Anda di halaman 1dari 38

ABSES PADA

RONGGA MULUT

KELOMPOK 6

TUTORIAL SKENARIO 1
BLOK 10
PEMBIMBING : drg. Isyana Erlita, Sp.KG.
ANGGOTA KEL0MPOK

Syifa’ Ennisa 1711111220034


Nuril Atqiya 1711111220027
Nindica Ayu Soviarini 1711111120016
Pratama Wicaksana N. 1711111310021
Resti Juliani 1711111220029
Akhmad Farhansyah I. 1711111210004
Siti Hajar Norma Gupita 1711111220032
Puty Ayu Azizah 1711111120018
Dinda Chesya 1711111120005
Serenada Audria Sundah 1711111220031
Luthfina Amalia Rahmah 1711111220018
IDENTIFIKASI DAN ANALISIS MASALAH
IDENTIFIKASI DAN ANALISIS MASALAH

5. Mengapa terjadi pembengkakan pada submandibula sinistra?


Jawab: Karena abses yang disebabkan oleh gigi 37 menyebar ke mandibula dan akibat adanya inflamasi
6. Apa penyebab penyakit sesuai dengan skenario?
Jawab: Berdasar hasil OPG, karies perforasi pulpa gig 37, impaksi dan OH buruk
7. Apakah hubungan OH buruk dengan gejala yang dialami pasien?
Jawab: Bakteri penyebab infeksi akan semakin berkembang sehingga infeksi yang terjadi akan semakin parah
8. Apakah ada perawatan dan pengobatan untuk menghilangkan pembengkakan?
Jawab:
Perawatan Saluran Akar (PSA) untuk menghilangkan sumber infeksi bakteri
Drainase untuk mengeluarkan pus pada daerah yang mengalami pembengkakan apabila terdapat pus
Ekstraksi gigi apabila gigi sudah tidak dapat dipertahankan lagi
IDENTIFIKASI DAN ANALISIS MASALAH

9. Apakah pasien melakukan pemeriksaan intraoral saja?


Jawab: Tidak. Pemeriksaan dilakukan secara intraoral dan ekstraoral disertai pemeriksaan penunjang.
10. Mengapa hanya bengkak dibagian kiri?
Jawab: Karena pada gigi 37 (regio kiri) mengalami perforasi pulpa, yang kemungkinan besar menjadi penyebab
infeksi yang menimbulkan pembengkakan.
PROBLEM
TREE Karies
Perforasi
Pulpa

Nekrosis
Pulpa

Abses

Definisi Etiologi Mekanisme Klasifikasi Penanganan


Nekrosis pulpa atau kematian jaringan
pulpa adalah kondisi irreversibel yang
ditandai dengan dekstruksi jaringan
pulpa. Nekrosis pulpa dapat terjadi
secara parsial maupun total. Etiologi
primer dari nekrosis pulpa adalah iritan
akibat infeksi bakteri. Luasnya proses
nekrosis berkaitan langsung dengan
besarnya invasi bakteri.

Purnomo J, 2011
• NEKROSIS PULPA Iritasi terhadap jaringan pulpa dapat menyebabkan
terjadinya reaksi inflamasi. Iritan dapat berupa iritan
PATOGENESIS NEKROSIS PULPA mekanis, kimia, namun yang paling sering menjadi etiologi
penyakit pulpa adalah iritan oleh mikroorganisme. Iritan
oleh mikroorganisme disebabkan karena terpaparnya
pulpa ke lingkungan oral. Pulpa secara normal dilindungi
dari infeksi mikroorganisme oral oleh enamel dan
sementum.

Ada beberapa situasi yang menyebabkan lapisan


pelindung yang terdiri dari enamel dan sementum ini
dapat ditembus, diantaranya adalah karies, fraktur
akibat trauma, penyebaran infeksi dari sulkus
gingivalis, periodontal pocket dan abses periodontal,
atau trauma akibat prosedur operatif. Sebagai
konsekuensi dari tembusnya lapisan pelindung pulpa,
kompleks pulpadentin menjadi terpapar ke
lingkungan oral, dan memiliki risiko terhadap infeksi
oleh mikroorganisme oral. Bakteri dan atau produk-
produk nya akhirnya dapat bermigrasi menuju pulpa
melalui tubulus dentin.
Purnomo J, 2011
ABSES ODONTOGENIK
ABSES
Abses adalah infeksi akut yang terlokalisir,
manifestasinya berupa keradangan,
pembengkakan yang nyeri jika ditekan,
atau kerusakan jaringan setempat

