Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN TUTORIAL

BLOK HEMATOLOGI SKENARIO 3

KELOMPOK A5

AULIYA YUDIA YASYFIN G 0015033


ELISABET DHUITASARI G 0015067
ERVINA RUTH PRIYA SA G 0015071
FRISTA NURINA ADELINA G 0015089
FRANSISKA NATASHA W G 0015091
HAN YANG G 0015101
IRENE G 0015115
MOHAMMAD YOSSAN Y G 0015159
NAUFAL AMINUR RAHMAN G 0015185
NOVIA DYAH INDRIYANTI G 0015189
STEVEN IRVING G 0015217
YUFIDA RACHMA SAFIRA G 0015237
ZEVANYA THEODORA A T G 0015241

TUTOR : DIAN ARININGRUM, dr., M.Kes, Sp.PK


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
TAHUN 2016
BAB I
PENDAHULUAN

SKENARIO 3

Kasus 1

Seorang gadis berusia 20 tahun, dating ke dokter dengan keluhan memar-memar di paha dan
betis yang sudah berlangsung selama 2 minggu. Gejala ini baru pertama kali terjadi. Tadi
pagi keluhan bertambah yaitu perdarahan saat gosok gigi. Pasien merasa sebelumnya baik-
baik saja, tidak terbentur, tidak demam, tidak menderita sakit yang berat dan tidak minum
obat. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan purpura dan ekimosis pada kedua paha dan
betis. Hasil pemeriksaan laboatorium didapatkan hemoglobin 10.0 g/dL, jumlah leukosit dan
hitung jenis leukosit dalam batas normal, jumlah trombosit 40.000 sel/uL. Dokter
memberikan obat hemostatik dan rujukan ke RS untuk pemeriksaan dan penanganan lanjutan.

Kasus 2

Seorang anak laki-laki berusia 9 tahun dibawa orang tuanya ke tempat praktek dokter dengan
keluhan perdarahan belum berhenti setelah dikhitan sehari sebelumnya. Pada riwayat
penyakit diperoleh keterangan bahwa sejak kecil pasien mudah memar bahkan jika hanya
mengalami trauma ringan. Salah seorang sepupu laki-laki pasien juga mengalami penyakit
yang sama. Pada pemeriksaan didapatkan darah masih merembes di perban yang membalut
penis pasien. Dokter memberi rujukan ke RS untuk pemeriksaan skrining hemostasis dan
penanganan lanjutan.
BAB II
DISKUSI DAN TINJAUAN PUSTAKA

A. Langkah I: Membaca skenario dan memahami pengertian beberapa istilah dalam


skenario.
1. Purpura : Memar dimana ukurannya lebih kecil dari ekimosis. Selain di kulit,
terdapat juga di membran serosa. Merupakan gabungan dari bercak-bercak kecil
2. Ekimosis : Memar atau bercak biru kehitaman akibat pecahnya pembuluh darah.
Ukuran bercak lebih besar dari Purpura
3. Obat Hemostatik : Obat yang digunakan untuk menghentikan perdarahan

B. Langkah II: Menentukan / mendefinisikan permasalahan.


1. Apa penyebab perdarahan tidak berhenti setelah khitan ? (Kasus II)
2. Apakah ada hubungan antara jenis kelamin dan umur dengan perdarahan yang
dialami ?
3. Bagaimana proses terjadinya memar pada kasus I ?
4. Apakah terdapat faktor keturunan pada kasus II ?
5. Apa saja fungsi obat hemostatik dan bagaimana mekanisme kerja obatnya ?
6. Apa respon tubuh bila terjadi perdarahan ?
7. Apa yang mengakibatkan pasien mudah memar ? (Kasus I)
8. Komponen darah apa saja yang berperan dalam proses perdarahan ?
9. Bagaimana faal hemostatik dalam tubuh secara fisiologis ?
10. Apa hubungan kadar Hb dan Trombosit yang rendah pada kasus I ?
11. Apa fungsi dari pemeriksaan skreening hemostatis dan bagaimana mekanismenya ?
12. Bagaimana diagnosis untuk kedua kasus ?
13. Apakah kasus II dipengaruhi kadar Hb dan trombosit ?
14. Apakah kasus II hanya terjadi pada laki-laki ?
15. Bagaimana penatalaksanaan kedua kasus ?
16. Apakah perdarahan di satu tempat dapat menimbulkan efek di tempat yang lain ?
C. Langkah III: Menganalisis permasalahan dan membuat penyataan sementara
mengenai permasalahan (tersebut dalam langkah II)
Permasalahan yang ada dalam skenario ini adalah sebagai berikut :

RESPON HEMOSTATIS
Hemostasis merupakan salah satu mekanisme homeostasis yang bertujuan
mempertahankan darah dalam keadaan cair dan berada pada pembuluh darah. Apabila ada
trauma maka mekanisme hemostasis akan mencegah hilangnya darah secara berlebihan
dengan mekanisme :
1. Vasokontriksi dinding pembuluh darah
2. Pembentukan sumbat bekuan darah
3. Bekuan darah
Pada keadaan normal, akan selalu terjadi trauma pada dinding pembuluh darah yang
mengakibatkan luka pada dinding pembuluh darah, misalnya pada percabangan pembuluh
darah sehingga terjadi perubahan kecepatan aliran darah yang akan menyebabkan mikro lesi
pada endotel.

KOMPONEN HEMOSTATIS
Terdapat 3 komponen penting dalam terjadinya hemostatis normal dalam tubuh, yaitu
komponen vaskuler, komponen trombosit, dan juga komponen protein koagulasi yang akan
dibahas sebagai berikut :
A. Komponen Vaskuler (dinding pembuluh darah)
1. Aliran darah :
Dilihat bercabang atau tidak, biasanya pada pembuluh darah bercabang aliran
darah akan deras dan akan terjadi lebih banyak luka
2. Endotel
Sel yang melapisi bagian dalam dari pembuluh darah dan berbatasan langsung
dengan lumen pembuluh darah.
3. Matriks sub endothelium
Matriks yang terletak di bawah endotel. Komposisi utamanya adalah kolagen
sebagai pemicu koagulasi yang utama.
4. Jaringan ekstra vaskuler
Jaringan di luar pembuluh darah, bila terjadi luka dan terpapar di jaringan luar
akan mengekspresikan tissue factor dan memicu terjadi koagulasi.
B. Komponen Trombosit
Trombosit berasal dari sel megakariosit. Di sumsum tulang, sel ini nantinya akan
membelah intinya dan pecah, isi yang keluar akan berubah menjadi trombosit.
Hormon yang meregulasi proses ini disebut Trombopoietin, dimana hormon ini
diproduksi di hati dan ginjal.
Trombosit memiliki 4 kemampuan, yaitu :
a. Adhesi : Jika terjadi luka, trombosit akan menempel di endotel. Terdapat faktor
vWF yang nantinya akan berikatan dengan reseptor GP Ib/IX
b. Agregasi : Terdapat agregator yaitu ADP dan TXA2 yang akan mengundang
trombosit. Trombosit akan menempel satu dengan yang lain.
c. Sekresi : Menghasilkan cyclooxygenase yang akan asam arachidonat menjadi
TXA2. Terdapat juga serotonin yang akan mencegah terjadinya perdarahan.
Setelah terjadi luka, akan terjadi vasokonstriksi di daerah yang terjadi luka dan ada
refleks dari arteri-arteri sekitarnya, terjadi perlambatan aliran darah di daerah luka sehingga
mencegah penyebaran perdarahan. Platelet / trombosit akan membebaskan vaksiaktif amino
dan TXA2, sedangkan Fibrin akan melepaskan fibrinopeptida.

C. Komponen faktor koagulasi darah


Secara umum, fungsi dari faktor koagulasi darah adalah untuk saling mengaktifkan
agar terjadinya penyumbatan dan akan mensintesis benang-benang fibrin.
a. Faktor Ekstrinsik : Dipicu oleh faktor jaringan yang rusak. Mengaktifkan Tissue
Factor (Faktor III) yang nantinya akan mengaktifkan faktor X.
b. Faktor Intrinsik : Dipicu oleh kolagen. Mengaktifkan faktor XII  faktor XI 
faktor IX  faktor X
Faktor X ini akan mengaktifkan protrombin menjadi trombin. Trombin akan
mengaktifkan Fibrinogen menjadi fibrin. Terdapat juga faktor XIII yang nantinya
akan membuat fibrin menjadi lebih stabil.
Faktor-faktor koagulasi ini umumnya terdapat di dalam hati. Khusus untuk faktor II,
VII, IX, dan X membutuhkan vitamin K

FIBRINOLISIS
Fibrinolisis adalah proses penghancuran bekuan fibrin yang berlebihan. Penghancuran fibrin
ini dilakukan setelah proses reparasi pembuluh darah selesai. Proses ini membutuhkan
senyawa plasmin. Tujuan dari fibrinolisis ini adalah agar tidak terjadi sumbatan pembuluh
darah.
Setelah pembekuan darah selesai, secara langsung akan langsung mengaktivasi Tissue Factor
Plasminogen yang akan mengaktifkan Plasminogen. Plasminogen ini akan membentuk
plasmin. Plasmin akan memecah fibrin menjadi FDP (Fibrin Degradation Product).
Untuk mengontrol agar tidak kelebihan FDP, maka tubuh menghasilkan Plasminogen
inhibitor yang mengandung Alfa-2-Antiplasmin yang akan menghambat kerja dari plasmin.

MEKANISME MEMAR

Memar merupakan suatu keadaan dimana terjadi penggumpalan darah dalam jaringan
interstisium. Hal ini dikarenakan pecahnya pembuluh darah kapiler akibat kekerasan benda
tumpul yang menyebabkan darah terkumpul di daerah interstisial, menyebabkan radang.
Komponen darah yang terakumulasi terdiri dari eritrosit, leukosit, trombosit, dan plasma
darah. Proses inflamasi yang terjadi pada daerah memar menyebabkan pergerakan makrofag
ke daerah memar, kemudian makrofag akan memfagosit eritrosit. Hal ini mengakibatkan
hemoglobin dimetabolisme dan akan menghasilkan hemosiderin, biliverdin, dan hematoidin.
Pigmen – pigmen ini berperan dalam perubahan warna biru pada memar.
DIAGNOSIS PENYAKIT

Kasus II – Hemofili (kemungkinan 1)

Proses pembekuan darah membutuhkan unsur-unsur seperti trombosit, faktor-faktor


pembekuan, dan sebagainya. Terdapat 12 faktor pembekuan di tubuh, penamaannya ditandai
dengan huruf romawi.

Di dalam kasus hemofilia, terdapat mutasi gen yang menyebabkan tubuh tidak cukup
memiliki faktor pembekuan tertentu. Sebagai contoh, hemofilia A disebabkan kurangnya
faktor pembekuan VIII (8) dan hemofilia B disebabkan kurangnya faktor pembekuan IX (9)
di dalam darah.

Untaian DNA atau sebutan lainnya adalah kromosom merupakan suatu rangkaian instruksi
lengkap yang mengendalikan produksi berbagai faktor. Kromosom bukan hanya menentukan
jenis kelamin pada bayi, namun juga mengatur kinerja sel-sel di dalam tubuh. Semua manusia
memiliki sepasang kromosom seks di mana komposisi pada wanita adalah XX dan pada pria
adalah XY. Hemofilia adalah penyakit yang diwariskan melalui mutasi pada kromosom X.
Oleh sebab itu pria cenderung menjadi pengidap, sementara wanita cenderung menjadi
pewaris atau pembawa mutasi gen tersebut

Kasus I – Trombositopenia (Kemungkinan 1)

Banyak hal yang dapat melatarbelakangi terjadinya trombositopenia. Pada kondisi normal,
sumsum tulang akan memproduksi dan menggantikan platelet yang sudah rusak.. Takaran
normal platelet adalah 150.000 hingga 450.000 per mikroliter. Platelet yang sering juga
disebut trombosit memiliki fungsi penting dalam tubuh manusia, yaitu untuk membantu
proses pembekuan darah. Ini supaya pendarahan berlebihan tidak terjadi.

Trombositopenia bisa dialami oleh anak-anak maupun orang dewasa dan akan menyebabkan
penderitanya lebih rentan mengalami perdarahan. Meski jarang terjadi, trombositopenia yang
tidak ditangani dapat memicu pendarahan dalam yang bahkan bisa berakibat fatal. Terutama
jika jumlah platelet penderita berada di bawah angka 10.000 per mikroliter.

Trombositopenia ringan terkadang tidak menyebabkan indikasi apa pun. Meski jika ada,
gejala utamanya adalah munculnya perdarahan. Perdarahan ini dapat terjadi di luar maupun
di dalam tubuh dan terkadang sulit dihentikan, contohnya mimisan atau gusi berdarah.

PEMERIKSAAN SKREENING HEMOSTATIS


 Waktu Perdarahan
Uji ini abnormal apabila adanya defek jumlah dan fungsi trombosit. Mencerminkan
waktu yang diperlukan pada pungsi kulit (yang telah terstandarisasi) untuk menghentikan
perdarahan. Prosedur ini diukur dalam menit, merupakan perkiraan in vivo respons
trombosit terhadap cedera vaskular terbatas.
 Hitung Trombosit
Diperoleh dengan memeriksa darah yang telah diberi antikoagulan menggunakan
penghitung partikel elektronik. Rentang acuan adalah 150 sampai 450 x103 / mm3.
Jumlah diluar kisaran ini harus dikonfirmasi dengan persepsi visual apusan darah tepi.
 PT (Prothrombin time)
Menguji keadekuatan jalur pembekuan ekstrinsik dan umum, mencerminkan waktu yang
dibutuhkan oleh plasma untuk membeku apabila diberikan tromboplastin jaringan (misal:
ekstrak otak) dan ion kalsium dari luar. PT yang memanjang terjadi pada defisiensi
faktor V, VII, atau X; protrombin; atau fibrinogen.
 PTT (Partial Thromboplastin Time)
Dirancang untuk menilai integritas jalur pembekuan intrinsik dan umum. Pada uji ini,
waktu (dalam detik) yang dibutuhkan plasma untuk membeku dengan keberadaan kaolin,
sefalin, dan kalsium diukur. Kaolin berfungsi mengaktifkan faktor XII dependen kontak,
dan sefalin menggantikan fosfolipid trombosit. Memanjangnya PTT dapat terjadi akibat
defisiensi faktor V, VIII, IX, X, XI, atau XII, atau protrombin atau fibrinogen atau
inhibitor didapat (biasanya suatu antibodi) yang mengganggu jalur intrinsik.
D. Langkah IV: Menginventarisasi permasalahan secara sistematis dan pernyataan
sementara mengenai permasalahan pada langkah III.

PERDARAHAN Manifestasi klinis

Gangguan :
Vaskular a. Patofisiologi
Hemostatis Trombosit b. Manifestasi klinik
c. Diagnosis
Protein Koagulasi d. Patogenesis
e. Penatalaksanaan
E. Langkah V: Merumuskan tujuan pembelajaran.
1. Mengetahui gangguan pada proses hemostatis
2. Mengetahui patofisiologi, patogenesis, diagnosis, manifestasi klinik, dan
diagnosis pada gangguan hemostatis
3. Mengetahui manifestasi klinis perdarahan

F. Langkah VI: Mengumpulkan informasi baru

Setiap anggota dari kelompok kami mencari referensi untuk membuktikan


kebenaran dari sumber yang telah dikemukakan dan prior knowledge kami, serta untuk
menjawab persoalan yang belum diketahui (pada Langkah V).Beberapa referensi yang
kami dapat berasal dari artikel ilmiah, jurnal ilmiah, dan buku-buku yang berkaitan
dengan permasalahan dalam blok 6 skenario 3 ini.

G. Langkah VII: Melaporkan, membahas, dan menata kembali informasi baru yang
diperoleh.
THROMBOPOIESIS

Tiga jalur sel induk myeloid dalam sumsum tulang berdiferensiasi menjadi sel progenitor
erythroid, progenitor granulocyte-monocyte, dan progenitor megakaryocyte. Trombosit
dibentuk di sumsum tulang oleh proses fragmentasi sitoplasma megakariosit. Produksi
trombosit terjadi di bawah kendali thrombopoietin. Tahap-tahap dalam produksi platelet
adalah: megakaryoblast, promegakaryocyte, megakaryocyte, dan trombosit diskoid.
MEGAKARYOBLAST. Prekursor awal trombosit di sumsum tulang adalah
megakaryoblast. Megakaryoblast ini muncul dari haematopoietic stem sel oleh proses
diferensiasi.

PROMEGAKARYOSIT. Sebuah megakaryoblast akan mengalami endo-reduplikasi


kromatin inti yaitu kromatin inti akan bereplikasi berulang kali dalam kelipatan dua tanpa
pembagian sel. Pada akhirnya, sel besar mengandung sampai 32 kali inti DNA diploid normal
(poliploidi) ketika replikasi inti berhenti dan sitoplasma menjadi granular.

MEGAKARYOSIT. Sebuah megakaryosit dewasa adalah sel yang besar, dengan diameter
30-90 µm, dan berisi 4-16 lobus inti dengan kromatin kasar mengelompok. Sitoplasma, biru
ringan dalam warna dan berisi granul merah-ungu. Trombosit terbentuk dari pseudopods
sitoplasma megakaryocyte yang bisa terlepas ke dalam aliran darah. Setiap megakaryocyte
dapat membentuk hingga 4000 trombosit. Pembentukan trombosit dari sel punca
membutuhkan waktu sekitar 10 hari.

TROMBOSIT. Trombosit kecil (dengan diameter 1-4 µm), diskoid, struktur non-nukleasi
yang mengandung granul merah-ungu. Jumlah trombosit normal berkisar 150,000- 400.000 /
ml dan umur trombosit adalah 7-10 hari. Sekitar 70% dari trombosit beredar dalam sirkulasi
sedangkan 30% lainnya disimpan di limpa. Trombosit yang baru dibentuk menghabiskan 24-
36 jam dalam limpa sebelum dilepaskan ke sirkulasi. Faktor-faktor seperti stres, epinefrin dan
latihan merangsang produksi trombosit.

Fungsi utama trombosit di hemostasis yang mencakup dua proses yang terkait erat:

1. Hemostasis primer. Istilah ini digunakan untuk pembentukan sumbat trombosit di lokasi
cedera. Ini adalah fenomena yang segera muncul dalam hitungan detik dari saat cedera dan
bertanggung jawab untuk penghentian perdarahan dari microvasculatur. Hemostasis
primer melibatkan tiga langkah: adhesi trombosit, rilis granul trombosit dan agregasi
trombosit yang diatur oleh perubahan pada membran fosfolipid, dan kalsium. Pada tingkat
molekuler, peristiwa-peristiwa penting dijelaskan secara singkat di bawah:
 Adhesi trombosit: Trombosit menempel pada kolagen dalam subendothelium karena
adanya reseptor pada permukaan platelet, glikoprotein (GP) Ia-IIa yang merupakan
integrin. Adhesi pada dinding pembuluh distabilkan oleh faktor von Willebrand, sebuah
glikoprotein adhesi. Hal ini dicapai dengan pembentukan link antara faktor von
Willebrand dan reseptor platelet lain, kompleks GPIb/IX.
 Rilis trombosit: Setelah adhesi, trombosit menjadi aktif dan melepaskan tiga jenis
granula dari sitoplasma: granula densa, granula alpha dan vesikel lisosom. Produk
penting dibebaskan dari granula-granula ini adalah: ADP, ATP, kalsium, serotonin,
faktor trombosit 4, faktor V, faktor VIII, thrombospondin, platelet-derived growth
factor (PDGF), faktor von Willebrand (vWF), fibronektin, fibrinogen, plasminogen
activator inhibitor -1 (PAI-1) dan tromboksan A2.
 Agregasi platelet: Proses ini dimediasi oleh fibrinogen yang membentuk jembatan
antara trombosit yang berdekatan melalui reseptor glikoprotein pada platelet,
GPIIb/IIIa.
2. Hemostasis sekunder. Melibatkan sistem koagulasi plasma menghasilkan pembentukan
sumbat fibrin dan perlu beberapa menit untuk selesai.

GANGGUAN PERDARAHAN (PERDARAHAN DIATESIS)

Gangguan perdarahan atau diatesis hemoragik adalah kelompok kelainan yang ditandai oleh
hemostasis yang rusak dengan perdarahan abnormal. Kecenderungan perdarahan mungkin
spontan dalam bentuk perdarahan kecil ke dalam kulit dan selaput lendir (misalnya petechiae,
purpura, ekimosis), atau mungkin ada yang perdarahan berlebihan eksternal maupun internal
setelah trauma ringan dan prosedur pembedahan (mis hematoma, haemarthrosis dll).

Penyebab diatesis hemoragik mungkin berhubungan dengan kelainan trombosit.


Penyebab ini secara luas dibagi ke dalam kelompok berikut:
I. Hemoragik diathesis karena kelainan pembuluh darah.
II. Hemoragik diathesis berhubungan dengan kelainan trombosit.
III. Gangguan faktor koagulasi.
IV. Hemoragik diathesis karena cacat fibrinolitik.
V. Kombinasi semua ini seperti yang terjadi pada disseminated intravascular coagulation
(DIC).

Sebelum membahas gangguan perdarahan, secara singkat garis besar pemeriksaan yang akan
dilakukan dalam kasus seperti itu.
INVESTIGASI FUNGSI HEMOSTATIK

Secara umum, mekanisme hemostatik memiliki 2 fungsi utama:

 Untuk mempromosikan hemostasis lokal di situs pembuluh darah yang terluka.


 Untuk memastikan bahwa darah beredar tetap dalam keadaan cair, sementara di tempat
pembuluh yang terluka yaitu untuk mencegah terjadinya trombosis umum.

Pembentukan plug hemostatik adalah mekanisme yang kompleks dan melibatkan


pemeliharaan keseimbangan antara setidaknya 5 komponen: (i) dinding pembuluh darah; (ii)
platelet; (iii) faktor koagulasi plasma; (iv) inhibitor; dan (v) sistem fibrinolitik.

Apa pun yang mengganggu setiap komponen ini mengakibatkan ketidaknormalan


hemostasis dengan perdarahan abnormal. Dalam rangka membangun diagnosis yang pasti
dalam hal apapun yang dicurigai memiliki fungsi hemostatik yang abnormal, skema di bawah
ini perlu dilakukan:

A. Evaluasi klinis komprehensif, termasuk riwayat pasien, riwayat keluarga dan rincian dari
situs, frekuensi dan karakter cacat hemostatik.
B. Seri tes skrining untuk menilai kelainan pada berbagai komponen yang terlibat dalam
menjaga keseimbangan hemostatik.
C. Tes khusus untuk menentukan penyebabnya.

Ulasan singkat tentang prinsip-prinsip umum dari tes yang digunakan untuk menyelidiki
kelainan hemostatik disajikan di bawah ini :

A. Investigasi Kelainan Haemostasis Pembuluh


Gangguan hemostasis vaskular mungkin karena meningkatnya permeabilitas pembuluh
darah, kekuatan kapiler berkurang dan kegagalan untuk kontrak setelah cedera. Tes fungsi
vaskular yang rusak adalah sebagai di bawah:

1. BLEEDING TIME. Tes sederhana ini didasarkan pada prinsip pembentukan plug
hemostatik menyusul sayatan standar pada permukaan volar lengan bawah dan waktu
yang diperlukan sayatan untuk menghentikan pendarahan diukur. Uji tergantung pada
fungsi kapiler serta pada jumlah platelet dan kemampuan trombosit untuk membentuk
agregat. Kisaran normal adalah 3-8 menit. Waktu perdarahan berkepanjangan mungkin
karena penyebab berikut:
i) Trombositopenia.
ii) Gangguan fungsi trombosit.
iii) Penyakit von Willebrand.
iv) Kelainan vaskular (misal pada sindrom Ehlers-Danlos).
v) Kekurangan faktor V dan XI parah.
2. HESS KAPILER KETAHANAN UJI (UJI TOURNIQUET). Tes ini dilakukan
dengan mengikat manset sphygmomanometer ke lengan atas dan meningkatkan tekanan
di dalamnya antara diastolik dan sistolik selama 5 menit. Setelah deflasi, jumlah
petechiae yang muncul dalam 5 menit berikutnya di area 3 cm2 di atas fossa kubiti
dihitung. Kehadiran lebih dari 20 petechiae dianggap sebagai tes positif. Uji positif
dalam peningkatan kerapuhan kapiler serta pada trombositopenia.

B. Investigasi Trombosit dan Trombosit Fungsi


gangguan hemostatik umumnya karena kelainan jumlahnya trombosit, morfologi atau fungsi.

1. TES SKRINING. Tes skrining dilakukan untuk menilai penyebab terkait trombosit:
i) jumlah trombosit darah perifer.
ii) Waktu perdarahan kulit.
iii) Pemeriksaan film darah segar untuk melihat morfologi kelainan trombosit.
2. TES KHUSUS. Jika tes skrining ini menyarankan gangguan fungsi platelet, tes fungsi
trombosit berikut dapat dilakukan:
i) Tes adhesi trombosit seperti retensi dalam kolom manik kaca, dan teknik canggih
lainnya.
ii) Tes aggregasi dimana teknik turbidometric menggunakan ADP, kolagen atau
ristocetin.
iii) Konten granular dari trombosit dan pembebasannya dapat dinilai dengan
mikroskop elektron atau dengan mengukur zat yang dirilis.
iv) Aktivitas koagulan trombosit diukur secara tidak langsung dengan Indeks
konsumsi protrombin.
C. Investigasi Koagulasi Darah

Sistem koagulasi darah normal terdiri dari kaskade aktivasi 12 faktor koagulasi. Ini
membentuk jalur intrinsik, jalur ekstrinsik dan jalur umum yang berujung pada pembentukan
trombin yang bekerja pada fibrinogen untuk menghasilkan fibrin. Bekuan fibrin yang
terbentuk diperkuat oleh faktor XIII yang dengan sendirinya akan diaktifkan oleh trombin.
I. TES SKRINING.
1. Waktu pembekuan whole blood. Estimasi keseluruhan waktu pembekuan darah
dilakukan oleh berbagai metode kapiler dan tabung dan merupakan nilai terbatas
karena tidak sensitif dan spesifik. Kisaran normal adalah 4-9 menit pada suhu 37° C.
2. Activated partial thromboplastin time (APTT) atau partial thromboplastin time with
kaolin (PTTK). Tes ini digunakan untuk mengukur faktor-faktor sistem intrinsik
(VIII, IX, XI dan XII) serta faktor umum untuk kedua sistem intrinsik dan ekstrinsik
(faktor X, V, protrombin dan fibrinogen). Uji ini terdiri dari penambahan 3 zat ke
dalam plasma-kalsium, fosfolipid dan aktivator permukaan seperti kaolin. Rentang
normalnya adalah 30-40 detik. Penyebab umum dari PTTK (atau APTT)
berkepanjangan adalah sebagai berikut:
i) administrasi parenteral heparin.
ii) Koagulasi intravaskular diseminata (DIC).
iii) Penyakit hati.
iv) Beredar antikoagulan.
3. Prothrombin time (PT). PT mengukur faktor VII sistem ekstrinsik serta faktor-faktor
di jalur umum. Dalam tes ini, tromboplastin jaringan (mis ekstrak otak) dan kalsium
ditambahkan ke tes. PT normal dalam tes ini adalah 10-14 detik. Penyebab umum dari
PT berkepanjangan adalah sebagai di bawah:
ii) Pemberian obat antikoagulan oral.
iii) Penyakit hati, terutama penyakit hati obstruktif.
iv) Kekurangan vitamin K.
v) Koagulasi intravaskular diseminata (DIC).
4. Pengukuran fibrinogen. Tes skrining untuk defisiensi fibrinogen adalah fibrinogen
titer dan waktu trombin (TT) semiquantitative. Nilai normal waktu trombin (TT)
adalah di bawah 20 detik, sedangkan titer fibrinogen dalam pengenceran plasma
hingga 32 dianggap normal. Berikut ini adalah penyebab umum untuk nilai yang lebih
tinggi di kedua tes ini:
a. Hypofibrinogenaemia (misalnya di DIC).
b. Dibesarkan konsentrasi FDP.
c. Kehadiran heparin.

II. TES KHUSUS. Dengan adanya kelainan di tes skrining, penyelidikan rinci untuk
penyebab yang memungkinkan dilakukan. Ini meliputi:
i) Tes faktor koagulasi. Tes ini didasarkan pada Hasil PTTK atau PT tes dan
memanfaatkan penggunaan substrat plasma yang mengandung semua faktor koagulasi
lain kecuali satu yang akan diukur. Tingkat ketidaktahuan dari aktivitas faktor yang tidak
digunakan dibandingkan dengan plasma kontrol standar dengan tingkat aktivitas yang
diketahui. Hasil dinyatakan dalam persentase aktivitas normal.
ii) Tes kuantitatif. Faktor-faktor koagulasi dapat diuji kuantitatif dengan imunologi dan
metode kimia lainnya.

D. Investigasi Sistem Fibrinolitik

Peningkatan kadar aktivator plasminogen yang beredar terjadi pada pasien dengan
hyperfibrinolysis. Berikut tes skrining yang dilakukan untuk menilai kelainan di sistem
fibrinolitik:

1. Estimasi fibrinogen.
2. Degradasi produk fibrin (FDP) dalam serum.
3. Tes gelasi Etanol.
4. Euglobulin atau waktu lisis darah.

Tes yang lebih spesifik meliputi: tes fungsional, tes imunologi ELISA, dan tes
chromogenic dari plasminogen aktivator, plasminogen, plasminogen activator inhibitor, dan
FDP.

HEMORAGIK DIATESIS AKIBAT GANGGUAN VASCULAR

Gangguan perdarahan vaskular, juga disebut non-thrombocytopenic purpuras atau purpuras


pembuluh darah, biasanya ringan dan ditandai dengan petechiae, purpuras atau ekimosis
terbatas pada kulit dan selaput lendir. Patogenesis perdarahan kurang dipahami karena
mayoritas tes skrining standar hemostasis termasuk waktu perdarahan, waktu koagulasi,
jumlah trombosit dan fungsi platelet, biasanya normal. Purpuras vaskular timbul dari
kerusakan endotelium kapiler, kelainan di matriks subendothelial atau jaringan ikat
extravascular yang mendukung pembuluh darah, atau dari pembentukan pembuluh darah
abnormal.

Gangguan perdarahan pembuluh darah dapat diwariskan atau diperoleh.

A. Gangguan Perdarahan Vascular Hereditas


Beberapa contoh gangguan pembuluh darah yang diturunkan:
1. Telangiectasia hemoragik herediter (Penyakit Osler-Weber- Rendu). Ini adalah
gangguan yang jarang terjadi dan diwariskan secara autosomal dominan. Kondisi ini
dimulai di masa kecil dan ditandai dengan telangiectatic (melebar)nya kapiler secara
abnormal. Telangiectasias ini berkembang khususnya di kulit, membran mukosa dan
organ internal dan adalah penyebab sering perdarahan dari hidung dan saluran
pencernaan.
2. Gangguan warisan dari matriks jaringan ikat. Ini termasuk sindrom Marfan, sindrom
Ehlers-Danlos dan pseudoxanthoma elasticum, yang semuanya mewarisi cacat dalam
matriks jaringan ikat dan, dengan demikian, pembuluh kulit rapuh dan mudah memar.
B. Gangguan Perdarahan Vascular Akuitas
Beberapa kondisi yang diperoleh yang berkaitan dengan purpuras vaskular.
1. Henoch-Schönlein purpura. Henoch-Schönlein atau purpura anafilaktoid adalah
vaskulitis jenis self-limited dari hipersensitivitas yang terjadi pada anak-anak dan dewasa
muda. Kompleks imun beredar disimpan di dinding pembuluh yang terdiri dari IgA, C3
dan fibrin, dan dalam beberapa kasus, properdin menunjukkan aktivasi jalur komplemen
alternatif sebagai pemicu. Hipersensitivitas vaskulitis menghasilkan ruam purpura pada
permukaan ekstensor dari lengan, kaki dan pada pantat, serta hematuria, sakit perut
seperti kolik karena perdarahan ke dalam GIT, polyarthralgia dan nefritis akut. Meskipun
fitur hemoragik tersebut, semua tes koagulasi normal.
2. Hemolitik-uremik sindrom. Hemolitik uremik- sindrom adalah penyakit masa bayi dan
anak usia dini di mana ada kecenderungan perdarahan dan berbagai tingkat kegagalan
ginjal akut. Gangguan tersebut tetap terbatas pada ginjal di mana thrombi hialin terlihat
di kapiler glomerulus.
3. Simple easy bruising (Devil’s pinches). Mudah memar yang tidak diketahui
penyebabnya adalah fenomena umum pada wanita kelompok usia subur.
4. Infeksi. Banyak infeksi menyebabkan pendarahan pembuluh baik dengan menyebabkan
kerusakan beracun ke endotelium atau DIC. Umumnya sangat rentan terjadi pada
septicemia dan campak berat.
5. Reaksi obat. Obat-obatan tertentu membentuk antibodi dan menghasilkan
hipersensitivitas (atau leucocytoclastic) vaskulitis yang bertanggung jawab untuk
perdarahan abnormal.
6. Purpura steroid. Terapi steroid jangka panjang atau Cushing Sindrom mungkin terkait
dengan purpura pembuluh darah karena penyokong vaskular yang rusak.
7. Purpura senilis. Atrofi jaringan penyokong pembuluh darah kulit di usia tua dapat
menyebabkan atrofi senilis, terutama di dorsum lengan bawah dan tangan.
8. Scurvy. Kekurangan vitamin C menyebabkan sintesis kolagen rusak yang menyebabkan
perdarahan kulit serta pendarahan ke dalam otot, dan kadang-kadang ke gastrointestinal
dan trakus genitourinari.

HEMORAGIK DIATESIS AKIBAT KELAINAN TROMBOSIT

Gangguan trombosit mengakibatkan gangguan perdarahan melalui salah satu dari 3


mekanisme berikut:

A. Karena pengurangan jumlah trombosit yaitu berbagai bentuk dari trombositopenia.


B. Karena kenaikan jumlah trombosit yaitu trombositosis.
C. Karena yang cacat fungsi platelet.

A. TROMBOSITOPENIA

Trombositopenia didefinisikan sebagai penurunan hitung trombosit darah perifer di bawah


batas bawah normal yaitu di bawah 150.000 / µl. Trombositopenia dikaitkan dengan
perdarahan abnormal yang meliputi purpura kulit spontan dan perdarahan mukosa serta
pendarahan berkepanjangan setelah trauma. Namun, kecenderungan perdarahan spontan
menjadi jelas secara klinis setelah deplesi berat hitung trombosit ke level di bawah 20.000 /
µl.
Trombositopenia mungkin hasil dari 4 kelompok utama penyebab:
1. Gangguan produksi platelet.
2. Percepatan kerusakan platelet.
3. Penyerapan limpa.
4. Dilutional loss.

Trombositopenia Akibat Obat

Banyak obat yang biasa digunakan menyebabkan trombositopenia dengan menekan produksi
megakaryosit. Dalam kebanyakan kasus, mekanisme kekebalan tubuh dengan pembentukan
kompleks obat-antibodi ini terlibat dimana trombosit dirusak sebagai ‘innocent bystander’.
Trombositopenia drug-induced ini terkait dengan banyak obat yang biasa digunakan dan
termasuk: agen kemoterapi (alkylating agen, anthracyclines, antimetabolites), antibiotik
tertentu (sulfonamid, PAS, rifampisin, penisilin), obat yang digunakan dalam penyakit
kardiovaskular (digitoksin, diuretik thiazide), diklofenak, asiklovir, heparin dan konsumsi
berlebihan etanol.
Secara klinis, pasien menunjukkan purpura akut. Jumlah trombosit turun secara nyata,
sering di bawah 10.000 / µL dan sumsum tulang menunjukkan angka normal atau meningkat
dari megakaryosit.

Pengobatan langsung adalah dengan menghentikan atau mengganti obat yang diduga
berkaitan dengan instruksi pada pasien untuk menghindari penggunaan obat di masa
mendatang. Terkadang pasien mungkin memerlukan dukungan sementara dengan
glukokortikoid, plasmapheresis atau transfusi trombosit.

Trombositopenia akibat heparin

Trombositopenia karena pemberian heparin berbeda dari yang disebabkan oleh obat lain,
dimana:
i) Trombositopenia umumnya tidak begitu parah, ke level di bawah 20.000 / µL.
ii) Tidak seperti trombositopenia akibat obat, trombositopenia heparin-induced tidak
terkait dengan perdarahan melainkan pasien ini lebih rentan timbul trombosis.

Mekanisme yang mendasari heparin-induced thrombocytopenia adalah pembentukan


antibodi terhadap kompleks platelet factor 4 (PF-4) -heparin. Antibodi spesifik ini
mengaktifkan sel endotel dan memulai pembentukan trombus. Hal ini terjadi pada sebagian
kecil dari kasus setelah pasien telah menerima heparin selama 5-10 hari.
Diagnosis dibuat dengan kombinasi laboratorium dan gambaran klinis dengan 4 Ts:
thrombocytopenia, thrombosis, time of fall of platelet count, absenceof other cause of
thrombocytopenia.

Immune Thrombocytopenic Purpura (ITP)

Idiophatic thrombocytopenic purpura atau immune thrombocytopenic purpura (ITP), ditandai


dengan perusakan imunologi dari trombosit dan normal atau meningkatnya megakariosit di
sumsum tulang.

PATOGENESIS. Atas dasar durasi penyakit, ITP adalah diklasifikasikan ke dalam bentuk
akut dan kronis, keduanya memiliki patogenesis yang berbeda.

ITP Akut. Merupakan self-limited disorder, terlihat paling sering pada anak-anak setelah
pemulihan dari penyakit virus (mis. hepatitis C, infeksi mononucleosis, infeksi CMV, infeksi
HIV) atau penyakit pernapasan bagian atas. Timbulnya ITP akut adalah trombositopenia tiba-
tiba dan berat tapi pemulihan terjadi dalam beberapa minggu sampai 6 bulan. Mekanisme ITP
akut adalah dengan pembentukan kompleks imun mengandung antigen virus, dan dengan
pembentukan antibodi terhadap antigen virus yang crossreact dengan trombosit dan
menyebabkan kerusakan imunologi.

ITP kronik. ITP kronis lebih sering terjadi pada orang dewasa, khususnya pada wanita usia
subur (20-40 tahun). Gangguan ini berkembang secara insidious (gradual) dan berlangsung
selama beberapa tahun. Meskipun ITP kronis idiopatik, trombositopenia imunologis yang
sama dapat dilihat dalam hubungan dengan SLE, AIDS dan autoimun tiroiditis. Patogenesis
ITP kronik dijelaskan dengan pembentukan autoantibodi anti-platelet, biasanya dengan
antibodi humoral IgG terkait platelet yang disintesis terutama di limpa. Antibodi ini ditujukan
terhadap antigen target pada glikoprotein trombosit, kompleks Gp IIb-IIIa dan Gp Ib-IX.
Beberapa antibodi ditujukan terhadap permukaan trombosit juga terkait dalam fungsi mereka.
Mekanisme penghancuran trombosit mirip dengan yang terlihat pada anemia hemolitik
autoimun. Trombosit yang tersensitisasi dihancurkan terutama di limpa dan rentan terhadap
fagositosis oleh sel-sel retikuloendotelial sistem.

FITUR KLINIS. Manifestasi klinis ITP dapat berkembang tiba-tiba dalam kasus ITP akut,
atau onset mungkin pelan-pelan seperti yang terjadi pada kebanyakan kasus ITP kronik.
Manifestasi yang biasa terjadi perdarahan petekie, mudah memar, dan pendarahan mukosa
seperti menorrhagia di wanita, perdarahan hidung, perdarahan gusi, melena dan hematuria.
Perdarahan intrakranial, bagaimanapun, jarang. Splenomegali dan hepatomegali dapat terjadi
dalam kasus-kasus dengan ITP kronis tetapi limfadenopati cukup jarang di kedua jenis ITP.

TEMUAN LABORATORIUM. Diagnosis ITP dapat dicurigai pada fitur klinis setelah tidak
memasukkan penyebab trombositopenia yang telah diketahui dan didukung oleh temuan
hematologi berikut:
1. Hitung trombosit yang berkurang, biasanya di kisaran dari 10.000-50.000 / µL.
2. Film darah hanya menunjukkan trombosit sesekali yang sering kali berukuran besar.
3. Sumsum tulang menunjukkan peningkatan jumlah megakaryocytes yang memiliki inti
tunggal non-lobulated yang besar dan adanya pengurangan granulasi sitoplasma dan
adanya vakuola.
4. Dengan teknik sensitif, anti-platelet antibodi IgG bisa ditunjukkan di permukaan
trombosit atau dalam serum pasien.
5. Studi kelangsungan hidup trombosit mengungkapkan umur trombosit yang nyata
berkurang, kadang-kadang kurang dari satu jam, dibandingkan dengan hidup normal 7-
10 hari.

PENGOBATAN. Pemulihan spontan terjadi pada 90% kasus ITP akut, sementara hanya
kurang dari 10% kasus ITP kronik sembuh spontan. Pengobatan diarahkan untuk mengurangi
tingkat dan sumber autoantibodi dan mengurangi tingkat penghancuran trombosit yang
tersensitisasi. Hal ini dimungkinkan dengan terapi kortikosteroid, obat imunosupresif (mis
vincristine, siklofosfamid dan azathioprine) dan splenektomi. Efek menguntungkan dari
splenektomi pada ITP kronik adalah karena penghilangan kedua situs utama penghancuran
trombosit dan sumber utama dari sintesis autoantibodi. Transfusi trombosit membantu
sebagai ukuran paliatif hanya pada pasien dengan perdarahan parah.

Thrombotic Thrombocytopenic Purpura (TTP) dan Haemolytic-Uraemic Syndrome (HUS)

Thrombotic trombocytopenic purpura (TTP) dan haemolytic- uraemic syndrome (HUS)


adalah kelompok trombotik microangiopathies yang pada dasarnya ditandai dengan triad
trombositopenia, anemia hemolitik mikroangiopati dan pembentukan hialin fibrin
microthrombi dalam microvasculature seluruh tubuh. Sering fulminan dan mematikan pada
dewasa muda. Intravaskular microthrombi terdiri dari trombosit dan fibrin. Kehadiran
microthrombi platelet yang luas ini bertanggung jawab terhadap trombositopenia karena
peningkatan konsumsi trombosit, anemia hemolitik mikroangiopati dan ragam manifestasi
klinis yang melibatkan berbagai organ dan jaringan di seluruh tubuh.

PATOGENESIS. Tidak seperti DIC, kondisi klininopatologis terkait, aktivasi sistem


pembekuan bukan penyebab utama dalam pembentukan microthrombi. TTP dimulai dengan
cedera endotel yang diikuti oleh rilis faktor von Willebrand dan komponen prokoagulan lain
dari sel endotel, yang mengarah ke pembentukan microthrombi. Pemicu untuk cedera endotel
berasal dari kerusakan imunologi oleh kondisi yang beragam seperti pada kehamilan, kanker
metastatik, kemoterapi dosis tinggi, infeksi HIV, dan mitomycin C.

KLINIS. Manifestasi klinis TTP adalah karena mikrotrombi di arteriol, kapiler dan venula
seluruh tubuh. Selain fitur trombositopenia dan mikroangiopati anemia hemolitik, temuan
karakteristik termasuk demam, defisit neurologis transien dan gagal ginjal. Limpa mungkin
teraba.

TEMUAN LABORATORIUM. Diagnosis dapat dibuat dari temuan berikut:


1. Trombositopenia.
2. Mikroangiopati anemia hemolitik dengan tes Coombs ' negatif.
3. Leukositosis, kadang-kadang dengan reaksi leukaemoid.
4. Pemeriksaan sumsum tulang menunjukkan megakaryosit normal atau sedikit meningkat
disertai dengan beberapa hiperplasia myeloid.
5. Diagnosis, bagaimanapun, dilakukan dengan pemeriksaan biopsi (misalnya dari gingiva)
yang menunjukkan microthrombi khas di arteriol, kapiler dan venula, tidak berkaitan
dengan perubahan inflamasi di dinding pembuluh.

B. TROMBOSITOSIS
Trombositosis didefinisikan sebagai jumlah trombosit lebih dari 4,00,000 / ul. Trombositosis
sekunder atau reaktif dapat terjadi setelah perdarahan masif, defisiensi besi, sepsis berat,
ditandai peradangan, kanker generalisata, hemolisis, atau setelah splenektomi. Trombositosis
menyebabkan perdarahan atau trombosis tapi bagaimana hali ini terjadi tidak diketahui
dengan jelas.

Thrombocytisis fana (transitory) dan sekunder tidak memerlukan perawatan yang


terpisah selain mengobati sebab.

C. GANGGUAN FUNGSI TROMBOSIT

Fungsi trombosit yang rusak diduga pada pasien yang menunjukkan perdarahan kulit dan
mukosa dan waktu pendarahan yang memanjang tetapi jumlah trombosit normal. Gangguan
ini mungkin bawaan atau didapat.

Gangguan Herediter
Tergantung pada kelainan fungsional dominan, kelainan bawaan dari fungsi trombosit
diklasifikasikan menjadi berikut 3 kelompok:

1. DEFEK ADHESI TROMBOSIT.


i) Sindrom Bernard-Soulier adalah gangguan autosomal resesif dengan defisiensi
glikoprotein membran platelet yang penting untuk adhesi trombosit ke dinding pembuluh
darah.
ii) Pada penyakit von Willebrand, ada defek adhesi trombosit serta kekurangan faktor VIII.
2. DEFEK AGREGASI TROMBOSIT. Dalam tromboastenia (Glanzmann’s disease),
ada kegagalan pada agregasi platelet utama dengan ADP atau kolagen karena mewarisi
defisiensi dari dua glikoprotein membran platelet.
3. GANGGUAN REAKSI RILIS TROMBOSIT. Gangguan ini ditandai dengan yang
agregasi awal trombosit normal dengan ADP atau kolagen tetapi rilis berikutnya dari
ADP, prostaglandin dan 5-HT mengalami defek karena kekurangan kompleks intrinsik.

Gangguan Akuisata

Defek akuisata dari fungsi trombosit meliputi:

1. TERAPI ASPIRIN. Penggunaan jangka panjang dari aspirin menyebabkan mudah


memar dan waktu perdarahan abnormal. Hal ini karena aspirin menghambat enzim
siklooksigenase, dan dengan demikian menekan sintesis prostaglandin yang terlibat
dalam agregasi platelet serta reaksi rilis. Efek anti-platelet dari aspirin secara klinis
diterapkan untuk mencegah penyakit tromboemboli utama dalam infark miokard yang
berulang.
2. LAINNYA. Beberapa gangguan akuisata lainnya yang berhubungan dengan berbagai
kelainan pada fungsi trombosit pada berbagai tingkat termasuk: uremia, penyakit hati,
multiple myeloma, macroglobulinemia Waldenstrom dan berbagai gangguan
myeloproliferative.

GANGGUAN KOAGULASI

Kekurangan dari ke-dua belas faktor koagulasi plasma yang telah dikenal pernah dilaporkan,
yang mungkin warisan atau diperoleh. Secara umum, gangguan koagulasi kurang umum
dibandingkan dengan gangguan perdarahan lainnya. Jenis perdarahan pada gangguan
koagulasi berbeda dari yang terlihat pada kelainan pembuluh darah dan platelet. Bukannya
menunjukkan penampilan petechiae dan purpura spontan, defek koagulasi plasma
bermanifestasi lebih sering dalam bentuk ekimosis besar, hematoma dan perdarahan ke otot,
sendi, rongga tubuh, GIT dan saluran kemih. Untuk membangun diagnosis, tes skrining untuk
koagulasi (waktu koagulasi whole blood, waktu perdarahan, aPTT dan waktu protrombin)
dilakukan, diikuti oleh tes faktor koagulasi seperti yang sudah dibahas.

Gangguan faktor koagulasi plasma mungkin akibat keturunan atau diperoleh.

GANGGUAN KOAGULASI HEREDITER. Sebagian besar gangguan koagulasi plasma


yang diwariskan disebabkan karena defek kualitatif atau kuantitatif dalam faktor koagulasi
tunggal. Dari defek pada berbagai faktor koagulasi, dua gangguan koagulasi herediter yang
paling umum adalah gangguan sex-(X)-linked - hemofilia klasik atau hemofilia A (karena
defisiensi faktor VIII), dan Christmas disease atau hemofilia B (karena defisiensi faktor IX).
Gangguan koagulasi lain yang umum dan terkait, von Penyakit Willebrand (karena cacat
yang diwariskan dari von Willebrand factor).

GANGGUAN KOAGULASI AKUISATA. Gangguan koagulasi yang diperoleh, di sisi


lain, biasanya ditandai dengan kekurangan dari beberapa faktor koagulasi. Yang paling
umum kelainan pembekuan yang diperoleh adalah: kekurangan vitamin K, gangguan
koagulasi pada penyakit hati, defek fibrinolitik dan intravascular koagulasi generalisata
(DIC).

Hemofilia Klasik (Hemofilia A)

Hemofilia klasik atau hemofilia A adalah gangguan koagulasi herediter kedua yang paling
umum setelah Penyakit von Willebrand, terjadi karena defisiensi atau aktivitas faktor VIII
(faktor anti-haemophilic) yang dikurangi. Gangguan tersebut diwariskan sebagai sifat resesif
sex-X-linked dan, oleh karena itu, manifestasi klinis pada laki-laki, sementara perempuan
biasanya karier. Namun, wanita karier hemofilia dapat menghasilkan faktor VIII jauh di
bawah 50% dan menjadi karier simptomatik, atau juga jarang terjadi perempuan
haemophilics sejati yang timbul dari kekerabatan dalam keluarga (yaitu betina homozigot).
Kemungkinan ibu yang terbukti karier menurunkan kelainan pada anak-anaknya adalah 50:50
untuk setiap anak laki-laki dan 50:50 untuk setiap anak perempuan. Seorang Ayah yang
menderita hemofili akan memiliki anak laki-laki yang normal karena mereka mewarisi
kromosom Y-nya saja dimana ia tidak membawa kelainan genetik.

Pada tahun 1952, ditemukan bahwa hemofilia tidak selalu karena kekurangan faktor
VIII seperti sebelumnya dianggap melainkan darah beberapa pasien adalah kekurangan dalam
faktor IX (Christmas factor atau komponen plasma tromboplastin). Saat ini, hemofilia A
(hemofilia klasik) adalah istilah yang digunakan untuk gangguan karena faktor kekurangan
VIII, dan hemofilia B (penyakit Christmas) untuk gangguan ketika kekurangan Faktor IX.

Frekuensi hemofilia bervariasi dalam berbagai ras, insiden tertinggi berada di


populasi Inggris, Eropa Utara dan Australia

PATOGENESIS. Hemofilia A disebabkan oleh pengurangan kuantitatif faktor VIII dalam


90% kasus, sedangkan 10% kasus memiliki tingkat faktor VIII normal atau meningkat
dengan aktivitas yang berkurang. Faktor VIII disintesis dalam sel parenkim hati dan
mengatur aktivasi faktor X dalam jalur koagulasi intrinsi. Faktor VIII beredar dalam darah
membentuk kompleks dengan protein lain yang lebih besar, faktor von Willebrand (vWF),
yang 99% terdiri dari kompleks faktor VIII-vWF. Koding genetik, sintesis dan fungsi vWF
berbeda dari faktor VIII dan dianggap terpisah di bawah penyakit von Willebrand.
Hemostasis yang normal membutuhkan 25% aktivitas faktor VIII. Meskipun sesekali pasien
dengan 25% tingkat faktor VIII dapat timbul perdarahan, sebagian besar pasien gejala
haemophilic memiliki kadar faktor VIII di bawah 5%.

KLINIS. Pasin hemofilia menderita pendarahan selama berjam-jam atau hari setelah cedera.
Keparahan klinis penyakit berkorelasi dengan tingkat plasma aktivitas faktor VIII.
Perdarahan Haemophilic dapat melibatkan organ apapun tetapi paling sering terjadi sebagai
haemarthroses dan hematoma otot berulang yang menyakitkan, dan kadang-kadang sebagai
hematuria. Perdarahan intrakranial spontan dan perdarahan orofaringeal jarang terjadi, tetapi
ketika terjadi merupakan komplikasi yang paling ditakuti.

TEMUAN LABORATORIUM. Tes berikut akan abnormal:


1. Waktu pembekuan whole blood memanjang di kasus parah saja.
2. Waktu protrombin biasanya normal.
3. APTT atau PTTK biasanya memanjang.
4. Assay spesifik untuk faktor VIII menunjukkan aktivitas yang menurun. Diagnosis
perempuan karier dilakukan dengan temuan tentang aktivitas setengah faktor VIII,
sedangkan manifestasi penyakit ini terkait dengan aktivitas faktor VIII di bawah 25%.

PENGOBATAN. Pasien dengan episode gejala perdarahan diperlakukan dengan terapi


penggantian faktor VIII, terdiri dari faktor VIII konsentrat atau kriopresipitat plasma. Dengan
tersedianya perawatan ini, harapan hidup pasien haemophilic parah mendekati normal.

Penyakit Natal (Hemofilia B)


Defisiensi faktor IX (faktor Natal atau komponen plasma tromboplastin) menghasilkan
penyakit Natal atau hemofilia B. Hemofilia B lebih jarang daripada hemofilia A; insiden
diperkirakan adalah 1 dalam 100.000 kelahiran laki-laki. Pola pewarisan dan fitur klinis
defisiensi faktor IX tidak bisa dibedakan dari hemofilia klasik tapi diagnosis laboratorium
yang akurat sangat penting karena hemofilia B membutuhkan pengobatan dengan fraksi
plasma yang berbeda. Tes skrining biasa untuk koagulasi sama dengan yang dilakukan pada
hemofilia klasik tetapi bioassay faktor IX mengungkapkan aktivitas yang menurun.
PENGOBATAN. Terapi pada gejala hemofilia B terdiri dari infus baik fresh frozen plasma
atau plasma yang diperkaya dengan faktor IX. Selain itu, kemungkinan dari komplikasi
hepatitis, penyakit hati kronis dan AIDS, terapi pengganti pada defisiensi IX faktor dapat
mengaktifkan sistem koagulasi dan menyebabkan trombosis dan emboli.

Penyakit von Willebrand

DEFINISI DAN PATOGENESIS. von Willebrand Disease (vWD) adalah gangguan


koagulasi herediter paling umum yang terjadi karena defek kualitatif atau kuantitatif faktor
von Willebrand (vWF). Insiden diperkirakan menjadi 1 dari 1.000 orang pada kedua jenis
kelamin. vWF terdiri dari fraksi yang lebih besar dari kompleks faktor VIII-vWF yang
beredar dalam darah. Meskipun dua komponen kompleks faktor VIII-vWF beredar bersama-
sama sebagai satu unit dan melakukan fungsi penting dalam pembekuan dan memfasilitasi
trombosit adhesi kolagen subendothelial, vWF berbeda dari faktor VIII dalam hal berikut:

1. Gen untuk vWF terletak di kromosom 12, sedangkan faktor VIII adalah di X-kromosom.
Dengan demikian, vWD diwariskan sebagai sifat dominan autosomal yang mungkin
terjadi di kedua jenis kelamin, sedangkan defisiensi faktor VIII (hemofilia A) adalah
gangguan terkait seks (X -) resesif.
2. vWF disintesis di sel endotel, megakaryosit dan trombosit namun tidak dalam sel-sel
hati, sedangkan situs utama dari sintesis faktor VIII adalah hati.
3. Fungsi utama dari vWF adalah untuk memfasilitasi adhesi trombosit untuk kolagen
subendothelial, sedangkan faktor VIII terlibat dalam aktivasi faktor X dalam jalur
koagulasi intrinsik.

KLINIS. Secara klinis, pasien dari vWD ditandai dengan perdarahan spontan dari mukosa
membran dan perdarahan yang berlebihan dari luka. Ada 3 jenis utama dari vWD:

Penyakit tipe I adalah yang paling umum dan ditandai oleh penurunan vWF plasma ringan
sampai moderat (aktivitas 50%). Sintesis vWF normal tetapi rilis multimers nya terhambat.

Penyakit tipe II jauh kurang umum dan ditandai oleh tingkat vWF, yang secara fungsional
cacat, normal atau hampir normal.

Penyakit tipe III sangat langka dan merupakan bentuk penyakit yang paling parah. Pasien-
pasien ini aktivitas vWF nya tidak terdeteksi dan mungkin memiliki tingkat faktor VIII yang
cukup rendah.
Perdarahan di vWD diperlakukan dengan cryoprecipitates atau konsentrat faktor VIII.
TEMUAN LABORATORIUM. Ini adalah sebagai di bawah:
1. Waktu perdarahan memanjang.
2. Jumlah trombosit normal.
3. Konsentrasi vWF plasma menurun.
4. Defek agregasi platelet dengan ristocetin, sebuah antibiotika.
5. Aktivitas faktor VIII menurun.

Defisiensi Vitamin K

Vitamin K adalah vitamin yang larut dalam lemak yang memainkan peran penting dalam
hemostasis karena berfungsi sebagai kofaktor dalam pembentukan 6 protein protrombin
kompleks (faktor koagulasi vitamin K-dependent) disintesis di hati: faktor II, VII, IX, X,
protein C dan protein S. Vitamin K diperoleh dari sayuran hijau, diserap di usus kecil dan
disimpan dalam hati. Beberapa kuantitas vitamin K disintesis endogen oleh bakteri dalam
usus besar.
Kekurangan vitamin K dapat hadir pada bayi baru lahir atau di masa berikutnya atau
kehidupan dewasa:

 Kekurangan vitamin K pada neonatus. Defisiensi vitamin K pada bayi baru lahir
menyebabkan penyakit hemoragik pada bayi baru lahir. Ketidakdewasaan sel hati,
kurangnya sintesis vitamin dari bakteri usus dan jumlah yang rendah dalam ASI, semua
berkontribusi terhadap defisiensi vitamin K pada bayi baru lahir dan dapat menyebabkan
perdarahan pada hari ke 2- 4 kehidupan. Administrasi rutin vitamin K untuk semua bayi
yang baru lahir dapat menyebabkan hilangnya defisiensi vitamin K neonatal.
 Kekurangan vitamin K pada anak-anak dan dewasa. Ada 3 penyebab utama dari
kekurangan vitamin K pada anak atau orang dewasa kehidupan:
1. Asupan makanan yang tidak adekuat.
2. Malabsorpsi usus.
3. Kehilangan situs penyimpanan karena penyakit hepatoseluler.
Dengan terjadinya kekurangan vitamin K, kadar plasma dari semua 6 faktor vitamin K-
dependent (protrombin protein kompleks) jatuh. Hal ini, pada gilirannya, menyebabkan PT
dan PTTK yang memnajang. Pemberian parenteral dari vitamin K dengan cepat
mengembalikan kadar vitamin K dalam hati.
Gangguan Koagulasi pada Penyakit Hati

Karena hati adalah situs utama untuk sintesis dan metabolisme faktor koagulasi, penyakit hati
sering menyebabkan beberapa kelainan hemostatik. Hati juga memproduksi inhibitor
koagulasi seperti antitrombin III dan protein C dan S dan berperan dalam clearance faktor
yang diaktifkan dan enzim fibrinolitik. Dengan demikian, pasien dengan penyakit hati
mungkin mengalami hiperkoagulabilitas dan cenderung untuk mengembangkan DIC dan
fibrinolisis sistemik.
Penyebab utama perdarahan pada penyakit liver adalah sebagai berikut:
a. Lesi morfologi:
1. Hipertensi portal mis. varises, splenomegali dengan trombositopenia sekunder.
2. Ulkus peptikum.
3. Gastritis.
b. Disfungsi hati:
1. Gangguan sintesis hepatik faktor koagulasi.
2. Gangguan sintesis hepatik inhibitor koagulasi: protein C, protein S dan antitrombin
III.
3. Gangguan penyerapan dan metabolisme vitamin K.
4. Kegagalan untuk clearance faktor koagulasi yang diaktifkan menyebabkan DIC dan
fibrinolisis sistemik.
c. Komplikasi terapi:
1. Setelah transfusi masif yang menyebabkan pengenceran trombosit dan faktor
koagulasi.
2. Infus protein koagulasi yang diaktifkan.
3. Setelah terapi heparin.
Sering kali, kelainan hemostatik pada penyakit hati kompleks tetapi kebanyakan pasien
memiliki PT dan PTTK yang memanjang, trombositopenia ringan, tingkat fibrinogen normal
dan menurunnya penyimpanan vitamin K hati.

HEMORAGIK DIATESIS AKIBAT CACAT FIBRINOLITIK

Biasanya, fibrinolisis terdiri dari plasminogen-plasmin dan produk degradasi fibrin (FDP)
yang merupakan mekanisme fisiologis pelindung penting untuk membatasi koagulasi darah
dalam tubuh. Namun, fibrinolisis berlebihan dan yang tidak dicek kadang-kadang menjadi
penyebab perdarahan. Penyebab patologis fibrinolisis utama yang mengarah ke cacat
hemoragik adalah sebagai berikut:
1. Defisiensi inhibitor α2-plasmin setelah trauma atau operasi.
2. Gangguan clearance dari aktivator plasminogen jaringan seperti seperti dalam sirosis
hati.
Kadang-kadang, mungkin sulit untuk membedakan patologis fibrinolisis primer dari
fibrinolisis sekunder menyertai DIC.

Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)


Koagulasi intravascular diseminata (DIC), juga disebut Sindrom defibrination atau konsumsi
koagulopati, adalah gangguan kompleks thrombo-hemoragik (koagulasi intravascular dan
perdarahan) terjadi sebagai komplikasi sekunder pada beberapa penyakit sistemik.

ETIOLOGI. Meskipun ada banyak kondisi terkait dengan DIC, penyebab yang paling sering
tercantum di bawah ini:

1. Cedera jaringan masif: pada sindrom obstetrik (mis. solusio plasenta, emboli cairan
ketuban, retained dead foetus), trauma besar, keganasan metastasis, pembedahan.
2. Infeksi: terutama endotoxaemia, gram-negatif dan meningokokus septikemia, infeksi
virus tertentu, malaria, aspergillosis.
3. Kerusakan endotel luas: pada aneurisma aorta, hemolitik-uremik sindrom, luka bakar
parah, glomerulonefritis akut.
4. Miscellaneous: gigitan ular, shock, hemolisis intravaskular akut, heat stroke.

PATOGENESIS. Meskipun dalam setiap kasus, mekanisme pemicu yang berbeda-beda


telah diidentifikasi, urutan peristiwa, secara umum, dapat diringkas sebagai berikut:

1. Aktivasi koagulasi. Faktor etiologi yang tercantum di atas memulai aktivasi luas jalur
koagulasi dengan pelepasan faktor jaringan.
2. Fase trombotik. Kerusakan endotel dari berbagai rangsangan thrombogenic
menyebabkan agregasi platelet umum dan adhesi dengan deposisi yang dihasilkan dari
trombus kecil dan emboli seluruh microvasculature tersebut.
3. Fase konsumsi. Tahap trombotik awal diikuti dengan fase konsumsi faktor koagulasi
dan trombosit.
4. Fibrinolisis sekunder. Sebagai mekanisme pelindung, sistem fibrinolitik sekunder
diaktifkan di lokasi koagulasi intravaskular. Fibrinolisis sekunder menyebabkan
pemecahan fibrin yang mengakibatkan pembentukan FDP di sirkulasi.
KLINIS. Ada 2 fitur utama DIC- perdarahan sebagai manifestasi yang paling umum, dan
kerusakan organ akibat iskemia disebabkan oleh efek trombosis intravaskular luas seperti di
ginjal dan otak. Manifestasi kurang umum termasuk: mikroangiopati anemia hemolitik dan
trombosis di arteri yang lebih besar dan pembuluh darah.

TEMUAN LABORATORIUM. Pemeriksaan laboratorium adalah sebagai berikut:


1. Jumlah trombosit rendah.
2. Film Darah menunjukkan fitur mikroangiopati anemia hemolitik. Ada kehadiran
schistocytes dan sel darah merah terfragmentasi karena kerusakan yang disebabkan oleh
terjebak dan perjalanan melalui trombi fibrin.
3. Waktu rothrombin, waktu trombin dan aPTT, semua memanjang.
4. Tingkat fibrinogen plasma berkurang karena konsumsi di mikrovaskuler koagulasi.
5. Produk degradasi fibrin (FDP) meningkat karena fibrinolisis sekunder.
KESIMPULAN

Dapat diambil kesimpulan bahwa proses hemotatis sangat dipengaruhi oleh


mekanisme hemostatic primer (pembetukan sumbat hemostatic dari trombosit), hemostatic
sekunder (pembekuan darah; pembetukan benang-benang fibrin akibat aktivasi dari faktor-
faktor koagulasi), dan fibrinolysis yang mengatur degradasi dari bekuan darah yang telah
terbentuk.

Dari skenario diketahui bahwa pada kasus 1 manifestasi klinis pasien disebabkan oleh
rendahnya kadar trombosit di dalam darah sehingga mekanisme hemostatic primer/
pembentukan sumbat trombosit tidak berjalan dengan normal sehingga timbul perdarahan.
Sedangkan pada kasus 2, pasien diduga mengalami gangguan pada proses pembekuan darah,
yang disebabkan oleh defisiensi factor koagulasi tertentu seperti pada penyakit von
Willebrands dan hemophilia yang sebagian besar bersifat herediter.

Pada kasus 1, karena penurunan jumlah trombosit disertai dengan penurunan jumlah
hemoglobin, maka diduga jumlah trombosit yang rendah tersebut dikarenakan menurunnya
produksi sel darah akibat anemia aplastik. Namun untuk mengetahui diagnosis pastinya
masih harus dilakukan pemeriksaan laboratorium lanjutan. Pada kasus 2, untuk mengetahui
dengan pasti penyebab dari manisfetasi klinis juga harus dilakukan pemeriksaan lanjutan
berupa tes skrining hemostatis seperti pPt, apt, factor assay, dll.
SARAN

Saran bagi jalannya diskusi pada kelompok kami adalah, perlu mempersiapkan diri
lebih baik sebelum diskusi berlangsung, ketika sampai pada perumusan masalah hendaknya
pertanyaan dikelompokan dan disusun dengan lebih baik dan sistematis, serta saat jalannya
diskusi hendaknya tiap peserta terfokus pada diskusi kelompok, bukan pada hal-hal lain
sehingga diharapkan diskusi dapat berjalan lancar dan lebih hidup.

Selain itu, sebagai masyarakat, perlu ditingkatkan pengetahuan mengenai gejala,


dampak, dan penanganan dari penyakit gangguan hemostatik. Terutama pada masyarakat
yang memiliki riwayat keluarga penyakit gangguan hemostatik herediter. Sehingga lebih
siaga apabila menghadapi gangguan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Bakta, I Made. (2013). Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC

Guyton, A.C., dan Hall, J.E. (2014).Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 12. Jakarta: EGC
Hoffbrand, A.V., Moss, P.A.H. (2016). Essential Haematology. West Sussex, UK: John
Wiley & Sons Ltd
Kasper, Braunwald, Fauci: Harrison’s Principles of Internal Medicine, 16th ed, 2005,
McGraw Hill.

Katzung, B. G. (2007). Basic & clinical pharmacology. New York: Lange Medical
Books/McGraw-Hill.

Kumar V, Cotran RS, Robbins SL, (2004). Robbins Basic Pathology. Jakarta : EGC.
Longo, D. (2016). Harrison's hematology and oncology. S.l.: Mcgraw-Hill Education.

Mohan, H. (2005). Textbook of pathology. New Delhi: Jaypee Bros.


Sherwood, L. (2009). Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai