Anda di halaman 1dari 23

Laporan Kasus IPE Klinik

Interprofessional Case Presentation

Nama Mahasiswa / NIM/ Prodi


1. Ni Wayan Japa Wrastiani /1302006015/ PSPD
2. Muhammad Hidayattullah Syukri /1302006042/PSPD
3. I Made Perdana /1302006063/ PSPD
4. Made Surya Saptono Putra /1302006100/ PSPD
5. I Gede Komang Agung Tresna Rahayudi /1302006130/PSPD
6. Mahen Isaac Pannir Chelvam /1302006296/PSPD
7. Praveen R Kamalakannan /1302006297/PSPD
8. Ni Luh Trisnawati /1302106079/ PSIK
9. Gusti Ayu Putu Diah Andini /1302106045/ PSIK
10. Ida Ayu Inten Ratna Keswari /1302106029/ PSIK
11. Gusti Ayu Prianka Adi Shaswati /1708611036/FARMASI

Nama Pembimbing / NIDN / Prodi


Ns. I Gusti Ayu Pramitaresthi S. Kep/ PSIK

Interprofessional Education Unit

Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

Denpasar Bali Indonesia

2017
I. Identitas Kasus

1. Nama : SA
2. Usia : 45 tahun
3. Alamat tinggal : JL. Segara Madu Kedonganan
4. Pendidikan : SMP
5. Jenis Kelamin : Perempuan
6. Pekerjaan : Asisten Rumah Tangga
7. Status perkawinan : Menikah
8. Jenis kasus sesuai SKDI (kompetensi) : SNH
9. Lokasi kasus diambil : RSUP Sanglah

II. Keluhan utama

Kelemahan separuh tubuh kanan.

III. Anamnesis (auto/hetero)

Pasien datang dalam keadaan sadar ke IGD RSUP Sanglah diantar oleh keluarganya
tanggal 30 Oktober 2017 pk 12.30 wita dengan keluhan utama kelemahan separuh tubuh kanan.
Keluhan dirasakan secara mendadak saat pasien bangun tidur ± 4 jam sebelum masuk rumah
sakit. Kelemahan awalnya dirasakan ringan, dan pasien masih bias beraktivitas memasak.
Keluhan dirasakan semakin memberat seusai pasien memasak, namun pasien memaksakan diri
untuk mandi. Saat mandi pasien merasa kesulitan memegang gayung dengan tangan kanannya,
sehingga gayung terjatuh, pasien juga merasa kaki kanannya melemah dan sulit menopang
tubuhnya, pasien kemudian mandi terburu-buru karena takut terjatuh di kamar mandi. Seusai
mandi pasien langsung istirahat di kamar namun, keluhan dirasakan semakin memberat hingga
tubuh bagian kanan tidak dapat digerakkan sama sekali. Pasien kemudian memanggil
keluarganya untuk meminta bantuan. Keluarga pasien mengeluh suara pasien berubah menjadi
pelo seperti cadel dan sulit dimengerti , pasien seperti kesulitan mengatakan kata-kata yang
mengandung huruf “R” . Keluhan suara pelo muncul ± 1,5 jam sebelum masuk rumah sakit.
Menurut keluarga bibir pasien juga terlihat mencong ke kiri saat berbicara. Pasien juga
mengeluhkan rasa kesemutan pada wajah dan tubuh bagian kanan. Keluhan mual, muntah, nyeri
kepala, penglihatan kabur, disangkal oleh pasien.

RIWAYAT PENYAKIT SEBELUMNYA

Pasien mengatakan baru pertama kali merasakan keluhan kelemahan separuh tubuh
kanan. Riwayat hipertensi tidak diketahui, pasien belum pernah memeriksakan diri ke dokter.
Pasien mengeluh sering mengalami nyeri kepala seperti tertekan benda berat namun tidak
pernah kontrol ke dokter. Riwayat penyakit sistemik lainnya seperti diabetes mellitus disangkal
oleh pasien.

RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA

Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan serupa. Riwayat penyakit sistemik
dalam keluarga seperti diabetes, penyakit jantung, stroke disangkal.
RIWAYAT PRIBADI DAN SOSIAL

Pasien seorang asisten rumah tangga, belum pernah mengenyam pendidikan formal,
belum menikah. Pasien tidak memiliki riwayat merokok maupun minuman keras.

