Anda di halaman 1dari 14

Nama : Royan Abdi Pamungkas

NIM : C11800186
Kelas : Farmasi 2B

Resume SUB BAB, IKATAN KIMIA (HUBUNGAN STRUKTUR, IKATAN KIMIA DAN
AKTIVITAS BIOLOGIS OBAT

Respon biologis merupakan akibat dari interaksi antara molekul obat dan gugus fungsi
dari reseptor. Interaksi tersebut dapat terjadi karena suatu ikatan kimia antara obat dan
reseptor. Beberapa ikatan kimia yang terlibat dalam interaksi obat-reseptor diantaranya
adalah:
Ikatan Kovalen
Ikatan Ionik
Ikatan Ion-Dipol dan Dipol-Dipol
Ikatan Van der Waal’s
Ikatan Hidrogen
Ikatan Hidrofobik
Transfer muatan

Pada umumnya ikatan antara obat dan reseptor bersifat reversibel, walaupun terdapat beberapa obat
yang memiliki ikatan bersifat irreversibel.
Interaksi antara obat dan reseptor dapat merupakan penggabungan dari beberapa jenis
ikatan kimia. Diantaranya adalah ikatan hidrogen, ionik, ion- dipol, dipol-dipol, van der
waal’s, hidrofobik, dan transfer muatan. Penggabungan dari bermacam ikatan tersebut dapat
saling memperkuat ikatan antara obat dan reseptor sehingga dapat terjadi ikatan yang cukup
kuat dan stabil. Ikatan terkuat adalah ikatan kovalen, sedangkan ikatan terlemah adalah ikatan
van der Waal’s

A. IKATAN KOVALEN
Ikatan kovalen adalah ikatan yang terbentuk bila terdapat dua atom yang saling menggunakan
sepasang elektron secara bersama-sama. Ikatan ini merupakan ikatan yang paling kuat, dengan
besar kekuatan ikatan adalah 40-140 kkal/mol. Ikatan ini dalam suhu/kondisi normal bersifat
irreversibel dan hanya dapat dipecah bila ada pengaruh dari katalisator enzim tertentu.Ikatan obat-
reseptor yang terbentuk atas ikatan kovalen menghasilkan kompleks yang stabil.
Contoh: Antibiotika β-laktam

B. IKATAN IONIK
Ikatan ionik adalah ikatan yang dihasilkan oleh daya tarik menarik elektrostatik dari ion-ion
dengan muatan yang berlawanan. Jarak antar ion berpengaruh terhadap kekuatan ikatan, semakin
dekat jarak antar ion maka kekuatan tarik- menarik dari ikatan ion akan semakin besar.
Gugus kation pada protein adalah pada gugus amina, sedangkan gugus anion pada protein
adalah pada gugus karboksilat, sulfhidril dan fosforil.Obat yang memiliki gugus kation/anion dapat
membentuk ikatan ionik dengan gugus-gugus reseptor atau protein yang memiliki muatan
berlawanan. Kemampuan interaksi dari suatu obat tersebut bergantung pada susunan makromolekul
reseptor.

CONTOH GUGUS KATION-ANION PADA:

Gugus Kation Contoh Gugus Anion Contoh


PROTEIN
Amina Lisin Karboksilat Asam Aspartat
Glutamin Asam Glutamat
Asparagin
Argini Sulfhidril Sistein
Glisin Metionin
Histidin
Fosforil Asam Nukleat
OBAT
Kation R3NH+ Anion RCOO-
+
R N+
4 RSO3
+
R2C=NH2 RCOS-
Mekanisme interaksi yang terjadi dapat dilihat dalam gambar berikut:

C. INTERAKSI ION-DIPOL, DIPOL-DIPOL


Suatu momen dipol terbentuk dari resultan vektor ikatan dalam suatu molekul. Adanya
perbedaan elektronegativias atom C dengan atom lainnya (O,N) akanm menyebabkan terbentuk
distribusi awan elektron secara tidak simetris/dipol. Perbedaan inilah (momen dipol) yang mampu
mendasari terbentuknya ikatan dengan ion/dipol lainnya.
Berikut adalah gugus-gugus yang memiliki fungsi dipolar, yaitu:
KARBONIL, ETER, ESTER, AMIDA, NITRIL

Energi interaksi (E) antara dipol dan dipol dapat diukur dari persamaan Deybe. Contoh: Obat
turunan metadon

D. IKATAN HIDROGEN
Ikatan hidrogen adalah ikatan yang terjadi antara atom H yang memiliki muatan parsial positif
dengan atom yang bersifat elektronegatif dan memiliki pasangan elektron bebas (PEB) dengan
oktet lengkap (contoh: O, N, F). ikatan hidrogen dapat terjadi baik antar molekul maupun dalam
suatu molekul.
Ilustasi ikatan hidrogen pada interaksi obat-reseptor adalah seperti berikut:

Ikatan hidrogen terdiri dari 2 macam, yaitu:

a. Ikatan Hidrogen intramolekuler


adalah ikatan hidrogen yang terjadi dalam suatu molekul, contoh: ikatan hidrogen
konformasi α-heliks DNA

b. Ikatan Hidrogen intermolekuler


adalah ikatan hidrogen yang terjadi antara molekul satu dan molekul lainnnya.
contoh: turunan pirazolon

E. IKATAN VAN DER WAAL’S


Ikatan Van der Waal’s adalah istilah yang umum digunakan dalam menjabarkan gaya tarik
intermolekuler antara molekul satu dan lainnya. Terdapat dua macam gaya Van der Wall’s, yaitu
London Dispersion Forces (lemah) dan gaya dipol-dipol (lebih kuat). Ikatan ini terjadi antara
molekul/atom idak bermuatan yang letaknya berdekatan (memiliki jarak kurang lebih 4-6 A o), dan
disebabkan oleh karena sifat kepolarisasian suatu molekul/atom. ikatan van der Wall’s juga terlibat
dalam interaksi cincin benzena dengan daerah bidang datar dari reseptor, serta pada interaksi rantai
hidrokarbon dengan makromolekul protein/reseptor.

Contoh :
Turunan isatin-β-tiosemikarbazon adalah suatu obat antivirus. Aktivitas dari obat ini
berhubungan dengan jari-jari (radius) van der Waal’s dari substitiuen pada posisi 5 dan 6 (dalam
lingkaran merah).

Aktivitas Relatif
Substituen Radius (Ao) Posisi 5 Posisi 6
- 1,2 100 100
F 1,35 35,5 43,1
Cl 1,80 4,2 11,7
Br 1,95 3,1 10,5
CH3 2,0 0 0,3
I 2,5 0 3,9

F. IKATAN HIDROFOBIK
Ikatan hidrofobik adalah salah satu faktor penting dari suatu penggabungan daerah non polar
molekul obat dan daerah non polar reseptor. Sisi non polar suatu obat dapat berinterasi dikelilingi
oleh molekul air di sekitarnya melalui ikatan hidrogen, membentuk quasi-crystalline (icebergs).
Ilustrasi pembentukan ikatan hidrofobik dapat dilihat sebagai berikut:
G. TRANSFER MUATAN
Kompleks transfer muatan / donor-akseptor elektron adalah asosiasi antara dua molekul atau
lebih atau bagian yang berbeda dari suatu molekul besar, dimana suatu muatan elektronik
ditransferkan antara entitas/molekul satu dengan lainnya.
Kompleks transfer muatan menurut Baker dikelompokkan menjadi dua, yaitu donor elektron dan
akseptor elektron.

(Al-Rubaie & Mhaseen, 2015)

Interaksi obat barbital secara transfer muatan (Al-saif, dkk, 2019)


Molekul-molekul obat juga dapat bekerja sebagai donor elektron. rangkuman dari gugus-gugus
yang berfungsi sebagai donor dan akseptor elektron dapat dilihat pada tabel di bawah:

DONOR-AKSEPTOR
PADA:
SISTEM
BIOLOGIS
Donor Akseptor Donor & Akseptor
Aspartat Sistein Histidin
Glutamat Arginin Asparagin
Sistein Lisin Glutamin
Metionin Serin
Tirosin Fenilalanin
(hanya cincin aromatik) (hanya cincin aromatik)
Hidroksiprolin
Triptofan
Treonin
Tirosin (hanya gugus OH)
OBAT
Donor Askseptor Donor & Akseptor
Gugus Anionik Gusus Kationik Gugus Anionik
R3NH+ R4N+,
RCOO-, RCOS-, RSO3-, RNHNH3+, RPO(O-)2
,
RSO2-, RCSS-, RPO(O-)2
RC=NH2+(NH2),

RNHC=NH-
2+(OR’), RC=NH2+
(SR’), RNA+=N, R3S+
Basa Lemah tertentu Asam Lemah tertentu Basa Lemah tertentu
R3N, R3M→O RSH, RNHCSNR2, RNH2, RCONHNH2
RCSNHR’,
R2C=NOH, RNHC=N
Senyawa Sulfur Netral Senyawa Fosfor Netral Asam Lemah tertentu
R2S, RSSR, ROSO2R R3P→O, R2P→O(NH2) ArOH, RCONHOH,
P2CHNO2,
RNHNO2
Senyawa Nitrogen Netral - Senyawa Nitrogen Netral
RONO, RONO2, RCONHR, RCONR2,
R3CONO2, ROCONH2, RCON3
R3CNO, R-N=N-R,
R2O,
R2C(OR)2
Senyawa Fosfor Netral - Senyawa Fosfor Netral

Interaksi melalui transfer muatan dapat diilustrasikan sebagai berikut:

BAB TAMBAHAN (PERPADUAN IKATAN PADA INTERAKSI OBAT-RESEPTOR)


Senyawa-senyawa dengan derajat spesifitas yang tinggi memiliki paduan antar beberapa
ikatan lemah seperti ikatan hidrogen, ionik, hidrofobik, ion-dipol, dipol-dipol, dan ikatan van
der Waal’s. Paduan dari ikatan tersebut menyebabkan interaksi antara obat dengan reseptor
menjadi cukup kuat dan stabil.

Interaksi antara prokain dengan reseptornya


RESUME HUBUNGAN STRUKTUR DAN INTERAKSI OBAT-RESEPTOR

Reseptor adalah suatu makromolekul protein jaringan sel hidup. Reseptor dapat berupa
serangkaian asam amino yang mengandung gugus-gugus fungsi/atom- atom terorganisasi, reaktif
secara kimia dan bersifat spesifik. Reseptor dapat berinteraksi dengan senyawa/molekul obat
yang mengandung gugus fungsional spesifik (farmakofor) dan menghasilkan respon biologis
yang spesifik
Interaksi antara obat dan reseptor terjadi dalam dua tahap

1. Interaksi molekul obat dengan reseptor spesifik


Interaksi ini memerlukan afinitas/tingkat kecocokan dan kekuatan antara molekul obat
dan reseptor
2. Interaksi yang dapat menyebabkan perubahan konformasi makromolekul protein
sehingga timbul respon biologis.
Terdapat beberapa teori interaksi obat-reseptor, diantaranya adalah:
1. Teori Klasik
2. Teori Pendudukan
3. Teori Kecepatan
4. Teori Kesesuaian Terimbas
5. Teori Gangguan Makromolekul
6. Teori Pendudukan Aktivasi
7. Konsep Kurir Kedua
8. Teori Mekanisme dan Farmakofor

A. TEORI KLASIK
Crum, Brown dan Aktivitas biologis suatu senyawa merupakan fungsi dari struktur kimia
Fraser (1869) nya dan tempat obat berinteraksi pada
sistem biologis memiliki sifat yang karakteristik

Langley (1878) Langley memperkenalkan konsep reseptor yang pertama kali (pada
studi efek antagonis dari senyawa atropin dan
pikokarpin), kemudian dikembangkan oleh ehrlich

Ehrlich (1907) Memperkenalkan suatu istilah “reseptor”, dan


Membuat konsep sederhana interaksi obat-reseptor, yaitu
“obat tidak dapat menimbulkan efek tanpa mengikat
reseptor (corpora non agunt nisi fixata)”

B. TEORI PENDUDUKAN

Clark (1926) Suatu molekul obat akan menempati satu sisi reseptor dan obat harus
diberikan dalam jumlah berlebih agar tetap
efektif selama proses pembentukan kompleks.
Dari kurva terlihat bahwa dosis memiliki peranan dalam efek yang ditimbulkan.
Peningkatan dosis (hingga titik tertentu) akan menyebabkan peningkatan efek biologis hingga
dicapai efek maksimal. Tentunya, semakin besar dosis maka semakin banyak obat yang tersedia
untuk menduduki reseptor.
Clark meninjau teori ini dari sisi penelitian agonis reseptor saja, kemudian Gaddum
(1937) melengkapi dengan melakukan penelitian senyawa obat sebagai antagonis reseptor.
Ariens (1954) dan Sephenson (1956) kemudian menyempurnakan pembahasan mengenai
interaksi obat-reseptor, yaitu interaksi terjadi dalam dua tahapan:
1. Pembentukan kompleks [obat-reseptor]
2. Menghasilkan respon biologis
Setiap struktur molekul obat harus mengandung bagian yang secara bebas dapat menunjang
afinitas interaksi obat-reseptor dan memiliki efisiensi untuk menimbulkan respon biologis.
Sehingga, respon biologis adalah suatu fungsi dari jumlah kompleks [obat-reseptor].

C. TEORI KECEPATAN

Croxatto dan “Obat hanya efisien hanya pada saat berinteraksi dengan
Huidobro (1956) reseptor”
memberikan postulat:

Paton (1961): Efek biologis dari obat setara dengan kecepatan ikatan
obat-reseptor dan bukan dari jumlah reseptor
yang diduduki oleh obat

Teori Pendudukan menyatakan bahwa senyawa agonis harus mengikat suatu resptor dan tetap
terikat pada reseptor tersebut. Teori Kecepatan menyatakan bahwa senyawa agonis harus
mampu melepaskan diri (disosiasi) dari reseptor dengan kecepatan tinggi.
Konsep teori kecepatan ditunjang oleh fakta bahwa banyak senyawa antagonis yang
menimbulkan efek rangsangan secara singkat sebelum menunjukkan efek pemblokkan. Hal
tersebut disebabkan karena pada awal kontak, jumlah reseptor yang diduduki oleh senyawa
masih relatif sedikit, dengan kecepatan penggabungan yang sangat besar, sehingga timbul efek
rangsangan singkat.
D. TEORI KESESUAIAN TERIMBAS

Koshland (1958) “Ikatan Enzim (E) dengan Substrat (S) dapat menginduksi
terjadinya perubahan konformasi struktur enzim sehingga
menyebabkan orientasi
gugus-gugus aktif enzim”

Contoh adalah Asetilkolin. Asetilkolin sebagai substrat akan mengikat reseptor/protein membran
dan mengubah kekuatan normal yang menstabilkan struktur protein. Akibatnya, terjadi penataan
ulang struktur membran sehingga sifat pengaturan ion berubah.

Suatu senyawa agonis dan antagonis dideskripsikan sebagai berikut:


Agonis Perubahan struktur protein mengarah pada
konfigurasi yang menyebabkan obat terikat kurang
kuat dan mudah terdisosiasi

Antagonis Perubahan struktur protein mengarah pada


konfigurasi yang menyebabkan obat terikat
kuat/cukup kuat

E. TEORI GANGGUAN MAKROMOLEKUL

Belleau (1964) “interaksi mikromolekul obat dan


makromolekul
protein (reseptor) dapat menyebabkan terjadinya
perubahan bentuk konformasi reseptor”

Perubahan bentuk konformasi reseptor adalah sebagai berikut:

1. Gangguan konformasi spesifik (Specific Conformational Pertubation = SCP)


2. Gangguan konformasi tidak spesifik (Non Spesific Conformational Pertubation = NSCP)

Agonis Obat yang memiliki aktivitas intrinsik (efikasi) dan


dapat mengubah struktur reseptor menjadi bentuk
SCP sehingga menimbulkan respon biologis

Antagonis Obat yang tidak memiliki aktivitas intrinsik (efikasi) dan


dapat mengubah struktur reseptor menjadi bentuk NSCP
sehingga menimbulkan respon efek
pemblokkan
Belleau mengemukakan suatu hipotesis cara kerja garam alkiltrimetilamonium R-N+
(CH3)3. (R = rantai alifatik dari C1 – C12), pada reseptor muskarinik atau
asetilkolnesterase.
F. TEORI PENDUDUKAN AKTIVASI

Ariens dan Miranda “sebelum berinteraksi dengan obat, reseptor berada


(1979) dalam kesetimbangan dinamik antara dua keadaan
yang berbeda fungsi.”

Konsep diatas merupakan teori pendudukan-aktivasi. Dua keadaan yang berbeda fungsi yaitu:
1. Bentuk teraktifkan (R*): dapat menunjang efek biologis
2. Bentuk istirahat (R): tidak dapat menunjang efek biologis
𝑎𝑠𝑜𝑠𝑖𝑎𝑠𝑖
R − − − − − − −→
←−−−−−−− R*
𝑎𝑛𝑡𝑎𝑔𝑜𝑛𝑖𝑠
Keterangan
R : Bentuk istirahat R* :
Bentuk Teraktifkan

Agonis Bila keseimbangan menuju ke bentuk yang teraktifkan


(R*)
Agonis parsial Bila terjadi bentuk keduanya R* dan R
Antagonis Bila keseimbangan menuju ke bentuk istirahat ®
G. KONSEP KURIR KEDUA
Konsep kurir kedua berhubungan dengan suatu sistem yang disebut dengan adenilat
siklase dengan kurir yang dimaksud adalah siklik AMP (cAMP). Reseptor dari banyak
hormon berhubungan erat dengan sitem ini. Beberapa hormon seperti katekolamin,
glukagon, paratiroid, dan histamin telah menunjukkan mekanisme kerja yang
berpengaruh pada kadar cAMP. Interaksi antara hormon dan reseptor dapat
meningkatkan ataupun menurunkan kadar cAMP intrasel. Dalam hal interaksi obat-
reseptor ini, hormon berfungsi sebagai kurir pertama (first messenger) dan cAMP sebagai
kurir kedua (second messenger).
Contoh:
Turunan xantin

Contoh hubungan antara aksi hormon dengan cAMP dapat dilihat pada gambar di atas.
Turunan xantin (kafein dan teofilin) dapat beraksi pada enzim fosfodiesterase, yaitu
dengan menghambat secara kompetitif. Obat ini menyebabkan penghambatan metabolisme
cAMP menjadi 5’-AMP sehingga kadar cAMP banyak tersedia.
Konsep kurir kedua ini erat kaitannya dengan pembahasan transduksi sinyal pada mata
kuliah biologi molekuler.

H. TEORI MEKANISME DAN FARMAKOFOR SEBAGAI DASAR RANCANGAN


OBAT
Farmakofor adalah bagian dari suatu molekul yang bertanggung jawab dalam interaksi
biologis/farmakologis yang ditimbulkan oleh molekul tersebut. Pengertian lainnya,
farmakofor adalah sekumpulan fitur sterik dan elektronik yang penting dalam menjamin
interaksi supramolekuler yang optimal dengan struktur target biologis spesifik untuk
memicu/menghambat respon biologis. Farmakofor tidak mewakili suatu molekul maupun
gugus fungsi nya, namun lebih pada konsep abstrak pada kapasitas interaksi molekuler.
Teori mekanisme dan farmakofor sebagai dasar rancangan obat dapat diilustrasikan dari
salah satu contoh obat antihipertensi golongan ACE Inhibitor (Angiotensi Converting
Enzymes Inhibitor)

Mekanisme kerja ACEI dapat dilihat pada gambar di atas. Mekanisme obat ACE inhibitor adalah
dengan cara menghambat enzim ACE (kaptopril dll.). Enzim ACE berperan dalam mengubah
angiotensin I menjadi angiotensin II. Angiotensin II dapat berikatan dengan reseptor dan
menyebabkan peningkatan tekanan darah. Penghambatan enzim ACE akan menyebabkan
penghambatan metabolisme angiotensin I menjadi angiotensin II, sehingga tekanan darah dapat
dijaga.

Anda mungkin juga menyukai