Disusun Oleh
kelompok 4
Puji syukur atas kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah
Imunologi tentang Vaksinasi atau Imunisasi dengan tepat waktu. Adapun Makalah
Imunologi ini telah kami kerjakan semaksimal mungkin dengan bantuan dari banyak
pihak, sehingga dapat memperlancar proses pembuatan jurnal ini. Oleh sebab itu,
kami juga ingin menyampaikan rasa terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu kami dalam pembuatan Makalah Imunologi ini.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan
baik dari segi penyusunan bahasa, tanda baca, maupun isi. Maka dari itu, dengan
lapang dada kami membuka seluas-luasnya pintu bagi para pembaca yang ingin
memberikan kritik ataupun saran demi penyempurnaan makalah ini. Semoga Makalah
Imunologi dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi para pembaca.
Jakarta,16 November
2020
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB 1
PENDAHULUAN
- Untuk mengetahui imunisasi atau vaksinasi tubuh agar tidak mudah terserang
penyakit menular
- Untuk mengetahui Imunisasi atau vaksinasi dapat efektif mencegah penyakit menular
TINJAUAN PUSTAKA
oleh karena dapat menimbulkan imunitas transplantasi terhadap sel asal donor dengan
histokompatibilitas yangAlamiah
berbeda imusisasi dapat terjadi alamiah
Buatandan buatan ( aktif dan
pasif ). Berbgai vaksin dan serum ( juga asal hewan ) yang digunakan pada manusia.
Vaksin Jenis
Hepatitis B HBsAG mati
Influenza Seluruh atau split virus (dilemahkan)
Campak Dilemahkan
Mumps Dilemahkan
Polio Dilemahkan atau mati
Rabies Dilemahkan atau mati
Rubela Mati
Varisela Dilemahkan
Antisera
Botulisme ISG asal manusia atau kuda
Difteri Serum asal kuda
Hepatitis A ISG
Hepatitis B HBIG atau ISG
Hipogamaglobulinemia ISG
Campak ISG
Rabies ISG, RIG serum imun asal kuda
Rho (D) ISG vs RHO (D)
Tetanus TIG
Vaksinia VIG
Varisela-zoster VZIG
Serum antilimfosit Asal kuda
Black widow spider Anti-bisa asal kuda
Gigitan Coral spider Anti-bisa asal kuda
Gigitan Crotald snake Anti-serum polivalen asal kuda
Malaria Sintesis (dalam percobaan)
Vaksin yang sering digunakan terdiri atas antigen multipel yang masing
masing dapat memiliki antigenisitas spesifik atau epitop. Mengingat antigen
permukaan merupakan komponen mikroba pertama yang berinteraksi dengan pejamu,
antigen eksternal biasanya merupakan antigen yang digunakan dalam imunisasi.
Dalam hal ini, respons humoral dan selular yang di induksi vaksin menghasilkan
produk yang menginaktifkan potensi patogenik mikroba. Virus influenza memiliki
antigen eksternal (hemaglutinin dan neuraminidase) yang dieskpresikan di permukaan
virus dan juga antigen internal ( matriks protein atau nukleoprotein ) yang tidak
terpajan. Antigen internal menginduksi antibodi selama infeksi namun hanya antibodi
terhadap antigen eksternal yang dapat menetralisir virus dan mencegah infeksi. Tidak
semua antigen eksternal menginduksi respon protektif. Antibodi terhadap molekul
hemaglutinin influenza lebih efektif dalam mencegah infeksi dibanding antibodi
terhadap molekul neuraminidase.
b. Derajat imunogenisitas
Antigen harus merupakan bahan asing untuk penjamu yang derajat
antigenisitas nya tergantung dari jarak filogenetik. Jadi serum kuda lebih imunogenik
terhadap manusia dibanding serum kera. Kompleksitas kimia suatu molekul sangat
berperan pada imunogenisitas. Keanekaragaman kimia memungkinkan adanya
berbagai epitop. Bila variasi epitop lebih banyak, lebih besar kemungkinannya
seseorang akan memberikan reaksi terhadap satu atau lebih epitope. Protein
merupakan imunogen poten oleh karena protein dibentuk oleh 20 asam amino atau
lebih yang dapat merupakan epitop khusus. Konjugat protein dengan molekul
biologik lain (glikoprotein) juga merupakan antigen baik. Kebanyakan polisakarida
meruapakan antigen lemah atau bahkan nonantigenik. Polisakarida biasanya terdiri
atas beberapa monosakarida dan tidak memiliki cukup keanekaragaman kimia untuk
menunjukan imunogenisitas. Asam nukleat dalam bentuk murni dianggap
nonimunogenik. Tetapi bila diikat oleh protein dasar, asam nukleat dapat berperan
sebagai imunogen.