IV. Hasil pemeriksaan Fisik

A. Status Present (28/11/2017)


BB : 68 kg
TB : 158 cm
BMI : 27,23
Tekanan Darah Kanan : 120/80 mmHg
Tekanan Darah Kiri : 120/80 mmHg
Nadi Kanan : 82 kali/menit
Nadi Kiri : 82 kali/menit
Pernapasan
Frekuensi : 18 kali/menit
Jenis : Torakoabdominal
Pola : Reguler
Suhu : 36,2ºC
VAS : 0/10
Kepala
Mata : Anemis (-/-), ikterus (-/-), reflex pupil (+/+) isokor
THT : Kesan tenang
Mulut : Sianosis (-)
Leher
Arteri Karotis Komunis Kanan : bruit (-)
Arteri Karotis Komunis Kiri : bruit (-)
Pembesaran KGB : tidak ada
Thoraks
Jantung : S1S2 normal regular, murmur (-)
Paru : Vesikuler (-/-), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen
Hepar : tidak teraba membesar
Lien : tidak teraba membesar
Genetalia : tidak dievaluasi
Ekstremitas : Hangat (+)
Kulit : Sianosis (-)
B. Status Neurologis
1. Kesan Umum
Kesadaran : Compos Mentis
Kecerdasan : Sesuai tingkat pendidikan
Kelainan jiwa : Tidak ada
Kaku dekortikasi : Tidak ada
Kaku deserebrasi : Tidak ada
Refleks leher tonik : Tidak ada
(Magnus Decleijn)
Pergerakan bola mata : Tidak ada
Deviasi conjugate : Tidak ada
Krisis okulogirik : Tidak ada
Opistotonus : Tidak ada
Kranium
Bentuk : Normochepali Simetris : Simetris
Fontanel : Tertutup Kedudukan : Normal
Perkusi : Pekak Palpasi : Benjolan (-)
Transiluminasi : Tidak dievaluasi Auskultasi : Bruit (-)

2. Pemeriksaan Khusus
Rangsangan Selaput Otak
Kaku Kuduk : (-) Brudzinski I : (-)
Tanda Kernig : (-/-) Brudzinski II : (-/-)

Saraf Otak
Kanan Kiri
Nervus I
Subjektif : Tidak ada keluhan Tidak ada keluhan
Objektif : Tidak ada keluhan Tidak ada keluhan

Nervus II
Visus : >2/60 >2/60

Kampus : Normal Normal


Hemianopsia : Tidak ada Tidak ada
Melihat Warna : Normal Normal
Skotoma : Tidak ada Tidak ada
Fundus : Refleks fundus (+) Refleks fundus (+)

Nervus III, IV, VI


Kedudukan Bola Mata : Setangkup
Pergerakan Bola Mata : Normal ke segala arah Normal ke segala
arah
Nistagmus : Tidak ada Tidak ada
Celah Mata : Normal Normal
Ptosis : Tidak ada Tidak ada
Pupil
Bentuk : Bulat, regular Bulat, regular
Ukuran : Ø 3 mm Ø 3 mm
Refleks Pupil
R. Cahaya Langung : + +
R. Cahaya Tidak Langsung : + +
R. Pupil Akomodasi/Konsensuil : + +
R. Pupil Marcus Gunn - -

Tes Watenberg : - -

Nervus V
Motorik : Normal Normal
Sensibilitas : Normal Normal
Refleks Kornea
Langsung : + +
Kanan Kiri
Konsensual : + +
Refleks Kornea Mandibular : - -
Refleks Bersin : + +
Refleks Nasal Bechterew : - -
Refleks Masseter : -
Trismus : Tidak ada
Refleks Menetek : - -
Refleks Snout : -
Nyeri Tekan : -

Nervus VII
Otot Wajah Saat Istirahat : Lipatan dahi, sudut mata simetris
, sulkus nasolabialis kanan mendatar
Mengerutkan Dahi : Simetris
Menutup Mata : Normal Normal
Meringis : tertarik ke sisi kiri
Bersiul/mencucu : terdorong ke sisi kiri
Gerakan Involunter : Tidak ada
Tic : Tidak ada
Spasmus : Tidak ada
Indera Pengecap
Asam : Normal Normal
Asin : Normal Normal
Pahit : Normal Normal
Manis : Normal Normal
Sekresi Air Mata : Normal Normal
Hiperakusis : Tidak ada Tidak ada
Tanda Chvostek : Tidak ada Tidak ada
Refleks Glabela : Tidak ada

Nervus VIII
Mendengarkan Suara : Normal Normal
Bisik/Gerakan Jari Tangan
Tes Garpu Tala
Rinne : + +
Swabach : Normal Normal
Webber : Tidak ada lateralisasi
Bing : Tidak ada lateralisasi
Tinitus : Tidak ada Tidak ada
Keseimbangan : Dalam batas normal
Vertigo : Tidak ada

Nervus IX, X, XI, XII


Langit-langit lunak : Simetris
Menelan : Normal
Kanan Kiri
Disartria : Tidak ada
Disfonia : Tidak ada
Lidah
Tremor : Tidak ada Tidak ada
Atrofi : Tidak ada Tidak ada
Fasikulasi : Tidak ada Tidak ada
Ujung lidah saat istirahat : deviasi ke kiri
Ujung lidah saat dijulurkan: deviasi ke kanan
Refleks muntah +
Mengangkat bahu : Normal Normal
Fungsi M. Sternokleidomastoideus : Normal
Inervasi Simpatik : Normal
Inervasi Parasimpatik : Normal

