Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH

SWAMEDIKASI BATUK

Disusun Oleh:
IRENE WAHYUNINGTYAS SOTYANINGSIH (2320455084)
IVAN SULISTYANTO (2320455085)

Dosen Pengampu :
Dr. apt. Titik Sunarni, M.Si

PROGRAM STUDI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI
SURAKARTA
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat dan karunia-Nya sehingga Makalah yang berjudul “Swamedikasi Batuk”
dapat diselesaikan dengan baik. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu
tugas dalam Mata Kuliah Fitoterapi pada Program Studi Profesi Apoteker di
Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi. Dalam makalah ini, kami akan
membahas mengenai pengertian batuk dan tatalaksana pengobatan yang benar
serta swamedikasi yang rasional terkait pengobatan batuk.
Kami menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini sehingga mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca agar dapat membantu kami membuat tugas
makalah yang baik dikemudian hari. Demikian tugas makalah ini kami buat,
semoga apa yang tertuang dalam makalah ini dapat memberikan informasi yang
bermanfaat terutama bagi kelompok kami dan para pembaca. Untuk itu kami
mengucapkan banyak terima kasih.

Surakarta, Februari 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

SWAMEDIKASI BATUK....................................................................................... i

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iv

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ................................................................................ 2
C. Tujuan................................................................................................... 3
D. Manfaat................................................................................................. 3
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 4

A. KAJIAN TEORITIS ............................................................................. 4


1. Swamedikasi .............................................................................. 4

2. Batuk .......................................................................................... 6

3. Metode SBAR .......................................................................... 21

B. STUDI KASUS .................................................................................. 22


BAB III PENUTUP .............................................................................................. 31

A. Kesimpulan......................................................................................... 31
B. Saran ................................................................................................... 31
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 32

iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar II-1. Woods Antitusivve syrup .................................................... 24

Gambar II-2. Bisolvon Tablet ................................................................... 28

Gambar II-3. Decolgen Tablet .................................................................. 29

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Swamedikasi merupakan kegiatan untuk mengobati segala keluhan

yang terjadi pada diri sendiri dengan obat-obatan yang sederhana, yang bisa

dibeli secara bebas di apotik atas inisiatif sendiri tanpa nasihat dokter (Tan

dan Kirana, 2010). Swamedikasi menawarkan akses kemudahan pengobatan

yang memiliki biaya rendah dan tidak memakan banyak waktu dibandingkan

konsultasi dengan dokter. Pelaksanaan swamedikasi sering mengalami

kesalahan dalam pengobatan, hal ini bisa disebabkan keterbatasan

pengetahuan masyarakat terkait cara penggunaan dan informasi lain terkait

obat yang digunakan (Muharni dkk, 2015).

Data badan pusat statistik (BPS, 2011) mengungkapkan sebanyak

66,82% penduduk indonesia melakukan pengobatan diri sendiri yang diderita

daripada melakukan pengobatan ke dokter. Data lain disadur dari Riset

Kesehatan Dasar (DepKes, 2013) menyatakan sebanyak 35,2 % rumah

tangga di indonesia menyimpan obat untuk swamedikasi, hal ini

menisyaratkan perilaku swamedikasi yang tinggi. Swamedikasi harusnya

dilakukan dengan benar dan sesuai dengan penyakit yang dialami pasien.

Dalam pelaksaaannya harus memenuhi syarat penggunaan obat yang

rasional, yaitu ketepatan obat, ketepatan dosis, tidak adanya efek samping

yang berbahaya, dan ketiadaan kontraindikasi dan interaksi obat (Harahap

dkk, 2017). Apoteker berperan merekomendasikan obat yang aman, tepat

1
2

dosis dan cara penggunaan yang rasional serta mampu mengatasi solusi atas

efek samping yang kemungkinan terjadi. Dalam menjalankan perannya,

Apoteker harus dibekali pengetahuan yang baik sehingga mampu

menentukan sikap yang diambil dalam mengatasi masalah kesehatan

seseorang (Alfaqinisa, 2015).

Swamedikasi hanya bisa dilakukan pada kondisi dan kriteria penyakit

tertentu, salahsatu penyakit yang masuk kriteria untuk dilakukan

swamedikasi adalah Batuk. Kondisi batuk tidak selalu merupakan gejala

klinis abnormal melainkan ledakan ekspirasi untuk menjaga paru-paru

dengan meningkatkan sekresi dan pembersihan partikel dari saluran

respiratori (Bakhtiar & Putri, 2020).

Batuk merupakan salah satu gejala penyakit yang banyak dikeluhkan

oleh masyarakat, dengan prevalensi sebesar 15% pada anak-anak dan 20%

pada dewasa. Swamedikasi untuk batuk diperlukan untuk mengetahui

pemilihan obat yang rasional serta sesuai dengan batuk yang dialami oleh

pasien, cara penggunaan obat yang benar, efek samping dan reaksi obat yang

tidak diinginkan serta cara mengatasinya, interaksi obat batuk dengan obat

lain, interaksi obat dengan makanan serta waktu yang tepat untuk

berkonsultasi dengan dokter (Djunarko & Hendrawati, 2011).

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengobatan untuk batuk yang rasional?

2. Bagaimana swamedikasi yang baik dan benar untuk batuk?


3

C. Tujuan

1. Mengetahui pengobatan batuk yang rasional

2. Mengetahui swamedikasi yang baik dan benar untuk mengatasi batuk

D. Manfaat

Memberikan memberikan gambaran pengobatan yang dapat

disarankan oleh seorang apoteker dalam melakukan swamedikasi untuk

penyakit batuk.
BAB II

PEMBAHASAN

A. KAJIAN TEORITIS

1. Swamedikasi

Swamedikasi adalah salah satu bagian dari self-care, sedangkan self-

care adalah apa yang dilakukan manusia untuk dirinya sendiri untuk

meningkatkan dan memelihara kesehatan, mencegah dan menghadapi

penyakit. Swamedikasi merupakan pemilihan dan penggunaan obat

modern maupun obat tradisional oleh seorang individu untuk mengatasi

penyakit atau gejala penyakit (WHO, 1998).

Dasar hukum swamedikasi adalah Peraturan Kesehatan No.919

Menkes/Per/X/1993, secara sederhana dapat dijelaskan bahwa

swamedikasi merupakan salah satu upaya yang kerap dilakukan oleh

seseorang dalam mengobati gejala atau penyakit yang sedang dideritanya

tanpa terlebih dahulu melakukan konsultasi kepada dokter. Swamedikasi

yang tepat, aman dan rasional tidak dengan cara yang asal mengobati

tanpa terlebih dahulu mencari informasi umum yang bisa diperoleh tanpa

harus melakukan konsultasi dengan pihak dokter.

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam swamedikasi menurut

WHO adalah penyakit yang diderita adalah penyakit dan gejala ringan

yang tidak diperlukan untuk datang ke dokter atau tenaga medis lainnya.

Selain itu, obat yang dijual adalah golongan over the counter (OTC)

(WHO, 1998). Penghentian swamedikasi harus dihentikan manakala

4
5

timbul gejala lain seperti pusing, sakit kepala, mual dan muntah , terjadi

alergi seperti gatal-gatal dan kemerahan pada kulit dan salah minum obat

atau minum obat dengan dosis yang rendah.

Obat yang beredar di pasaran dikelompokkan mejadi 5 golongan,

masing-masing memiliki kriteria dan tanda khusus, namun tidak semua

golongan obat dapat digunakan dalam swamedikasi. Obat yang digunakan

dalam swamedikasi adalah golongan obat bebas, obat bebas terbatas, obat

wajib apotek dan suplemen makanan.

Swamedikasi yang benar harus diikuti penggunaan obat yang

rasional. WHO menyatakan bahwa penggunaan obat rasional

mensyaratkan bahwa pasien menerima obat yang sesuai dengan kebutuhan

klinis pasien atau peresepan obat yang sesuai diagnosis dalam dosis yang

memenuhi kebutuhan dan durasi yang tepat untuk jangka waktu yang

cukup dan biaya terendah. Kriteria yang digunakan dalam penggunaan

obat yang rasional diantaranya: tepat dosis, tepat pemilihan obat, tepat

dosis, waspada efek samping, efektif, aman, mutu terjamin dan harga

terjangkau serta tepat tindak lanjut


6

2. Batuk

Batuk adalah tindakan refleks yang dilakukan tubuh untuk

membersihkan tenggorokan dari lendir atau iritasi akibat benda asing.

Batuk merupakan ledakan ekspirasi untuk menjaga paru-paru dengan

meningkatkan sekresi dan pembersihan partikel dari saluran respiratori .

Namun beberapa kondisi kesehatan juga bisa menyebabkan seseorang

lebih sering untuk batuk (Bakhtiar & Putri, 2020).

a. Etiologi

Batuk dapat terjadi dari berbagai sistem (seperti pernapasan,

kardiovaskular, dan gastrointestinal). Umumnya penyebab batuk dari virus

yang menyebabkan infeksi pada saluran napas atas, dan diikuti dengan

eksaserbasi yang menjadi penyebab asma, COPD (chronic obstructive

pulmonary disease), UACS (upper airway cough syndrome), dan

pneumonia (Dipiro dkk, 2015).

b. Patofisiologi

Refleks batuk memiliki 5 komponen utama yaitu reseptor batuk,

serabut syaraf aferen, pusat batuk, susunan syaraf eferen dan efektor.

Batuk dapat bermula karena rangsangan pada reseptor batuk. Reseptor

batuk berupa syaraf non mielin yang halus dan terletak di dalam dan di

luar rongga toraks. Reseptor batuk yang berada di dalam rongga toraks

yaitu laring, trakea, bronkus, dan pleura. Jumlah reseptor akan semakin

berkurang pada cabang-cabang bronkus yang kecil dam sejumlah besar

reseptor didapat di laring, trakea, karian, dan daerah percabangan bronkus.


7

Reseptor dapat ditemukan juga pada saluran telinga, lambung, hilus, sinus

paranasalis, perikardial, dan diafragma. Serabut aferen yang terpenting ada

pada cabang nervus vagus, yang bekerja untuk mengalirkan rangsang dari

laring, trakea, bronkus, pleura, lambung, dan juga rangasang di telinga

melalui cabang Arnold dari nervus Vagus. Nervus trigeminus

menyalurkan rangsang dari sinus paranasalis, nervus glosofaringeus

menyalurkan rangsang dari faring dan nervus frenikus menyalurkan

rangsang dari pericardium dan diafragma, melalui serabut aferen rangsang

dibawa ke pusat batuk yang terletak di medulla, dekat dengan pusat

pernapasan, dan pusat muntah. Serabut-serabut akan dibawa menuju ke

efektor yang terdiri dari nervus fasialis, nervus hipoglosus, diafragma otot-

otot intercostal dan lain-lain. Pada daerah efektor tersebut mekanisme

batuk akan terjadi (Dipiro dkk, 2015).

c. Klasifikasi

Berdasarkan durasinya, batuk dapat dibedakan menjadi batuk akut,

subakut dan batuk kronis. Batuk akut terjadi kurang dari 3 minggu,

biasanya disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas (ISPA)

pneumonia dan gagal jantung kongestif, batuk subakut terjadi selama 3-8

minggu, dapat disebabkan oleh batuk pasca infeksi, bakteri sinusitis

maupun batuk karena asma, sedangkan batuk kronis merupakan batuk

dengan durasi lebih dari 8 minggu, batuk kronis bisa disebabkan penyakit

COPD (Chronic Obstructive Pulmonary Disease).


8

Berdasarkan tanda klinisnya, batuk dibedakan menjadi batuk

kering dan batuk berdahak. Batuk kering merupakan reaksi dari rasa gatal

yang muncul di tenggorokan karena adanya infeksi virus atau balteri, asam

lambung, asma atau alergi yang biasanya diikuti gejala lain seperti gatal,

dinamakan batuk kering karena tipe batuk ini tidak menghasilkan daha

atau lendir, sehingga sering menyebabkan terjai iritasi pada saluran

pernafasan. Sedangkan batuk berdahak merupakan batuk yang timbul

karena mekanisme pengeluaran mukus atau benda asing di saluran nafas

d. Mekanisme

Batuk diperantarai oleh reseptor batuk yang berupa serabut saraf

non myelin halus yang terletak di dalam maupun diluar rongga toraks,

rangsangan ini oleh serabut afferen dibawa ke pusat batuk yang terletak di

medula dan diteruskan ke efektor. Didalam efektor ini mekanisme baruk

terjadi. Pada dasarnya mekanisme batuk dibagi menjadi empat fase yaitu:

1) Fase iritasi

Iritasi dari salah satu saraf sensorik nervus vagus di laring atau

dibagian lain seperti esofagus dan rongga pleura

2) Fase inspirasi

Glotis terbuka lebar akibat kontraksi otot abduktor kartilago

aritenoidea. Masuknya udara kedalam paru-paru dengan jumlah

banyak akan memperkuat fase ekspirasi dan memperkecil rongga

udara yang tertutup sehingga menghasilkan mekanisme

pembersihan yang potensial


9

3) Fase kompresi

Glotis kembali tertutup sehingga tekanan intoraks meningkat agar

terjadi batuk yang efektif

4) Fase ekspirasi

Glotis terbuka secara tiba-tiba akibat kontraksi otot ekspirasi, terjai

pengeluaran udara dalam jumlah besar dengan kecepatan tinggi

disertai pengeluaran benda asing termasuk mukus/lendir, disinilah

terjadi fase batuk yang sebenarnya

e. Penatalaksanaan

1) Farmakologi

Batuk memiliki peran utama dalam mengeluarkan dahak dan

membersihkan saluran pernafasan, maka batuk yang menghasislkan

dahak umumnya tidak disupresikan, yang diutamakan adalah

pengobatan kausa seperti: infeksi, cairan di dalam paru-paru atau

asma. Pengobatan batuk secara umum dapat diklasifikasikan

berdasarkan jenis batuknya (Beers dkk, 2009) .

a) Mukolitik

Penggunaan mukolitik bertujuan untuk mengatasi batuk

produktif dengan sekresi dahak berlebih. Obat golongan

mukolitik bekerja dengan mengubah mucus menjadi lebih

encer dengan mendegradasi polimer musin, dengan

menghidrolisis ikatan disulfida yang menghubungkan

monomer musin. Perubahan pada viskositas secret dapat


10

mempermudah pengeluaran sputum, terdapat golongan

mukokinetik yang mampu meningkatkan klirens mucus dari

saluran napas melalui pengaktifan silia (Wibowo, 2021).

Beberapa obat yang tergolong dalam mukolitik diantaranya:

 Acetylsistein (MIMS, 2020)

Acetylsistein merupakan agen mukolitik dan antidot

pada pasien pverdosis paracetamol. Fungsi mukolitik

dari acetylsistein bekerja dengan cara melalui gugus

sulfihidril bebasnya yang membuka ikatan disulfida

dalam mukoprotein, sehingga menurunkan viskositas

dahak yang membuat lebih encer sehingga mudah

dikeluarkan

Penggunaan

Terapi mukolitik pada penyakit bronkial & paru akut

& kronis dengan lendir kental misalnya, bronkitis akut,

bronkitis kronis & akut berulang, emfisema paru,

mucoviscidosis & bronkiektasis

Dosis

Dewasa dan anak>14 th :1 kapsul 2-3 kali sehari

Anak usia 6-14 tahun :1 kapsul 2 kali sehari

Kontraindikasi

Hipersensitivitas terhadap acetylsistein

Peringatan
11

Monitor penggunaan pada pasien asma. Hentikan

penggunaan jika ada tanda bronkospasme. Pada pasien

gastritis berikan setelah makan. Tidak dianjurkan pada

anak-anak dibawah 6 tahun, wanita hamil dan

menyusui

Efek samping

Stomatitis, pusing, telinga berdengung (tinnitus);

reaksi alergi misalnya gatal, urtikaria, erupsi kulit

(eksantema, ruam), kesulitan bernapas

(bronkospasme), detak jantung cepat, penurunan

tekanan darah; pendarahan.

Interaksi obat

Pemberian bersama dengan pereda batuk (antitusif)

dapat menyebabkan penghentian sekresi berbahaya.

Tetrasiklin HCl harus diberikan secara terpisah dengan

interval minimal 2 jam. Peningkatan efek vasodilatasi

& aliran darah dengan gliserol trinitrat (nitrogliserin)

Penyimpanan

Simpan dibawah suhu 30° C

 Ambroxol (MIMS, 2020)

Ambroxol agen sekretolitik yang digunakan dalam

pengobatan penyakit pernafasan yang terkait

lendir/mucus berlebih. Mekanisme kerja ambroxol


12

merangsang sintesis dan pelepasan surfaktan tipe II

pneumocytes. Surfaktan bertindak sebagai antilem

dengan mengurangi adhesi lendir pada dinding

bronkus, meningkatkan transportasi dan memberikan

perlindungan terhadap infeksi dan agen iritasi.

Penggunaan

Terapi pada penyakit saluran pernafasan akut dan

kronik yang disertai dengan sekresi bronkus yang

abnormal, terutama pada bronkitis kronik eksaserbasi,

bronkitis asma dan asma bronkial

Dosis

Dewasa

Larutan oral 10 ml 3 kali sehari, tablet 30 mg 2-3 kali

sehari

Dapat juga diberikan secara inhalasi, injeksi atau rektal

Anak-anak

Anak usia 5-12 tahun :larutan 5 ml 2-3 kali sehari

Anak usia 2-5 tahun :larutan 2,5 ml 3 kali sehari

Anak <2 tahun :larutan 2,5 ml 2 kali sehari

Kontraindikasi

Hipersensitivitas terhadap ambroxol

Peringatan
13

Pasien dengan ulkus lambung, ciliary diskinesia dan

kondisi bronkial. Pasien gangguan ginjal, hati-hati

pada pasien anak kondisi kehamilan dan menyusui

Efek samping

Sindrom stevens johnson, gangguan pencernaan: mual,

muntah, diare, dispepsia, mulut kering, tenggorokan

kering

Interaksi obat

Dapat meningkatkan konsentrasi antibiotik

(cefuroxime, doxyciclin, erytromycin dan amoxicillin)

dalam jaringan paru-paru.

 Bromheksin (MIMS, 2020)

Bromheksin berfungsi untuk mengencerkan dahak di

saluran pernafasan. Obat ini bekerja dengan memecah

serat mukopolisakarida pada dahak yang diproduksi

tidak kental dna mudah dikeluarkan.

Penggunaan

Bertindak sebagai mukolitik untuk mmfasilitasi batuk

produktif, terapi sekretolitik pada penyakit

bronkopulmoner akut dan kronis yang berhubungan

dengan sekresi mukus abnormal & gangguan transpor

mukus

Dosis
14

Dewasa dan anak > 12 :1 tablet 3 kali sehari

Anak usia 6-12 tahun :1/2 tablet 3 kali sehari

Anak usia 2-6 tahun :1/2 tablet 2 kali sehari

Kontraindikasi

Hipersensitivitas terhadap bromheksin

Peringatan

Reaksi kulit yang parah seperti ertitema, hentikan

penggunaan jika ada gejala ruam kulit yang progresif.

Pasien gangguan lambung, hati-hati pada kondisi

kehamilan dan menyusui

Efek samping

Diare, mual, muntah & nyeri perut bagian atas. Reaksi

alergi termasuk ruam kulit, urtikaria, bronkospasme,

angioedema, anafilaksis, pruritus

Interaksi obat

Dapat menyebabkan konsentrasi antibiotik yang lebih

tinggi di jaringan paru-paru.

b) Ekspektorant

Penggunaan ekspektorant untuk meningkatkan kemampuan

sekresi mucus purulent dan untuk meningkatkan sekresi cairan

di saluran napas dengan tujuan agar lendir tidak lengket di

permukaan saluran napas, melalui pemberian ekspektoran


15

diharapkan dapat mengeluarkan dahak lebih banyak (Wibowo,

2021). Beberapa obat golongan ekspektoran antara lain:

 Gliseril guaikolat (MIMS, 2020)

Gliseril guaiakolat merupakan salah satu obat untuk

mengatasi batuk berdahak. Obat ini dapat meredakan

penumpukan dahak di saluran pernafasan akibat flu,

infeksi atau alergi. Gliseril guaikolat tidak dapat

digunakan untuk meredakan batuk yang disebabkan

oleh penyakit paru obstruktif kronis ( PPOK).

Penggunaan

Bertindak sebagai obst ysng mengatasi batuk berdahak

Dosis

Dewasa: Sebagai sediaan konvensional: 200-400 mg

setiap 4 jam. Sebagai tab rilis diperpanjang: 600-1.200

mg 12 jam. Maks: 2.400 mg setiap hari.

Anak: 6-12 tahun 100 mg empat kali sehari. Maks: 400

mg setiap hari. Durasi pengobatan maks: 5 hari

Kontraindikasi

Anak dibawah 6 tahun

Peringatan

Pasien dengan batuk terus-menerus atau kronis (seperti

yang terlihat pada asma, emfisema, bronkitis kronis,

merokok), batuk disertai dahak yang berlebihan,


16

porfiria. Gangguan hati dan ginjal berat. Anak-anak.

Pengobatan dengan obat batuk dan pilek pada anak-

anak (terutama di atas 6 tahun) harus dipertimbangkan

dengan hati-hati karena potensi risiko dan bukti khasiat

yang terbatas. Kehamilan dan laktasi

Efek samping

Sakit perut, diare, mual, muntah, Pusing, mengantuk,

sakit kepala, Ruam

Penyimpanan

Simpan antara 20-25°C. Lindungi dari cahaya

c) Antitusif

Obat golongan antitusif digunakan untuk mengobati batuk

kering. Obat ini bertujuan untuk mengurangi refleks batuk

dengan cara menekan sinyal batuk dari otak maupun

kerongkongan.Beberapa golongan obat antitusif diantaranya:

 Dekstromethorphan (MIMS, 2020)

Dekstromethorphan sebagai antitusif menekan refleks

batuk dengan bekerja langsung pada bagian medulla

otak sebagai reseptor antagonis N-metil-D-aspartat

(NDMA) dan bekerja dengan cara memblok kanal

secara nonkompetitif dan bekerja agonis reseptor

sigma-1 pada reseptor opioid, antagonis reseptor


17

nikotinik, inhibitor transporter serotonin dan inhibitor

kanal kalsium. Mekanisme utamanya yaitu mencegah

batuk dengan bekerja pada nucleus solitarius yang

bekerja pada serat afferent vagal pulmoner di system

saraf pusat (Nguyen., et al,2016; Wibowo, A, 2021).

Penggunaan

Bertindak sebagai pereda batuk nonproduktif

Dosis

DEWASA: cairan, kaplet, atau larutan oral: 10-20 mg

4-6 jam, atau 30 mg 6-8 jam sesuai kebutuhan. Maks:

80-120 mg setiap hari.

ANAK 6-<12 tahun 15 mg 6-8 jam

Kontraindikasi

Serangan asma akut, insufisiensi pernapasan atau

depresi pernapasan; batuk kronis yang berlangsung

seperti merokok, emfisema, atau batuk yang terjadi

dengan terlalu banyak dahak (lendir). Individu yang

berisiko mengalami gagal napas (misalnya COPD,

pneumonia). Gangguan hati. Penggunaan bersamaan

dengan MAOI (dan dalam 14 hari setelah

menghentikan pengobatan), SSRI, antidepresan lain

(misalnya TCA), atau obat untuk penyakit Parkinson

Peringatan
18

Pasien dengan riwayat asma, saat ini atau riwayat

gangguan penyalahgunaan zat (termasuk

penyalahgunaan alkohol) atau gangguan kesehatan

mental (misalnya depresi berat). Metabolisme buruk

CYP2D6. Pasien yang lemah. Anak-anak (terutama

anak-anak atopik). Pengobatan dengan obat batuk pada

anak-anak (terutama di bawah usia 12 tahun) harus

dipertimbang

kan dengan hati-hati karena potensi risiko dan bukti

khasiat yang terbatas. Kehamilan dan laktasiEfek

samping

Ketergantungan obat (terutama dengan penggunaan

jangka panjang).

Gangguan pencernaan: Diare, gangguan pencernaan,

sakit perut, mual, muntah.

Interaksi obat

Penggunaan bersamaan dengan inhibitor CYP2D6

(misalnya quinidine, amiodarone, haloperidol,

thioridazine) dapat meningkatkan kadar serum

dekstrometorfan. Dapat meningkatkan efek depresan

SSP (misalnya analgesik narkotik, antihistamin).

 Codein (MIMS, 2020)


19

Codein merupakan obat yang bekerja pada reseptor

opioid, dengan mekanisme menurunkan cyclic

adenosine monophosphate (cAMP) intraseluler, dan

menurunkan sekresi neurotransmitter. Selain itu dapat

dengan menekan respon pada syaraf pusat batuk

dengan cara berikatan dengan pusat batuk yang berada

di batang otak sehingga dapat menekan rangsang

terjadinya batuk dan jalur motoric ekspirasi (Wibowo,

2021)

Penggunaan

Bertindak sebagai antitusif

Dosis

DEWASA:10-20 mg tiap 4-6 jam. Maks: 60 mg setiap

hari. Anak 6-12 thn 5-10 mg tiap 4-6 jam. Maks: 60

mg setiap hari.

ANAK: 2-6 thn 1 mg/kg/hr dlm dosis terbagi. Maks:

30 mg setiap hari.

Kontraindikasi

Asma bronkial, emfisema paru, trauma kepala,

peningkatan tekanan intrakranial, alkoholisme akut, op

saluran empedu.

Peringatan
20

Pasien dg MI & asma. Hindari minuman yang

mengandung alkohol. Penggunaan jangka panjang.

Hindari dosis berlebihan karena dapat menyebabkan

gangguan fungsi hati. penyakit ginjal. Anak <2 thn

sebagai antitusif

Efek samping

Dapat menyebabkan ketergantungan obat. Mual,

muntah, idiosinkraasi, pusing, konstipasi. Depresi

pernapasan terutama pd pasien dg asma, depresi

jantung, syok.

Interaksi obat

Obat depresan lainnya, obat bius, obat penenang, obat

penenang, hipnotik, alkohol. Obat penenang terutama

fenotiazin bekerja sebagai antagonis terhadap efek

analgesik agonis opioid. Dextroamphetamine dapat

menghambat analgesik agonis opioid. Jangan diberikan

bersamaan dengan MAOI & dalam 14 hari setelah

pemberian MAOI.

2) Non farmakologi

Penderita batuk tanpa gangguan yang disebabkan penyakit

akut dan sembuh sendiri biasanya tidak perlu obat. Pada umumnya

batuk berdahak ataupun tidak berdahak dapat dikurangi dengan

cara behenti merokok, minum air putih yang banyak, menjauhi


21

penyebab batuk ( debu, asap, rokok, makan berminyak, suhu

dingin), menghirup uap air hangat, meminum zat emolien seperti

madu, permen hisap pelega tenggorokan (Pertiwi dan Suwendar,

2019).

3. Metode SBAR

Metode SBAR merupakan akronim dari (Situation, Background,

Assesment, Recommendation). Metode ini merupakan kerangka teknik

komunikasi yang disediakan untuk petugas kesehata dalam menyampaikan

kondisi pasien dengan tujuan untuk tercapainya keselamatan pasien terutama

sasaran mengenai komunkasi yang efektif. Langkah yang dilakukan dalam

metode SBAR meliputi:

a. Situation

Merupakan langkah awal untuk mengetahui identitas pasien, masalah saat

ini dan hasil diagnosa medis

b. Background

Langkah untuk mengetahui latar belakang pasien seperti: riwayat penyakit,

pengelolaan yang sudah diterima, terapi yang diterima dan tindakan medis

yang sudah diterima

c. Assesment

Penilaian kondisi pasien berdasarkan data yang telah dikumpulkan .

Assesment merupakan kesimpulan masalah yang sedang terjadi pada

pasien sebagai hasil analisa terhadap situasi dan latarbelakang.

d. Recommendation
22

Anjuran yang dapat berupa larangan dan/ himbauan yang diberikan terkait

keluhan yang dialami dan rencana yang akan dilakukan untuk

permasalahan yang ada

Komunikasi yang efektif merupakan kunci bagi tenaga kesehatan

untuk mencapai keselamatan pasien berdasarkan standar keselamatan yang

ada. Komunikasi yang tidak efektif adalah hal yang paling sering

disebutkan sebagai penyebab dalam beberapa kasus pelayanan kesehatan

Komunikasi harus tepat pada waktunya, akurat, komplit tidak rancu dan

dimengerti oleh pasien (Sari dkk., 2022).

B. STUDI KASUS

1. Kasus 1

Seorang ibu mengeluhkan tenggorokannya gatal-gatal dan susah

digunakan untuk menelan kadang batuk-batuk kecil dan sering saat

kedapatan memakan gorengan dan minum es. Batuk berlanjut sudah 2

hari ini. Pasien belum mengkomsumsi obat apapun untuk merdakan

keluhan nya

Situation

Tenggorokan terasa gatal, kesulitan menelan, batuk-batuk kecil,

gejala sudah dialami selama 2 hari.

Background

Pasien suka memakan gorengan dan minum minuman dingin.

