Oleh :
Wa Ode Rahmawati Isra
0120840301
Pembimbing :
dr. Yunike Howay, SpA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
SMF ILMU KESEHATAN ANAK
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH JAYAPURA
JAYAPURA
2020
LEMBAR PENGESAHAN
Mengesahkan,
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
prakteknya di masa pandemi, tatalaksana COVID-19 diperlukan kerjasama semua
profesi untuk menanganinya. Diperlukan panduan tatalaksana yang sederhana
dan mudah dimengertidan diterapkan oleh semua pihak di seluruh Indonesia.
Oleh karena itu 5 organisasi profesi yaitu PDPI, PERKI, PAPDI, PERDATIN dan
IDAI mengeluarkan buku Pedoman Tatalaksana COVID-19. Semoga buku ini
dapat membantu tenaga medis khususnya dokter-dokter yang menangani kasus
COVID-19 dalam praktek di fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia.
Data yang disediakan oleh Dashboard Darurat Kesehatan WHO (per 03
Maret, 10.00 CET) telah dilaporkan total 87.137 kasus yang dikonfirmasi di
seluruh dunia sejak awal epidemi. Dari jumlah tersebut, 2977 (3,42%) telah
berakibat kematian. Sekitar 92% (79.968) dari kasus yang dikonfirmasi dicatat di
China, lokasi di mana hampir semua kematian juga dicatat (2.873, 96,5%). Dari
catatan, kasus “dikonfirmasi” yang dilaporkan antara 13 Februari 2020 dan 19
Februari 2020, termasuk pasien yang dikonfirmasi secara klinis dan yang
didiagnosis secara klinis dari provinsi Hubei. Sumber paling mutakhir untuk
epidemiologi pandemi yang muncul ini dapat ditemukan di sumber-sumber
berikut:
1. Badan Situasi WHO Novel Coronavirus (COVID-19)
2. Johns Hopkins Center for Science System and Engineering site untuk
Coronavi- rus Global Cases COVID-19, yang menggunakan sumber
publik untuk melacak penyebaran epidemi.
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi COVID-19
COVID-19 merupakan genus coronavirus β dan memiliki karakteristik
genetik yang berbeda dari SARSr- CoV dan MERSr-CoV. Coronavirus sensitif
terhadap sinar ultra- violet dan panas, dan dapat dinonaktifkan secara efektif
ketika suhu lingkungan 560 C selama 30 menit, pelarut lemak seperti ether, 75%
ethanol, disinfektan yang mengand- ung klorin, asam pyroxyacetic dan kloroform
kecuali chlorhexidine. Berdasarkan inves- tigasi epidemiologi saat ini, masa
inkubasi COVID-19 adalah 1-14 hari, dan umumnya dalam 3 hingga 7 hari. Saat
ini, sumber utama infeksi adalah pasien COVID-19 dan pembawa (carrier)
COVID-19 yang tanpa gejala juga dapat menjadi sumber infeksi. Rute penularan
utama adalah droplets pernapasan dan kontak dekat, sementara rute penularan
aerosol dan fecal-oral belum diverifikasi. Manusia pada semua golongan umur
pada umumnya rentan.
Salah satu karakterisitik penyakit Covid-19 ini adalah mudah menular,
sehingga dengan cepat bisa menjangkiti banyak orang. Penyebaran yang cepat ini
bisa digambar- kan dengan kurva warna merah pada grafik dibawah ini. Kurva
akan mencapai puncak dengan melampaui kapasitas sistem kesehatan untuk
menanganinya.
Sub-family virus corona dikategorikan ke dalam empat genus; α, β, γ, d an δ.
Selain virus baru ini (COVID 19), ada tujuh virus corona yang telah diketahui
menginfeksi manusia. Kebanyakan virus corona menyebabkan infeksi saluran
pernapasan atas (ISPA), tetapi Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus
(MERSr CoV), severe acute respiratory syndrome associated coronavirus (SARSr
CoV) dan novel coronavi- rus 2019 (COVID-19) dapat menyebabkan pneumonia
ringan dan bahkan berat, serta penularan yang dapat terjadi antar manusia. Virus
corona sensitif terhadap sinar ul- traviolet dan panas, dan dapat di nonaktifkan
(secara efektif dengan hampir semua disinfektan kecuali klorheksidin). Oleh
5
karena itu, cairan pembersih tangan yang men- gandung klorheksidin tidak
direkomendasikan untuk digunakan dalam wabah ini.
