Disusun Oleh
Kelompok A1 2013
Debby Intan Fatimah 1306366331
Ghina Sharfina 1306366722
Nidia 1306366640
Robi Sahara Sinambela 1306412855
Septiviany Kun P 1306366400
Tsabita Adeilina 1306366666
Pembimbing Residen
drg. Ahdadiansyah
drg. Ilham Ramadhan
Supervisor
Drg. XXX, Sp.BM
Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini dengan baik laporan
kasus ini dibuat berdasarkan hasil diskusi dan observasi penulis terhadap kasus fraktur
simfisis dan zygoma yang ditangani di Rumah Sakit Umum Tangerang (RSUT) 4 April
- 17 Mei 2018.
Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada drg. XXX Sp.BM dan drg.
XXX Sp.BM selaku konsulen dokter gigi spesialis bedah mulut di RSUT yang telah
bersedia memberikan ilmunya kepada penulis, seluruh residen program pendidikan
dokter gigi spesialis bedah mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia,
seluruh staf Poli Bedah Mulut RSUT, serta pihak lain yang turun berkontribusi dalam
penyusunan laporan kasus ini yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.
Akhir kata, kami berharap kiranya laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca serta berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam
bidang kedokteran gigi bedah mulut.
Kelompok A1 – 2018
DAFTAR ISI
BAB 1 ........................................................................................................................... 5
PENDAHULUAN ........................................................................................................ 5
BAB 2 ........................................................................................................................... 7
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................... 7
BAB 3 ......................................................................................................................... 29
LAPORAN KASUS .................................................................................................... 29
BAB 4 ......................................................................................................................... 43
PEMBAHASAN ......................................................................................................... 43
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 46
BAB 1
PENDAHULUAN
1.3. Manfaat
1.3.1. Menambah wawasan mengenai pemeriksaan dan penatalaksanaan
fraktur simfisis dan zygoma
1.3.2. Menginformasikan kepada pembaca mengenai pemeriksaan dan
penatalaksanaan fraktur simfisis dan zygoma
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2. Trismus
Pasien dengan fraktur zygoma umumnya mengeluhkan trismus
akut. Namun, pada fraktur zygoma complex dapat terjadi trismus jangka
panjang. Hal ini biasanya disebabkan oleh tumbukan zygomatic body
pada prosesus coronoid mandibula. Trismus sekunder juga dapat terjadi
karena ankylosis fibrous atau fibro-osseous coronoid dan zygomatic
arch.
-
Gambar 2. Klasifikasi fraktur mandibula berasarkan regio anatomi
b. Pemeriksaan klinis6,7
Evaluasi inisial merupakan bagian dari secondary survey ketika
mengikuti protokol advanced trauma life support (ATLS). Pertama lakukan
stabilisasi jalur napas baru evaluasi fraktur yang terjadi. Tanda dan gejala
fraktur mandibula adalah sebagai berikut
- Perubahan pada oklusi
- Terjadi anestesi, parestesi, disestesi pada bibir bawah
- Pergerakan mandibula yang abnormal
- Perubahan pada kontur wajah dan bentuk lengkung mandibula
- Laserasi, hematom, dan ekimosis
- Gigi goyang atau lepas dan krepitasi pada palpasi
- Dolor, tumor, rubor, dan color
Sebelum dilakukan pemeriksaan, wajah pasien harus dibersihkan secara
lembut dengan air atau saline hangat menggunakan kassa atau kapas untuk
membersihkan darah yang mengering dan kotoran. Rongga mulut juga harus
diirigasi seluruhnya dan dibersihkan menggunakan kapas. Setelah itu lihat
dan periksa apakah terjadi kehilangan atau kerusakan gigi dan jaringan
pendukungnya. Pada saat melakukan pembersihan pada area wajah, area
kranial dan tulang leher juga harus dilakukan inspeksi dan jika terdapat
tanda-tanda terjadi cedera, lakukan palpasi.
