Anda di halaman 1dari 33

LABORATORIUM FARMAKOLOGI-BIOFARMASETIKA

PRAKTIKUM BIOFARMASETIKA

JURUSAN FARMASI

PERCOBAAN I&III

“ PENGARUH BENTUK KIMIAWI TERHADAP BIOAVAILABILITAS


MELALUI PENENTUAN BEBERAPA PARAMETER
FARMAKOKINETIK ”

DISUSUN OLEH :

NAMA : NURHIKMAH SAHNI

NIM : G701 17 082

KELAS/KELOMPOK : B/II (DUA)

HARI/TANGGAL : JUMAT, 13 MARET 2020

ASISTEN :MOHAMMAD SYAUQIE

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS TADULAKO

PALU

2020
A. Latar Belakang
Didalam tubuh, obat, zat aktif dan toksin semuanya merupakan benda
asing untuk tubuh kita. Tubuh kita berusaha menyingkirkan sendiri zat-zat
asing tersebut tanpa memperhatikan apakah bersifat teurapetik atau
berbahaya. Kebanyakan obat-obat harus melalui biotransformasi dimana
tubuh memetabolisme suatu obat dengan upaya mengubah bentuk obat
menjadi bentuk lain. Hasil biotransformasi atau metabolisme pada
umumnya bersifat kurang larut dalam lipid tidak aktif, mudah terionisasi,
pada PH fisiologis. Kurang terikat pada protein plasma dan jaringan,
sedikit tersimpan didalam lemak dan kurang mampu menembus membrane
sel, sehingga obat lebih mudah terionisasi, tersekresi karena absobsi secara
difusi pada tubuh ginjal berkurang. Jadi dengan biotransformasi yang
umumnya dengan enzim mikrosimal mati. Aktivitas zat akan berkurang
atau hilag walaupun ada kalanya juga terjadi inhibisi antar obat. Studi
induksi dan inhibisi antar obat. Studi induksi dan inhibisi metabolism obat
dilakukan dengan pengukuran nilai Ke, T1/2, dan AUC (Suwandi,N,D,
2018.).

Bioavaibilitas adalah persentase dari kecepatan zat aktif dalam suatu


produk obat yang mencapai atau tersedia dalam sirkulasi sistemik dalam
bentuk utuh atau aktif setelah pemberian produk obat tersebut, diukur dari
kadarnya dalam darah terdapat waktu eksresinya dalam urin. Jika terdapat
fungsi yang menggambarkan bioavaibilats obat dalam darah berdasarkan
waktu, maka dengan konsep turunan dapat diketahui cepat bioavaibilitas
maksimum atau minimum didapat setelah obat diminum atau disuntikkan
proses absorbsi obat menjadi lebih efektif (Parfasi,N. dkk 2018).

Adapun aplikasi dalam bidang farmasi seorang farmasis dituntut untuk


memahami dari penetapan parameter farmakokinetik suatu obat serta
pengaruh kimiawi obat terhadap ketersediaan hayati atau bioavailabilitas.
Hal inilah yang melatar belakangi dilakukannya percobaan ini.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana menentukan tetapan laju eliminasi (Ke), waktu paruh (t 1/2),
dan tetapan laju absorpsi (Ka) dari suatu obat dengan menggunakan
data contoh darah setelah pemberian dosis tunggal?
2. Bagaimana menentukan distribusi obat di dalam tubuh yang diberikan
secara IV dan menentukan volume distribusinya?
3. Bagaimana menentukan luas daerah di bawah kurva (Area Under Curve
= AUC) ?
4. Bagaimana membandingkan AUC, kadar puncak (Cpmaks), dan waktu
untuk mencapai kadar puncak (tmaks) suatu obat dalam bentuk kimia
yang berbeda yang diberikan per oral ?

C. Tujuan
1. Mengetahui cara menentukan tetapan laju eliminasi (Ke), waktu paruh
(t1/2), dan tetapan laju absorpsi (Ka) dari suatu obat dengan
menggunakan data contoh darah setelah pemberian dosis tunggal.
2. Mengetahui cara menentukan distribusi obat di dalam tubuh yang
diberikan secara IV dan menentukan volume distribusinya.
3. Mengetahui cara menentukan luas daerah di bawah kurva (Area Under
Curve = AUC).
4. Mengetahui cara membandingkan AUC, kadar puncak (Cp maks), dan
waktu untuk mencapai kadar puncak (tmaks) suatu obat dalam bentuk
kimia yang berbeda yang diberikan per oral.