Anggota Gerak Atas


Simetris : Simetris
Tenaga
M. Deltoid : 1 5
M. Biceps : 1 5
M. Triceps : 1 5
Fleksi pergelangan tangan : 1 5
Ekstensi pergelangan tangan: 1 5
Membuka jari-jari tangan : 1 5
Menutup jari-jari tangan : 1 5
Tonus : Menurun Normal
Trofik : Normal Normal
Refleks
Biceps : +++ ++
Triceps : +++ ++
Radius : + +
Ulna : + +
Levi : + +
Pronasi abduksi lengan: + +
Mayer : + +
Hoffman-tromner : - -
Palmomental : - -
Sensibilitas
Perasa raba : Normal Normal
Perasa nyeri : Normal Normal
Perasa suhu : Normal Normal
Perasa proprioseptif : Normal Normal
Perasa vibrasi : Normal Normal
Streognosis : Normal Normal
Barognosis : Normal Normal
Diskriminasi dua titik : Normal Normal
Kanan Kiri
Grafetesia : Normal Normal
Topognosis : Normal Normal
Parastesia : Tidak ada Tidak ada
Koordinasi
Tes telunjuk-telunjuk : Normal Belum dapat
dievaluasi
Tes telunjuk-hidung : Normal Belum dapat
dievaluasi
Tes telunjuk-hidung-telunjuk : Normal Belum dapat
dievaluasi
Tes pronasi-supinasi : Normal Normal
Tes tepuk lutut : Normal Normal
Dismetria : Normal Normal
Fenomena lajak : Tidak ada Tidak ada
Vegetatif
Vasomotorik : Normal Normal
Sudomotorik : Normal Normal
Piloerektor : Normal Normal
Gerakan Involunter
Tremor : Tidak ada Tidak ada
Khorea : Tidak ada Tidak ada
Athetosis : Tidak ada Tidak ada
Balismus : Tidak ada Tidak ada
Mioclonus : Tidak ada Tidak ada
Distonia : Tidak ada Tidak ada
Spasmus : Tidak ada Tidak ada
Tanda Torsseau : - -
Tes Phallen : - -
Nyeri tekan saraf : Tidak ada Tidak ada

Badan
Keadaan Kolumna Vertebralis
Kelainan Lokal : Tidak ada
Nyeri Tekan/Ketuk Lokal: Tidak ada
Gerakan Fleksi : Normal
Ekstensi : Normal
Deviasi lateral : Normal
Rotasi : Normal
Keadaan otot-otot : Normal, simetris, tidak ada atrofi
R. Kulit dinding perut atas: + -
R. Kulit dinding perut bawah : + -
R. Kremaster : Belum dapat dievaluasi
R. Anal : Belum dapat dievaluasi
Sensibilitas
Perasa raba : Normal Normal
Perasa nyeri : Normal Normal
Perasa suhu : Normal Normal
Koordinasi
Kanan Kiri
Asimetris Serebelar : Normal
Vegetatif
Kandung kencing : Normal
Rectum : Normal
Genetalia : Normal
Gerakan Involunter : Tidak ada

Anggota Gerak Bawah


Simetris : Simetris
Tenaga
Fleksi panggul : 2 5
Ekstensi panggul : 2 5
Fleksi lutut : 2 5
Ekstensi lutut : 2 5
Plantar fleksi kaki : 2 5
Dorsofleksi kaki : 2 5
Gerakan jari-jari kaki: 2 5
Tonus : Menurun Normal
Trofik : Normal Normal
Refleks
Lutut (KPR) : ++ ++
Achilles (APR) : ++ ++
Supinasi fleksi kaki : - +
Plantar : - +
Babinski : + -
Oppenheim : + -
Chaddock : + -
Gordon : + -
Schaeffer : + -
Gonda : - -
Bing : - -
Mendel Bechterew : - -
Rosolimo : - -
Klonus
Paha : - -
Kaki : - -
Sensibilitas
Perasa raba : Normal Normal
Perasa nyeri : Normal Normal
Perasa suhu : Normal Normal
Perasa proprioseptif : Normal Normal
Perasa vibrasi : Normal Normal
Diskriminasi dua titik : Normal Normal
Grafetesia : Normal Normal
Topognosis : Normal Normal
Kanan Kiri
Parastesia : Tidak ada Tidak ada
Koordinasi
Tes tumit, lutut, ibu jari kaki: Belum dapat dievaluasi
Tes ibu jari kaki, telunjuk: Belum dapat dievaluasi
Berjalan menuruti garis lurus: Belum dapat dievaluasi
Berjalan memutar : Belum dapat dievaluasi
Berjalan maju mundur:Belum dapat dievaluasi
Lari di tempat : Belum dapat dievaluasi
Langkah/gaya jalan : Belum dapat dievaluasi
Vegetatif
Vasomotorik : Normal Normal
Sudomotorik : Normal Normal
Piloerektor : Normal Normal
Gerakan Involunter
Tremor : Tidak ada Tidak ada
Khorea : Tidak ada Tidak ada
Athetosis : Tidak ada Tidak ada
Balismus : Tidak ada Tidak ada
Mioclonus : Tidak ada Tidak ada
Distonia : Tidak ada Tidak ada
Spasmus : Tidak ada Tidak ada
Tes Romberg : Belum dapat dievaluasi
Nyeri tekan pada saraf : Tidak ada Tidak ada

Fungsi Luhur
Afasia motorik : Tidak ada
Afasia sensorik : Tidak ada
Afasia amnestik : Tidak ada
Afasia konduksi : Tidak ada
Afasia global : Tidak ada
Agrafia : Tidak ada
Aleksia : Tidak ada
Apraksia : Tidak ada
Agnosia : Tidak ada
Akalkulia : Tidak ada

Pemeriksaan Lain
Tanda Myerrson : -
Tanda Lhermitte : -
Tanda Naffsinger : -
Tanda Dejerine : -
Tanda Tinel : -
Tanda Lasegue : - -
Tanda O’connel : - -
(Lasegue silang)

V. Hasil pemeriksaan Penunjang


• Darah lengkap (25/11/2017) :

WBC 6,54 x 103/µL (8-14); HGB 13,21 g/dL (12-16); HCT 40,6 % (36-49); PLT 258
x103µL (150-440);

 Faal Hemostasis (25/11/2017) :

PPT 13,4 (10,8-14,4) detik ; aPTT 30 (24-36) detik ; INR 1.08 (0.9-1.1)

 Kimia Klinik (25/11/2017) :

BUN 33 mg/dL (8-23); Creatinin 7,9 mg/dL (0,7-1,2); Na 139 mmol/L(136-145); K 4,3
mmol/L (3.5-5.1); Albumin 2,6 g/dL (3.4-4.8) ; HbA1c : 5.3 (4.8-5.9 %) ; kolesterol
total : 284 mg/dL (140-199) ; Trigliserida : 88 mg/dL (<144) ; Kolesterol HDL : 63
mg/dL (40-85) : kolesterol LDL 212 md/dL (<130) ; asam urat 4.3 mg/dL (2-5.7)

 CT-scan kepala tanpa kontras (25/11/2017)

suspek infark di parietal kiri

VI. Diagnosis

Diagnosis Topis
Susp. Trombus pada kapsula interna sinistra bagian genu
Diagnosis Banding
1. Stroke Non Hemoragik e.c. Susp. Trombus
2. Stroke Non Hemoragik e.c. Susp. Emboli
Diagnosis Mungkin
Stroke Non Hemoragik e.c. Susp. Trombus

VII. Permasalahan kesehatan yang dijumpai pada kasus (perspektif masing-masing


prodi yang terlibat, bisa masalah diagnosis, pemeriksaan, terapi, konseling dan sebaginya)

1. Program Studi Pendidikan Dokter:


TARGET (kondisi
yang diharapkan
NO DAFTAR MASALAH RENCANA INTERVENSI dan waktu
pencapaian)
1. - CT Scan Kepala
- EKG
Suspek Stroke Non - Cek DL, kimia darah, Hasil didapat dalam
Hemorrhagic (SNH) dd LED, Albumin, D- 24 jam
Stroke Hemorrhagic Dimer
(SH)

2. Program Studi Ilmu Keperawatan

No. Analisa Data Masalah Keperawatan


1. DS: Risiko Ketidakefektifan perfusi
- Pasien mengatakan terkadang
jaringan otak
merasakan nyeri kepala seperti
tertekan benda berat
DO:
- Hasil CT scan kepala tanpa
kontras yaitu suspek infark di
parietal kiri

2. DS: Hambatan Mobilitas Fisik


- Pasien mengatakan tidak mampu
menggerakan ekstremitas bagian
kanan dan suara pelo
DO:
- Pasien hanya terbaring di tempat
tidur
- ADL pasien dibantu oleh
keluarga.

Diagnosa Keperawatan
1) Risiko Ketidakefektifan perfusi jaringan otak dengan faktor risiko suspek
infark di parietal kiri
2) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan neuromuscular
(kelemahan anggota gerak) ditandai dengan pasien tidak mampu
menggerakan ekstremitas bagian kanan dan suara pelo

