Anda di halaman 1dari 23

JOURNAL READING

Peran Mata dalam Penularan Coronavirus:


Apa yang kita ketahui dan apa yang tidak kita ketahui

DISUSUN OLEH:
Hilya Syifa Hanina
G992003071

PEMBIMBING:
dr. Retno Widiati, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK / PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET / RSUD DR. MOEWARDI

SURAKARTA

2020
Peran Mata dalam Penularan Coronavirus: Apa yang kita ketahui dan apa
yang tidak kita ketahui

Chuan-bin Sun, Yue-ye Wang, Geng-hao Liu, Zhe Liu

Chuan-bin Sun, Yue-ye Wang, Geng-hao Liu, Eye Center, Afiliasi Kedua
Rumah Sakit Sekolah Kedokteran Universitas Zhejian, Hangzhou 310009,
Provinsi Zhejiang, China;

Zhe Liu, Departmen Optalmologi, Rumah Sakit Rakyat Provinsi Zhejiang,


Rumah Sakit Rakyat Perguruan Tinggi Kedokteran Hangzhou, Hangzhou 310015,
Provinsi Zhejiang, China.
ABSTRAK
Wabah infeksi novel coronavirus 2019 (2019-nCoV) yang baru-baru ini
diidentifikasi telah menjadi ancaman kesehatan di seluruh dunia. Saat ini,
informasi lebih lanjut dibutuhkan untuk memahami penularan, karakteristik klinis,
dan pengendalian infeksi dari 2019-nCoV. Belakangan ini, peran mata dalam
mentransmisikan 2019-nCoV telah didiskusikan secara intensif. Penelitian
sebelumnya tentang infeksi coronavirus pada manusia lainnya, yaitu sindrom
pernapasan akut berat coronavirus (severe acute respiratory syndrome
coronavirus/SARS-CoV) dan sindrom pernapasan Timur Tengah (Middle East
respiratory syndrome coronavirus/MERS-CoV), dapat memberikan informasi
yang bermanfaat. Dalam tinjauan ini, kami menggambarkan genomik dan
morfologi dari CoV manusia, epidemiologi, manifestasi sistemik dan oftalmik,
mekanisme infeksi dari coronavirus, dan prosedur pengendalian infeksinya. Peran
mata dalam mentransmisikan SARS-CoV dan 2019-nCoV juga dibahas.
Meskipun konjungtiva secara langsung dapat terpapar patogen ekstraokular, serta
mukosa dari permukaan okular dan saluran pernapasan bagian atas terhubung oleh
duktus nasolakrimalis yang mereka berbagi reseptor yang sama untuk beberapa
virus pernapasan. Mata jarang terlibat oleh infeksi CoV pada manusia,
konjungtivitis juga cukup jarang terjadi pada pasien dengan infeksi SARS-CoV
dan 2019-nCoV, dan tingkat positif RNA COV dalam air mata dan kerokan
konjungtiva yang diuji oleh RT-PCR dari pasien terinfeksi SARS-CoV dan 2019-
nCoV juga menunjukkan hasil yang sangat rendah, yang berarti mata bukan
merupakan organ tujuan infeksi COV pada manusia, dan juga bukan pintu masuk
utama COV untuk menginfeksi saluran pernapasan. Namun, mengingat kontak
dekat antara dokter-pasien cukup umum dalam praktik mata yang cenderung dapat
mentransmisikan COV melalui tetesan (droplets) dan fomite, kebersihan tangan
dan perlindungan pribadi sangat dianjurkan bagi petugas kesehatan untuk
menghindari penularan virus yang berhubungan dengan rumah sakit selama
praktik mata.

KATA KUNCI: Coronavirus; 2019-nCoV; transmisi; infeksi; konjungtiva; mata


PENDAHULUAN
Coronavirus (CoV) adalah virus RNA sense-positif untai-tunggal
berselubung yang biasanya menyebabkan infeksi pernapasan dan enterik pada
manusia dan hewan liar[1,2]. Sejak pertama kali diidentifikasi pada tahun 1960-an,
CoV yang menyerang manusia dianggap relatif jinak dan biasanya menyebabkan
infeksi saluran pernapasan atas ringan (common cold), sampai munculnya sindrom
pernapasan akut berat coronavirus (SARS-CoV) pada tahun 2002 hingga
munculnya sindrom pernapasan Timur Tengah coronavirus (MERS-CoV) pada
tahun 2012. Kedua infeksi CoV tersebut mengakibatkan infeksi saluran
pernapasan bagian bawah berat yang dapat berkembang cepat menjadi
pneumonia, menyebabkan ribuan kasus dan raturan kematian di masing-masing
30 negara[2]. Pada bulan Desember 2019, wabah baru yaitu pneumonia sangat
menular yang disebabkan oleh novel coronavirus (2019-nCoV, sekarang dinamai
SARS-CoV-2) muncul di Wuhan, China, dan akan menjadi masalah kesehatan
global utama[2,3].
Saat ini, informasi lebih dalam tentang transmisi 2019-nCoV sangat
dibutuhkan untuk mencegah terjadinya pandemi. CoV yang menyerang manusia
kebanyakan menyebar melalui tetesan pernapasan (respiratory droplets) yang
dikeluarkan oleh individu yang terinfeksi dan kontak langsung dengan fomite
yang terkontaminasi virus. Konjungtiva mata dapat dengan mudah terpapar oleh
tetesan dan fomite yang terinfeksi saat kontak dekat dengan pasien yang terinfeksi
atau tangan yang terkontaminasi[4]. Oleh karena itu, konjungtiva dapat
dihipotesiskan sebagai pintu masuk CoV, sementara air mata dan sekresi mata
dapat mengandung virus dan menyebarkan infeksi virus tersebut[4,5]. Namun,
peran mata dalam transmisi CoV masih dalam tahap pembahasan karena masih
terdapat kontroversi[4,5]. Tinjauan ini menyajikan tentang genomik dan morfologi
dari CoV manusia, epidemiologi, manifestasi sistemik dan oftalmik, mekanisme
infeksi dari coronavirus, serta peran mata dalam transmisi SARS-CoV dan 2019-
nCoV. Prosedur pengendalian infeksi terhadap penularan coronavirus dalam
praktik mata juga ditinjau.
GENOMIK
Coronavirus memiliki genom RNA strain tunggal positif berselubung
dengan struktur ujung terminal cap 5’ dan sekuen poli(A) pada ekor 3’. Genom
CoV memiliki panjang sekitar 30 kb (27~32 kb), dan sejauh ini merupakan genom
RNA terbesar yang dikenal[1,6]. CoV termasuk dalam keluarga Coronaviridae dan
ordo Nidovirales, dan diklasifikasikan menjadi empat genus: Alphacoronavirus
(α-CoV), Betacoronavirus (β-CoV), Gammacoronavirus (γ-CoV), dan
Deltacoronavirus (δ-CoV). CoV umumnya menyebabkan infeksi pernapasan dan
enterik pada hewan liar, hewan piaraan, dan manusia. CoV yang menyerang
hewan dari genus α-CoV dan β-CoV umumnya menginfeksi mamalia seperti
anjing, kucing, babi, dan kelelawar, sementara CoV genus γ-CoV dan δ-CoV
umumnya menginfeksi burung[1,6,7].
Sampai saat ini, sudah ada 7 CoV manusia yang diidentifikasi, yaitu HCoV-
229E, HCoV-NL63, HCoV-OC43, HCoV-HKU1, SARS-CoV, MERS-CoV, dan
yang terbaru adalah 2019-nCoV[1,6-8]. Dua CoV manusia pertama termasuk dalam
genus α-CoV, sementara lima lainnya termasuk dalam genus β-CoV. Tiga jenis
CoV manusia yang baru-baru ini diidentifikasi, yaitu SARS-CoV, MERS-CoV,
dan 2019-nCoV, telah diakui sebagai virus zoonotik yang sangat menular antara
hewan dan manusia. Studi terbaru mengungkapkan bahwa SARS-CoV
ditransmisikan dari musang ke manusia, MERS-CoV dari unta dromedari, dan
2019-nCoV kemungkinan dari trenggiling[1,2,6-9]. Penelitian terbaru
mengimplikasikan bahwa kelelawar kemungkinan besar adalah resevoir alami dari
SARS-CoV, MERS-CoV, dan 2019-nCoV[1,6,10]. Analisis sekuen genom
mengungkapkan bahwa 2019-nCoV berbeda dari SARS-CoV (sekitar 79%
identitas) dan MERS-CoV (sekitar 50% identitas), namun lebih dekat dengan
CoV seperti SARS pada kelelawar (sekitar 88% identitas)[10,11].

MORFOLOGI
Partikel CoV memiliki bentuk bulat atau elips dengan diameter sekitar 100
nm (50~200nm). Ia membawa tiga protein struktural utama (S, M, dan E) pada
selubungnya dan mengandung nukleokapsid heliks yang dibentuk oleh RNA
genomik virus dan protein N virus. Protein lonjakan (spike protein) virus memiliki
fungsi sebagai pengikatan reseptor dan fusogenik, dan penting untuk menginisiasi
infeksi CoV[1,8,12-14]. Analisis struktur tiga dimensi lebih lanjut menunjukkan
bahwa protein lonjakan terdiri dari dua subunit: S1, yang memediasi ikatan
SARS-CoV ke reseptornya pada membran sel inang, dan S2, yang memicu fusi
dari virus dan membran sel inang[11,13].

EPIDEMIOLOGI
Empat CoV manusia, yaitu HCoV-229E, HCoV-NL63, HCoV-OC43, dan
HCoV-HKU1, biasanya penularannya rendah dan terutama menginfeksi saluran
pernapasan atas dengan gejala ringan (flu biasa), sedangkan tiga CoV manusia
lainnya, yaitu SARS-CoV, MERS-CoV, dan 2019-nCoV, bersifat zoonotik dan
sangat menular, dan sebagian besar menyebabkan infeksi saluran pernapsan
bawah berat yang dapat berkembang dengan cepat menjadi pneumonia, dan telah
dikategorikan sebagai ancaman keseharan masyarakat utama[1,2,8,15,16]. Wabah
SARS pada tahun 2002 di China menyebabkan 8089 kasus dengan 774 kematian
(persentase tingkat kematian/case-fatality rate 9,6%) di 37 negara, dan wabah
MERS pada tahun 2012 di Negara-Negara Timur Tengah menyebabkan 2494
kasus dan 858 kematian (persentase tingkat kematian/case-fatality rate 34%) di 27
negara[2]. Per tanggal 24 Februari 2020, 2019-nCoV telah menyebabkan 77.262
kasus dan 2595 kematian di China, serta 2069 kasus dan 23 kematian di 29 negara
lain (total persentase tingkat kematian/case-fatality rate 3,3%)[15,16]. Oleh karena
itu, meskipun 2019-nCoV dapat menyebabkan penyakit pernapasan berat seperti
SARS dan MERS, virus tersebut kurang patogenik dibanding dengan SARS-CoV,
apalagi dibandingkan dengan MERS-CoV. Namun, jumlah pasien yang terinfeksi
2019-nCoV dalam dua bulan pertama hampir 10 kali lipat dari total pasien SARS,
yang menandakan bahwa 2019-nCoV lebih menular dari SARS-CoV dan MERS-
CoV[16].
CoV manusia terutama disebarkan oleh tetesan yang mengandung virus atau
aerosol yang dikeluarkan oleh orang yang terinfeksi ketika batuk, berbicara
dengan keras, atau bersin. Kontang langsung dengan fomite yang terkontaminasi
virus pada permukaan lingkungan juga merupakan rute penularan CoV
manusia[4,8,17]. Baru-baru ini, SARS-CoV, MERS-CoV, dan 2019-nCoV juga telah
terdeteksi pada sampel tinja pasien dengan uji RT-PCR, dan telah diisolasi dari
selaput lendir saluran gastrointestinal pada beberapa kasus[18]. Oleh karena itu, rute
fecal-oral juga dapat menjadi rute penularan SARS-CoV, MERS-CoV, dan 2019-
nCoV.
Konjungtiva mata dapat dengan mudah terpapar oleh tetesan dan fomite
yang terinfeksi saat kontak dekat dengan pasien yang terinfeksi atau melalui
tangan yang terkontaminasi. Oleh karena itu, konjungtiva dapat dihipotesiskan
sebagai pintu masuk virus-virus pernapasan dan enterik, sementara air mata dan
sekresi konjungtiva dapat mengandung virus dan menyebarkan infeksi virus
tersebut[4]. Beberapa virus pernapasan seperti adenovirus manusia (spesies D) dan
virus avian influenza (H7), dan beberapa virus enterik seperti enterovirus 70,
dapat menyebakan konjungtivitis yang sangat menular atau keratokonjungtivitis
yang dapat secara cepat menular oleh kontak langsung melalui tangan yang
terkontaminasi[4]. Namun, peran mata dalam penularan CoV manusia masih
kontroversial, yang akan dibahas dalam konteks berikut.

MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinis dari 2019-nCoV mirip dengan SARS dan MERS, sebagian
besar pasien mengalami demam, batuk kering, dyspnea, dan gambaran opasitas
ground-glass bilateral pada CT-scan dada[2,3,19-21]. Namun, COVID-19 jarang
menunjukkan gejala infeksi saluran pernapasan atas (rhinorrhea, bersin, sakit
tenggorokan) yang umum terjadi pada SARS dan MERS, pada beberapa pasien
COVID-19 bahkan tidak didapati gejala pernapasan saat onset penyakit, yang
tidak pernah terjadi pada SARS dan MERS[21,22]. Penelitian terbaru
mengungkapkan bahwa COVID-19 kadang-kadang dimanifestasikan sebagai
gejala infeksi enterik seperti diare, sedangkan sekitar 20%~25% pasien MERS
atau SARS mengalami diare[22]. Bahkan, lebih dari 80% pasien COVID-19
bermanifestasi sebagai pneumonia ringan atau sedang, dan pasien COVID-19
berat sebagian besar terjadi pada usia 60 tahun ke atas dengan setidaknya satu dari
gangguan mendasar, seperti gangguan kardiovaskular, diabetes, penyakit paru
obstruktif kronis, dan hipertensi[21].

MANIFESTASI OFTALMIK
Konjungtiva dapat terinfeksi oleh beberapa virus pernapasan seperti virus
herpes, adenovirus, virus influenza, dan beberapa virus enterik seperti enterovirus
70. Air mata dan sekresi okular dari orang yang terinfeksi dapat mengandung
virus dan memerankan peran sebagai sumber penularan[4]. Namun, mata jarang
terlibat dalam infeksi CoV manusia. Sampai saat ini, hanya empat kasus
konjungtivitis yang dilaporkan pada infeksi HCoV-NL3, dan lima kasus
konjungtivitis pada infeksi 2019-nCoV, sedangkan tidak terdapat kasus
konjungtivitis atau komplikasi okular lainnya yang terkonfirmasi pada infeksi
SARS-CoV dan MERS-CoV[4,23-27].
Sejauh ini, keberadaan CoV manusia pada air mata dan kerokan konjungtiva
yang terdeteksi pada pasien SARS-CoV dan 2019-nCoV masih diperdebatkan [4,23-
27]
. Loon dan rekan-rekannya mendeteksi SARS-CoV dalam sampel air mata dari
36 pasien dengan suspek SARS (delapan pasien terkonfirmasi positif kemudian)
dengan uji RT-PCR[28]. Hasil SARS-CoV positif hanya pada tiga dari delapan
kasus SARS. Tiga pasien dengan hasil SARS-CoV positif dalam air mata diambil
sampelnya pada fase awal penyakit mereka (masing-masing pada hari ke-3, 4, dan
9 setelah demam), sedangkan lima kasus SARS lainnya dengan hasil SARS-CoV
negatif dalam air mata diambil sampelnya pada fase lanjut (rata-rata 19,4 hari)
dari penyakit mereka. Hampir pada saat yang sama, Lam dan rekan-rekannya
melaporkan hasil SARS-CoV negatif dalam sampel air mata dan kerokan
konjungtiva dari 20 pasien kemungkinan terinfeksi SARS (17 pasien
terkonfirmasi positif kemudian) oleh RT-PCR dan kultur virus[29]. Dari 17 pasien
terkonfirmasi SARS, 6 kasus direkrut saat minggu pertama penyakit, 8 kasus saat
minggu kedua penyakit, dan 3 kasus saat minggu ketiga penyakit. Baik RNA
SARS-CoV yang dideteksi dengan RT-PCR maupun SARS-CoV yang diisolasi
dalam kultur virus pada semua sampel air mata dan kerokan konjungtiva. Leong
dan rekan-rekannya mendeteksi SARS-CoV pada 126 spesimen konjungtiva dari
64 pasien SARS dalam fase penyembuhan dengan uji RT-PCR, hasilnya tidak ada
pasien yang terdeteksi positif SARS-CoV dalam sampel konjungtivanya[18].
Pada tanggal 22 Januari 2020, seorang spesialis pernapasan asal China
mengunjungi Wuhan sebagai seorang anggota panel ahli pneumonia nasional,
mengklaim dirinya terinfeksi 2019-nCoV meskipun sudah memakai pakaian
pelindung dan masker N95[30]. Gejala pertama adalah konjungtivitis unilateral,
diikuti perkembangan gejala catarrhal dan demam dua sampai tiga jam kemudian.
Ia berhipotesis bahwa 2019-nCoV kemungkinan pertama kali menginfeksi
konjungtiva, lalu menyebar dan menyebabkan pneumonia. Segera setelah
laporannya, petugas kesehatan di China didesak untuk menggunakan pelindung
mata saat mereka sedang kontak dekat dengan pasien ataupun suspek COVID-19.
Namun, Chen dan rekannya, dalam preprint mereka yang dipublikasikan di
medRvix, melaporkan bahwa konjungtivitis diidentifikasi hanya pada satu pasien
dari 63 kasus terkonfirmasi dan 4 kasus suspek COVID-19 [23]. Konjungtivitis juga
merupakan gejala pertama pada pasien terinfeksi 2019-nCoV tersebut. Namun, tes
2019-nCoV dengan RT-PCR dari sampel swab konjungiva menunjukkan hasil
yang positif pada satu kasus COVID-19 tanpa konjungitivits dan kemungkinan
positif pada dua kasus COVID-19 tanpa konjungitivits. Tidak ada dari ketiga
pasien tersebut yang memiliki gejala okular. RNA 2019-nCoV tidak terdeteksi
pada sampel swab konjungtiva dari pasien COVID-19 dengan konjungtivitis, yang
merupakan seorang dokter spesialis anestesi. Gejala okular pasien tersebut muncul
setelah melakukan intubasi trakea untuk seorang pasien yang terkonfirmasi
COVID-19 kemudian, gejala kemudian diikuti dengan demam dan batuk.
Sayangnya, alat pelindung diri yang digunakan oleh spesialis anestesi tersebut
selama prosedur intubasi trakea hanya masker bedah, topi, dan sarung tangan,
tanpa gaun, pelindung wajah, atau goggle. Kelima rekannya juga terinfeksi oleh
pasien yang sama, namun tidak satu pun dari mereka yang mengalami komplikasi
pada mata.
Baru-baru ini, dua grup penelitian dari China hampir secara bersamaan
melaporkan kasus konjungtivitis dan positif 2019-nCoV dalam sampel swab
konjungtiva dari pasien COVID-19[10,30]. Sun dan rekannya, dalam preprint
mereka yang dipublikasikan di medRvix, melaporkan kasus konjungtivitis pada
dua pasien dari 72 kasus terkonfirmasi COVID-19, namun, adanya 2019-nCoV
yang terdeteksi pada sampel swab konjungtiva oleh RT-PCR ditemukan hanya
pada satu pasien yang merupakan seorang perawat yang berkerja di Instalasi
Gawat Darurat[10]. Pasien ini mengalami mata berair yang berlebihan disertai mata
merah pada kedua mata yang merupakan manifestasi khas konjungtivitis virus,
satu hari kemudian muncul gejala demam dengan suhu 38,2oC. Uji RT-PCR untuk
mendeteksi 2019-nCoV pada sampel swab konjungtiva dan orofaring yang
diambil 6 hari setelah onset konjungtivitis menunjukkan hasil positif , tetapi
sampel yang diambil 10, 19, dan 21 hari setelah onset konjungtivitis menunjukkan
hasil negatif. Shen dan rekannya melaporkan kasus konjungitivitis unilateral pada
satu dari 30 pasien terkonfirmasi COVID-19, sampel swab konjungtiva yang
diambil 3 dan 5 hari setelah onset COVID-19 menunjukkan hasil positif 2019-
nCoV oleh RT-PCR, sedangkan 58 sampel swab konjungtiva dari 29 pasien
COVID-19 lain menunjukkan hasil negatif[30]. Namun, 2019-nCoV tidak berhasil
diisolasi dan dikultur dari sampel swab konjungtiva pasien COVID-19 dengan
konjungtivitis. Terlebih lagi, 55 dari 60 sampel dahak dari 30 kasus COVID-19
menunjukkan hasil uji PCR positif 2019-nCoV.
Meskipun air mata dilaporkan oleh WHO pada 2003 sebagai satu dari cairan
tubuh yang mungkin mengandung SARS-CoV, infektivitas dan kepentingan
klinisnya masih belum dipahami[31]. Penelitian terbaru mengungkapkan bahwa
CoV manusia yang sangat menular (terutama SARS-CoV dan 2019-nCoV) jarang
terdeteksi oleh RT-PCR, dan tidak pernah diisolasis oleh kultur virus, dalam air
mata dan sekresi konjungtiva atau discharge dari pasien SARS dan COVID-19[23-
30,32]
. Oleh karena itu, sulit untuk menilai infeksi dari air mata dan sekresi
konjungtiva dan peran mereka dalam penyebaran virus.
Hasil positif yang rendah dari RNA CoV manusia oleh RT-PCR dalam air
mata dan kerokan konjungtiva dari pasien SARS dan COVID-19 mungkin
memiliki beberapa interpretasi. Pertama, sensitivits tes RT-PCR masih harus
ditingkatkan. Laporan sebelumnya tentang sensitivitas RT-PCR berkisar antara
50% sampai 60%[29,33]. Beberapa pasien suspek 2019-nCoV sering kali melakukan
2-3 tes swab nasofaring ulang sebelum akhirnya memberikan hasil positif. Masih
diperlukan tes PCR yang sangat sensitif dan spesifik untuk mendiagnosis infeksi
CoV manusia. Kedua, sampelnya tidak diambil pada waktu yang tepat. Bukti
terbaru mengungkapkan bahwa hasil positif RNA CoV manusia terdapat pada
sampel yang diambil pada awal perjalanan penyakitnya, sedangkan hasil negatif
terdapat pada sampel yang diambil pada fase lanjut aau fase pemulihan
penyakit[29]. de Wit dan rekannya mendemonstrasikan, berdasarkan studi model
rhesus macaque mereka, RNA MERS-CoV dapat terdeteksi pada konjungtiva
hanya dalam 6 hari setelah infeksi[34]. Oleh karena itu, masuk akal untuk
berhipotesis bahwa virus dan asam nukleatnya hanya terdapat pada periode waktu
yang singkat, atau bahwa sekresi virus dalam air mata hanya muncul saat fase
awal penyakit ini. Ketiga, teknik pengambilan sampel mungkin tidak tepat. WHO
sangat merekomendasikan untuk hanya menggunakan swab serat sintesis dengan
tangkai plastik daripada swab kalsium alginat atau swab dengan tangkai kayu
untuk pengambilan spesimen, karena bahan dua swab terakhir kemungkinan
mengandung zat yang dapat menonaktifkan beberapa virus dan menghambat uji
PCR[35]. Anestesi topikal juga tidak dianjurkan untuk pengambilan sampel air
mata dan kerokan konjungtiva, karena agen anestesi topikal kemungkinan juga
memiliki pengaruh negatif terhadap viabilitas virus[35]. Keempat, volume air mata
yang dikumpulkan ketika pengambilan sampel mungkin juga berpengaruh
terhadap kepositifan uji RT-PCR. Kelima, kontribusi dari agen antimikroba dalam
air mata seperti laktoferin dan IgA sekretori, serta pembilasan air mata, yang
membantu menghilangkan virus pada permukaan mata ke dalam rongga hidung
melalui duktus nasolakrimalis. Laktoferin dapat menghambat ikatan SARS-CoV
terhadap reseptornya, enzim pengonversi angiotensin 2 (angiotensin-converting
enzym 2/ACE2), dengan mencegah perlekatan virus terhadap proteoglikan
heparan sulfat (HSPGs)[36]. IgA sekretori merupakan elemen antimikroba penting
lainnya dalam air mata yang membantu membunuh bakteri dan virus, penelitian
sebelumnya mengungkapkan bahwa kadar IgA sekretori dalam air mata
menunjukkan peningkatan yang signifikan 6 hari setelah inokulasi virus
konjungtiva pada model hewan[37].

MEKANISME TRANSMISI DENGAN MODE MEMBRAN MUKOSA


Secara anatomis, mukosa dari pemukaan mata (konjungtiva dan kornea) dan
saluran pernasapan bagian atas dihubungkan oleh duktus nasolakrimalis. Ketika
air mata membahasi mata, sebagian cairan diabsorbsi oleh kornea dan
konjungtiva, tetapi sebagian besar didrainase ke rongga hidung melalui duktus
nasolakrimalis, dan kemudian dialirkan menuju saluran pernapasan bagian bawah,
termasuk nasofaring dan trakea, atau ditelan menuju saluran gastrointestinal.
Peristiwa ini memungkinkan patogen yang terpapar di mata dipindahkan ke
mukosa saluran pernapasan dan gastrointestinal. Bahkan, penelitian sebelumnya
mengungkapkan bahwa mukosa permukaan mata (konjungtiva dan korna) dan
saluran pernapasan memiliki reseptor yang sama untuk beberapa virus
pernapasan[4,38-40]. Sebagai contoh, asam sialat α-2-3 (SA), reseptor adenovirus
manusia (spesies D) dan virus avian influenza (H7), sangat tinggi diekspresikan di
epitel konjungtiva dan kornea, serta mukosa saluran pernapasn bagian bawah.
Sedangkan asam sialat α-2-6, reseptor untuk virus influenza manusia, utamanya
terletak di epitel konjungtiva serta mukosa nasal dan trakea[4]. ACE2, reseptor
untuk SARS-CoV dan HCoV-NL63, sangat tinggi diekspresikan pada sel epitel
alveolar paru-paru manusia, enterosit usus kecil, dan sel tubular proksimal ginjal.
Ekspresi ACE2 positif juga terdeteksi pada sel epitel konjungtiva dan kornea,
namun, ekspresi ACE2 pada permukaan mata lebih sedikit dibanding pada
jaringan paru-paru dan ginjal. Kemampuan pengikatan protein ACE2 pada sel
epitel konnjungtiva dengan protein spike SARS-CoV jauh lebih rendah dibanding
pada sel Vero E6 dan pada jaringan paru-paru[38-41].
Keberhasilan masuknya sel ke dalam sel inang tergantung pada 3 poin: daya
invasi virus, reseptor virus pada membran sel inang, dan kondisi kekebalan tubuh
inang. Ikatan virus dengan membran sel inang melalui reseptornya adalah kunci
pertama dalam invasi virus. ACE2, sebuah metalopeptidase, telah diidentifikasi
sebagai reseptor masuknya SARS-CoV dan HCoV-NL63, dan bertanggung jawab
untuk ikatan dengan protein spike pada permukaan SARS-CoV dan HCoV-NL63,
dan memperantarai masuknya SARS-CoV dan HCoV-NL63 ke dalam sel
inang[4,11,39-41]. Sementara MERS-CoV dan kebanyakan α-CoV telah diidentifikasi
masing-masing menggunakan dipeptidil peptidase 4 dan aminopeptidase N
sebagai reseptor masuk ke dalam sel inang mereka [42]. Penelitian lebih lanjut telah
mengungkapkan bahwa invasi SARS-CoV dan HCoV-NL63 ke dalam sel inang
tidak hanya bergantung pada adanya reseptor ACE2 pada membran sel inang
sebagai reseptor masuk, tetapi juga dimodulasi oleh faktor lain pada membran sel
inang, sebagai contoh, HSPGs yang juga berfungsi sebagai reseptor pembantu [36,41-
43]
.
Lokasi dari ekspresi reseptor virus konsisten dengan tropisme jaringan dan
patogenesis infeksi virus. Saat ini, mekanisme invasi CoV manusia ke dalam sel
inang masih belum jelas. Lang dan Milewska menggambarkan kemungkinan
mekanisme dari masuknya SARS-CoV dan HCoV-NL63 ke dalam sel inang yang
diperantarai ACE2[36,41,43]. Pertama, virus merapat dan terikat dengan sel inang
oleh interaksi antara protein spike pada permukaan virus dan rantai heparan sulfat
HSPGs pada membran sel inang. Hal ini memfasilitasi lebih lanjut ikatan antara
protein spike dengan reseptor masuk ACE2 pada membran sel inang. Kemudian,
ikatan antara protein spike dan protein ACE2 memicu rekrutmen clathrin, diikuti
endositosis partikel virus yang diperantarai clathrin, yang mana membutuhkan
remodeling korteks aktin. Mengingat 2019-nCoV memiliki protein spike yang
mirip dengan SARS-CoV, dihipotesiskan bahwa 2019-nCoV juga menggunakan
ACE2 sebagai reseptor masuk untuk menginfeksi sel inangnya. Oleh karena itu,
masuk akal bila menganggap 2019-nCoV memiliki strategi invasif yang sama
dengan SARS-CoV untuk masuk ke dalam sel inang, dan HSPGs juga dapat
berfungsi sebagai reseptor tambahan selama proses masuknya 2019-nCoV ke
dalam sel inang.

PENGENDALIAN INFEKSI DAN PERLINDUNGAN DIRI


Pasien yang terinfeksi 2019, serupa dengan kasus SARS, kebanyakan
memiliki gejala tidak spesifik seperti demam dan batuk kering, beberapa bahkan
tidak memiliki gejala pada fase awal penyakit [9,16,20-23,44]. Oleh karena itu, menjadi
tugas yang menantang bagi para petugas kesehatan terutama di belahan bumi
bagian utara untuk mendeteksi dini infeksi 2019-nCoV dari influenza dan infeksi
virus pernapasan lainnya di musim dingin dan musim semi ketika kasus penyakit
pernapasan sering melonjak. Penularan virus terkait rumah sakit terutama
penularan antara pasien dan petugas kesehatan ssering dilaporkan sebelum
terjadinya wabah virus pernapasan sangat menular seperti SARS-CoV dan 2019-
nCoV[8]. Penelitian sebelumnya telah mengungkapkan bahwa pasien yang
terinfeksi oleh virus baru yang tidak pernah diidentifikasi sebelumnya dapat
dengan mudah menularkan patogen ke patugas kesehatan yang tidak
menggunakan alat perlindungan diri yang cukup, yang terakhir terinfeksi
kemudian akan menjadi sumber penyebaran dan akan menyebabkan penularan
virus terkait rumah sakit[8,45-49]. Faktanya, 386 dari 1755 pasien (21,9%) dan 8
kematian merupakan petugas kesehatan saat wabah SARS[45]. Per tanggal 11
Februari 2020, total 3019 petugas kesehatan terinfeksi 2019-nCoV di China,
diantaranya 1716 kasus terkonfirmasi positif laboratorium COVID-19, dan 5
kasus meninggal dunia, termasuk seorang dokter spesialis mata bernama
Wenliang Li, pelapor infeksi 2019-nCoV di China[9,16].
Saat ini, sifat fisikokimia 2019-nCoV masih belum jelas. Berdasarkan
pengalaman sebelumnya dalam pengendalian infeksi SARS-CoV dan MERS-
CoV, dapat didalilkan bahwa 2019-nCoV sensitif terhadap iradiasi dan pemanasan
ultraviolet. Ia dapat disterilkan dengan pemanasan pada suhu 56oC selama 30
menit dan dengan pelarut lipid termasuk etanol 75%, desinfektan yang
mengandung klorin, asam peroksiasetat dan kloroform, tetapi tidak dengan
klorheksidin[46-48]. Banyak alat pemeriksaan mata, seperti ultrasound tipe A dan B,
lensa kontak mata seperti lensa Goldmann dan gonioskopi, trial frame, mikroskop
slit-lamp, perimeter otomatis, dan kamera fundus, sering digunakan secara
langsung dan dekat untuk memeriksa pasien, dan dapat berperan sebagai media
penyebatan virus. Non-kontak tonometri dapat menyebabkan terbentuknya aerosol
ketika mengukur tekanan intraokular dengan mendorong udara ke arah kornea
pasien, dan itu dapat memfasilitasi penyebaran virus melalui aerosol. Oleh karena
itu, sterilisasi lengkap dengan pembersihan atau pencelupan menggunakan etanol
75% atau hidrogen peroksida harus dilakukan segera setelah penggunaan alat
pemeriksaan mata[46-48]. Sterilisasi lengkap menggunakan desinfektan yang
mengandung klorin, asam peroksiasetat, dan hidrogen peroksidase wajib
dilakukan untuk ruang klinik dan operasi. Cuci tangan dengan handrub alkohol
klorheksidin setelah melakukan pemeriksaan mata atau prosedur terapeutik sangat
dianjurkan dalam pencegahan infeksi. Pemeriksaan mata rutin seperti pemeriksaan
slit-lamp dan oftalmoskopi langsung dilakukan dengan kontak dekat, yang berarti
dokter spesialis mata dapat dengan mudah terpapar tetesan dan air mata atau
sekresi mata dari pasien langsung atau alat pemeriksaan mata yang terkontaminasi
oleh pasien atau suspek SARS, MERS, atau COVID-19. Oleh karena itu,
kebersihan tangan dan alat perlindungan diri seperti masker, gaun, sarung tangan,
dan goggle sangat dianjurkan untuk mencegah penularan virus terkait rumah sakit
saat praktik mata[45-49].
Sedangkan untuk praktik mata umum, alat perlindungan diri seperti topi
sekali pakai, masker bedah, dan gaun sangat dianjurkan. Ketika melakukan
prosedur yang sangat berisiko tinggi menularkan, seperti oftalmoskopi langsung,
irigasi dan probing lakrimal, pengukuran tekanan intraokular dengan NCT, terapi
laser mata, dan operasi mata, sangat dianjurkan menggunakan masker N95, sarung
tangan, goggle, dan pelindung wajah[46]. Untuk pasien yang terkonfirmasi atau
suspek SARS, MERS, atau COVID-19, setiap konsultasi mata harus dilakukan
pada ruang karantina untuk mencegah infeksi silang. Alat perlindungan diri
seperti topi sekali pakai, masker N95, goggle, pelidung wajah, sarung tangan, dan
gaun harus dipakai setiap saat[47,49]. Selain itu, cuci tangan dengan menggunakan
handrub alkohol klorheksidin, dan mengganti sarung tangan setiap kali melakukan
prosedur berisiko tinggi wajib dilakukan untuk mencegah infeksi silang. Petugas
kesehatan mata juga tidak dianjurkan menyentuh goggle, pelindung wajah, masker
bedah/N95, mata, kepala, dan leher mereka sebelum cuci tangan setelah
melakukan prosedur berisiko tinggi[47,49].
Intervensi dan operasi mata yang tidak mendesak, seperti operasi katarak,
operasi plastik mata, operasi otot mata pada strabismus, injeksi anti-VEGF
intravitreal, fotokoagulasi retinal, dan lasser Nd:YAG kapsulotomi harus ditunda
bila memungkinkan. Kegawatan mata seperti glaukoma sudut tertutup akut dan
cedera mata berat harus segera dioperasi, dan ruang operasi dianggap sebagai area
berisiko tinggi sehingga alat perlindungan diri yang tepat (topi sekali pakai,
masker N95, goggle, pelidung wajah, sarung tangan, dan gaun bedah) harus
dipakai dengan ketat. Ketika operasi kegawatan mata dilakukan pada pasien
terkomfirmasi atau suspek SARS, MERS, atau COVID-19, alat perlindungan diri
yang dipakai serupa dengan yang dipakai pada saat konsultasi mata yang telah
disebutkan sebelumnya. Untuk mencegah penularan melalui aerosol saat intubasi
trakea, anestesi lokal mata sangat dianjurkan daripada anestesi umum, dan pasien
diharuskan memakai masker N95 selama operasi mata dengan anestesi lokal
berlangsung[47,49].

KESIMPULAN
Wabah SARS-CoV, MERS-CoV, dan yang baru-baru diidentifikasi yaitu
2019-nCoV telah menjadi ancaman kesehatan di dunia. Walaupun, tetesan
pernapasan dan kontak langsung telah diidentifikasi sebagai rute utama penularan
tiga penyakit infeksi CoV manusia di atas, peran mata dalam penularan CoV
manusia masih dalam tahap pembahasan. Mengingat konjungtiva mata dapat
dengan mudah terpapar oleh tetesan dan fomite yang terinfeksi saat kontak dekat
dengan pasien yang terinfeksi atau tangan yang terkontaminasi, mukosa dari
permukaan mata dan saluran pernapasan bagian atas terhubung oleh duktus
nasolakrimalis yang memiliki reseptor yang sama untuk beberapa virus
pernapasan. Didalilkan bahwa mata memainkan tiga peran dalam infeksi CoV
manusia. Pertama, mata merupakan organ target CoV manusia. Kedua,
konjungtiva dapat menjadi tempat masuk atau tempat transfer CoV manusia untuk
menginfeksi saluran napas. Ketiga, air mata dan sekresi atau discharge
konjungtiva dapat menjadi media penyebaran CoV manusia. Namun, mata jarang
terlibat pada infeksi SARS-CoV, MERS-CoV, dan 2019-nCoV, konjungtivitis
dilaporkan terjadi hanya lima kasus pada pasien COVID-19, tetapi tidak pernah
terkonfirmasi terjadi pada pasien SARS dan MERS, yang menyiratkan bahwa
mata bukanlah organ utama infeksi CoV manusia, juga bukan pintu masuk utama
untuk CoV menginfeksi saluran pernapasan. Meskipun cukup jarang,
kemungkinan tidak dapat dikecualikan bahwa patogen yang terpapar ke mata
mungkin ditransfer ke mukosa hidung dan nasofaring lewat air mata melalui
duktus nasolakrimalis, dan kemudian menginduksi infeksi saluran pernapasan,
karena SARS gejala ringan sampai sedang dapat dikembangkan pada model kera
cynomolgus dengan inokuasi SARS-CoV hiung dan konjungtivaa, sama seperti
yang diinduksi oleh inokulasi SARS-CoV hidung dan bronkial [4,50]. Selain itu,
tingkat positif yang rendah dari tes RNA CoV dengan RT-PCR pada air mata dan
kerokan konjungtiva dari pasien SARS dan COVID-19 mungkin berhubungan
dengan sensitivitas yang relatif rendah dari teknik RT-PCR dan waktu yang tidak
tepat saat pengambilan sampel. Oleh karena itu, hasil RT-PCR negatif saat ini
tidak dapat mengecualikan kemungkinan adanya SARS-CoV dan 2019-nCoV
pada sampel air mata dan konjungtiva. Mengingat kontak dekat antara dokter dan
pasien sangat umum terjadi dalam praktik mata, yang dapat memungkinkan untuk
menularkan COV manusia melalui tetesan dan fomite, maka menjaga kebersihan
tangan dan menggunakan alat perlindungan diri sangat dianjurkan untuk petugas
kesehatan untuk menghindari penularan virus terkait rumah sakit selama praktik
mata berlangsung.

REFERENSI
1. Chen Y, Liu Q, Guo D. Emerging coronaviruses: Genome structure,
replication, and pathogenesis. J Med Virol. 2020;92(4):418-423.
2. Swerdlow DL, Finelli L. Preparation for Possible Sustained Transmission of
2019 Novel Coronavirus: Lessons From Previous Epidemics. JAMA.
2020:10.1001/jama.2020.1960.
3. Wu F, Zhao S, Yu B, Chen Y-M, Wang W, Song Z-G, Hu Y, Tao Z-W, Tian
J-H, Pei Y-Y, Yuan M-L, Zhang Y-L, Dai F-H, Liu Y, Wang Q-M, Zheng J-
J, Xu L, Holmes EC, Zhang Y-Z. A new coronavirus associated with human
respiratory disease in China. Nature. 2020:10.1038/s41586-41020-42008-
41583.
4. Belser JA, Rota PA, Tumpey TM. Ocular tropism of respiratory viruses.
Microbiol Mol Biol Rev. 2013;77(1):144-156 .
5. Pedrosa PBS, Cardoso TAO. Viral infections in workers in hospital and
research laboratory settings: a comparative review of infection modes and
respective biosafety aspects. Int J Infect Dis. 2011;15(6):e366-e376.
6. Lee PI, Hsueh PR. Emerging threats from zoonotic coronaviruses-from SARS
and MERS to 2019-nCoV. J Microbiol Immunol Infect. 2020:S1684-
1182(1620)30011-30016.
7. Li F. Structure, Function, and Evolution of Coronavirus Spike Proteins. Annu
Rev Virol. 2016;3(1):237-261.
8. Habibzadeh P, Stoneman EK. The Novel Coronavirus: A Bird's Eye View. Int
J Occup Environ Med. 2020;11(2):65-71.
9. Special Expert Group for Control of the Epidemic of Novel Coronavirus
Pneumonia of the Chinese Preventive Medicine. An update on the
epidemiological characteristics of novel coronavirus pneumonia􀋄COVID-
19􀋅. Zhonghua Liu Xing Bing Xue Za Zhi. 2020;41(2): 139-144.
10. Zhou P, Yang X-L, Wang X-G, Hu B, Zhang L, Zhang W, Si H-R, Zhu Y, Li
B, Huang C-L, Chen H-D, Chen J, Luo Y, Guo H, Jiang R-D, Liu M-Q, Chen
Y, Shen X-R, Wang X, Zheng X-S, Zhao K, Chen Q-J, Deng F, Liu L-L, Yan
B, Zhan F-X, Wang Y-Y, Xiao G-F, Shi Z-L. A pneumonia outbreak
associated with a new coronavirus of probable bat origin. Nature.
2020:10.1038/s41586-41020-42012-41587.
11. Lu R, Zhao X, Li J, Niu P, Yang B, Wu H, Wang W, Song H, Huang B, Zhu
N, Bi Y, Ma X, Zhan F, Wang L, Hu T, Zhou H, Hu Z, Zhou W, Zhao L,
Chen J, Meng Y, Wang J, Lin Y, Yuan J, Xie Z, Ma J, Liu WJ, Wang D, Xu
W, Holmes EC, Gao GF, Wu G, Chen W, Shi W, Tan W. Genomic
characterisation and epidemiology of 2019 novel coronavirus: implications
for virus origins and receptor binding. Lancet. 2020:S0140-
6736(0120)30251-30258.
12. Nakagawa K, Lokugamage KG, Makino S. Viral and Cellular mRNA
Translation in Coronavirus-Infected Cells. Adv Virus Res. 2016;96:165-192
[PMID: 27712623 PMCID: PMC5388242 DOI:
10.1016/bs.aivir.2016.08.001].
13. Heald-Sargent T, Gallagher T. Ready, set, fuse! The coronavirus spike
protein and acquisition of fusion competence. Viruses. 2012;4(4):557-580.
14. Masters PS. The molecular biology of coronaviruses. Adv Virus Res.
2006;66:193-292.
15. China CDC. Tracking the Epidemic. 2020. Available from:
http://weekly.chinacdc.cn/news/ TrackingtheEpidemic.htm?
from=timeline#Beijing%20Municipality% 20Update.
16. The Novel Coronavirus Pneumonia Emergency Response Epidemiology
Team. The epidemiological characteristics of an outbreak of 2019 novel
coronavirus diseases (COVID-19) in China. Chinese Journal of
Epidemiology. 2020;41(2): 145-151.
17. Wang F-S, Zhang C. What to do next to control the 2019-nCoV epidemic?
Lancet. 2020;395(10222):391-393.
18. Leong HN, Chan KP, Khan AS, Oon L, Se-Thoe SY, Bai XL, Yeo D, Leo
YS, Ang B, Ksiazek TG, Ling AE. Virus-specific RNA and antibody from
convalescent-phase SARS patients discharged from hospital. Emerg Infect
Dis. 2004;10(10):1745-1750.
19. Wang D, Hu B, Hu C, Zhu F, Liu X, Zhang J, Wang B, Xiang H, Cheng Z,
Xiong Y, Zhao Y, Li Y, Wang X, Peng Z. Clinical Characteristics of 138
HospitalizedPatients With 2019 Novel Coronavirus-Infected Pneumonia in
Wuhan, China. JAMA. 2020:10.1001/jama.2020.1585.
20. Chen N, Zhou M, Dong X, Qu J, Gong F, Han Y, Qiu Y, Wang J, Liu Y, Wei
Y, Xia Ja, Yu T, Zhang X, Zhang L. Epidemiological and clinical
characteristics of 99 cases of 2019 novel coronavirus pneumonia in Wuhan,
China: a descriptive study. Lancet. 2020:S0140- 6736(0120)30211-30217.
21. Guan W-j, Ni Z-y, Hu Y, Liang W-h, Ou C-q, He J-x, Liu L, Shan H, Lei C-l,
Hui DSC, Du B, Li L-j, Zeng G, Yuen K-Y, Chen R-c, Tang C-l, Wang T,
Chen P-y, Xiang J, Li S-y, Wang J-l, Liang Z-j, Peng Y-x, Wei L, Liu Y, Hu
Y-h, Peng P, Wang J-m, Liu J-y, Chen Z, Li G, Zheng Z-j, Qiu S-q, Luo J, Ye
C-j, Zhu S-y, Zhong N-s. Clinical characteristics of 2019 novel coronavirus
infection in China. medRxiv. 2020:2020.2002.2006.20020974.
22. Huang C, Wang Y, Li X, Ren L, Zhao J, Hu Y, Zhang L, Fan G, Xu J, Gu X,
Cheng Z, Yu T, Xia J, Wei Y, Wu W, Xie X, Yin W, Li H, Liu M, Xiao Y,
Gao H, Guo L, Xie J, Wang G, Jiang R, Gao Z, Jin Q, Wang J, Cao B.
Clinical features of patients infected with 2019 novel coronavirus in Wuhan,
China. Lancet. 2020:S0140-6736(0120)30183-30185.
23. Zhou Y, Zeng Y, Tong Y, Chen C. Ophthalmologic evidence against the
interpersonal transmission of 2019 novel coronavirus through conjunctiva.
medRxiv. 2020:2020.2002.2011.20021956 [DOI:
10.1101/2020.02.11.20021956].
24. Sun X, Zhang X, Chen X, Chen L, Deng C, Zou X, Liu W, Yu H. The
infection evidence of SARS-COV-2 in ocular surface: a single-center cross-
sectional study. medRxiv. 2020:2020.2002.2026.20027938.
25. Vabret A, Mourez T, Dina J, van der Hoek L, Gouarin S, Petitjean J, Brouard
J, Freymuth F. Human coronavirus NL63, France. Emerg Infect Dis.
2005;11(8):1225-1229.
26. Van der Hoek L, Pyrc K, Jebbink MF, Vermeulen-Oost W, Berkhout RJM,
Wolthers KC, Wertheim-van Dillen PME, Kaandorp J, Spaargaren J,
Berkhout B. Identification of a new human coronavirus. Nat Med.
2004;10(4):368-373.
27. Xia J, Tong J, Liu M, Shen Y, Guo D. Evaluation of coronavirus in tears and
conjunctival secretions of patients with SARS-CoV-2 infection. J Med Virol.
2020:10.1002/jmv.25725.
28. Loon SC, Teoh SCB, Oon LLE, Se-Thoe SY, Ling AE, Leo YS, Leong HN.
The severe acute respiratory syndrome coronavirus in tears. Br J Ophthalmol.
2004;88(7):861-863.
29. Chan WM, Yuen KSC, Fan DSP, Lam DSC, Chan PKS, Sung JJY. Tears and
conjunctival scrapings for coronavirus in patients with SARS. Br J
Ophthalmol. 2004;88(7):968-969.
30. Dai X. Peking University Hospital Wang Guangfa disclosed treatment status
on Weibo and suspected infection without wearing goggles. Xinjing
Newpaper. Jan 22, 2020. 2020. Available from: http://www.bjnews.
com.cn/news/2020/01/23/ 678189.html Cited Jan 24, 2020.
31. World Health Organization. Update 27 - One month into the global SARS
outbreak: Status of the outbreak and lessons for the immediate future. 2003
Available from: https://www.who.int/csr/sars/archive/2003_04_11/en/.
32. Bonn D. SARS virus in tears? Lancet Infect Dis. 2004;4(8):480-480.
33. Tong TR, Lam BH, Ng T-K, Lai S-T, Tong MK, Chau T-N. Conjunctiva-
upper respiratory tract irrigation for early diagnosis of severe acute
respiratory syndrome. J Clin Microbiol. 2003;41(11):5352-5352.
34. de Wit, E., van Doremalen, N., Falzarano, D., and Munster, V.J. (2016).
SARS and MERS: recent insights into emerging coronaviruses. Nature
reviews. Microbiology 14(8), 523-534. [PMID: 27344959 DOI:
10.1038/nrmicro.2016.81].
35. Centers for Disease Control and Prevention. Interim Guidelines for
Collecting, Handling, and Testing Clinical Specimens from Persons Under
Investigation (PUIs) for Coronavirus Disease 2019 (COVID-19). 2020.
Available from:https://www.cdc.gov/coronavirus/2019-nCoV/lab/guidelines-
clinicalspecimens. html.
36. Lang J, Yang N, Deng J, Liu K, Yang P, Zhang G, Jiang C. Inhibition of
SARS pseudovirus cell entry by lactoferrin binding to heparan sulfate
proteoglycans. PLoS One. 2011;6(8):e23710-e23710.
37. Orr-Burks N, Gulley SL, Toro H, van Ginkel FW. Immunoglobulin A as an
early humoral responder after mucosal avian coronavirus vaccination. Avian
Dis. 2014;58(2):279-286.
38. Hamming I, Timens W, Bulthuis MLC, Lely AT, Navis GJ, van Goor H.
Tissue distribution of ACE2 protein, the functional receptor for SARS
coronavirus. A first step in understanding SARS pathogenesis. J Pathol.
2004;203(2):631-637.
39. Liu L, Sun Y, Pan X, Shen W, Liu ZY, Liu YP. Expression of SARS
coronavirus S proteinfunctional receptor- angiotensin-converting enzyme 2 in
human cornea and conjunctiva. Chin Ophthal Res.2004;22(6):561-564.
40. Sun Y, Liu L, Pan X, Jing M. Mechanism of the action between the SARS-
CoV S240 protein and the ACE2 receptor in eyes. Int J Ophthalmol (GUOJI
YANKE ZAZHI). 2006; 6(4):783-786.
41. Milewska A, Nowak P, Owczarek K, Szczepanski A, Zarebski M, Hoang A,
Berniak K, Wojarski J, Zeglen S, Baster Z, Rajfur Z, Pyrc K. Entry of Human
Coronavirus NL63 into the Cell. J Virol. 2018;92(3):e01933-01917.
42. Raj VS, Mou H, Smits SL, Dekkers DHW, Müller MA, Dijkman R, Muth D,
Demmers JAA, Zaki A, Fouchier RAM, Thiel V, Drosten C, Rottier PJM,
Osterhaus ADME, Bosch BJ, Haagmans BL. Dipeptidyl peptidase 4 is a
functional receptor for the emerging human coronavirus-EMC. Nature.
2013;495(7440):251-254.
43. Milewska A, Zarebski M, Nowak P, Stozek K, Potempa J, Pyrc K. Human
coronavirus NL63 utilizes heparan sulfate proteoglycans for attachment to
target cells. J Virol. 2014;88(22):13221-13230.
44. The National Health Commission of the People's Republic of China.
“Guidelines for the Diagnosis and Treatment of Novel Coronavirus (2019-
nCoV) Infection by the National Health Commission (Trial Version 7)”.
2020. Available from:
http://www.nhc.gov.cn/xcs/zhengcwj/202003/46c9294a7dfe4cef80dc7f5912e
b198 9 /files/ ce3e6945832a438eaae415350a8ce964.pdf.
45. World Health Organization. World Health Organization Summary of
probable SARS cases with onset of illness from 1 November 2002 to 31 July
2003. 2003. Available from:
http://www.who.int/csr/sars/country/table2003_09_23/en/.
46. Zhang MC, Xie HT, Xu KK, Cao Y. Suggestions for disinfection of
ophthalmic examination equipment and protection of ophthalmologist against
2019 novel coronavirus infection. Zhonghua Yan Ke Za Zhi.
2020;56(0):E001-E001.
47. Chan WM, Liu DTL, Chan PKS, Chong KKL, Yuen KSC, Chiu TYH, Tam
BSM, Ng JSK, Lam DSC. Precautions in ophthalmic practice in a hospital
with a major acute SARS outbreak: an experience from Hong Kong. Eye
(Lond). 2006;20(3):283-289.
48. Society of Public Health Ophthalmology, C.P.M.A., Beijing
Ophthalmological, S., and Youth Committee of Beijing Ophthalmological, S.
(2020). Suggestions from ophthalmic experts on eye protection during the
novel coronavirus pneumonia epidemic. [Zhonghua yan ke za zhi] Chinese
journal of ophthalmology 56(0), E002-E002.
49. Li JPO, Lam DSC, Chen Y, Ting DSW. Novel Coronavirus disease 2019
(COVID-19): The importance of recognising possible early ocular
manifestation and using protective eyewear. Br J Ophthalmol.
2020;104(3):297-298.
50. Lawler JV, Endy TP, Hensley LE, Garrison A, Fritz EA, Lesar M, Baric RS,
Kulesh DA, Norwood DA, Wasieloski LP, Ulrich MP, Slezak TR, Vitalis E,
Huggins JW, Jahrling PB, Paragas J. Cynomolgus macaque as an animal
model for severe acute respiratory syndrome. PLoS Med. 2006;3(5):e149.

Anda mungkin juga menyukai