Anda di halaman 1dari 67

MAKALAH IMUNOLOGI

VAKSINASI & IMUNISASI

Disusun Oleh
kelompok 4

1. Dicky Arif Hermawan 18330735


2. Chandra Wisnu Anggara 18330741
3. Raidah Nur Syifha 18330745
4. Vierda Nafiza 18330747
5. Yulistiawati Andriani 18330748
6. Kintan Putri Hosi 19330755
7. Krismonicha Sundari 19330756
8. Pauliza Dienullah 19330757
9. Irnando 19330760
10. Sri Wahyuni Putri A 19330761
11. Yuni Lestari 19330763
12. Kamalia Eka Ayu F. 19330764
13. Luthfia Alfianti 19330767
14. Caterine Dharmayu P.19330768
15. Harfiana Safitri Umar 20330703

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS FARMASI
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah
Imunologi tentang Vaksinasi atau Imunisasi dengan tepat waktu. Adapun Makalah
Imunologi ini telah kami kerjakan semaksimal mungkin dengan bantuan dari banyak
pihak, sehingga dapat memperlancar proses pembuatan jurnal ini. Oleh sebab itu,
kami juga ingin menyampaikan rasa terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu kami dalam pembuatan Makalah Imunologi ini.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan
baik dari segi penyusunan bahasa, tanda baca, maupun isi. Maka dari itu, dengan
lapang dada kami membuka seluas-luasnya pintu bagi para pembaca yang ingin
memberikan kritik ataupun saran demi penyempurnaan makalah ini. Semoga Makalah
Imunologi dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi para pembaca.

Jakarta,16 November
2020

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Beberapa miggu setelah lahir, bayi memiliki proteksi terhadap kuman yang
dapat menimbulkan penyakit. Proteksi ini berasal dari ibu yang disalurkan lewat
plasenta sebelum lahir. Setelah beberapa waktu proteksi ini hilang. Vaksin di berikan
agar tubuh dapat mempertahankan diri terhadap kuman seperti virus dan bakteri.
Imunisasi atau vaksinasi adalah prosedur untuk meningkatkan derajat imuitas,
memberikan imunitas protektif dengan menginduksi respons memori terhadap
patogen/toksin tertentu dengan menggunakan preparat antigen nonvirulen/nontoksik.
Imunitas perlu dikembangkan untuk jenis antibody/sel efektor imun yang benar.
Antibodi yang diproduksi oleh imunisasi harus efektif terutama terhadap mikroba
ekstraseluler dan produknya (toksin). Antibodi mencegah adherens mikroba masuk ke
dalam sel untuk menginfeksinya, atau efek yang merusak sel dengan menetralkan
toksin (difteri, klostridium). Iga berperan pada permukaan mukosa, mencegah virus
bakteri menempel pada mukosa (efek polio oral). Mengingat respons imun yang kuat
baru timbul beberapa minggu, imunisasi aktif biasanya diberikan jauh sebelum
pajanan dengan patogen.
1.2 VAKSIN
Vaksin adalah sejenis produk biologis yang mengandung unsur antigen berupa
virus atau mikroorganisme yang sudah mati atau sudah dilemahkan dan juga berupa
toksin mikroorganisme yang telah diolah menjadi toksid atau protein rekombinan,
yang sudah ditambahkan dengan zat lainnya. Vaksin berguna untuk membentuk
kekebalan spesifik secara aktif terhadap penyakit tertentu. Vaksin merupakan produk
yang rentan, masing -masing mempunyai karakteristik tertentu maka diperlukan
pengelolaan secara khusus sampai di gunakan (WHO, 2015)
1.3 IMUNISASI
Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan
memasukkan vaksin kedalam tubuh. Agar tubuh membuat zat anti untuk merangsang
pembentukan zat anti yang dimasukkan kedalam tubuh melalui suntikan (misalnya
vaksin BCG, DPT dan campak) dan melalui mulut (misalnya vaksin polio).
1.4 TUJUAN VAKSINASI/IMUNISASI

- Untuk mengetahui imunisasi atau vaksinasi tubuh agar tidak mudah terserang
penyakit menular

- Untuk mengetahui Imunisasi atau vaksinasi dapat efektif mencegah penyakit menular

- Untuk mengetahui Imunisasi atau vaksinasi dapat menurunkan angka mordibitas


(angka kesakitan) dan mortalitas (angka kematian) pada balita

1.3 MANFAAT VAKSINASI/IMUNISASI


- Untuk anak: mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit, dan
kemungkinan cacat atau kematian.
- Untuk keluarga: menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak
sakit. Mendorong pembentukan keluarga apabila orang tua yakin bahwa anaknya
akan menjalani masa kanak-kanak yang nyaman.
- Untuk negara: memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan
berakal untuk melanjutkan pembangunan negara
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KEBERHASILAN IMUNISASI DALAM PROFILAKSIS IMUN

Imunisasi merupakan kemajuan yang besar dalam usaha imunoprofilaksis


serta menurunkan prevalensi penyakit. Cacar yang merupakan penyakit yang sangat
ditakuti berkat imunisasi masal, sekarang telah dapat di lenyapkan dari muka dunia
ini. Demikina pula dengan polio yang dewasa ini sudah dapat dilenyapkan di banyak
negara igG biasanya efektif dalam darah, juga dapat melewati plasenta dan
memberikan imunitas pasif kepada janin. Adanya transfer pasif tersebut dapat
merugikan oleh karena Ig matemal dapat dapat menghambat menghambat imunisasi
yang efektif pada bayi, jadi baiknya imunisasi pada neonatus ditunggu sampai
antibodi ibu menghilang dari darah anak. Antibodi yang diberikan pasif menunjukan
efek yang sama.

Imunitas selular (sel T, makrofag) yang di induksi vaksinasi adalah esensial


untuk mencegah dan eradikasi bakteri, protozoa, virus, dan jamur intraselular. Oleh
karena itu vaksinasi harus diarahkan untuk menginduksi

Table 2.1 gambaran penyakit infeksi sebelum dan sesudah vaksinasi


Jumlah kasus / tahun Kasus pada tahun 2004
Sebelum vaksinasi Sesudah vaksinasi Reduksi (%)
Cacar 48.164 0 100
Difteri 175.885 0 100
Campak 503.282 378 99.99
Parolitis 152.209 236 99.85
Pertussis 147.271 18.957 87.13
Polio paralitik 16.316 0 100
Rubela 47.745 12 99.97
Tetanus 1.314 (kematian) 26 (kasus) 98.02
Hemofilus influenza 20.000 172 99,14
invasif
Baik sistem imun humoral maupun selular, respon CD4 atau CD8, respons Th1 atau
Th2 sesuai dengan yang dibutuhkan. Untuk infeksi cacung dipilih induksi imunitas Th2 yang
memacu produksi IgE, sedang untuk proteksi terhadap mikrobakteri dipilih respons Th1 yang
mengaktifkan makrofag (DTH). Imunisasi pasif dengan sel, dewasa ini tidak dapat dilakukan
Imunisasi

oleh karena dapat menimbulkan imunitas transplantasi terhadap sel asal donor dengan
histokompatibilitas yangAlamiah
berbeda imusisasi dapat terjadi alamiah
Buatandan buatan ( aktif dan
pasif ). Berbgai vaksin dan serum ( juga asal hewan ) yang digunakan pada manusia.

Pasif : Pasif : Aktif :


antibodi via Aktif :
- antitoksin - toksoid
plasenta dan Infeksi kuman
kolostrom - antibodi -vaksinasi

Gambar 1 Terjadinya Imunitas spesifik

Tabel 2.2 vaksin dan serum yang digunakan pada manusia


Vaksin Jenis
Bakteri
Antraks Antigen dalam alum yang diperoleh dari
infiltrat bakteri
Kolera V. kolera mati
H. influenza Polisakarida tipe b
M. meningitis Polisakarida gol A, C, V, W dari N.
meningitis
Pertussis B. pertussis mati
Pes Yersinia pestis (dilemahkan,digunakan di
beberapa bagian dunia)
Pneumokok Polisakarida dari 23 serotipe S.pneumoniae
Tetanus Toksoid
Tuberculosis BCG dilemahkan
Tifoid S.tifi mati
Botulisme Toksoid (penggunaan terbatas pada peneliti
laboratorium)
Bruselosis B.abortus (dilemahkan) strain 19
Riketsia
Demam tifoid R. prowazek (mati dan dilemahkan)
Rocky Mt. Spotted fever R. riketsi (mati)

Vaksin Jenis
Hepatitis B HBsAG mati
Influenza Seluruh atau split virus (dilemahkan)
Campak Dilemahkan
Mumps Dilemahkan
Polio Dilemahkan atau mati
Rabies Dilemahkan atau mati
Rubela Mati
Varisela Dilemahkan
Antisera
Botulisme ISG asal manusia atau kuda
Difteri Serum asal kuda
Hepatitis A ISG
Hepatitis B HBIG atau ISG
Hipogamaglobulinemia ISG
Campak ISG
Rabies ISG, RIG serum imun asal kuda
Rho (D) ISG vs RHO (D)
Tetanus TIG
Vaksinia VIG
Varisela-zoster VZIG
Serum antilimfosit Asal kuda
Black widow spider Anti-bisa asal kuda
Gigitan Coral spider Anti-bisa asal kuda
Gigitan Crotald snake Anti-serum polivalen asal kuda
Malaria Sintesis (dalam percobaan)

2.2 ANTIGEN DAN IMUNOGENITA

2.2.1 Imunogenisitas dan Antigenisitas

Imunogenisitas merupakan sifat dasar bahan tertentu (imunogen). Imunogen


adalah bahan yang menginduksi respon imun. Respons imun ditandai dengan induksi
sel B untuk memproduksi Ig dan aktivasi sel T yang melepas sitokin sedangkan
Antigenisitas merupakan kemampuan suatu bahan (antigen) untuk menginduksi
respons imun yang dapat bereaksi dengan reseptor antigen tersebut yang diproduksi
sel B (antibodi) dan reseptor antigen pada permukaan sel T. Imunogenisitas dan
antigenisitas sering digunakan dan diartikan sama
a. Lokasi berbagai antigen yang menginduksi imunitas

Vaksin yang sering digunakan terdiri atas antigen multipel yang masing
masing dapat memiliki antigenisitas spesifik atau epitop. Mengingat antigen
permukaan merupakan komponen mikroba pertama yang berinteraksi dengan pejamu,
antigen eksternal biasanya merupakan antigen yang digunakan dalam imunisasi.
Dalam hal ini, respons humoral dan selular yang di induksi vaksin menghasilkan
produk yang menginaktifkan potensi patogenik mikroba. Virus influenza memiliki
antigen eksternal (hemaglutinin dan neuraminidase) yang dieskpresikan di permukaan
virus dan juga antigen internal ( matriks protein atau nukleoprotein ) yang tidak
terpajan. Antigen internal menginduksi antibodi selama infeksi namun hanya antibodi
terhadap antigen eksternal yang dapat menetralisir virus dan mencegah infeksi. Tidak
semua antigen eksternal menginduksi respon protektif. Antibodi terhadap molekul
hemaglutinin influenza lebih efektif dalam mencegah infeksi dibanding antibodi
terhadap molekul neuraminidase.

b. Derajat imunogenisitas
Antigen harus merupakan bahan asing untuk penjamu yang derajat
antigenisitas nya tergantung dari jarak filogenetik. Jadi serum kuda lebih imunogenik
terhadap manusia dibanding serum kera. Kompleksitas kimia suatu molekul sangat
berperan pada imunogenisitas. Keanekaragaman kimia memungkinkan adanya
berbagai epitop. Bila variasi epitop lebih banyak, lebih besar kemungkinannya
seseorang akan memberikan reaksi terhadap satu atau lebih epitope. Protein
merupakan imunogen poten oleh karena protein dibentuk oleh 20 asam amino atau
lebih yang dapat merupakan epitop khusus. Konjugat protein dengan molekul
biologik lain (glikoprotein) juga merupakan antigen baik. Kebanyakan polisakarida
meruapakan antigen lemah atau bahkan nonantigenik. Polisakarida biasanya terdiri
atas beberapa monosakarida dan tidak memiliki cukup keanekaragaman kimia untuk
menunjukan imunogenisitas. Asam nukleat dalam bentuk murni dianggap
nonimunogenik. Tetapi bila diikat oleh protein dasar, asam nukleat dapat berperan
sebagai imunogen.
c. Antigen yang berubah
Antigen dapat berubah secara artifisial dan antibodi yang diproduksinya akan
berhubungan dengan epitop yang berubah. Epitop dapat dihilangkan, ditambahkan
atau dirubah.
d. Hapten
Cara umum untuk meningkatkan jumlah epitop ialah dengan menambahkan
bahan yang disebut hapten ke antigen yang sudah ada. Hapten adalah molekul
kecil non imunogenik yang dapat menambahkan epitop. Baru (spesifitas baru) bila
dikonjugasikan dengan antigen yang ada. Antibodi terhadap epitop baru akan
bereaksi dengan hapten bebas, tetapi juga dengan tempat hapten epitop pada
antigen yang dirubah
e. Ajuvan

Ajuvan adalah bahan yang berbeda dari antigen yang ditambahkan ke


vaksin untuk meningkatkan respon imun, aktivasi sel T melalui peningkatan
akumulasi APC di tempat pajanan antigen dan ekspresi kostimulator dan sitokin
oleh APC. Ajuvan diikat antigen dalam vaksin, menolong antigen tetap ditempat
suntikan dan mengantarkan antigen ke KGB tempat respon imun terjadi

f. Besar Molekul
Besar molekul penting dalam menentukan kemampuan menginduksi respons
imun. Molekul besar biasanya lebih imunogenik oleh karena memberikan
kesempatan menjadi lebih kompleks (lebih banyak epitop yang
beranekaragaman). Molekul yang tidak dapat dipecah seperti partikel polistiren
atau asbestos tidak imunogenik oleh karena tidak dapat diproses oleh fagosit.
g. Rute imunisasi
Pemberian SK atau IM merupakan rute tersering dan terbaik dalam vaksinasi
aktif atau pasif untuk menginduksi respons antibodi. Suntikan IV akan dapat
mengurangi respons imun. Imunoglobin disuntukkan IV kepada penderita dengan
defisiensi imun humoral seperti hipogamaglobulinemia Bruton. Pemberian oral
digunakan untuk imunisasi polio (Sabin) galur (strain) virus yang dilemahkan
yang dapat berkembang dalam mukosa usus kecil. Subyek yang diimunisasi akan
mengeluarkan virus dalam tinja, yang dapat disebarkan ke orang lain disamping
mengimunisasinya. Pemberian intranasal menginduksi sistem imun yang
menyerupai pajanan alamiah terhadap patogen yang disebarkan melalui udara dan
dapat meberikan keuntungan oleh karena memberikan respons berupa produksi
sigA.
h. Sifat pejamu
Faktor mempengaruhi respons terhadap imunisasi seperti faktor endogen
berupa usia, genetik, kesehatan umum dan faktor eksogen berupa infeksi
intermiten, status gizi dan medikasi. Defisiensi vitamin A dapat mengurangi daya
pertahanan pejamu. Untuk keberhasilan imunisasi, resipien harus ada dalam
keadaan imunokompeten
i. Dosis
Dosis antigen diharapkan tidak mengganggu respons imun. Jumlah berlebihan
atau dosis berulang akan mengganggu respons imun. Hal tersebut terutama terjadi
terhadap polisakarida.
j. Nomenklatur antigen
Berbagai nama diberikan untuk antigen sesuai asalnya seperti antigen kapsul,
antigen golongan darah, antigen transplantasi atau sesuai komposisi kimia. Nama
fungsional antigen seperti sel T dependen atau sel T independen dan deskripsi
sebagai superantigen mungkin lebih banyak digunakan dengan maksud untuk
menerangkan peranannya dalam respons imun. K. Antigen sel T dependen dan sel
T independent Kebanyakan antigen memerlukan bantuan sel T untuk
menimbulkan respons imun. Antigen dengan komponen protein merupakan
prototipe antigen yang T dependen (TD). Hal ini berarti bahwa sel B yang
sebenarnya memproduksi lagi tidak akan mampu berfungsi tanpa bantuan sel T.
bantuan tersebut berupa sitokin yang dilepas sel T setelah kontak dengan antigen.
Sebaliknya, polisakarida dan molekul lain dengan tempat determinan yang
terbatas, dapat merangsang sel B untuk memproduksi Ig tanpa memerlukan
bantuan sel T, jadi T independen (TI) Antigen TI ditemukan dalam 2 bentuk: TI 1
dan TI 2. Antigen TI 1 seperti LPS bakteri berfungsi seperti mitogen dan
mengaktifkan banyak sel B (aktivator poliklonal sel B). Antigen TI 2 mempunyai
banyak ulangan epitop dan bereaksi silang dengan banyak reseptor antigen pada
sel B, jadi memberikan sinyal proliferasi terhadap sel B spesifik. Antigen TI dapat
dijadikan sel T dependen bila dikonjugasikan dengan antigen TD yang sudah ada.
Keuntungan proses ini bahwa suntikan booster antigen TD merangsang produksi
imunoglobin yang mencolok (respons anamnestik), yang tidak terjadi pada
suntikan booster antigen TI.
k. Superantigen
Molekul superantigen merupakan mitogen sel T yang sangat poten. Mungkin
lebih tepat kalau disebut supermitogen karena dapat memacu mitosis sel CD4
tanpa bantuan dari APC. Superantigen diikat pada regio yang variabel dari rantai
B Reseptor T dan sekaligus diikat molekul MHC-II. Ikatan silang (cross-linking)
itu merupakan sinyal kuat sekali untuk mitosis oleh karena molekul tersebut dapat
bereaksi dengan berbagai rantai B dari reseptor sel T.
Suatu molekul superantigen dapat mengaktifkan sejumlah besar (sampai 20%)
dari semua sel T dalam darah perifer. Contoh superantigen adalah enterotoksin
dan toksin sindrom syok yang diproduksi Stafilokokaureus. Toksin tersebut dapat
menginduksi sel T untuk memproduksi sejumlah besar sitokin seperti IL-1 dan
TNF yang menimbulkan patologi jaringan lokal seperti terlihat pada infeksi
tafilokok Tidak seperti pada antigen normal yang harus diproses dan
dipresentasikan oleh APC, SA yang tetap utuh dapat mengikat bagian
nonpolimorfik dari molekul protein MHC-II dan rantai B dari TCR famili.
Beberapa superantigen mengikat molekul adhesi (CAM) dan rantai B pada TCR.
l. Epitop

Imunogen dan antigen memiliki gerombol unik dari golongan kimia yang
berperan untuk merangsang sel B atau T. Determinan antigenik tersebut disebut
epitop. Epitop terdiri atas 4-5 asam amino dari protein atau polisakarida dengan
ukuran yang sama. Epitop adalah bagian antigen yang dapat diikat antibodi.
Epitop dapat liner atau konformasional dan menentukan spesifitas molekul
antigen. Antigen-antigen yang memiliki satu atau lebih epitop yang sama disebut
antigen dengan reaksi silang. Efektifitas merangsang respons imun sebagai epitop
antigen tidak sama. Epitop imunodominan adalah epitop yang mendominasi
respons IG.

m. Antigen heterofil
Antigen heterofil kadang diartikan sinonim dengan antigen heterogenetik yang
ditemukan secara luas di banyak pohon filogenetik. Antigen tersebut berperan
pada reaksi silang. Antibodi terhadap suatu antigen dapat menunjukkan reaksi
terhadap antigen lain yang tidak berhubungan. Hal itu dapat terjadi bila kedua
antigen memiliki epitop yang sama.
n. Multivalensi

Antigen multivalen yaitu molekul antigen yang mengandung sejumlah epitop


yang berbeda. Setiap molekul antibodi bereaksi dengan suatu epitop.

o. Vaksin kombinasi
Vaksin kombinasi terdiri atas dua atau lebih imunogen terpisah yang disatukan
dalam produk tunggal. Misalnya DPT, trivalen virus polio mati (IPV) dan OPV.
Untung rugi penggunaan vaksin kombinasi terlihat pada tabel 2.3

Tabel 2.3 Untung-rugi penggunaan vaksin kombinasi


Keuntungan potensial Kerugian potensial
Jumlah dan risiko suntikan, cenderung Imunogenitas kurang
kurang
Sakit dan ansietas kurang Reaktogenisitas dan kesulitan bila terjadi
efek samping
Kepatuhan meningkat Kepatuhan menurun
Waktu persiapan kurang
Biaya pemberian kurang Biaya pemberian lebih
Penyimpanan lebih mudah

2.3 KLASIFIKASI VAKSIN DAN IMUNISASI


a. Pembagian vaksin
Vaksin dapat dibagi sebagai berikut :
- Vaksin virus hidup, dilemahkan (atenuasi), contohnya, vaksin measles, mumps,
rubela (MMR) dan vaksin varisella dan vaksin bakteri hidup (BCG)
- Vaksin yang dimatikan (inactivated) merupakan bahan (seluruh sel atau
komponen spesifik) asal patogen seperti toksoid yang diinaktifkan tetapi tetap
imunogen.
- Vaksin toksoid yang mengandung toksin atau bahan kimiawi, dibuat dari
bakteri atau virus. Vaksin ini menjadikan imun terhadap efek bahaya infeksi,
bukan terhadap kumannya. Contohnya vaksin difteri dan tetanus.
- Vaksin biosintetik mengandung bahan yang dibuat dan serupa dengan bagian
virus atau bakteri. Contohnya vaksin konjugat Hib (Hemofilius influenza tipe
B)
- Vaksin hidup atau Life Attenuated Vaccine diperoleh sejak tahun 1950 dari
mikroorganisme hidup (virus, bakteri) yang dilemahkan atas pengaruh kondisi
laboratorium. Vaksin hidup akan berkembang biak dalam individu yang
divaksinasi dan menimbulkan respons imun, tetapi biasanya ringan atau tidak
menimbulkan penyakit. Vaksin virus hidup dapat menimbulkan replikasi virus
aktif disertai pajanan dengan sejumlah epitop imunogenik yang ada dalam
vaksin. Keuntungan vaksin hidup/dilemahkan yaitu meberikan proteksi baik.

Tabel 2.4 Klasifikasi Vaksin


Jenis Vaksin Penyakit Keuntungan Kerugian
Vaksin Hidup Campak, parotitis, Respon imun kuat, Memerlukan alat
Polio (Sabin), Virus sering seumur hidup pendingin untuk
Rota, rubella, varisela, dengan beberapa dosis menyimpan dan dapat
yellow fever, berubah menjadi
tuberkulosis bentuk virulen
Vaksin Mati Kolera, influenza, , Stabil, aman Respon imun lebih
hepatitis A, pes, polio disbanding Vaksin lemah dibanding
(Salk), rabies Hidup, tidak Vaksin Hidup,
memerlukan alat biasanya diperlukan
pendingin suntikan booster
Toksoid Difteri, tetanus Respon imun dipacu
untuk mengenal toksin
bakteri
Subunit (eksotoksin Hepatitis B, pertussis, Antigen spesifik Sulit untuk
diinaktifkan) S. pneumoni menurunkan dikembangkan
kemungkinan efek
samping
Konjugat H. influenza tipe B, S. Memacu system imun
pneumoni bayi untuk mengenal
kuman tertentu
DNA Dalam uji klinis Respon imun humoral Belum diperoleh
dan selular kuat,
relative tidak mahal
untuk manufaktur
Vector rekombinan Dalam uji klinis Menyerupai infeksi Belum diperoleh
alamiah, menghasilkan
respon imun kuat
Kerugiannya adalah bahwa vaksin hidup beresiko menimbulkan transmisi dan
persistensi virus dan bermutasi kembali menjadi virus yang virulen. Patogen yang diatenuasi
berpotensi menjadi patogenik dan menimbulkan penyakit, contohnya lumpuh yang timbul
pasca vaksinasi polio

b. Perbandingan vaksin hidup dan mati

Vaksin hidup dapat menimbulkan penykit ringan, dan menimbulkan respon imun seperti yang
terjadi pada infeksi alamiah. Ciri-ciri umum vaksin mati dan hidup Keuntungan serta
kerugian. Infeksi yang menetap seperti tuberculosis limfadenitis local atau infeksi yang
menyebar dapat ditimbulkan oleh BCG. Vaksin yang dilemahkan tidak dianjurkan untuk
diberikan kepada wanita hamil, meskipun potensinya terhadap kerusakan janin masih
merupakan teori.

2.4 IMUNISASI PASIF


Imunisasi pasif terjadi bila seseorang menerima antibody atau produk sel dari orang
lain yang telah mendapat imunisasi aktif. Transfer sel yang kompeten imun kepada
penjamu yang sebelumnya imun inkompeten, disebut transfer adoptif. Imunisasi aktif
menginduksi respon imun. Pencegahan sebelum terjadi pajanan biasa dilakukan
sebagai imunisasi aktif pada anak. Antiserum kuda telah digunakan secara luas
diwaktu yang lalu tetapi penggunaannya sekarang lebih terbatas oleh karena bahaya
penyakit serum. Imunitas pasif dapat diperoleh melalui antibody dari ibu atau dari
globulin gama homolog yang dikumpulkanBeberapa serum mengandung titer tinggi
antibody terhadap pathogen spesifik dan digunakan pada terapi atau dalam usaha
pencegahan terhadap berbagai penyakit.

Tabel 2.5
Jenis vaksin Contoh Deskripsi
Diinaktifkan atau vaksin inert
Inaktivasi secara kimiawi
dengan C-formaldehid atau
Diinaktifkan (cara kimiawi
Vaksin poliomyelitis Salk B-propriolakton. Inaktivasi
atau termal)
fisis melalui pajanan dengan
suhu tinggi atau iradiasi UV
Vaksin split virion atau Hanya mengandung
Vaksin influenza terbanyak
Vaksin subunit sebagian virion
Protein virus diproduksi
Vaksin rekombinan Hepatitis B dengan Teknik rekombinan
DNA
Terdiri atas protein virus
tanpa asam nukleik di-
Vaksin serupa partikel virus Virus Human papilloma
asembel ke dalam partikel
serupa virion
Vaksin hidup
Vaksinia
Related non-human virus
Bovine rotavirus W3
Measles
Atenuasi diperoleh dengan
Mumps
pasase dalam sel pejamu
Rubella
Virus yang diatenuasi non-alamiah atau rute
Yellow fever
pemberian vaksin yang
OPV
berbeda dari infeksi alamiah
Vaksin varisela zoster
Strain virus ini bereplikasi
Mutan yang sensitive Pada suhu 25oC (pemberian
Flumist influenza virus
terhadap suhu intranasal) tetapi pada 37oC
(dalam paru)

Tabel 16.6 Ciri-ciri umum vaksin hidup dan mati


Ciri Vaksin Hidup Vaksin Mati
Respon imun Humoral dan selular Biasanya humoral
Dosis Satu kali biasanya cukup Diperlukan beberapa dosis
Baik : antigen diproses dan
Respon selular dipresentasikan dengan Buruk
molekul MHC
Rute pemberian SK, oral, intranasal SK atau IM
Lama imunitas Potensial seumur hidup Biasanya diperlukan dosis
booster
Transmisi dari sat uke lain
Mungkin Tidak mungkin
orang
Inaktivasi oleh antibody
Dapat terjadi Tidak terjadi
yang didapat
Penggunaan pada pejamu Dapat menimbulkan Tidak dapat menimbulkan
imunokompromais penyakit penyakit
Teoritis kerusakan janin Teoritis kerusakan janin
Penggunaan pada kehamilan
dapat terjadi tidak terjadi
Perlu khusus untuk Perlu khusus untuk
Penyimpanan mempertahankan vaksin mempertahankan stabilitas
hidup sifat kimiawi dan fisis
Pemberian simultan di
Dapat dilakukan Dapat dilakukan
beberapa tempat
Interval antara pemberian
Diperlukan interval Diperlukan interval
vaksin yang sama secara
minimum minimum
berurutan
Interval antara pemberian Diperlukan interval Tidak diperlukan interval
vaksin yang berbeda minimum minimul
Tinggi : replikasi mikroba Rendah : mikroba tidak
Ambang imunitas yang
(menyerupai infeksi menunjukkan replikasi,
diinduksi
alamiah) imunitas pendek
Mahal untuk produksi dan
Imunitas local Buruk
pemberiannya
Mahal untuk produksi dan
Harga Lebih murah
pemberian
Tidak (karenanya baik untuk
penderita dengan
Kembali menjadi virulen Tidak tahan panas
imunokompromais dan
hamil)
Mungkin (mis. Virus dalam
Risiko kontaminasi
medium cair)

A. Imunisasi pasif alamiah


1. Imunitas materal melalui plasenta
Antibody dalam darah ibu merupakan proteksi pasif kepada janin. IgG dapat
berfungsi antitoksik, antivirus dan antibacterial terhadap H. influenza B atau S.
agalakti B. Ibu yang mendapat vaksinasi aktif akan memberikan proteksi pasif
kepada janin dan bayi.

2. Imunitas maternal melalui kolostrum


ASI mengandung berbagai komponen system imun. Beberapa diantaranya berupa
Enhancement Growth Factor untuk bakteri yang diperlukan dalam usus atau factor
yang justru dapat menghambat tumbuhnya kuman tertentu (lisozim, laktoferin,
interferon, makrofag, sel T, sel B, granulosit). Antibody ditemukan dalam ASI dan
kadarnya lebih tinggi dalam kolostrum (ASI pertama segera setelah partus).
Daya proteksi antibody kelenjar susu tergantung dari antigen yang masuk ke
dalam usus ibu dan gerakan sel yang dirangsang antigen. Antibody terhadap
mikroorganisme yang menempati usus ibu dapat ditemukan dalam kolostrum
sehingga seanjutnya bayi memperoleh proteksi terhadap mikroorganisme yang
masuk saluran cerna. Adanya antobodi terhadap enteropatogen (E.coli, S. tifi
murium, Sigela, virus polio, Koksaki dan Echo) dalam ASI telah dibuktikan.
Antibody terhadap pathogen nonalimentari seperti antitoksin tetanus, difteri dan
hemolisin antistreptokok telah pula ditemukan dalam kolostrum. Limfosit yang
tuberculin sensitive dapat juga ditransfer ke bayi melalui kolostrum, tetapi
peranannya dalam transfer CMI belum diketahui.

Tabel 2.6 Keuntungan dan kerugian relative vaksin hidup dan mati
Vaksin Hidup Vaksin Mati
Keuntungan Tunggal, dosis kecil Aman
Diberikan dengan rute Stabil (batch vaksin
alamiah tunggal diketahui,
Memacu imunitas local demikian juga keamanan
Menyerupai infeksi dan efikasinya)
alamiah
Vaksin Hidup
memberikan stimulasi
antigenic secara terus
menerus sehingga
tersedia cukup waktu
untuk produksi sel
memori
Pathogen yang
dilemahkan dapat
bereplikasi dalam sel
pejamu
Kontaminasi virus
onkogenik dan jaringan
kultur
Menjadi virulen
Inaktivasi oleh Diperlukan dosis
perubahan cuaca multiple dan booster
Penyakit pada pejamu Diberikan dengan
imunokompromais suntikan – rute tidak
Kerugian
(penderita HIV) alamiah
Infeksi berkepanjangan Diperlukan kadar
(BCG-limfadenitis local) antigen tinggi
Kesalahan imunisasi Efisiensi variable
(rekonstitusi, rantai
dingin) Kurang aman
dibandingkan Vaksin
Mati

B. Imunisasi pasif buatan


1. Immune Serum Globulin nonspesifik (Human Normal Immunoglobulin)
Imunisasi pasif tidak diberikan secara rutin, hanya diberikan dalam
keadaan tertentu kepada penderita yang terpajan dengan bahan yang
berbahaya terhadapnya dan sebagai regimen jangka panjang pada penderita
dengan defisiensi antibody. Jenis imunitas diperoleh segera setelah suntikan,
tetapi hanya berlangsung selama masa hidup antibody in vivo yang sekitar 3
minggu untuk kebanyakan bentuk proteksi oleh Ig. Imunisasi pasif dapat
berupa Tindakan profilaktik atau terapeutik, tetapi sedikit kurang berhasil
sebagai terapi. Tergantung dari isi dan kemurnian antisera, preparat dapat
disebut globulin imun atau globulin imun spesifik.
Preparat dibuat dari plasma atau serum yang dikumpulkan dari donor sehat
atau plasenta tanpa memperhatikan sudah atau belum divaksinasi, dalam atau
tidak dalam. Masa konvalesen suatu penyakit. Preparat yang diperoleh harus
bebas dari virus hepatitis dan HIV atau AIDS, kadar antibodi sekitar 25 kali
(biasanya mengandung 16,5 g/dl globulin, terutama IgG), stabil untuk beberapa
tahun dan dapat mencapai puncaknya dalam darah sekitar 2 hari setelah
pemberian IM (beberapa preparat cukup aman bila diberikan IV). Meskipun
sekarang dalam klinik sering diberikan globulin gama imun asal manusia, tetapi
antibodi heterolog seperti antitoksin difteri dan antilimfosit (serum asal kuda)
masih juga digunakan.
- ISG digunakan untuk imunisasi pasif terhadap berbagai penyakit atau untuk
perawatan penderita imunokompromais dan pada keadaan tertentu
- ISG diberikan kepada ITP. Dosis tinggi IgG diperlukan untuk dapat mencegah
reseptor Fc pada fagosit, terjadinya fagositosis dan rusaknya trombosit akibat
ADCC

Konsep Kunci HBIG

Periode inkubasi lama dapat mencegah pasca


pajanan

Digunakan sebagai tambahan terhadap


vaksinasi aktif

Diberikan 12 jam sesudah bayi lahir dari ibu


HbsAg positif

Dapat mengganggu vaksin virus hidup

Tabel 2.7 Konsep Umum Globulin Imun


Dibuat dari plasma yang dikumpulkan asal ribuan donor
Produk dapat hiperimun, tetapi semua poliklonal
IGIM diindikasikan untuk pencegahan hepatitis A dan campak
IGIV diindikasikan untuk terapi pengganti dan untuk beberapa kondisi non infeksi
Dapat menurunkan efikasi vaksin hidup yang diatenuasikan
Tabel 2.8 Efek Samping IGIV
Gejala Sindrom Klinis Kelainan laboratorium
Sakit kepala Migren Hiperglikemi
Demam Meningitis aseptik Pseudohiponatremi
Meriang Ensefalopati Transaminase hati
meningkat
Mialgia Artritis kompleks imun Leukopenia
Nausea Anemia hemolitik Neutropenia
Muntah Gagal ginjal Proteinuria
Takikardi Uveitis
Hipertensi Anafilaksis
Gatal Strok
Alopresia Emboli paru
Gagal jantung
Miokarditis alergi
c. Immune Serum Globulin spesifik
Plasma atau serum yang diperoleh dari donor yang dipilih sesudah imunisasi
atau booster atau konvalesen dari sesuatu penyakit, disebut sesuai dengan jenisnya
misalnya TIG, HBIG, VZIG, dan RIG. Preparat dapat pula diperoleh dalam jumlah
besar dari hasil plasmaferesis. (dibahas dalam Bab 18 Imunofarmakologi)
a. Hepatitis B Immune Globulin
Hepatitis B Immune Globulin (HBIG) yang diperoleh dari pool plasma
manusia yang menunjukkan titer tinggi antibodi HBsAg. HBIG juga dapat
diberikan pada masa perinatal kepada anak yang dilahirkan oleh ibu
dengan infeksi virus hepatitis B, para tenaga medis yang tertusuk jarum
terinfeksi atau pada mereka setelah kontak dengan seorang hepatitis B
yang HBsAg positif
- ISG Hepatitis A
Diberikan sebagai proteksi sebelum dan sesudah pajanan. Juga
diberikan untuk mencegah hepatitis A pada mereka yang akan
mengunjungi negara dengan prevalensi hepatitis A tinggi.
- ISG Campak
ISG dapat diberikan sebelum vaksinasi dengan virus campak yang
dilemahkan kepada kepada anak-anak yang imunodefisien.
b. Human Rabies Immune Globulin
Human Rabies Immune Globulin (HRIG) yang diperoleh dari serum
manusia yang hiperimun terhadap rabies (biasanya dokter hewan atau
mahasiswa calon dokter hewan). HRIG digunakan untuk mengobati
penderita terpajan dengan anjing gila. HRIG juga dapat diberikan
bersamaan dengan imunisasi aktif oleh karena antibodi dibentuk lambat.
Karena tersedianya serum asal manusia, kadang diberikan serum asal
kuda.

Konsep Kunci RIG

Diperoleh dalam 2 produk


Seri vaksin diberikan pada waktu yang sama di tempat berbeda
Dosis diberikan sebanyak mungkin di tempat luka

c. Human Varicella-Zoster Immune Globulin

Human Varicella-Zoster Immune Globulin (HVIG) dipilih oleh karena


mengandung antibodi dengan titer tinggi terhadap virus varisela-zoster.
Produk ini digunakan sebagai profilaksis pada anak imunodefisien untuk
mencegah terjangkit varisela, tetapi tidak menguntungkan untuk digunakan
pada penderita dengan varisela aktif atau herpes zoster. VZIG, juga diberikan
kepada penderita leukimia dengan risiko tinggi, 72 jam setelah terpajan
dengan virus varisela.

- Antisera terhadap virus SItomegalo


Antisera terhadap virus Sitomegalo diberikan secara rutin kepada mereka
yang mendapat transplan sumsum tulang untuk mengurangi reaktivasi virus
bila diberikan obat imunosupresif dalam usaha mengurangi kemungkinan
penolokan tandur

Konsep Kunci IGIV pada virus Sitomegalo

CMV merupakan sebab infeksi utama penderita dengan transplantasi


Risiko tertinggi bila donor seropositif dan resipien seronegatif
CMV-IGIV menurunkan penyakit CMV primer pada 50% penderita dengan
transplantasi ginjal
Menunjukkan keuntungan sedang pada transplantasi organ padat lain
Keuntungan pada transplantasi sumsum tulang tidak jelas
Kombinasi dengan antivirus mungkin memberikan keuntungan tambahan
- Antibodi Rhogam
Antibodi Rhogam terhadap antigen RhD, diberikan dalam usaha mencegah
imunisasi oleh eritrosit fetal yang Rh+, Rho (D)-Immune Globulin (RhoGAM)
adalah preparat asal manusia, diberikan kepada wanita resus negatif dalam 72
jam sesudah melahirkan, keguguran atau aborsi dengan bayi/janin resus
positif. Maksudnya ialah mencegah sensitasi ibu terhadap kemungkinan sel
darah merah janin yang Resus-positif. Juga diberikan selama trimester terakhir
(16 minggu) kepada primigravida Resus-negatif.
d. Tetanus Immune Globulin
Tetanus Immune Globulin (TIG) adalah antitoksin yang diberikan
sebagai proteksi pasif setelah menderita luka. Biasanya diberikan IM
dengan toksoid tetapi pada lengan yang sebaliknya.

Konsep Kunci TIG

Indikasi hanya bila vaksinasi tidak lengkap atau tidak diketahui


Selalu gunakan dalam hubungan dengan vaksin (atau di tempat terpisah) untuk
profilaksis
Dapat merupakan bagian dari regimen untuk pengobatan penyakit
e. Vaccinia Immune Globulin
Vaccinia Immune Globulin (VIG) yang diberikan kepada penderita
dengan eksim atau imunokompromais yang terpajan dengan vaksinia dan
pada anggota tentara.
2. Serum Asal Hewan
Serum asal hewan seperti anti bisa ular tertentu, laba-laba, kalajengking yang
beracun digunakan untuk mengobati mereka yang digigit. Bahayanya ialah
penyakit serum. Serum yang digunakan pada manusia terlihat pada Tabel 16.10.

Tabel 2.9 Serum yang digunakan pada manusia untuk imunisasi pasif
Human Immunoglobulin yang menggunakan kumpulan gamma globulin
Hepatitis A
Hepatitis B
Campak
Varisela
Human Immunoglobulin yang menggunakan donor yang diimunisasi
Rabies (HRIG)
Tetanus (HTIG)
Varisela-zoster (HVIG)
Botulism
Imunoglobulin asal hewan yang diimunisasi
Tetanus
Rabies
Botulism
Difteri
Anti bisa ular, laba-laba dan kalajengking

3. Antibodi heterolog versus antibodi homolog

Antibodi heterolog asal kuda dapat menimbulkan sedikitnya 2 jenis


hipersensitivitas yaitu reaksi tipe I atau tipe III (penyakit serum atau kompleks
imun). Kalau perlu dapat dilakukan desensitisasi pada seseorang terhadap reaksi
tipe I dengan memberikan dosis kecil secara perlahan-lahan dan berulang-ulang
dalam waktu beberapa jam. Efek antibodi manusia yang homolog diharapkan
lebih lama dibanding dengan antibodi heterolog dari kuda. Ada 4 pengenceran,
katabolisme, pembentukan kompleks imun dan eliminasi (Gambar 3).

Gambar 3 Kadar antitoksin IgG asal manusia dan kuda dalam serum sesudah diberikan
kepada manusia
Gambar 4. Pengenceran, katabolisme, pembentukan kompleks imun dan eliminasi
antibodi heterology

4. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pemberian globulin serum

Biasanya preparat globulin diberikan IM mengingat pemberian IV dapat


menimbulkan reaksi anafilaksis. Ig (IgG1, IgG2, IgG3 dan IgM) dapat mengaktifkan
komplemen dan melepas anafilatoksin melalui jalur klasik, sedang IgG4 dan IgA
menimbulkan hal yang sama melalui jalur alternatif. Preparat baru adalah aman untuk
pemberian IV. Keunikan kontraindikasi pemberian Imunoglobulin yaitu defisiensi
IgA kongenital. Sistem imun penderita ini tidak pernah mengenal IgA, sehingga akan
memberikan respons terhadap IgA asal donor dengan membentuk Anti IgA yang
dapat menimbulkan terjadinya anafilaksis 

2.5 IMUNISASI AKTIF

Dalam imunisasi aktif untuk mendapatkan proteksi dapat diberikan vaksin


hidup atau dilemahkan atau yang dimatikan.  Vaksin yang baik harus mudah
diperoleh, murah, stabil dalam cuaca ekstrem dan nonpathogenic.  Efeknya harus
tahan lama dan mudah direaktivasi dengan suntikan Booster antigen.  Baik sel B
maupun sel T diaktifkan oleh imunisasi. 
Keuntungan dan pemberian vaksin hidup atau dilemahkan ialah terjadinya
replikasi mikroba sehingga menimbulkan pajanan dengan dosis lebih besar dan
respon imun di tempat infeksi alamiah. Vaksin yang dilemahkan diproduksi
dengan mengubah kondisi biakan mikroorganisme dan dapat merupakan pembawa
gen dari mikroorganisme lain yang sulit untuk dilemahkan. BCG merupakan
pembawa yang baik untuk antigen yang memerlukan imunitas sel CD4 dan
salmonella sehingga dapat memberikan imunitas melalui pemberian oral.
Imunisasi intranasal telah mendapat popularitas. Risiko vaksin yang dilemahkan
adalah dapat menjadi virulen kembali dan merupakan hal yang berbahaya untuk
subjek immunocompromise
a.  Respon primer dan sekunder
Kontak pertama dengan antigen eksogen menimbulkan respon humoral
primer yang ditandai dengan sel plasma yang memproduksi antibodi dan sel B
memori. Respon primer ditandai dengan lag phase yang diperlukan sel naif
untuk menjalani seleksi klon, ekspansi klon dan diferensiasi menjadi sel
memori dan sel plasma. Kemampuan untuk memberikan respon humoral
sekunder tergantung dari adanya sel B memori dan sel T memori. Aktivitas
kedua sel memori menimbulkan respon antibodi sekunder yang dapat
dibedakan dari respon primer
b. Perbedaan respon imun di berbagai bagian tubuh
Ada perbedaan kadar antibodi dalam intra dan ekstravaskuler.
sIgA diproduksi setempat di lamina propria di bawah membran mukosa
saluran nafas dan cerna yang sering merupakan tempat kuman masuk,
sIgA merupakan Ig utama dalam sekresi hidung, bronkus, intestinal,
saluran kemih, saliva, kolostrum, dan empedu. Pemberian vaksin polio
oral (Sabin) memacu produksi anti polio (sIgA) dan ditemukan di dalam
sekresi nasal dan duodenum, sedang pemberian vaksin mati parenteral
(Salk) tidak jelas bahwa sIgA memberikan keuntungan dan dapat
mencegah virus ditempat virus masuk tubuh. Sintesis antibodi sekretori
lokal terbatas pada lokasi-lokasi anatomis tertentu yang dirangsang
langsung melalui kontak dengan antigen .
IgG Dan IgM dan dapat ditemukan dalam sekresi setempat.  Hal ini
berarti bahwa Ig serum dapat pula berperan pada imunitas ekstravaskuler.
IgG dan IgM telah ditemukan pula dalam eksudat. Antibodi dalam cairan
serebrospinal dibentuk di jaringan susunan saraf pusat oleh rangsangan
infeksi. Mekanisme yang menimbulkan perbedaan-perbedaan kadar Ig di
berbagai tempat di tubuh belum dapat diterangkan. IgG4 merupakan 3,5%
dari IgG dalam plasma tetapi merupakan 15% dari IgG kolostrum.

2.6 VAKSIN VIRUS


Respon antivirus adalah kompleks oleh karena ada beberapa faktor
yang berperan seperti tempat virus masuk tubuh, tempat virus melekat pada
sel, aspek patogenesis infeksi virus, induksi interferon, respon antibodi dan
CMI. Virus influenza yang menginfeksi epitel pernafasan dan berkembang
intraseluler dapat menyebar ke sel epitel berdekatan.
Respon imun yang baik harus mencakup efek antibodi pada permukaan
epitel.  Efek ini dapat diperoleh dari IgA lokal atau IgG dan
IgM ekstravaskular setempat. Infeksi virus seperti campak atau polio, mulai
di epitel mukosa saluran nafas atau cerna dan efek pathogeniknya yang utama
terjadi setelah disebarkan melalui darah ke alat-alat tubuh lainnya. Antibodi
pada permukaan epitel akan mampu melindungi badan yang mencegah virus
masuk tubuh. Antibodi dalam sirkulasi dapat menetralisasi virus yang masuk
darah pada fase viremia. Respons antibodi terhadap virus dapat ditemukan
invitro sebagai berikut;
-  menetralkan infektivitas virus dan melindungi pejamu yang rentan
- mengikat komplemen
- mencegah dan aglutinasi eritrosit oleh beberapa jenis virus (haemaglutination
inhibition)
IgG adalah antibodi yang terpenting di antara antibodi antivirus, tetapi virus
yang sudah diikat sel pejamu tidak dapat dilepaskan lagi oleh antibodi. IgIV
hanya terdiri atas IgG dan jaringan perifer yang dilindungi IgA seperti mata,
paru, saluran cerna dan kemih tidak seluruhnya dilindungi IgIV. Efek samping
dapat terjadi berupa anafilaksis terutama penderita dengan defisiensi IgA. Bila
terjadi efek samping dosis IgIV diturunkan. Pemberiannya kepada penderita
dengan DM perlu dipertimbangkan. Beberapa IgIV diperoleh dalam kadar gula
yang tinggi seperti sukrosa dan maltosa. IgIV dapat diberikan kepada wanita
hamil dan pada keguguran seringkali yang sebabnya tidak jelas, namun efeknya
masih kontroversial.
- Dosis dan efek sampiing
Dosis yang diberikan adalah 100-400 mg/kg BB setiap 3-4 minggu
pada disfungsi imun primer.  Pada penyakit saraf dan atau autoimun diberikan
2 gram/kg BB yang diberikan dalam jangka waktu 5 hari/bulan selama 3-6
bulan. Pengobatan perawatan adalah 100-400 mg/kg setiap 3-4 Minggu. IgIV
dapat menimbulkan berbagai efek samping seperti sakit kepala, dermatitis
( kulit telapak tangan dan kaki mengelupas), infeksi (HIV dan Hepatitis virus
asal produk terkontaminasi ), edema paru akibat cairan berlebihan dan tekanan
onkotik koloid tinggi IgIV, gagal ginjal akut, trombosis Vena dan meningitis
aseptik. IgG yang melalui fraksi Fab-nya berikatan dengan antigen virus pada
permukaan sel pejamu, juga berikatan dengan reseptor Fc pada makrofag,
PMN atau sel NK. Hal tersebut memudahkan sel-sel tadi memakan dan
menghancurkan sel yang terinfeksi virus
a. Vaksin Rubel
Vaksin Rubela (German measles) mengandung virus yang
dilemahkan atau dimatikan berasal dari virus dengan antigen
tunggal yang ditumbuhkan dalam biakan Human Diploid Cell
Line.  Kepada wanita yang seronegatif perlu diberikan imunisasi
sebelum pubertas dengan virus yang dilemahkan. Hal tersebut
diperlukan mengingat rubella dapat menimbulkan malformasi pada
janin. Guru-guru wanita, perawat dan dokter Rumah Sakit anak
dapat terpajan dengan rubella. Dan juga staf paramedis yang
bekerja di klinik antenatal dapat terinfeksi dan menularkan kepada
ibu-ibu hamil muda. Kepada mereka yang Seronegatif perlu
diberikan vaksinasi. Vaksin tidak boleh diberikan kepada wanita
yang sedang hamil. Bila vaksin diberikan kepada wanita yang
belum mengandung dianjurkan untuk tidak hamil dahulu Selama 2
bulan. 
Konsep Kunci MMR

Pembenaran pemberian vaksin measles: ensefalitis, pneumonia,


kematian
Pembenaran pemberian vaksin mumps: parotitis, orkitis,
meningoensefalitis, kehilangan pendengaran
Pembenaran pemberian vaksin rubella: sindrom kongenital rubella
Terdiri atas 3 virus hidup yang diatenuasi
Dua dosis diperlukan un tuk meyakinkan proteksi
Dapat diberikan kepada penderita dengan alergi telur
Transmisi horizontal virus dalam vaksin tidak terjadi
b. Vaksin Influenza
Penyakit influenza disebabkan virus famili Ortomiksoviride, yang
terdiri atas virus Tipe A, B dan C berdasarkan hemaglutinin permukaan (H)
dan antigen neuraminidase (N). Wabah influenza sebetulnya terjadi setiap
tahun, meskipun berat dan besamya bervariasi. Virus A paling sering
menimbulkan epidemi/pandemi dan virus B kadang menimbulkan
epidemi/pandemi regional. Virus C hanya menimbulkan infeksi sporadis yang
ringan. 90% kematian oleh influenza terjadi pada usia 65 tahun atau lebih.
Wabah terbesar disebabkan influenza A oleh karena antigennya yang dapat
berubah. Wabah oleh infiuenza B tidak begitu berat oleh karena antigennya
lebih stabil.
Dalam alam, antigen virus tipe A dapat mengalami dua jenis perubahan/
mutasi yaitu antigenic drift bila mutasi tersebut terjadi perlahan dan antigenic
shift yang terjadi mendadak. Virus B lebih stabil dibanding virus A dan hanya
menimbulkan antigenic drift. Adanya antigenic drift/shift tersebut
memungkinkan virus untuk lolos dari pengawasan sistem imun pejamu,
sehingga manusia selalu rentan terhadap infeksi virus untuk seumur hidupnya.
Antibodi yang dibentuk terhadap infeksi terdahulu, tidak lagi dapat mengenal
virus penyebab infeksi baru. Oleh karena itu komposisi vaksin disesuaikan
setiap tahun dengan antigenic drift /shift yang ada.
Ada dua jenis vaksin yaitu yang dimatifkan, dinaktifkan dalam formalin, atau
propiolakton (parenteral) dan yang hidup/ dilemahkan (oral/ nasal). Yang
dilemahkan dapat terdiri atas seluruh virion (seluruh partikel virus) yang
mempunyai imunogenisitas baik, tetapi efek samping besar. Vaksin split
particle menggunakan fragmen partikel virus (mengandung RNA dan protein
M) dengan imunogenisitas baik dan efek samping yang kurang. Vaksin
subunit mempunyai bentuk mirip dengan spiit vaccine dengan imunogenisitas
kurang dan efek samping sedikit. Vaksin diberikan kepada golongan di atas 60
tahun, penderita penyakit kardiovaskuler dan golongan dengan resiko. Tipe A,
B atau disrupted (split) virus ditumbuhkan dalam embrio ayam.
c. Vaksin Campak
Vaksin campak adalah vaksin hidup yang dilemahkan dari
galur virus dengan antigen tunggal yang dibiakkan dalam embrio
ayam. MMR adalah vaksin yang dimatikan dan diberikan dalam
suntikan tunggal, untuk pencegahan penyakit campak, mumps
(gondong) dan rubela.
d. Vaksin Poliomielitis
Vaksin poliomielitis diperoleh dalam 2 bentuk yaitu vaksin
virus mati dan vaksin virus hidup (oral) sebagai berikut:
e. Vaksin virus mati (Inactivated Polio Vaccine, Salk)
Vaksin Salk diproduksi dari virus yang ditumbuhkan dalam
biakan (ginjal kera) yang kemudian diinaktifkan dengan formalin atau
sinar ultraviolet. Vaksin tersebut memberikan imunitas terhadap
paralisa atau penyakit sistemik, tetapi tidak terhadap infeksi intestinal
oleh polio. Diberikan sebelum vaksin Sabin dikembangkan.
f. Vaksin virus hidup (Oral Polio Vaccine, Sabin)
Sabin dibuat dari virus yang juga ditumbuhkan dalam
biakan (ginjal kera, Human Diploid Cells) yang dilemahkan dan
memberikan proteksi terhadap infeksi intestinal dan penyakit paralisis.
Meskipun OPV telah berhasil membebaskan berbagai negara dari polio
(Amerika, Pasifik Barat dan Eropa), tetapi dilaporkan bahwa OPV
dapat menimbulkan elek samping berupa poliomielitis paralitik. Atas
dasar hal itu telah dikembangkan perbaikan dalam produksi vaksin
yang dimatikan dari galur Sabin (Sabin- IPV/S- V) yang lebih baik
dibanding dengan IPV konvensional yang diproduksi dari virus
virulen. Efek samping S-IPV yang dilaporkan hanya berupa reaksi
lokal. Oleh karena itu, banyak yang menganjurkan untuk memberikan
vaksinasi IPV-OPV secara berurutan. Vaksin ini diberikan oral sesuai
dengan rute masuk alamiah virus. Sifat perlindungannya sistemik dan
lokai.
f. Vaksin Hepatitis B
Vaksin Hepatitis B terdiri atas partikel antigen permukaan hepatitis
B yang diinaktifkan (HBsAG) dan diabsorpsi dengan tawas, dimurnikan
dari plasma manusia/ karier hepatitis. Vaksin ini dewasa ini sudah diganti
dengan vaksin rekombinan. Vaksin rekombinan HBsAG (rHBsAg)
diproduksi dengan rekayasa genetik galur Sakaromises serevise yang
mengandung plasmid/gen untuk antigen HBsAG. Produksi vaksin hepatitis
B dari jamur dengan teknik rekombinan, merupakan cara yang lebih
mudah untuk memproduksi vaksin dalam jumlah besar dan aman
dibanding dengan yang diproduksi dari serum.
g. Vaksin Hepatitis A
Vaksin Hepatitis A terdiri atas virus dimatikan yang cukup efektif,
diberikan kepada orang dengan risiko misalnya dalam perjalanan/
mengunjungi negara dengan risiko.
h. Vaksin Varisela
Vaksin Varisela digunakan untuk mencegah varısela, merupakan
vaksin yang dilemahkan, biasanya tidak diberikan kepada anak-anak
sampai IgG asal ibu hilang (sekitar usia 15 bulan). Varisela yang
dilemahkan diberikan kepada penderita dengan leukemia limfositik akut.
i. Vaksin Retro
Vaksin virus Retro dapat mencegah kematian pada bayi akibat diare.
Vaksin mengandung 4 tipe antigen virus yang berhubungan dengan
penyakit pada manusia.
j. Vaksin Rabies
Vaksin Rabies diperoleh dalam 2 bentuk yaitu vaksin dimatikan
untuk manusia dan vaksin hidup yang dilemahkan pada hewan. Ada 2
bentuk vaksin untuk manusia yaitu yang dibiakkan dalam embrio bebek
yang memiliki beberapa efek ensefalitogenik dan yang dibiakkan dalam
sel human diploid. Kadang diperlukan bersamaan dengan RIG.
k. Vaksin Papiloma
Kanker serviks merupakan kanker nomor dua tersering pada
wanita, sekitar 10% dari semua kanker wanita yang ada. Kini sudah
diketahui bahwa risiko tinggi virus tipe papiloma merupakan penyebab lesi
prekanker dan kanker serviks rahim. Infeksi HPV kronis dianggap
merupakan fase intermediat terjadinya kanker serviks invasif. Bila
dibandingkan dengan faktor risiko kanker lain pada manusia seperti
merokok (kanker paru), infeksi HBV (kanker hati), faktor risiko yang
berhubungan dengan HPV bahkan lebih tinggi. Risiko relatif adalah sekitar
10 pada perokok dan kanker paru, 50 pada kanker hati dan HBV, namun
300-400 pada kanker serviks dan HPV. Dewasa ini sudah diketahui lebih
dari 100 tipe HPV dan sekitar 35 yang menginfeksi saluran kencing. HPV
terpenting adalah tipe 16 dan 18 yang berhubungan dengan sekitar 70%
semua kasus kanker serviks dan adenokarsinoma serviks. Kutil genital
(kondiloma akuminata pada wanita dan pria) disebabkan infeksi HPV,
tersering Tipe 6 dan 11.Dewasa ini telah dikembangkan vaksin terhadap
virus penyebab yang sudah diketahui ini, serupa dengan vaksinasi HBV
untuk mencegah kanker hati. Vaksin tersebut mengandung Tipe 6, 11, 16
dan 18 yang dapat mencegah infeksi HPV 16 dan 18 dengan risiko tinggi
dan kutil genital yang disebabkan HPV Tipe 6 dan 11. Vaksin HPV dapat
ditoleransi dengan baik, imunogenik dan efektif pada kebanyakan infeksi
HPV. Vaksin menunjukkan potensi pencegahan proporsi substansial kasus
kanker serviks. Imunisasi dianjurkan sebelum usia 20 tahun untuk
mencegah kanker serviks dan diberikan 3 kali.Kelompok utama risiko ini
adalah penderita yang imunokompromais seperti penderita infeksi HIV,
penyakit autoimun dan yang mendapat terapi imunokompromais.
Hubungan antara HPV dan kanker serviks yang baru ditemukan 50 tahun
yang lalu diharapkan dapat dipatahkan dalam waktu dekat, sehingga
bermanfaat bagi kesehatan wanita dan kesehatan masyarakat pada
umumnya.
5. VAKSIN BAKTERI
Respons imun antibakterial meliputi lisis melalui antibodi dan komplemen,
opsonisasi, fagositosis yang diaktifkan dengan eliminasi bakteri di hati, timpa dan sel-
sel dari sistem fagosit makrofag. Yang berperan pada opsonin dan fagositosis bakteri
negatif-Gram adalah IgG dan IgM saja atau komponen komplemen C3b. Aktivasi
komplemen melalui jalur altematif dapat dirangsang secara nonspesifik oleh
endotoksin lipopolisakarida (dinding bakteri negatif-Gram) atau oleh polisakarida dari
kapsul bakteri negatif-Gram
- Vaksin DOMI
Program Domi dikembangkan diberbagai negara antara lain di Indonesia melalui
transfer teknologi untuk memproduksi vaksin Vi dan vaksin kolera yang sekaligus
dapat mengurangi beban sigelosis.
- Vaksin bacillus Calmette-Guerin
Vaksin bacillus Calmette-Guerin (BCG) adalah vaksin galur Mikrobakterium bovis
yang dilemahkan dan digunakan pada manusia terhadap pencegahan tuberkulosis
dihampir seluruh penjuru dunia
- Vaksin Subunit
Vaksin Subunit adalah vaksin yang terdiri atas makromolekul spesifik asal patogen
yang dimurnikan. Ada 3 bentuk umum vaksin yang digunakan :
1. Vaksin eksotoksin atau toksoid
2. Vaksin polisakarida kapsel
3. Vaksin antigen protein rekombinan
Banyak resiko yang berhubungan dengan penggunaan vaksin yang hanya
mengandung makrmolekul murni spesifi asal patogen. Vaksin subunit adalah baksin
antigen yang hanya menggunakan bagian antigen untuk merangsang imun. Kadang
digunakan epitop, bagian spesifik antigen yang dikenal dan diikat zat anti atau sel T.
Oleh karena itu vaksin subunit in hanya mengandung antigen esensial, vaksin subunit
dapat mengandung 1-20 antigen atau lebih. Vaksin ini diproduksi melalui pemurnian
biokimiawi fraksi mikroba atau dengan teknologi rekombinan. Contoh vaksin subunit
adalah vaksin toksoid, vaksin kapsel polisakarida bakteri, B, pertusis dan S,
pneumonia, glikoprotein virus, protein patogen yang dibuat dengan teknik
rekombinan dan petida sintetik.Vaksin subunit tidak menimbulkan infeksi dan lebih
sedikit kemungkinan memberikan reaksi yang tidak diinginkan atau komplikasi saraf
dibanding dengan vaksin yang mengandung B, pertusis.
a. Vaksin Polisakarida
Vaksin Polisakarida (disebut juga vaksin konjugat) dibuat dari polisakarida
kapsul bakteri, terdiri atas dinding polisakarida bakteri yang merupakan vaksin
subunit. Contoh-contoh vaksin polisakarida adalah sebagai berikut.
- Vaksin Pneumokok
Kapsel polisakarida H. Influenza merupakan faktor virulen mikroba.
Komponen yang larut dari kapsel mikroba menunjukkan respons protektif
yang tipe spesifik. Vaksin polisakarida yang sekaranf digunakan melindungi
resipien dengan meningkatkan fatogositosis. Vaksin pneumokok terdiri atas
polisakarida kapsul 23 tipe antigen Streptokok pneumoni dan dianjurkan untuk
golongan tertentu seperti usia di atas 60 tahun, penyakit paru kronis atau
mereka tanpa limpa. Vaksin memberi perlindungan sampai 90% terhadap
galur pneumokok yang dapat menjangkiti manusi.
- Vaksin Hemofilus Influenza
Vaksin Hemofilus Influenza berupa polisakarida tipe b (Hib) yang
dikonjugasi dengan toksoid atau protein. Vaksin tidak memberikan
perlindungan terhadap infeksi H. Influenza tanpa kapsul. Hidrat arang yang
dimurnikan (poliritibol) secara antigenik sangat buruk untuk anak dibawah
dua tahun dan imunigenitas hanya diperoleh bila diikat protein pembawa-
- Vaksin Neiseria Meningitidis
Vaksin Neiseria Meningitidis (NM) terdiri atas beberaoa golongan
polisakarida, digunakan untuk mencegah infeksi meningitis pada anggota
tentara dan anak-anak di negara-negara dengan resiko tinggi. Vaksin terdiri
atas membran hidrat arang dari 4 galur : A, C, Y, dan W-135
- Lyme Disease
Lyme Disease adalah penyakit yang disebabkan spikoret . infeksi terjadi
melalui gigitan sejenis serangga yang terinfeksi. Vaksin terdiri atas protein
permukaan Borelia burgdorferi yang dimurnikan.
- Vaksin S. Pneumoni
Vaksin poliven yang dibuat dari kapsul polisakarida beberapa galur
Streptokok pneumoni, diberikan kepada penderita penyakit kardiovaskuler,
sesudah splenektomi, anemia sel sabit, kegagalan ginjal, sirosis alkohol dan
diabetes melitus
- Vaksin S. Tifi (Typhim Vi)
Vaksin S. Tifi (Typhim Vi) berupa vaksin polisakarida dan pemberian booster
tidak menimbulkan respons peningkatan. Untuk meningkatkan respons, dibuat
vaksin konjugasi dengan menggabungkan polisakarida S, tifi dengan protein.
1. Antitoksin (ekso- dan endotoksin) - toksoid
Vaksin toksoid digunakan hanya bila toksin bakteri merupakan penyebab
utama penyakit. Toksin biasanya diinaktifkan dengan formalin dan disebut
toksin yang detoksifikasi atau toksoid sehingga aman untuk digunakan dalam
vaksin.
Banyak bakteri dalam usaha meningkatkan penyebarannya, melepas
molekul toksik (eksotoksin) yang merusak jaringan sekitar atau menunjukkan
efeknya di jaringan sekitar atau menunjukkan efeknya di jaringan yang jauh
(tetanus). yang berperan pada respons imun antitoksin adalah IgG, meskipun
IgA dapat pula menetralisasi ekotoksin seperti enterotoksin V. kolera. Toksin
itu berikatan kuat dengan jaringan alat sasaran dan biasanya tidak dapat
dilepaskan lagi dengan pemberian antitoksin. Oleh karena itu, pada penyakit
yang mekanismenya terjadi melalui eksotoksin, pemberian segera antitoksin
sangat diperlukan agar kerusakan yang ditimbulkannya dapat dicegah.

Tabel 2.10 Proteksi terhadap difteri dan hubungannya dengan waktu pemberian
antitoksin.

Hari Jumlah Kasus % mortalitas


1 225 0
2 1.441 4,2
3 1,6 11,2
4 1,276 17,3
5 ( atau lebih) 1,645 18,7

Antitoksin terdiri atas antibodi yang menetralisasi (antiserum) yang spesifik


terhadap toksin. Biasamya dengan imunisasi pada manusi, kuda dan lembu. Efikas
antitoksin berhubungan dengan waktu paruh antibodi in vivo. Contoh vaksin
toksoid adalah sebagai berikut:
a. Antitoksin Botulium
Antitoksin botulisme adalah polivalen, dibuat terhadap tiga tipe toksin ( tipe A,
B dan E) yang diproduksi klostridium botulium. Antitoksin asal hewan juga
dapat diperoleh, tetapi tidak diutamakan oleh karena resiko penyakit serum.

Gambar V modifikasi toksin


b. Antitoksin difteri
Dibuat pada kuda dengan menyuntikan toksoid Korinebakterium difteri..
Toksoid eksotoksin yng diolah dengan formaldehid →merusak patogenisitasnya tapi
tetap antigenik.
c. Antitoksin tetatus
Terdiri atas globulin imun asal manusia yang spesifik terhadap toksin
klostridium tetani. Antitoksin asal hewan juga dapat diperoleh tetapi resiko penyakit
serum. Enzim eksotoksin lestinase dari bakteri K. perfringens atau bisa ular dapat
dinetralisasi antibodi. Adanya aktivitas IgG berarti bahwa ibu cukup imunisasi, dapat
memindahkan antitoksi kepada janin.
d. Difteri, pertussis dan tetanus
Difteri, pertussis dan tetatus (DPT) adalah produk polivalen yang mengandung
toksoid Korinebakterium difteri, Bordetela pertussis dan Klostridium tetani yang
dimatikan.
2. Vaksin peptida
Peptida sintetik adalah vaksin subunit yang hanya mengadung epitope
dari antigen protektif. Bagian lain dari protein yang menimbulkan efek
supresif terhadap sistemimun, efek toksik atau bereaksi silang dengan protein
endogen sudah dihilangkan. Kebanyakan peptida menginduksi respon imun
yang potensinya tergantung dari jenis MHC. Hasil yang optimal hanya dapat
diperoleh sebagian populasi.
4. Vaksin konjugat
Keterbatasan vaksin polisakarida adalah ketidak mampuannya unutk
mengaktifkan sel Th. Salah satu cara untuk melibatkan sel Th secara direk
adalah mengkonjugasikan antigen polisakarida dengan protein pembawa.
Contohnya vaksin untuk pneumokok dan Hib penyebab utama meningitis
bacterial pada anak dibawah 5 tahun yang terdiri atas polisakarida tipe b dan
diikat kovalen dengan toksoid tetanus sebagai protein pembawa. Hib
conjugate vaccine belum banyak digunakan karena harganya yang tinggi.
Vaksin konjugat jelas mengaktifkan sel Th, mengalihkan IgM ke IgG.
Menginduksi sel memori B untuk patogen, tidak sel T spesifik.
6. VAKSIN HASIL REKAYASA
A. Vaksin subunit multivalen
Protein membran berbagai patogen seperti virus influenza, campak,
hepatitis B dan HIV terlah digabung yang disebut vaksin subunit multivalen.
Berbagai teknik telah dikembangkan unutk memperoleh vaksin multivalen
yang dpaat mempresentasikan kopi peptida yang multipel atau campuran
peptida ke sistem imun.
B. Vaksin DNA dan naked DNA
Vaksin subunit rekombinan adalah vaksin yang menggunakan
teknologi DNA. Vaksin DNA terdiri atas plasmid bakteri atau jamur yang
mengandung DNA yang menyandi protein antigen, dapat memacu baik
imunitas humoral maupun selular. Contoh vaksin rekombinan yang yang
sudah lama digunakan adalah vaksin hepatitis B yang dibuat dengan
memasukan gen segmen virus hepatitis B ke dalam gen sel ragi.
Penyuntikan DNA melalui jaringan otot. Sel tubuh akan memproses
DNA dan selanjutnya DNA menginstruksikan sel-sel unutk mensintesis
molekul antigen, melepas antigen yang dipresentasikan dipermukaan selnya.
Kemudian sel otot dan sel dendrit mengekspresikan MCH. Jadi sel tubuh
sendiri menjadi pabrik yang mensintesis vaksin, antigen yang dipergunakan
untuk merangsang sel imun. Induksi Th1 yang poten dan resopn Tc.
Penggunaan DNA yang yang menyandi antigen dapat digunakan
sebagai vaksin yang potensial. Keuntungannya bebas dari fragmen-fragmen
patogen yang tidak diinginkan atau berbahaya yang dapat menimbulkan efek
samping seperti halnya dengan vaksil konvensional.
Neked cDNA dapat menyandi hemaglutinin virus influenza. Dapat
diinokulasikan langsung ke dalam tubuh, melalui suntikan ke jaringan otot
atau alat yang menggunakan tekanan tinggi yang dapat memasukan DNA
langsung ke dalam sel. Merangsang produksi antibodi maupun respon CTL.
GAMBAR 6 VAKSIN REKAYASA

Gen dapat diklon, DNA dapat disekuens dan protein rekombinan dapat
diproduksi. Komponen, struktur dan fungsi sitem imun pada tahapan molekular dapat
dipelajari. Keuntungan penggunaannya bebas dari fragmen-fragmen patogen yang
idak diinginkan atau berbahaya yang dapat menimbulkan efek samping seperti halnya
dengan vaksin konvensional.

Epitop khusus yang protektif dapat digunakan dalam vaksin. Bagian virulen
tertentu dari mikroba dapat digunakan seperti glikoprotein D (glyD) virus herpes
merangsang CTL yang menimbulkan proteksi dan tidak dikhawatirkan pejamu akan
menjadi sakit seperti yang mungkin deriadi pada pemberian vaksin virus yang
dilemahkan. Pendekatan ini juga dapat lakukan untuk memberikan proteksi humoral
terhadap mikroba. Baik epitop sel B (bagian dari antibodi yang mengikat agen
infeksi), maupun epitop sel T (peptida yang mengikat molekul MHC-II untuk
merangsang sel CD4) dapat digunakan.

Contoh vaksin rekombinan yan lama digunakan adalah vaksin hepatitis B yang
dibuat dengan memasukkan ga segmen virus hepatitis B ke dalam gen sel ragi.
Hal yang menarik adalah teknik penyuntikan DNA yang kemudian
diekspresikan oleh sel otot pejamu dengan efisiensi yang lebih besar dibanding
dengan yang diperoleh dalam biakan sel. DNA dapat berintegrasi dengan kromosom
DNA pejamu atau dipertahankan untuk waktu yang lama dalam bentuk episom.
Antigen virus tidak hanya diekspresikan dalam sel otot, tetapi juga dalam SD di
tempat suntikan. Sel otot mengekspresikan MHC-I rendah, oleh karenanya SD local
sangat diperlukan untuk respons antigenik vaksin DNA. Beberapa sel tubuh akan
memproses DNA dan selanjutnya DNA menginstruksikan sel-sel untuk mensintesis
molekul antigen, melepas antigen yang dipresentasikan di permukaan selnya. Jadi sel
tubuh sendiri jadi pabrik yang mensintesis vaksin antigen yang diperlukan untuk
merangsang sistem imun. Penggunaan DNA yang menyandi antigen dapat digunakan
sebagai vaksin yang potensial.

Naked cDNA yang -menyandi hemaglutinin virus influenza. dapat


diinokulasikan langsung ke dalam tubuh, melalui suntikan ke jaringan otot atau alat
yang menggunakan tekanan tinggi yang dapat memasukkan DNA langsung ke dalam
sel. Vaksin tersebut akan merangsang baik produksi antibodi maupun respons CTL
yang spesifik untuk protein influenza.

Vaksin DNA memiliki beberapa keuntungan potensial dibanding vaksin


tradisional yang menyangkut spesifisitas, induksi Th1 yang poten dan respons Tc
seperti yang terlihat pada vaksin yang dilemahkan tetapi tanpa potensi menjadi
virulen. Contoh vaksin naked DNA lainnya adalah vaksin terhadap malaria, herpes
dan HIV yang masih dalam percobaan.

C. Vaksin vektor rekombinan

Vaksin vektor rekombinan adalah vaksin yang dibuat dengan menggunakan virus atau
bakteri yang dimodifikasi 'untuk mengantarkan gen (sebagai vektor) yang menyandi
antigen mikroba ke sel tubuh. Vaksin vektor rekombinan merupakan strategi terhadap
virus . Vaksin eksperimental ini dapat disamakan dengan vaksin DNA, tetapi
menggunakan virus yang diatenuasi untuk memasukkan DNA mikroba ke sel tubuh.
Vector berarti virus yang digunakan sebagai pembawa. Virus yang diatenuasi dan
berfungsi sebagai vektor, berkembang biak dalam pejamu dan mengekspresikan
produk gen virus patogen. Vaksin hidup yang diatenuasi digunakan dengan membawa
gen yang menyandi antigen yang ditemukan dalam newly emerging pathogen.
Prosedur untuk memproduksi vektor vaksin yang membawa gen asing dari patogen
terlihat pada Gambar 7

Gambar 7 Produksi vaksin vektor Vaksinia

` Gen yang menyandi antigen yang dinginkan (biru) diinsersikan ke vector


plasmid yang bersebelahan dengan promotor vaksin (merah)dan flanked di kedua
belah sisi oleh gen (hijau) kinase, timidin vaksin (TK). Bila biakan sel diinkubasikan
simultan dengan virus vaksinia dan plasmid rekombinan, gen antigen dan promotor
diinsersikan ke dalam genom vaksin virus oleh rekombinasi homolog di tempat gen
TK non esensial yang menghasilkan virus rekombinan TK. Se yang mengandung
virus vaksinia rekombinan dipiih dengan menambahkan bromodeoksiuridin (BUdr)
yang membunuh sel TK+.

D. Sitokin, Pembawa vaksin

Menambahkan sitokin sebagai pembawa vaksin diduga akan merupakan cara


efisien untuk mendapatkan lingkungan/milieu sitokin yang benar dalam mengarahkan
respons imun yang diharapkan. Efek sitokin adalah untuk meningkatkan efisiensi sel
APC. IFN-γ dan IL-4 meningkatkan ekpresi molekul MHC-II. Penggunaan sitokin
efektor tersebut sedang dipertimbangkan sebagai ajuvan pada vaksinasi, mengingat
polarisasi system imun jalur Th1 atau Th2 lebih menguntungkan pada berbagai hal
misalnya respon Th1 diperlukan terhadap tuberculosis sedang respon Th2 diperlukan
pada proteksi terhadap polio. Oleh karena respon Th1 dan Th2 saling mencegah,
manipulasi respons tersebut membuka jalan untuk intervensi yang selektif.

7. VAKSIN TUMOR

Imunisasi yang membunuh sel tumor atau antigen tumor dapat meningkatkan
respons terhadap tumor. Identifikasi peptide yang dapat dikenal CTL tumor spesifik
dan klon gen yang menjadi antigen tumor spesifik yang dikenal CTL merupakan
kandidat untuk vaksin tumor. Imunisasi dengan antigen tumor murni dan ajuvan
masih dalam percobaan. Pengobatakan kanker potensial dengan pendekatan
imunologik sudah lama merupakan harapan baru untuk para ahli onkologi-imunologi.
Hal itu terutama disebabkan oleh karena pengobatan kanker dewasa ini tergantung
dari obat yang membunuh sel yang membagi diri atau mencegah pembelahannya yang
menunjukkan efek samping berat terhadap sel yang sedang berproliferasi. Karenanya,
pengobatan kanker disertai dengan morbiditas dan mortalitas tinggi. Respon imun
terhadap tumor dapat tumor spesifik sehingga tidak merusak sel normal terbanyak
(Tabel 16.15). vaksin terhadap papilloma telah dibahas diatas dalam vaksin virus.

Tabel 2.11 Vaksin Tumor

Jenis vaksin Preparat vaksin Model hewan Percobaan klinis


Vaksin tumor Sel tumor mati + ajuvan Melanoma, kanker Melanoma, kanker
mati Lisat sel tumor + ajuvan kolon, sarcoma kolon
Antigen tumor Antigen melanoma Heat Melanoma berbagai Melanoma
murni stroke protein jenis Melanoma, kanker
ginjal, sarkoma
Vaksin APC SD yang dipenuhi Melanoma, limfoma Melanoma,limfoma
profesional dengan antigen tumor sel B, Sarkoma non-hodgkin, kanker
SD ditransfeksi dengan prostat, lain-lain
gen yang menyandi Melanoma, kanker Berbagai karsinoma
antigen tumor kolon
Vaksin sitokin Sel tumor ditransfeksi Kanker ginjal, Melanoma, sarcoma
dan yang dengan sitokin atau gen sarcoma, leukemic yang lain
ditingkatkan B7 sel B, Kanker paru
kostimulator APC ditransfeksi dengan Melanoma, kanker
gen sitokin dan diisi ginjal yang lain
penuh dengan antigen
tumor
Vaksin DNA Imunisasi dengan melanoma Melanoma
plasmid yang menyandi
antigen tumor
Vektor virus Virus adeno, vaksinia Melanoma, sarcoma Melanoma
yang menyandi antigen
tumor ±sitokin

8. JADWAL IMUNISASI

Mekanisme proteksi dipengaruhi berbagi faktor. Keadaan nutrisi, penyakit


yang menyertai dan usia akan mempengaruhi kadar globulin atau CMI. In utero, janin
biasanya terhindar dari antigen asing dan infeksi mikroorganisme, meskipun patogen
tertentu (rubella) dapat menginfeksi ibu dan merusak janin. Imunitas ibu melindungi
janin dengan jalan mengeliminasi mikroba sebelum memasuki uterus, atau
melindungi bayi baru lahir melalui antibody transplasental atau air susu ibu. Janin dan
neonatus belum mempunyai kelenjar getah bening yang berkembang kecuali timus
yang ukurannya pada waktu lahir sangat besar disbanding dengan badan. Janin dapat
membentuk IgM pada gestasi 6 bulan. Kadar IgM kemudian perlahan-lahan
meningkat sampai sekitar 0,1 mg/ml serum waktu lahir yang berarti sekitar 10% dari
kadar IgM orang dewasa.

IgG didapatkan dalam janin pada sekitar gestasi bulan ke 2 yang berasal dari ibu.
Kadar IgG meningkat dan mencapai puncaknya pada sekitar gestasi bulan ke 4. Pada
waktu lahir kadarnya mencapai 10-12 mg/ml serum yang sedikit lebih tinggi dari pada
kadar IgG ibu. Jadi janin mendapat persediaan IgG dari ibu yang bersifat antitoksik,
antivirus dan antibacterial. Kadar Ig asal ibu ini kemudian perlahan-lahan menurun
bila bayi mulai membuat antibody sendiri, sehingga IgG total pada usia 2-3 bulan
hanya 50% dari kadar waktu lahir

Tabel 2.12 Kadar berbagai immunoglobulin dalam kolostrum


Kadar sesudah partus (mg/dl)
Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 4
IgA 200 200 80 200
IgG 45 35 16 1000
IgM 125 65 30 120

Pada umumnya bayi baru lahir menunjukkan respon imun yang lemah dan
meningkat efektif dengan usia. Bayi baru lahir sudah siap membentuk IgM dan dapat
memberikan respons terhadap toksoid,virus polio yang diberikan parenteral atau polio
yang dilemahkan dan diberikan oral. Pemberian vaksin pertussis (bakteri dimatikan)
segera setelah lahir, tidak memberikan respon protektif, bahkan dapat menimbulkan
toleransi terhadap vaksin sama yang diberikan dikemudian hari.

Antibodi ibu disamping memberi perlindungan kepada bayi terhadap berbagai


infeksi atau toksinnya, dapat pula mengurangi respon terhadap antigen. Misalnya,
antibodi anticampak asal ibu yang ada dalam kadar cukup pada bayi sampai usia 1
tahun akan menghalangi respons bayi tersebut terhadap vaksin. Maka vaksinasi
campak sekarang dianjurkan untuk diberikan kepada bayi usia 15 bulan (tidak lagi
pada usia 12 bulan). Pemberian vaksin campak melalui pernapasan tetap
menimbulkan peningkatan kadar antibodi, meskipun bayi masih mengandung antibodi
asal ibu. Jadi hambatan produksi antibodi hanya terjadi bila rute pemberian adalah
parenteral.

A. Imunisasi pada anak


Imunisasi biasanya dimulai pada anak dengan memberikan toksoid difteri dan tetanus,
kuman B. pertussis yang dimatikan dan polio (Sabin) tipe 1,2,3 oral. Adanya 10 2 sel
limfosit dalam tubuh diduga tidak akan berkompetisi dan akan memberikan respons
imun yang baik terhadap semua antigen. Meskipun ada dugaaan bahwa virus hidup
akan mencegah respons imun terhadap vaksin virus hidup yang diberikan beberapa
hari kemudian, tetapi dalam praktek hal ini tidaklah begitu berarti. Jadi pemberian
vaksin campak dan rubella secara berurutan akan memberikan respons protektif
terhadap virus tersebut. Anak usia dibawah umur dua tahun menunjukkan
ketidakmampuan imun untuk membentuk antibodi terhadap pemberian parenteral
polisakarida kapsul bakteri seperti H. influenza tipe B, berbagai N. meningitis dan S.
pneumoni. Hal ini disebabkan oleh karena bayi tidak memberikan respon terhadap
antigen T independent, meskipun mampu membentuk IgM cukup dini. Dengan jalan
menyatukan antigen tersebut dengan antigen yang T dependent seperti toksoid difteri
atau tetanus, diharapkan akan dapat meningkatkan respon terhadap poliakarida.
Jadwal imunisasi tidaklah sama untuk semua negara. Hal itu disesuaikan dengan
keadaan negara masing-masing. Ikatan Dokter Anak Indonesia pada tahun 2011 telah
merekomendasikan jadwal imunisasi pada anak seperti terlihat pada gambar 16.15.
B. Imunisasi pada dewasa
Imunisasi pada usia dewasa dapat diberikan sebagai imunisasi ulang atau pertama.
Perhimpunan Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) merekomendasikan imunisasi
pada orang dewasa seperti terlihat pada gambar 16.16. PAPDI juga menganjurkan
imunisasi pada orang dewasa dalam keadaan tertentu (lihat pembahsan vaksinasi pada
golongan khusus).
Table 2.13 Tempat pemberian vaksin

Usia Intramuscular Subkutan


0-12 bulan Anterolateral pada bagian atas Bagian berlemak paha
anterolateral
12-36 bulan Anterolateral paha atas kecuali Bagian berlemak anterolateral
bila deltoid cukup berkembang paha atau bagian atas luar
triseps lenngan
36 bulan dan lebih Deltoid Bagian atas luar triseps luar
tua

2.7 HAL-HAL YANG PERLU DIPERHARIKAN PADA VAKSINASI

A. Tempat Pemberian Vaksin


Pemberian parenteral (ID, SK, IM) biasanya dilakukan pada lengan daerah deltoid
table 16.17. Vaksin hepatiitis yang diberikan IM pada lengan terbukti memberikan
respons imun yang lebih baik dibbandingkan dengan pemberian intragluteal.
Pemberian vaksin polio perenteral (virus dimatikan) akan memberikn respons
antibody serum yang lebih tinggi dibandingkan dengan vaksin hidup oral, tetapi yang
akhir menimbulkan produksi lgA sekretori yang dapat memberikan respons proteksi
local. Beberapa vaksin memberikan respons yang lebih baik bila diberikan melalui
saluran nafas dibanding dengan parenteral (seperti virus campak hidup) tetapi
pemberian tersebut belum dilakukan secara rutin.
B. Imunitas Mukosa
Imunitas mukosa yaitu proteksi terhadap injeksi epitel mukosa yang sebagian besar
tergantung dari produksi dan sekresi lgA. Hal ini terutama berlaku untuk pathogen
yang hidup di permukaan mukosa atau yang masuk tubuh melalui mukosa sebagai
pertahanan tubuh. Oleh kkarena itu vaksin yang dilemahkan dan diberikan oral atau
intranasal, biasanya lebiih efektif dalam memacu imunitas setempat dan relevan
dibandingkan dengan pemberian parenteral.
C. Imunitas humoral
Imunitas humoral ditentukan oleh adanya antibody dalam darah dan cairan janringan
terutama lgG. Antibody serum efektif terhadap pathogen yang masuk darah misalnya
dalam stadium viremia/bakteriemi. Dengan demikian antibody dapat mencegah
pathogen sampai di alat sasaran dan terjadinya penyakit. IgG juga penting pada
proteksi terhadap toksin dan bisa.
D. System Efektor
System efektor ialah respons imun yang dapat membatasi penyebaran infeksi atau
mengeliminasi pathogen yang ditentukan oleh tempat pathogen, intraseluler atau
ekstraseluler. Untuk membunuh virus intraseluler dibutuhkan sel T CD8 +. Imunitas
tersebut dapat dipacu oleh vaksin virus hidup/dilemahkan, yang selanjutnya
mengaktifkan sel-sel efektor melalui presentasi oleh APC dengan bantuan molekul
MCH-I ke sel T. Sel CD4+/Th1 diperlukan untuk mengontrol pathogen yang hidup
dalam makrofag. Vaksin yang dibutuhkan harus dapat merangsang imunitas
selular/makrofag. Antibody IgG, IgA dan lainnya, kadang-kadang efektif dalam
mengontrol pathogen yang disebabkan oleh infeksi ulang.
E. Lama proteksi
Lama proteksi sesudah vaksinasi bervariasi yang tergantung dari pathogen dan jenis
vaksin. Imunitas terhadap vaksin tetanus yang terutama tergantug dari lgG dan sel B
yang memproduksinya, dapat berlansung 10 atau lebih. Sebaliknya, imunitas terhadap
kolera tergantung dari lgA dan respons imun spesifik sel T, melemah setelah 3-6
bulan. Imunitas juga tergantung dari tempat infeksi dan jenis respons imun yang
efektif terhadapnya.
F. Bahaya Imunisasi dan Keamanan
1. Bahaya Imunisasi
a. Ada beberapa bahaya yang berhubungan dengan pemberian vaksin. Vaksin
virus yang dilemahkan (campak, rubella, polio oral, BCG) dapat
menimbulkan penyakit progresif pada penderita yang imunokompromais atau
pada penderita yang mendapat pengobatan steroid. Vaksin dapat menimbulkan
penyakit dan kematian oleh karena orang tersebut tidak dapat mengontrol
virus meskipun dilemahkan. Dalam hal-hal tertentu virus yang dilemahkan
dapat berubah menjadi virus yang virulen dan menimbulkan kelumpuhan
(polio). Atas dasar hal tersebut banyak orang lebih menyukai pemberian
vaksin dimatikan yang diberikan parenteral. Hal ini juga merupakan sebab
mengapa ada yang menganjurkan pemberian imunisasi polio dalam 2 suntikan
dengan IPV disusul dengan satu kali pemberian OPV.
b. Virus yang dilemahkan hendaknya tidak diberikan kepada wanita yang
mengandung oleh karena berbahaya terhadap janin.
c. Diantara vaksin yang dimatikan, B vertusis kadang-kadang menimbulkan efek
samping yaitu ensefalopati pada bayi. Meskipun demikian, penggunaannya
masih diteruskan mengingat resiko penyakit yang lebih besar. Vaksin pertussis
tidak dianjurkan untuk bayi dengan riwayat kejang-kejang.
d. Toksoid tetanus dan difteri dapat menimbulkan hipersensitivitas local. Oleh
karena efeknya dapat berlansung 10 tahun, maka pemberian booster harus
diawasi dan dosis yang diberikan hendaknya disesuaikan dengan reaksi yang
terjadi. Hipersensitivitas terhadap toksoid difteri meningkat dengan usia.
Dosis dewasa adalah lebih kecil dari dosis anak.
e. Oleh karena suntikan vaksin polisakarida pneumokok berulang menimbulkan
efek samping, maka hanya diberikan sebagai suntikan tunggal yang
menggunakan 23 serotipe vaksin. Sindrom Guilain Barre dapat terjadi sebagai
efek samping pemberian vaksin virus influenza babi. Pemakaiannya masih
diteruskan oleh karena efek samping tersebut dianggap tidak berarti.
f. Mengingat beberapa virus seperti campak, influenza dan mumps ditumbuhkan
dalam embrio ayam, maka vaksin virus tersebut hendaknya tidak diberikan
kepada mereka yang alergi terhadap telur ayam (jarang sekali).
g. Vaksin influenza lengkap tidak memberikan efek samping pada orng dewasa,
tetapi pada usia di bawah 13 tahun dianjurkan untuk memberikan
komponennya terpisah-pisah (split vaccine)
h. Beberapa vaksin mengandung bahan pengawet seperti organomercuric
thimerosa (mertiolat) atau antibiotic seperti neomisin atau streptomisin. Oleh
karena itu pemberiannya tidak dianjurkan pada mereka yang alergik terhadap
badan/obat tersebut.
i. Vaksin plasmid DNA dapat menimbulkan toleransi atau autoimun
2. Keamanan imunisasi
Bahaya vaksin yang dilemahkan dapat disebabkan karena proses melemahkan
bakteri/virus kurang memadai, terjadi mutasi ke bentuk virulen dan kontaminasi.
Bahaya vaksin yang dimatikan yang dimatikan dapat pula disebabkan karena
kontaminasi dan reaksi alergi atau autoimun.
G. Stabilitas
Pada umumnya vaksin stabil selama satu tahun pada suhu 4 OC sedangkan pada suhu
37OC hanya bertahan 2 -3 hari.
H. Vaksinasi pada goolongan khusus
Vaksinasi dianjurkan untuk diberikan pada golongan tertentu terlihat dalam table
16.18.
1. Usia di atas 60 tahun
Pada usia di atas 60 tahun terjadi penurunan respons imun yang sekunder. Usia
lanjut menunjukkan respons baik terhadap polisakarida bakteri, sehingga
pemberian vaksin polisakarida pneumokok dapat meningkatkan antibody dengan
efektif. Virus influenza dapat merusak epitel pemanasan dan memudahkan infeksi
pneumonia bacterial. Oleh karena itu vaksin influenza juga dianjurkan untuk
diberikan kepada golongan usia diatas 60 tahun.
2. Penyakit kronis
Vaksin pneumokok dan vaksin virus influenza yang diinaktifkan/dilemahkan
dianjurkan untuk diberikan kepada penderita dengan anemia sei sabit, penyakit
Hodgkin, myeloma multiple, penyakit kardiovaskuler kronik, penyakit
mmetabolik kronik/diabetes mellitus dan kegagalan ginjal.
3. Resiko pekerjaan
a. Imunisasi terhadap berbagai infeksi seperti hepatitis B, Q fever, pes, tularemia
dan tifoid dianjurkan untuk diberikan kepada kariyawan laboratorium dan
petugas kesehatan. Immunoglobulin hepatitis B dengan titer tinggi dapat
memberikan proteksi pasif sementara pada karyawan yang mendapat luka
kulit yang berhubungan dengan bahaya transmisi hepatitis B. imunisasi
profilaksis dilakukan dengan antigen sintetis atau yang diperoleh dengan
teknik rekombinan DNA dianjurkan untuk petugas kesehatan, petugas
berbagai lembaga (kontak dengan kelompok beresiko tinggi, narapidana) dan
ppenderita yang sering menerima transfuse darah
b. Vaksin antraks dianjurkan untuk mereka yang bekerja dengan kulit dan tulang
binatang. Vaksinasi serupa diberikan terhadap bruselosis dan leptospirosis
meskipun nilai proteksinya terhadap kedua penyakit yang akhir belum terbukti
c. Vaksin rabies diberikan kepada dokter hewan, mahasiswa calon dokter hewan
4. Rubella seronegatif
Kepada mereka dengan rubella serogenatif perlu diberikan imunisasi sebelum
pubertas dengan vaksin yang dilemahkan. Pada golongan dengan
imunokompromais (HIV, penderita transplantasi sumsum tulang) dan kanker
dianjurkan untuk diberikan vaksin pneumokok, influenza, hepatitis A dan B,
Hemofilus influenza B dan varisela.

5. Golongan risiko lain


Golongan dengan aktivitas seksual yang tinggi, penyalahgunaan obat suntik adiktif, bayi lahir
dari ibu pengidap penyakit hepatitis/ AIDS, keluarga yang kontak dengan penderita terinfeksi
hepatitis akut atau kronis, memerlukan vaksin yang sesuai

6. Imunisasi dalam perjalanan

Wisatawan yang terpajan dengan bahaya Infeksi perlu mengetahui peraturan-peraturan


nasional dan, Internasional. Vaksinasi terhadap kolera dan yellow fever diperlukan untuk
mereka yang akan mengunjungi negara dengan endemi atau epidemi. Penyakit-penyakit
seperti poliomielitis, difteri, tetanus, tifoid, hepatitis A, tuberkulosis masih merupakan
penyakit penting di berbagai negara sedang berkembang.

Beberapa contoh imunisasi yang dianjurkan untuk perjalanan terlihat pada Tabel 16.19.

7. Vaksin/kontrasepsi imunologis

Kontrasepsi imunologis merupakan cara untuk mencegah kehamilan. Vaksin yang


menginduksi antibodi dan respons imun humoral terhadap hormon atau antigen gamet yang
berperan pada reproduksi telah dikembangkan. Vaksin tersebut dapat mengontrol fertilitas
pada hewan eksperimental. Vaksin ini masih dalam tahap pengembangan.

8. Vaksinasi pada penderita dengan tandur


Pada subyek dengan imunokompromais, berbagai mikroba dapat menimbulkan infeksi yang
lebih berat dibanding dengan individu normal. Oleh karena itu bila memungkinkan imunisasi
diberikan kepada golongan imunokompromais. Imunisasi dengan virus hidup dapat
menimbulkan penyakit yang berhubungan dengan vaksin tersebut dan karenanya vaksin
tersebut tidak diberikan. Subyek/anak yang belum diimunisasi, hendaknya memperoleh
imunisasi sebelum dilakukan transplantasi. Vaksin mati tidak bereplikasi dan karenanya tidak
menimbulkan penyakit yang berhubungan dengan vaksin. Oleh penggunaan imunosupresan,
respons imun menjadi tidak adekuat sehingga memerlukan booster yang multipel.

9. Wanita hamil dan yang menyusui

Meskipun secara teoritis, pemberian vaksin kepada wanita hamil dapat berisiko, sebetulnya
tidak terbukti adanya hubungan direk antara vaksin (bahkan vaksin hidup) dengan defek pada
bayi. Namun demikian, wanita hamil hendaknya hanya mendapat Vaksinasi bila vaksin
diduga tidak akan menimbulkan efek samping, risiko untuk penyakit tinggi dan infeksi
merupakan risiko untuk ibu dan bayi. Menunggu pemberian vaksin sampai trimester ke 2 atau
ke 3, bila mungkin dapat mengurangi keresahan teratogenisitas. Sangat sedikit vaksin yang
sudah diuji pada wanita hamil.

Sekitar 2% bayi yang dilahirkan menderita cacat, dan beberapa Ibunya pernah
mendapat vaksinasi selama hamil. Vaksin hidup dianjurkan untuk tidak diberikan kepada Ibu
hamil. Ibu yang mendapat vaksin MMR atau varisela, hendaknya menunggu satu bulan untuk
hamil. Adanya risiko terhadap pemberian vaksini pasif tidak diketahui. Pemberian vaksinasi
termasuk vaksin hidup tidak merupakan kontraindikasi untuk ibu yang sedang menyusui,
kecuali variola. Vaksinasi tetanus dan Influenza mati banyak dianjurkan untuk diberikan
kepada ibu hamil.

10. Lain-lain

Risiko lain pada golongan tertentu terdihat pada Tabel 16.20.


11. Rekomendasi vaksinasi untuk orang dewasa dengan indikasi/kondisi tertentu menurut
PAPDI

Khusus untuk imunisasi dewasa pada keadaan tertentu disusun suatu panduan untuk vaksinasi
di Indonesia oleh PAPDI seperti terlihat pada gambar berikut:

Gam
bar 16.17 Vaksinasi orang dewasa dengan indikasi medis kondisi tertentu:

1. Infuenza
 Semua orang dewasa dianjurkan untuk vaksinasi Infiuenza satu kali setiap
tahun.
 Beberapa kelompok / kondisi yang sangat dianjurkan untuk mendapatkan
vaksinasi Influenza: gangguan sistem pernapasan kronik, penyakit ginjal
kronik, gangguan kardiovaskular (gagal jantung, penyakit jantung koroner,
sindroma koroner akut, hipertensi, aritmia, gangguan katup jantung defek
kongenital), diabetes meitus, imunokompromais (HIVIAIDS, kanker, kanker
anemia/hemoglobinopati, obesitas morbid, lansia, karyawan / pekerja, tenaga
kesehatan, perokok, pelancong (traveller), orang yang tinggal di panti
jompo/tempat penampungan dan calon jemaah haji/umrah.
 Vaksin Influenza juga dianjurkan bagi semua ibu hamil.
 Vaksin Influenza dapat diberikan sepanjang tahun.
 Vaksin Influenza tersedia dalam bentuk Trivalent dan Quadrivalent.

2. Tetanus dan Difteri (Td) .


 Pemberian booster Td/Tdap sangat penting sehubungan dengan wabah Difteri
yang terjadi di beberapa daerah dan waming immunity pasca vaksinasi
Pertusis.
 Orang dewasa menggunakan vaksin Td/Tdap, yang merupakan vaksin DTP
dengan reduksi antigen Difteri dan Pertusis, Tdap menggunakan komponen
pertusis aseluler (bukan whole- cell), sehingga kurang reaktogenik.
 Untuk mencegah Tetanus Neonatorum, status imunisasi Tetanus bagi WUS
(Wanita Usia Subur) dan calon pengantin perempuan juga harus diperhatikan.
3. Varisela (Cacar Air)
 Vaksin Varisela merupakan vaksin hidup.
 Semua orang dewasa yang tidak terbukti pernah mengalami Cacar Air atau
tidak memiliki kekebalan terhadap Varisela, dianjurkan untuk vaksinasi.
Manifestasi klinis Cacar Air pada orang dewasa umumnya lebih berat daripada
anak-anak.
 Sangat dianjurkan bagi tenaga kesehatan.
 Varisela dapat menyebabkan cacat janin bila infeksi primer terjadi pada
trimester pertama kehamilan, sehingga dianjurkan diberikan sebelum
menikah/hamil. Diperiukan waktu minimal 4 minggu untuk boleh hamil
setelah vaksinasi terakhir.
 Jangan diberikan kepada ibu hamil.
4. Human Papillomavirus (HPV) untuk Perempuan
 Vaksinasi HPV untuk perempuan dapat menggunakan vaksin HPV bivalen
atau kuadrivalen.
 Waktu pemberian terbaik untuk memperoleh efektivitas maksimal adalah usia
9-26 tahun dan/atau sebelum aktif secara seksual.
 Vaksin dapat diberikan hingga usia 55 tahun.
 Vaksinasi tidak menggantikan Pap Smear/IVA yang tetap harus dilakukan
minimal setiap 3 tahun untuk deteksi dini.
 Tidak direkomendasikan untuk ibu hamil.
5. Human Papillomavirus (HPV) untuk Laki-Laki
 Vaksinasi HPV untuk laki-laki hanya menggunakan vaksin HPV kuadrivalen.
 Untuk usia 9-21 tahun, vaksin diberikan kepada semua individu.
 Untuk usia 22-26 tahun, vaksin terutama diberikan kepada individu
homoseksual yang belum vaksinasi. Individu non-homoseksual juga menerima
vaksinasi hingga usia 26 tahun.
6. Zoster
 Berikan 1 dosis vaksin Zoster kepada semua individu berusia 50 tahun ke atas;
dengan atau tanpa episode Zoster sebelumnya.
 Vaksin Zoster merupakan vaksin hidup.
7. Measles/Campak, Mumps/Gondongan, Rubela/Campak Jerman (MMR)
 Vaksin MMR merupakan vaksin hidup.
 Sangat dianjurkan bagi tenaga kesehatan, pelancong dan orang yang tinggal di
asrama, lingkungan padat dan saat terjadi wabah.
 Bila belum pernah diberikan vaksin pada masa kanak-kanak maka diberikan 2
dosis MMR. Bila sudah pernah, diberikan 1 dosis MMR saja.
 Dosis kedua diperlukan karena 2-5% populasi normal tidak merespons 1 dosis
MMR.
 Vaksin MMR dapat mencegah Sindroma Rubela Kongenital, berikan kepada
perempuan sebelum menikah/hamil. Diperlukan waktu minimal 4 minggu
untuk boleh hamil setelah vaksinasi terakhir. Jangan diberikan kepada ibu
hamil.

8. Pneumokokal Konjugat 13-valent (PVC13) / Pneumokok


 Vaksinasi semua orang berusia 50 tahun ke atas.
 Bila belum pemah mendapatkan vaksin Pneumokok, anjurkan pemberian
PCV13 terlebih dahulu lalu ditambahkan PPSV23 dengan jeda minimal 1
tahun setelah pemberian PCV13.
 Vaksinasi seluruh calon jemaah haji dan umrah, perlu diperhatikan agar
vaksinasi telah memberikan proteksi sebelum jemaah haji / umrah berangkat.
 Bila sebelumnya sudah pernah mendapat vaksinasi PPSV23, berikan vaksin
PCV13 dengan jeda minimal 1 tahun setelah pemberian vaksin PPSV23. 9
9. Pneumokokal Polisakarida (PPSV23) / Pneumokok
 Vaksinasi semua orang berusia 60 tahun ke atas
 Vaksinasi seluruh calon jemaah haji dan umrah, perlu diperhatikan agar
vaksinasi telah memberikan proteksi sebelum jemaah haji/umrah berangkat.
 Bila sudah pemah mendapatkan vaksin PPSV23, dianjurkan pemberian
PCV13 dengan jeda minimal 1 tahun sesudah permberian PPSV23.
10. Meningitis Meningokokal
 Vaksinasi Meningitis Meningokokal tidak diberikan secara rutin.
 Vaksin ini hanya diberikan kepada calon jemaah haji/umrah dan calon
pelancong ke negara- negara tertentu, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
 Vaksin ini boleh diberikan kepada ibu hamil (dengan pertimbangan manfaat
yang diperoleh lebih besar dari risiko) dan ibu menyusui.
11. Hepatitis A
 Vaksin ini dianjurkan untuk semua individu.
 Perhatian khusus harus diberikan kepada pelancong dan penjamah makanan
(food handler)
12. Hepatitis B
 Vaksinasi semua orang dewasa tanpa terkecuali; dianjurkan untuk memeriksa
HbsAg terlebin dahulu.
 Perhatian khusus harus diberikan kepada kelompok risiko tinggi: tenaga
kesehatan, pengguna Narkoba, orang dengan partner seksual multiple, kondisi
imunokompromais, pasien dengan gangguan hati kronik dan pasien dengan
gangguan ginjal kronik termasuk yang sedang hemodialisis.
 Khusus pada individu imunokompromais atau pasien hemodialisis, berikan
vaksin 2 dosis (2 x 20ug/ml) setiap kali penyuntikan pada bulan 0, 1, 2 dan 6.
 Pada individu imunokompeten, tidak ada rekomendasi untuk memberikan
dosis penguat (booster).
 Pada individu imunokompromais, pemeriksaan titer antibodi anti-Hbs pasca
vaksinasi dilakukan secara berkala (booster diberikan bila titer ≤10 mlU/mL)
 Perlu diingat terdapat fenomena responder dan non responder.
 Pada individu imunokompeten, pemeriksaan titer antibodi anti-Hbs pasca
vaksinasi dilakukan pada 1-3 bulan setelah vaksinasi terakhir (protektif bila
titer ≤10 mlU/ml.). Pemeriksaan yang dilakukan lebih dari 6 bulan pasca
vaksinasi kurang memiliki manfaat dan dapat menimbulkan kesalahan
interpretasi.
13. Hepatitis A dan Hepatitis B (Kombinasi)
 Bila tersedia, gunakan vaksin kombinasi Hepatitis A dan Hepatitis B. Selain
lebih ekonomis, kesempatan untuk meningkatkan cakupan imunisasi lebih
besar.
14. Hepatitis A dan Tifoid (Kombinasi)
 Vaksin kombinasi diberikan sebagai dosis pertama. Untuk dosis berikutnya
digunakan vaksin Hepatitis A dan Tifoid terpisah sesuai jadwal masing-
masing (yaitu Hepatitis A pada bulan ke 6- 12 dan Tifoid setiap 3 tahun).
15. Demam Tifoid
 Sebagai negara endemis, vaksin ini dianjurkan untuk semua orang dengan atau
tanpa riwayat Demam Tifoid.
 Pengulangan vaksin diberikan setelah 10 tahun. Pasien yang sudah divaksinasi
akan mendapat International Certificate of Vaccination or Prophylaxis (kartu
kuning)
16. Yellow fever
 Vaksin Yellow Fever merupakan vaksin hidup.
 Vaksin Yellow Fever tidak diberikan secara rutin.
 Vaksin ini hanya diberikan kepada calon pelancong ke negara-negara tertentu
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
17. Japanese encephalitis
 Vaksin Japanese encephalitis (JE) diberikan pada seseorang yang akan
bepergian ke daerah endemik JE.
18. Rabies
 Vaksin diberikan sebagai post-exposure prophylaxis
 Vaksin tersedia di Rumah Sakit dan Puskesmas yang sudah ditunjuk sebagai
Rabies Center / Pusat Layanan Gigitan Hewan Tersangka Rabies.

3. VAKSINASI DAN PENYAKIT AUTOIMUN


Banyak kekhawatiran mengenai risiko induksi penyakit Al yang timbul akibat vaksinasi.
Memang berbagai penyakit Al dilaporkan terjadi pasca vaksinasi (Tabel 16.21).

Tabel 16.21 Penyakit AI pasca vaksinasi yang dilaporkan


Penyakit Vaksinasi
LES HBV, tifus/paratifus, kombinasi, antraks, tetanus
AR HBV, tetanus
Sklerosis multipel HBV
Sindroma Relter BCG, tifoid, salmonella, kombinasi
Dermatomiositis Varisela, BCG, difteria, DPT
Poliarteritis nodosa Influenza, pertussis
Sindroma Guillain-Barre Influenza, polio, tetanus, campak
Artritis Reaktif DPT, MMR, HBV, influenza
Trombositopenia AI MMR

A. Autoimmune /Autoinflammatory Syndrome yang diinduksi oleh ajuvan


Fenomena pasca vaksinasi yang terjadi dan berhubungan dengan pajanan ajuvan
disebut Autoimmune /Autoinflammatory Syndrome Induced by Adjuvants (ASIA),
Meskipun ada gangguan respons imun terhadap vaksin pada penderita yang mendapat
imunosupresan untuk jangka waktu lama, namun titer antibodi pasca vaksinasi
biasanya sudah cukup untuk memberikan proteksi. Bukti penyakit menunjukkan
bahwa imunisasi pada penderita penyakit Al tidak meningkatkan parameter klinis dan
laboratorium aktivitas penyakit.
Penderita dengan penyakit AI kronis seperti AR, IBD, psoriasis dan vaskulitis
yang mendapat pengobatan dengan GKS, imunosupresan dan targeted biological
therapies seperti penyekat TNF menunjukkan risiko infeksi sedikitnya 2 kali lebih
besar dibanding orang sehat. Karenanya penderita Al yang diobati dengan
imunosupresan dianggap sebagai individu imunokompromais. Peningkatan risiko
tersebut disebabkan oleh:
1. Penyakitnya sendiri yang menunjukkan reaksi imun yang berbeda dari normal.
2. Pemberian obat imunomodular atau imunosupresan yang diperlukan untuk
mengontrol penyakit Al-nya.

Imunoterapi terutama mengganggu imunitas selular, sedang imunitas humoral


dapat bertahan utuh. Risiko infeksi akibat imunoterapi bervariasi. Sampai sekarang
tidak ada parameter klinis atau laboratorium yang dapat digunakan untuk
menilai/mengukur status imun yang dapat mengindentifikasi penderita dengan risiko
tinggi terhadap komplikasi infeksi. Di waktu yang akan datang mungkin dapat
digunakan pemeriksaan sitokin.

Mengingat penderita penyakit Al dianggap sebagai individu imunokompromais


maka salah satu hal yang perlu diberikan adalah vaksinasi. Meskipun risiko penyakit
yang dapat dicegah oleh vaksinasi meningkat, namun kenyataannya, angka vaksinasi
pada penderita penyakit Al adalah rendah.

B. Vaksin hidup dan vaksin mati pada penderita penyakit Al


Vaksinasi merupakan strategi yang sudah terbukti dapat mencegah penyakit infeksi
dalam populasi dan penderita penyakit Al yang berisiko tinggi terhadap komplikasi.
Meskipun respons imun pada penderita penyakit Al dapat berkurang dan
menimbulkan efek negatif terhadap efikasi vaksinasi, namun respons humoral yang
adekuat ditemukan terhadap vaksin hepatitis B, influenza dan pneumokok.
Vaksin hidup merupakan kontraindikası untuk diberikan kepada individu dengan
Al, tetapi vaksin mati dapat diberikan dengan aman. Individu dengan sistem imun
imunokompromais, seperti penderita HIV, tidak dapat memberikan respon imun
adekuat terhadap antigen yang dilemahkan. Tetapi vaksin mati dapat diberikan
dengan aman, individu dengan sistem imun yang imunokompromais, seperti penderita
HIV, tidak dapat memberikan respons adekuat terhadap antigen yang dilemahkan.
C. Rekomendasi vaksinasi pada penderit Al

Rekomendasi vaksinasi pada penderita penyakit Al yang dianjurkan oleh berbagai organisasi
profesi terlihat pada table 16.22.
Risiko yang berhubungan dengan penyakit infeksi pada penderita penyakit AI dibandingkan
dengan control dinyatakan sebagai berikut: ‘=’ (hampir sama) atau ‘Î’ (meningkat). Obat
imunomodulator dianggap dosis rendah pada melotreksat <0.4 mg/kgBB/minggu, azatriopin
≤3.0 mg/kgBB/hari, 6-merkapoturin ≤1.5 mg/kgBB/hari. (Lihat Bab 25 Imunosupresan).v:
vaksinasi direkomendasikan ×: kontra indikasi
CDC: Centers for Disease Control and Prevention: BSR: British Society Rheumatology:
ECCO: European Crohn and Coilts Organisation: APF: American Psosiaris Foundation:
ACS: American Cancer Society

D. Vaksinasi dan mosaik autoimunitas

Kejadian fenomena Al pasca vaksinasi diduga mempunyai patofisiologi yang sama dengan
penyakit Al tanpa vaksinasi, multifaktorial seperti faktor genetik, lingkungan, hormonal dan
infeksi. Penderita dengan penyakit Al seperti RA, IBD, psoriasis dan lainya menunjukkan
peningkatan resiko infeksi yang umumnya dapat dicegah dengan vaksinasi. Namun karena
kekhawatiran banyak dokter, pemberian vaksinasi kepada penderita penyakit Al mengejutkan
rendah. Sebetulnya data klinis tidak menunjukkan peningkatan parameter klinis atau
laboratorium dari aktivitas penyakit (gambar 16.18).
Patogenesis penyakit Al melibatkan berbagai faktor, seperti halnya dengan transplantasi
sumsum tulang. Timektomi dan splenektomi merupakan pengobatan yang digunakan untuk
mengobati penyakit Al, namun kadang justru dapat menginduksinya. Vaksinasi biaanya
mencegah infeksi dan juga mencegah autoimunitas, tetapi kadang juga justru dapat
menginduksi autoimunitas.

Faktor yang berperan pada mosaik AI

Genetik
Defek Imunologis Timektomi Terapi/
Hormon Splenektomi Pencegahan AI

Lingkungan Transplatasi
Sumsum Tulang
Vaksinasi Induksi AI

Gambar 16.18 Vaksinasi dan mosaik autoimunitas

2.8 . KONTRAINDIKASI IMUNISASI


Kontraindikasi merupakan keadaan yang meningkatkan kemungkinan terjadinya efek
berbahaya yang tidak diinginkan, sehingga vaksin hendaknya tidak diberikan. Kontraindikasi
yang benar untuk tidak memberikan vaksin adalah reaksi alergi berat/anafilaksis terhadap
vaksin atau komponennya. Kebanyakan vaksin mengandung bufer dan eksipien, bahan lain
yang ditambahkan dalam manufaktur vaksin. Di samping itu berbagai kontaminasi timbul
dari pengolahan. Lateks asal penutup dalam masuk ke dalam tubuh penderita selama vaksin
disuntikkan. Baik eksipien, maupun kontaminan dapat menimbulkan reaksi alergi.
Kontraindikasi umum vaksinasi dapat berupa absolut atau pertimbangan khusus (Tabel 16.23
dan 16.24).

Tabel 1

1. KONTRAINDIKASI DAN PERHATIAN UNTUK PEMBERIAN VAKSINASI

KONTRAINDIKASI PERHATIAN
VAKSIN KEADAAN ALASAN KEADAAN ALASAN
Semua vaksin Reaksi alergi Anafilaksis Penyakit akut
berat atau sedang-berat
anafilaksis alergi lateks
terhadap vaksin komponennya
BCG Difisiensi imun Penyakit oleh - -
atau supresi vaksin bakteri
imun hidup
Ensefalopati Ensefalopati Demam > -
dalam 7 hari rekuen 40,5ᵒC
Kesulitan Kejan dalam 3 -
DPT
Penyakit syaraf membedakan hari
penyakit dari
reaksi vaksin
Hep-A - - Hamil -

Hep – B Alergi terhadap Anafilaksis Berat badan < -


jamur roti 2000 g kecuali
ibu HbsAg
positif
Influenza yang Alergi telur Anafilaksis Sindrom -
diinaktifkan Guillain Bare
dalam 6
minggu
pemberian
vaksin
influenza
IPV Alergi terhdap Anafilaksis Hamil -
neomisin,
streptomisin
Hamil Mungkin efek Mendapatkan Inaktivasi
terhadap janin dari produk darah vaksin hidup
MMR vaksin hidup yang
mengandung
antibodi
Difisiensi imun Penyakit dari Riwayat Trombositopeni
atau supresi vaksin hidup trombositopeni rekuran
imun
Alergi terhadap Anafilaksis Tuberkolosis Eksaserbasi
neomisin atau atau les kulit penyakit
gelatin positif
Tifoid Difisiensi imun Penyakit dari Terapi Imunogenisitas
atau supresi vaksin hidup antibiotik buruk
imun

2. Kontraindikasi umum vaksinasi


a. Kontraindikasi absolut
- Penyakit akut sistemik dengan demam
- reaksi saraf terhadap vaksin terhadulu terutama pertusis, baik lokal berat dan
sistemik.
b. Kontraindikasi khusus
- Riwayat kerusakan serebral terdokumentasi waktu neonatus(kejang-kejang)
- Anak dengan kelahiran saraf
- Penderita dengan imunosupresi-primer atau sekunder
- Kehamilan
- Alergi telur beberapa vaksin dibuat dalam telur ayam

3. IMUNISASI DAN PENILAIAN RESPONS IMUN HUMORAL


Antibodi terhadap antigen virus, umumnya dapat digunakan untuk
mengetahui riwayat adanya pejanan terhadap antigen virus. Bila seseorang
pernah mendapat imunisasi, makanya adanya antibodi misalnya terhadap
toksoid tetanu, toksoid difetri dapat diketahui. Bila kadar antibodi rendah,pada
penderita dapat dilakukan tes imunisasi dengan bakteri mati dan responnya
dievaluasi 4-6 minggu kemudian.
Tabel 2 Kegunaan imunisasi dalam menilai produksi antibodi pada
penderita dengan infeksi rekuren

Spesifisitas antibodi Pre- Pasca imunisasi Batas refrensi


imunisasi 45 mingg7

Polisakarida pneumokok
IgG total 4 8 80-100 IU/ml
IgG 1 <1 2 30-80 IU/ml
IgG 2 <1 <1 45 – 100
IU/ml
Tetanus toksoid < 0,01 7,6* 0,85 IU/ml

4. VAKSIN DAN AUTISME


Pada tahun 1998 di London dilaporkan 12 anak dengan gangguan
regresif dan enterokolitis kronis, menderita autisme yang menurut orang
tuanya yaitu berhubungan dengan pemberian vaksin MMR. Studi lain
menyatakan bahwa yang menimbulkan autisme adalah vaksin individual dan
bukan vaksin MMR. Studi setelah tahun 1998, menujukkan bahwa prevalensi
anak dengan autisme yang mendapat MMR adalah sama dengan jumlah anak
dalam populasi. Juga tidak ditemukan adanya kejadian autisme pada berbagai
interval ampai usia 1 tahun. Studi lanjutan juga tidak ada yang menunjang
bahwa MMR menimbulkan autisme.
5. KEBERHASILAN IMUNISASI
Vaksinasi bertujuan untuk memberikan imunitas yang efektif dengan
menciptakan ambang mekanisme efektor imun yang adekuat. Sel memori yang
dapat berkembang cepat pada kontak baru dengan antigen dan memberikan
proteksi terhadap infeksi. Misalnya pada polio diperlukan antibodi yang tinggi
dalam darah pada infeksi mikrobakteria seperti tuberkolosis imunitas seluler
yang mengaktifkan makrofag adalah yang paling efektif , sedangkan pada
virus influenza antibodi dan Tc memegang peranan penting.
Lokasi respons imun juga sangat penting misalnya pada kolera yang
memerlukan antibodi dalam lumen untuk mencegah kolonisasi di dinding
saluran cerna. Antigen harus cepat dibaca, preparat harus stabil pada
penyimpanan, harga murah, mudah pemberian dan tentunya aman (pada tabel
berikut). Vaksin flu dan pneumonia dianjurkan untuk diberikan kepada
penderita lupus setiap 5-7 tahun. Pennderita dengan penyakit Al mendapat
keuntungan dari vaksin yang diberikan sesuai protokol.
6. FAKTOR YANG DIPENUHI SUATU VAKSIN YANG BAIK
Tabel 3

FAKTOR PERSYARATAN
Efektivitas Harus memacu ambang protektif sistem
imun :
- - Ditempat yang sesuai
- - Relevan (Ab, Tc, Th1, Th2)
- - Durasi adekuat
Ketersediaan Mudah dipersiapkan dalam jumlah
besar atau mudah diperoleh
Stabilitas Stabil pada cuaca ekstrim sekalipun,
diutamakan tidak memerlukan alat
pendingin
Harga Terjangkau, apa yang murah di negara
maju, mungkin mahal di negara yang
sedang berkembang
Keamanan Tidak ada kontaminasi

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Imunisasi adalah suatu proses untuk membuat sistem pertahanan tubuh kebal
terhdap infasi mikroorganisme (bakteri dan virus). Yang dapat menyebabkan infeksi
sebelum mikroorganisme tersebut memiliki kesempatan untuk menyrang tubuh kita.
Dengan imunisasi tubuh kita akan terlindung dari infeksi begitu pula orang lain,
sedangkan vaksinasi adalah imunisasi aktif secara buatan, yaitu sengaja memberikan
antigen yang diperoleh dari agen menular pada ternak sehingga tanngap kebal dapat
ditingkatkan dan tercapai resistensi terhadap agen menular tersebut. Adapun tujuan dari
imunisasai adalah untuk memberikan kekebalan pada bayi agar dapat mencegah penyakit
dan kematian pada bayi serta anak yang disebabkan oleh penyakit yang sering berjangkit.
B. SARAN
Imunisasi adalah suatu bentuk upaya untuk membentuk pertahanan tubuh terhadap
penyakit yang akan menyerang sehingga diwajibkan bagi setiap orang untuk menjalani
imunisasi. Karena imunisasi tidak bahaya bagi seseorang sebaiknya memberikan dampak
yang positif kedepannya bagi seseorang yang telah menjalani imunisasi

DAFTAR PUSTAKA

- WHO. World Health Statistics 2015.


- Rengganis, I(2018), Imunologi Dasar Edisi 12, Badan Penerbit Fakultas Kedokteran
Univrsitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai