ABSES SUBMANDIBULA
Disusun Oleh:
Adam Haviyan Nasrullah G99171054
Maulidina Kurniawati G99171025
Emanuel Rolandika G99172067
Patricia Arindita Eka Pradipta G99172133
Pembimbing:
Eva Sutyowati Permatasari, drg., SpBM, MARS
Abses submandibula merupakan salah satu bentuk abses leher dalam. Nyeri
tenggorok dan demam yang disertai dengan terbatasnya gerakan membuka mulut
dan leher, harus dicurigai kemungkinan disebabkan oleh abses leher dalam. Abses
leher dalam terbentuk di dalam ruang potensial di antara fasia leher dalam sebagai
akibat penjalaran infeksi dari berbagai sumber, seperti gigi, mulut, tenggorok, sinus
paranasal, telinga tengah, dan leher. Gejala dan tanda klinik biasanya berupa nyeri
dan pembengkakan di ruang leher dalam yang terlibat. Kebanyakan kuman
penyebab adalah golongan Streptococcus, Staphylococcus, kuman anaerob
Bacteriodes atau kuman campuran. Abses leher dalam dapat berupa abses
peritonsil, abses retrofaring, abses submandibulla, dan ludovici (Ludwig’s Angina).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Abses submandibula adalah terkumpulnya pus pada ruang
submandibula. Ruang submandibula terdiri dari sublingual yang berada di atas
otot milohioid dan submaksila. Nanah mengumpul di bawah lidah, yang akan
mendorongnya ke atas dan ke arah belakang tenggorok, yang dapat
menyebabkan masalah pernapasan dan gangguan menelan menelan.
Penyakit ini jarang pada anak umumnya pada remaja dan dewasa yang
dihubungkan dengan infeksi gigi.
B. Anatomi
Pengetahuan tentang ruang-ruang dileher dan hubunganya dengan fasia
penting untuk mendiagnosis dan mengobati infeksi pada leher. Ruang yang
dibentuk oleh berbagai fasia pada leher ini adalah merupakan area yang
berpotensi untuk terjadinya infeksi. Invasi dari bakteri akan menghasilkan
selulitis atau abses, dan menyebar melalui berbagai jalan termasuk melalui
saluran limfe.
Pembagian ruang ruang di leher berdasarkan Hollinshead (1954).
1. Di bawah hyoid:
Carotid Sheath
Ruang Pretrakeal
Ruang Retroviseral
Ruang Viseral
Ruang prevertebral.
2. Di atas hyoid:
Ruang submandibula
Ruang submaxilla
Ruang masticator
Ruang parotid
3. Area perifaring:
Ruang retrofaring
Ruang parafaring (lateral Pharyngeal)
Ruang submandibula
4. Area intrafaring:
Ruang paratonsil
C. Etiologi
Kebanyakan abses disebabkan oleh banyak mikroba, sebagai contoh
mereka mengandung flora campuran, dan dalam studi didapatkan ada lebih dari
5 spesies yang dapat di isolasi dari satu kasus.
Pada ruang submandibula, infeksi dapat bersumber dari gigi, dasar mulut,
faring, tonsil, sinus, dan kelenjar liur atau kelenjar limfe submandibula.
Mungkin juga sebagian kelanjutan infeksi ruang leher dalam lainnya. Kuman
penyebab biasanya campuran kuman aerob dan anaerob.
Proliferasi bakteri dan invasi bakteri melalui organ enamel menyebabkan
nekrosis tulang di sekeliling akar gigi. Biasanya ini terjadi pasien yang sedang
menjalani pengobatan gigi dan drainase abses akar gigi. Jika absen akar gigi
tidak di drainase dan tidak diperiksa, infeksi dapat menyebar dengan abses ke
bagian leher dan mediastinum. Infeksi kebanyakan menyebar dari gigi
mandibula. Dan di beberapa kasus dari luka mukosa mulut. Abses dapat juga
disebabkan oleh trauma,tonsilitis lidah atau penyakit kelenjar ludah. Infeksi
dapat menyebar keruang leher dalam, ke ruang submandibula, ruang parafaring
dan ruang retrofaring. Ruang prevertebral dapat juga terlibat. Infeksi ruang
leher dalam dapat menyebabkan komplikasi berbeda yang dapat menganca
nyawa seperti obstruksi saluran nafas atas dan mediastinitis. Dan ketika ketiga
ruang submandibula (bilateral submandibula dan ruang sublingual) terinfeksi
maka disebut dengan Ludwig’s angina.
D. Patogenesis
Ruang submandibula terdiri dari sumlingual yang berada di atas otot
milohioid dan submaksila. Nanah mengumpul di bawah lidah, yang akan
mendorongnya ke atas dan ke arah belakang tenggorok, yang dapat
menyebabkan masalah pernapasan dan gangguan menelan menelan. Penyakit
ini jarang pada anak umumnya pada remaja dan dewasa yang dihubungkan
dengan infeksi gigi (Rahman, 2013).
Selain bersumber dari infeksi gigi abses sumbandibula dapat berasal dari
infeksi di dasar mulut, infeksi kelenjar liur atau kelenjar getah bening
submandibular, atau merupakan perluasan dari infeksi leher dalam lain
(Rahman, 2013).
Penyebab abses mandibula sebagian besar berasal dari infeksi gigi akibat
kurang menjaga kebersihan gigi. Abses submandibula disebabkan oleh
campuran berbagai kuman, baik aerob, anaerob maupun fakultatif anaerob.
Kuman aerob yang sering ditemukan adalah Stafilokokus, Streptococcus sp,
Haemofilusinfluenza, Streptococcus Pneumonia, Moraxtella catarrhalis,
Klebsiell sp, Neisseria sp. Kuman anaerob yang sering ditemukan pada abses
leher dalam adalah kelompok batang gram negatif, seperti Bacteroides,
Prevotella, maupun Fusobacterium (Hesly et al., 2012).
Abses leher dalam dapat terjadi karena berbagai macam penyebab
melalui beberapa proses, diantaranya:
1. Penyebaran abses leher dalam dapat timbul dari rongga mulut ,wajah
atau infeksi leher superficial ke ruang leher dalam melalui system
limfatik.
2. Limfadenopati dapat menyebabkan terjadi supurasi dan akhirnya
menjadi abses fokal.
3. Infeksi yang menyebar ke ruang leher dalam melalui celah antar
ruang leher dalam
4. Infeksi langsung yang terjadi karena trauma tembus.
(Marcincuk, 2005).
F. Tatalaksana
Penatalaksanaan abses submandibula umumnya adalah dengan evakuasi
abses baik dilakukan dengan anestesi localmaupun dengan anestesi umum serta
dengan pemberian antibioticintravena dosis tinggi. Antibiotika dosis tinggi
terhadap kuman aerob dan anaerob diberikan secara parenteral. Hal yang paling
penting adalah terjaganya saluran nafas yang adekuat dan drainase. Infeksi
leher dalam sering disebabkan campuran bakteri (gram positif, gram negatif,
aerob dan anaerob) sehingga diberikan antibiotik kombinasi secara empiris
menunggu hasil kultur keluar (Andrina, 2003).
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan antibiotik adalah
efektifitas obat terhadap kuman target, risiko peningkatan resistensi kuman
minimal, toksisitas obat rendah,stabilitas tinggi dan masa kerja yang Iebih lama
(Murray, 2009).
Terapi empirik harus diberikan untuk eradikasi kuman patogen. Biasanya
infeksi dari kuman patogen polimikrobial (gram positif, gram negatif, aerobik,
anaerobik, dan kuman yang memproduksi B-laktamase). Untuk itu antibiotik
dari golongan ampicillin-sulbactam atau clindamycin dengan golongan ke III
sefalosporin seperti contohnya ceftazidin dapat diberikan sambil menunggu
hasil kultur.
Insisi dibuat pada tempat yang paling berfluktuasi atau setinggios hyoid,
tergantung letak dan luas abses. Eksplorasi dilakukansecara tumpul sampai
mencapai ruang sublingual, kemudiandipasang salir.Pasien dirawat inap
sampal 1-2 hari gejala dan tandainfeksi reda (Edinger, 2007).
G. Komplikasi
Komplikasi terjadi karena keterlambatan diagnosis, terapi yang tidak
tepat dan tidak adekuat. Komplikasi diperberat jika disertai dengan penyakit
diabetes mellitus, adanya kelainan hati dan ginjal dan kehamilan. Komplikasi
yang berat dapat menyebabkan kematian.Infeksi dapat menjalar ke ruang leher
dalam lainnya, dapat mengenai struktur neurovaskular seperti arteri karotis,
venajugularis interna dan n. X. Penjalaran infeksi ke daerah selubungkarotis
dapat menimbulkan erosi sarung karotis atau menyebabkan trombosis vena
jugularis interna. lnfeksi yang meluas ke tulangdapat menimbulkan
osteomielitis mandibula dan vertebra servikal.Dapat juga terjadi obstruksi
saluran nafas atas, mediastinitis,dehidrasi dan sepsis (Edinger, 2007).
Komplikasi/dampak yang mungkin terjadi akibat dari Abses mandibula
adalah:
a. Kehilangan gigi
b. Penyebaran infeksi pada jaringan lunak dapat mengakibatkan
selulitis wajah dan Ludwig’s angina
c. Penyebaran infeksi pada tulang rahang dapat mengakibatkan
osteomyelitis mandibula atau maksila
d. Penyebaran infeksi pada daerah tubuh yang lain, menghasilkan abses
serebral, endokarditis, pneumonia, atau gangguan lainnya (Murray,
2009).
H. Prognosis
Pada umumnya prognosis abses retrofaring baik apabila dapat
didiagnosis secara dini dengan penanganan yang tepat dan komplikasi tidak
terjadi (Porter, 2005). Pada fase awal dimana abses masih kecilmaka tindakan
insisi dan pemberian antibiotika yang tepat danadekuat menghasilkan
penyembuhan yang sempurna. Apabila telah terjadi mediastinitis, angka
mortalitas mencapai 40 - 50% walaupun dengan pemberian antibiotik. Ruptur
arteri karotis mempunyai angka mortalitas 20 - 40% sedangkan
thrombosisvena jugularis mempunyai angka mortalitas 60% (Murphy, 2015).
DAFTAR PUSTAKA
Bailey BJ, Johnson JT, Newlands SD. 2006. Head and Neck Surgery-
Otolaryngology. 4th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Page 668-680
Edinger JT, Hilal EY, Dastur KJ. 2007. Bilateral Peritonsillar Abscesses:
AChallenging Diagnosis.Ear, Nose & Throut Journal.
Hibbert J. 1997. Laryngology and Head and Neck Surgery. Oxford: Butterworth-
Heinemann. Page 5,16,17
Lee KJ. 2003. Essential Otolaryngology. Head and Neck Surgery. New York:
McGraw-Hill. Page 422-432
Murphy SC. 2015.The Person Behind the Eponym: Wilhelm Frederick vonLudwig.
Journal of Oral Pathology & Medicine.
Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. 2007. Abses leher dalam.
Dalam: Fachruddin D, Editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi keenam. Jakarta: FKUI; hal 226