c. Antigen yang berubah
Antigen dapat berubah secara artifisial dan antibodi yang diproduksinya akan
berhubungan dengan epitop yang berubah. Epitop dapat dihilangkan, ditambahkan
atau dirubah.
d. Hapten
Cara umum untuk meningkatkan jumlah epitop ialah dengan menambahkan
bahan yang disebut hapten ke antigen yang sudah ada. Hapten adalah molekul
kecil non imunogenik yang dapat menambahkan epitop. Baru (spesifitas baru) bila
dikonjugasikan dengan antigen yang ada. Antibodi terhadap epitop baru akan
bereaksi dengan hapten bebas, tetapi juga dengan tempat hapten epitop pada
antigen yang dirubah
e. Ajuvan
f. Besar Molekul
Besar molekul penting dalam menentukan kemampuan menginduksi respons
imun. Molekul besar biasanya lebih imunogenik oleh karena memberikan
kesempatan menjadi lebih kompleks (lebih banyak epitop yang
beranekaragaman). Molekul yang tidak dapat dipecah seperti partikel polistiren
atau asbestos tidak imunogenik oleh karena tidak dapat diproses oleh fagosit.
g. Rute imunisasi
Pemberian SK atau IM merupakan rute tersering dan terbaik dalam vaksinasi
aktif atau pasif untuk menginduksi respons antibodi. Suntikan IV akan dapat
mengurangi respons imun. Imunoglobin disuntukkan IV kepada penderita dengan
defisiensi imun humoral seperti hipogamaglobulinemia Bruton. Pemberian oral
digunakan untuk imunisasi polio (Sabin) galur (strain) virus yang dilemahkan
yang dapat berkembang dalam mukosa usus kecil. Subyek yang diimunisasi akan
mengeluarkan virus dalam tinja, yang dapat disebarkan ke orang lain disamping
mengimunisasinya. Pemberian intranasal menginduksi sistem imun yang
menyerupai pajanan alamiah terhadap patogen yang disebarkan melalui udara dan
dapat meberikan keuntungan oleh karena memberikan respons berupa produksi
sigA.
h. Sifat pejamu
Faktor mempengaruhi respons terhadap imunisasi seperti faktor endogen
berupa usia, genetik, kesehatan umum dan faktor eksogen berupa infeksi
intermiten, status gizi dan medikasi. Defisiensi vitamin A dapat mengurangi daya
pertahanan pejamu. Untuk keberhasilan imunisasi, resipien harus ada dalam
keadaan imunokompeten
i. Dosis
Dosis antigen diharapkan tidak mengganggu respons imun. Jumlah berlebihan
atau dosis berulang akan mengganggu respons imun. Hal tersebut terutama terjadi
terhadap polisakarida.
j. Nomenklatur antigen
Berbagai nama diberikan untuk antigen sesuai asalnya seperti antigen kapsul,
antigen golongan darah, antigen transplantasi atau sesuai komposisi kimia. Nama
fungsional antigen seperti sel T dependen atau sel T independen dan deskripsi
sebagai superantigen mungkin lebih banyak digunakan dengan maksud untuk
menerangkan peranannya dalam respons imun. K. Antigen sel T dependen dan sel
T independent Kebanyakan antigen memerlukan bantuan sel T untuk
menimbulkan respons imun. Antigen dengan komponen protein merupakan
prototipe antigen yang T dependen (TD). Hal ini berarti bahwa sel B yang
sebenarnya memproduksi lagi tidak akan mampu berfungsi tanpa bantuan sel T.
bantuan tersebut berupa sitokin yang dilepas sel T setelah kontak dengan antigen.
Sebaliknya, polisakarida dan molekul lain dengan tempat determinan yang
terbatas, dapat merangsang sel B untuk memproduksi Ig tanpa memerlukan
bantuan sel T, jadi T independen (TI) Antigen TI ditemukan dalam 2 bentuk: TI 1
dan TI 2. Antigen TI 1 seperti LPS bakteri berfungsi seperti mitogen dan
mengaktifkan banyak sel B (aktivator poliklonal sel B). Antigen TI 2 mempunyai
banyak ulangan epitop dan bereaksi silang dengan banyak reseptor antigen pada
sel B, jadi memberikan sinyal proliferasi terhadap sel B spesifik. Antigen TI dapat
dijadikan sel T dependen bila dikonjugasikan dengan antigen TD yang sudah ada.
Keuntungan proses ini bahwa suntikan booster antigen TD merangsang produksi
imunoglobin yang mencolok (respons anamnestik), yang tidak terjadi pada
suntikan booster antigen TI.
k. Superantigen
Molekul superantigen merupakan mitogen sel T yang sangat poten. Mungkin
lebih tepat kalau disebut supermitogen karena dapat memacu mitosis sel CD4
tanpa bantuan dari APC. Superantigen diikat pada regio yang variabel dari rantai
B Reseptor T dan sekaligus diikat molekul MHC-II. Ikatan silang (cross-linking)
itu merupakan sinyal kuat sekali untuk mitosis oleh karena molekul tersebut dapat
bereaksi dengan berbagai rantai B dari reseptor sel T.
Suatu molekul superantigen dapat mengaktifkan sejumlah besar (sampai 20%)
dari semua sel T dalam darah perifer. Contoh superantigen adalah enterotoksin
dan toksin sindrom syok yang diproduksi Stafilokokaureus. Toksin tersebut dapat
menginduksi sel T untuk memproduksi sejumlah besar sitokin seperti IL-1 dan
TNF yang menimbulkan patologi jaringan lokal seperti terlihat pada infeksi
tafilokok Tidak seperti pada antigen normal yang harus diproses dan
dipresentasikan oleh APC, SA yang tetap utuh dapat mengikat bagian
nonpolimorfik dari molekul protein MHC-II dan rantai B dari TCR famili.
Beberapa superantigen mengikat molekul adhesi (CAM) dan rantai B pada TCR.
l. Epitop
Imunogen dan antigen memiliki gerombol unik dari golongan kimia yang
berperan untuk merangsang sel B atau T. Determinan antigenik tersebut disebut
epitop. Epitop terdiri atas 4-5 asam amino dari protein atau polisakarida dengan
ukuran yang sama. Epitop adalah bagian antigen yang dapat diikat antibodi.
Epitop dapat liner atau konformasional dan menentukan spesifitas molekul
antigen. Antigen-antigen yang memiliki satu atau lebih epitop yang sama disebut
antigen dengan reaksi silang. Efektifitas merangsang respons imun sebagai epitop
antigen tidak sama. Epitop imunodominan adalah epitop yang mendominasi
respons IG.
m. Antigen heterofil
Antigen heterofil kadang diartikan sinonim dengan antigen heterogenetik yang
ditemukan secara luas di banyak pohon filogenetik. Antigen tersebut berperan
pada reaksi silang. Antibodi terhadap suatu antigen dapat menunjukkan reaksi
terhadap antigen lain yang tidak berhubungan. Hal itu dapat terjadi bila kedua
antigen memiliki epitop yang sama.
n. Multivalensi
o. Vaksin kombinasi
Vaksin kombinasi terdiri atas dua atau lebih imunogen terpisah yang disatukan
dalam produk tunggal. Misalnya DPT, trivalen virus polio mati (IPV) dan OPV.
Untung rugi penggunaan vaksin kombinasi terlihat pada tabel 2.3
Vaksin hidup dapat menimbulkan penykit ringan, dan menimbulkan respon imun seperti yang
terjadi pada infeksi alamiah. Ciri-ciri umum vaksin mati dan hidup Keuntungan serta
kerugian. Infeksi yang menetap seperti tuberculosis limfadenitis local atau infeksi yang
menyebar dapat ditimbulkan oleh BCG. Vaksin yang dilemahkan tidak dianjurkan untuk
diberikan kepada wanita hamil, meskipun potensinya terhadap kerusakan janin masih
merupakan teori.