Gambar 2.1
Peningkatan Penderita Positif COVID-19 di luar China
Sumber : WHO, 2020
Para ahli mengatakan melandaikan kurvai atau memperlambat penyebaran
virus co- rona (COVID-19) adalah jalan keluar mengakhiri pandemi. Menurut
mereka intinya adalah melandaikan kurva, mencegah kurva membentuk puncak
yang tajam. Melan- daikan kurva bisa dicapai dengan memperlambat penyebaran
sehingga jumlah kasus infeksi di satu waktu masih bisa ditangani sarana
kesehatan yang tersedia. Dengan demikian, orang-orang berisiko yang menjadi
prioritas dapat memperoleh layanan yang memadai.
Grafik dibagikan oleh Drew Harris (seorang ahli populasi Amerika Serikat)
dan menjadi viral.
6
Sumber: CDC
B. Etiologi
Dalam diagnosis awal dari Rencana Perawatan Penyakit Virus Corona 2019
(yang disusun Pemerintah China), deskripsi etiologi COVID-19 didasarkan pada
pemaha- man sifat fisikokimia dari penemuan virus corona sebelumnya. Dari
penelitian lanjutan, edisi kedua pedoman tersebut menambahkan “coronavirus
tidak dapat dinonaktifkan secara efektif oleh chlorhexidine”, juga kemudian
definisi baru ditambahkan dalam edisi keempat, “nCov-19 adalah genus b,
dengan envelope, bentuk bulat dan sering ber- bentuk pleomorfik, dan
berdiameter 60-140 nm. Karakteristik genetiknya jelas berbeda dari SARSr- CoV
dan MERSr-CoV. Homologi antara nCoV-2019 dan bat-SL-CoVZC45 lebih dari
85%. Ketika dikultur in vitro, nCoV-2019 dapat ditemukan dalam sel epitel
pernapasan manusia setelah 96 jam, sementara itu membutuhkan sekitar 6 hari
untuk mengisolasi dan membiakkan VeroE6 dan jaringan sel Huh-7“, serta
”corona virus sensitif terhadap sinar ultraviolet“.
CoV adalah virus RNA positif dengan penampilan seperti mahkota di
bawah mikroskop elektron (corona adalah istilah latin untuk mahkota) karena
adanya lonjakan gliko- protein pada amplop. Subfamili Orthocoronavirinae dari
keluarga Coronaviridae (orde Nidovirales) digolongkan ke dalam empat gen
CoV: Alphacoronavirus (alphaCoV), Betacoronavirus (betaCoV),
Deltacoronavirus (deltaCoV), dan Gammacoronavirus (deltaCoV). Selanjutnya,
genus betaCoV membelah menjadi lima sub- genera atau garis keturunan10.
Karakterisasi genom telah menunjukkan bahwa mungkin kelelawar dan tikus
adalah sumber gen alphaCoVs dan betaCoVs. Sebaliknya, spesies burung
tampaknya mewakili sumber gen deltaCoVs dan gammaCoVs.
Anggota keluarga besar virus ini dapat menyebabkan penyakit pernapasan,
enterik, hati, dan neurologis pada berbagai spesies hewan, termasuk unta, sapi,
kucing, dan kelelawar. Sampai saat ini, tujuh CoV manusia (HCV) - yang mampu
menginfeksi ma- nusia - telah diidentifikasi. Beberapa HCoV diidentifikasi pada
7
pertengahan 1960-an, sementara yang lain hanya terdeteksi pada milenium baru.
Gambar 3.1
Gambar Mikroskopis Partikel COVID-19
Sumber : CDC, Hannah A Bullock; Azaibi Tamin
Dalam istilah genetik, Chan et al. telah membuktikan bahwa genom HCoV
baru, yang diisolasi dari pasien kluster dengan pneumonia atipikal. Setelah
mengunjungi Wuhan diketahui memiliki 89% identitas nukleotida dengan
kelelawar SARS-seper- ti-CoVZXC21 dan 82% dengan gen manusia SARS-
CoV11. Untuk alasan ini, virus baru itu bernama SARS-CoV-2. Genom RNA
untai tunggal-nya mengandung 29891 nukleotida, yang mengkode 9860 asam
amino. Meskipun asalnya tidak sepenuhnya dipahami, analisis genom ini
menunjukkan bahwa SARS-CoV-2 mungkin berevolu- si dari strain yang
ditemukan pada kelelawar. Namun, potensi mamalia yang mem- perkuat,
perantara antara kelelawar dan manusia, belum diketahui. Karena mutasi pada
strain asli bisa secara langsung memicu virulensi terhadap manusia, maka tidak
dipastikan bahwa perantara ini ada.
