Anda di halaman 1dari 10

KARYA ILMIAH

Fakultas Farmasi
Program Studi S1 Farmasi
Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya
2021/2022
DAFTAR ISI

2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Wilayah kota Wuhan dari China melaporkan kemunculan virus corona baru sejak
Desember 2019 yang kemudian dinamai Sindrom Pernafasan Akut Parah Coronavirus 2
(SARS-CoV-2).SARS-CoV-2 merupakan virus yang menghasilkan sekelompok
pneumonia atipikal,menyebar dengan cepat ke seluruh dunia dan dikenal di seluruh dunia
sebagai penyakit Coronavirus 2019 (COVID-19) (Kim et al. 2020).
WHO (2020) mengatakan pada 30 Januari 2020 pandemi COVID-19 menjadi
perhatian internasional (PHEIC), darurat COVID-19 dinyatakan sebagai darurat kesehatan
masyarakat keenam oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Pada 11 Maret 2020, WHO
menyatakan COVID-19 secara resmi menjadi pandemi.
Gejala yang terkait dengan COVID-19 termasuk batuk, demam, diare, sesak napas,
myalgia, sakit tenggorokan, sakit kepala, dan kelelahan. Komplikasi penyakit ini termasuk
pneumonia, sindrom gangguan pernapasan berat akut, gagal ginjal, atau bahkan kematian
pada kasus tertentu.
Pandemi COVID-19 diperkirakan akan terus menimbulkan beban morbiditas dan
mortalitas yang sangat besar sementara sangat mengganggu masyarakat dan ekonomi di
seluruh dunia. Pemerintah harus siap untuk memastikan akses dan distribusi vaksin
COVID-19 dalam skala besar dan adil jika dan ketika vaksin yang aman dan efektif
tersedia. Diperlukan kapasitas sistem kesehatan yang memadai, serta strategi untuk
meningkatkan kepercayaan dan penerimaan vaksin dan bagi mereka yang akan
melaksanakan vaksinasi. Pada tahun 2015, Kelompok Penasehat Strategis Ahli Badan
Kesehatan Dunia (WHO) tentang Imunisasi mendefinisikan efisiensi vaksin sebagai
penundaan dalam penerimaan atau penolakan vaksinasi meskipun tersedia layanan
vaksinasi dapat bervariasi dalam bentuk dan intensitas berdasarkan kapan dan dimana
vaksin itu muncul dan vaksin apa yang digunakan (Luz, Brown, and Struchiner 2019).
Infeksi COVID-19 yang dinyatakan Organisasi Kesehatan Dunia sebagai "pandemi"
karena telah menyebar ke lebih dari 114 negara telah menyebabkan lebih dari 43.140.173
kasus yang dikonfirmasi dan lebih dari 1.155.235 kematian pada 25 Oktober 2020. Gugus
Tugas COVID-19 (2021) mengatakan terdapat 1.713,684 kasus terkonfirmasi, 98,395
(5.7%) data kasus aktif, 1.568.277 (91.5%) pasien positif yang sembuh dan 47.012 kasus
yang meninggal akibat COVID-19 di Indonesia (2.7%).