D. Manfaat
1. Memahami dan mengetahui cara menentukan tetapan laju eliminasi
(Ke), waktu paruh (t1/2), dan tetapan laju absorpsi (Ka) dari suatu obat
dengan menggunakan data contoh darah setelah pemberian dosis
tunggal.
2. Memahami dan mengetahui cara menentukan distribusi obat di dalam
tubuh yang diberikan secara IV dan menentukan volume distribusinya.
Memahami dan mengetahui cara menentukan luas daerah di bawah
kurva (Area Under Curve = AUC).
3. Memahami dan mengetahui cara membandingkan AUC, kadar puncak
(Cpmaks), dan waktu untuk mencapai kadar puncak (tmaks) suatu obat
dalam bentuk kimia yang berbeda yang diberikan per oral.

E. Prinsip
Prinsip pada percobaan ini adalah dengan menghitung tetapan laju
eliminasi (Ke), waktu paruh T1/2 dan tetapan laju absorbs (Ka) serta dapat
membandingkan AUC, CPmax, dan Tmax, berdasarkan spesimen darah
dari hewan uji kelinci yang telah diberikan obat sebelum perlakuan.
Kemudaian darah diambil pada menit 5, 15, dan 30 pada kelinci.
F. DASAR TEORI
Parameter farmakokinetik yang berpengaruh terhadap respon obat adalah
penurunan fungsi hepar dan ginjal. Penurunan kedua fungsi organ tersebut
akan meningkatkan durasi kerja obat dan berpotensi menimbulkan efek
samping. Penyesuaian yang dapat dilakukan adalah dengan menurunkan
dosis atau memperpanjang interval pemakaian obat parameter
farmakodinamik uang mungkin berpengaruh terhadap perubahan respon
obat adalah peningkatan sensituvitas sistem saraf pusat dan kardiovaskuler
(Fasal, 2017).

Obat-obatan dengan jendela terapi yang luas umumnya dianggap lebih


aman daripada obat-obatan dengan jendela terapi yang sempit. Kadang-
kadang istilah indeks terapi digunakan. Istilah ini mengacu pada rasio
antara dosis toksik dan terapeutik. Sebaliknya, ahli farmakokinetika juga
dapat menggambarkan kurva lever-waktu plasma dalam istilah-istilah
farmakokinetik seperti level plasma puncak (Cmaks), waktu untuk level
plasma puncak (Tmaks) dan area di bawah kurva atau AUC. Waktu untuk
tingkat plasma puncak adalah waktu konsentrasi obat maksimum dalam
plasma dan merupakan penanda kasar tingkat rata-rata penyerapan obat
(Graw, 2016).

Volume distribusi (V) adalah parameter farmakokinetik penting karena


menentukan dosis pemuatan (LD) yang diperlukan untuk mencapai
konsentrasi obat dalam keadaan tunak tertentu segera setelah dosis
diberikan: LD= Css*V. Namun jarang terjadi untuk mengetahui volume
distribusi yang tepat untuk seorang pasien karena itu perlu untuk
memberikan dosis pada kesempatan sebelumnya untuk menghitung
volume distribusi. Dengan demikian, biasanya volume distribusi rata-rata
diukur pada pasien lain dengan demografi yang sama (usia, berat, jenis
kelamin, dll) dan kondisi medis (gagal ginjal, gagal hati, gagal jantung,
dll) digunakan untuk memperkirakan dosis pemuatan (Larry, 2014).
Proses difusi berjalan dengan baik bila obat tidak terionisasi dan tidak
berikatan dengan yang lainnya. Mula kerja obat yang cepat merupakan
tanda bahwa proses difusi obat tersebut berjalan baik. Volume distribusi
dapat meningkat jika obat memiliki tingkat kelarutan lemak yang tinggi.
Dengan meningkatnya volume distribusi, maka konsentrasi plasma akan
semakin menurun (Margarita, 2019)