Tabel 2.5
Jenis vaksin Contoh Deskripsi
Diinaktifkan atau vaksin inert
Inaktivasi secara kimiawi
dengan C-formaldehid atau
Diinaktifkan (cara kimiawi
Vaksin poliomyelitis Salk B-propriolakton. Inaktivasi
atau termal)
fisis melalui pajanan dengan
suhu tinggi atau iradiasi UV
Vaksin split virion atau Hanya mengandung
Vaksin influenza terbanyak
Vaksin subunit sebagian virion
Protein virus diproduksi
Vaksin rekombinan Hepatitis B dengan Teknik rekombinan
DNA
Terdiri atas protein virus
tanpa asam nukleik di-
Vaksin serupa partikel virus Virus Human papilloma
asembel ke dalam partikel
serupa virion
Vaksin hidup
Vaksinia
Related non-human virus
Bovine rotavirus W3
Measles
Atenuasi diperoleh dengan
Mumps
pasase dalam sel pejamu
Rubella
Virus yang diatenuasi non-alamiah atau rute
Yellow fever
pemberian vaksin yang
OPV
berbeda dari infeksi alamiah
Vaksin varisela zoster
Strain virus ini bereplikasi
Mutan yang sensitive Pada suhu 25oC (pemberian
Flumist influenza virus
terhadap suhu intranasal) tetapi pada 37oC
(dalam paru)
Tabel 2.6 Keuntungan dan kerugian relative vaksin hidup dan mati
Vaksin Hidup Vaksin Mati
Keuntungan Tunggal, dosis kecil Aman
Diberikan dengan rute Stabil (batch vaksin
alamiah tunggal diketahui,
Memacu imunitas local demikian juga keamanan
Menyerupai infeksi dan efikasinya)
alamiah
Vaksin Hidup
memberikan stimulasi
antigenic secara terus
menerus sehingga
tersedia cukup waktu
untuk produksi sel
memori
Pathogen yang
dilemahkan dapat
bereplikasi dalam sel
pejamu
Kontaminasi virus
onkogenik dan jaringan
kultur
Menjadi virulen
Inaktivasi oleh Diperlukan dosis
perubahan cuaca multiple dan booster
Penyakit pada pejamu Diberikan dengan
imunokompromais suntikan – rute tidak
Kerugian
(penderita HIV) alamiah
Infeksi berkepanjangan Diperlukan kadar
(BCG-limfadenitis local) antigen tinggi
Kesalahan imunisasi Efisiensi variable
(rekonstitusi, rantai
dingin) Kurang aman
dibandingkan Vaksin
Mati
Tabel 2.9 Serum yang digunakan pada manusia untuk imunisasi pasif
Human Immunoglobulin yang menggunakan kumpulan gamma globulin
Hepatitis A
Hepatitis B
Campak
Varisela
Human Immunoglobulin yang menggunakan donor yang diimunisasi
Rabies (HRIG)
Tetanus (HTIG)
Varisela-zoster (HVIG)
Botulism
Imunoglobulin asal hewan yang diimunisasi
Tetanus
Rabies
Botulism
Difteri
Anti bisa ular, laba-laba dan kalajengking
Gambar 3 Kadar antitoksin IgG asal manusia dan kuda dalam serum sesudah diberikan
kepada manusia
Gambar 4. Pengenceran, katabolisme, pembentukan kompleks imun dan eliminasi
antibodi heterology
Tabel 2.10 Proteksi terhadap difteri dan hubungannya dengan waktu pemberian
antitoksin.
Gen dapat diklon, DNA dapat disekuens dan protein rekombinan dapat
diproduksi. Komponen, struktur dan fungsi sitem imun pada tahapan molekular dapat
dipelajari. Keuntungan penggunaannya bebas dari fragmen-fragmen patogen yang
idak diinginkan atau berbahaya yang dapat menimbulkan efek samping seperti halnya
dengan vaksin konvensional.
Epitop khusus yang protektif dapat digunakan dalam vaksin. Bagian virulen
tertentu dari mikroba dapat digunakan seperti glikoprotein D (glyD) virus herpes
merangsang CTL yang menimbulkan proteksi dan tidak dikhawatirkan pejamu akan
menjadi sakit seperti yang mungkin deriadi pada pemberian vaksin virus yang
dilemahkan. Pendekatan ini juga dapat lakukan untuk memberikan proteksi humoral
terhadap mikroba. Baik epitop sel B (bagian dari antibodi yang mengikat agen
infeksi), maupun epitop sel T (peptida yang mengikat molekul MHC-II untuk
merangsang sel CD4) dapat digunakan.
Contoh vaksin rekombinan yan lama digunakan adalah vaksin hepatitis B yang
dibuat dengan memasukkan ga segmen virus hepatitis B ke dalam gen sel ragi.
Hal yang menarik adalah teknik penyuntikan DNA yang kemudian
diekspresikan oleh sel otot pejamu dengan efisiensi yang lebih besar dibanding
dengan yang diperoleh dalam biakan sel. DNA dapat berintegrasi dengan kromosom
DNA pejamu atau dipertahankan untuk waktu yang lama dalam bentuk episom.
Antigen virus tidak hanya diekspresikan dalam sel otot, tetapi juga dalam SD di
tempat suntikan. Sel otot mengekspresikan MHC-I rendah, oleh karenanya SD local
sangat diperlukan untuk respons antigenik vaksin DNA. Beberapa sel tubuh akan
memproses DNA dan selanjutnya DNA menginstruksikan sel-sel untuk mensintesis
molekul antigen, melepas antigen yang dipresentasikan di permukaan selnya. Jadi sel
tubuh sendiri jadi pabrik yang mensintesis vaksin antigen yang diperlukan untuk
merangsang sistem imun. Penggunaan DNA yang menyandi antigen dapat digunakan
sebagai vaksin yang potensial.
Vaksin vektor rekombinan adalah vaksin yang dibuat dengan menggunakan virus atau
bakteri yang dimodifikasi 'untuk mengantarkan gen (sebagai vektor) yang menyandi
antigen mikroba ke sel tubuh. Vaksin vektor rekombinan merupakan strategi terhadap
virus . Vaksin eksperimental ini dapat disamakan dengan vaksin DNA, tetapi
menggunakan virus yang diatenuasi untuk memasukkan DNA mikroba ke sel tubuh.
Vector berarti virus yang digunakan sebagai pembawa. Virus yang diatenuasi dan
berfungsi sebagai vektor, berkembang biak dalam pejamu dan mengekspresikan
produk gen virus patogen. Vaksin hidup yang diatenuasi digunakan dengan membawa
gen yang menyandi antigen yang ditemukan dalam newly emerging pathogen.
Prosedur untuk memproduksi vektor vaksin yang membawa gen asing dari patogen
terlihat pada Gambar 7
7. VAKSIN TUMOR
Imunisasi yang membunuh sel tumor atau antigen tumor dapat meningkatkan
respons terhadap tumor. Identifikasi peptide yang dapat dikenal CTL tumor spesifik
dan klon gen yang menjadi antigen tumor spesifik yang dikenal CTL merupakan
kandidat untuk vaksin tumor. Imunisasi dengan antigen tumor murni dan ajuvan
masih dalam percobaan. Pengobatakan kanker potensial dengan pendekatan
imunologik sudah lama merupakan harapan baru untuk para ahli onkologi-imunologi.
Hal itu terutama disebabkan oleh karena pengobatan kanker dewasa ini tergantung
dari obat yang membunuh sel yang membagi diri atau mencegah pembelahannya yang
menunjukkan efek samping berat terhadap sel yang sedang berproliferasi. Karenanya,
pengobatan kanker disertai dengan morbiditas dan mortalitas tinggi. Respon imun
terhadap tumor dapat tumor spesifik sehingga tidak merusak sel normal terbanyak
(Tabel 16.15). vaksin terhadap papilloma telah dibahas diatas dalam vaksin virus.
8. JADWAL IMUNISASI
IgG didapatkan dalam janin pada sekitar gestasi bulan ke 2 yang berasal dari ibu.
Kadar IgG meningkat dan mencapai puncaknya pada sekitar gestasi bulan ke 4. Pada
waktu lahir kadarnya mencapai 10-12 mg/ml serum yang sedikit lebih tinggi dari pada
kadar IgG ibu. Jadi janin mendapat persediaan IgG dari ibu yang bersifat antitoksik,
antivirus dan antibacterial. Kadar Ig asal ibu ini kemudian perlahan-lahan menurun
bila bayi mulai membuat antibody sendiri, sehingga IgG total pada usia 2-3 bulan
hanya 50% dari kadar waktu lahir
Pada umumnya bayi baru lahir menunjukkan respon imun yang lemah dan
meningkat efektif dengan usia. Bayi baru lahir sudah siap membentuk IgM dan dapat
memberikan respons terhadap toksoid,virus polio yang diberikan parenteral atau polio
yang dilemahkan dan diberikan oral. Pemberian vaksin pertussis (bakteri dimatikan)
segera setelah lahir, tidak memberikan respon protektif, bahkan dapat menimbulkan
toleransi terhadap vaksin sama yang diberikan dikemudian hari.
