DI SUSUN OLEH :
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA 2022
1
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Kajian Farmakoekonomi
Penggunaan Obat Antihipertensi pada Pasien Hipertensi yang Dirawat di RSUD Kota
Shalawat dan salam kita haturkan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW
beserta keluarga, sahabat dan pengikut beliau dari dulu hingga akhir zaman. Adapun tujuan
dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Farmakoekonomi
Program Studi Profesi Apoteker. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan ataupun pengetahuan tentang CMA bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Terimakasih yang tak terhingga penulis sampaikan Ibu Apt. Elvina Triana Putri,
M.Farm selaku dosen Mata Kuliah Farmakoekonomi Program Studi Profesi Apoteker yang
telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai
dengan bidang studi yang kami tekuni. Kami juga mengucapkan terimakasih kepada semua
pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, penulis pengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan tugas ini, Kami sangat berharap tugas Farmakoekonomi ini dapat memberikan
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................................... 2
DAFTAR ISI............................................................................................................................................... 3
3
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
4
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian farmakoekonomi dan Analisa Cost Minimization Analusis?
2. Manakah biaya penggunaan golongan obat Antihipertensi yang paling minimal
pada pasien hipertensi yang di rawat di RSUD Kota Tasikmalaya?
3. Manakah biaya penggunaan golongan obat Antihipertensi yang paling minimal
pada pasien hipertensi yang di rawat di Rumah Sakit di Nigeria?
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Farmakoekonomi
2.1.1 Definisi Farmakoekonomi
Farmakoekonomi adalah suatu ilmu yang digunakan untuk menganalisis biaya
terapi obat pada system pelayanan Kesehatan. Didalam farmakoekonomi terdapat
proses identifikasi, pengukuran, membandingkan biaya, resiko dan manfaat dari
program, pelayanan serta menentukan alternatif pengobatan dengan hasil yang terbaik
dari sumber daya yang digunakan. (Andayani,2013).
Metode evaluasi farmakoekonomi terdiri dari lima macam yaitu Cost-Analysis (CA),
Cost Minimization Analysis (CMA), Cost-Effectiveness Analysis (CEA), Cost-Utility
Analysis (CUA), Cost-Benefits Analysis (CUA) (Dipiro et al.,2005).
6
a) Cost Analysis (CA)
Cost-Analysis, yaitu tipe analisis yang sederhana yang mengevaluasi
intervensi-intervensi biaya. Cost-Analysis dilakukan untuk melihat semua biaya
dalam pelaksanaan atau pengobatan, dan tidak membandingkan pelaksanaan,
pengobatan atau evaluasi efikasi (Tjandrawinata, 2000). Menurut Trisnantoro
(2005) adanya tiga syarat mutlak yang harus dilakukan, sebelum analisis biaya
dilakukan, yaitu : struktur organisasi rumah sakit yang baik, sistem akuntansi yang
tepat, adanya informasi statistik yang cukup baik.
b) Cost-Minimization Analysis (CMA)
Cost-Minimization Analysis adalah tipe analisis yang menentukan biaya
program terendah dengan asumsi besarnya manfaat yang diperoleh sama. Analisis
ini digunakan untuk menguji biaya relatif yang dihubungkan dengan intervensi
yang sama dalam bentuk hasil yang diperoleh. Suatu kekurangan yang nyata dari
analisis costminimization yang mendasari sebuah analisis adalah pada asumsi
pengobatan dengan hasil yang ekivalen. Jika asumsi tidak benar dapat menjadi tidak
akurat, pada akhirnya studi menjadi tidak bernilai. Pendapat kritis analisis cost-
minimization hanya digunakan untuk prosedur hasil pengobatan yang sama (Orion,
1997). Contoh dari analisis cost-minimization adalah terapi dengan antibiotika
generik dengan paten, outcome klinik (efek samping dan efikasi sama), yang
berbeda adalah onset dan durasinya. Maka pemilihan obat difokuskan pada obat
yang biaya per harinya lebih murah (Vogenberg, 2001).
c) Cost-Effectiveness Analysis (CEA)
Analisis cost-effectiveness adalah tipe analisis yang membandingkan biaya
suatu intervensi dengan beberapa ukuran nonmoneter, dimana pengaruhnya
terhadap hasil perawatan kesehatan. Analisis cost-effectiveness merupakan salah
satu cara untuk memilih dan menilai program yang terbaik bila terdapat beberapa
program yang berbeda dengan tujuan yang sama tersedia untuk dipilih. Kriteria
penilaian program mana yang akan dipilih adalah berdasarkan discounted unit cost
dari masing-masing alternatif program sehingga program yang mempunyai
discounted unit cost terendahlah yang akan dipilih oleh para analisis atau pengambil
keputusan (Tjiptoherijanto dan Soesetyo, 1994).
Dalam menganalisis suatu penyakit, analisis cost-effectiveness berdasarkan pada
perbandingan antara biaya suatu program pemberantasan tertentu dan akibat dari
program tersebut dalam bentuk perkiraan dari kematian dan kasus yang bisa
7
dicegah. Analisis cost effectiveness mengkonversi cost dan benefit (efikasi) ke
dalam rasio pada obat yang dibandingkan (Tjiptoherijanto dan Soesetyo, 1994).
Dalam studi farmakoekonomi untuk menginterpretasikan dan melaporkan hasil
dapat diwujudkan kedalam bentuk rasio efektivitas, yaitu average cost-
effectiveness ratio (ACER) dan incremental costeffectiveness ratio (ICER). Apabila
suatu intervensi memiliki average cost-effectiveness ratio (ACER) paling rendah
per unit efektivitas, maka intervensi tersebut paling cost-effective, sedangkan
incremental costeffectiveness ratio (ICER) merupakan tambahan biaya untuk
menghasilkan satu unit peningkatan outcome relatif terhadap alternatif
intervensinya (Spilker, 1996).
d) Cost-Utility Analysis (CUA)
Analisis Cost-Utility adalah tipe analisis yang mengukur manfaat dalam
utility beban lama hidup, menghitung biaya per utility, mengukur ratio untuk
membandingkan diantara beberapa program. Analisis costutility mengukur nilai
spesifik kesehatan dalam bentuk pilihan setiap individu atau masyarakat. Seperti
analisis cost-effectiveness, cost-utility analysis membandingkan biaya terhadap
program kesehatan yang diterima dihubungkan dengan peningkatan kesehatan yang
diakibatkan perawatan kesehatan (Orion, 1997).
Dalam cost-utility analysis, peningkatan kesehatan diukur dalam bentuk
penyesuaian kualitas hidup (quality adjusted life years, QALYs) dan hasilnya
ditunjukkan dengan biaya per penyesuaian kualitas hidup. Data kualitas dan
kuantitas hidup dapat dikonversi kedalam nilai QALYs, sebagai contoh jika pasien
dinyatakan benar-benar sehat, nilai QALYs dinyatakan dengan angka 1 (satu).
Keuntungan dari analisis ini dapat ditujukan untuk mengetahui kualitas hidup.
Kekurangan analisis ini bergantung pada penentuan QALYs pada status tingkat
kesehatan pasien (Orion, 1997).
e) Cost-Benefits Analysis (CBA)
Analisis Cost-Benefit adalah tipe analisis yang mengukur biaya dan manfaat
suatu intervensi dengan beberapa ukuran moneter dan pengaruhnya terhadap hasil
perawatan kesehatan. Tipe analisis ini sangat cocok untuk alokasi bahan-bahan jika
keuntungan ditinjau dari perspektif masyarakat. Analisis ini sangat bermanfaat pada
kondisi antara manfaat dan biaya mudah dikonversi ke dalam bentuk rupiah (Orion,
1997).
8
Merupakan tipe analisis yang mengukur biaya dan manfaat suatu intervensi dengan
beberapa ukuran moneter, dan pengaruhnya terhadap hasil perawatan kesehatan.
Dapat digunakan untuk membandingkan perlakuan yang berbeda untuk kondisi
yang berbeda. Merupakan tipe penelitian farmakoekonomi yang kompreherensif
dan sulit dilakukan karena mengkonversi benefit kedalam nilai uang (Vogenberg,
2001).
9
menggunakan analisis minimalisasi biaya jika ada catatan perbedaan hasil (Rascati,
2009).
2.3 Hipertensi
2.3.1 Definisi Hipertensi
Hipertensi merupakan kondisi yang sering ditemukan pada pelayanan kesehatan
primer kesehatan. Hal itu merupakan masalah kesehatan dengan prevalensi yang tinggi,
yaitu sebesar 25,8%. Di samping itu, pengontrolan hipertensi belum adekuat meskipun
obat-obatan yang efektif banyak tersedia (Riskesdas, 2013).