AUC (Area Under Curve) area dibawah kurva mencerminkan paparan


tubuh yang sebenarnya terhadap obat setelah pemberian dosis obat yang
sebenarnya terhadap obat setelah pemberian dosis obat dan dinyatakan
dalam mg x jam/L. Area di bawah kurva ini tergantung pada tingkat
eliminasi obat dari tubuh dan dosis yang diberikan. Jumlah total obat yang
dieliminasi oleh tubuh dapat dinilai dengan menambahkan atau
mengintegrasikan jumlah yang dihilangkan pada setiap interval waktu
yang tidak terbatasi (Nursamsu, 2018).
G. Uraian Bahan
1. Aquadest (FI edisi III; 1979; 96)
Nama Resmi : AQUA DESTILLATA
Nama Lain : Aquadest / Air Suling
RM/BM : H2O / 18,02
Rumus Struktur :

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak


berbau, tidak mempunyai rasa.
Kelarutan : -
Khasiat : Zat tambahan
Kegunaan : Sebagai pelarut
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Persyaratan Kadar : -

2. Etanol (FI edisi III; 1979; 65)


Nama resmi : AETHANOLUM
Nama lain : Etanol/ alkohol
RM/BM : C2H5OH / 46,07
Rumus struktur :

Pemerian : Cairan tidak berwarna, jernih mudah


menguap dan mudah bergerak, bau khas,
rasa panas mudah terbakar dengan
memberikan nyala biru yang tak berasap.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, dalam
kloroform p dan dalam eter p
Khasiat : Zat tambahan
Kegunaan : Sebagai antiseptikum
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari
cahaya.

3. Na-EDTA (FI Edisi III, 1979; 1139)


Nama resmi : NATRII EDETAT
Nama lain : Natri Edetat
RM/BM : C10H14N2O8Na2 / 336,16
Rumus struktur :

Pemerian : Serbuk hablur, putih, melebur pada suhu


lebih dari 220oC.
Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air, larut dalam
etanol (95%).
Khasiat : Zat tambahan.
Kegunaan : Sebagai titran.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.

4. Na cmc (FI III, 1979)

Nama resmi : NATRII CARBOXYMETHYL CELLULOSUM


Nama lain : Natrium karboksil metil selulosa
Rm/Bm : -
Rumus
struktur :

Pemerian : Serbuk atau butiran, putih atau kuning gading tidak


berbau atau hamper tidak berbau, higrokopis
Kelarutan : Mudah mendispersi dalam air, membentuk
suspense kloida tidak larut dalam etanol
(95%)mdalam eter P dan dalam pelarut organic
lain.
Khasiat : Zat tambahan
Kegunaan : Sebagai pembawa paracetamol
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

H. Uraian Sampel
1. Asam Salisilat (Medscape, 2020)
Indikasi : Acne, hiperkeratolitik dan kondisi kulit terbakar,
kutil.
Dosis : Topikal = 0,5-2% 1-3x/day
Mekanisme Kerja : Memiliki aksi keratolitik yang kuat dan sedikit
aksi antiseptik jika dioleskan. Melembutkan dan
menghancurkan stratum korneum dengan
meningkatkan hidrasi endogen yang
menyebabkan lapisan terangsang dari kulit
membengkak, melembutkan dan kemudian
deskuamasi.
Farmakokinetik : Onset :
1-2 minggu
Absorpsi :
Mudah diabsorpsi oleh kulit
Distribusi :
Ikatan protein plasma; 50-80% pada albumin.
Ekskresi :
Melalui urin
Efek Samping : Dermatitis, kulit terkelupas, iritasi, kulit kering,
ulser, efek sistemik termasuk salisilat toxic.

2. Asetosal/Aspirin (Medscape, 2020)


Indikasi : Nyeri dan demam, sindrom koroner akut,
pencegahan ASCVD, stroke istemik,
antiinflamasi.
Dosis : DL : 325-650 mg PO 44 hari
DM : 4 g/day
Mekanisme Kerja : Menghambat sistesis prostaglandin melalui
siklooksigenase; menghambat agregasi platelet
dan memiliki aktivitas antipiretik dan analgesik.
Farmakokinetik : Absorpsi :
Onset 5-30 min; Durasi 4-6 hr.
Distribusi :
Ikatan protein : ≤ 100 mcg/ml. 90-95% : VCL =
170 ml/kg.
Metabolisme :
Melalui hati
Eliminasi :
Urin 80-100%; keringat, saliva, feses.
Efek Samping : Angiodema, bronkopasme, masalah
dermatologi, hepatoksik, muntah, ruam, rinitis
dan urtikaria .

I. Uraian Hewan
1. Kelinci (Oryctolagus cuniculus) (Surya, R, A, 2010)
kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mamalia
Ordo : Lagomorpha
Famili : Leporidae
Genus : Oryctolagus
Spesies : Oryctolagus cuniculus

2. Spesifikasi Hewan
Jenis : Oryctolagus cuniculus
Umur : 7 bulan
Berat : 1,5 gram
Kelamin : Jantan
J. Prosedur
1. Penentuan beberapa parameter farmakokinetik (Tim dosen, 2020)
a. Berilah sejumlah dosis natrium salisilat (250 mg/kg BB) secara oral
pada hewan uji yang telah dipuasakan. Sebelumnya, ambil contoh
darah sebanyak 0,5 ml untuk blanko (t = 0).
b. Tentukan kadar natrium salisilat di dalam darah pada 15, 30, 45,
60, 90, 120, 150, 180, 240 menit setelah pemberian.
c. Buat grafik kadar obat di dalam darah (Cp) vs waktu
d. Tentukan Ke (tetapan laju eliminasi) dari kurva fase descending
(menurun) dan Ka (tetapan laju absorpsi) dari kurva ascending
(menanjak), dan tentukan nilai Cdiff.
e. Dengan menggunakan nilai Cdiff buatlah persamaan garis dan
tentukan nilai Ka.
f. Tentukan waktu paruh biologisnya (t1/2)
g. Hitung volume distribusi salisilat berdasarkan data tersebut
h. Buat pada kertas grafik numerik hubungan antara kadar obat di
dalam darah (mcg/ml) dengan waktu.

2. Pengaruh bentuk kimiawi obat terhadap bioavailabilitas (Tim dosen,


2020)
a. Praktikan dibagi dalam 3 kelompok, masing-masing dengan seekor
hewan uji yang dipuasakan sebelumnya. Kelompok 1 di beri
Natrium salisilat, kelompok 2 diberi asam salisilat, kelompok 3
diberi asetosal. Masing-masing dengan dosis 250 mg/kg BB per
oral.
b. Timbang berat badan masing-masing hewan dan tentukan jumlah
dosis yang diberikan. Sebelumnya, ambil contoh darah sebanyak
0,5 ml untuk blanko (t=0).
c. Tentukan masing-masing kadar salisilat di dalam darah pada 15,
30, 45, 60, 75, 90, 120, 150, 180, 210 dan 240 menit setelah
pemberian.
d. Buat grafik kadar obat di dalam plasma (Cp) vs waktu (t). Dengan
menggunakan nilai-nilai logaritma kadar obat pada fase naik
maupun fase turun dapat dibuat dua persamaan garis.
e. Dengan menggunakan kedua persamaan garis tersebut, tentukan
Cdiff untuk masing-masing waktu sampling. Buat persamaan
garisnya.
f. Tentukan Cpmaks dan tmaks
g. Buat pada kertas grafik numerik hubungan antara kadar obat di
dalam darah (mcg/ml) dengan waktu. Tentukan AUC masing-
masing bentuk kimia obat (bandingkan satu sama lain).
K. Alat dan Bahan
K.1 Alat
1. Timbangan
2. Stopwatch
3. Kandang
4. Spoit oral
5. Gelas kimia
6. Gelas ukur
7. Lumpang dan alu
8. Spidol
9. Sarung tangan
10. Kater
11. Centrifuge
12. Spektrofotometri uv-vis

K.2 Bahan
1. Aquadest
2. Etanol
3. Koran
4. Masker
5. Handscoon
6. Kapas
7. Na CMC

K.3 Sampel
1. Asam salisilat
2. Asetosal

K.4 Hewan Uji


1. Kelinci (Oryctolagus cuniculus)

L. CARA KERJA
1. Pembuatan larutan asetosal dari asam salisilat
a. Disiapkan alat dan bahan
b. Diambil Na-CMC sebanyak 1 gram
c. Dilarutkan dalam 20 ml aquadest dalam gelas kimia diaduk hingga
terbentuk mucilago
d. Dimasukan asetosal 2,8 gram dan diaduk hingga homogen
e. Di addkan sampai 100 ml air dan dihomongenkan
f. Dilakukan hal yang sama pada pembuatan larutan asam asetat.

2. Pembuatan larutan Na-EDTA


a. Disiapkan alat dan bahan
b. Diambil 2 gram Na-EDTA
c. Dimasukan ke dalam gelas kimia
d. Dimasukan 100 ml aquadest
e. Diaduk hingga homogen.
3. Pembuatan larutan baku
a. Disiapkan alat dan bahan
b. Ditimbang asetosal 5 mg
c. Diletakan pada kaca arloji
d. Ditambahkan alkohol hingga larut
e. Diletakan dalam labu ukur 25 ml
f. Diaddkan dengan alkohol hingga tanda batas
g. Dilakukan hal yang sama pada asam salisilat dengan pelarut
aquadest.

4. Pemberian perlakuan pada hewan uji


a. Disiapkan alat dan bahan
b. Dibersihkan telinga kelinci menggunakan silet atau pisau
c. Diambil darah pada telinga kelinci sebanyak 5 ml sebagai blanko
d. Diambil larutan asam salisilat (kelinci 1) dan larutan asetasol
(kelinci 2)
e. Diberikan secara oral menggunakan selang infus
f. Diambil darah pada telinga kelinci pada menit ke 5, 15 dan 30
setelah pemberian obat
g. Disentrifugasi darah (blanko, menit ke 5, 15 dan 30)
h. Diukur absorbansi menggunakan spektrofotometri UV-Vis
i. Dihitung (Cpmax, tmax, Ka, Ke dan AUC nya )
j. Didokumentasi.
I. Skema kerja
1. Pembuatan larutan asetosal dari asam salisilat

Alat dan Bahan

Hewan uji

Ambil darah 5 ml

Asam salisilat Asetosal

Ambil darah menit ke 5, 15, 30

Sentrifuge
Hitung Cp max, Tmax, Ka, Ked an

M. Analisis Data
1. Asam Salisilat

x y x2 y2 xy
6 0,316 36 0,0998 1,896
8 0,427 64 0,1777 3,368
10 0,650 100 0,422 6,5
12 0,812 144 0,659 5,744
36 2,159 344 1,378 21,508

y = bx + a

( n .∑ xy ) −(∑ x .∑ y ) ∑y-b.∑x
b= a=
( n. ∑ x 2 )−( ∑ x ) 2 n
( 4.21,508 ) -(36.2,199) 2.199-0,085 (36)
= =
( 4. 344 ) - ( 36 ) 2 4
86,032-74,164 0,0861
= = = 0,215
1376-1296 4
6,868
= = 0,085
80

Regresi Linear
y = bx + a
= 0,085 (x) + (-0,215)
= 0,085x – 0,215

Menit ke-0
y = bx + a
0,066 = 0,085(x) – 0,215
0,281
x = = 3,3 ppm
0,085

Menit ke-5
y = bx + a
0,087 = 0,085(x) – 0,215
0,299
x = = 3,5 ppm
0,085

Menit ke-15
y = bx + a
1,403
1,338 = 0,085(x) – 0,215x = = 1,67 ppm
0,085
Mencari Kurva nol
D2-D1
K¿
t2-t1
182-35
=
15-5
147
= = 1,47 mg/menit
10

Kurva awal
D = Kt – D0
35 ppm = 1,47 mg/menit (5) – D0
35 = 7,35 + D0
-D0 = 7,35 – 35
D0 = 27,65 mg/menit

Tetapan Eliminasi
Dc = KE (t) + D0
182 = KE (15) + 27,65
134,35 = KE (15)
KE = 10,29 mg/menit

Tetapan Absorbsi
Dk = Ka (t) + D0
35 = Ka (5) + 27,65
7,35 = Ka (5)
Ka = 1,47 mg/menit

AUC (Area Under Curve)


1 1
AUC ¿ - . D0
KE Ka
1 1
= - . 27,65
10,29 1,47
= ¿) . 27,65
= ¿) . 27,65
= -16/122 mg/menit
= 16,122 mg/menit

2. Asetosal
x y x2 y2 xy
25 0,28 625 0,078 7
50 0,432 2500 0,186 21,6
75 0,663 5625 0,439 49,7
100 0,810 10000 0,659 81
250 2,185 344 1,359 159,3

y = bx + a
( n .∑ xy ) −(∑ x .∑ y ) ∑y-b.∑x
b= a=
( n. ∑ x 2 )−( ∑ x ) 2 n
( 4 .159,3 ) -(250-2,85) 2,185 - (0,006237). (250)
= =
( 4. 18,750 ) - ( 250 ) 2 4
389,385 2185 - (-1,559)
= = =
-62425 4
0,936
= -6237 x 10-3 = -0,006237

Regresi Linear
y = bx + a
= -0,006237 (x) + 0,936
= -0,006237x + 0,936

Menit ke-0
y = bx + a
0,100 = -0,006237 (x) + 0,936
0,836 = -0,006237 (x)
x = 134 ppm

Menit ke-5
y = bx + a
0,106 = -0,006237(x) + 0,936
0,83
x = = 133 ppm
-0,006237

Menit ke-15
y = bx + a
0,124 = -0,006237 (x) + 0,936
-0,812 = -0,006237 (x)
x = 130 ppm

Mencari Kurva Awal


D2-D1
K¿
t2-t1
130- 133
=
15-5
-3
= = 0,3 mg/menit
10

Kurva
D = Kt + D0
133 = -0,3 mg/menit (5) – D0
133 = -1,5 + D0
-D0 = -134,5
D0 = 134,5 mg/menit

Tetapan Eliminasi
Dc = KE (t) + D0
D30 = KE (15) + 134,5
-4,5 = KE (15)
-4,5
KE = = 0,3 mg/menit
15

AUC (Area Under Curve)


1 1
AUC ¿ - . D0
KE Ka
1 1
= - . 134,5 mg/menit
−0,3 −0,3
= ¿) . 134,5 mg/menit
= 0,134,5 mg/menit
= 0 mg/menit

N. Pembahasan
Farmakokinetik adalah karakteristik matematis dari waktu penyerapan,
distribusi, metabolisme dan eksresi obat. Ini termasuk dalam menghitung
konsentrasi obat dari metabolit dalam matriks biologi (plasma dan
jaringan), mengukur efek obat, dan memahami bagaimana genetika, jalur
metabolisme, dan pengangkutan obat melalui disposisi obat (Deviani, dkk.
2016).

Tujuan percobaan ini adalah mengetahui cara menentukan tetapan laju


eliminasi (ke), waktu paruh (t1/2) dan tetapan laju absorbsi dari suatu obat
menggunakan data. Contoh mempelajari distribusi obat dalam tubuh yang
di berikan secara intravena dan menentukan volume distribusinya,
mengetahui cara menentukan luas daerah diabawa kurva (Area under
curve, AUC) dan mengetahui cara membandingkan AUC, kadar puncak
(cp max) dan waktu untuk mencapai kadar puncak (t max) suatu obat
dalam bentuk kimia yang di beri per oral).

Prinsip percobaan ini adalah menghitung parameter farmakokinetik obat


pada saat obat diberikan ke kelinci. Parameter farmakokinetik yang diukur
yaitu AUC, kadar Puncak (cp max) dengan menggunakan data atau sampel
darah setelah pemberian dosis tunggal dan melihat bioavailabilitas obat
asam salisilat dan asetosal dengan menambahkan antikoagulan,
pengambilan darah diambil pada menit ke 5, 15 dan 30. Setelah pemberian
oral pada hewan uji pada sampel darah tersebut dilakukan centrifuge
dengan penambahan pengendapan pada 300 RPM selama 15 menit lalu
diabsorbsi nya menggunakan spektrormometer uv-visible dengan panjang
gelombang 414,5 nm.

Cara kerja pada percobaan ini yaitu disiapkan alat dan bahan. Kemudian
dilakukan pembuatan larutan asetosal dan asam salisilat, selanjutnya na-
cmc sebanyak 1 gram kemudian dilarutkan dalam 20 mili aquades dalam
gelas kimia diaduk hingga berbentuk mucilago. dimasukkan asetosal 2,8
gram dan diaduk hingga homogen. di-add sampai 100 mL air dan
dihomogenkan. Dilakukan hal sama pada pembuatan larutan asam salisilat,
selanjutnya pembuatan larutan edta. Langkah pertama yaitu di siapkan alat
dan bahan kemudian diambil 2 gram NaOH dimasukkan ke dalam gelas
kimia kemudian dimasukkan 1 mili aquades dan diaduk hingga homogen.
Dilanjutkan dengan pembuatan larutan baku. Langkah pertama yaitu di
siapkan alat dan bahan kemudian ditimbang asetosal 5 mg kemudian
diletakkan pada kaca arloji, selanjutnya ditambahkan alkohol hingga larut,
diletakkan dalam labu ukur 25 ml. Di-add dengan alkohol hingga tanda
batas, di lakukan hal yang sama pada pembuatan larutan baku asam
salisilat dengan pelarut aquades. Setelah pembuatan larutan baku
selanjutnya pemberian perlakuan pada hewan uji, disiapkan alat dan bahan
lalu dibersihkan telinga kelinci menggunakan sillet atau pisau bedah
hingga bulu di telinga kelinci bersih agar memudahkan saat pengambilan
darah pada kelinci, sampel darah diambil pada pembuluh darah telinga
kelinci menggunakan spuit, sebelum darah diambil dibersihkan dulu
dengan alkohol 70%, kemudian darah diambil dengan spuit 1 ml yang
sebelumnya telah dibasahi dengan edta sebagai antikoagulan. Pada telinga
diambil darah sebanyak 5 ml sebagai blanko yang kemudian dimasukkan
ke dalam botol vial yang berisi agar tidak terjadi pembekuan darah sebagai
antikoagulan, kemudian diberi suspensi asam salisilat pada kelinci 1 dan
asetosal pada kelinci 2 diberikan secara oral. diambil darah pada telinga
kelinci pada menit ke 5, 15 dan 30 setelah pemberian obat. disentrifugasi
darah yang sudah diambil, sentrifugasi ini bertujuan untuk memisahkan
supernatan nya dengan endapan supaya mendapatkan yang lebih jernih
agar absorbansinya baik, lalu dihitung absorbansinya menggunakan
spektrofotometer uv-vis dan didokumentasikan.

Alasan perlakuan diambil 5 ml darah agar pada saat diencerkan untuk


digunakan dalam spektrofotometer uv-vis. Kemudian Na-EDTA
digunakan agar darah dalam botol vial tidak terjadi penggumpalan atau
pembekuan darah, karena Na-EDTA secara osmotis menarik air dari sel
darah merah menipiskan konstituen plasma dan efek di difusi dapat
bervariasi (Manikan. 2017).

Prinsip kerja dari spektrofotometri yaitu penyerapan cahaya pada panjang


gelombang tertentu oleh bahan yang diperiksa, tiap zat memiliki
absorbansi pada panjang gelombang tertentu yang khas. Panjang
gelombang dengan absorbansi tertinggi digunakan untuk mengukur kadar
zat yang diperintahkan, banyaknya cahaya yang dipelopori oleh zat
berbanding lurus dengan kadar zat (Deviani, dkk. 2016).

Hasil pengamatan yang didapatkan pada sampel asam salisilat diperoleh


nilai konsentrasi pada menit 0 = 3,3 PPM, menitkah 5 = 3,5 PPM dan
menit ke-15 = 16,7 PPM. Sedangkan untuk tetapan eliminasi dan
absorbansi berturut-turut yaitu 10,29 mg/ menit dan 1,47 mg/menit.
kemudian AUC atau area under Curve yaitu 16,122 mg/menit. hasil ini
tidak sesuai dengan literatur menurut (Reni, Et al. 2017). Parameter AUC
pada asam salisilat yaitu 11683,78 mikrogram per mililiter pada sampel
asetosal aspirin didapatkan konsentrasi pada menit 0 = 134 ppm, menit 5 =
133 ppm dan Menit ke 15=130 PPM untuk tetapan eliminasi dan
absorpsi asetosal berturut-turut adalah 0,3 mg/menit dan 0,3 mg/menit
sedangkan didapatkan AUC sebesar 0 Ml/menit hasil ini tidak sesuai
dengan literatur berdasarkan literatur (Martono et al. 2019). Parameter
AUC, Cp Max dan tmaxs pada asetosal berturut-turut yaitu 54,59 µg/ml,
0,78 µg/ml, dan 320 µg/ml. Hasil yang tidak sesuai tersebut bisa
dikarenakan terjadi kekeliruan ketika perlakuan, waktu pengambilan darah
yang tidak tepat atau terjadinya ketidak stabilan sampel darah akibat
terlalu lama disimpan, karna pada saat perlakuaan ada kendala teknis
sehingga waktu pengamatan dilanjutkan esok harinya.

Aplikasi dalam bidang Farmasi yaitu seorang farmasi dapat mengetahui


cara pembuatan larutan baku dengan berbagai konsentrasi serta dapat
mengetahui perhitungan kadar obat dalam darah dengan penentuan
parameter farmakokinetik dari berbagai rute pemberian obat
O. Kesimpulan
1. Parameter farmakokinetik adalah besaran yang diturunkan secara
mekanis dari model yang berdasarkan hasil pengukuran kadar obat atau
metabolitnya dalam darah unit atau cairan hayati lainnya
2. Hasil yang didapatkan pada percobaan ini yaitu pada sampel asam
salisilat diperoleh nilai konsentrasi pada menit 0 = 3,3 PPM, menit ke 5
= 3,5 PPM dan menit ke-15 = 16,7 PPM. Sedangkan untuk tetapan
eliminasi dan absorbansi berturut-turut yaitu 10,29 mg/ menit dan 1,47
mg/menit. kemudian AUC atau area under Curve yaitu 16,122
mg/menit. Parameter AUC pada asam salisilat yaitu 11683,78 µG/ML
pada sampel asetosal aspirin didapatkan konsentrasi pada menit 0 = 134
ppm, menit 5 = 133 ppm dan Menit ke 15=130 PPM untuk tetapan
eliminasi dan absorpsi asetosal berturut-turut adalah 0,3 mg/menit dan
0,3 mg/menit sedangkan didapatkan AUC sebesar 0 ml/menit
3. Perbedaan farmakokinetik pada obat asam salisilat dan asetosal
disebabkan karena pelarut yang digunakan yaitu aquades dimana
asetosal dan asam asetat bila terkena uap air sehingga kadar yang
diperoleh tidak sesuai

P. Saran
Sebaiknya pada praktikum selanjutnya ketelitian dalam dosis obat maupun
pelarut perlu ditingkatkan

DAFTAR PUSTAKA

Akib,N.I, dkk (2017). Penentuan Ekivalensi Antar Tablet Salbutamol Nama


Generic Dengan Merek Dagang. Jurnal Farmasi UINAM. Vds. No.3.

Dara, A.I. Patihul, H. (2017) Artikel Tinjauan: Teknik Meningkatkan Kelarutan


Obat Vol.15.No.4.

Departement Kesehatan Republik Indonesia . 1979. Farmakope Indonesia Edisi


III. Departement Kesehatan Republik Indonesia . Jakarta.

Deviani, dkk. 2016. Pengaruh Jus Buah Durian Mentega (Durio Zibethinus
Murr.) Terhadap Profil Farmakokinetik Paracetamol Pada Kelinci Jantan
(Oryctolagus Cuniculus). Univ Indonesia Timur.

Faisal, A. 2017. Buku Ajar Farmakologi Dasar. Malang. UB Press.

Fajarianto, S. dkk. 2019. Anestesiologi Dan Terapi Intensif. Jakarta. PT.


Gramedia Pustaka Utama
Graw, M, dkk. 2016. Applied Biopharmaceutics And Pharmacokinetics. United
States.

Larry A, B. 2014. Applied Clinical Pharmacokinetics. United States

Martono et al. (2019). Sistem Penghantaran Obat Glimepirid Sebagai


Antidiabetika Oral Dengan Pelepasan Dimodifikasi Melalui pembentukan
Mikrogranul Mukoadhesif untuk Penyakit Diabetes Melitus Tipe II.
Universitas Islam. Bandung.

Medscape. 2020. Diakses Pada Tanggal 10 Maret 2020.

Nursmsu. 2018. Patogenesis Penyakit Ginjal Diabetik. Malang. UB Press

Notorio,D. (2018). Studi Farmakokinetika Berbasis Populasi Dengan Model R.


Model Dua Komponen Ekstravaskular.Vol.4.No.1.

Parfasi,N. dkk (2018). Studi Farmakokinetika Teofilin Setelah Pemberian Oral


Dosismtunggal Tablet Teofilina Dan Aminofilina Lepas Kendali Pada
Subject Normal, Vol 2 No.1.

Suwandi,N,D, (2018). Kadar Puncak (Cmax), Waktu Paruh (T1/2), Wakyu Puncak
(Tmax) Dan Bersihan Teobromik Pada Sukardawan Sehat Setelah
Pemberian Dark Chocolate Bar Peroral. Vol 6. N0.2.

Surya, R, A, (2010). Metode Penambahan Surfaktan Sebagai Substrat Untuk


Meningkatkan Kelarutan Obat Lipofilik. Universitas Padjajaran. Bandung.

Tim Dosen. 2020. Penuntun Praktikum Biofarmasetika. Palu. Universitas


Tadulako Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam. Program Studi
Farmasi.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai