Anda di halaman 1dari 30

LABORATORIUM FARMAKOLOGI-BIOFARMASI

PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA

JURUSAN FARMASI

PERCOBAAN V

“STUDI INDUKSI DAN INHIBISI BIOTRANSFORMASI OBAT SECARA


IN VIVO”

DISUSUN OLEH:

NAMA : NURHIKMAH SAHNI

NIM : G701 17 052

KELAS/KELOMPOK : B/II (DUA)

HARI/TANGGAL : JUMAT, 06 MARET 2020

ASISTEN : BAYU TARUNEGARA

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS TADULAKO

2020
A. Latar Belakang
Perubahan kimia obat dalam tubuh terutama terjadi pada jaringan-jaringan
dan organ seperti hati, ginjal, paru dan saluran cerna. Hati merupakan
organ ubuh tempat utama metabolisme obat oleh karena mengandung
enzim-enzim metabolisme dibanding organ lain. Metabolisme obat dihati
terjadi pada membran retikulum endoplasma sel. Pemberian bersama-sama
suata senyawa obat dan memperpendek masa kerja obat. Hal ini
disebabkan senyawa tersebut dapat meningkatkan jumlah atau aktivitas
enzim metabolisme dan bukan karena permeabilitas mikrosom atau adanya
reaksi penghambatan (Mardjono:2011).

Enzim yang berperan dalam biotransformasi obat dapat dibedakan


berdasarkan letaknya dalam sel yaitu enzim mikrosom yang terdapat
dalam retikulum endoplasma halus dan enzim non mikrosom. Kedua
enzim metabolisme ini terutama terdapat dihati,tetapi juga terdapat dalam
sel jaringan lain,misalnya ginjal,paru-paru,epitel saluran cerna dan plasma.
Di lumen saluran cerna juga terdapat enzim non mikrosom yang dihasilkan
flora usus (Nasir:2018).

Aplikasi dalam bidang farmasi yaitu seorang farmasi mampu melakukan


suatu induksi dan inhibisi biotransformasi obat secara in vivo untuk
melihat produksivitas suatu obat serta memudahkan ditemukanya obat-
obat baru yang biasanya berasal dari bahan alam yang mudah untuk di
inhibisi kedalam tubuh hewan uji. Hal inilah yang melatarbelakangi
percobaan ini.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana cara mengamati pengaruh pemberian suatu obat melalui studi
induksi dan inhibisi terhadap biotransformasi secara in vivo?

C. Tujuan
Dapat memahami cara pengamatan pengaruh pemberian suatu obat
melalui studi induksi dan inhibisi terhadap biotransformasi secara in vivo?

D. Manfaat
Dapat mengetahui cara pengamatan pengaruh pemberian suatu obat melali
studi induksi dan inhibisi terhadap biotransformasi secara in vivo

E. Prinsip Percobaan
Prinsip pada percobaan kali ini yaitu pengukuran waktu tidur pada hewan
uji tikus (Rattus norvegicus) yaitu dibagi atas hewan uji. Terdiri atas 2
kelompok dimana kelompok I diberi paracetamol secara oral sebagai
kontrol positif dan kelomok II diberi Nacl fisiologis 0,5% secara
intraperitoneal sebagai kontrol negatif. Pemberian Nacl fisiologis 0,5%
dan paracetamol diberikan selama 6 hari berturut-turut. Pada hari ke-7
diberi fenitoin untuk menggambarkan kecepatan biotransformasi suatu
obat.
F. Dasar Teori
Pada fase farmakokinetik, obat mengalami proses ADME yaitu absorbs,
distribusi, biotransformasi, (metabolism) dan ekskresi yang berjalan secara
simultan langsung atau tidak langsung meliputi perjalanan suatu obat
melintasi sel membrane. Biotransformasi yaitu istilah yang sering
digunakan untuk menggambarkan metabolisme obat di badan. Pokoknya
setiap obat adalah merupakan zat asing bagi badan dan tidak diingini oleh
karena itu badan berusaha merombak zat tadi menjadi metabolit sekaligus
bersifat hidrofil agar lebih lancer di ekskresi melalui ginjal. Jadi
biotransformasi adalah merupakan peristiwa detoksikasi. Biotransformasi
berlangsung terutama di hati, tetapi ada beberapa obat mengalami
biotransformasi dalam ginjal, plasma dam selapiut lender di usus. Reaksi
biotransformasi biasanya oksidasi, hidrolisa, dan konjugasi (Anief, 2018).

Biotransformasi obat-obat dapat digolongkan menurut aktivitas


farmakologi dari metabolit atau menurut mekanisme biokimia untuk setiap
reaksi biotransformasi, untuk sebagian besar obat-obat dihasilkan dalam
bentuk metabolit yang lebih polar yang tidak aktif secara farmakologi dan
dieliminasi lebih cepat daripada senyawa induknya. Jalur biotransformasi
obat dapat dibagi menjadi dua kelompok reaksi besar yaitu fase I (fungsi
analisis) dan fase II (konjugasi), fase I meliputi oksidasi, reduksi dan
hidrolisis sedangkan untuk fase II meliputi konjugasi organ utama yang
bertanggung jawab untuk biotransformasi obat adalah hati. Akan tetapi,
jaringan intestine, paru, dan ginjal juga mengandung sejumlah enzim
biotransformasi (Muchtaridi, 2018).

Biotransformasi dapat mengalami gangguan yaitu biotransformasi yang


lambat. biotransformasi lambat terjadi pada pasien yang mengalami
penyakit liver, jantung atau ginjal serta pada usia lanjut dan bayi yang
mengalami imunitas enzim metabolic. Biotransformasi obat yang lambat
menyebabkan keracunan (Priharjo, 2012).
Proses biotransformasi tergantung dari susunan kimia, juga dari struktur
ruangnya, misalnya biotransformasi senyawa rasemis dapat berkelainan
untuk masing-masing bentuk leve dan dekstronya. Kecepatan
biotransformasi dalam plasma darah sangat beragam dan dinyatakan dalam
presentase zat yang diuraikan dalam satuan waktu. Inilah yang disebut
biological halftime (t1/2), yaitu waktu yang dibutuhkan sampai kadar
senyawa tertentu menurun sampai setengahnya (Tan hoan, 2015)

Reaksi I meliputi biotransformasi suatu obat menjadi metabolit yang lebih


polar melalui pemasukan atau pembukaan suatu gugus fungsional. Reaksi
fase II obat atau metabolit fase I yang tidak cukup polar untuk bisa di
ekskresi dengan cepat oleh ginjal dibuat menjadi lebih hidrofilik melalui
konjugasi dengan senyawa endogen dalam hati (Neal,2011).
G. Uraian Bahan
1. Aquadest (FI Edisi III, 1979)

Nama resmi : AQUA DESTILLATA


Nama lain : Aquadest/Air suling
RM/BM : H2O/18,02
Rumus struktur :

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna , tidak berbau,


tidak mempunyai rasa.
Kelarutan : -
Khasiat : Zat tambahan
Kegunaan : Sebagai pelarut
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

2. Larutan garam fisiologis (FI Edisi III, 1979)

Nama resmi : NATRII CHLORIDIUM INFUDIBIUM


Nama lain : Infus intravenus natrium klorida
RM/BM : NaCl/50,44
Rumus struktur : Na-Cl
Pemerian : Larutan jernih, tidak berwarna, rasa agak asin
Kelarutan : -
Khasiat : Zat tambahan
Kegunaan : Sebagai bahan uji
Penyimpanan : Dalam wadah dosis tunggal

3. Karbon tetraklorida (FI Edisi III, 1979)

Nama resmi : KARBON TETRAKLORIDUM


Nama lain : Karbon tetraklorida
RM/BM : CCl4/283,89
Rumus struktur :

Pemerian : Cairan jernih, mudah menguap, tidak


berwarna, bau khas.
Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air, dapat bercampur
dengan etanol mutlak p, dan dalam eter p
Khasiat : Anastikum
Kegunaan : Zat tambahan
Penyimpanan : Dalam wadah bersumbat kaca

H. Uraian sampel
1. Natrium fenobarbital (AHFS; 2011)

Golongan obat : Psikotropik


Indikasi : Sedativa dan insomnia
Dosis : IH : 150-200 mg dosis tunggal
Farmakokinetika : Diabsorpsi selama 1 menit apabila melalui
cara IV, apabila melalui IM selama 10-12
menit selama di distribusi. Mengalami
peningkatan dengan protein plasma sekitar
35-45 dimetabolisme oeh enzim makrosonal
hati, di eliminasi bersama urin, metabolid dan
feses.
Farmakodinamika : Bekerja pada SSP, terjadi pada sinaps GABA,
barbiturat memperlihatkan beberapa efek
yang berbeda pada eksitasi dari inhibisi
transmisi sinaps. Kapasitas barbiturat
membantu kerja GABA sebagian menyerupai
benzodiazepin.
Efek samping : Sisa sedasi, mengantu, lesu, vertigo, mual,
sakit kepala.
Mekanisme kerja : Meningkatkan aktivitas GABA
neurotransmitter penghambat utama di CMS

2. Paracetamol (MIMS; 2019)

Golongan obat : Antipiretik dan analgesik


Indikasi : Nyeri dan demam
Dosis : 0,5-19 9-6 jam, max 4 g sehari
Farmakokinetika : Absorpsi sepenuhnya diserap dari saluran
tubul, protein plasma 90%, metabolisme di
hati. ekskresi melalui urin waktu paruh
plasma ± 22 jam onset ˂ 1 jam PO 5-10 menit
IV durasi 4-6 jam PO dan IV.
Farmakodinamika : Parasetamol menurunkan suhu tubuh dengan
mekanisme yang diduga akan sentral.
Parasetamol merupakan penghambat
biosintesis prostaglandin yang lemah.
Efek samping : Trombositoponial, mual, muntah, konstipasi,
sakit kepala.
Mekanisme kerja : Penyumbatan perifer pada generasi impuls
nyeri menghasilkan antipiretik dengan
menghambat pusat pengatur panas
hipotalamus.

I. Klasifikasi hewan uji


1. Tikus putih (Rattus norvegicus) (Keinke; 2002)

Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mamalia
Ordo : Rodentia
Famili : Moridae
Genus : Rattus
Spesies : Rattus norvegicus

2. Spesifikasi/persyaratan (Mawarsan, 2011)


Berat badan : 200 gram
Jenis kelamin : Jantan/betina
Umur : 3 bulan
Nama lain : Tikus putih (Rattus
norvegicus)

J. Prosedur kerja (Tim dosen; 2020)


1. Kelas dibagi menjadi 3 kelompok, masing- masing dengan 3 ekor
hewan
 Kelompok 1 mengerjakan percobaan kontrol (pengukuran
waktu tidur hewan dengan praperlakuan pemberian larutan
garam fisiologis)
 Kelompok II mengerjakan percobaan pemacu biotransformasi
obat (pengukuran waktu tidur dengan praperlakuan pemberian
fenobarbital)
 Kelompok III mengerjakan percobaan penghambat
biotransformasi obat (pengukuran waktu tidur dengan
praperlakuan pemberian karbon tetraklorida)
2. Timbang berat masing-masing hewan dan beri tanda atau kode.
3. Kelompok I
Hewan diberi praperlakuan dengan natrium fisiologis 0,2 ml secara
intraperitoneal, diamkan selama 30 menit, kemudian diberikan secara
intraperitoneal larutan natrium tiopental dengan dosis 40 mg/kg BB.
Catat onset of action dan durasi waktu tidur tiopental.
Kelompok II
Hewan diberi praperlakuan dengan larutan natrium fenobarbital
dengan dosis 75 mg/kg BB perhari selama 5 hari berturut, kemudian
pada hari keenam diberi larutan natrium tiopental dengan dosis seperti
pada kelompok 1. Pemberian dilakukkan secara intraperitoneal. Catat
pula wakttu tidurnya.
Kelompok III
Hewan diberi praperlakuan dengan karbontetraklorida 1,25 mg/kg BB
secara oral 24 jam sebelum diberi natrium tiopental

K. Alat dan bahan


1. Alat
a) Timbangan
b) Stopwatch
c) Spoit oral
d) Spoit injeksi
e) Kandang tikus
f) Dispo
g) Gelas kimia
h) Gelas ukur
i) Lumpang dan alu
j) Spidol
2. Bahan
a) Aquadsest
b) Koran bekas
c) Larutan garam fisiologis
d) Karbon tetraklorida
e) Masker
f) Handscoon

3. Sampel
a) Natrium fenobarbital
b) Natrium tiopental

4. Hewan uji
a) Tikus putih (Rattus norvegicus)

L. Cara kerja
1. Pembuatan larutan paracetamol
a) Disiapkan alat dan bahan
b) Diambil lumpang yang telah dibersihkan dan dimasukkan
paracetamol tablet dan digerus menggunakan alu hingga homogen.
c) Diambil air hangat 10 ml dimasukkan kedalam lumpang dan
ditambahkan Na CMC
d) Digerus hingga terbentuk mucilago dan dimasukkan parasetamol
digerus hingga homogen
e) Dimasukkan kedalam gelas kimia dan ditambahkan hingga 50 ml
dengan air hangat.
2. Pemberian secara oral (Na CMC+Paracetamol)
a) Disiapkan alat dan bahan
b) Diambil 6 tikus (Tikus nomor 7-12) yang telah di timbang
c) Diambil larutan Na CMC dan paracetamol dengan menggunakan
dispo yang ujungnya telah diganti dengan sonde
d) Diberikan pada setiap tikus secara oral selama 6 hari berturut-turut
e) Di dokumentasikan

3. Pemberian secara intraperitoneal (Nacl fisiologis 0,9%)


a) Disiapkan alat dan bahan
b) Diambil 6 tikus (Tikus nomor 1-6) yang telah di timbang
c) Diambil larutan Nacl fisiologis engan menggunakan dispo
d) Diberikan pada setiap tikus secara intraperitoneal selama 6 hari
berturut-turut
e) Didokumentasikan

Skema kerja

Alat dan bahan

Hewan uji tikus 12 ekor

Kelompok 1 Kelompok 2
Nacl Fisiologis Paracetamol
(Intraperitoneal) (Oral)
Lakukkan perlakuan yang sama
selama 6 hari

Hari ke-7 ditambah fenitoin (oral)

Diamati onset -durasi

Analisis Data

M. Hasil Pengamatan
1. Tabel pengamatan
a). Nacl fisiologis (Intraperitoneal)

Har Tikus BB Tikus Vp (ml) Rute


i pemberian
I 1 246 gram 0,73 ml IP
2 255 gram 0,67 ml IP
3 246 gram 0,73 ml IP
4 333 gram 1 ml IP
5 306 gram 0,91 ml IP
6 290 gram 0,87 ml IP
II 1 243 gram 0,73 ml IP
2 247 grm 0,75 ml IP
3 329 gram 1 ml IP
4 286 gram 0,86 ml IP
5 289 gram 0,67 ml IP
6 256 gram 0,77 ml IP
III 1 385 gram 0,68 ml IP
2 248 gram 0,43 ml IP
3 566 gram 1 ml IP
4 288 gram 0,58 ml IP
5 288 gram 0,50 ml IP
6 255 gram 0,45 ml IP
IV 1 247 gram 0,74 ml IP
2 244 gram 0,73 ml IP
3 332 gram 1 ml IP
4 285 gram 0,85 ml IP
5 284 gram 0,85 ml IP
6 254 gram 0,76 ml IP
V 1 243 gram 0,74 ml IP
2 245 gram 0,74 ml IP
3 327 gram 1 ml IP
4 285 gram 0,87 ml IP
5 280 gram 0,85 ml IP
6 256 gram 0,78 ml IP
VI 1 249 gram 0,74 ml IP
2 250 gram 0,74 ml IP
3 335 gram 1 ml IP
4 285 gram 0,85 ml IP
5 280 gram 0,8 ml IP
6 256 gram 0,7 ml IP

b). Paracetamol 500 mg (per oral)

Har Tikus BB Tikus Vp (ml) Rute


i pemberian
I 7 325 gram 2,5 ml
8 245 gram 1,88 ml
9 262 gram 2,01 ml Oral
10 277 gram 2,13 ml
11 278 gram 2,13 ml
12 263 gram 2,02 ml
II 7 276 gram 2,15 ml
8 255 grm 1,98 ml
9 241 gram 1,87 ml Oral
10 323 gram 2,5 ml
11 257 gram 2 ml
12 272 gram 2,12 ml
III 7 280 gram 2,17 ml
8 260 gram 2 ml
9 225 gram 1,74 ml Oral
10 323 gram 2,5 ml
11 210 gram 1,6 ml
12 270 gram 2 ml
IV 7 246 gram 1,9 ml
8 256 gram 2 ml
9 244 gram 1,9 ml Oral
10 320 gram 2,5 ml
11 255 gram 2,0 ml
12 268 gram 2,1 ml
V 7 278 gram 2,1 ml
8 248 gram 1,8 ml
9 272 gram 2 ml Oral
10 330 gram 1,5 ml
11 255 gram 1,9 ml
12 259 gram 1,9 ml
VI 7 274 gram 2,1 ml
8 256 gram 1,98 ml
9 245 gram 1,9 ml Oral
10 322 gram 2,5 ml
11 260 gram 2,02 ml
12 274 gram 2,1 ml
c). Pemberian Fenitoin (Nacl)

Tikus Onset Durasi


1 313 detik 18 detik
2 182 detik 79 detik
3 361 detik 75 detik
4 144 detik 160 detik
5 155 detik 64 detik
6 109 detik 87 detik
∑ 210, 6 detik 80,5 detik

d). Pemberian Fenitoin (PCT)

Tikus Onset Durasi


7 180 detik 459 detik
8 258 detik 249 detik
9 195 detik 159 detik
10 144 detik 132 detik
11 219 detik 150 detik
12 499 detik 177 detik
∑ 249,16 detik 198,5 detik

2. Analisis Data
a). Nacl fisiologis (0,9%) (intraperitoneal)
 Hari ke-1

BBtikus 1
VP= x x Vmax ( 2ml)
BBmax 2

246 g 1
VP 1= x x 2 ml=0,73 ml
333 g 2

255 g 1
VP 2= x x 2 ml=0,67 ml
333 g 2

246 g 1
VP 3= x x 2ml=0,73 ml
333 g 2

333 g 1
VP 4= x x 2 ml=1 ml
333 g 2
306 g 1
VP 5= x x 2ml=0,91 ml
333 g 2

290 g 1
VP 6= x x 2ml=0,87 ml
333 g 2

 Hari ke-2

BBtikus 1
VP= x x Vmax ( 2ml)
BBmax 2

243 g 1
VP 1= x x 2 ml=0,73 ml
329 g 2

247 g 1
VP 2= x x 2 ml=0,75 ml
329 g 2

329 g 1
VP 3= x x 2 ml=1 ml
329 g 2

286 g 1
VP 4= x x 2 ml=0,86 ml
329 g 2

289 g 1
VP 5= x x 2 ml=0,67 ml
329 g 2

256 g 1
VP 6= x x 2 ml=0,77 ml
329 g 2

 Hari ke-3

BBtikus 1
VP= x x Vmax ( 2ml)
B Bmax 2

385 g 1
VP 1= x x 2 ml=0,68 ml
566 g 2

248 g 1
VP 2= x x 2 ml=0,43 ml
566 g 2

566 g 1
VP 3= x x 2ml=1 ml
566 g 2
288 g 1
VP 4= x x 2 ml=0,50 ml
566 g 2

288 g 1
VP 5= x x 2 ml=0,50 ml
566 g 2

255 g 1
VP 6= x x 2 ml=0,45ml
566 g 2

 Hari ke-4

BBtikus 1
VP= x x Vmax ( 2ml)
BBmax 2

247 g 1
VP 1= x x 2 ml=0,74 ml
332 g 2

244 g 1
VP 2= x x 2ml=0,73 ml
332 g 2

332 g 1
VP 3= x x 2 ml=1 ml
332 g 2

285 g 1
VP 4= x x 2 ml=0,85 ml
332 g 2

284 g 1
VP 5= x x 2 ml=0,85 ml
332 g 2

254 g 1
VP 6= x x 2 ml=0,76 ml
332 g 2

 Hari ke-5

BBtikus 1
VP= x x Vmax ( 2ml)
BBmax 2

243 g 1
VP 1= x x 2 ml=0,74 ml
327 g 2

245 g 1
VP 2= x x 2 ml=0,74 ml
327 g 2
327 g 1
VP 3= x x 2ml=1 ml
327 g 2

285 g 1
VP 4= x x 2 ml=0,87 ml
327 g 2

280 g 1
VP 5= x x 2ml=0,85 ml
327 g 2

256 g 1
VP 6= x x 2 ml=0,78 ml
327 g 2

 Hari ke-6

BBtikus 1
VP= x x Vmax ( 2ml)
BBmax 2

249 g 1
VP 1= x x 2 ml=0,74 ml
327 g 2

250 g 1
VP 2= x x 2 ml=0,74 ml
327 g 2

327 g 1
VP 3= x x 2ml=1 ml
327 g 2

285 g 1
VP 4= x x 2 ml=0,85 ml
327 g 2

280 g 1
VP 5= x x 2ml=0,8 ml
327 g 2

256 g 1
VP 6= x x 2 ml=0,7 ml
327 g 2

b). Paracetamol 500 mg (per oral)

 Hari ke-1
KD=Dosis x FK
500 mg 9 mg
¿ x 0,018=
70 kg BB 200 g
9 mg
x 325 g
KD X BBmax 200 g
Stok= = =5,85 mg/ml
1 1
x Vmax x 5 ml
2 2
9 mg
x 325 g
KD X BBtikus 200 g
VP 7= = =2,5 ml
Stok 5,85 mg/ml
9 mg
x 245 g
KD X BBtikus 200 g
VP 8= = =1,88 ml
Stok 5,85 mg/ml
9 mg
x 262 g
KD X BB tikus 200 g
VP 9= = =2,01 ml
Stok 5,85 mg/ml
9 mg
x 277 g
KD X BBtikus 200 g
VP 10= = =2,13ml
Stok 5,85 mg/ml
9 mg
x 278 g
KD X BBtikus 200 g
VP 11= = =2,13ml
Stok 5,85 mg/ml
9 mg
x 263 g
KD X BB tikus 200 g
VP 12= = =2,02 ml
Stok 5,85 mg/ml

 Hari ke-2
9 mg
x 321 g
KD X BBmax 200 g
Stok= = =5,77 mg/ml
1 1
x Vmax x 5 ml
2 2
9 mg
x 276 g
KD X BBtikus 200 g
VP 7= = =2,15 ml
Stok 5,77 mg/ml
9 mg
x 255 g
KD X BBtikus 200 g
VP 8= = =1,98 ml
Stok 5,77 mg/ml
9 mg
x 241 g
KD X BB tikus 200 g
VP 9= = =1,87 ml
Stok 5,77 mg/ml
9 mg
x 323 g
KD X BBtikus 200 g
VP 10= = =2,5 ml
Stok 5,77 mg/ml
9 mg
x 257 g
KD X BBtikus 200 g
VP 11= = =2
Stok 5,77 mg/ml

9 mg
x 272 g
KD X BB tikus 200 g
VP 12= = =2,12 ml
Stok mg
5,77
ml

 Hari ke-3
9 mg
x 323 g
KD X BBmax 200 g
Stok= = =5,8 mg/ml
1 1
x Vmax x 5 ml
2 2
9 mg
x 280 g
KD X BBtikus 200 g
VP 7= = =2,17 ml
Stok 5,8 mg/ml
9 mg
x 260 g
KD X BBtikus 200 g
VP 8= = =2ml
Stok 5,8 mg/ml
9 mg
x 225 g
KD X BB tikus 200 g
VP 9= = =1,74 ml
Stok 5,8 mg/ml
9 mg
x 323 g
KD X BBtikus 200 g
VP 10= = =2,5 ml
Stok 5,8 mg/ml
9 mg
x 210 g
KD X BBtikus 200 g
VP 11= = =1,6 ml
Stok 5,8 mg/ml
9 mg
x 270 g
KD X BB tikus 200 g
VP 12= = =2 ml
Stok 5 , mg/ml

 Hari ke-4
9 mg
x 320 g
KD X BBmax 200 g
Stok= = =5,76 mg/ml
1 1
x Vmax x 5 ml
2 2
9 mg
x 246 g
KD X BBtikus 200 g
VP 7= = =1,9 ml
Stok 5,76 mg/ml
9 mg
x 256 g
KD X BBtikus 200 g
VP 8= = =2 ml
Stok 5,76 mg/ml
9 mg
x 244 g
KD X BB tikus 200 g
VP 9= = =1,9 ml
Stok 5,76 mg/ml
9 mg
x 320 g
KD X BBtikus 200 g
VP 10= = =2,5 ml
Stok 5,76 mg/ml
9 mg
x 255 g
KD X BBtikus 200 g
VP 11= = =2ml
Stok 5,76 mg/ml
9 mg
x 268 g
KD X BB tikus 200 g
VP 12= = =2,1 ml
Stok 5,76 mg/ ml

 Hari ke-5
9 mg
x 330 g
KD X BBmax 200 g
Stok= = =5,9 mg/ml
1 1
x Vmax x 5 ml
2 2
9 mg
x 278 g
KD X BBtikus 200 g
VP 7= = =2,1ml
Stok 5,9 mg/ml
9 mg
x 248 g
KD X BBtikus 200 g
VP 8= = =1,8 ml
Stok 5,9 mg/ml
9 mg
x 272 g
KD X BB tikus 200 g
VP 9= = =2 ml
Stok 5,9 mg/ml
9 mg
x 330 g
KD X BBtikus 200 g
VP 10= = =2,5 ml
Stok 5,9 mg/ml
9 mg
x 255 g
KD X BBtikus 200 g
VP 11= = =1,9 ml
Stok 5,9 mg/ml
9 mg
x 259 g
KD X BB tikus 200 g
VP 12= = =1,9 ml
Stok 5,9 mg/ml

 Hari ke-6
9 mg
x 322 g
KD X BBmax 200 g
Stok= = =5,79 mg/ml
1 1
x Vmax x 5 ml
2 2
9 mg
x 274 g
KD X BBtikus 200 g
VP 7= = =2,1 ml
Stok 5,79 mg/ ml
9 mg
x 256 g
KD X BBtikus 200 g
VP 8= = =1,98 ml
Stok 5,79 mg/ml
9 mg
x 245 g
KD X BB tikus 200 g
VP 9= = =1,9ml
Stok 5,79 mg/ml
9 mg
x 322 g
KD X BBtikus 200 g
VP 10= = =2,5 ml
Stok 5,79 mg/ml
9 mg
x 260 g
KD X BBtikus 200 g
VP 11= = =2ml
Stok 5,79 mg/ml
9 mg
x 274 g
KD X BB tikus 200 g
VP 12= = =2,1ml
Stok 5,79 mg/ml
N. Pembahasan
Biotransformasi adalah kemampuan organisme untuk mengubah bahan
kimia yang terakumulasi menjadi yang lain. Kemampuan biotransformasi
tergantung pada aktivitas enzimatik hewan dan hal ini sangat dipengaruhi
oleh karakteristik spesifik dari spesies organisme (Hertika; 2019).

Adapun tujuan percobaan ini yaitu mengetahui cara pengamatan pengaruh


pemberian suatu obat melalui studi induksi dan inhibisi terhadap
biotransformasi secara in vivo.

Prinsip pada percobaan kali ini yaitu pengukuran waktu tidur pada hewan
uji tikus (Rattus norvegicus) yaitu dibagi atas hewan uji, terdiri atas 2
kelompok dimana kelompok I diberi paracetamol secara oral sebagai
kontrol positif dan kelompok II diberi Nacl fisiologis 0,5% secara
intraperitoneal sebagai kontrol negatif. Pemberian Nacl fisiologis 0,5%
dan paracetamol diberikan selama 6 hari berturut-turut. Pada hari ke-7
diberi fenitoin untuk menggambarkan kecepatan biotransformasi suatu
obat.
Cara kerja yang dilakukkan pada percobaan ini yaitu pertama hewan,
bahan dan alat disiapkan. Kemudian hewan uji dibagi menjadi dua
kelompok perlakuan yaitu kelompok I untuk pemberian Nacl fisiologis.
Kelompok II untuk pemberian larutan parasetamol. Setiap kelompok
terdiri dari 5 ekor hewan uji. Kemudian dibuat bahan larutan parasetamol
100 ml. Pada kntrol pemberian parasetamol dan Nacl fisiologis dilakukkan
pemberian yang sama selama 6 hari. Pada hari ke-7 diberikan masing-
masing kelompok fenioin sesuai dosis. Setelah iu diamati durasi dan onset
setiap kelompok.

Hewan uji yang digunakan adalah tikus outih, digunakkan tikus putih yang
mempunyai sistem metabolisme menyerupai manusia, lebih ekonomis dan
mudah di dapatkan.
Pada percobaan ini digunakkan kontrol negarif yaitu Nacl fisiologis dan
kontrol positif yaitu parasetamol. Di gunakkan Nacl fisiologis sebagai
kontrol negatif karena Nacl fisiologis merupakan larutan isotonis yang
memiliki kadar yang sama dengan cairan tubuh pada manusia dan tidak
mempengaruhi proses metabolisme obat lain serta tidak mempunyai
inhibisi maupun induksi enzim medisional pada hati (Rahmatin; 2015).

Untuk kontrol positif meggunakan paracetamol dengan alasan karena pada


paracetamol. Penggunaan secara berlebihan dapat mengakibatkan
hepatoksik (Kerusakan hati) (Irawati; 2010). Organ utama dalam
metabolisme obat adalah hati. Kerusakan hepar oleh parasetamol karena
pemakaian berlebihan disebabkan karena terbentuknya metabolit relatif
toksik dan radikal bebas yang dapat mengganggu integritas membran sel
(Rahwani; 2013).

Dari percobaan yang telah dilakukkan di peroleh rata-rata onset obat dari
kelompok pemberian paracetamol + fenitoin adalah onset 249,16 detik dan
durasi 198,5 detik. Pada pemberian Nacl fisiologis + fenitoin di dapatkan
hasil pada onset 210,6 detik dan pada durasinya 70,5 detik.
Parameter yang paling banyak berpengaruh disini adalah durasi karena
yang dilihat adalah kadar obat di dalam plasma sehingga yang dilihat obat
tersebut berefek sampai obat tersebut tidak berefek. Jadi, bukan onsetnya
atau waktu mula kerja obat sampai obat tersebut memberikan efek.

Alasan dilakukkan perlakuan selama 6 hari yaitu karena induksi enzim


memerlukan waktu beberapa hari bahkan beberapa minggu sampai zat
penginduksi terkumpul cukup banyak. Oksidasi obat-obat tertentu oleh
spektrum p450 menghasilkan senyawa yang sangat relatif, yang dalam
keadaan normal segera diubah menjadi metabolit yang stabil. Tetapi bila
enzimnya di induksikan atau kadar obatnya tinggi sekali maka metabolit
antara yang terbentuk juga banyak sekali karena inaktivasinya telah cukup
kuat maka senyawa tersebut sempat bereaksi dengan komponen sel dan
menyebabkan kerusakan jaringan yaitu paracetamol.

Alasan dari penggunaan fenitoin yaitu karena fenitoin yaitu karena


fenitoin merupakan golongan dari antikovulsan yang senyawa-senyawa ini
larut baik dalam lemah dengan masa kontak dalam hati yang lama, mampu
menginduksi peningkatan pemebentukan enzim yang terlibat pada
biotransformasinya. Karena itu disebut induktor (Enzim) terjadi relatif
cepat dalam waktu beberapa hari.
Pada literatur (Indah; 2015) pengaruh metabolisme obat ibuprofen dan
fenitoin pada enzim hati dengan studi induksi dan inhibisi mendapatkan
hasil pada ibuprofen yang diberikan selama 7 hari kemudian diberikan
fenitoin secara oral mendapatkan hasil onset 477,75 dan durasi 632,25
detik dan pada Nacl yang diberikan melalui intraperitoneal selama 7 hari
kemudian diberikan fenitoin secara oral mendapatkan hasil onset 1223,5
detik dan durasi 1394 detik.

Dari hasil perbandingan literatur pemberian Nacl + fenitoin sedikit


berbeda, dimana pada literatur onset lebih cepat dan durasi agak lama, hal
ini dikarenakan karena Nacl tidak mempengaruhi proses metabolisme.
Namun pada praktikum ini pemberian Nacl + fenitoin onset 210,6 dan
durasi 80,5 hal ini tidak sesuai, dimana seharusnya onset yang cepat dan
durasi yang lama.

Aplikasi dalam bidang farmasi yaitu seorang farmasi mampu melakukan


suatu induksi dan inhibisi biotransformasi obat secara in vivo untuk
melihat produksivitas suatu obat serta memudahkan ditemukanya obat-
obat baru yang biasanya berasal dari bahan alam yang mudah untuk di
inhibisi kedalam tubuh hewan uji.

O. Kesimpulan
Dari hasil praktikum yang telah di lakukkan maka dapat di tarik
kesimpulan yaitu :
1. Biotransformasi adalah kemampuan organisme untuk mengubah bahan
kimia yang terakumulasi menjadi yang lain. Kemampuan
biotransformasi tergantung pada aktivitas enzimatik hewan dan hal ini
sangat dipengaruhi oleh karakteristik spesifik dari spesies organisme.
2. Pada praktikum ini diperoleh hasil rata-rata onset dan durasi
paracetamol + fenitoin yaitu onset 249,16 detik dan durasi 198,5 detik.
Pada Nacl + Fenitoin onset 210,6 detik dan durasi 78,5 detik.

P. Saran
Adapun saran yang dapat diberikan adalah alat dan bahan di dalam lab
agar kiranya lebih lengkap serta praktikan lebih teliti dan memahami
prosedur pengerjaan agar tidak terjadi kesalahan.
DAFTAR PUSTAKA

Anief moh. 2018. Prinsip Umum Dan Dasar Farmakologi. Yogyakarta. Gajah
Mada University Press

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III.


Jakarta Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Indah Sari, dkk. 2015. Pengaruh Metabolisme Obat Ibuprofen dan Fenitoin Pada
Enzim Hati. Padang. Unversitas Andalas

Mardjono, dkk. 2010. Metabolisme Obat Dalam Tubuh. Jakarta. PT. Gramedia

Mawarsan. 2015. Uji Aktivitas Penyembuhan Luka Bakar Dengan Ekstrak Etanol
Umbi Talas Jepang. Jakarta. UIN Syarif Hidayatullah.

Medscape. 2020. Diakses pada tanggal 03 Maret 2020

MIMS Indonesia. 2020. Diakses pada tanggal 03 Maret 2020

Muchtahidi, dkk. 2018. Kimia Medisinal: Dasar-Dasar Pada Perancangan Obat.


Yogyakarta. Penerbit Prenamedia Grup.
Mycek. 2010. Anastesi Fungsional Dan Terapi Intensif. Jakarta PT. Gramedia

Neil Michel. 2011. Farmakologi Medis. Jakarta Pusat. Penerbit Erlangga

Prihardjo, Robert. 2012. Teknik Dasar Pemberian Obat Bagi Perawat. Jakarta.
Penerbit Buku Kedokteran. ECG

Tjay, H. Tan Dan Rahardja. 2015. Obat-Obat Penting. Jakarta. PT. Elex
Mediakomputindo

Anda mungkin juga menyukai