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih
dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali
pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang.
Peningkatan tekanan darah yang berlangsung dalam jangka waktu lama (persisten)
dapat menimbulkan kerusakan pada ginjal (gagal ginjal), jantung (penyakit jantung
koroner) dan otak (menyebabkan stroke) bila tidak dideteksi secara dini dan mendapat
pengobatan yang memadai. Banyak pasien hipertensi dengan tekanan darah tidak
terkontrol dan jumlahnya terus meningkat (Kemenkes, 2016).
Menurut American Heart Association (AHA), penduduk Amerika yang berusia
diatas 20 tahun menderita hipertensi telah mencapai angka hingga 74,5 juta jiwa, namun
hampir sekitar 90-95% kasus tidak diketahui penyebabnya. Hipertensi merupakan silent
killer dimana gejala dapat bervariasi pada masing-masing individu dan hampir sama
dengan gejala penyakit lainnya. Gejala-gejalanya itu adalah sakit kepala/rasa berat di
tengkuk, mumet (vertigo), jantung berdebar-debar, mudah lelah, penglihatan kabur,
telinga berdenging (tinnitus), dan mimisan (AHA, 2014).
10
Tabel 1 Klasifikasi Tekanan Darah Berdasarkan JNC VII, 2003
Krisis hipertensi merupakan suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan darah yang
sangat tinggi yang kemungkinan dapat menimbulkan atau telah terjadinya kelainan
organ target. Biasanya ditandai oleh tekanan darah >180/120 mmHg, dikategotikan
sebagai hipertensi emergensi atau hipertensi urgensi. Pada hipertensi emergensi
tekanan darah meningkat ekstrim disertai dengan kerusakan organ target akut yang
bersifat progresif, sehingga tekanan darah harus diturunkan segera (dalam hitungan
menit – jam) untuk mencegah kerusakan organ target lebih lanjut. Contoh gangguan
organ target akut: encephalopathy, pendarahan intrakranial, gagal ventrikel kiri akut
disertai edema paru, dissecting aortic aneurysm, angina pectoris tidak stabil, dan
eklampsia atau hipertensi berat selama kehamilan (Depkes, 2006).
Hipertensi urgensi adalah tingginya tekanan darah tanpa disertai kerusakan organ
target yang progresif. Tekanan darah diturunkan dengan obat antihipertensi oral ke nilai
tekanan darah pada tingkat 1 dalam waktu beberapa jam s/d beberap hari. Faktor resiko
Hipertensi adalah umur, jenis kelamin, riwayat keluarga, genetik (faktor resiko yang
tidak dapat diubah/dikontrol), kebiasaan merokok, konsumsi garam, konsumsi lemak
jenuh, penggunaan jelantah, kebiasaan konsumsi minum-minuman beralkohol, obesitas,
kurang aktifitas fisik, stres, penggunaan estrogen (Kemenkes, 2016).
11
1. Penghambat Angiotensin Converting Enzyme (ACEI)
Secara umum ACE-inhibitor dibedakan atas dua kelompok yaitu yang bekerja
langsung, contohnya kaptopril dan lisinopril, prodrug, contohnya enalapril, kuinapril,
prindopril, ramipril, silazapril, benazepril, benazeprilat, fosinoprilat, ramiprilat,
silazeprilat, benazeprilat, fosinoprilat dan lain-lain
ACE-inhibitor bekerja menghambat perubahan angiotensin I menjadi
angiotensin II sehingga terjadi vasodilatasi dan penurunan sekresi aldosteron. Selain
itu, degradasi bradikinin juga dihambat sehingga kadar bradikidin dalam darah
meningkat dan berperan dalam efek vasodilatasi ACE-inhibitor. Besarnya penurunan
tekanan darah pada pemberian akut sebanding dengan tingginya kadar renin plasma.
Namun obat golongan ini tidak hanya efektif pada hipertensi dengan kadar renin yang
tinggi, tapi juga pada hipertensi dengan renin normal maupun rendah. Hal ini karena
ACE-inhibitor menghambat degradasi bradikinin yang mempunyai efek vasodilatasi.
Selain itu, ACE-inhibitor juga diduga berperan menghambat pembentukan angiotensin
II secara lokal di endotel pembuluh darah. ACE-inhibitor efektif untuk hipertensi
ringan, sedang maupun berat. Bahkan beberapa diantanya dapat digunakan pada krisis
hipertensi seperti kaptopril dan enalaprilat. Obat ini efektif pada sekitar 70% pasien.
Kombinasi dengan diuretik memberikan efek sinergistik (sekitar 85% pasien TD-nya
terkendali dengan kombinasi ini), sedangkan efek hipokalemia diuretik dapat dicegah.
Efek samping yang sering terjadi adalah batuk kering, ruam dan pusing. ACE-inhibitor
harus dihindari oleh pasien dengan arteri stenosisi ginjal karena beresiko menimbulkan
gagal ginjal akut (Gunawan, et al,. 2012).
12
ARB harus digunakan dengan hati-hati pada pasien dengan kerusan hati dan
ginjal serta dikontraindikasikan pada kehamilan. Efek samping yang timbul oleh
golongan obat ARB adalah pusing, diare, kelelahan, rasa sakit dan infeksi (Gunawan,
et al,. 2012).
4. Diuretik
Golongan diuretik bekerja dengan meningkatkan eksresi natrium, air dan
klorida sehingga menurunkan volume darah dan cairan ekstraseluler, akibatnya terjadi
penurunan curah jantung dan tekanan darah. Selain mekanisme tersebut, beberapa
diuretik juga menurunkan resistensi perifer sehingga menambah efek hipotensinya.
Efek ini diduga akibat penurunan natrium di ruang interstisial dan didalam sel otot polos
pembuluh darah yang selanjutnya menghambat influks kalsium. Bahkan bila
menggunakan kombinasi dua atau lebih antihipertensi, maka salah satunya dianjurkan
diuretik (Gunawan, et al,. 2012).
13
sehingga eksresi Na+ dan Cl- meningkat. Efek samping golongan tiazid dapat
menyebabkan hiponatremia dan hipomagnesemia serta hiperkalsemia. Selain
itu, tiazid dapat menghambat eksresi asam urat dari ginjal, dan pada pasien
heperurisemia dapat mencetuskan serangan gout akut. Untuk mengindari efek
metabolik ini, obat golongan tiazid harus digunakan dengan dosis yang rendah
dan dilakukan pengaturan diet (Gunawan, et al,. 2012).
b. Diuretik Kuat (Loop Diuretics)
Obat yang termasuk dalam golongan diuretik kuat antara lain furosemid,
torasemid, bumetanid dan asam etakrinat. Waktu paruh diuretik kuat umumnya
pendek sehingga diperlukan pemberian 2 atau 3 kali sehari. Mula kerjanya lebih
cepat dan efek diuretiknya lebih kuat dari golongan tiazid, oleh karena itu
diuretik kuat jarang digunakan sebagai antihipertensi kecuali dengan psien
dengan gangguan fungsi ginjal (kreatin serum >2,5 mg/dL) atau gagal jantung.
Efek samping diuretik kuat hampir sama dengan tiazid, kecuali bahwa diuretik
kuat menimbulkan hiperkalsiura dan menurunkan kalsium darah, sedangkan
tiazid menimbulkan hipokalsiura dan meningkatkan kalsium darah (Gunawan,
et al,. 2012).
c. Diuretik Hemat Kalium
Amilorid, triamteren dan spironolakton merupakan diuretik lemah.
Penggunaanya terutama dalam kombinasi diuretik lain untuk mencegah
hipoalemia. Diuretik hemat kalium dapat menimbulkan hiperkalemia bila
diberikan pada pasien dengan gagal ginjal, atau bila dikombnasi dengan
penghambat ACE, ARB, beta-blocker, AINS atau dengan suplemen kalium.
Penggunaan harus dihindari bila kreatini serum lebih dari 2,4 mg/dL
(Gunawan, et al,. 2012).
16
6. Vasodilator
Obat golongan vasodilator menyebabkan relaksasi langsung otot polos arteriol.
Contoh obat yang termasuk vasodilator adalah hidralazin, minoksidil dan diazoksid.
Hidralazin dan monoksidil menyebabkan relaksasi langsung otot polos arteriol,
aktivitas reflex baroreseptor dapat meningkatkan aliran dari pusat vasomotor,
meningkatkan denyut jantung, curah jantung dan pelepasan rennin. Oleh karena itu,
efek hipotensif dari vasodilator langsung berkurang pada penderita yang juga
mendapatkan inhibitor sompatetik dan diuretik.
Diazoksid merupakan derivate benzotiadiazid dengan struktur mirip tiazid, tetapi tidak
memiliki efek diuresis, diazoksid dapat diabsorpsi dengan baik melalui oral tetapi
penggunaannya hanya diberikan secara intravena untuk mengatasi hipertensi darurat,
hipertensi maligna, hipertensi enselopati dan hipertensi berat pada glomerulonefritis
akut dan kronik (Gunawan, et al,. 2012)
17
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Demografi Pasien
Setelah dilakukan penentuan kriteria inklusi , didapatkan hasil bahwa pasien Wanita lebih
banyak mengalami hipertensi dibandingkan dengan pasien laki-laki, sebenarnya untuk Wanita
dan laki-laki dewasa potensi mengalami penyakit hipertensi yaitu sama, hanya saja pada
Wanita lebih banyak mengalami resiko hipertensi karena berhubungan dengan perubahan
hormonal yang terjadi pada saat menopause (kondisi dimana terjadi penurunan alami pada hormon
reproduksi ketika seorang wanita mencapai usia 40-an atau 50-an.)
Pada penelitian penggunaan obat yang digunakan oleh pasien hipertensi di Rumah Sakit
di Nigeria
18
Rumah Sakit Medical Center memilih 110 dari 315 kasus hipertensi diantaranya 82
pasien perempuan dan 28 pasien laki-laki. Sedangkan Rumah Sakit Negara memilih 145 dari
350 kasus hipertensi yang diantaranya 91 pasien Wanita dan 54 pasien laki-laki.
Hasil yang didapat pada dua fasilitas Kesehatan yaitu di Rumah Sakit Negara dan Rumah Sakit
Medical Center menunjukkan bahwa pasien yang mengalami Hipertensi terbanyak adalah
pasien Wanita (68.7%) sedangkan pada pasien laki-laki hanya (31,3%) dengan rentan usia 51-
60 tahun di Rumah Sakit Negara dan 30-50 tahun di Rumah Sakit Medica Center.
Pada tabel diatas menunjukkan bahwa biaya penggunaan obat yang paling banyak
digunakan untuk mengobati Hipertensi di RSUD Tasikmalaya adalah golongan
Calsium Chanel Blocker (CCB) kemudian diikuti oleh golongan β-Blocker, Golongan
ARB dan yang terakhir Golongan ACEI.
Penggunaan golongan CCB yaitu Amlodipin sering digunakan dibandingkan dengan
19
golongan obat lain dikarenakan lebih murah, dapat menurunkan resiko efek samping
jika diminum pada malam hari dan amlodipine meningkatkan kepatuhan pasien dalam
minum obat karena penggunaannya hanya 1x sehari saja yang artinya obat tersebut
efektiv mengontrol tekanan darah selama 24 jam.
Pada tabel diatas menunjukkan bahwa profil pengunaan obat hipertensi di Rumah Sakit
Negara Nigeria yang memiliki kontribusi biaya yang paling banyak adalah golongan
ACEI yaitu obat ramipril. Ramipril termasuk kedalam obat monotherapy tunggal yang
terbukti lebih menguntungkan bila diberikan kepada pasie Diabetes Melitus karena
Ramipril membantu mengontrol gula dara acak pasien, Rampril juga menyumbang
24% dari biaya obat hipertensi lain.
20
setara atau dapat diasumsikan setara. Karena hasil pengobatan dari intervensi
(diasumsikan) sama, yang perlu dibandingkan hanya satu sisi, yaitu biaya. Jika dua
terapi atau dua (jenis, merek) obat setara secara klinis, yang perlu dibandingkan hanya
biaya untuk melakukan intervensi. Sesuai prinsip efisiensi ekonomi, jenis atau merek
obat yang menjanjikan nilai terbaik adalah yang membutuhkan biaya paling kecil per
periode terapi yang harus dikeluarkan untuk mencapai efek yang diharapkan.
Analisis minimalisasi biaya adalah tipe analisis untuk menentukan biaya program
terendah dengan asumsi besarnya manfaat yang diperoleh sama. Analisis ini digunakan
untuk menguji biaya relatif yang dihubungkan dengan intervensi yang sama dalam
bentuk hasil yang diperoleh. Kekurangan yang nyata dari analisis minimalisasi biaya
adalah asumsi pengobatan dengan hasil harus ekivalen. Jika asumsi tidak benar dapat
menjadi tidak akurat. Pada akhirnya studi dapat menjadi tidak bernilai. Pendapat kritis
analisis minimalisasi biaya hanya ditujukan untuk prosedur hasil pengobatan yang sama
(Vogenberg, 2001; Walley, 2004).
Pada data penggunaan obat antihipertensi pada pasien hipertensi yang di rawat di RSUD Tasikmalaya
data diatas menunjukkan bahwa biaya terbesar di dapatkan Ketika menggunakan obat golongan ACEI
seperti ramipril sebesar Rp1,320.397.5 dan biaya yang paling kecil Ketika menggunakan obat golongan
CCB yaitu amlodipine sebesar Rp 435.230,5. Obat golongan CCB paling cost minimal dibandingkan
dengan obat anti hipertensi lain karena amlodipine paling banyak di gunakan di RSUD Tasikmalaya,
harganya murah, penggunaannya 1x sehari saja sehingga meningkatkan kepatuhan pasien dalam minum
obat, lama perawatan dan lama tinggal tidak selama pasien yang menggunakan obat golongan ACEI
yaitu ramipril sehingga biaya perawatannya, biaya kunjungan dokter dan biaya penunjang lainnya
rendah.
21
Pada data penggunaan obat yang digunakan oleh pasien Hipertensi di Rumah Sakit di Nigeria
data diatas menunjukkan bahwa biaya yang paling Cost minimal yang paling banyak digunakan
atau diresepkan di Rumah Sakit Nigeria adalah golongan Obat ACEI yaitu Ramipril mengingat
di Nigeria termasuk kedalam ekonomi rendah dan kebanyakan penduduk disana prevalensi
Hipertensinya tinggi dan Sebagian besar obat-obatan di Nigeria diimport ,dan ketika terkena
hipertensi , biaya kesehatannya di tanggung sendiri atau dibayarkan sendiri sehingga obat
generic banyak dipilih untuk mengelola hipertensi karena harganya yang murah dan banyak
tersedia di fasilitas Kesehatan di Nigeria,
22
BAB IV
PENUTUP
3.4 KESIMPULAN
1. Cost minimization analysis (CMA) membandingkan dua atau lebih pilihan dengan
tingkat efektivitas yang sama, untuk mencari mana yang membutuhkan sumber daya
paling sedikit. Untuk melakukan pilihan diantara beberapa alternatif yang mungkin
dilakukan dengan mendapatkan outcome yang setara dengan melakukan identifikasi
biaya yang dibutuhkan atau dikeluarkan dari alternatif-alternatif tersebut.
2. Obat yang paling banyak digunakan untuk mengobati Hipertensi di RSUD Tasikmalaya
adalah golongan Calsium Chanel Blocker (CCB). Karena golongan CCB yaitu
Amlodipin sering digunakan dibandingkan dengan golongan obat lain dikarenakan
lebih murah.
3. Penggunaan obat yang banyak digunakan oleh pasien Hipertensi di Rumah Sakit di
Nigeria adalah golongan Obat ACEI yaitu Ramipril. Karena di negara tersebut obat
generik yang paling banyak dipilih untuk mengobati Hipertensi dan paling banyak
tersedia di fasilitas Kesehatan serta harganya terjangkau.
23
DAFTAR PUSTAKA
Andayani, Tri Murti, 2013. Farmakoekonomi Prinsip dan Metodologi, Yogyakarta: Bursa
Ilmu.
American Heart Association. (2014). Heart Disease and Stroke Statistics. AHA Statistical
Update, hal 205.
Gunawan, S. G., Nafraldi, R. S., & Elysabeth. (2012). Farmakologi dan Terapi Edisi 5,
Dapartemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI, Jakarta 2007, hal 342-359.
JNC 7, 2003, The Seventh Joint National Committee on Prevention Detection Evaluation and
Treatment of Hight Blood Pressure .
JNC 8, 2014, The Eighth Joint National Committee on Prevention Detection Evaluation and
Treatment of Hight Blood Pressure .
Ilmu.
Oamen, Theophilus Ehidiamen & Kanayo Patrick Osemene. 2021. Drug Utilization
Evaluation of Medications Used by Hypertensive Patients in Hospitals in Nigeria,
Hospital Topics: Nigeria.
24
25