Anda di halaman 1dari 18

STUDI KASUS INSTALASI FARMASI

PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER (PKPA) BIDANG


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. ACHMAD MOCHTAR
BUKITTINGGI

Disusun Oleh :

KELOMPOK 1
ARAVA PUTRI FADHILA 2102064
AZKIA WANUDYA RAHMADHANI 2102065
JAKA ANUGRAH PERMATA 2102081

ANGKATAN VII
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER
SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU
06 JUNI – 29 JULI 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Praktek Kerja Profesi
Apoteker (PKPA) di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Achmad Mochtar
Bukittinggi.
Terimakasih atas semua bimbingan, bantuan dan dukungan yang telah
diberikan kepada penulis. Semoga dapat bermanfaat bagi kita semua untuk
perkembangan ilmu pengetahuan pada masa mendatang khususnya tentang
perencanaan obat dengan metode minimum maksimum stock level. Penulis
menyadari laporan kasus ini masih memiliki kekurangan dan jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
semua pihak.

Bukittinggi, Juni 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………… i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………... ii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 3
2. 1 Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) ................................................. 3
2. 2 Tugas dan Tanggung Jawab IFRS ........................................................ 3
2. 2. 1 Tugas IFRS ....................................................................................... 3
2. 2. 2 Tanggung Jawab IFRS .................................................................... 4
2. 3 Pengelolaan Sediaan Farmasi dan BMHP ............................................ 4
2. 4 Perencanaan Kebutuhan Obat............................................................... 5
2. 3 Maximum and Minimum Stock Level ................................................... 8
BAB III PEMBAHASAN TUGAS ..................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 14
LAMPIRAN

ii
BAB I

PENDAHULUAN

Farmasi rumah sakit mempunyai peran yang sangat penting dalam aspek manajemen
pengelolaan obat maupun pelayanan kefarmasian dan saling terkait dalam seluruh sistem
pelayanan di rumah sakit. Pengelolaan obat yang efisien merupakan salah satu faktor yang
sangat penting dalam keberhasilan manajemen secara keseluruhan, serta bertujuan untuk
terjaminnya ketersediaan obat yang bermutu baik, secara tepat jenis, tepat jumlah, tepat
waktu serta digunakan secara rasional sehingga dana yang tersedia dapat digunakan dengan
sebaik-baiknya dan berkesinambungan guna memenuhi kepentingan masyarakat yang berobat
ke unit pelayanan kesehatan.
Proses manajemen dan pengeolaan obat dipengaruhi oleh faktor diantarannya, fasilitas
kesehatan, tenaga kerja atau sumber daya manusia, adminsistrasi, harga, serta sistem
informasi. Untuk manajemen obat yang mempuni tetapi berdampak dengan meningkatnya
layanan obat, namun juga berdampak dengan tingkat kepuasan pelanggan terhadap pelayanan
subtansi tersebut.

Pada bagian farmasi sebaiknya melakukan manajemen obat dengan jumlah data
ribuan jenis dalam perkembangan dari rumah sakit atau klinik untuk setiap transaksi .
Masalah yang terjadi pada manajemen dan pengelolaan untuk persedian obat yakni terjadinya
stock out obat, namun ada konsumen yang ingin membeli. Permasalahan tersebut sering
tarjadi dikarenakan unit farmasi kurang tepat dalam memanajamen pengendalian persedian
obat.
Pada beberapa negara berkembang belanja obat di rumah sakit dapat menyerap sekitar
40-50% biaya keseluruhan rumah sakit. Belanja obat yang demikian besar tentunya harus
dikelola dengan efektif dan efisien, hal ini diperlukan mengingat dana kebutuhan obat di
rumah sakit tidak selalu sesuai dengan kebutuhan riil pelayanan. rumah sakit
mempertahankan metode pengendalian persediaan mereka sendiri, tetapi mereka masih
mengalami masalah dalam mencapai manajemen persediaan yang efektif. Untuk mencapai
efisiensi, suplai obat perlu dikelola dalam semua aspek untuk mengatasi kelebihan stok,
kadaluwarsa, rantai pasokan dan lain-lain. Maka dari itu diperlukan pengendaliaan
pengelolaan stok yang akan direncanakan di rumah sakit.

1
Pengendalian persediaan obat bertujuan untuk menciptakan keseimbangan antara
persediaan dengan permintaan. Fungsi pengendalian sangat penting untuk menjamin efekfitas
dan efisiensi pengelolaan persediaan obat itu sendiri. Parameter keberhasilannya dapat dilihat
dari indikator efisiensi dan efektivitas pengendalian persediaan yang diterapkan. Tujuan dari
pengendalian persediaan obat yang lain adalah untuk membuat persediaan yang dapat
meminimalkan nilai dan kejadian stock out, hal ini tidak boleh disamakan dengan
meminimalkan persediaan7 . Persediaan obat yang terlalu banyak akan memerlukan tempat
serta biaya penyimpanan yang besar dan barang yang tersimpan tersebut merupakan modal
yang perputarannya berhenti. Sedangkan, jika terlalu sedikit kemungkinan akan ada resep
yang tidak terlayani karena persediaan mengalami stockout sehingga berakibat pada
merosotnya mutu pelayanan rumah sakit khususnya instalasi farmasi.
Dalam instalasi farmasi atau apotek tentu dibutuhkan obat-obatan dan alat kesehatan
untuk menunjang kegiatan farmasi, baik di rumah sakit maupun apotek komunitas.
Pemenuhan kebutuhan obat harus disesuaikan dengan jumlah dana yang ada serta seringnya
penyakit yang diderita pasien. Oleh karena itu, dibutuhkan cara atau metode pengendalian
dana agar kecukupan obat dapat terpenuhi.
Di beberapa rumah sakit terdapat terjadinya kekosongan obat (stock out) pada obat-
obat essensial dan lainnya. Banyak kemungkinan penyebabnya adalah pada pendanaan dan
proses pengadaan yang kurang matang, kapasitas pasokan, infrastruktur dan sumber daya
distribusi, metode perencanaan, sumber daya manusia dan koordinasi antar lembaga yang
terkait.
Pengendalian dana maupun jumlah obat harus dapat dikelola dengan baik agar
kegiatan operasional berjalan dengan baik dan menambah jumlah pendapatan serta citra suatu
rumah sakit atau apotek. Pengendalian perbekalan farmasi merupakan tanggungjawab
apoteker. Maka dari itu, harus dibutuhkan pedoman pengendalian yang memadai untuk
dikembangkan dan diterapkan. Ada beberapa macam metode pengendalian persediaan obat.
Berbagai metode pengendalian persediaan obat dapat diterapkan di instalasi farmasi rumah
sakit, salah satunya adalah metode MMSL (Minimum-Maximum Stock Level). Metode
MMSL (Minimum-Maximum Stock Level) ini adalah metode yang paling sederhana dalam
pengendalian persediaan obat yang dapat diterapkan di instalasi farmasi rumah sakit.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)


Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah suatu unit di rumah sakit tempat
penyelenggaraan semua kegiatan pekerjaan kefarmasian yang ditujukan untuk
keperluan rumah sakit dan pasien. Pekerjaan kefarmasian yang dimaksud adalah
kegiatan yang menyangkut pembuatan, pengendalian mutu sediaan farmasi,
pengelolaan perbekalan farmasi (perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan,
distribusi, pencatatan, pelaporan, pemusnahan/penghapusan), pelayanan resep,
pelayanan informasi obat, konseling, farmasi klinik di ruangan.
IFRS merupakan suatu organisasi pelayanan di rumah sakit yang memberikan
pelayanan produk yaitu sediaan farmasi, perbekalan kesehatan dan gas medis habis
pakai serta pelayanan jasa yaitu farmasi klinik (PIO, Konseling, Meso, Monitoring
Terapi Obat, Reaksi Merugikan Obat) bagi pasien atau keluarga pasien. IFRS adalah
fasilitas pelayanan penunjang medis, di bawah pimpinan seorang Apoteker yang
memenuhi persyaratan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan kompeten
secara profesional, yang bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan serta pelayanan
kefarmasian, yang terdiri atas pelayanan paripurna, mencakup perencanaan;
pengadaan; produksi; penyimpanan perbekalan kesehatan/sediaan farmasi; dispensing
obat berdasarkan resep bagi penderita rawat inap dan rawat jalan; pengendalian mutu
dan pengendalian distribusi dan penggunaan seluruh perbekalan kesehatan di rumah
sakit; serta pelayanan farmasi klinis (Siregar dan Amalia, 2004)
2. 2 Tugas dan Tanggung Jawab IFRS
2. 2. 1 Tugas IFRS

Melaksanakan pengelolaan sediaan farmasi dan pengelolaan perbekalan


kesehatan. Sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan yang dimaksud adalah obat, bahan
obat, gas medis dan alat kesehatan, mulai dari pemilihan, perencanaan, pengadaan,
penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, penghapusan, administrasi dan
pelaporan serta evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan rawat jalan dan rawat
inap. IFRS berperan sangat sentral terhadap pelayanan di rumah sakit terutama
pengelolaan dan pengendalian sediaan farmasi dan pengelolaan perbekalan kesehatan.

3
2. 2. 2 Tanggung Jawab IFRS

Mengembangkan pelayanan farmasi yang luas dan terkoordinasi dengan baik dan
tepat untuk memenuhi kebutuhan unit pelayanan yang bersifat diagnosis dan terapi untuk
kepentingan pasien yang lebih baik.

2. 3 Pengelolaan Sediaan Farmasi dan BMHP

Sesuai Kebijakan Obat Nasional (KONAS), 2006, sebagai penjabaran aspek


dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN) pembangunan kesehatan di bidang pengelolaan
sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan mempunyai tujuan:

1. Tersedianya perbekalan farmasi dalam jumlah dan jenis yang mencukupi.


2. Pemerataan distribusi serta keterjangkauan obat oleh masyarakat.
3. Terjaminnya khasiat, keamanan dan mutu obat yang beredar serta
penggunaannya yang rasional.
4. Perlindungan bagi masyarakat dari kesalahan dan penyalahgunaan sediaan
farmasi dan perbekalan kesehatan.
5. Kemandirian dalam pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan.

Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan merupakan suatu siklus


kegiatan dari Instalasi Farmasi Rumah Sakit dalam menyediakan obat, bahan obat, alat
kesehatan, gas medis, yang dimulai dari:

1. Pemilihan.
2. Perencanaan.
3. Pengadaan.
4. Penerimaan.
5. Penyimpanan.
6. Pendistribusian.

Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan di rumah sakit merupakan


salah satu unsur penting dalam fungsi manajerial rumah sakit secara keseluruhan, karena
ketidakefisienan akan memberikan dampak negatif terhadap rumah sakit baik secara
medis maupun secara ekonomis. Tujuan pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan
kesehatan di rumah sakit adalah agar obat yang diperlukan tersedia setiap saat

4
dibutuhkan, dalam jumlah yang cukup, mutu yang terjamin dan harga yang terjangkau
untuk mendukung pelayanan yang bermutu.

Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan di rumah sakit diharapkan


dapat berjalan dengan baik dan saling mengisi sehingga dapat tercapai tujuan
pengelolaan yang efektif dan efisien agar sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan yang
diperlukan selalu tersedia setiap saat dibutuhkan dalam jumlah cukup dan mutu terjamin
untuk mendukung pelayanan yang bermutu. Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan
kesehatan berhubungan erat dengan anggaran dan belanja rumah sakit.

2. 4 Perencanaan Kebutuhan Obat


Perencanaan kebutuhan merupakan kegiatan untuk menentukan jumlah dan
periode pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
sesuai dengan hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin terpenuhinya kriteria tepat jenis,
tepat jumlah, tepat waktu dan efisien. Perencanaan dilakukan untuk menghindari
kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat dipertanggungjawabkan dan
dasar perencanaan yang telah ditentukan antara lain konsumsi, epidemiologi, kombinasi
metode konsumsi dan epidemiologi dan disesuaikan dengan anggaran yang tersedia.

Pedoman perencanaan harus mempertimbangkan:

1. Anggaran yang tersedia.


2. Penetapan prioritas.
3. Sisa persediaan.
4. Data pemakaian periode yang lalu.
5. Waktu tunggu pemesanan.
6. Rencana pengembangan.

Perencanaan adalah suatu kegiatan yang dilakukan dalam rangka menyusun


daftar kebutuhan perbekalan farmasi yang berkaitan dengan suatu pedoman atas dasar
konsep kegiatan yang sistematis dengan urutan yang logis dalam mencapai sasaran atau
tujuan yang telah ditetapkan. Proses perencanaan terdiri dari perkiraan kebutuhan,
menetapkan sasaran dan menentukan strategi, tanggung jawab dan sumber yang
dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Perencanaan dilakukan secara optimal sehingga
sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan dapat digunakan secara efektif dan efisien

5
Perencanaan kebutuhan obat merupakan kegiatan untuk menentukan jumlah dan
periode pengadaan sesuai hasil kegiatan pemilihan untuk menjamin terpenuhinya kriteria
tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan efisien. Perencanaan dilaksanakan setiap
periode tertentu dengan tujuan untuk mendekatkan perhitungan perencanaan dengan
kebutuhan nyata, sehingga dapat menghindari kekosongan dan menjamin ketersediaan
obat.
Perencanaan merupakan proses penting yang menghubungkan pelayanan
kefarmasian dengan pengambil kebijakan di fasilitas pelayanan kesehatan dan tingkat
nasional, sehingga memberikan informasi kepada pengambil keputusan di tingkat yang
lebih tinggi mengenai keuangan dan pengadaan obat. Hasil perencanaan digunakan untuk
memaksimalkan penggunaan sumber daya yang tersedia untuk pengadaan, memberikan
advokasi kepada pimpinan/pengambil keputusan dalam mendukung sumber daya, dan
jika diperlukan memberikan informasi ke produsen terkait siklus produksi dan jadwal
pengiriman obat.
Perencanaan dilakukan sesuai standar pelayanan kefarmasian, sehingga
memastikan obat tersedia dan digunakan sesuai dengan tujuan penggunaannya serta
meningkatkan akurasi tahap perkiraan dari proses perencanaan. Proses perencanaan yang
tidak sesuai standar akan menghasilkan masalah validitas hasil perkiraan dalam proses
perencanaan, sehingga menyebabkan terjadinya stok berlebih, barang kedaluwarsa atau
kekosongan obat.
Sesuai Permenkes Nomor 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian
di Rumah Sakit, pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan BMHP di rumah sakit
dilakukan oleh instalasi farmasi rumah sakit (IFRS) dengan sistem satu pintu. Apoteker
di IFRS memiliki tanggungjawab dalam pengelolaan dan rantai suplai obat di rumah
sakit.
Prinsip perencanaan ada 2 cara yang digunakan dalam menetapkan kebutuhan
yaitu berdasarkan:
1. Data statistik kebutuhan dan penggunaan perbekalan farmasi, dari data statistik
berbagai kasus pasien dengan dasar formularium rumah sakit, kebutuhan disusun
menurut data tersebut.
2. Data kebutuhan obat disusun berdasarkan data pengelolaan sistem administrasi
atau akuntansi Instalasi Farmasi Rumah Sakit.

6
Metode yang biasa digunakan dalam perhitungan kebutuhan obat, yaitu:

1. Metode konsumsi Secara umum metode konsumsi menggunakan konsumsi


sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan individual dalam memproyeksikan
kebutuhan yang akan datang berdasarkan analisa data konsumsi obat tahun
sebelumnya.
2. Metode ABC ( Analisis ABC (Always, Better, Control)/Pareto Analysis) Untuk
menentukan jumlah item obat dari yang akan direncanakan pengadaannya
berdasarkan prioritas. Metode tersebut sangat erat kaitannya dengan biaya dan
pemakaian perbekalan farmasi dalam setahun, sehingga diperlukan tingkatan
prioritas dengan asumsi berapa jumlah pesanan dan kapan dipesan. Analisis ABC
mengelompokkan item barang dalam 3 jenis klasifikasi berdasarkan volume
tahunan dalam jumlah persediaan uang. Untuk menentukan nilai dari suatu
volume item tertentu, maka analisis ABC dilakukan dengan cara mengukur
permintaan (Deman) dari setiap butir persediaan dikalikan dengan biaya perunit.
Cara pengelompokkannya adalah:
- Kelompok A: Persediaan yang jumlah unit uang pertahunnya tinggi (60-90%),
tetapi biasanya volumenya (5-10%)
- Kelompok B : Persediaan yang jumlah nilai uang pertahunnya sedang (20-
30%), tetapi biasanya volumenya sedang (20-30%)
- Kelompok C: Persediaan yang jumlah nilai uang pertahunnya rendah (10-
20%), tetapi biasanya volumenya besar (60-70%).
3. Metode VEN (Vital, Essensial, Non Essensial) Analisis perencenaan
menggunakan semua jenis perbekalan farmasi yang tercantum dalam daftar yang
dikelompokkan ke dalam 3 bagian sebagai berikut.
- Kelompok Vital adalah kelompok obat yang sangat utama (pokok/vital)
antara lain : obat penyelamat jiwa, obat untuk pelayanan kesehatan pokok,
obat untuk mengatasi penyakit penyebab kematian terbesar, dibutuhkan
sangat cepat, tidak dapat digantikan obat lain.
- Kelompok Essensial, adalah kelompok obat yang bekerja kausal yaitu obat
yang bekerja pada sumber penyebab penyakit, tidak untuk mencegah
kematian secara langsung/kecacatan.
- Kelompok Non Essensial, merupakan obat penunjang yaitu obat yang
kerjanya ringan dan biasa digunakan untuk menimbulkan kenyamanan atau

7
untuk mengatasi keluhan ringan. Penggolongan obat sistem VEN dapat
digunakan : penyesuaian rencana kebutuhan obat dengan alokasi dana yang
tersedia. Dalam penyusunan rencana kebutuhan obat yang masuk kelompok
vital agar diusahakan tidak terjadi kekosongan obat
4. Metode morbiditas (epidemiologi) yaitu memperkirakan kebutuhan obat
berdasarkan jumlah kehadiran pasien, waktu tunggu pasien (lead time), kejadian
penyakit yang umum, dan pola perawatan standar dari penyakit yang ada.
5. Maximum dan Minimum Stock Level.

2. 3 Maximum and Minimum Stock Level


Metode min-max stock adalah metode pengendalian bahan baku yang didasarkan
atas asumsi bahwa persediaan bahan baku berada pada dua tingkat, yaitu tingkat
maksimum dan tingkat minimum. Jika tingkat maksimum dan tingkat minimum sudah
ditetapkan, maka pada saat persediaan sampai ke tingkat minimum pemesanan bahan
baku harus dilakukan untuk menempatkan persediaan pada tingkat maksimum. Hal ini
untuk menghindari jumlah persediaan yang terlalu besar atau terlalu kecil. Dengan
begitu perusahaan akan terhindar dari berlebihnya persediaan yang mengakibatkan
pemborosan dan persediaan bahan baku yang terlalu kecil dapat menghambat
kelancaran proses produksi.
Dalam metode ini, kuantitas maksimum dan minimum untuk setiap jenis bahan
baku sudah ditentukan. Tingkatan minimum merupakan batas pengaman yang
diperlukan untuk mencegah terjadinya kekurangan bahan baku, dan tingkat minimum
ini sekaligus merupakan titik untuk melakukan pemesanan kembali, dimana kuantitas
bahan baku yang dipesan adalah sebesar kebutuhan untuk menjadikan persediaan
pada tingkat yang maksimum. Pelaksanaan metode Min-Max ini didasarkan pada
observasi fisik atau melalui pencatatan dalam system akuntansi. Dalam tahapan
perhitungan tingkat persediaan minimum-maksimum terlebih dahulu dihitung nilai
safety stock yang dipengaruhi oleh standar deviasi dari pemakaian part setiap
bulannya dan nilai safety factor berdasarkan service level yang telah ditetapkan
sebelumnya. Kemudian dilakukan perhitungan nilai persediaan minimum atau disebut
juga dengan reorder point dan nilai persediaan maksimum. Kedua hal ini dipengaruhi
oleh jumlah pemakaian part selama lead time dan nilai safety stock yang telah
diperoleh dari peritungan sebelumnya.

8
1. Maximum Stock Level Merupakan jumlah persediaan yang dibutuhkan untuk
memenuhi permintaan hingga pemesanan berikutnya atau dapat juga disebut
dengan target stock level. Jika telah mencapai nilai persediaan maksimum ini
maka tidak lagi diperlukan pemesanan (selama periode tertentu) untuk
menghindari terjadinya stock out. Persediaan maksimum menunjukan jumlah
persediaan part maksimal yang disimpan di gudang. Jumlah ini tentunya
dipengaruhi oleh kuantitas pesanan dan pemakaian selama lead time. Hal ini
penting untuk diketahui karena apabila persediaan part berlebih maka akan
menimbulkan biaya dan membutuhkan ruang yang cukup luas.
Smak ( Stok maksimal) = Smin + (PP x CA)
Keterangan:
LT = Lead Time = waktu tunggu pesanan
CA = Consumption Average = rata-rata penggunaan per hari
PP = Procurement Period (periode pengadaan)
SS = Safety Stock
2. Minimum Stock Level Merupakan jumlah sisa persediaan terendah yang
masih tersedia yang merupakan penanda perlunya pemesanan ulang.
Persediaan minimum ini penting ditentukan agar kontinuitas usaha
(pemenuhan kebutuhan pasien akan obat) dapat tetap terjaga. Jika barang
yang tersedia kurang dari jumlah persediaan minimum maka dapat terjadi
stock out. Reorder level ini dapat dihitung dengan mengalikan rata-rata lead
time dengan rata-rata jumlah konsumsi selama waktu lead time. Persediaan
minimum sama halnya dengan reorder point dimana pada nilai ini dilakukan
pemesanan kembali. Nilai ini menunjukan jumlah pemakaian selama lead
time. Semakin besar nilai pemakaian rata-rata setiap bulannya maka nilai
persediaan minimum juga akan semakin besar.
Smin (Stok minimal) = (LT x CA) + SS = 2 SS
Keterangan:
LT = Lead Time = waktu tunggu pesanan
CA = Consumption Average = rata-rata penggunaan per hari
PP = Procurement Period (periode pengadaan)
SS = Safety Stock

9
BAB III
PEMBAHASAN TUGAS

Perencanaan kebutuhan obat di rumah sakit yang baik akan mendorong perencanaan
kebutuhan obat nasional yang baik pula, sehingga mengoptimalkan ketersediaan obat secara
nasional. Efisiensi penggunaan obat dapat dicapai melalui perencanaan dan pengendalianobat
yang baik. Jika pengelolaan tidak efisien akan berdampak negatif terhadap rumah sakit
maupun pasien secara medis maupun ekonomi. Perencanaan kebutuhan obat dan
pengendalian persediaan obat di rumah sakit merupakan bagian dari rantai tata kelola obat di
rumah sakit yang meliputi pemilihan, perencanaan kebutuhan obat, pengadaan, penerimaan,
pendistribusian,pemusnahan, penarikan, administrasi, pemantauan dan evaluasi. Standar
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit menyebutkan bahwa penyelenggara pelayanan
kefarmasian di rumah sakit harus menjamin ketersediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
bahan medis habis pakai yang aman, bermutu, bermanfaat, dan terjangkau.
Safety stock adalah persediaan tambahan yang diadakan untuk melindungi atau
menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan persediaan (stock out) yang disebabkan karena
adanya permintaan yang lebih besar dari perkiraan semula atau karena keterlambatan barang
yang dipesan sampai di gudang penyimpanan (lead time yang lebih lama dari perkiraan
semula), dengan menentukan besarnya persediaan pengaman yang kemudian diikuti dengan
jumlah pesanan tetap.
Lead time adalah jangka waktu kapan persediaan itu mulai dipesan sampai persediaan
itu ditempatkan/dipesan kembali. Potensi kekurangan persediaan (stockout) akan terjadi
jika demand atau lead time lebih besar dari hasil peramalan (forecast). Oleh karena itu,
adanya persediaan safety stock di apotek dapat tetap membantu memenuhi pesanan pasien
meskipun terjadi fluktuasi harga.
Rata-rata penggunaan adalah jumlah obat yang dihabiskan pada setiap penggunaan
obat perhari. Kemudian sisa stok adalah sisa obat yang masih tersedia di rumah sakit yang
didapat dari pemasukan obat yang dikurangi dari pengeluaran penggunaan obat tersebut. Lalu
periode pengadaan adalah waktu yang digunakan untuk melakukan pengadaan obat.
Pelaksanaan pemesanan obat di Unit Farmasi Rumah Sakit Achmad Mochtar
Bukittinggi untuk perencanaan maupun pengendalian. Jumlah pemesanan ditentukan
berdasarkan pemakaian obat periode sebelumnya tanpa melakukan perhitungan dengan
metode tertentu.

10
Jumlah stok minimum dan maksimum yang sesuai untuk persediaan obat agar tidak
terjadi kekosongan maupun kelebihan stok obat, dapat digunakan metode MMSL (Minimum-
Maximum Stock Level). Penentuan stock minimum dan maximum dapat dihitung dengan
mengetahui lead time, stok pengaman dan periode pengadaan yang dilakukan untuk masing-
masing item obat. Lead time untuk obat yang digunakan adalah 7 hari, sedangkan periodde
pengadaan untuk obat-obat tersebut adalah 30 hari. Jumlah safety stock untuk masing-masing
obat dapat dihitung dengan menggunakan rumus pemakaian perbulan dikalikan dengan lead
time obat.
Berdasarkan hasil yang kami dapatkan dapat diketahui bahwa seluruh obat memiliki
lead time yang sama, namun nilai safety stock yang berbeda. Perbedaan nilai safety stock
dipengaruhi oleh besarnya nilai rata-rata pemakaian obat per hari dari masing-masing jenis
obat.
Setelah diketahui safety stock dari masing-masing obat, langkah selanjutnya adalah
menghitung nilai stock minimum dan maksimum untuk mengetahui jumlah stok minimum
dan maksimum yang sesuai untuk persediaan obat agar tidak terjadi kekosongan ataupun
kelebihan stok obat. stok minimum ditentukan dari waktu tunggu pesanan dikalikan rata-rata
penggunaan per hari kemudian ditambahkan dengan safety stock. Sedangkan stok maksimum
ditentukan dari periode pengadaan dikalikan dengan rata-rata penggunaan per hari kemudian
ditambahkan dengan stok minimum.
Dapat dirumuskan sebagai berikut :
Stok minimum = (LT x CA) + SS
Stok maksimum = (PP x CA) + Smin
Periode pengadaan untuk masing-masing obat diketahui sebesar 30 hari. Jumlah
pemesanan diperoleh dari jumlah stok maksimum dikurangkan dengan jumlah stok
minimum. Hasil perhitungan stok minimum dan stok maksimum yang harus disediakan untuk
masing-masing obat agar stoknya tidak berlebih maupun mengalami kekosongan obat.
Apabila persediaan obat Acarbose 100 mg di depo farmasi telah mencapai level
minimum yaitu 164.27 tablet, maka harus dilakukan pemesanan kembali, dengan jumlah
pemesanan obat sebesar 352 tablet agar tidak terjadi kekosongan obat.
Apabila persediaan obat Cefixime syr di depo farmasi telah mencapai level minimum
yaitu 36,87 botol, maka harus dilakukan pemesanan kembali, dengan jumlah pemesanan obat
sebesar 74 botol agar tidak terjadi kekosongan obat. Apabila persediaan obat Dumin RT
125mg di depo farmasi telah mencapai level minimum yaitu 13,63 tablet maka harus

11
dilakukan pemesanan kembali, dengan jumlah pemesanan obat sebesar 37 ampul agar tidak
terjadi kekosongan obat.
Jumlah pemesanan kembali dilakukan pada saat persediaan mencapai kondisi minimal
(level minimum), hal ini dikarenakan persediaan pada level minimal memang disediakan
untuk memenuhi kebutuhan selama masa tenggang (lead time). Jumlah pemesanan kembali
dilakukan selama satu periode pengadaan. Hal ini dikarenakan pada metode MMSL
(Minimum-Maximum Stock Level), persediaan obat tidak boleh dari stok minimal dan tidak
boleh melebihi dari stok maksimal. Jumlah pemesanan obat ini berlaku selama satu periode
pengadaan dari masing-masing jenis obat.
Kelebihan dari metode minimum maksimum stock level adalah penggunaannya lebih
sederhana untuk di applikasikan, lebih menghemat penggunaan waktu untuk perencaan obat
yang akan dipesan, anggaran yang digunakan juga dapat diminimalisirkan untuk obat-obat
yang digunakan sesuai dengan pengeluaran dari pemakaian bulan sebelumnya. Namun
adapun kekurangan dari metode MMSL ini tidak berpengaruh pesat terdapat pendapatan
rumah sakit.

12
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Metode min-max stock adalah metode pengendalian bahan baku yang didasarkan atas
asumsi bahwa persediaan bahan baku berada pada dua tingkat, yaitu tingkat maksimum dan
tingkat minimum. Jika tingkat maksimum dan tingkat minimum sudah ditetapkan, maka pada
saat persediaan sampai ke tingkat minimum pemesanan bahan baku harus dilakukan untuk
menempatkan persediaan pada tingkat maksimum.
Jumlah pemesanan kembali dilakukan pada saat persediaan mencapai kondisi minimal
(level minimum), hal ini dikarenakan persediaan pada level minimal memang disediakan
untuk memenuhi kebutuhan selama masa tenggang (lead time). Jumlah pemesanan kembali
dilakukan selama satu periode pengadaan. Hal ini dikarenakan pada metode MMSL
(Minimum-Maximum Stock Level), persediaan obat tidak boleh dari stok minimal dan tidak
boleh melebihi dari stok maksimal. Jumlah pemesanan obat ini berlaku selama satu periode
pengadaan dari masing-masing jenis obat.
Kelebihan dari metode minimum maksimum stock level adalah penggunaannya lebih
sederhana untuk di applikasikan, lebih menghemat penggunaan waktu untuk perencaan obat
yang akan dipesan, anggaran yang digunakan juga dapat diminimalisirkan untuk obat-obat
yang digunakan sesuai dengan pengeluaran dari pemakaian bulan sebelumnya. Namun
adapun kekurangan dari metode MMSL ini tidak berpengaruh pesat terdapat pendapatan
rumahsakit.

13
DAFTAR PUSTAKA

Anonim .2005. Kebijakan Obat Nasional (KONAS). Depkes. Jakarta

Depkes RI. (2010). Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit ; Direktorat

Jenderal Bina Farmasi dan Alat Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan RI

Indarti , T. 2019. Pengendalian Persediaan Obat dengan Minimum-Maximum Stock Level di

Instalasi Farmasi RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Universitas Gajah Mada.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2016. Peraturan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah

Sakit. Jakarta: Menkes RI.

Rusli. 2016. Farmasi Rumah Sakit dan Klinik. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia. Pusat Pendidikan Sumber Daya Manusia Kesehatan. Badan

Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan.

14
LAMPIRAN

Nama Obat Lead Time Keluar CA Sisa Stok PP Safety stock Smin Smax Smax-sisa stok
Acarbose 100mg 7 1760 11,73 856 30 82,13 164,27 516,27 -340
Bisoprolol 5mg 7 15141 100,94 2468 30 706,58 1413,16 4441,36 1973
Cefixime syr 7 395 2,63 42 30 18,43 36,87 115,87 74
Domperidon drop 7 5 0,03 10 30 0,23 0,47 1,47 -9
Glimepiride 2mg 7 6636 44,24 392 30 309,68 619,36 1946,56 1555
Lefofloxacin 250mg 7 2370 15,80 2915 30 110,60 221,20 695,20 -2220
Ondansentron 8mg/4ml 7 44 0,29 25 30 2,05 4,11 12,91 -12

Anda mungkin juga menyukai