- Pemeriksaan ekstraoral
Pembengkakan, eritema, laserasi, perdarahan, memar, ekimosis
mengindikasikan area terjadinya cedera atau menjadi tanda tidak langsung
terdapat fraktur mandibula. Adanya laserasi atau memar pada daerah dagu,
mengindikasikan adanya fraktur simsifis dengan atau tanpa fraktur kondil
bilateral. Terlihat perubahan bentuk pada kontur tulang mandibula dan
perubahan posisi mandibula, pasien tidak dapat mengatupkan gigi anterior
rahang atas dan rahang bawah sehingga mulutnya terbuka (open bite)
merupakan gambaran lain indikasi fraktur mandibula. Pada beberapa kasus
fraktur mandibula seringkali ditemukan adanya blood-stained saliva yang
menetes dari sudut mulut.
Selain inspeksi, klinisi harus melakukan palpasi dan dimulai pada
kondil secara bilateral dan berlanjut ke arah bawah hingga sepanjang tepi
bawah mandibula. Fraktur yang disertai pergeseran fragmen akan
menunjukkan adanya step deformitas saat palpasi serta krepitus dari
pergerakan tepi fragmen. Fraktur pada badan mandibula biasanya
berhubungan dengan terjadinya cedera pada saraf inferior alveolaris gigi,
yang pada beberapa kasus menimbulkan berkurang atau hilangnya rasa
(paraesthesia) pada salah satu atau kedua sisi dari bibir bawah.
- Pemeriksan intraoral
Pada pemeriksaan intraoral, periksa apakah ada ekimosis atau
gumpalan darah pada sulkus bukal atau lingual. Ekstravasasi pada
submukosa mengindikasikan adanya underlying fracture, khususnya pada
daerah lingual. Hematoma pada sublingual (Coleman’s sign) menandakan
adanya fraktur pada regio tersebut. Tanda adanya cedera pada badan
mandibula adalah jika fraktur menembus mukosa lingual dasar mulut yang
berada diatas periosteum mandibula akan menyebabkan bocornya darah ke
lingual submukosa.
Jika terdapat linear hematoma kecil, khususnya pada regio M3 dapat
dijadikan indikator adanya fraktur di sekitarnya. Periksa apakah ada defek
pada oklusi atau tulang alveolar, dan perlu diperhatikan jika terdapat
laserasi atau gingiva yang robek pada mukosa area tersebut. Penting untuk
memeriksa setiap gigi dan mencatat jika terjadi fraktur, avulsi, luksasi atau
subluksasi beserta kehilangan mahkota, bridge atau pengisian endo. Pada
frakur gigi harus dilihat apakah melibatkan dentin atau pulpa. Perubahan
pada oklusi dapat menjadi tanda yang signifikan pada fraktur mandibula.
Perubahan oklusi dapat terjadi karena terjadi fraktur pada gigi, prosessus
alveolaris, mandibula atau trauma pada TMJ.
Daerah fraktur dapat diperiksa mobilitasnya dengan cara
meletakkan jari dan ibu jari pada setiap sisi dan menggunakan tekanan
untuk memperoleh mobilitas yang tidak seharusnya terjadi. Catat jika pada
saat pergerakan mandibula secara maksimal terdapat rasa sakit, teraba lunak
atau adanya keterbatasan pergerakan. Jika pada pemeriksaan klinis kurang
menandakan adanya fraktur mandibula, yang awalnya diperkirakan terjadi
pada saat anamnesa dan terdapat hematoma, perlu dilakukan pemeriksaan
kembali dengan cara meletakkan kedua telapak tangan pada dua sudut
mandibula dengan penekanan lembut. Cara ini selalu menimbulkan rasa
sakit jika terjadi fraktur (walaupun hanya crack). Prosedur ini merupakan
pilihan terakhir, karena menimbulkan ketidaknyamanan pada pasien jika
fraktur benar terjadi.
- Pemeriksan radiologis
Pemeriksaan radiologis yang paling informatif untuk mendiagnosis
fraktur mandibula adalah rafiograf panoramik karena menggambarkan
seluruh bagian mandibula termasuk kedua kondil. Kelebihan radiograf
panoramic adalah teknik yang simpel, dapat menggambarkan seluruh
mandibula pada satu radiograf, dan detil yang baik, namun terdapat
beberapa kekurangan yaitu teknik umumnya membutuhkan pasien untuk
berdiri tegak yang dapat menyulitkan pasien yang terluka parah, sulit untuk
menentukan displacement tulang ke arah bukal atau lingual atau medial
condylar displacement, dan detil kurang bagus pada TMJ, simfisis, dan
regio dental dan prosesus alveolar.