Abses merupakan suatu infeksi yang prosesnya berjalan


cepat serta terlokalisasi, yang berupa peradangan dan
pembengkakan. Abses yang terbentuk dalam rongga
mulut akan menyebabkan kerusakan jaringan dan
menimbulkan nyeri tekan. Abses terbagi menjadi dua,
yaitu abses kronis dan abses akut. Abses kronis merupakan
abses yang tidak menunjukkan gejala klinis yang
berarti, sehingga ditemukan secara tidak sengaja, misalnya
pada saat pembuatan ronsen untuk tujuan
perawatan yang lain. Abses akut merupakan abses yang
menunjukkan adanya gejala klinis yang nyata.
Pembengkakan merupakan reaksi local terhadap iritasi dari
organisme mikro yang patogen dan bermanifestasi pada
jaringan lunak berupa rubor, tumor, dolor, calor dan function
lesa (Pedersen GW, 2012). (Rasul et al., 2018).
ETIOLOGI ABSES
ETIOLOGI ABSES
Infeksi pada rongga mulut seperti abses, biasanya disebabkan
oleh bakteri Streptococcus dan Staphylococcus serta organisme (Rasul et al., 2018).
mikro gram negative yang berbentuk batang dan anaerob.
Apabila tidak segera dilakukan perawatan yang baik, maka
bakteri akan terus berkembang dan infeksi akan terus berlanjut,
sehingga dapat terjadi supurasi. Supurasi ini umumnya
disebabkan oleh bakteri Staphylococcus atau terkadang mixed
infection dengan bakteri anaerob, kemudian diikuti proses
destruksi tulang alveolar dan menyebabkan abses semakin
membesar
Infeksi odontogenik dimulai dengan terjadinya
kematian pulpa, invasi bakteri, dan perluasan
proses infeksi ke arah periapikal. Terjadinya
keradangan yang terlokalisir (osteitis
periapikal kronis) atau abses periapikal akut
(penghancuran jaringan dengan pembentukan
eksudat purulen) tergantung dari virulensi
kuman, dan efektivitas pertahanan hospes.
Kerusakan pada ligamentum periodontium
bisa memberikan kemungkinan masuknya
bakteri dan akhirnya terjadi abses periodontal
akut. Apabila gigi tidak erupsi sempurna,
mukosa yang menutupi sebagian gigi tersebut
mengakibatkan terperangkap dan
terkumpulnya bakteri dan debris, sehingga
mengakibatkan abses perikoronal
(Pedersen GW, 2012).
GEJALA ABSES
GEJALA ABSES
Nyeri (Dolor) nyeri Pembengkakan Kemerahan (Rubor) Panas (Kalor) Hilangnya fungsi,
merupakan respon yang jaingan yang peningkatan suhu kehilangan fungsi
(Tumor), hanya tampak pada
bersifat subjektif terhadap mengalami radang yang diketahui
adanya stressor fisik dan pembengkakan bagian perifer/ tepi
akut tampak merah, merupakan
psikologik. Nyeri sebagai hasil tubuh, seperti pada
sebagai contoh kulit kulit. Peningkatan suhu konsekuensi dari
merupakan tanda adanya edema yang tertekan sengat suatu proses
peringatan adanya ini diakibatkan oleh
merupakan suatu an matahari. Warna peningkatan aliran radang. Gerakan
kerusakan jaringan akibat
edema dan terutama akumulasi cairan kemerahan ini terjadi darah (hyperemia) yang terjadi pada
karena tekanan pus di di dalam eksudat akibat adanya dilatas yang hangat pada daerah radang,
dalam rongga abses. dan dalam jumlah i pembulu darah kecil daerah tersebut, baik yanag
Beberapa mediator dalam daerah yang megakibatkan system dilakukan secara
sedikit, kelompok vaskuler dilatasi dan
kimiawi pada rahang akut mengalami
sel radang yang mengalirkan darah
sadar ataupun
termasuk bradikinin,
masuk dalam kerusakan. yang hangat pada secara reflek akan
prostaglandin, dan
serotonin. Diketahui juga daerah tersebut. mengalami
daerah tersebut.
dapat mengakibatkan hambatan oleh
nyeri. rasa sakit.
Nyeri tekan timbul bila
ditekan di daerah yang (Longo S, 2018)
terjadi keruskan Jaringan.
MEKANISME ABSES
•MEKANISME ABSES
Penyebab abses ini yang paling sering adalah infeksi gigi. Nekrosis pulpa karena
karies dalam yang tidak terawat dan periodontal pocket dalam merupakan jalan bakteri
untuk mencapai jaringan periapikal. Odontogen dapat menyebar melalui jaringan ikat,
pembuluh darah, dan pembuluh limfe. Yang paling sering terjadi adalah
perkontinuitatum karena adanya celah atau ruang diantara jaringan yang berpotensi
sebagai tempat berkumpulnya pus.

Penyebaran abses dipengaruhi oleh 3 kondisi, yaitu virulensi bakteri,


ketahanan jaringan, dan perlekatan otot. Virulensi bakteri yang tinggi
mampu menyebabkan bakteri bergerak secara leluasa ke segala
arah, ketahanan jaringan sekitar yang tidak baik menyebabkan
jaringan menjadi rapuh dan mudah dirusak, sedangkan perlekatan
otot mempengaruhi arah gerak pus

Santosa A., 2017


Patofisiologi Abses Odontogenik
Selanjutnya proses infeksi tersebut
Infeksi dimulai dari permukaan gigi menyebar progresif ke ruangan
(adanya karies gigi yang sudah 1 5 atau jaringan lain yang dekat
mendekati ruang pulpa) dengan struktur gigi yang nekrosis

Berlanjut menjadi pulpitis dan Foramen apikalis dentis


akhirnya akan terjadi kematian 2 4 pada pulpa tidak bisa
pulpa gigi nekrosis pulpa mendrainase pulpa yang
terinfeksi.
3

Gigi yang nekrosis menyebabkan bakteri bisa menembus


masuk ruang pulpa sampai apeks gigi.

(Wulansari, 2016)
PENYEBARAN
ABSES
a. Abses Submukosa (Submucous Abscess)
pus terletak dibawah lapisan mukosa, akan tetapi, jika
berbeda tempat, berbeda pula namanya, namun untuk
yang terletak di palatal, disebut sebagai Abses Palatal
(Palatal Abscess). Yang terletak tepat dibawah lidah dan
diatas (superior dari) perlekatan otot Mylohyoid disebut
abses Sublingual (Sublingual Abscess).
b. Abses Bukal (Buccal Space Abscess)
pergerakan pusnya adalah superior dari perlekatan otot
masseter (rahang atas) dan inferior dari perlekatan otot
maseter (rahang bawah), maka kondisi ini disebut
Abses Bukal
c. Abses Submandibular (Submandibular
Abscess)
d. Abses Perimandibular
e. Abses Subkutan (Subcutaneous Abscess)
Santosa A., 2017
KLASIFIKASI ABSES
• KLASIFIKASI ABSES

Sublingual Abscess
Definisi: merupakan abses yang terbentuk pada spasia
sublingualis di atas musculus mylohyoid baik sebelah kanan atau
kiri.
Etiologi: biasanya infeksi spasia sublingual sering terjadi pada
gigi anterior, premolar dan molar pertama RB, yang apeks-nya
terletak pada perlekatan musculus mylohyoid.
Manifestasi klinis: terjadi pembengkakan mukosa pada dasar
mulut yang menyebabkan lidah terangkat ke arah palatal dan
lateral. Sulkus lingual mandibula tidak terlihat dan mukosa
nampak sedikit kebiru-biruan. Pasien kesulitan bicara karena
adanya edema dan pergerakan lidah terasa sakit.
Perawatan: dilakukan insisi untuk drainase secara intraoral,
lateral dan sepanjang ductus Wharton serta nervus lingual. Untuk
mencapai pus, digunakan hemostat untuk mengeksplorasi spasia
inferior—dengan arah anteroposterior dan di bawah glandula—
(Fragiskos FG, 2007) kemudian dipasang rubber drain.
• KLASIFIKASI ABSES Submandibullar
Abscess
Definisi: merupakan abses yang terjadi pada spasia submandibular. Spasia submandibular dibatasi oleh corpus
mandibula, venter anterior dan posterior musculus digastricus, ligament stylohyoid, musculus mylohyoid dan
musculus hyoglossus. Spasia ini mengandung glandula submandibula dan linfonodi submandibula.
Etiologi: infeksi ini mungkin berasal dari molar kedua atau molar ketiga RB jika apeks-nya terdapat di bawah
perlekatan musculus mylohyoid. Selain itu juga dapat dikarenakan adanya penyebaran infeksi dari spasia
subligual dan submental.
Manifestasi klinis: abses terlihat sebagai pembengkakan ringan pada daerah submandibular yang menyebar
menyebabkan kulit mengeras dan kemerahan. Sudut mandibula menghilang, serta terdapat nyeri saat palpasi dan
trismus ringan.
Perawatan: insisi untuk drainase dilakukan pada kulit, sekitar 1 cm di bawah dan sejajar batas bawah mandibula
dengan menghindari arteri dan vena fasialis serta mempertimbangkan cabang nervus fasialis. Hemostat
dimasukkan untuk mengeksplorasi ruang. Diseksi tumpul harus dilakukan di sepanjang permukaan medial
tulang mandibula karena pus sering terletak di daerah ini juga. Setelah drainase, rubber drain dipasang.

(Fragiskos FG, 2007)


• KLASIFIKASI ABSES

Cellulitis
Definisi: merupakan kondisi inflamasi difus akut yang menginfiltrasi
jaringan ikat longgar di bawah kulit.
Etiologi: biasanya berasal dari infeksi gigi dan karena ada infeksi
campuran. Mikroorganisme yang berperan adalah staphylococcus dan
streptococcus aerob dan anaerob.
Manisfetasi klinis: ditandai adanya edema, sakit kepala dan kulit
kemerahan. Edema dengan batas tidak jelas dapat muncul di berbagai
area wajah dan lokalisasinya tergantung pada gigi yang terinfeksi. Pada
tahap awal, cellulitis terasa lunak ketika palpasi dan tanpa pus. Kemudian
pada tahap lanjut, terjadi pengerasan dan terdapat pus yang terlokalisasi.
Perawatan: terapi dengan obat-obatan. Dapat diberikan antiobiotik
dengan dosis besar seperti penicillin atau ampicillin. Dilanjutkan dengan
terapi panas untuk mengurangi supurasi. Pada beberapa kasus
diperlukan drainase dapat pada satu atau beberapa tempat untuk
mengeluarkan eksudat. Pada kasus yang parah sebaiknya dirujuk ke
(Fragiskos FG, 2007) rumah sakit.
• KLASIFIKASI ABSES
Ludwig’s Angina
(Phlegmon)
Definisi: merupakan infeksi cellular akut yang secara bilateral melibatkan
ruang submandibular, sublingual, dan submental serta dapat berakibat
fatal ditidak dilakukan perawatan.
Etiologi: dapat berasal dari infeksi periapikal atau periodontal pada gigi
RB, khususnya pada gigi dengan apeks di bawah musculus mylohyoid.
Manifestasi klinis: terlihat pembengkakan yang keras dikarenakan pus
terletak pada jaringan yang dalam. Secara intra oral, terdapat edema pada
dasar mulut yang keras sehingga lidah terangkat dan menyebabkan
tersumbatnya saluran udara. Pasien mengalami demam disertai kesulitan
menelan, berbicara dan bernafas.
Perawatan: dilakukan dengan pembedahan untuk drainase infeksi dan
pemberian antibiotik dosis ganda. Insisi dilakukan secara bilateral, intra
oral, sejajar di medial batas bawah mandibula pada regio premolar dan
molar. Lalu insisi intra oral sejajar dengan duktus submandibula. Rubber
drain di tempatkan minimal selama 3 hari sampai gejala klinis reda. Pada
(Fragiskos FG, 2007) kasus dengan obstruksi nafas yang parah, pembedahan saluran nafas
harus dilakukan.
• KLASIFIKASI ABSES

Periodontal Abscess
Definisi: Merupakan inflamasi purulen akut
maupun kronis yang berkembang dari poket
Manifestasi klinis: terlihat edema di tengah gigi
disertai rasa nyeri dan kemerahan pada gusi.
Gejala yang timbul tidak separah dentoalveolar
abses.
Perawatan: insisi sederhana pada sulkus gingiva
dengan probe atau scalpel. Insisidapat pula
dilakukan pada gingiva pada titik paling tumpul
dari edema.

(Fragiskos FG, 2007)


• KLASIFIKASI ABSES
Acute Dentoalveolar
Abscess
Definisi: merupakan infeksi akut purulen yang berkembang pada bagian apikal gigi pada
tulang cancellous.
Etiologi: Biasanya disebabkan oleh bakteri yang berasal dari gigi yang terinfeksi baik pada
maksila maupun pada mandibula.
Gejala khas: rasa sakit yang berat, gigi goyang, serta gigi penyebab serasa memanjang.
Perawatan: Perawatan pertama bertujuan untuk mengurangi rasa sakit dan dilanjutkan dengan
drainase. Drainase dilakukan melalui saluran akar dengan cara mengebur denganhandpiece high-speed
dengan lembut. Selanjutnya jaringan nekrotik dibersihkan dengan barbed broach dan tekanan diberikan
pada daerah apikal gigi. Jika drainase dari saluran akar tidak memungkinkan, dapat dilakukan trepanasi
setelah posisi apeks ditentukan secara radiograf. Insisi horizontal dilakukan pada bukal sedekat
mungkin dengan apeks gigi yang terinfeksi. Selanjutnya periosteum direfleksi sehingga tulang bukal
terlihat. Lalu tulang dibuka menggunakan roundbur low speed sampai eksudat keluar. Kemudian
dilakukan suturing.
(Fragiskos FG, 2007)
• KLASIFIKASI ABSES

Subperiosteal Abscess
Definisi: abses yang terletak diantara tulang dan
periosteum baik pada bukal, palatal, maupun
lingual gigi penyebab infeksi.
Etiologi: akibat penyebaran intraalveolar
abscess.
Gejala khas: edema ringan, rasa sakit karena
tekanan pada periosteum serta sensitif pada
palpasi.
Perawatan: dilakukan dengan membuat insisi
intraoral dan drainase. Insisi dilakukan pada
mukosa dengan menghindari saraf dan pembuluh
(Fragiskos FG, 2007) darah untuk menghindari injury.
• KLASIFIKASI ABSES

Submucosal Abscess
Definisi: Abses ini tepat terletak di bawah mukosa vestibular
bukal maupun palatal/lingual gigi yang menjadi sumber infeksi.
Etiologi: akibat penyebaran intraalveolar abscess.
Manifestasi klinis: terlihat pembesaran mukosa dengan
fluktuasi yang jelas, sensitif terhadap palpasi, serta hilangnya
lipatan mucobukal pada area infeksi.
Perawatan: dilakukan dengan insisi superfisial dengan pisau
bedah. Hemostat kecil lalu dimasukkan untuk memperbesar
drainase dan rubber drain dimasukkan untuk menjaga drainase
tetap terbuka minimal 48 jam. Insisi pada palatal dilakukan
(Fragiskos FG, 2007) dengan menghindari arteri, vena, dan nervus palatinus mayor.
• KLASIFIKASI ABSES
Canine Fossa
Abscess
Definisi: Abses ini terletak pada fossa canina,
Etiologi: berasal dari gigi anterior, dan jarang dari gigi
premolar.
Manifestasi klinis: pembengkakan substansial pada
daerah atas pipi, dengan rasa sakit yang terletak di wilayah
fossa kaninus. Jaringan lunak hidung juga mungkin akan
terkena dampaknya. Infeksi dapat menyebar melalui vena
ini ke dalam sinus cavernous.
Perawatan: Perawatan terdiri dari insisi intraoral dan
drainase abses, dan menghilangkan agen penyebab.
Ketika pembukaan abses harus dilakukan secara hati-hati
untuk menghindari cedera saraf infraorbital yang berasal
dari tengkorak. Anestesi diadministrasikan ekstraoral dekat
foramen infraorbital.
(Fragiskos FG, 2007)
• KLASIFIKASI ABSES

Submental Abscess
Definisi: akumulasi pus pada regio anterior mandibula,
mendekati tulang, lebih tepatnya pada muskulus
mentalis, dengan penyebaran infeksi melalui symphysis
menti.
Etiologi: Biasanya disebabkan oleh infeksi pada gigi
anterior mandibula.
Manifestasi klinis: pembesaran yang cekat dan nyeri
pada dagu dan kemerahan pada kulit disekitarnya.
Perawatan: Perawatan yang dilakukan adalah insisi
pada lipatan mukobukal secara intra oral. Jika pus
menyebar secara ekstraoral, insisi dilakukan pada kulit
secara pararel di batas bawah lidah ke arah posterior.

(Fragiskos FG, 2007)


PENANGANAN ABSES
PENANGANAN (Pedersen GW, 2012).

ABSES
Perawatan abses odontogenik
akut dapat dilakukan secara lokal
atau sistemik.

Perawatan lokal meliputi irigasi,


aspirasi, insisi dan drainase. I hope and I believe that this
Template will your Time, Money
and Reputation.

Perawatan sistemik terdiri atas


pengobatan untuk menghilangkan
rasa sakit, terapi antibiotik, dan
terapi pendukung.
PENATALAKSANAAN
(Pedersen GW, 2012). dapat berupa:

1. Pemberian antibiotik
Untuk mengurangi kemungkinan terjadinya bakteremia dan difusi lokal (inokulasi) sebagai
akibat sekunder dari manipulasi (perawatan) yang dilakukan. Pemberian Penicillin oral (1
garm untuk dewasa) mencapai tingkat terapeutik dalam 1 jam, sedangkan erythromycin (500
mg untuk dewasa) memerlukan waktu sedikit lebih lama untuk mencapai tingkat terapeutik.
Blok saraf dengan anestetikum untuk menghilangkan rasa sakit dengan efektif dan
menjadikan prosedur perawatan lokal. Apabila rasa sakit sudah berkurang, dapat dilakukan
pengukuran temperatur oral, dan apabila terjadi peningkatan, diberikan antipiretik (aspirin,
acetaminophen).
PENANGANAN ABSES
PENATALAKSANAAN

Inspeksi dan irigasi

Abses perikoronal dan periodontal superfisial yang teranestesi bisa


SIMPLE
diperiksa atau dicari dengan menggeser jaringan yang menutupinya
yaitu papila interdental atau operkulum.
PORTFOLIO
-Irigasi hati- hati dengan larutan saline steril dalam volume yang
cukup banyak bisa PRESENTATION
menghilangkan debris dan merubah lingkungan
yang tadinya mendukung perkembangan bakteri menjadi sebaliknya.
Apabila perawatan definitif seperti kuretase, operkulektomi, ekstraksi, (Pedersen GW, 2012).
dan lain-lain ditunda, maka pasien dianjurkan berkumur sesering
mungkin.
• PENANGANAN ABSES
PENATALAKSANAAN
Insisi dan drainase
Lokasi standar untuk melakukan insisi abses
adalah daerah yang paling bebas, yaitu daerah
yang paling mudah terdrainase dengan
memanfaatkan pengaruh gravitasi. Kesalahan
yang sering dilakukan adalah membuat insisi
yang terlalu kecil. Insisi yang agak lebih besar
mempermudah drainase dan pembukaannya
biasa bertahan lebih lama. Drain yang dipakai
adalah suatu selang karet dan dipertahankan
posisinya dengan jahitan

(Pedersen GW, 2012).


DAFTAR PUSTAKA
Longo S. 2018. Asuhan Keperawatan pada TN. T dengan Abses
Pedis di Ruang Tulip RSUD Prof. Dr. W. Z Johanes
Kupang. Karya Tulis Ilmiah Keperawatan. POLTEKES
KEMENKES KUPANG.
Pedersen GW. 2012. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. Jakarta: EGC.
Rasul MI, Kawulusan NN. 2018. Management of Oral Cavity
Infection: Ludwig’s angina. Makassar Dent J; 7(1): 30-34.

Wulansari, widiastuti MG, Rahardjo. 2016. Abses Submandibula


Odontogenik pada Penderita Idiopatik Trombositopeni Purpura
di RSUD Dr. Sardjito. MKGK. 2(1): 19-25.
DAFTAR PUSTAKA
Purnomo J, Mulyawati E. Perawatan Saluran Akar Satu
Kunjungan pada Nekrosis Pulpa Disertai Mahkota
Porselin Fusi Metal dengan Pasak Fiber (terhadap Gigi
Insisivus Pertama dan Kedua). Majalah kedokteran gigi;
juni 2011; 18(1): 82-87.
Santosa A. Abses Submandibula dengan Komplikasi
MediastinitisWMJ (Warmadewa Medical Journal), Vol. 2
No. 2, November 2017, Hal. 79
Thank you
Ada pertanyaan?

Anda mungkin juga menyukai