perawatan periodonsium lanjutan. Namun apabila tulang alveolar sudah rusak lebih dari satu dinding maka pilihan utama ialah pencabutan gigi.
Infeksi Rongga Mastikasi
Rongga mastikasi termasuk regio subperiostal mandibula, dan rongga yang berisi ramus mandibula dan otototot mastikasi yakni m. maseter, m. pterigoideus
lateral dan medialis dan m. temporalis.
Infeksi rongga mastikasi selalu berasal dan gigi, terutama molar bawah. Penting untuk diingat bahwa abses pada rongga mastikasi sering menimbulkan infeksi
rongga para faringeal. Kedua macan abses ini harus dapat didiagnosa dengan tepat mengingat perawatannya sangat berbeda.
Infeksi rongga mastikasi bertendensi besar untuk sering menimbulkan penyebaran infeksi ke infra temporalis, rongga kelenjar parotis dan bahkan ke lateral
parafaningeal.
Infeksi rongga mastikasi terjadi melalui
1. Infeksi melalui molar dua bawah terutama dari molar tiga bawah.
2. Tindakan anestesi yang tidak aseptis pada anestesi lokal untuk nervus mandibularis.
3. Trauma pada mandibula eksternal atau fraktura menyangkut molar tiga bawah.
Secara patologis, infeksi rongga mastikasi mempunyai karakteristik adanya mandibular subperiostal abses dan selulitis mandibula, masseter dan pterigoid
abses dapat terlibat. Bila infeksi lebih ke anterior akan meliputi korpus mandibula
Pada keadan tertentu dapat timbul osteomielitis pada ramus mandibula, hal ini Lerutama terjadi apabila tidak dilakukan drenase yang tepat.
Klinis abses rongga mastikasi ditandai terutama dengan adanya trismus, rasa sakit dan pembengkakan yang terjadi beberapa jam setelah pengambilan gigi
molar bawah atau oleh karena trauma mandibula. Tandatanda klinis ini akan bekembang cepat dan mencapai puncaknya pada hari ke 3 sampai hari ke tujuh.
Trismus yang terjadi sangat parah karena menyangkut m. masseter dan m. pterigoideus. Sakit terasa hebat, suhu tubuh meningkat, sakit menelan
Terapi umumnya secara konservatif dulu, drenase multipel yaitu melalui ekstra oral dan intra oral untuk memperlancar pengeluaran pus. Kadangkadang terjadi
drenase secara spontan pada hari ke empat sampai hari ke delapan. Pemberian khemoterapi saja tidak berguna kalau sudah ada supurasi.
Infeksi Spasium Temporalis

Spasium Temporalis ada yang superfisial dan profunda. Infeksi spasium temporalis biasanya terjadi secara sekunder setelah infeksi pertamatama pada rongga
rongga mastikator, ptenigopalatin dan rongga infratemporalis.
Klinis terdapat rasa sakit dan trismus, Ekstra oral pembengkakan di atas temporal jelas tapi kadangkadang tidak jelas. Insisi untuk drenase dilakukan di atas
lengkung zigoma menembus kulit, fasia superfisialis dan fasia temporalis. Utuk mencapai rongga temporal dalam perlu insisi menembus otot temporal
Rongga submandibula dan sublingual
Istilah rongga submandibula termasuk rongga submental karena kedua rongga ini saling berhubungan. Rongga submental terletak ditengah antara simfisis dan
tulang hioid. Lateral dibatasi oleh m. digastrikus pars anterior. Dasarnya terbentuk oleh m. milohioid sedang atapnya oleh bagian suprahioid fasia serfikal
dalam. Dalam rongga ini berasal vena yugularis, selain itu juga berisi kelenjar limfe submental.
Rongga submandibula atau rongga digastrik terletak lateral terhadap rongga submental, dibelakang bawah dibatasi oleh otot stiloid dan m. digastrikus pars
posterior. Anteroinferior oleh digastrikus pars anterior dan di atas oleh tepi bawah mandibula. Dasarnya dibentuk oleh m. milohioid dan m. hioglosus. Rongga
submandibula berisi kelenjar liur submandibula dan arteri serta vena.
Rongga sublingual terletak di atas m. milohioid. Atapnya dibentuk oleh mukosa dasar mulut. Ke arah lateral berhubungan dengan bagian dalam mandibula di
atas linea milohioid. Ke medial dibatasi oleh m. geniohioid dan m. genioglosus
Dasarnya adalah m. milohiold, rongga ini berisi kelenjar liur sublingualis, bagian dalam kelenjar liur submandibula. dan saraf serta pembuluh darah.
Infeksi yang paling berbahaya yang menyangkut rongga submental, submandibula dan sublingual ialah flegmon dasar mulut (Ludwig Angina).
Perawatan flegmon dasar mulut tidak dapat dilaksanakan di klinik gigi mengingat keadaan pasien demikian memerlukan penanganan khusus. Pasien dengan
fleganon dasar mulut mebberi gejala dan tanda klinik yang berat antara lain pasien tampak sangat kesakitan, susah bernapas apalagi dalam posisi terlentang,

suhu tubuh meningkat, begitu pula nadi menjadi cepat Pasien tampuk pucat karena sudah beberapa hari tidak masuk makanan. Pembengkakan pada daerah
leher dan dagu warna merah, pembengkakan keras seperti papan dan tidak ada fluktuasi, pasien tidak dapat menutup mulut karena lidah terdesak keatas dan
kebelakang, air liur mengalir dari sudut mulut karena hipersalivasi dan pasien sukar menelan.
Perawatan terdiri dari perawatan umum dan lokal, perawatan ini terdiri dari peningkatan daya tahan tubuh dengan pemberian cairan tinggi kalori dan protein
melalui infus, serta pemberian ruboransia. Pasien harus istirahat total di ruang perawatan dengan diperhatikan jalan napas agar tetap lancar, keseimbangan
cairan elektrolit dipertahankan. Antibiotika diberikan dosis tinggi dan yang mencakup bakteri penyebab infeksi termasuk bakteri aerob dan anaerob, sebelum
dilakukan kultur bakteri dan pemeriksaan test senstifitas. Apabila pasien mendapat kesukaran bernapas perlu dilakukan trakheostomi dan pemberian oksigen.
Insisi dan pembuatan drenase abses dikerjakan sesudah ada fluktuasi. Biasanya dilakukan multipel drenase untuk memperlancar pengeluaran pus dan
nengurangi ketegangan jaringan. penusukan dengan arteri klem ditujukan kearah atas dan belakang lidah, dicari kirakira tempat berkumpulnya pus.
Pencabutan gigi penyebab dilakukan setelah infeksi reda dan pasien sudah dapat membuka mulut.
Abses Parafaringeal
Rongga parafaringeal meluas dari basis kranii sampai ke batas tulang hioid. Di bagian medial dibatasi oleh m. konstriktor faring, lateral oleh mandibula, otot
pterigoideus medialis dan bagian retro mandibula kelenjar parotis, didepan dibatasi oleh rongga pterigomandibula, dibelakang oleh fasia prevertebra dan
kearah superior oleh bagian petrosus tulang temporal dan kebawah oleh perlekatan kapsul kelenjar submandibula ke sarung otot stilomandibula dan bagian
belakang otot digastrikus. Rongga ini dibagi dua oleh prosesus stiloideus menjadi bagian anterior dan posterior Dua ruangan ini tidak terpisah sekali tapi
nasih ada hubungan, namun infeksi dapat mengenai hanya satu ruang saja.
Ruang depan berisi kelenjar limf, arteri faringeal asendens dan arteri fasialis dan jaringan penyambung jarang. Ruang belakang
diisi oleh caroted sheath dengan arteri carotis interna, vena yugularis interna dan nervus vagus juga m. glosofaringeus, aksesori hipoglosal dan trunkus
simpatikus servikalis.
Infeksi rongga parafaringeal sangat berbahaya dan sering menimbulkan kenatian. Rongga ini sering terinfeksi oleh penyebaran dari infeksi tonsila palatina,
mastoid sel, kelenjar parotis dan dapat juga oleh infeksi dan gigi yang menjalar dari infeksi rongga mastikasi.
Secara patologis infeksi di rongga parafaringeal berupa pembentukan abses, namun ada kalanya tidak terjadi abses karena infeksi menyebar dengan cepat
seperti halnya pasien Angina Ludovici
Gambaran klinis tampak sebagai akibat penyebaran infeksi dan molar tiga atas, disertai dengan kenaikan suhu dengan cepat, pasien menggigil bila terjadi
septikemi. Tinitus jelas sekali karena iritasi otot ptenigoideus medialis serta juga rasa sakit yang hebat. karena tekanan tinggi akibat akumulasi pus antara
otot pterigoideus medialis dan konstriktor faringeus. Sakit menelan hebat, sesak napas tapi tidak menonjol seperti pada Angina Ludovici
Bila infeksi mengenai ruang bagian depan, maka tampak pembengkakan ekstra oral disebelah depan otot sternokleidonastoideus Pembengkakan inii mulai
tampak pada angulus mandibula, pembengkakan dapat menyebar ke atas ke kelenjar parotis. Di daiam rongga mulut tampak penonjolan ke medial dan dinding
faring dan mendorong tonsila palatina ketengah. Infeksi di bagian ini mnenimbulkan sakit dan trismus hebat tetapi biasanya tidak menunjukkan septikemi
Infeksi yang menyerang ruang bagian belakang parafaringeal, gambaran klinis yang terutama ialah gejala septikemi, Sedikit trismus dan rasa sakit.
pembengkakan ekstra oral tidak begitu besar seperti pada abses yang terjadi di bagian depan
Di rongga mulut pembengkakan pada dinding faring di belakang arkus palatogiosus. Komplikasi abses ini sangat gawat terutama bila telah menyangkut bagian
belakang ruang parafaringeal, komplikasi ini menyangkut :
1. paralisis pernapasan akibat dari edema laring,
2. trombosis vena yugularis interna dan
3. erosi arteri karotis interna.
Tindakan bedah untuk pembuatan drenase sangat diperlukan pada keadaan septikemi atau hemoraghi. Tindakan bedah ini dapat secara ekstra oral atau intra
oral. Insisi ekstra oral diperlukan pada waktu menanggulangi hemoraghi. Insisi sepanjang tepi depan otot sternomastoideus, meluas dari bawah kesudut
mandibula ke sepertiga tengah kelenjar submandibula. Insisi intra oral jangan dilakukan bila ada perdarahan hebat, tapi kalau tidak ada maka insisi dibuat di
bagian lateral rafe pterigomandibula dan memasukan hemostat sepanjang ramus mandibula medial otot pterigoideus medialis dan lateral otot konstriktor
faring ke belakang. Pada keadaan tertentu diperlukan tindakan trakheostomi untuk menjaga kelancaran jalan napas.

Posted in Kuliah | 1 Comment


Tags: Kuliah
Pemilihan Dasar-dasar Rekonstruksi Primer Bibir Sumbing
Previous Image

ONE COMMENTTO ABSES DI RONGGA MULUT DAN RAHANG


n u r i z a n b a z l i n a says:
February 24, 2014 at 23:15

assalamualaikum dokter gigi sunardi,


infonya bagus, bisa saya tahu sumbernya dari mana aja ya doc?
Reply

LEAVE A REPLY
Your email address will not be published. Required fields are marked*
Name *

Email *

Website

two + 4 =
Comment

You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b>
<blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <strike> <strong>

POST COMMENT
Notify me of follow-up comments by email.
Notify me of new posts by email.

Search Text Here

SEARCH

RECENT POSTS
Abses di Rongga Mulut dan Rahang
Pemilihan Dasar-dasar Rekonstruksi Primer Bibir Sumbing
Peran Dokter Gigi Pada Penanganan Pasien Celah Bibir Dan Langit-Langit
Ukuran Antropometri Wajah Dan Kepala Sebagai Acuan Nilai Normal Untuk Evaluasi Penderita Celah Bibir Dan Langit-Langit
A comparative study between clindamycin and ampicillin in the treatment of odontogenic infections

KATEGORI
Select Category

2015: Prof. Sunardi Mangundjaja, drg., SpBM. (K)., DSS. | Simplify Theme by:

D5 Creation | Powered by: WordPress

Anda mungkin juga menyukai