Terdapat berbagai proyeksi radiograf lainnya untuk pemeriksaan
fraktur mandibula seperti lateral oblik, Caldwell posteroanterior, reverse
Towne, mandibular occlusal, dan CT. Untuk mendiagnosis fraktur
mandibula, sebaiknya klinisi melihat mandibula dari dua bidang yang
berorientasi 90° terhadap satu sama lain. Gambaran yang ideal termasuk
bidang axial dan koronal namun tetap mempertimbangkan waktu, kondisi
pasien, dan biaya. Jadi, riwayat pasien, pemeriksaan klinis, dan mengetahui
struktur mana yang terlihat paling baik dengan metode radiografi tertentu
menentukan proyeksi radiografis yang akan dilakukan.
b. Open reduction
Teknik reduksi fraktur ini dilakukan melalui prosedur operasi. Pendekatan yang
dilakukan diadopsi dari surgical exposure pada bagian fraktur. Open reduksi dianggap
bermanfaat karena reduksi dan fiksasi fraktur dapat dikerjakan dengan penglihatan
langsung serta fiksasi yang stabil dapat dicapai dengan perkiraan pada fragment
fraktur. Biasanya open reduction dilakukan pada fraktur displacement pada angle, non-
tooth bearing dari regio horizontal mandibula. Teknik ini kurang disukai sebelum
adanya antibiotik karena insidensi infeksi yang tinggi. Tapi dengan perkembangan
zaman, pada era antibiotika dan fiksasi, paradigma baru muncul dimana open reduction
manjadi pilihan pertama ketika satu atau salah satu indikasi open reduction ada.
Berikut merupakan indikasi dilakukannya perawatan fraktur dengan teknik open
reduction:
- Fraktur unfavourable pada angulus mandibula
- Fraktur unfavourable pada simfisis atau body mandibula
- Fraktur kondil bilateral yang mengalami pergeseran
- Perawatan yang tertunda dari fraktur fragment yang bergeser non-kontak
- Malunion
- Fraktur mandibula yang berhadapan dengan edentulous maksila
- Fraktur edentulous mandibula dengan pergeseran parah
- Dimana closed reduction di-kontraindikasikan
- Pasien kompromis medis. Pasien mungkin membutuhkan open reduction. Pasien
kelompok ini termasuk pasien dengan penurunan fungsi pulmonary, GI disorder,
severe seizure disorder, pasien psikiatrik atau masalah neurologis.
- Fraktur facial yang kompleks. Misalnya fraktur yang akan baik jika rekonstruksi
dengan open reduction, dan fiksasi mandibular segment memberikan basis stabil
untuk restorasi.
- Fraktur-fraktur lain. Pertimbangan open reduction dengan bone grafting primer
fraktur pada mandibula edentulous atrophic severe dengan severe displacement
pada fragment fraktur atau non-union setelah closed reduction pada fraktur
mandibula edentulous severe atrophic.
c. Rigid Fixation7,8
Metode rigid internal fixation dapat dilakukan dengan menggunakan
bone plates, bone screws, atau keduanya untuk memfiksasi segmen fraktur agar
lebih stabil dan rigid saat proses healing. Walaupun menggunakan rigid fixatin,
hubungan oklusi yang benar harus dikembalikan terlebih dahulu sebelum
reduksi dan fiksasi segmen fraktur. Kelebihan dari teknik fiksasi rigid untuk
perawatan fraktur mandibula adalah menurunkan tingkat ketidaknyamanan
pasien karena penggunaan IMF yang lebih singkat, meningkatkan nutrisi
postoperative, meningkatkan postoperative hygiene, lebih aman untuk pasien
dengan seizure, dan terkadang menejemen postoperative yang lebih baik untuk
pasien dengan multi injuri.
Terdapat dua jenis plate yang bisa digunakan pada fraktur mandibular, yaitu
compression plate dan non-compression miniplate.
1. Compression plates
Jenis plate memiliki sifat adaptasi yang baik terhadap mandibular, namun
pada pemasangan compression plate hanya pada bagian bawah dari garis
fraktur dapat menyebabkan bagian atas dan lingual dari fraktur akan terbuka
saat mur dikencangkan. Hal tersebut tentu saja merugikan karna akan
menyebabkan maloklusi, oleh karena itu sebelum baut akhir dikencangkan
bagian atas terlebih dahulu di fiksasi dengan tension band di daerah
alveolar.