C. Karakteristik Klinis
9
Edisi pertama menggam- barkan gejala COVID-19 sebagai “demam, kelelahan,
batuk kering, dan lain- lain.” Dan edisi keempat menambahkan “beberapa pasien
dengan gejala seperti hidung tersumbat, pilek, dan diare”. Dengan pemahaman
patogenesis pasien kritis, edisi ke- empat menekankan bahwa kasus yang parah
adalah biasanya diperburuk 1 minggu setelah timbulnya penyakit, disertai dengan
dispnea, dan edisi kelima menambahkan hipoksemia sebagai manifestasi yang
parah. Adapun kasus ringan, edisi kelima meng- gambarkannya secara terpisah
dan mengubah “kasus kematian lebih umum pada lan- sia dan mereka dengan
penyakit kronis.” Dalam edisi keempat dengan “lansia dan penderita penyakit
kronis bawaan memiliki prognosis yang buruk.” Studi kasus Li et al. diterbitkan
dalam New England Journal of Medicine (NEJM) pada 29 Januari 2020,
merangkum 425 kasus pertama yang dicatat di Wuhan. Data menun- jukkan
bahwa usia rata-rata pasien adalah 59 tahun, dengan kisaran 15 hingga 89 tahun.
Dengan demikian, mereka melaporkan tidak ada kasus klinis pada anak di bawah
15 tahun. Tidak ada perbedaan gender yang signifikan (56% pria). Data klinis dan
epidemiologis dari CDC China dan mengenai 72.314 catatan kasus (dikonfirmasi,
dicurigai, didiagnosis, dan kasus tanpa gejala) dibagikan dalam Journal of
American Medical Association (JAMA) (24 Februari 2020), memberikan ilustrasi
penting tentang kurva epidemiologi dari wabah China. Ada 62% kasus yang
dikonfirmasi, termasuk 1% dari kasus yang tidak menunjukkan gejala, tetapi
positif laboratorium (tes asam nuk- leat virus). Selanjutnya, tingkat fatalitas kasus
secara keseluruhan (pada kasus yang dikonfirmasi) adalah 2,3%. Dari catatan,
kasus-kasus fatal terutama adalah pasien usia lanjut, khususnya mereka yang
berusia ≥ 80 tahun (sekitar 15%), dan 70 hingga 79 tahun (8,0%). Sekitar
setengah (49,0%) dari pasien kritis dan terkena komorbiditas yang sudah ada
sebelumnya seperti penyakit kardiovaskular, diabetes, penyakit per- napasan
kronis, dan penyakit onkologi, meninggal. Sementara 1% pasien berusia 9 tahun
atau lebih muda, tidak ada kasus fatal yang terjadi pada kelompok ini.
Para penulis laporan CDC China membagi manifestasi klinis penyakit
10
dengan tingkat keparahan:
1. Penyakit ringan: non-pneumonia dan pneumonia ringan; ini terjadi pada
81% kasus.
2. Penyakit berat: dispnea, frekuensi pernapasan ≥ 30 / menit, saturasi
oksigen darah (SpO2) ≤ 93%, rasio PaO2 / FiO2 [rasio antara tekanan
darah oksigen (tekanan parsial oksigen, PaO2) dan persentase oksigen
yang disuplai (fraksi oksigen terinspirasikan, FiO2)] <300, dan / atau
infiltrat paru> 50% dalam 24 hingga 48 jam; ini terjadi pada 14% kasus.
3. Penyakit kritis: gagal pernapasan, syok septik, dan / atau disfungsi
organ multiple (MOD) atau kegagalan (MOF); ini terjadi pada 5%
kasus.
Saat ini, diyakini bahwa penularan melalui tetesan pernapasan dan kontak
adalah rute utama, tetapi ada risiko penularan fecaloral. Penularan aerosol,
penularan dari ibu ke anak dan rute lainnya belum dikonfirmasi. Transmisi
tetesan pernapasan: Ini adalah mode utama transmisi kontak langsung. Virus
ditularkan melalui tetesan yang dihasil- kan ketika pasien batuk, bersin atau
berbicara, dan orang yang rentan dapat terinfeksi setelah menghirup tetesan.