Assesment

a. Batuk yang diderita disebabkan alergen karena tenggorokan


23

pasien terasa gatal

b. Gorengan mengandung senyawa akrolein yang dapat

membentuk allergen yang dapat mengganggu tenggorokan

dan saluran pernapasan sehingga menyebabkan batuk

(Tabrani,2010).

c. Minuman dingin memperparah batuk, menyebabkan

keringnya lapisan permukaan saluran napas, memudahkan

terjadinya infeksi dan memicu batuk yang disebabkan iritasi

pada permukaan saluran napas (Pertiwi, Suwendar, 2019).

d. Batuk menyebabkan radang sehingga pasien susah menelan

Recommendation

a. Pemberian obat batuk yang mangandung zat yang menekan

produksi batuk serta mengandung antihistamin. Salah satu

obat yang direkomendasikan adalah WOODS

ANTITUSSIVE Syrup

WOODS ANTITUSSIVE Syrup mengandung

Dexthromethorpan sebagai agen penekan produksi batuk dan

Diphenhydramin sebagai antihistamin


24

Keterangan Produk

Gambar II-1. Woods Antitusivve syrup


(Halodoc, 2023)

Indikasi Umum Meringankan batuk dan flu yg

disertai alergi.

Komposisi Dextromethorphan HBr 7.5 mg,

Diphenhydramine HCl 12.5 mg

Dosis Dewasa dan anak diatas usia 12

tahun: 3-4 x 10 ml

Anak 6-12 tahun : 3 x sehari 5 ml

Aturan Pakai Sesudah makan

Perhatian Hati-hati penggunaan pada pasien

peminum alkohol atau obat

penenang, gangguan fungsi hati.

Selama pemakaian jangan

mengemudikan kendaraan
25

bermotor atau menjalankan mesin.

Tidak dianjurkan untuk batuk

berdahak. Jika batuk tidak

berkurang atau bertambah berat

setelah 3 hari segera hubungi

dokter. Tidak dianjurkan untuk

anak-anak dibawah 6 tahun,

kecuali atas petunjuk dokter. Hati-

hati untuk penderita dalam

keadaan mengantuk, debil dan

hipoksia (kekurangan oksigen

Kontra Indikasi Hipersensitif, Wanita hamil dan

menyusui, penderita glaucoma,

asma bronkhial, kegagalan

pernafasan sebaiknya tidak

menggunakan obat ini

Efek Samping Pemakaian obat umumnya

memiliki efek samping tertentu

dan sesuai dengan masing-masing

individu. Jika terjadi efek

samping yang berlebih dan

berbahaya, harap konsultasikan

kepada tenaga medis. Efek


26

samping yang mungkin terjadi

dalam penggunaan obat adalah:

rasa mual, pusing, mengantuk dan

konstipasi

Golongan Obat Bebas Terbatas (Biru)

b. Kurangi konsumsi gorengan/makanan yang berminyak

c. Kurangi/hentikan minum minuman dingin

d. Pantau gejala kesulitan menelan, jika batuk mereda namun

kondisi tidak membaik, rekomendasi pemberian antiinflamasi

e. Minum banyak air putih

f. Mengkonsumsi madu, atau permen hisap pelega tenggorokan

yang berguna untuk membantu mengurangi iritasi pada

tenggorokan dan selaput lendir

g. Beristirahat dengan cukup.

1. Kasus 2

Seorang bapak datang ke apotek mengeluhkan hidung tersumbat, dan

batuk berdahak disertai dengan pusing, sakit tenggorokan, tubuh terasa

pegal, dan merasa tidak enak badan bapak tersebut merasakannya

setelah menerjang hujan besar tanpa menggunakan mantel karena

merasa dekat dengan rumah. Bapak tersebut sudah mengalami gejala

sekitar 3 hari yang lalu.


27

Situation

Hidung tersumbat, pusing, batuk berdahak, sakit tenggorokan, tubuh

terasa pegal, dan tidak enak badan.

Background

Pasien kehujanan saat berkendara

Gejala sudah diderita selama 3 hari

Assesment

a. Gejala yang diderita pasien disebabkan karena tubuh

mengalami perubahan suhu yang mendadak saat hujan

menyebabkan daya tahan tubuh seseorang menjadi rendah,

dan rentan terjangkit virus

b. Keluhan batuk berdahak belum tertangani

c. Keluhan pusing, pegal-pegal dan tidak enak badan belum

tertangani

d. Keluhan hidung tersumbat belum tertangani

e. Keluhan sakit tenggorokan belum tertangani

Recommendation

a. Pasien dianjurkan minum air putih yang cukup,

mengkonsumsi madu, istirahat yang cukup dan menghindari

paparan udara dingin

b. Pasien direkomendasikan minum Bisolvon tablet untuk

mengatasi keluhan batuk berdahak


28

Keterangan Produk

Gambar II-2. Bisolvon Tablet


(Halodoc, 2023)

Indikasi Umum Sebagai mukolitik untuk

memfasilitasi batuk produktif.

Komposisi Bromhexine HCl 8mg

Dosis Dewasa : 3 x sehari 1 tablet.

Anak 6-12 tahun: 3 x sehari ½

tablet

Aturan Pakai Sesudah makan

Perhatian Hipersensitivitas

Kontra Indikasi Dapat menyebabkan konsentrasi

antibiotik yang lebih tinggi di

jaringan paru-paru.

Efek Samping Diare, mual, muntah & nyeri

perut bagian atas. Reaksi alergi

termasuk ruam kulit, urtikaria,

bronkospasme, angioedema,
29

anafilaksis, pruritus.

Golongan Obat Bebas Terbatas (Biru)

c. Pasien direkomendasikan minum Decolgen tablet untuk

mengatasi keluhan pusing, pegal-pegal, tidak enak badan dan

hidung tersumbat yang belum tertangani

Keterangan Produk

Gambar II-3. Decolgen Tablet


(Medifarma, 2023)

Indikasi Umum Obat ini digunakan untuk

meredakan gejala flu seperti sakit

kepala, demam, bersin-bersin dan

hidung tersumbat.

Komposisi Paracetamol 400 mg,

Phenylpropanolamine HCl 12.5

mg, Chlorpheniramine maleate 1

mg.
30

Dosis Dewasa : 3 x sehari 1 tablet.

Aturan Pakai Sesudah makan

Perhatian Peringatan : Awas, Obat Keras

Bacalah Aturan Pakainya.

Penyakit jantung, diabetes,

glaukoma, gangguan fungsi hati

atau ginjal, hamil, dapat

mempengaruhi kemampuan

mengemudi/mengoperasikan

mesin. Hentikan penggunaan obat

ini jika terjadi susah tidur, jantung

berdebar, dan pusing

Kontra Indikasi Tidak boleh diberikan pada

penderita yang peka terhadap obat

simpatomimetik, penderita

tekanan darah tinggi berat, dan

orang yang sedang terapi anti

depresan MAOI

Efek Samping Mengantuk,gangguan pencernaan,

mulut kering, palpitasi,

psikomotor, takikardia, aritmia,

Golongan Obat Bebas Terbatas (Biru)


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisa penyelesaian studi kasus swamedikasi


pada penderita batuk dapat disimpulkan bahwa Swamedikasi terkait
pengobatan batuk yang rasional harus dilakukan melalui pendekatan yang
komprehensif terkait kondisi yang pasien alami sehingga dapat ditentukan
penilaian yang akurat untuk dapat memberikan rekomendasi yang sesuai
dengan pasien alami
B. Saran

Penulis mengharapkan agar pembaca merasa sangat senang dan

tertarik dengan penulisan makalah yang telah dilakukan, serta dapat

mengembangkan penulisan makalah terkait dengan tema yang sama

dengan metode-metode pendekatan yang lebih bervariatif

31
DAFTAR PUSTAKA

Alfaqinisa, R. (2015). Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan


Perilaku Orang Tua tentang Pneumonia dengan Tingkat Kekambuhan
Pneumonia pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Ngesrep Semarang.

Bakhtiar, A., & Putri, M, J. (2020). Management of Cough. Jurnal Respirasi,


06(02), 85–96.

Beers, C. S., Beers, J. W., & Smith, J, O. (2009). A Principal’s Guide to Literacy
Instruction. Guilford Press.

Dipiro, J.T., Schwinghammer, T.L., W., & B. (2015). Pharmacotherapy


Handbook (9th ed.). McGraw-Hill Education.

Djunarko, I., & Hendrawati, D. (2011). Swamedikasi yang Baik dan Benar. In
Citra Aji Parama. Citra Aji Parama.

Halodoc. (2023). Bisolvon Tablet. https://www.halodoc.com/obat-dan-


vitamin/bisolvon-8-mg-10-tablet

Harahap, N.A., Khairunnisa, Tanuwijaya, J. (2017). Tingkat Pengetahuan Pasien


dan Rasionalitas Swamedikasi di Tiga Apotek Kota Panyabungan. Jurnal
Sains Farmasi Dan Klinis, 3(18).

Kementerian, K. R. I. (2013). Riset Kesehatan Dasa. Jakarta: Departemen


Kesehatan Republik Indonesia

Medifarma. (2023). Decolgen Tablet. https://www.medifarma.biz/DecolgenTablet

MIMS. (2020). MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi (P. A. (MIMS P. Guide)


(ed.); 21st ed.).

Muharni, S., & , Fina Aryani, & M. M. (2015). Gambaran Tenaga Kefarmasian
dalam Memberikan Informasi Kepada Pelaku Swamedikasi di Apotek-apotek
Kecamatan Tampan, Pekanbaru. 2(1), 47–53.

Pertiwi, Suwendar, & U. Y. (2019). Survei Gambaran Swamedikasi Batuk pada


Balita di Wilayah Kelurahan Lebakgede Kecamatan Coblong Kota Bandung.
Prosiding Farmasi, 2460–6472.

Sari, D. P., Pramushinta, I. A. K., & Purbosari, I. (2022). Edukasi Pengobatan


Batuk Secara Mandiri “Swamedikasi” di Kampung Herbal Nginden
Surabaya. Jurnal Pengabdian Masyarakat Kanigara, 2(2), 373–375.
https://jurnal.unipasby.ac.id/index.php/kanigara/article/view/5965

Statistik, B. P. (2011). Statistik Indonesia tahun 2011.

32
Tan, T dan Kirana, R. (2010). Obat-Obat Sederhana untuk Gangguan sehari-hari.
Elex Media Komputindo.

WHO. (1998). The Role of The Pharmacist in Selfcare and Selfmedication. World
Health Organization.

Wibowo, A. (2021). Mekanisme Kerja Obat Anti Batuk. JK Unila, 5(1).

33

Anda mungkin juga menyukai