Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

“PENATALAKSANAAN BAYI BARU LAHIR DENGAN IBU COVID-19”

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Akhir Kepaniteraan Klinik Madya


SMF Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Daerah Jayapura

Oleh :
Wa Ode Rahmawati Isra
0120840301

Pembimbing :
dr. Yunike Howay, SpA

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
SMF ILMU KESEHATAN ANAK
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH JAYAPURA
JAYAPURA
2020
LEMBAR PENGESAHAN

Telah disetujui dan dipresentasikan dihadapan pembimbing, makalah yang


berjudul “Penatalaksanaan Bayi Baru Lahir Dengan Ibu Covid-19” sebagai
salah satu syarat untuk memenuhi Tugas Akhir Kepaniteraan Klinik Madya
(KKM) pada SMF Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Daerah Jayapura,
pada:
Hari/Tanggal :
Tempat :

Mengesahkan,

dr. Yunike Howay, SpA

2
BAB I
PENDAHULUAN

Virus merupakan salah satu penyebab penyakit menular yang perlu


diwaspadai. Dalam 20 tahun terakhir, beberapa penyakit virus menyebabkan
epidemi seperti severe acute respiratory syndrome coronavirus (SARS-CoV) pada
tahun 2002-2003, influenza H1N1 pada tahun 2009 dan Middle East Respiratory
syndrome (MERS-CoV) yang pertama kali teridentifikasi di Saudi Arabia pada
tahun 2012.
Pada tanggal 31 Desember 2019, Tiongkok melaporkan kasus pneumonia
misterius yang tidak diketahui penyebabnya. Dalam 3 hari, pasien dengan kasus
tersebut berjumlah 44 pasien dan terus bertambah hingga saat ini berjumlah
jutaan kasus. Pada awalnya data epidemiologi menunjukkan 66% pasien
berkaitan atau terpajan dengan satu pasar seafood atau live market di Wuhan,
Provinsi Hubei Tiongkok. Sampel isolat dari pasien diteliti dengan hasil
menunjukkan adanya infeksi coronavirus, jenis betacoronavirus tipe baru, diberi
nama 2019 novel Coronavirus (2019-nCoV). Pada tanggal 11 Februari 2020,
World Health Organization memberi nama virus baru tersebut SARS-CoV-2 dan
nama penyakitnya sebagai Coronavirus Disease 2019 (COVID-19). Virus corona
ini menjadi patogen penyebab utama outbreak penyakit pernapasan. Virus ini
adalah virus RNA rantai tunggal (single-stranded RNA) yang dapat diisolasi dari
beberapa jenis hewan, terakhir disinyalir virus ini berasal dari kelelawar
kemudian berpindah ke manusia.Pada mulanya transmisi virus ini belum dapat
ditentukan apakah dapat melalui antara manusia-manusia. Jumlah kasus terus
bertambah seiring dengan waktu. Akhirnya dikonfirmasi bahwa transmisi
pneumonia ini dapat menular dari manusia ke manusia. Pada tanggal 11 Maret
2020, WHO mengumumkan bahwa COVID-19 menjadi pandemi di dunia.
Sejak diumumkan pertama kali ada di Indonesia, kasus COVID-19
meningkat jumlahnya dari waktu ke waktu sehingga memerlukan perhatian. Pada

3
prakteknya di masa pandemi, tatalaksana COVID-19 diperlukan kerjasama semua
profesi untuk menanganinya. Diperlukan panduan tatalaksana yang sederhana
dan mudah dimengertidan diterapkan oleh semua pihak di seluruh Indonesia.
Oleh karena itu 5 organisasi profesi yaitu PDPI, PERKI, PAPDI, PERDATIN dan
IDAI mengeluarkan buku Pedoman Tatalaksana COVID-19. Semoga buku ini
dapat membantu tenaga medis khususnya dokter-dokter yang menangani kasus
COVID-19 dalam praktek di fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia.
Data yang disediakan oleh Dashboard Darurat Kesehatan WHO (per 03
Maret, 10.00 CET) telah dilaporkan total 87.137 kasus yang dikonfirmasi di
seluruh dunia sejak awal epidemi. Dari jumlah tersebut, 2977 (3,42%) telah
berakibat kematian. Sekitar 92% (79.968) dari kasus yang dikonfirmasi dicatat di
China, lokasi di mana hampir semua kematian juga dicatat (2.873, 96,5%). Dari
catatan, kasus “dikonfirmasi” yang dilaporkan antara 13 Februari 2020 dan 19
Februari 2020, termasuk pasien yang dikonfirmasi secara klinis dan yang
didiagnosis secara klinis dari provinsi Hubei. Sumber paling mutakhir untuk
epidemiologi pandemi yang muncul ini dapat ditemukan di sumber-sumber
berikut:
1. Badan Situasi WHO Novel Coronavirus (COVID-19)
2. Johns Hopkins Center for Science System and Engineering site untuk
Coronavi- rus Global Cases COVID-19, yang menggunakan sumber
publik untuk melacak penyebaran epidemi.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi COVID-19
COVID-19 merupakan genus coronavirus β dan memiliki karakteristik
genetik yang berbeda dari SARSr- CoV dan MERSr-CoV. Coronavirus sensitif
terhadap sinar ultra- violet dan panas, dan dapat dinonaktifkan secara efektif
ketika suhu lingkungan 560 C selama 30 menit, pelarut lemak seperti ether, 75%
ethanol, disinfektan yang mengand- ung klorin, asam pyroxyacetic dan kloroform
kecuali chlorhexidine. Berdasarkan inves- tigasi epidemiologi saat ini, masa
inkubasi COVID-19 adalah 1-14 hari, dan umumnya dalam 3 hingga 7 hari. Saat
ini, sumber utama infeksi adalah pasien COVID-19 dan pembawa (carrier)
COVID-19 yang tanpa gejala juga dapat menjadi sumber infeksi. Rute penularan
utama adalah droplets pernapasan dan kontak dekat, sementara rute penularan
aerosol dan fecal-oral belum diverifikasi. Manusia pada semua golongan umur
pada umumnya rentan.
Salah satu karakterisitik penyakit Covid-19 ini adalah mudah menular,
sehingga dengan cepat bisa menjangkiti banyak orang. Penyebaran yang cepat ini
bisa digambar- kan dengan kurva warna merah pada grafik dibawah ini. Kurva
akan mencapai puncak dengan melampaui kapasitas sistem kesehatan untuk
menanganinya.
Sub-family virus corona dikategorikan ke dalam empat genus; α, β, γ, d an δ.
Selain virus baru ini (COVID 19), ada tujuh virus corona yang telah diketahui
menginfeksi manusia. Kebanyakan virus corona menyebabkan infeksi saluran
pernapasan atas (ISPA), tetapi Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus
(MERSr CoV), severe acute respiratory syndrome associated coronavirus (SARSr
CoV) dan novel coronavi- rus 2019 (COVID-19) dapat menyebabkan pneumonia
ringan dan bahkan berat, serta penularan yang dapat terjadi antar manusia. Virus
corona sensitif terhadap sinar ul- traviolet dan panas, dan dapat di nonaktifkan
(secara efektif dengan hampir semua disinfektan kecuali klorheksidin). Oleh
5
karena itu, cairan pembersih tangan yang men- gandung klorheksidin tidak
direkomendasikan untuk digunakan dalam wabah ini.