Beberapa contoh imunisasi yang dianjurkan untuk perjalanan terlihat pada Tabel 16.19.
7. Vaksin/kontrasepsi imunologis
Meskipun secara teoritis, pemberian vaksin kepada wanita hamil dapat berisiko, sebetulnya
tidak terbukti adanya hubungan direk antara vaksin (bahkan vaksin hidup) dengan defek pada
bayi. Namun demikian, wanita hamil hendaknya hanya mendapat Vaksinasi bila vaksin
diduga tidak akan menimbulkan efek samping, risiko untuk penyakit tinggi dan infeksi
merupakan risiko untuk ibu dan bayi. Menunggu pemberian vaksin sampai trimester ke 2 atau
ke 3, bila mungkin dapat mengurangi keresahan teratogenisitas. Sangat sedikit vaksin yang
sudah diuji pada wanita hamil.
Sekitar 2% bayi yang dilahirkan menderita cacat, dan beberapa Ibunya pernah
mendapat vaksinasi selama hamil. Vaksin hidup dianjurkan untuk tidak diberikan kepada Ibu
hamil. Ibu yang mendapat vaksin MMR atau varisela, hendaknya menunggu satu bulan untuk
hamil. Adanya risiko terhadap pemberian vaksini pasif tidak diketahui. Pemberian vaksinasi
termasuk vaksin hidup tidak merupakan kontraindikasi untuk ibu yang sedang menyusui,
kecuali variola. Vaksinasi tetanus dan Influenza mati banyak dianjurkan untuk diberikan
kepada ibu hamil.
10. Lain-lain
Khusus untuk imunisasi dewasa pada keadaan tertentu disusun suatu panduan untuk vaksinasi
di Indonesia oleh PAPDI seperti terlihat pada gambar berikut:
Gam
bar 16.17 Vaksinasi orang dewasa dengan indikasi medis kondisi tertentu:
1. Infuenza
Semua orang dewasa dianjurkan untuk vaksinasi Infiuenza satu kali setiap
tahun.
Beberapa kelompok / kondisi yang sangat dianjurkan untuk mendapatkan
vaksinasi Influenza: gangguan sistem pernapasan kronik, penyakit ginjal
kronik, gangguan kardiovaskular (gagal jantung, penyakit jantung koroner,
sindroma koroner akut, hipertensi, aritmia, gangguan katup jantung defek
kongenital), diabetes meitus, imunokompromais (HIVIAIDS, kanker, kanker
anemia/hemoglobinopati, obesitas morbid, lansia, karyawan / pekerja, tenaga
kesehatan, perokok, pelancong (traveller), orang yang tinggal di panti
jompo/tempat penampungan dan calon jemaah haji/umrah.
Vaksin Influenza juga dianjurkan bagi semua ibu hamil.
Vaksin Influenza dapat diberikan sepanjang tahun.
Vaksin Influenza tersedia dalam bentuk Trivalent dan Quadrivalent.
Rekomendasi vaksinasi pada penderita penyakit Al yang dianjurkan oleh berbagai organisasi
profesi terlihat pada table 16.22.
Risiko yang berhubungan dengan penyakit infeksi pada penderita penyakit AI dibandingkan
dengan control dinyatakan sebagai berikut: ‘=’ (hampir sama) atau ‘Î’ (meningkat). Obat
imunomodulator dianggap dosis rendah pada melotreksat <0.4 mg/kgBB/minggu, azatriopin
≤3.0 mg/kgBB/hari, 6-merkapoturin ≤1.5 mg/kgBB/hari. (Lihat Bab 25 Imunosupresan).v:
vaksinasi direkomendasikan ×: kontra indikasi
CDC: Centers for Disease Control and Prevention: BSR: British Society Rheumatology:
ECCO: European Crohn and Coilts Organisation: APF: American Psosiaris Foundation:
ACS: American Cancer Society
Kejadian fenomena Al pasca vaksinasi diduga mempunyai patofisiologi yang sama dengan
penyakit Al tanpa vaksinasi, multifaktorial seperti faktor genetik, lingkungan, hormonal dan
infeksi. Penderita dengan penyakit Al seperti RA, IBD, psoriasis dan lainya menunjukkan
peningkatan resiko infeksi yang umumnya dapat dicegah dengan vaksinasi. Namun karena
kekhawatiran banyak dokter, pemberian vaksinasi kepada penderita penyakit Al mengejutkan
rendah. Sebetulnya data klinis tidak menunjukkan peningkatan parameter klinis atau
laboratorium dari aktivitas penyakit (gambar 16.18).
Patogenesis penyakit Al melibatkan berbagai faktor, seperti halnya dengan transplantasi
sumsum tulang. Timektomi dan splenektomi merupakan pengobatan yang digunakan untuk
mengobati penyakit Al, namun kadang justru dapat menginduksinya. Vaksinasi biaanya
mencegah infeksi dan juga mencegah autoimunitas, tetapi kadang juga justru dapat
menginduksi autoimunitas.
Genetik
Defek Imunologis Timektomi Terapi/
Hormon Splenektomi Pencegahan AI
Lingkungan Transplatasi
Sumsum Tulang
Vaksinasi Induksi AI
Tabel 1
KONTRAINDIKASI PERHATIAN
VAKSIN KEADAAN ALASAN KEADAAN ALASAN
Semua vaksin Reaksi alergi Anafilaksis Penyakit akut
berat atau sedang-berat
anafilaksis alergi lateks
terhadap vaksin komponennya
BCG Difisiensi imun Penyakit oleh - -
atau supresi vaksin bakteri
imun hidup
Ensefalopati Ensefalopati Demam > -
dalam 7 hari rekuen 40,5ᵒC
Kesulitan Kejan dalam 3 -
DPT
Penyakit syaraf membedakan hari
penyakit dari
reaksi vaksin
Hep-A - - Hamil -
Polisakarida pneumokok
IgG total 4 8 80-100 IU/ml
IgG 1 <1 2 30-80 IU/ml
IgG 2 <1 <1 45 – 100
IU/ml
Tetanus toksoid < 0,01 7,6* 0,85 IU/ml
FAKTOR PERSYARATAN
Efektivitas Harus memacu ambang protektif sistem
imun :
- - Ditempat yang sesuai
- - Relevan (Ab, Tc, Th1, Th2)
- - Durasi adekuat
Ketersediaan Mudah dipersiapkan dalam jumlah
besar atau mudah diperoleh
Stabilitas Stabil pada cuaca ekstrim sekalipun,
diutamakan tidak memerlukan alat
pendingin
Harga Terjangkau, apa yang murah di negara
maju, mungkin mahal di negara yang
sedang berkembang
Keamanan Tidak ada kontaminasi
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Imunisasi adalah suatu proses untuk membuat sistem pertahanan tubuh kebal
terhdap infasi mikroorganisme (bakteri dan virus). Yang dapat menyebabkan infeksi
sebelum mikroorganisme tersebut memiliki kesempatan untuk menyrang tubuh kita.
Dengan imunisasi tubuh kita akan terlindung dari infeksi begitu pula orang lain,
sedangkan vaksinasi adalah imunisasi aktif secara buatan, yaitu sengaja memberikan
antigen yang diperoleh dari agen menular pada ternak sehingga tanngap kebal dapat
ditingkatkan dan tercapai resistensi terhadap agen menular tersebut. Adapun tujuan dari
imunisasai adalah untuk memberikan kekebalan pada bayi agar dapat mencegah penyakit
dan kematian pada bayi serta anak yang disebabkan oleh penyakit yang sering berjangkit.
B. SARAN
Imunisasi adalah suatu bentuk upaya untuk membentuk pertahanan tubuh terhadap
penyakit yang akan menyerang sehingga diwajibkan bagi setiap orang untuk menjalani
imunisasi. Karena imunisasi tidak bahaya bagi seseorang sebaiknya memberikan dampak
yang positif kedepannya bagi seseorang yang telah menjalani imunisasi
DAFTAR PUSTAKA