3. Program Studi / Jurusan Farmasi:

NO DATA OBAT YANG DIBERIKAN MASALAH TERKAIT OBAT


KEPADA PASIEN
1 Pasien menerima obat terapi: Pasien di diagnosa mengalami stroke
 Citicolin 2 x 500 mg IV non hemoragik dimana terapi yang
 Asetosal 1 x 100 mg per oral diberikan pada pasien ini adalah obat
Citicolin yang berfungsi untuk
neuroproteksi pada iskemik karena
sifatnya sebagai bahan pengadaan
kardiolipin dan sfingomielin, sumber
fosfatidilkholin serta stimulasi sintesis
glutation sebagai antioksidan endogen
dan menjamin keseimbangan aktivitas
neurotransmisi Na+K+-ATPase antar
sel di sistem saraf pusat (SSP).
obat ini dapat diindikasikan untuk
pengobatan penyakit pembuluh darah
cerebral, cedera kepala dari berbagai
tingkat keparahan, dan gangguan
kognitif dengan penyebab yang
berbeda-beda. Dalam pemberian
citicolin 500 mg secara IV sudah
mampu menunjukan hasil neurologis
yang baik dan tidak terdapat adanya
efek samping ( Taufiqurrohman dkk.,
2016).
Asetosal adalah nama lain dari aspirin
dimana pada kasus ini asetosal
digunakan sebagai antiplatelet.
Aspirin merupakan lini pertama dalam
penangan stroke dimana dosis aspirin
yang digunakan lebih rendah daripada
dosis untuk analgetik atau
antiinflamasi, yaitu 81‐325 mg per
hari (Kemkes Malaysia, 2001)
VIII. Pemecahan masalah masing-masing Prodi (sesuai permasalahan di atas)

1. Program Studi Pendidikan Dokter


Pemecahan masalah yang dilakukan oleh program studi pendidikan
dokter dilakukan secara komprehensif untuk kedua masalah yang ditemukan
pada pasien ini. Adapun pemecahan masalah yang dapat diberikan antara lain :
1. SNH dd SH
 Farmakologi :
- Citicolin 2 x 500 mg IV
- Asetosal 1 x 100 mg per oral
 Non Farmakologi :
- Edukasi pasien mengenai kemungkinan penyebab dari SNH dimana
dalam hal ini pasien memiliki faktor risiko berupa hipertensi yang
dialami lebih dari 10 tahun
- Edukasi pasien untuk mengubah pola hidup sehat
- Menjaga posisi head up 30ᵒ
- Melakukan konsultasi ke Unit Rehabilitasi Medis (URM) untuk
mengembalikan fungsi sosial pasien dalam mobilisasi
2. Program Studi Farmasi
3.Program studi farmasi
Penyelesaian permasalahan terkait, obat yang diberikan adalah :
Terapi Farmakologi :
1. Pemberian terapi Citicolin 2 x 500 mg IV sudah tepat Citicoline intravena dosis
1000 mg/ hari telah diteliti pada pasien stroke menunjukkan citicoline secara
bermakna memperbaiki derajat kesadaran pasien menunjukkan efek citicoline
dalam memperbaiki parameter neurologis seperti kekuatan otot, ambulasi dan
fungsi kognitif di samping derajat kesadaran (Frans D Suyatna. 2010).
Sitikoline merupakan obat neuroprotektor yang telah banyak diteliti dan
digunakan untuk pengobatan berbagai gangguan neurologis termasuk SNH.
Sitikoline aman digunakan pada pasien SNH dan bisa digunakan untuk semua
usia namun pada usia lansia efek pengobatannya mulai berkurang. Obat ini
berfungsi mencegah kerusakan otak (neuroproteksi) dan membantu
pembentukan membran sel di otak (neurorepair) Sitikoline memainkan
peranan penting dalam perbaikan neuron dengan mendukung energi yang
diproduksi di neuron (Taufiqurrohman dkk., 2016).
2. Pasien mendapatkan Asetosal sebanyak 100 mg / hari dimana aspirin
merupakan lini pertama dalam penangan stroke dimana dosis aspirin yang
digunakan lebih rendah daripada dosis untuk analgetik atau antiinflamasi, yaitu
81‐325 mg per hari (Kemkes Malaysia, 2001) maka disimpulkan bahwa
penggunaan asetosal sebanyak 100 mg / hari secara oral sudah masuk kedalam
rentang terapi antiplatelet.
3. Apoteker dapat melakukan KIE dengan pasien atau keluarga pasien terkait
terapi farmakologi yang diberikan, dan juga perlu dilakukan terapi non
farmakologi kepada pasien, apoteker juga dapat menyarakan terkait kepatuhan
pasien dalam mengosumsi obat dan penyimpanan obat yang benar, dosis
pemberian obat, waktu meminum obat atau hal lain terkait dengan obat yang
mampu meningkatkan efektivitas terapi.
4. Apoteker juga dapat menerikan home care kepada pasien yang dilakukan
dengan tenanga kesehatan lainnya, kemudian apoteker dapat melakukan
monitoring efek samping obat yang mungkin terjadi dengan pemberian
obat ini, melakukan monitoring tentang kepatuhan pasien dalam
mengosumsi obat, dan keberhasilan terapi berikut adalah table efek samping
dari terapi yang diberikan
Nama obat yang Efek samping yang mungkin Evaluasi
diterima pasien timbul
Citicolin  Sakit perut dan diare. Efek samping yang
sebagian kecil berupa mungkin timbul pada
hipotensi, takikardia, pemberian obat ini,
bradikardia dan demam. hentikan pemakain
jika efek samping
yang dihasilkan lebih
tinggi dari efek
terapuetik,
kosultasikan dengan
dokter untuk
penggantian obat
Asetosal  Rasa tidak enak di perut, Efek samping yang
mual dan pendarahan mungkin timbul pada
saluran cerna (Said Alfin. pemberian obat ini
2011) apabila
penggunaannya
melibih dosis 325 mg
/ hari
Penggunaan bersama
antacid atau
antagonis H2 reseptor
dapat menuangi efek
tersebut (Said Alfin.
2011)
3. Program Studi Ilmu Keperawatan:

No Diagnosa
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Keperawatan
1 Risiko Setelah dilakukan asuhan NIC Label: Cerebral Perfusion NIC Label: Cerebral Perfusion
Ketidakefektifan keperawatan selama …x24 Promotion Promotion
perfusi jaringan jam diharapkan 1. Monitor status neurologi pasien 1. Mengetahui apakah ada kelainan
otak dengan ketidakefektifan perfusi (seperti tingkat kesadaran, reflek neurologis
faktor risiko jaringan cerebral dapat patologis dan fisiologis, pupil)
suspek infark di dicegah dengan kriteria tiap 2 jam dan bandingkan
parietal kiri hasil : dengan nilai normal
NOC label: Neurological 2. Monitor status pernafasan pasien 2. Menetahui apakah pasien ada
status (ritme, RR, dan kedalaman mengalami gangguan pernafasan
a. Kesadaran pasien pernafasan). akibat telah mengalami
Compos Mentis penurunan kesadaran
b. Tekanan intracranial 3. Monitor TTV, catat bila ada 3. Mengetahui keadaan umum
dalam batas normal (5- perubahan pasien
10 mmHg) 4. Monitor hasil lab untuk 4. Mengetahui status keadaan
c. Dilatasi pupil dalam perubahan dalam oksigenasi umum pasien
batas normal maupun keseimbangan asam basa
d. Pergerakan mata pasien
normal 5. Naikkan kepala bed setinggi 30 5. Menaikkan kepala bed setinggi
e. Pola pernapasan derajat. 30 derajat dapat mengurangi
reguler tekanan intrakranial pasien
f. Tekanan darah dalam 6. Hindari terjadinya tekukan pada 6. Adanya tekukan pada leher bisa
batas normal 100- leher atau ektremitas bawah menyebabkan alitan darah ke
120/60-80 mmHg otak terhambat sehingga TIK
g. Nadi dalam batas bisa meningkat
normal 60-100 x/menit 7. Berikan Oksigen 2 lpm atau 7. Untuk memenuhi oksigen dalam
h. RR dalam batas normal sesuai indikasi tubuh
12-20 x/menit 8. Kolaborasi pemberian obat 8. Untuk menurunkan tekanan darah
i. Nyeri kepala antihipertensi
menghilang

2 Hambatan Setelah diberikan askep NIC Label Exercise therapy : joint NIC Label Exercise therapy : joint
mobilitas fisik selama 3 x 24 jam, mobility mobility
berhubungan diharapkan hambatan 1. Tentukan keterbatasan gerakan 1. Untuk mengetahui sejauh mana
dengan gangguan mobilitas fisik pasien bisa sendi dan efek dari fungsi pada keterbatasan klien dalam
neuromuscular diatasi dengan kriteria klien bergerak
(kelemahan hasil: 2. Mendorong pasien untuk
anggota gerak) NOC Label: Mobility 2. Lakukan latihan ROM pasif melakukan aktivitas secara
ditandai dengan a. Pasien mampu maupun aktif. teratur
pasien tidak menggerakkan otot 3. Agar keluarga/klien dapat
mampu dengan bebas 3. Anjurkan klien/keluarga melakukan ROM secara mandiri
menggerakan b. Pasien mampu berjalan bagaimana melakukan latihan
ekstremitas sejauh 2 meter ROM pasif, dan aktif. 4. Peningkatan aktivitas secara
bagian kanan dan c. Pasien dapat berpindah 4. Anjurkan klien melakukan bertahap akan menurunkan
suara pelo dengan bebas ambulasi. keletihan dan meningkatkan
ketahanan.
5. Bantu dalam gerakan sendi 5. Mendorong pasien untuk
secara teratur dengan melakukan aktivitas secara
memperhatikan batasan-batasan teratur tanpa menimbulkan rasa
rasa sakit, daya tahan, dan sakit.
mobilitas sendi.
IX. Diskusi

Menurut World Health Organization (WHO) stroke didefinisikan sebagai


penyakit yang disebabkan oleh gangguan peredarah darah diotak yang terjadi
secara mendadak dengan tanda dan gejala klinik baik lokal maupun global yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih yang dapat menyebabkan kematian.
Stroke non hemoragik merupakan terhentinya sebagaian atau keseluruhan aliran
darah ke otak akibat tersumbatnya pembuluh darah otak. Tanda dan gejala yang
timbul dapat berbagai macam tergantung dari berat ringannya lesi dan juga
topisnya (WHO,2005). Pada kasus ini, pasien datang ke RSUP sanglah dengan
keluhan separuh tubuh bagian kanan mengalami kelemahan sejak 4 jam sebelum
masuk rumah sakit. Kelemahan timbul secara mendadak saat bangun tidur.
Kelemahan dirasakan semakin memberat hingga tangan dan kaki anan tidak bisa
diangkat. Kelemahan disertai rasa tebal di kulit tangan dan kaki. Pasien
mengatakan baru pertama kali mengalami keluhan kelemahan seperti yang
dirasakan saat ini. Hasil anamnesis menunjukkan kecurigaan mengarah kearah
terjadinya stroke non hemoragik.
Pemeriksaan faktor risiko dengan cermat dapat memudahkan untuk
menemukan penyebab terjadinya stroke. Terdapat dua macam faktor risiko,
pertama yaitu faktor risiko yang tidak dapat dapat dimodifikasi seperti usia, jenis
kelamin, ras atau etnis dan riwayat keluarga: yang kedua yaitu faktor risiko yang
dapat dimodifikasi seperti hipertensi, penyakit jantung, diabetus melitus,
obesitas, dislipidemia, terapi pengganti hormon, anemia sel sabit, nutrisi
berlebih, sendentary lifestyle, dan merokok. Risiko stroke juga meningkat pada
kondisi di mana terjadi peningkatan viskositas darah dan penggunaan
kontrasepsi oral pada pasien dengan risiko tinggi megalami stroke non
hemoragik (Husni, 2004). Anamnesis kepada pasien berkaitan dengan riwayat
penyakit sebelumnya mendapatkan bahwa pasien tidak diketahui memiliki
riwayat hipertensi karena tidak pernah memeriksakan diri ke dokter namun
sering mengalami nyeri kepala.
Stroke harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang mengalami defisit
neurologis akut (baik fokal maupun global) atau penurunan tingkat kesadaran.
Beberapa gejala umum yang terjadi pada stroke non hemoragik meliputi
hemiparese, monoparese atau quadriparese, tidak ada penurunan kesadaran,
tidak ada nyeri kepala dan reflek babinski dapat positif maupun negatif.
Meskipun gejala-gejala tersebut dapat muncul sendiri namun umumnya muncul
secara bersamaan. Penentuan waktu terjadinya gejala-gejala tersebut juga
penting untuk menentukan perlu tidaknya pemberian terapi trombolitik (Husni,
2004). Pada kasus ini didapatkan pemeriksaan fisik tenaga, tonus, refleks pada
ekstremitas kiri menurun dan refleks babinski dan varian didapatkan negatif.
Stroke non hemoragik dibagi menjadi stroke non hemoragik embolik dan
thrombus. Pada stroke non hemoragik embolik tidak terjadi pada pembuluh
darah otak, melainkan di tempat lain seperti di jantung dan sistem vaskuler
sistemik. Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada penyakit jantung dengan
shunt yang menghubungkan bagian kanan dengan bagian kiri atrium atau
ventrikel. Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang meninggalkan
gangguan pada katup mitralis, fibrilasi atrium, infark kordis akut dan embolus
yang berasal dari vena pulmonalis. Kelainan pada jantung ini menyebabkan
curah jantung berkurang dan serangan biasanya muncul disaat penderita tengah
beraktivitas fisik seperti berolahraga. Stroke Non Hemoragik Trombus terjadi
karena adanya penggumpalan pembuluh darah ke otak. Dapat dibagi menjadi
stroke pembuluh darah besar (termasuk sistem arteri karotis) merupakan 70%
kasus stroke non hemoragik trombus dan stroke pembuluh darah kecil (termasuk
sirkulus Willisi dan sirkulus posterior). Trombosis pembuluh darah kecil terjadi
ketika aliran darah terhalang, biasanya ini terkait dengan hipertensi dan
merupakan indikator penyakit atherosclerosis (Axanditya, 2014).
Pencitraan otak sangat penting untuk mengkonfirmasi diagnosis stroke
non hemoragik. Non contrast computed tomography (CT) scanning adalah
pemeriksaan yang paling umum digunakan untuk evaluasi pasien dengan stroke
akut yang jelas. Kasus stroke iskemik hiperakut (0-6 jam setelah onset), CT Scan
biasanya tidak sensitif mengidentifikasi infark serebri karena terlihat normal
pada >50% pasien, tetapi cukup sensitif untuk mengidentifikasi perdarahan
intrakranial akut dan/atau lesi lain yang merupakan kriteria eksklusi untuk
pemberian terapi trombolitik (Axanditya dkk, 2014). Pada CT scan pasien pada
kasus tidak di dapatkan tanda-tanda pendarahan intracranial akut atau lesi
lainnya.
Permasalahan yang didapatkan pada kasus ini yaitu pasien suspek
mengalami Stroke Non Hemorrhagic (SNH) dan pasien mengalami hipertensi
derajat I yang tidak terkontrol. Penatalaksanaan untuk stroke non hemoragik
dibagi menjadi dua yaitu penatalaksanaan umum dan khusus. Penatalaksanaan
umum itu menunjukan terhadap fungsi vital yaitu paru-paru, jantung, ginjal,
keseimbangan elektrolit dan cairan, gizi, higiene. Dan penatalaksanaan khusus
seperti pencegahan dan pengobatan komplikasi, rehabilitasi dan pencegahan
stroke terulang dengan KIE. Pemecahan masalah yang dilakukan secara
komprehensif untuk kedua masalah yang ditemukan pada pasien ini. Adapun
pemecahan masalah yang dapat diberikan citicolin 2 x 500 mg IV, Asetosal 1 x
100 mg per oral kemudian memberikan KIE.

X. Pemecahan masalah secara Interprofessional (kesimpulan)

Penanganan pasien dengan kasus stroke non hemoragik di atas


memerlukan tatalaksana komprehensif dengan kerjasama dari berbagai macam
disiplin ilmu. Dokter sebagai penanggung jawab pasien perlu memberikan
tatalaksana penyakit dari segi farmakologi maupun non farmakologi. Dokter
juga perlu memberikan edukasi mengenai pola makan serta gaya hidup pasien.
Sementara itu, dari segi perawatan pasien sehari-hari perlu adanya kolaborasi
dengan perawat. Perawat berperanan penting dalam memantau kondisi pasien
saat awal dan perkembangannya dari hari ke hari baik itu adanya perburukan
atau perbaikan. Perawat yang dapat memberikan bantuan untuk aktivitas pasien
selama dirawat di Rumah Sakit dan mengingatkan pasien untuk pengobatan dari
segi farmakologis dan nonfarmakologis yang sebelumnya sudah diputuskan
bersama antara pasien dengan dokter. Mengingat penggunaan obat yang multipel
pada pasien ini, perlu dilakukan kolaborasi dengan pihak farmasi mengenai
pilihan obat, interaksi obat, dan KIE obat ke pasien. Selain jumlah yang banyak,
obat yang dikonsumsi pada pasien ini juga bersifat jangka panjang sehingga
perlu diperhatikan dari segi waktu dan biaya dari farmasi serta KIE kepatuhan
obat. Pada akhirnya, setiap tatalaksana yang diberikan untuk memecahkan
permasalahan pada pasien ini membutuhkan kolaborasi antara dokter, perawat,
farmasi, dan akan lebih baik lagi jika melibatkan fisioterapis ataupun disiplin
ilmu lainnya. Mengingat bahwa seiring berjalannya waktu, kompleksitas
penyakit juga semakin meluas, penanganan yang bersifat komprehensif sangat
dibutuhkan.

XI. Tindak lanjut / saran

1. Saran dari prodi pendidikan dokter :

Pasien perlu diedukasi untuk pola hidup sehat yaitu mengatur pola makan
dengan membatasi asupan garam, memperbanyak sayur dan buah serta
olahraga teratur. Pasien disarankan untuk konsul ke Unit Rehabilitasi Medik
agar dapat mengembalikan fungsi sosial pasien setelah nantinya keluar dari
Rumah Sakit.
2. Saran dari prodi ilmu keperawatan:
Pasien diberikan edukasi untuk menaikkan kepala bed setinggi 30 derajat
dengan tujuan untuk mengurangi tekanan pada otak, menghindari adanya
tekukan pada leher dan ekstremitas bawah agar aliran darah tidak terhambat
menuju ke otak. Pasien juga diingatkan untuk melatih gerakan ROM pasif
maupun aktif secara bertahap. Keluarga pasien dianjurkan untuk membantu
pasien dalam melakukan gerakan ROM pasif maupun aktif.

XII. Dokumentasi laporan kasus


DAFTAR PUSTAKA

Axanditya, B., Kustiowati, E., & Lestari, P. (2014). Hubungan Faktor Risiko Stroke
Non Hemoragik dengan Fungsi Motorik (Doctoral dissertation, Faculty of
Medicine Diponegoro University).
BNF57. (2009). British National Formulary 57. London: BMJ Group and RPS
Publishing 2009.
Bulechek GM, Butcher HK, Dochterman JM. (2009). Nursing Interventions
Classification (NIC) Fifth Edition. United States of America: Mosby Elsevier
Herdman, T. Heather. (2014). Nursing diagnoses: definitions and classification
2015-2017 Jakarta: EGC.
Husni, A. Laksmawati. (2004). Faktor yang Mempengaruhi Stroke Non Hemoragik
Ulang. Medika Indonesiana, 36(3), 133-44.
Morrhead, S., Johnsos, M., Mass, M.L. & Swanson, E,. (2008). Nursing outcomes
classification (NOC) (5th edition). St. Louis: Mosby Elsevie.
World Health Organization. (2005). WHO STEPS Stroke Manual: The WHO
STEPwise approach to stroke surveillance

Anda mungkin juga menyukai