D. Diagnosis
1. Anamnesis
Sesuai dengan definisi kasus pada Buku Pedoman Pencegahan
dan Pengendalian Corona Virus Disease (COVID-19) Pedoman
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian. Tata laksana
neonatus dilahirkan dari ibu terkait COVID-19 dilakukan di ruang
isolasi khusus untuk COVID-19.
Tentukan definisi kasus ibu hamil berdasarkan anamnesis.
13
Telusuri rekam medik ibu hamil untuk pembuktian definisi kasus
berdasarkan pemeriksaan laboratorium dan pencitraan:
- Surveilans komunitas: pembuktian antibodi spesifik terhadap virus
SARS-CoV-2 (IgM dan IgG)
- Surveilans kesehatan maternal untuk persiapan terminasi kehamilan
secara umum, darah tepi lengkap dan urin lengkap
- Pemeriksaan pencitraan pasca terminasi kehamilan untuk
pembuktian adanya inflamasi alveolar apabila pemeriksaan surveilans
(ad.1 dan ad.2) dicurigai kearah COVID-19
2. Pemeriksaan Fisis
Identifikasi tanda klinis yang pada umumnya tidak bergejala atau
bergejala tidak spesifik dari ringan hingga berat. Pemeriksaan fisis
bisa didapatkan adanya infeksi saluran napas atas.
3. Pemeriksaan Penunjang
Definisi kasus neonatus ditentukan oleh status definisi kasus
maternal. Paska terminasi kehamilan status definisi kasus maternal
sudah harus dapat ditentukan non-COVID19 atau tersangka COVID19
(hasil pemeriksaan antigen virus SARS‐CoV‐2 yaitu RT-PCR).
Neonatus tanpa gejala lahir dari ibu tersangka COVID-19:
Skrining petanda infeksi neonatal awitan dini yaitu darah tepi,
CRP dan lainnya (PCT, persepsin, dll) sesuai kemampuan
fasilitas kesehatan pada minimal 12-24 jam pasca lahir. Hasil
skrining minimal didapatkan dua petanda infeksi yaitu limfositopeni,
leukopeni, peningkatan CRP dan petanda infeksi lainnya;
maka pemeriksaan pembuktian virus SARS-CoV‐2 dengan apus
nasofaring harus dilakukan segera, idealnya dua kali dengan
interval 24 jam. Diagnosis COVID-19 dapat disingkirkan bila
didapatkan hasil apus nasofaring negatif dua kali pemeriksaan.
14
Neonatus bergejala, pemeriksaan laboratorium dan pencitraan
selain untuk pembuktian COVID-19 juga untuk diagnosis
penyakit utamanya.
4. Kriteria Diagnosis
15
Infeksi awitan lambat COVID-19 (apabila infeksi terjadi
setelah 72 jam pasca lahir)
Bayi baru lahir dalam keadaan stabil, pasca lahir segera dimandikan
untuk mengurangi risiko infeksi. Didasari pada status definisi kasus
maternal:
• Intubasi
16
Tatalaksana bayi baru lahir menerut kemenkes 2020 :
17
bersamaan dengan pemberian imunisasi DPT-HB-Hib pertama dengan
janji temu.
6. Bayi lahir dari ibu yang menderita sifilis dilakukan pemberian injeksi
Benzatil Penisilin sesuai Pedoman Neonatal Esensial.
7. Bayi lahir dari Ibu ODP dapat dilakukan perawatan RAWAT GABUNG
di RUANG ISOLASI KHUSUS COVID-19.
8. Bayi lahir dari Ibu PDP/ terkonfirmasi COVID-19 dilakukan perawatan di
ruang ISOLASI KHUSUS COVID-19, terpisah dari ibunya (TIDAK
RAWAT GABUNG).
9. Untuk pemberian nutrisi pada bayi baru lahir harus diperhatikan mengenai
risiko utama untuk bayi menyusui adalah kontak dekat dengan ibu, yang
cenderung terjadi penularan melalui droplet infeksius di udara. Sesuai
dengan protokol tatalaksana bayi lahir dari Ibu terkait COVID-19 yang
dikeluarkan IDAI adalah :
a. Bayi lahir dari Ibu ODP dapat menyusu langsung dari ibu dengan
melaksanakan prosedur pencegahan COVID-19 antara lain
menggunakan masker bedah, menjaga kebersihan tangan
sebelum dan setelah kontak dengan bayi, dan rutin membersihkan
area permukaan di mana ibu telah melakukan kontak.
b. Bayi lahir dari Ibu PDP/Terkonfirmasi COVID-19, ASI tetap
diberikan dalam bentuk ASI perah dengan memperhatikan:
Pompa ASI hanya digunakan oleh ibu tersebut dan
dilakukan pembersihan pompa setelah digunakan.
Kebersihan peralatan untuk memberikan ASI perah harus
diperhatikan.
Pertimbangkan untuk meminta bantuan seseorang
dengan kondisi yang sehat untuk memberi ASI.
Ibu harus didorong untuk memerah ASI (manual atau
elektrik), sehingga bayi dapat menerima manfaat ASI dan
18
untuk menjaga persediaan ASI agar proses menyusui dapat
berlanjut setelah ibu dan bayi disatukan kembali. Jika
memerah ASI menggunakan pompa ASI, pompa harus
dibersihkan dan didesinfeksi dengan sesuai.
Pada saat transportasi kantong ASI dari kamar ibu
ke lokasi penyimpanan harus menggunakan kantong
spesimen plastik. Kondisi penyimpanan harus sesuai
dengan kebijakan dan kantong ASI harus ditandai dengan
jelas dan disimpan dalam kotak wadah khusus, terpisah
dengan kantong ASI dari pasien lainnya.
c. Ibu PDP dapat menyusui langsung apabila hasil pemeriksaan
swab negatif, sementara ibu terkonfirmasi COVID-19 dapat
menyusui langsung setelah 14 hari dari pemeriksaan swab kedua
negatif.
10. Pada bayi yang lahir dari Ibu ODP tidak perlu dilakukan tes swab,
sementara pada bayi lahir dari ibu PDP/terkonfirmasi COVID-19
dilakukan pemeriksaan swab dan sediaan darah pada hari ke 1, hari ke 2
(dilakukan saat masih dirawat di RS), dan pada hari ke 14 pasca lahir.
11. Setelah 24 jam, sebelum ibu dan bayi pulang dari fasilitas kesehatan,
pengambilan sampel skrining hipotiroid kongenital (SHK) dapat
dilakukan oleh tenaga kesehatan. Idealnya waktu pengambilan sampel
dilakukan pada 48 – 72 jam setelah lahir. Untuk pengambilan spesimen
dari bayi lahir dari Ibu ODP/PDP/terkonfirmasi COVID-19, tenaga
kesehatan menggunakan APD level 2. Tata cara penyimpanan dan
pengiriman spesimen sesuai dengan Pedoman Skrining Hipotiroid
Kongenital. Apabila terkendala dalam pengiriman spesi men
dikarenakan situasi pandemi COVID-19, spesimen dapat disimpan
selama maksimal 1 bulan pada suhu kamar.
12. Pelayanan kunjungan neonatal pertama (KN1) dilakukan di
19
fasyankes. Kunjungan neonatal kedua dan ketiga dapat dilakukan dengan
metode kunjungan rumah oleh tenaga kesehatan atau pemantauan
menggunakan media online (disesuaikan dengan kondisi daerah
terdampak COVID-19), dengan melakukan upaya-upaya pencegahan
penularan COVID-19 baik dari petugas, ibu dan keluarga.
13. Periode kunjungan neonatal (KN) yaitu :
KN 1 : pada periode 6 (enam) jam sampai dengan 48 (empat
puluh delapan) jam setelah lahir;
KN 2 : pada periode 3 (tiga) hari sampai dengan 7 (tujuh) hari
setelah lahir;
KN3 : pada periode 8 (delapan) hari sampai dengan 28 (dua
puluh delapan) hari setelah lahir.
14. Ibu diberikan KIE terhadap perawatan bayi baru lahir termasuk ASI
ekslusif dan tanda – tanda bahaya pada bayi baru lahir (sesuai yang
tercantum pada buku KIA). Apabila ditemukan tanda bahaya pada bayi
baru lahir, segera bawa ke fasilitas pelayanan kesehatan. Khusus untuk
bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR), apabila ditemukan tanda
bahaya atau permasalahan segera dibawa ke Rumah Sakit.
15. Penggunaan face shield neonatus menjadi alternatif untuk pencegahan
COVID-19 di ruang perawatan neonatus apabila dalam ruangan tersebut
ada bayi lain yang sedang diberikan terapi oksigen. Penggunaan face
shield dapat digunakan di rumah, apabila terdapat keluarga yang
sedang sakit atau memiliki gejala seperti COVID-19. Tetapi harus
dipastikan ada pengawas yang dapat memonitor penggunaan face shield
tersebut.