Gambar 2.1
Peningkatan Penderita Positif COVID-19 di luar China
Sumber : WHO, 2020
Para ahli mengatakan melandaikan kurvai atau memperlambat penyebaran
virus co- rona (COVID-19) adalah jalan keluar mengakhiri pandemi. Menurut
mereka intinya adalah melandaikan kurva, mencegah kurva membentuk puncak
yang tajam. Melan- daikan kurva bisa dicapai dengan memperlambat penyebaran
sehingga jumlah kasus infeksi di satu waktu masih bisa ditangani sarana
kesehatan yang tersedia. Dengan demikian, orang-orang berisiko yang menjadi
prioritas dapat memperoleh layanan yang memadai.

Grafik dibagikan oleh Drew Harris (seorang ahli populasi Amerika Serikat)
dan menjadi viral.

6
Sumber: CDC

B. Etiologi
Dalam diagnosis awal dari Rencana Perawatan Penyakit Virus Corona 2019
(yang disusun Pemerintah China), deskripsi etiologi COVID-19 didasarkan pada
pemaha- man sifat fisikokimia dari penemuan virus corona sebelumnya. Dari
penelitian lanjutan, edisi kedua pedoman tersebut menambahkan “coronavirus
tidak dapat dinonaktifkan secara efektif oleh chlorhexidine”, juga kemudian
definisi baru ditambahkan dalam edisi keempat, “nCov-19 adalah genus b,
dengan envelope, bentuk bulat dan sering ber- bentuk pleomorfik, dan
berdiameter 60-140 nm. Karakteristik genetiknya jelas berbeda dari SARSr- CoV
dan MERSr-CoV. Homologi antara nCoV-2019 dan bat-SL-CoVZC45 lebih dari
85%. Ketika dikultur in vitro, nCoV-2019 dapat ditemukan dalam sel epitel
pernapasan manusia setelah 96 jam, sementara itu membutuhkan sekitar 6 hari
untuk mengisolasi dan membiakkan VeroE6 dan jaringan sel Huh-7“, serta
”corona virus sensitif terhadap sinar ultraviolet“.
CoV adalah virus RNA positif dengan penampilan seperti mahkota di
bawah mikroskop elektron (corona adalah istilah latin untuk mahkota) karena
adanya lonjakan gliko- protein pada amplop. Subfamili Orthocoronavirinae dari
keluarga Coronaviridae (orde Nidovirales) digolongkan ke dalam empat gen
CoV: Alphacoronavirus (alphaCoV), Betacoronavirus (betaCoV),
Deltacoronavirus (deltaCoV), dan Gammacoronavirus (deltaCoV). Selanjutnya,
genus betaCoV membelah menjadi lima sub- genera atau garis keturunan10.
Karakterisasi genom telah menunjukkan bahwa mungkin kelelawar dan tikus
adalah sumber gen alphaCoVs dan betaCoVs. Sebaliknya, spesies burung
tampaknya mewakili sumber gen deltaCoVs dan gammaCoVs.
Anggota keluarga besar virus ini dapat menyebabkan penyakit pernapasan,
enterik, hati, dan neurologis pada berbagai spesies hewan, termasuk unta, sapi,
kucing, dan kelelawar. Sampai saat ini, tujuh CoV manusia (HCV) - yang mampu
menginfeksi ma- nusia - telah diidentifikasi. Beberapa HCoV diidentifikasi pada
7
pertengahan 1960-an, sementara yang lain hanya terdeteksi pada milenium baru.

Gambar 3.1
Gambar Mikroskopis Partikel COVID-19
Sumber : CDC, Hannah A Bullock; Azaibi Tamin

Dalam istilah genetik, Chan et al. telah membuktikan bahwa genom HCoV
baru, yang diisolasi dari pasien kluster dengan pneumonia atipikal. Setelah
mengunjungi Wuhan diketahui memiliki 89% identitas nukleotida dengan
kelelawar SARS-seper- ti-CoVZXC21 dan 82% dengan gen manusia SARS-
CoV11. Untuk alasan ini, virus baru itu bernama SARS-CoV-2. Genom RNA
untai tunggal-nya mengandung 29891 nukleotida, yang mengkode 9860 asam
amino. Meskipun asalnya tidak sepenuhnya dipahami, analisis genom ini
menunjukkan bahwa SARS-CoV-2 mungkin berevolu- si dari strain yang
ditemukan pada kelelawar. Namun, potensi mamalia yang mem- perkuat,
perantara antara kelelawar dan manusia, belum diketahui. Karena mutasi pada
strain asli bisa secara langsung memicu virulensi terhadap manusia, maka tidak
dipastikan bahwa perantara ini ada.

C. Karakteristik Klinis

Masa inkubasi COVID-19 adalah 1 sampai 14 hari, dan pada umumnya


terjadi di hari ke tiga sampai hari ke tujuh. Demam, kelelahan, dan batuk kering
8
merupakan tan- da-tanda umum infeksi corona disertai dengan gejala seperti
hidung tersumbat, pilek, dan diare pada beberapa pasien. Karena beberapa pasien
yang parah tidak men- galami kesulitan bernapas yang jelas dan datang dengan
hipoksemia, sehingga ada perubahan dalam panduan ini menjadi Dalam kasus
yang parah, dispnea dan atau hipoksemia biasanya terjadi setelah satu minggu
setelah onset penyakit, dan yang lebih buruk dapat dengan cepat berkembang
menjadi sindrom gangguan pernapasan akut, syok sepsis, asidosis metabolik yang
sulit ditangani, dan perdarahan dan dis- fungsi koagulasi, dan lain-lain. Edisi ini
menekankan bahwa pasien dengan kondisi sakit ringan hanya mengalami demam
ringan, kelelahan ringan dan sebagainya, tetap tanpa manifestasi pneumonia.
Dalam hal pemeriksaan laboratorium, edisi terakhir pedoman mengenai
COVID-19 menambahkan penjelasan sebagai berikut: “Peningkatan kadar enzim
hati, LDH, en- zim otot dan mioglobin dapat terjadi pada beberapa pasien; dan
peningkatan level tro- ponin dapat dilihat pada beberapa pasien kritis” dan “asam
nukleat nCoV-2019 dapat dideteksi dalam spesimen biologis seperti apusan
nasofaringeal, dahak, sekresi salu- ran pernapasan bagian bawah, darah dan
feses”.
Pada tahap awal COVID-19, hasil rontgen menunjukkan bahwa ada
beberapa bayan- gan polakecil (multiple small patches shadow) dan perubahan
interstitial, terutama di periferal paru. Seiring perkembangan penyakit, hasil
rontgen pasien ini berkembang lebih lanjut menjadi beberapa bayangan tembus
pandang/kaca (multiple ground glass shadow) dan bayangan infiltrasi di kedua
paru. Pada kasus yang parah dapat terjadi konsolidasi paru. Pada pasien dengan
COVID-19, jarang ditemui adanya efusi pleura.

Edisi keempat pada Buku Pedoman yang dikeluarkan Pemerintah China


mendefi- nisikan “3 hingga 7 hari, hingga 14 hari” dalam deskripsi periode masa
inkubasi yang telah dimodifikasi menjadi “1 hingga 14 hari, dan umumnya dalam
3 hingga 7 hari “di edisi kelima sesuai dengan hasil investigasi epidemiologi.

9
Edisi pertama menggam- barkan gejala COVID-19 sebagai “demam, kelelahan,
batuk kering, dan lain- lain.” Dan edisi keempat menambahkan “beberapa pasien
dengan gejala seperti hidung tersumbat, pilek, dan diare”. Dengan pemahaman
patogenesis pasien kritis, edisi ke- empat menekankan bahwa kasus yang parah
adalah biasanya diperburuk 1 minggu setelah timbulnya penyakit, disertai dengan
dispnea, dan edisi kelima menambahkan hipoksemia sebagai manifestasi yang
parah. Adapun kasus ringan, edisi kelima meng- gambarkannya secara terpisah
dan mengubah “kasus kematian lebih umum pada lan- sia dan mereka dengan
penyakit kronis.” Dalam edisi keempat dengan “lansia dan penderita penyakit
kronis bawaan memiliki prognosis yang buruk.” Studi kasus Li et al. diterbitkan
dalam New England Journal of Medicine (NEJM) pada 29 Januari 2020,
merangkum 425 kasus pertama yang dicatat di Wuhan. Data menun- jukkan
bahwa usia rata-rata pasien adalah 59 tahun, dengan kisaran 15 hingga 89 tahun.
Dengan demikian, mereka melaporkan tidak ada kasus klinis pada anak di bawah
15 tahun. Tidak ada perbedaan gender yang signifikan (56% pria). Data klinis dan
epidemiologis dari CDC China dan mengenai 72.314 catatan kasus (dikonfirmasi,
dicurigai, didiagnosis, dan kasus tanpa gejala) dibagikan dalam Journal of
American Medical Association (JAMA) (24 Februari 2020), memberikan ilustrasi
penting tentang kurva epidemiologi dari wabah China. Ada 62% kasus yang
dikonfirmasi, termasuk 1% dari kasus yang tidak menunjukkan gejala, tetapi
positif laboratorium (tes asam nuk- leat virus). Selanjutnya, tingkat fatalitas kasus
secara keseluruhan (pada kasus yang dikonfirmasi) adalah 2,3%. Dari catatan,
kasus-kasus fatal terutama adalah pasien usia lanjut, khususnya mereka yang
berusia ≥ 80 tahun (sekitar 15%), dan 70 hingga 79 tahun (8,0%). Sekitar
setengah (49,0%) dari pasien kritis dan terkena komorbiditas yang sudah ada
sebelumnya seperti penyakit kardiovaskular, diabetes, penyakit per- napasan
kronis, dan penyakit onkologi, meninggal. Sementara 1% pasien berusia 9 tahun
atau lebih muda, tidak ada kasus fatal yang terjadi pada kelompok ini.
Para penulis laporan CDC China membagi manifestasi klinis penyakit

10
dengan tingkat keparahan:
1. Penyakit ringan: non-pneumonia dan pneumonia ringan; ini terjadi pada
81% kasus.
2. Penyakit berat: dispnea, frekuensi pernapasan ≥ 30 / menit, saturasi
oksigen darah (SpO2) ≤ 93%, rasio PaO2 / FiO2 [rasio antara tekanan
darah oksigen (tekanan parsial oksigen, PaO2) dan persentase oksigen
yang disuplai (fraksi oksigen terinspirasikan, FiO2)] <300, dan / atau
infiltrat paru> 50% dalam 24 hingga 48 jam; ini terjadi pada 14% kasus.
3. Penyakit kritis: gagal pernapasan, syok septik, dan / atau disfungsi
organ multiple (MOD) atau kegagalan (MOF); ini terjadi pada 5%
kasus.
Saat ini, diyakini bahwa penularan melalui tetesan pernapasan dan kontak
adalah rute utama, tetapi ada risiko penularan fecaloral. Penularan aerosol,
penularan dari ibu ke anak dan rute lainnya belum dikonfirmasi. Transmisi
tetesan pernapasan: Ini adalah mode utama transmisi kontak langsung. Virus
ditularkan melalui tetesan yang dihasil- kan ketika pasien batuk, bersin atau
berbicara, dan orang yang rentan dapat terinfeksi setelah menghirup tetesan.

Gambar 3.3: Gejala COVID-19


Sumber : https://ewn.co.za/2020/03/18/covid-19-the-symptoms
11
Gambar 3.4:
Perbandingan Casus Terduga COVID-19
Sumber : Our World in Data, 2020
Data diperoleh dari laporan dan arahan yang diberikan oleh lembaga
kebijakan kes- ehatan, memungkinkan membagi manifestasi klinis penyakit
sesuai dengan keparah- an gambaran klinis. COVID- 19 dapat muncul dengan
penyakit ringan, sedang, atau berat. Di antara manifestasi klinis yang parah, ada
pneumonia berat, ARDS, sepsis, dan syok septik. Perjalanan klinis penyakit ini
tampaknya memprediksi tren yang men- guntungkan pada sebagian besar pasien.
Dalam persentase yang masih harus didefi- nisikan kasus, setelah sekitar satu
minggu tiba-tiba ada kondisi klinis yang memburuk dengan kegagalan
pernapasan dan MOD / MOF yang semakin memburuk. Sebagai referensi,
kriteria keparahan insufisiensi pernapasan dan kriteria diagnostik sepsis dan syok
septik dapat digunakan.
Beberapa gejala yang mungkin terjadi, antara lain:
1. Penyakit Sederhana (ringan)
Pasien-pasien ini biasanya hadir dengan gejala infeksi virus saluran
pernapasan bagian atas, termasuk demam ringan, batuk (kering), sakit
12
tenggorokan, hidung tersumbat, malaise, sakit kepala, nyeri otot, atau
malaise. Tanda dan gejala pen- yakit yang lebih serius, seperti dispnea,
tidak ada. Dibandingkan dengan infeksi HCoV sebelumnya, gejala non-
pernapasan seperti diare sulit ditemukan.
2. Pneumonia Sedang
Gejala pernapasan seperti batuk dan sesak napas (atau takipnea pada
anak-anak) hadir tanpa tanda-tanda pneumonia berat.
3. Pneumonia Parah
Demam berhubungan dengan dispnea berat, gangguan pernapasan,
takipnea (>
30 napas / menit), dan hipoksia (SpO2 <90% pada udara kamar).
Namun, gejala demam harus ditafsirkan dengan hati-hati karena bahkan
dalam bentuk penyakit yang parah, bisa sedang atau bahkan tidak ada.
Sianosis dapat terjadi pada anak- anak. Dalam definisi ini, diagnosis
adalah klinis, dan pencitraan radiologis digu- nakan untuk
mengecualikan komplikasi.
4. Sindrom Gangguan Pernapasan Akut (ARDS)
Diagnosis memerlukan kriteria klinis dan ventilasi. Sindrom ini
menunjukkan keg- agalan pernapasan baru-awal yang serius atau
memburuknya gambaran perna- pasan yang sudah diidentifikasi.
Berbagai bentuk ARDS dibedakan berdasarkan derajat hipoksia.

D. Diagnosis
1. Anamnesis
Sesuai dengan definisi kasus pada Buku Pedoman Pencegahan
dan Pengendalian Corona Virus Disease (COVID-19) Pedoman
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian. Tata laksana
neonatus dilahirkan dari ibu terkait COVID-19 dilakukan di ruang
isolasi khusus untuk COVID-19.
Tentukan definisi kasus ibu hamil berdasarkan anamnesis.
13
Telusuri rekam medik ibu hamil untuk pembuktian definisi kasus
berdasarkan pemeriksaan laboratorium dan pencitraan:
- Surveilans komunitas: pembuktian antibodi spesifik terhadap virus
SARS-CoV-2 (IgM dan IgG)
- Surveilans kesehatan maternal untuk persiapan terminasi kehamilan
secara umum, darah tepi lengkap dan urin lengkap
- Pemeriksaan pencitraan pasca terminasi kehamilan untuk
pembuktian adanya inflamasi alveolar apabila pemeriksaan surveilans
(ad.1 dan ad.2) dicurigai kearah COVID-19
2. Pemeriksaan Fisis
Identifikasi tanda klinis yang pada umumnya tidak bergejala atau
bergejala tidak spesifik dari ringan hingga berat. Pemeriksaan fisis
bisa didapatkan adanya infeksi saluran napas atas.

3. Pemeriksaan Penunjang
Definisi kasus neonatus ditentukan oleh status definisi kasus
maternal. Paska terminasi kehamilan status definisi kasus maternal
sudah harus dapat ditentukan non-COVID19 atau tersangka COVID19
(hasil pemeriksaan antigen virus SARS‐CoV‐2 yaitu RT-PCR).
 Neonatus tanpa gejala lahir dari ibu tersangka COVID-19:
Skrining petanda infeksi neonatal awitan dini yaitu darah tepi,
CRP dan lainnya (PCT, persepsin, dll) sesuai kemampuan
fasilitas kesehatan pada minimal 12-24 jam pasca lahir. Hasil
skrining minimal didapatkan dua petanda infeksi yaitu limfositopeni,
leukopeni, peningkatan CRP dan petanda infeksi lainnya;
maka pemeriksaan pembuktian virus SARS-CoV‐2 dengan apus
nasofaring harus dilakukan segera, idealnya dua kali dengan
interval 24 jam. Diagnosis COVID-19 dapat disingkirkan bila
didapatkan hasil apus nasofaring negatif dua kali pemeriksaan.

14
 Neonatus   bergejala, pemeriksaan laboratorium dan pencitraan
selain untuk  pembuktian  COVID-19  juga  untuk  diagnosis
penyakit  utamanya.  

4. Kriteria Diagnosis

Prosedur pembuktian meliputi, minimal dua tanda positif yang


mendukung dari:

 Anamnesis adanya kontak atau dari daerah endemis, riwayat


infeksi saluran nafas atas dalam 14 hari.

 Pemeriksaan fisik didapatkan adanya infeksi saluran nafas atas.

 Hasil laboratorium darah perifer lengkap adanya infeksi virus


berupa limfopeni, neutropeni, trombositopeni, adanya
peningkatan CRP, dan peningkatan petanda infeksi lainnya
(PCT, persepsin, dll), serta tanda respons inflamasi sistemik, pada
tingkat lanjut adanya tanda gagal fungsi organ.

 Pemeriksaan penunjang sederhana Ro thorax adanya


proses peradangan alveolar sampai pneumoniae bilateral;
untuk konfirmasi lanjut pada gambaran CT-scan
didapatkan ground glass opacity atau adanya proses di
bronkiolus berupa patchy shadowing.

 Pembuktian antibodi spesifik terhadap virus corona


SAR‐CoV2 dengan tes cepat hanya untuk skrining
komunitas, untuk baku emasnya saat ini ditentukan berdasarkan
hasil dua kali positif dari antigen virus corona SARS--
CoV

5. Diagnosis Penyakit utama :

 Infeksi awitan dini COVID-19 (apabila infeksi terjadi


dalam 72 jam pasca lahir);

15
 Infeksi awitan lambat COVID-19 (apabila infeksi terjadi
setelah 72 jam pasca lahir)

Tatalaksana bayi baru lahir menerut IDAI Edisi 3 2020 :

Bayi baru lahir dalam keadaan stabil, pasca lahir segera dimandikan
untuk mengurangi risiko infeksi. Didasari pada status definisi kasus
maternal:

 Tersangka COVID-19 (PDP), semua tindakan dan perawatan dalam


isolasi fisik (penularan droplet), dengan APD tingkat 2.

 Terbukti COVID-19, semua tindakan aerosol generated dilakukan


dalam ruang isolasi dengan APD tingkat‐3. Tindakan aerosol
generated yaitu:

• Intubasi

• Penghisapan saluran napas

• Inhalasi (tidak dianjurkan)

• Terapi oksigen nasal kanul dengan oksigen lebih dari 2lpm

• Terapi oksigen non invasif (CPAP, NIPPV, HFN) dan invasif


(ventilator mekanik, HFO)

 Pada   status definisi   kasus   maternal   tidak   jelas   (ODP/OTG)  


semua   tindakan   perawatan  dalam  isolasi  fisik  (kemungkinan
penularan  droplet)  risiko  rendah,  dengan  APD  tingkat‐2
sampai  ditentukan  pasti  status  definisi  kasus  maternal
COVID‐19  atau  non‐COVID19.

 Penundaan pemotongan tali pusat   berdasarkan pedoman


Kementerian Kesehatan  Republik Indonesia, bayi   baru   lahirdari  
ODP, PDP, atau terkonfirmasi COVID-19 tidak  dilakukan.  

16
Tatalaksana bayi baru lahir menerut kemenkes 2020 :

1. Bayi baru lahir rentan terhadap infeksi virus COVID-19


dikarenakan belum sempurna fungsi imunitasnya.
2. Bayi baru lahir dari ibu yang BUKAN ODP, PDP atau
terkonfirmasi COVID-19 tetap mendapatkan pelayanan
neonatal esensial saat lahir (0 – 6 jam) yaitu pemotongan dan
perawatan tali pusat, Inisiasi Menyusu Dini (IMD), injeksi vit K1,
pemberian salep/tetes mata antibiotik, dan imunisasi Hepatitis B.
3. Bayi baru lahir dari ibu ODP, PDP atau terkonfirmasi COVID-19:
 Tidak dilakukan penundaan PENJEPITAN tali pusat (Delayed
Chord Clamping). Bayi dikeringkan seperti biasa.
 Bayi baru lahir segera dimandikan setelah kondisi stabil, tidak
menunggu setelah 24 jam
 Tidak dilakukan imd. Sementara pelayanan neonatal esensial
lainnya tetap diberikan.
4. Bayi lahir dari ibu hamil HbsAg reaktif dan COVID-19 terkonfirmasi dan
bayi dalam keadaan:
 Klinis baik (bayi bugar) tetap mendapatkan pelayanan injeksi vitamin
K1 dan tetap dilakukan pemberian imunisasi Hepatitis B serta
pemberian HbIg (Hepatitis B immunoglobulin kurang dari 24 jam).
 Klinis sakit (bayi tidak bugar atau tampak sakit) tetap mendapatkan
pelayanan injeksi vitamin K1 dan tetap dilakukan pemberian HbIg
(Hepatitis B immunoglobulin kurang dari 24 jam). Pemberian vaksin
Hepatitis B ditunda sampai keadaan klinis bayi baik (sebaiknya
dikonsultasikan pada dokter anak untuk penatalaksanaan vaksinasi
selanjutnya).
5. Bayi baru lahir dari ibu dengan HIV mendapatkan ARV profilaksis, pada
usia 6-8 minggu dilakukan pemeriksaan Early Infant Diagnosis(EID)

17
bersamaan dengan pemberian imunisasi DPT-HB-Hib pertama dengan
janji temu.
6. Bayi lahir dari ibu yang menderita sifilis dilakukan pemberian injeksi
Benzatil Penisilin sesuai Pedoman Neonatal Esensial.
7. Bayi lahir dari Ibu ODP dapat dilakukan perawatan RAWAT GABUNG
di RUANG ISOLASI KHUSUS COVID-19.
8. Bayi lahir dari Ibu PDP/ terkonfirmasi COVID-19 dilakukan perawatan di
ruang ISOLASI KHUSUS COVID-19, terpisah dari ibunya (TIDAK
RAWAT GABUNG).
9. Untuk pemberian nutrisi pada bayi baru lahir harus diperhatikan mengenai
risiko utama untuk bayi menyusui adalah kontak dekat dengan ibu, yang
cenderung terjadi penularan melalui droplet infeksius di udara. Sesuai
dengan protokol tatalaksana bayi lahir dari Ibu terkait COVID-19 yang
dikeluarkan IDAI adalah :
a. Bayi lahir dari Ibu ODP dapat menyusu langsung dari ibu dengan
melaksanakan prosedur pencegahan COVID-19 antara lain
menggunakan masker bedah, menjaga kebersihan tangan
sebelum dan setelah kontak dengan bayi, dan rutin membersihkan
area permukaan di mana ibu telah melakukan kontak.
b. Bayi lahir dari Ibu PDP/Terkonfirmasi COVID-19, ASI tetap
diberikan dalam bentuk ASI perah dengan memperhatikan:
 Pompa ASI hanya digunakan oleh ibu tersebut dan
dilakukan pembersihan pompa setelah digunakan.
 Kebersihan peralatan untuk memberikan ASI perah harus
diperhatikan.
 Pertimbangkan untuk meminta bantuan seseorang
dengan kondisi yang sehat untuk memberi ASI.
 Ibu harus didorong untuk memerah ASI (manual atau
elektrik), sehingga bayi dapat menerima manfaat ASI dan

18
untuk menjaga persediaan ASI agar proses menyusui dapat
berlanjut setelah ibu dan bayi disatukan kembali. Jika
memerah ASI menggunakan pompa ASI, pompa harus
dibersihkan dan didesinfeksi dengan sesuai.
 Pada saat transportasi kantong ASI dari kamar ibu
ke lokasi penyimpanan harus menggunakan kantong
spesimen plastik. Kondisi penyimpanan harus sesuai
dengan kebijakan dan kantong ASI harus ditandai dengan
jelas dan disimpan dalam kotak wadah khusus, terpisah
dengan kantong ASI dari pasien lainnya.
c. Ibu PDP dapat menyusui langsung apabila hasil pemeriksaan
swab negatif, sementara ibu terkonfirmasi COVID-19 dapat
menyusui langsung setelah 14 hari dari pemeriksaan swab kedua
negatif.
10. Pada bayi yang lahir dari Ibu ODP tidak perlu dilakukan tes swab,
sementara pada bayi lahir dari ibu PDP/terkonfirmasi COVID-19
dilakukan pemeriksaan swab dan sediaan darah pada hari ke 1, hari ke 2
(dilakukan saat masih dirawat di RS), dan pada hari ke 14 pasca lahir.
11. Setelah 24 jam, sebelum ibu dan bayi pulang dari fasilitas kesehatan,
pengambilan sampel skrining hipotiroid kongenital (SHK) dapat
dilakukan oleh tenaga kesehatan. Idealnya waktu pengambilan sampel
dilakukan pada 48 – 72 jam setelah lahir. Untuk pengambilan spesimen
dari bayi lahir dari Ibu ODP/PDP/terkonfirmasi COVID-19, tenaga
kesehatan menggunakan APD level 2. Tata cara penyimpanan dan
pengiriman spesimen sesuai dengan Pedoman Skrining Hipotiroid
Kongenital. Apabila terkendala dalam pengiriman spesi men
dikarenakan situasi pandemi COVID-19, spesimen dapat disimpan
selama maksimal 1 bulan pada suhu kamar.
12. Pelayanan kunjungan neonatal pertama (KN1) dilakukan di

19
fasyankes. Kunjungan neonatal kedua dan ketiga dapat dilakukan dengan
metode kunjungan rumah oleh tenaga kesehatan atau pemantauan
menggunakan media online (disesuaikan dengan kondisi daerah
terdampak COVID-19), dengan melakukan upaya-upaya pencegahan
penularan COVID-19 baik dari petugas, ibu dan keluarga.
13. Periode kunjungan neonatal (KN) yaitu :
 KN 1 : pada periode 6 (enam) jam sampai dengan 48 (empat
puluh delapan) jam setelah lahir;
 KN 2 : pada periode 3 (tiga) hari sampai dengan 7 (tujuh) hari
setelah lahir;
 KN3 : pada periode 8 (delapan) hari sampai dengan 28 (dua
puluh delapan) hari setelah lahir.
14. Ibu diberikan KIE terhadap perawatan bayi baru lahir termasuk ASI
ekslusif dan tanda – tanda bahaya pada bayi baru lahir (sesuai yang
tercantum pada buku KIA). Apabila ditemukan tanda bahaya pada bayi
baru lahir, segera bawa ke fasilitas pelayanan kesehatan. Khusus untuk
bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR), apabila ditemukan tanda
bahaya atau permasalahan segera dibawa ke Rumah Sakit.
15. Penggunaan face shield neonatus menjadi alternatif untuk pencegahan
COVID-19 di ruang perawatan neonatus apabila dalam ruangan tersebut
ada bayi lain yang sedang diberikan terapi oksigen. Penggunaan face
shield dapat digunakan di rumah, apabila terdapat keluarga yang
sedang sakit atau memiliki gejala seperti COVID-19. Tetapi harus
dipastikan ada pengawas yang dapat memonitor penggunaan face shield
tersebut.
Tatalaksana menurut IDAI Edisi 1 2020:
Tata laksana bayi sehat yang lahir dari ibu terkonfirmasi COVID-19:
 Bayi sehat yang lahir dari ibu terkonfirmasi COVID-19 masuk
dalam kriteria kontak erat risiko tinggi

20
 Bayi dilakukan swab pada hari ke-1 dan ke-14 untuk pemeriksaan
SARS-CoV-2
 Bayi dirawat terpisah dari ibu, sampai ibu dinyatakan sembuh
oleh dokter yang merawat (sesuai dengan kriteria yang berlaku)

 ASI tetap diberikan kepada bayi dalam bentuk ASI perah


 Pompa ASI hanya digunakan oleh ibu tersebut dan dilakukan
pembersihan pompa setelah digunakan
 Kebersihhan peralatan untuk memberikan ASI perah harus
diperhatikan
 Dukungan kesehatan mental dan psikososial diberikan untuk ibu
dan keluarga
 Bayi dimonitor ketat dan perlu difollow up hingga pulang
 Jika bayi menunjukkan gejala, bayi dirawat sebagai PDP di
ruang isolasi tekanan negatif. Jika tidak memungkinkan, bayi
dirawat di ruang isolasi (satu ruang sendiri).

Tata laksana bayi sehat yang lahir dari ibu PDP:


 Bayi sehat yang lahir dari ibu PDP masuk dalam kriteria kontak
erat risiko rendah
 Tidak perlu dilakukan swab pada bayi
 Bayi dirawat terpisah dari ibu, sampai diketahui hasil
pemeriksaan SARS-CoV-2 ibu negatif
 ASI tetap diberikan kepada bayi dalam bentuk ASI perah
 Pompa ASI hanya digunakan oleh ibu tersebut dan dilakukan
pembersihan pompa setelah digunakan
 Kebersihan peralatan untuk memberikan ASI perah harus
diperhatikan
 Bayi dimonitor ketat dan perlu difollow up hingg pulang

21
 Dukungan kesehatan mental dan psikososial diberikan untuk ibu
dan keluarga.
Tata laksana bayi sehat yang lahir dari ibu ODP:
 Tidak perlu dilakukan swab pada bayi
 Bayi sehat dirawat gabung dan bisa menyusu langsung
dari ibu, dengan melaksanakan prosedur perlindungan saluran
napas dengan baik, antara lain menggunakan masker bedah,
menjaga kebersihan tangan sebelum dan setelah kontak dengan
bayi, dan rutin membersihkan area permukaan dimana ibu telah
melakukan kontak
 Dalam keadaan tidak bisa menjamin prosedur perlindungan
saluran napas dan pencegahan transmisi melalui kontak, maka
bayi diberikan ASI perah.

Alogaritma untuk Bayi Baru Lahir dari Ibu dengan


suspek Konfirmasi COVID 19

Bayi Tanpa Gejala Bayi Dengan Gejala


Dari ibu suspek covid 19  Dianggap sebagai PDP
 Di rawat dalam ruang isolasi
 Pemisahan sementara dengan ibu
 Pemisahan sementara dengan ibu
(sampai hasil ibu negativ)  Observasi dan monitoring
 Observasi dan monitoring  Uji swab dari laboratorium pada hari ke
1,24-48 jam kemudian dan dapat di ulang
 Tidak perlu uji swab dari
hari ke 14 (opsional)
laboratorium
 APD level 2 22
Dari Ibu Konfirmasi covid 19
 Pemisahan sementara dengan ibu
 Observasi dan monitoring
 Uji swab dari laboratorium pada hari ke 1,24-48 jam kemudian dan dapat di ulang hari ke
14(opsional)
 APDG.3levelPersiapan
2 Ruang Resusitasi
 suhu ruang resusitasi
 tidak ada aliran angin atau jendela tertutup
 tempat bersalin: kamar bersalin atau kamar atau kamar operasi perlu
melihat kondisi maternal dan janin. Jika pervaginam hati-hati droplet
dan tinja sedangkan pada secsio sesarea atas indi9kasi maternal dan
janin
 ruang bertekanan negatif
 proteksi dan isolasi

Inisiasi Menyusu Dini :


 Diskusikan dengan orang tua mengenai keuntungan dan kerugian IMD,
serta cara penularan virus COVID-19.
 IMD dilakukan atas keputusan bersama dengan orang tua
 IMD dilakukan bila status maternal jelas bukan tersangka COVID-19
(pemeriksaan skrining awal) dan klinis bayi baru lahir stabil.
 Inisiasi menyusui dini dilakukan dengan mengutamakan pencegahan
penularan COVID-19 yaitu ibu menggunakan APD minimal masker.
G.4 Rawat gabung :
 Bayi sehat dari ibu kasus suspek dapat dirawat gabung dan
menyusui langsung dengan mematuhi protokol pencegahan secara tepat.
 Bayi dari ibu kasus konfirmasi atau kasus probable dilakukan perawatan
bayi di ruang isolasi khusus terpisah dari ibunya (tidak rawat gabung).
23
 Jika kondisi ibu tidak memungkinkan merawat bayinya maka
anggota keluarga lain yang kompeten dan tidak terinfeksi COVID-19
dapat merawat bayi termasuk membantu pemberian ASI perah selama
ibu dalam perawatan isolasi khusus

G.5 Rawat Gabung tidak dianjurkan bila :


 Ruang rawat gabung berupa ruangan/bangsal bersama pasien lain.
 Ibu sakit berat sehingga tidak dapat merawat bayinya.
G.6 Nutrisi :
Bila ibu dan keluarga menginginkan menyusui dan dapat patuh melakukan
pencegahan penularan virus SARS-CoV-2 maka tenaga kesehatan akan
membantu melalui edukasi dan pengawasan terhadap risiko penularan COVID-
19. Menyusui ASI terutama bila klinis ibu tidak berat sehingga memungkinkan
langkah tersebut.
Terdapat 3 pilihan pemberian nutrisi pada bayi yang lahir dari ibu yang
tersangka dan terkonfirmasi COVID-19 (tergantung klinis ibu):
a. Pilihan pertama, pada kondisi klinis ibu berat sehingga ibu tidak
memungkinkan memerah ASI dan/atau terdapat sarana-prasarana
fasilitas kesehatan yang memadai. Keluarga dan tenaga kesehatan
memilih mencegah risiko penularan, dengan melakukan pemisahan
sementara antara ibu dan bayi. Jika ASI perah atau ASI donor yang
layak tidak tersedia, maka pertimbangkan: ibu susuan (dengan penapisan
medis untuk menghindari risiko transmisi penyakit) atau susu formula
bayi yang sesuai dengan memastikan penyiapan yang benar, aman dan
diikuti bantuan relaktasi setelah ibu pulih. Selama perawatan isolasi
khusus, ibu dapat tetap memerah ASI untuk mempertahankan produksi
dan ASI perah tetap dapat diberikan sebagai asupan bayi. Selama
perawatan isolasi khusus, ibu dapat tetap memerah ASI untuk
mempertahankan produksi dan ASI perah tetap dapat diberikan sebagai

24
asupan bayi. Ibu memakai masker selama memerah. Ibu mencuci tangan
menggunakan air dan sabun selama minimal 20 detik sebelum memerah
(disiplin dalam menjaga kebersihan tangan serta higienitas diri). Ibu
harus membersihkan pompa serta semua alat yang bersentuhan dengan
ASI dan wadahnya setiap selesai (sesuai manufaktur pabrik). ASI perah
diberikan oleh tenaga kesehatan atau anggota keluarga yang tidak
menderita COVID-19.
b. Pilihan kedua, pada kondisi klinis ibu sedang. Keluarga dan tenaga
kesehatan memilih mengurangi risiko penularan, mempertahankan
kedekatan ibu dan bayi. Pilihan nutrisinya adalah ASI perah. Ibu
memakai masker selama memerah. Ibu menerapkan protokol
pencegahan infeksi seperti poin a di atas.
c. Pilihan ketiga, pada kondisi klinis ibu tidak bergejala/ringan dan atau
sarana - prasarana terbatas atau tidak memungkinkan perawatan
terpisah. Keluarga dan tenaga kesehatan menerima risiko tertular dan
menolak pemisahan sementara ibu dan bayi. Pilihan nutrisinya adalah
menyusui langsung. Ibu menggunakan masker bedah. Ibu mencuci
tangan dan membersihkan payudara dengan sabun dan air. Ibu menyusui
bayinya. Orang tua harus mengerti bayi berisiko tertular walaupun
belum diketahui secara pasti. Untuk mengurangi risiko penularan pada
pilihan ini, jika memungkinkan ibu harus menjaga jarak 2-meter dengan
bayinya selama tidak menyusui.
Ibu dan bayi diperbolehkan pulang dengan meneruskan pembatasan fisik
dan bayi diperiksa laboratorium bila terdapat keluhan. Ibu tersangka atau
terkonfirmasi COVID-19 dapat menyusui kembali apabila sudah memenuhi
kriteria bebas isolasi seperti panduan di atas. Rekomendasi untuk penggunaan
obat untuk tata laksana COVID-19 pada ibu hamil dan menyusui yang
terinfeksi COVID-19 berdasar kajian literatur Lactmed, terangkum dalam tabel
berikut (Tabel 1)

25
Tabel 11. Keamanan Obat yang Dikonsumsi oleh Ibu
Menyusui
Obat Tinjauan Rekomendasi
Azitromisin Karena kadar azitromisin yang Aman
rendah dalam ASI dan lazim
digunakan pada bayi dalam dosis
yang lebih tinggi, penggunaan
selama menyusui tidak
menyebabkan efek buruk pada bayi
yang disusui.

Chloroquine Sejumlah kecil chloroquine Belum terdapat


diekskresikan dalam ASI tetapi bukti ilmiah
tidak ada informasi tentang yang cukup kuat
penggunaan chloroquine setiap hari
selama menyusui, lebih disarankan
pengunaan hydroxychloroquine
terutama saat menyusui bayi yang
baru lahir atau bayi prematur.

26
Hidroxychloroquine Sejumlah kecil hydroxychloroquine Relatif aman
diekskresikan di dalam ASI namun
tidak ditemukan efek samping pada
bayi

Ritonavir / Lopiravir Tidak diketahui relevansi keamanan Belum terdapat


(Aluvia), obat anti virus ini pada bayi yang bukti ilmiah
Remdezivir, disusui. yang cukup kuat
Pavipiravir
(Avigan)
Interferon β Kadar interferon beta-1a dalam Aman
ASI sangat kecil, tidak mungkin
mencapai aliran darah bayi.

Tocilizumab Hanya sejumlah kecil Aman, dengan


tocilizumab (antibodi kappa G1 pemantauan
(IgG1) antibodi manusia) yang ketat
terdeteksi dalam ASI dan tidak
ada efek samping yang
dilaporkan, tetapi harus
digunakan dengan hati-hati
terutama saat menyusui bayi
yang baru lahir atau bayi
prematur.
N-acetylcysteine Tidak ada informasi tersedia Belum terdapat
tentang penggunaan bukti ilmiah
acetylcysteine selama menyusui, yang cukup
untuk menghindari paparan kuat
terhadap bayi, ibu menyusui

27
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

1. COVID-19 merupakan genus coronavirus β dan memiliki karakteristik


genetik yang berbeda dari SARSr- CoV dan MERSr-CoV.
Coronavirus sensitif terhadap sinar ultra- violet dan panas
2. Masa inkubasi COVID-19 adalah 1 sampai 14 hari, dan pada
umumnya terjadi di hari ke tiga sampai hari ke tujuh. Demam,
kelelahan, dan batuk kering merupakan tan- da-tanda umum infeksi
corona disertai dengan gejala seperti hidung tersumbat, pilek, dan diare
pada beberapa pasien
3. Orang dalam pemantauan wajib melakukan isolasi diri di rumah dan
dilakukan pengambilan spesimen (hari ke-1 dan hari ke-2).
4. Bayi baru lahir dalam keadaan stabil, pasca lahir segera dimandikan
untuk mengurangi risiko infeksi
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. Clinical management of severe acute


respiratory infection (SARI) when COVID-19 disease is
suspected.Interim Guidance, 13 March 2020.
2. Cascella M, Rajnik M, Cuomo A. Features, evaluation and treatment
Coronavirus (Covid-19). Treasure Island (FL): StatPeals
Publishing 2020
3. Erlina B, Fathiyah I, Agus Dwi Susanto dkk. Pneumonia COVID-
Diagnosis dan Tatalaksana di Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia. Jakarta, 2020.
4. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Protokol Tatalaksana Pasien
COVID-19. Jakarta, 3 April 2020.
5. Joseph T, Moslehi MA, Hogarth K et.al. International
Pulmonologist’S Consensus on COVID-19. 2020.
6. Schiffrin EL, Flack J, Ito S, Muntner P, Webb C. Hypertension and
COVID-19. American Journal of Hypertension. 2020.
7. Perhimpunan Dokter Anestesiologi dan Terapi Intensif. Buku
Pedoman Penanganan Pasien Kritis COVID-19. April, 2020.
8. Komite Kegawatan Kardiovaskular PP PERKI dan Tim Satgas Covid
PP PERKI. Pedoman Bantuan Hidup Dasar dan Bantuan Hidup
Jantung Lanjut pada Dewasa, Anak, dan Neonatus Terduga/Positif
Covid-19. 2020.
9. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia.
Pedoman Pemantauan QTc pada Pasien Covid-19. 2020
10. Direktorat Jendral Pencegahan dan Pengendalian Penyakit.
Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Coronavirus Disease
(Covid-19) Revisi ke-4. 4 ed: Kementerian Kesehatan RI; 2020.
11. Guo W, Li M, Dong Y, Zhou H, Zhang Z, Tian C, et al. Diabetes is a
risk factor for the progression and prognosis of COVID-19.
Diabetes/Metabolism Research and Reviews. 2020:e3319.
12. Bornstein SR, Dalan R, Hopkins D, Mingrone G, Boehm BO.
Endocrine and metabolic link to coronavirus infection. Nature Reviews
Endocrinology. 2020.
13. Meshkani SE, Mahdian D, Abbaszadeh-Goudarzi K, Abroudi M,
Dadashizadeh G, Lalau JD, et al. Metformin as a protective agent
14. Pedoman Tatalaksana COVID-19
against natural or chemical toxicities: a comprehensive review on drug
repositioning. J Endocrinol Invest. 2020;43(1):1-19.
15. Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit.
Pedoman Kesiapsiagaan Menghadapi Coronavirus Disease
(COVID-19). 2 ed: Kementerian Kesehatan RI; 2020.
16. CDC. Interim Additional Guidance for Infection Prevention and
Control Recommendations for Patients with Suspected or
Confirmed COVID-19 in Outpatient Hemodialysis Facilities. 2020.
17. Centers for Medicare & Medicaid Services. Guidance for
Infection Control and Prevention of Coronavirus Disease 2019
(COVID-19) in dialysis facilities.2020
18. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Panduan klinis Tatalaksana COVID-
19 pada anak. Edisi 2. IDAI. 22 Maret 2020.
19. Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular
Indonesia.Pedoman BHD dan BHJL pada COVID-1. Available at
http://www.inaheart.org/news_and_events/news/2020/4/13/pedoman_b
hd_dan_bhjl_pada_covid_19.
20. Edelson et.al. Interim Guidance for Life Support for Covid19.
Circulation. 2020

Anda mungkin juga menyukai