Anda di halaman 1dari 14

REFERENSI ARTIKEL

HIFEMA DAN HIPOPION

Disusun Oleh:

Hilya Syifa Hanina G992003071

Pembimbing:

dr. Retno Widiati, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MATA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET / RSUD DR. MOEWARDI

SURAKARTA

2020
HIFEMA (3A)

A. DEFINISI

Gambar 1. Ilustrsasi hifema (Sumber: Perdami)


Hifema merupakan kondisi adanya akumulasi darah (sel darah merah)
dalam cairan aqueous humor di bilik mata anterior, yang dapat berasal dari iris
atau dari badan siliaris yang robek. Sedangkan jika darah terdapat dalam
jumlah kecil yang hanya terbukti dengan pemeriksaan mikroskopis disebut
mikrohifema. Hifema dapat terjadi akibat trauma atau terjadi spontan, tetapi
hifma spontan jarang ditemui.

B. ETIOLOGI
Hifema dapat terjadi akibat trauma tumpul atau trauma laserasi, operasi
intraokular, atau dapat terjadi secara spontan.
 Trauma tumpul adalah penyebab paling umum terjadinya hifema (hifema
traumatik). Adanya gaya tekanan pada bola mata dapat menyebabkan
cedera pada iris, badan siliaris, trabecular meshwork, dan pembuluh darah
terkait. Cedera ini dapat merobek pembuluh darah tersebut dan
mengakibatnya terjadinya akumulasi sel darah merah pada bilik mata
anterior.
 Hifema juga bisa bersifat iatrogetnik akibat tindakan operatif. Hifema
intraoperatif atau hifema postoperatif merupakan komplikasi terhadap
berbagai tindakan operasi mata, seperti pada operasi pemasangan lensa
intraokular.

1
 Hifema dapat terjadi secara spontan (spontaneuous hyphema) seperti pada
keadaan sekunder akibat neovaskularisasi iris (pada passien diabetes
mellitus, iskemia), neoplasma okular (retinoblastoma), uveitis, atau akibat
anomali pembuluh darah (zanthogranuloma juvenile).

C. PATOFISIOLOGI
Hifema dapat terjadi akibat cedera pada iris ataupun badan siliaris. Koroid
dan iris mengandung banyak pembuluh darah. Pupil dikendalikan oleh iris oleh
suatu kumpulan otot iridial yang kompleks, baik otot sfingter maupun dilator.
Otot-otot ini dapat ruptur akibat trauma tumpul maupun trauma tajam. Yang
mana ini merupakan sumber perdarahan intraokular/hifema yang sering terjadi.

D. MANIFESTASI KLINIS
 Tanda
Adanya lapisan atau genangan darah pada bagian inferior dari bilik
mata anterior yang dapat dievaluasi dengan menggunakan senter/pen-light.
Warna darah dapat bervariasi dari merah hingga kehitaman tergantung
pada jangka waktu terjadinya hifema. Darah yang menggumpal akan
tampak lebih gelap / kehitaman.

2
Gambar 2. Hifema (Sumber: AAO)

Terdapat 4 grading hifema, yaitu sebagai berikut:


o Grade 0: Tidak terlihat lapisan/genangan darah, tertapi terdapat sel
darah merah dalam bilik mata anterior (mikrohifema).
o Grade 1: Darah mengisi kurang dari sepertiga bilik mata anterior.
o Grade 2: Darah mengisi sepertiga hingga setengah bilik mata
anterior.
o Grade 3: Darah mengisi lebih dari setengah bilik mata anterior.
o Grade 4: Darah mengisi seluruh bilik mata anterior. Bila bilik mata
anterior terisi penuh oleh darah kemerahan disebut total hifema.
Bila bilik mata anterior terisi penuh oleh darah merah kehitaman
disebut blackball atau 8-ball hyphema. Warna kehitaman
menunjukkan adanya gangguan sirkulasi dari cairan aqueous
humor dan penurunan konsentrasi oksigen. Perbedaan ini penting
karena 8-ball hyphema memungkinkan terjadinya pupillary block
dan penutupan sudut sekunder.

3
Gambar 3. Grading Hifema (Sumber: AAO)
 Gejala
Gejala yang ditimbulkan akibat hifema dapat bervariasi tergantung
pada etiologinya. Biasanya pasien mengeluh pengelihatan kabur dan
terdistorsi. Pada kasus trauma atau peningkatan tekanan intraokular
sekunder, pasien dapat mengeluh nyeri pada mata, sakit kepala, dan
fotofobia/silau.

E. DIAGNOSIS
Untuk menegakkan diagnosis hifema dapat dilakukan dengan anamnesis
dan pemerikssaan fisik. Diagnosis hifema dapat ditegakkan dengan
pemeriksaan slit-lamp, atau dapat dilihat hanya dengan pemeriksaan
menggunakan pen-light. Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan untuk
mengetahui penyebab lebih lanjut.
1. Anamnesis
Anamnesis lengkap mulai dari identitas, riwayat penyakit sekarang,
riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan riwayat sosial

4
ekonomi. Selain itu penting untuk menanyakan riwayat terjadi trauma,
riwayat operasi mata sebelumnya, atau faktor risiko lain. Bila terjadi
trauma, maka perlu ditanyakan secara lengkap mengenai trauma tersebut
seperti kapan dan dimana terjadi trauma, mekanisme terjadinya trauma,
penggunaan alat bantu melihat seperti lensa kontak/kaca mata saat terjadi
trauma.
Apabila hifema terjadi secara spontan, penting untuk menanyakan
lebih lanjut apakah memiliki riwayat gangguan pembekuan darah atau
penyakit sel sabit (sickle cell disease), riwayat terapi menggunakan
antikoagulasi, yang dapat menjadi fakor risiko terjadinya hifema spontan.
Hasil anamnesis keluhan pasien:
a. Nyeri pada mata
b. Pengelihatan terganggu (bila darah menutupi aksis visus)
c. Fotofobia/silau
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan mata rutin (ketajaman
pengelihatan/visus, pemeriksaan pupil, tekanan intraokular, pemeriksaan
slit-lamp) serta gonioskopi untuk mengevaluasi kondisi sudut dan
trabekular meshwork. Penting juga untuk mengukur ketinggian hifema
yang diukur dalam satuan milimeter (mm) dari limbus inferior, tepatnya
pada jarum jam angka 6.
Hasil pemeriksaan fisik:
a. Visus umumnya turun
b. Tampak darah di bilik mata anterior yang tertampung di bagian
inferiot atau dapat memenuhi seluruh bilik mata depan.
c. Perhatikan apakah ada trauma pada bagian mata yang lain
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan TIO
Pemeriksaan TIO dapat menggunakan tonometer schiotz.
b. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah untuk mengevaluasi penyakit sel sabit (sickled cell
disease), biasanya dilakukan pada pasien Afrika-Amerika. Pemeriksaan

5
ini perlu dilakukan karena hifema dengan penyakit sel sabit dapat
menimbulkan komplikasi. Sel darah merah yang berbentuk sabit dapat
dengan mudah menghalangi kerja trabekular meshwork sehingga dapat
menyebabkan peningkatan TIO yang tinggi.
c. Pemeriksaan Radiologi
Meski jarang, CT-scan mungkin diperlukan untuk menyingkirkan
tumor intraokular atau adanya benda asing.
d. Lainnya
Iris fluorescein angiogram diperlukan jika neovaskularisasi iris disuga
menjadi penyebab hifema spontan.

F. TATALAKSANA
Pada fasilitas kesehatan primer, tatalaksana yang dapat dilakukan adalah:
1. Pembatasan aktivitas fisik
2. Pelindung mata (protective shield)
3. Analgesik yang tidak mengandung NSAID
4. Rujuk segera ke dokter spesialis mata di pelayanan kesehatan tingkat
sekunder atau tersier.
Penatalaksaan hifema tergantung pada jumlah perdarahan, tekanan
intraokular, dan kejernihan kornea. Apabila hifema kurang dari setengah
volume COA dan kornea tampak jernih dapat dikelola dengan tirah baring
sebab biasanya hifema akan mengalami penyerapan spontan. Sambil diberikan
koagulansia untuk menghentikan perdarahan. SA (sulfas atropine) 1%
digunakan untuk mencegah blok pupil (efek midriasis) dan untuk
mengistirahatkan iris. Asetazolamide diberikan bila TIO meningkat, untuk
mencegah glaukoma. Steroid sistemik digunakan untuk mencegah uveitis.
Koagulansia, selain untuk menghentikan perdarahan, juga berfungsi untuk
merapatkan endotel. Asam traneksamat (menghambat aktivasi plasminogen
dan fibrinolisis) dapat digunakan sebagai koagulansia.
Tindakan operasi dilakukan bila TIO tetap tinggi (>35 mmHg selama 7 hari
atau >50 mmHg selama 5 hari). Tindakan operasi ini dilakukan untuk
mencegah kerusakan saraf optik (atrofi N.II), juga apabila ada pewarnaan

6
kornea karena penimbunan pigmen darah dalam kornea (hemosiderosis
kornea), serta apabila ada sinekia anterior perifer. Apabila peningkatan TIO
tidak segera diatasi dapat terjadi perlekatan antara iris bagian tepi dengan
jaringan trabekulum.
Teknik operasi antara lain adalah parasentesis bilik mata depan, yaitu
mengeluarkan darah dari bilik mata depan. Pasien diberi anestesi lokal dengan
pantokain 1%, kemudian tusuk daerah limbus pada arah jam 6 dengan spuit
injeksi. Selain itu bisa dilakukan irigsasi aspirasi dan insisi luas bila sudah ada
endapan darah. Jika pasien mengalami total hifema yang memungkinkan
terjadinya pupillary block, tindakan iredektomi periferal dapat dilakukan. Jika
TIO tidak terkontrol, maka trabekulektomi dengan irigasi dan aspirasi bilik
mata anterior (anterior chamber washout).

G. KOMPLIKASI
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi akibat hifema:
1. Obstruksi trabekular meshwork
2. Peripheral anterior synechiae (PAS)
3. Posterior synechiae
4. Corneal bloodstaining
5. Perdarahan ulang (rebleeding)
6. Pupillary block
7. Glaukoma sekunder
8. Atrofi saraf optik

H. PROGNOSIS
Prognosis umumnya baik pada hifema tanpa komplikasi. Prognosis
tergantung dari 3 faktor berikut:
1. Jumlah kerusakan struktur yang terkait.
2. Terjadi perdarahan sekunder.
3. Terjadi komplikasi seperti glaukoma, corneal bloodstaining, atau atrofi
optik.

7
Keberhasilan pengobatan hifema dapat dinilai dari pemulihan ketajaman
pengelihatan atau visus. Sekitar 80% dari pasien hifema grade 1 mengalami
pemulihan visus 20/40 atau lebih baik. Sekitar 60% dari pasien hifema grade 3
mengalami pemulihan visus 20/40 atau lebih baik. Sementara hanya sekitar
35% dari pasien hifema grade 4 (total hifema) yang mengalami pemulihan
visus baik. Sementara 11% dari hifema traumatik memiliki visus yang buruk,
berkaitan dengan terjadinya komplikasi.

8
HIPOPION (3A)

A. DEFINISI
Hipopion adalah kondisi dimana adanya pus atau nanah (sel darah putih)
pada bilik mata anterior. Ini merupakan keadaan darurat oftalmologis yang
dapaat mengancam pengelihatan. Kondisi ini dapat terlihat ketika respons
inflamasi cukup parah untuk menyebabkan sel darah putih berkumpul sehingga
membentuk massa yang terlihat pada bagian inferior bilik mata anterior.
Definisi lain dari hipopion adalah akumulasi pus/nanah yang dihasilkan
dari infeksi supuratif di dalam bilik mata anterior. Hipopion juga dapat
disebabkan oleh patologi non-infeksi. Hipopion yang disebabkan oleh
mekanisme inflamasi sebagian besar mengandung sel darah putih dibanding
mikroorganisme. Hipopion akibat tumor sebagian besar terdiri dari sel-sel
neoplastik. Tetapi, infeksi merupakan penyebab paling umum.
Hipopion adalah kondisi yang tidak biasanya dan penting untuk dikenali
karena penyebabnya serius dan memerlukan rujukan oftalmologis.

B. ETIOLOGI
Penyebab paling sering dari hipopion adalah adanya infeksi. Terdapat
beberapa penyakit/keadaan lain yang dapat menyebabkan hipopion, tetapi
jarang terjadi, kondisi tersebut adalah penyakit inflamatorik dan neoplasma
seperti leukemia, limfoma, melanoma, retinoblastoma, maupun metastasis.
Beberapa etiologi dari hipopion:
1. Corneal ulcer
2. Endoftalmitis
3. Iritis, iridocycltis
4. Reaksi terhadap benda asing intraokular
5. Nekrosis tumor intraokular
6. Lensa kontak yang melekat
7. Obat-obatan
8. Postoperasi

9
C. PATOFISIOLOGI
Hipopion dapat terjadi akibat infeksi, trauma, atau timbul pasca bedah
pada mata. Struktur yang terlibat disini adalah iris dan badan siliaris. Radang
pada struktur tersebut akan menurunkan permeabilitas dari blood-aqueous
barrier, sehingga terjadi peningkatan protein, fibrin, dan sel-sel radang pada
cairan aqueous humor, yang akan menggambarkan gambaran hipopion yang
berwarna putih. Karena pus bersifat lebih berat dari cairan aqueous humor,
maka pus akan mengendap ke bagian bawah bilik mata anterior.

D. MANIFESTASI KLINIS
Adanya lapisan atau genangan pus berwarna putih kekuningan pada bagian
inferior dari bilik mata anterior yang dapat dievaluasi dengan menggunakan
senter/pen-light.

Gambar 4. Hipopion pada endoftalmitis (atas) dan pada uveitis (bawah) (Sumber:
Medscape, AAO)

10
Gejala yang ditimbulkan akibat hipopion dapat bervariasi tergantung pada
etiologinya. Biasanya pasien mengeluh penurunan ketajaman pengelihatan
seperti pengelihatan kabur, nyeri pada mata, dan fotofobia.

E. DIAGNOSIS
Untuk menegakkan diagnosis hipopion dapat dilakukan dengan anamnesis
dan pemerikssaan fisik.
1. Anamnesis
Anamnesis lengkap mulai dari identitas, riwayat penyakit sekarang,
riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, dan riwayat sosial
ekonomi. Selain itu penting untuk menanyakan riwayat terjadinya trauma,
riwayat operasi mata, dan riwayat penyakit tumor/kanker.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan mata rutin (ketajaman
pengelihatan/visus, pemeriksaan pupil, tekanan intraokular, pemeriksaan
slit-lamp). Pada pemeriksaan ditemukan adanya pus pada bagian inferior
bilik mata anterior. Mata merah juga ditemukan pada kasus infeksi seperti
pada endoftalmitiss dan uveitis. Ditemukannya hipopion menjadi indikasi
terjadinya inflamasi pada bilik mata anterior yang dapat disebabkan oleh
uveitis anterior, infeksi intraokular, atau akibat sekunder dari inflamasi
kornea, termasuk infeksi. Jika infeksi intraokular dicurigai maka perlu
dilakukan pemeriksaan fundus untuk mengetahui struktur yang terlibat,
apakah vitreous, retina, atau coroid.
4. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan laboratorium guna mengetahui penyebab infeksi lebih
lanjut.
 Pemeriksaan penunjang seperti radiografi, CT-scan, dan ultrasound
dapat dilakukan bila benda asing intraokular atau adanya tumor
dicurigai sebagai penyebab hipopion.

F. TATA LAKSANA

11
Manajemen hipopion tergantung pada etiologinya. Dalam kasus infeksi
seperti keratitis, uveitis, endoftalmitis, penting untuk mengindentifikasi dan
melakukan terapi dari infeksi tersebut. Terapi medikamentosa yang dapat
digunakan adalah antibiotik topikal/intravitreal, steroid topikal/sistemik, dan
cyclopegic.

G. PROGNOSIS DAN KOMPLIKASI


Prognosis dan komplikasi tergantung sesuai dengan etiologinya. Prognosis
dapat buruk jika tidak segera ditangani. Pada kasus iritis uveitis, prognosis baik
bila ditangani dengan tepat.

DAFTAR PUSTAKA

Aghababian, RV., et al. (2006). Essentials of Emergency Medicine. Canada: Jones


and Bartlett Publisher, p.247.
Graham, RH, at al., (2018). Bacterial Endophtahalmitis. Mesdscape, Available at
https://emedicine.medscape.com/article/1201134-overview (Diakses 29
Maret 2020)
Hayes, J. (2013) Hypopyon. The Northern Hospital, Available at
http://www.edcentral.com.au/documents/clinical-resources-1/james-hayes-
northern-guidelines-1/ophthalmology-1/585-hypopyon-1/file
Huang, JJ., Gaudio, PA. (2010). Ocular Inflammatory Disease and Uveitis
Manual: Diagnosis and Treatment 1st Edition. USA: Lippincott Williams
& Wilkins
Ikatan Dokter Indonesia. (2014). Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Primer. Jakarta: IDI.
Muchatuta, MN., et al. (2019). Iritis and Uveitis. Medscape, Available at
https://emedicine.medscape.com/article/798323-overview (Diakses 29
Maret 2020)
Nash, DL., et al. (2019). Hyphema. Medscape, Available at
https://emedicine.medscape.com/article/1190165-overview#a1 (Diakses 29
Maret 2020)

12
Odham, GW., et al. (2020). Hyphema. American Academy of Ophthalmology,
Available at https://eyewiki.aao.org/Hyphema
Riordan-Eva, P., Aughburger, JJ. (2018). Vaughan & Asbury’s General
Ophthalmology, 19th edition. USA: McGraw-Hill Education.

13

Anda mungkin juga menyukai