2. Non-compression miniplate Champy mengemukakan bahwa penggunaan
compression plate pada fraktur mandibular tidak diperlukan karena pada
mandibular terdapat garis khayal yang merepresentasikan bagian tulang
mandibular yang memiliki kepadatan yang baik sebagai tempat
diletakkannya osteosintesis screw. Garis khayal tersebut disebut dengan
Champy’s line of Osteosynthesis.
Menurut champy, daerah yang baik untuk diletakkan plate antara lain :
- Fraktur di angulus mandibular hanya membutuhkan single plate yang
diletakkan dekat dengan batas dari garis fraktur atau pada external oblique ridge
d. Lag screws6
Metode ini menggunakan screw yang menekan fragmen fraktur
sehingga dapat terfiksasi. Lag screw biasanya digunakan untuk perawatan
fraktur oblique pada tulang panjang. Screw akan menembus korteks tulang pada
fragmen fraktur dan menuju korteks tulang fragment fraktur lainnya.
b. Infeksi
Infeksi dan osteomyelitis merupakan komplikasi yang paling umum terjadi.
Penyebab dapat dibagi menjadi faktor sistemik, seperti alkoholisme dan tidak adanya
antibiotik. Sedangkan faktor lokal, diantaranya seperti reduksi dan fiksasi yang kurang
baik, gigi yang terkena fraktur pada garis fraktur, dan comminuted fracture (fraktur
yang pecahannya kecil).
c. Malunion
Malunion dapat diartikan sebagai penyatuan tulang pada fraktur dimana masih
terdapat displacement pada tulang. Tidak semua malunion pada fraktur dapat terlihat
secara klinis. Seringkali malunion pada pasien edentulous atau yang melibatkan daerah
ramus dan kondilar mandibular tidak menghasilkan perubahan pada kenampakan
maupun fungsi secara klinis. Ketika sebagian daerah geligi yang terlibat, maloklusi
dapat terjadi. Rata-rata kasus maloklusi pada pasien yang mengalami IMF biasanya
terbilang rendah. Maloklusi dapat ditangani dengan melakukan IMF lebih lanjut pada
tahap awal penyembuhan, dan pengasahan gigi secara selektif, ortodontiks, atau
osteotomi setelah union selesai. Maloklusi yang tidak terjadi akibat perkembangan
namun akibat malunion dari fraktur kondilus jarang terjadi jika kontrol dilaksanakan
dengan baik. Jika maloklusi tetap terjadi, maka penanganannya serupa dengan
maloklusi yang terjadi akibat penyebab lainnya (ortodontik, bedah ortognatik, dll).
Sebelum melakukan rekonstruksi oklusi menuju artikulasi baru, perlu diberikan jeda
selama 6-12 bulan untuk penyembuhan sempurna, dan juga agar terjadi remodeling
articular apparatus.
d. Injuri Saraf
Cedera akibat trauma pada inferior nervus alveolar umum terjadi pada fraktur
badan dan angulus mandibular. Injuri saraf dapat terjadi karena reduksi yang tidak
akurat, serta fiksasi yang tidak adekuat dari fraktur mandibula.
BAB 3
LAPORAN KASUS
Intra Oral:
- OH buruk
- Kalkukus RA + RB
- Maloklusi ada , openbite anterior dan posterio bilateral
- Maksilla floating tidak ada
- Step mandibula ada regio 42-41
- VL pada labialis superior dan inferior perdarahan aktif tidak ada
- Gigi 21, 11,12,14,15,32 mobile °4
- Gigi 22, 13, 31, 41, 42 avulsi
A: - CKS
-Fraktur condyle dextra
- Fraktur dento alveolar regio 21, 11,12,14,15,32
- Fraktur zygoma dextra
- Fraktur simfisis mandibula dextra regio 41-42
- Avulsi Gigi 22, 13, 31, 41, 42
- VL labialis superior dan inferior dan regio anguli oris dextra
P: - Pro rawat inap
- Awasi KU Dan perdarahan
Pro WT dan HT regio anguli oris
- Pro eyelet regio 23-15, 33-45
- Pro Panoramik di hari dan jam kerja
- Pro reposisi dan fiksasi
- Diet cair TKTP
- IVFD RL 500cc/12 jam
- Medikasi neuro :
-Ketorolac 3x30 mg IV
-OMZ 2x40 mg IV
-Ondesantran 3x1 amp IV
-Citicolin 2x1 amp IV
-Mecobalamin 2x1 amp IV
-Betahistin 2x6 mg PO
-Flunarizin 2x10 mg PO
-Dexamethason 3x1 amp IV
-Meropenem 2x1 gr IV
- Jaga OH
3D C
3D CT SCAN
Hasil ekspertise pemeriksaan CT scan maksila dan mandibula:
*Tampak fraktur kominutif di simphisis mandibula
*Struktur -struktur gigi bawah sisi midline tampak menghilang sebagian
*Tampak fraktur depresi di os zygoma kana
*Tampak fraktur komplit multiple di os sphenoid wing kiri, dan os zygoma kanan.
*Tampak pula fraktur inkomplit di os zygoma kanan
Kesan:
* Fraktur kominutif di simfisis mandibula disertai partial multiple loose teeth rahang
bawah sisi midline
*Fraktur depresi di os zygoma kanan
*Fraktur komplit multiple di os sphenoid wing kiri,dan os zygoma kanan
*Fraktur inkomplit di os zygoma kanan
Foto thorax
3.6. Pemeriksaan Khusus Pre-operasi (Bedah Mulut)
24 April 2018 (Visite sore)
S : Pasien dalam keadaan tenang. Nyeri minimal, Pusing, mual, dan muntah
tidak ada. Diet cair baik
O : Status Generalis: KU: Compos Mentis
T : 128/89 mmHg
N : 76 x/ menit
S : 36 ‘C
P: 24 x/menit
Status lokalis : Ekstra Oral:
Asimetri (+)
Nyeri tragus (-)
Intra Oral:
Oral hygiene (OH) buruk
Step pada regio gigi 41-42
Fraktur dentoalveolar region 14,12,11,21,22,32,43
Hematoma pada region otbita dextra
Maloklusi (-)
Floating maksila (+)
Perdarahan aktif (-)
Vulnus laceratum regio 41- 44
Limitasi buka mulut 2 jari
A: - CKS
-Fraktur zygoma dextra
- Fraktur simfisis mandibular dextra region 41-41
P: - Jaga OH
-Pro open reduction internal fixation (ORIF)
- Diet cair TKTP
Medikasi :
- Ceftriaxon 2x1 gr IV
- Ketorolac 3x30 mg IV
- Ranitidin 3x 50 mg IV
Persiapan operasi:
Pengurusan BPJS sudah selesai
SIO dan site marking (+)
Konsultasi TS Neurologi
Perdarahan intraserebral (-), ACC ORIF, Terapi sesuai TS Bedah
Mulut
Konsultasi TS anestesi
Ruang OK (+)
Ruang ICU post-op (+)
4. Ekstraksi gigi
Intra Oral:
Oral hygiene (OH) buruk
Maloklusi tidak ada
avulsi gigi 22, 13, 31,41,42
luka post ekstraksi gigi 15, 14,12,11,21,22,32,43
terhecting intak pendarahan aktif tidak ada
Terpasang arch bar RA dan RB dengan MMF Wire
A: - CKS
-Fraktur zygoma dextra post reposisi
- Fraktur simfisis mandibular dextra region 41-41 post ORIF dengan miniplate
6 hole dan 4 screw. Fraktur dentoalveolarregio 14,12,21,22,32,43 post
ekstraksi dan fiksasi dengan arch bar dengan MMF wire
2
BAB 4
PEMBAHASAN
Pada kasus kali ini, pasien laki-laki datang dengan keluhan nyeri pada gigi
rahang atas dan rahang bawah, serta nyeri pada pipi kanan sejak mengalami kecelakaan
lalu lintas pada tanggal 22 April 2018. Pasien mengendarai motor dengan kecepatan
60km/jam dan tidak menggunakan helm serta pasien mengalami kecelakanan tunggal.
Pasien tidak sadar dan terjatuh dengan wajah kanan menghantam aspal. Pasien
mengalami pingsan kemudian dibawa ke RS Umum Kabupaten Tangerang. Pasien
mengalami mual, muntah, pingsan, serta amnesia retrogade.8
Dari pemeriksaan ekstraoral ditemukan asimetri wajah, terdapat pembengkakan
pada regio zygoma dextra, krepitasi regio zygoma dextra, nyeri pada tragus dextra,
malar depresi tidak ada, hematoma pada regio orbita dextra, hal ini menunjukkan
adanya tanda fraktur pada regio zygoma dextra. Disamping itu ditemukan juga pada
pemeriksaan ekstra oral berupa diskontuinitas mandibula regio simfisis mandibula ada
dan bukaan mulut 1 jari terbatas nyeri yang menandakan adanya fraktur mandibula.
Hal ini juga di dukung dengan pemeriksaan intraoral yaitu ditemukan adanya
maloklusi, open bite anterior dan posterior bilateral, step mandibula regio 41 – 42, gigi
21, 11, 12, 14, 15, 32 mobile o4, gigi 13, 22, 31, 41, dan 42 avulsi.8
Pemeriksaan radiologi yang paling informatif untuk mendukung diagnosis pada
kasus ini yaitu radiologi CT Scan 3 dimensi karena foto radiograf ini dapat
menggambarkan kondisi rahang atas dan bawah secara menyeluruh serta gamabaran
radiograf ini dapat memberikan gambaran yang akurat. Pada gambaran radioraf CT
Scan 3D tersebut terdapat gambaran fraktur pada mandibula regio 41 – 42 dan adanya
gambaran fraktur pada regio zygoma dextra. Dari pemeriksaan yang telah dilakukan,
pasien didiagnosis mengalami fraktur simfisis mandibula dan fraktur zygoma dextra.8
Fraktur mandibula merupakan trauma yang menyebabkan diskontinuitas
struktur tulang pada regio mandibula. Fraktur mandibula terjadi dua kali lebih sering
daripada fraktur midfasial. Berdasarkan literatur, 70%-85% fraktur mandibula terjadi
pada pasien laki-laki berumur 20-30 tahun. Penanganan untuk fraktur mandibula dapat
dilakukan dengan diet cair, closed reduction (IMF), hingga open reduction (ORIF).
Closed reduction (IMF) dapat dilakukan dengan menggunakan Intermaxillary
mandibula fixation, IMF Self-tapping screws, dan External fixation. Sedangkan open
reduction (ORIF) dapat dilakukan dengan mini plates, larger reconstruction plates, dan
lag screws. Pada penanganan kasus kali ini, dilakukan open reduction untuk memasang
plate dan screw yang dilakukan secara intraoral pada fraktur di regio simfisis
mandibula pasien. Hal ini dilakukan dengan tujuan fiksasi dan imobilisasi daerah
fraktur pada pasien sehingga healing dapat berlangsung dengan baik. Sedangkan untuk
penanganan fraktur zygoma pada kasus ini hanya dilakukan reposisi. Namun,
pembedahan yang dilakukan secara ekstraoral dapat meninggalkan bekas luka dan
adanya resiko injuri pada facial nerves, sehingga untuk kasus pasien kali ini, operator
melakukan pemasangan plat dan screw pada daerah fraktur simfisis mandibula pasien
dengan insisi intraoral. Hal ini dilakukan untuk meminimalisir adanya bekas luka
(scar) dan meminimalisir kemungkinan terjadinya injuri saraf pada pasien.8,9
Pada kasus ini, pasien dilakukan ekstraksi pada gigi 15, 14, 12, 11, 21, dan 32
hal ini disebabkan kondisi gigi yang sudah goyang o4 yang sudah tidak dapat
dipertahankan. Selain itu pasien juga dipasangkan arch bar sebelum dilakukan operasi
dan dipasangkan IMF. Arch bar dipasang sebagai media pemasangan wire IMF untuk
stabilisasi segmen rahang nantinya. Arch bar merupakan metode IMF yang sering
digunakan pada kasus fraktur untuk mengurangi mobilisasi tulang rahang agar terjadi
proses healing yang baik. Arch bar dipasang dari distal molar pertama kanan hingga
ke distal molar pertama kiri.8
Insisi dilakukan dengan intraoral approach teknik degloving incision. Insisi ini
dilakukan di vestibulum mandibula pada regio yang terjadi fraktur. Pada kasus ini,
insisi dilakukan di vestibulum labialis inferior untuk menjangkau area fraktur pada
simfisis. Setelah dilakukan insisi, operator melakukan penyesuaian segmen fraktur dan
juga penyesuain oklusi. Reduksi untuk fragmen fraktur dilakukan secara open
reduction karena akan dilakukan pemasangan plate.8
Setelah dilakukan insisi jaringan dengan pendekatan intraoral dan reduksi serta
perbaikan oklusi tercapai, dilakukan fiksasi internal dengan metode rigid fixation
menggunakan miniplate dan screw. Metode ini dipilih karena menghasilkan stabilisasi
yang lebih baik dibandingkan metode lainnya dan metode ini sesuai dengan indikasi
kasus, yaitu adanya defek segmental di area simfisis dengan garis fraktur berbentuk
linear tanpa disertai kerusakan pada jaringan di sekitarnya.8
Tahapan prosedur pemasangan miniplate dan screw yang dilakukan pada kasus
ini diawali dengan memposisikan plate beberapa millimeter di atas batas tepi inferior
mandibula, diapikal dari akar gigi, serta pada keadaan perpendicular terhadap garis
fraktur. Screw holes kemudian dipersiapkan untuk tempat pemasangan screw dengan
melakukan drilling tulang kortikal pada kedua segmen mandibula menggunakan bur
berdiameter 1,5 mm dengan kedalaman sekitar 6 mm. Screw dengan diameter 2 mm
dan panjang 6 mm diinsersikan dalam keadaan belum terpasang kencang. Screw
berikutnya dipasangankan pada segmen lainnya dan dilanjutkan hingga keseluruhan
plate holes. Screw yang diinsersikan pada kasus ini berjumlah 4 buah dan terbagi sama
rata di setiap segmen. Pengencangan screw dilakukan saat reduksi akhir dan posisi
plate telah dikonfirmasi. Reduksi akhir dikonfirmasi dengan melihat kondisi fraktur
dari aspek lingual dimana pada saat miniplate dan screw terpasang, pada aspek tersebut
tidak lagi ditemukan adanya celah fraktur.8
Ketika sudah didapatkan oklusi yang sesuai, barulah pasien dipasangkan IMF
untuk imobilisasi dari oklusi yang telah sesuai dengan dental wire yang dikaitkan pada
arch bar yang telah dipasang. Pasien harus kembali untuk kontrol yaitu 2 minggu
setelah operasi dan 4 minggu setelah kontrol pertama. Pada kontrol pertama, hal yang
dievaluasi adalah oral hygiene pasien serta kecekatan kawat IMF yang terpasang. Pada
kontrol kedua hal yang dilakukan adalah evaluasi oral hygiene dan melepas arch bar.10
DAFTAR PUSTAKA
1. Back CP, McLean NR, Anderson PJ, David DJ. The conservative management
of facial fractures: indications and outcomes. J Plast Reconstr Aesthet Surg.
2007; 60(2):146-51.
2. Singh V, Malkunje L, Mohammad S, Singh N, Dhasmana S, Das SK. The
maxillofacial injuries: A study. National Journal of Maxillofacial Surgery.
2012;3(2):166-171.
3. Fawzy A, Sudjatmiko G, Hubungan Antara Fraktur Tulang Muka dan Cedera
Otak Traumatika, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Program
Pendidikan Dokter Spesialis I Bidang Studi Ilmu Bedah Plastik, Jakarta, 2007.
4. Meaike JD, Hollier LH (2015) Updates in Facial Fracture Management. J
Trauma Treat 4:274.
5. Miloro M. Peterson’s. Principle of oral and maxillofacial surgery 2nd ed. 2004.
London. BC Decker Inc.
6. Fonseca RJ. Oral and Maxillofacial Trauma. 4th ed. Elsevier Saunders. 2013.
7. Balaji SM, Textbook of Oral & Maxillofacial Surgery, Elsevier, 2007
8. Hupp JR. Ellis E. Tucker MR. Contemporary Oral and Maxillofacial Surgery.
5th ed. Mosby Elsevier. 2008
9. Sojot A J, Meisami T, Sandor G K, Clokie C M. The epidemiology of
mandibula fractures treated at the Toronto general hospital: a review of 246
cases. J Can Dent Assoc. 2001;67:640–644.
10. Rusell JL, Watts T, Quinn FB. Mandible Fracture: Treatment and Management.
Grand Rounds Presentation, Department of Otolaryngology The University of
Texas Medical Branch (UTMB Health). March 2013.