3
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. LANDASAN TEORI

Saat ini total masyarakat Indonesia yang sudah diperiksa baik itu tes Antigen, PCR +
TCM berjumlah 10.205.668. sedangkan total masyarakat Indonesia yang telah menerima
vaksin COVID-19 di tahap 1 berjumlah 13.340.957 orang dan vaksinasi tahap 2 berjumlah
8.634.546 orang (Parera and Tiala 2011).
Proses penularan COVID-19 kepada manusia harus diperantarai oleh reservoir kunci
yaitu alpha coronavirus dan betacoronavirus yang memiliki kemampuan menginfeksi
manusia.Kontak yang erat dengan pasien terinfeksi COVID-19 akan mempermudah proses
penularan COVID-19 antara manusia. Proses penularan COVID-19 disebabkan oleh
pengeluaran droplet yang mengandung virus SARS-CoV-2 ke udara oleh pasien terinfeksi
pada saat batuk ataupun bersin.
Droplet di udara selanjutnya dapat terhirup oleh manusia lain di dekatnya yang tidak
terinfeksi COVID-19 melalui hidung ataupun mulut. Droplet selanjutnya masuk menembus
paru-paru dan proses infeksi pada manusia yang sehat berlanjut (Shereen et al. 2020).
Menurut Secara klinis, representasi adanya infeksi virus SARS-CoV-2 pada manusia
dimulai dari adanya asimtomatik hingga pneumonia sangat berat, dengan sindrom akut
pada gangguan pernapasan, syok septik dan kegagalan multi organ, yang berujung pada
kematian (Kim et al. 2020).
Banyak upaya penelitian difokuskan pada pengembangan vaksin yang efektif untuk
memerangi penyakit coronavirus 2019 (COVID-19). Pengembangan vaksin itu sendiri,
bagaimanapun, tidak akan cukup mengingat jumlah orang yang perlu di vaksinasi untuk
kekebalan yang meluas. menyatakan, keragu-raguan vaksin sedang meningkat, bervariasi
di berbagai negara, dan dikaitkan dengan pandangan dunia conspiratorial (G. D. Salali and
Uysal 2020).
Seiring dengan meningkatnya teori konspirasi terkait COVID-19 kami bertujuan
untuk menyelidiki faktor penentu, dan hubungan antara keraguan vaksin COVID-19 dan
keyakinan tentang asal usul virus corona baru dalam studi lintas budaya (Gray et al. 2020).
Keragu-raguan dan kesalahan informasi vaksin menghadirkan hambatan besar untuk
mencapai cakupan dan kekebalan komunitas. Studi tentang potensi penerimaan vaksin
COVID-19 pada 13.426 orang yang dipilih secara acak di 19 negara, sebagian besar

4
dengan beban COVID-19 yang tinggi. Dari jumlah tersebut, 71,5% menjawab bahwa
mereka akan mengambil vaksin jika terbukti aman dan efektif, dan 48,1% mengatakan
bahwa mereka akan divaksinasi jika majikan mereka merekomendasikannya. Namun, jika
diamati heterogenitas yang tinggi dalam tanggapan antar negara. Lebih lanjut, melaporkan
kesediaan seseorang untuk mendapatkan vaksinasi mungkin tidak selalu menjadi prediktor
yang baik untuk diterima, karena keputusan vaksin bersifat multifaktorial dan dapat
berubah seiring waktu.
Kesediaan yang jauh dari universal untuk menerima vaksin COVID-19 menjadi
perhatian. Negara-negara dengan penerimaan melebihi 80% cenderung adalah negara-
negara Asia dengan kepercayaan yang kuat pada pemerintah pusat seperti (Cina, Korea
Selatan dan Singapura). Kecenderungan yang relatif tinggi terhadap penerimaan di negara-
negara berpenghasilan menengah, seperti Brazil, India dan Afrika Selatan, juga diamati.
Kecuali dan sampai asal mula variasi yang luas dalam kesediaan untuk menerima vaksin
COVID-19 dipahami dan ditangani dengan lebih baik, perbedaan cakupan vaksin antar
negara berpotensi dapat menunda kendali global atas pandemi dan pemulihan sosial dan
ekonomi selanjutnya (Généreux et al. 2020).
Pemerintah, tim kesehatan masyarakat dan kelompok advokasi harus siap untuk
mengatasi keraguan dan membangun literasi vaksin sehingga masyarakat akan menerima
imunisasi pada saat yang tepat. Aktivis anti-vaksinasi sudah berkampanye di banyak
negara menentang kebutuhan akan vaksin, dengan beberapa menyangkal keberadaan
COVID-19 sama sekali (Lushington 2020). Penyebaran informasi yang salah melalui
berbagai saluran dapat berdampak besar pada penerimaan vaksin COVID-19 (Lushington
2020).
Percepatan pengembangan vaksin semakin meningkatkan kecemasan publik dan
dapat mengganggu penerimaan masyarakat. Pemerintah dan masyarakat harus mengukur
tingkat kesediaan saat ini untuk menerima vaksin COVID-19 yang berpotensi aman dan
efektif dan mengidentifikasi korelasi keraguan dan / atau penerimaan vaksin (Fadda,
Albanese, and Suggs 2020). Tujuan dari penulisan makalah ini untuk melakukan literature
review terhadap artikel-artikel yang meneliti terkait persepsi masyarakat terhadap
penerimaan vaksinasi COVID-19 baik dikalangan masyarakat umum, kesehatan maupun
penerimaan secara global.

5
BAB III

KANDUNGAN VAKSIN COVID 19

VAKSIN SINOVAC

Perusahaan biofarmasi yang berkedudukan di Beijing China mendukung pemanfaatan


CoronaVac yang mengandung vaksin yang tidak aktif. Vaksin tersebut bekerja dengan
menggunakan virus yang sudah dimatikan guna merangsang system kekebalan tubuh
terhadap virus tanpa risiko memberikan respon terhadap penyakit yang serius.

Hal tersebut diungkapkan oleh Associate Professor Luo Dahai dari Nanyang
Technological University kepada BBC dapat disebutkan salah satu keunggulan utama dari
vaksin Sinovac adalah dapat disimpan di lemari es standar dengan suhu 2-8 derajat Celsius.
Hal ini tentu lebih menguntungkan bagi negara –negara berkembang karena dapat
menyimpan vaksin dalam jumlah yang besar pada suhu tersebut. Bagi Indonesia hal ini juga
memudahkan mengingat kondisi infrastruktur tiap-tiap provinsi tidak sama.

Vaksin Sinovac telah menjalani uji coba fase tiga di berbagai Negara. Data sementara
dari uji coba tahap akhir di Turki dan Indonesia menunjukkan bahwa vaksin tersebut efektif
masing-masing sebesar 91,25% dan 63,50% . Para peneliti di Brasil pada awalnya
mengatakan dalam uji klinis mereka efektifitas vaksin Sinovac adalah 78%, akan tetapi
setelah dilakukan penambahan data penelitian maka angka tersebut direvisi menjadi 50,40%
dan dideklarasikan pada bulan Januari 2021.

Vaksin Sinovac telah disetujui untuk penggunaan darurat pada kelompok berisiko tinggi
di China sejak Juli 2020, dan pada September 2020 Sinovac telah diberikan kepada 1.000
orang sukarelawan. Presiden menerima suntikan vaksin yang diproduksi oleh CoronaVac
buatan Sinovac Life Science Co.Ltd. yang bekerja sama dengan PT. Bio Farma (Persero)
dan telah melalui uji klinis melibatkan 1.620 relawan di Bandung.

VAKSIN SINOPHARM

Sinopharm, adalah sebuah perusahaan milik China juga mengembangkan vaksin


Covid-19, yang serupa dengan Sinovac dengan kandungan yang berupa vaksin yang tidak

6
aktif dengan cara kerja yang serupa dengan Sinovac.

Pada 30 Desember Sinopharm telah mengumumkan bahwa uji coba fase ke tiga
vaksin menunjukkan nilai efektifitas sebesar 79%. Di China sekitar satu juta orang sudah
disuntik menggunakan Vaksin Sinopharm, di bawah izin pengggunaan darurat. Akan tetapi
Uni Emirat Arab mengatakan menurut hasil uji coba pada penelitian fase ke tiga
menunjukkan angka efektifitas sebesar 86%. Turki, Brasil , Chili, Uni Emirat dan Bahrain
telah menyetujui penggunaan vaksin Sinopharm.

VAKSIN MODERNA

Nama dagang dari vaksin ini adalah mRNA-1273, yang dibuat oleh ModernaTX, Inc,
dengan tipe vaksin adalah mRNA. Food Drug and Adminintration (FDA) telah mengizinkan
penggunaan darurat Vaksin Covid-19 Moderna untuk mencegah Covid 19 pada individu
berusia 18 tahun ke atas di bawah otorisasi penggunaan darurat.

Kandungan yang terdapat dalam vaksin Moderna adalah: ribonucleic acid (mRNA),
lipids (SM-102, polyethylene glycol [PEG] 2000 dimyristoyl glycerol [DMG], cholesterol,
and 1,2-distearoyl-sn-glycero-3-phosphocholine [DSPC]), tromethamine, tromethamine
hydrochloride, acetic acid, sodium acetate, dan sucrose.

Di dalam uji klinis, sebanyak 15.400 individu berusia 18 tahun ke atas telah menerima
1 kali dosis Moderna. Uji klinis untuk vaksin Moderna dengan kategori ras dan etnis berikut
ini : 79,40% putih; 20% Hispanik/ Latino; 9,7% Afrika Amerika; 4,70% Asia; <3% ras
/etnis lainnya. Dengan rincian usia dan jenis kelamin adalah 52,60% laki –laki; 47,40%
perempuan; 25,30% berusia ≥ 65 tahun. Di antara orang-orang yang berpartisipasi dalam uji
klinis sebanyak 22,30 % memiliki setidaknya satu kondisi yang mengalami penyakit paru-
paru, penyakit jantung, obesitas, diabetes, penyakit hati, atau infeksi HIV.

Berdasarkan bukti uji klinis, vaksin Moderna 94,10% dinyatakan efektif mencegah
penyakit Covid-19 yang dikonfirmasi di laboratorium pada orang yang menerima dua dosis
yang tidak memiliki bukti terinfeksi sebelumnya.

VAKSIN PFIZER BIO NTECH

Nama vaksin Covid 19 dari Pfizer BionTech adalah BNT162b2, diproduksi oleh Pfizer
Inc., and BioNTech, dan termasuk golongan vaksin tipe mRNA.
7
Kandungan vaksin Pfizer Inc., and BioNTech adalah mRNA,lipids ((4-
hydroxybutyl)azanediyl)bis(hexane-6,1-diyl)bis(2-hexyldecanoate), 2[(polyethylene glycol)-
2000]-N,N-ditetradecylacetamide, 1,2-Distearoyl-sn-glycero-3- phosphocholine, and
cholesterol), potassium chloride, monobasic potassium phosphate, sodium chloride, dibasic
sodium phosphate dihydrate, and sucrose.

Di dalam uji klinis, yang melibatkan sekitar 20.000 relawan berusia 16 tahun ke atas
setidaknya telah menerima satu dosis vaksin Pzifer-BioNTech. Di dalam uji klinis yang
sedang berlangsung, vaksin Pzifer-BioNTech Covid 19 telah terbukti mampu mencegah
Covid 19 setelah diberikan dua dosis dengan jarak pemberian antara dosis pertama dan ke
dua adalah tiga minggu, namun durasi waktu pelindungan setelah diberikan vaksin kepada
seseorang belum diketahui jangkawaktu perlindungannya.

Uji klinis fase 2 dan fase 3 untuk vaksin Pzifer-BioNTech, mencakup orang-orang
dengan ras putih 81,90%; Hispanik 26,20%; Afrika/Amerika 9,80%; Asia 4,40%; < 3% ras
lain. Berdasarkan bukti dari uji klinis, vaksin Pzifer-BioNTech 95% efektif mencegah
penyakit Covid-19, yang dikonfirmasi di laboratorium pada orang tanpa bukti infeksi
sebelumnya.

VAKSIN ASTRA ZENECA

AstraZeneca merupakan peusahaan farmasi dari Ingrris yang telah melakukan


pengembanganvaksin Covid -19 bersama Oxford University, dan pemerintah Indonesia telah
melakukan kerjasama dalam rangka penyediaan vaksin yang disebut dengan nama
AZD1222.

Vaksin AstraZeneca terbuat dari versi lemah virus flu biasa yang berasal dari simpanse
yang telah dimodifikasi supaya tidak tumbuh pada manusia dan hingga saat ini uji coba
masih terus berlangsung dengan melibatkan sebanyak sekitar 20.000 sukarelawan.

Menurut penelitian disebutkan bahwa vaksin AstraZeneca memiliki keefektifan secara


rata-rat adalah 70%. Keunggulan lain dari vaksin tersebut adalah mudah untuk
didistribusikan dikarenakan tidak memerlukan penyimpanan pada temperature ruang yang
sangat dingin

8
BAB IV

EFEK VAKSIN
Menurut data yang kami buat yang ditujukan untuk Civitas Universitas Katholik
Widya Mandala Surabaya, kami mendapatkan 32 mahasiswa yang bersedia mengisi data
kami. Disini kami melihat mahasiswa-mahasiswi telah melakukan vaksinasi dengan jenis
vaksin yang berbeda-beda dan jumlah yang berbeda-beda pula.
Menurut data kami, sekitar 9,4% telah melakukan vaksinasi ke-1; 81,3% mahasiswa
telah melakukan vaksinasi ke-2 dan 9,4% sudah melakukan vaksinasi ke-3.
Efek samping yang drasakan :

1. Vaksin Sinovac

Mereka merasakan nyeri, kelelahan ringan, pusing, demam, bahkan tidak merasakan
efek yang terjadi dalam tubuh mereka.

2. Vaksin Aztra Zeneca

Mereka merasakan nyeri, sakit kepala, kelelahan, nyeri otot, demam, mual

3. Vaksin Moderna

Efek dari vaksin moderna ini tidak jauh dari vaksin aztra Zeneca. Mereka merasakan
nyeri, sakit kepala, kelelahan, nyeri otot, demam, mual

BAB VI

KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

 Généreux, Mélissa, Marc D David, Tracey O’Sullivan, Marie-Ève Carignan, Gabriel Blouin-
Genest, Olivier Champagne-Poirier, Éric Champagne, et al. 2020. ―Communication
Strategies and Media Discourses in the Age of COVID-19: An Urgent Need for Action.‖
Health Promotion International, no. December. https://doi.org/10.1093/heapro/daaa136.

 Gray, Denis Pereira, George Freeman, Catherine Johns, and Martin Roland. 2020. ―Covid
19: A Fork in the Road for General Practice.‖ The BMJ. https://doi.org/10.1136/bmj.m3709.

 Lushington, Gerald H. 2020. ―Perspective on the COVID-19 Coronavirus Outbreak.‖


Combinatorial Chemistry & High Throughput Screening 23 (2): 90–91.
https://doi.org/10.2174/138620732302200406130010.

 Luz, P. M., H. E. Brown, and C. J. Struchiner. 2019. ―Disgust as an Emotional Driver of


Vaccine Attitudes and Uptake? A Mediation Analysis.‖ Epidemiology and Infection.
https://doi.org/10.1017/S0950268819000517.

 Macartney, Kristine, Helen E. Quinn, Alexis J. Pillsbury, Archana Koirala, Lucy Deng,
Noni Winkler, Anthea L. Katelaris, et al. 2020. ―Transmission of SARS-CoV-2 in
Australian Educational Settings: A Prospective Cohort Study.‖ The Lancet Child and
Adolescent Health 4 (11): 807–16. https://doi.org/10.1016/S2352-4642(20)30251-0.

 Makmun, Armanto, and Siti Fadhilah Hazhiyah. 2020. ―Tinjauan Terkait Pengembangan
Vaksin Covid 19.‖ Molucca Medica. https://doi.org/10.30598/molmed.2020.v13.i2.52.

 Nguyen, Long H., David A. Drew, Mark S. Graham, Amit D. Joshi, Chuan Guo Guo,
Wenjie Ma, Raaj S. Mehta, et al. 2020. ―Risk of COVID-19 among Front-Line Health-
Care Workers and the General Community: A Prospective Cohort Study.‖ The Lancet Public
Health 5 (9): e475–83. https://doi.org/10.1016/S2468-2667(20)30164-X.

Anda mungkin juga menyukai