Tatalaksana menurut IDAI Edisi 1 2020:
Tata laksana bayi sehat yang lahir dari ibu terkonfirmasi COVID-19:
Bayi sehat yang lahir dari ibu terkonfirmasi COVID-19 masuk
dalam kriteria kontak erat risiko tinggi
20
Bayi dilakukan swab pada hari ke-1 dan ke-14 untuk pemeriksaan
SARS-CoV-2
Bayi dirawat terpisah dari ibu, sampai ibu dinyatakan sembuh
oleh dokter yang merawat (sesuai dengan kriteria yang berlaku)
21
Dukungan kesehatan mental dan psikososial diberikan untuk ibu
dan keluarga.
Tata laksana bayi sehat yang lahir dari ibu ODP:
Tidak perlu dilakukan swab pada bayi
Bayi sehat dirawat gabung dan bisa menyusu langsung
dari ibu, dengan melaksanakan prosedur perlindungan saluran
napas dengan baik, antara lain menggunakan masker bedah,
menjaga kebersihan tangan sebelum dan setelah kontak dengan
bayi, dan rutin membersihkan area permukaan dimana ibu telah
melakukan kontak
Dalam keadaan tidak bisa menjamin prosedur perlindungan
saluran napas dan pencegahan transmisi melalui kontak, maka
bayi diberikan ASI perah.
24
asupan bayi. Ibu memakai masker selama memerah. Ibu mencuci tangan
menggunakan air dan sabun selama minimal 20 detik sebelum memerah
(disiplin dalam menjaga kebersihan tangan serta higienitas diri). Ibu
harus membersihkan pompa serta semua alat yang bersentuhan dengan
ASI dan wadahnya setiap selesai (sesuai manufaktur pabrik). ASI perah
diberikan oleh tenaga kesehatan atau anggota keluarga yang tidak
menderita COVID-19.
b. Pilihan kedua, pada kondisi klinis ibu sedang. Keluarga dan tenaga
kesehatan memilih mengurangi risiko penularan, mempertahankan
kedekatan ibu dan bayi. Pilihan nutrisinya adalah ASI perah. Ibu
memakai masker selama memerah. Ibu menerapkan protokol
pencegahan infeksi seperti poin a di atas.
c. Pilihan ketiga, pada kondisi klinis ibu tidak bergejala/ringan dan atau
sarana - prasarana terbatas atau tidak memungkinkan perawatan
terpisah. Keluarga dan tenaga kesehatan menerima risiko tertular dan
menolak pemisahan sementara ibu dan bayi. Pilihan nutrisinya adalah
menyusui langsung. Ibu menggunakan masker bedah. Ibu mencuci
tangan dan membersihkan payudara dengan sabun dan air. Ibu menyusui
bayinya. Orang tua harus mengerti bayi berisiko tertular walaupun
belum diketahui secara pasti. Untuk mengurangi risiko penularan pada
pilihan ini, jika memungkinkan ibu harus menjaga jarak 2-meter dengan
bayinya selama tidak menyusui.
Ibu dan bayi diperbolehkan pulang dengan meneruskan pembatasan fisik
dan bayi diperiksa laboratorium bila terdapat keluhan. Ibu tersangka atau
terkonfirmasi COVID-19 dapat menyusui kembali apabila sudah memenuhi
kriteria bebas isolasi seperti panduan di atas. Rekomendasi untuk penggunaan
obat untuk tata laksana COVID-19 pada ibu hamil dan menyusui yang
terinfeksi COVID-19 berdasar kajian literatur Lactmed, terangkum dalam tabel
berikut (Tabel 1)
25
Tabel 11. Keamanan Obat yang Dikonsumsi oleh Ibu
Menyusui
Obat Tinjauan Rekomendasi
Azitromisin Karena kadar azitromisin yang Aman
rendah dalam ASI dan lazim
digunakan pada bayi dalam dosis
yang lebih tinggi, penggunaan
selama menyusui tidak
menyebabkan efek buruk pada bayi
yang disusui.
26
Hidroxychloroquine Sejumlah kecil hydroxychloroquine Relatif aman
diekskresikan di dalam ASI namun
tidak ditemukan efek samping pada
bayi
27
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan